PENDAHULUAN Analisis Pola Persebaran Pasar Tradisional Dan Pasar Modern Di Kota Surakarta Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan wilayah merupakan bagian penting dalam penjabaran pembangunan nasional. Pembangunan dengan pendekatan sektoral dan wilayah harus diperhatikan untuk tercapainya pembangunan wilayah yang sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi dan permasalahan pembangunan. Keberhasilan pembangunan wilayah dalam mencapai sasaran pemerataan pembangunan tidak akan lepas dari terkoordinasinya dan keterpaduan antar sektor, sektor dengan wilayah, dan dukungan masyarakat dimana komunikasi berjalan efektif dan efisien. (Aditya, 2007)

Kota merupakan wilayah yang memiliki perkembangan dinamis dan kekhasan baik dari segi fisik kota maupun segi sosial ekonomi. Pembangunan perkotaan merupakan kegiatan pembangunan sektoral yang dilaksanakan pemerintah dengan dukungan masyarakat, dimana penyelenggaraan dan pengendalian pembangunan menjadi tugas serta tanggung jawab pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Perkembangan pembangunan kota membawa dampak positif dan negatif yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kota. Faktor-faktor potensial pertumbuhan suatu kota dapat dipengaruhi oleh dinamika perkembangan penduduk. (Aditya, 2007)

Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan sebutan kota Solo. Kota Surakarta merupakan salah satu pusat perekonomian di kawasan Solo Raya yang meliputi wilayah Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri serta terletak pada kawasan segitiga emas Jawa Tengah yang lebih dikenal dengan sebutan Joglosemar (Jogjakarta, Solo, dan Semarang). Kota Surakarta merupakan salah satu kota budaya dan kota tujuan wisata nasional serta kota pendidikan khususnya di Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur. Kota Surakarta memiliki peranan besar di Jawa Tengah sebagai kota pendukung ibukota propinsi di Kota


(2)

Semarang. Perekonomian kota Surakarta memiliki peranan penting dalam bidang perdagangan. Namun kota Surakarta juga memiliki peranan penting dalam bidang kebudayaan dan pariwisata. Peningkatan dan perbaikan fasilitas sarana prasarana perdagangan harus terus dilakukan karena memiliki peranan yang cukup penting. Tabel 1.1 menunjukan struktur ekonomi Surakarta atas dasar harga berlaku dari tahun 2004 sampai dengan 2008 dengan interval periode setiap dua tahun.

Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Surakarta Tahun 2004 – 2008 Atas Dasar Harga Berlaku. (persen)

Sektor Tahun 2004

(%)

Tahun 2006 (%)

Tahun 2008 (%)

1. Pertanian 0,07 0,06 0,06

2. Pertambangan 0,05 0,04 0,04

3. Industri 28,10 25,11 23,27

4. Listrik, Gas & Air 2,70 2,69 2,57

5. Bangunan 12,68 13,07 14,44

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 22,96 24,35 25,12 7. Pengangkutan dan Komunikasi 10,83 11,78 11,20

8. Keuangan 11,14 11,26 10,93

9. Jasa-Jasa 11,48 11,64 12,38

Total 100,00 100,00 100,00

Sumber: PDRB Kota Surakarta Tahun 2008

Tahun 2004 menunjukkan bahwa struktur ekonomi Kota Surakarta menunjukkan bahwa sektor industri dan sektor perdagangan masing-masing merupakan penyumbang PDRB terbesar yaitu untuk sektor industri sebesar 28,10% dan sektor perdagangan sebesar 22,96%. Dalam kurun waktu 2 tahun berikutnya yaitu di tahun 2006 penyumbang PDRB terbesar masih tetap oleh sektor industri dan perdagangan, walaupun sektor industri mengalami penurunan sebesar 3,01% sehingga menjadi 25,11% namun juga diimbangi dengan naiknya sektor perdagangan sebesar 1,39% sehingga mengalami kenaikan mencapai 24,35%. Pada tahun 2008 untuk penyumbang PDRB yang utama tetap pada sektor industri dengan


(3)

penurunan menjadi 23,27% dan sektor perdagangan terus mengalami kenaikan hingga 25,11%. Dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun penyumbang PDRB terbesar yaitu sektor industri dan sektor perdagangan.

Pada tabel struktur ekonomi Surakarta tahun 2004 – 2008 dapat dilihat bahwa terjadi pergeseran struktur ekonomi pada masing-masing sektor. Apabila diperhatikan dari tabel ekonomi Surakarta tahun 2004 – 2008, pergeseran struktur ekonomi dari tahun ke tahun secara signifikan ditunjukkan pada sektor industri yang mengalami penurunan dan sektor perdagangan yang mengalami kenaikan. Kenaikan sektor perdagangan dapat dimungkinkan dari penurunan sektor industri.

Salah satu bentuk peningkatan dan perbaikan fasilitas sarana prasarana untuk menunjang kegiatan perdagangan dan perekonomian antara lain dengan melakukan renovasi terhadap pasar tradisional dan termasuk didalamnya pasar yang hanya memperjualbelikan barang dagangan utama menurut jenisnya dengan melakukan perbaikan serta peningkatkan sarana prasarana baik fasilitas maupun utilitas, penataan pertumbuhan dan pembangunan beberapa pasar modern sesuai dengan kebutuhan sebagai pendukung pembangunan kota, disertai dengan pengendalian pembangunan dan pertumbuhannya.

Pertumbuhan peningkatan pembangunan pasar modern oleh beberapa pihak dikhawatirkan mengancam keberadaan pasar tradisional. Dalam beberapa tahun terakhir ini di Kota Surakarta dan sekitarnya terdapat kurang lebih 3 mall atau Plaza (Plaza Singosaren, Solo Grand Mall, Solo Square, dan Palur Plaza), lebih dari 5 hypermart dan supermarket (Lotte Mart, Carefoure, Hypermart, Assalam Hypermart, Super Indo dan Sami Luwes), dan 2 trade centre (Pusat Grosir Solo dan Beteng Trade Center), serta sebuah mall (Solo Paragon) yang hampir selesai pembangunannya dan terletak di tengah kota. Pasar tradisional dan pasar modern sebenarnya memiliki konsumen dan terdapat beberapa komoditi yang berbeda. Pasar tradisional memiliki konsumen yang beragam yaitu dari berbagai kalangan ekonomi atas hingga bawah, sedangkan pasar modern tidak semua


(4)

konsumen ekonomi bawah dapat menjangkau. Pasar tradisional dan pasar modern sebenarnya bisa saling melengkapi, karena yang ada pada pasar tradisional belum tentu dapat ditemui di pasar modern dan begitu pula sebaliknya. Namun terdapat beberapa pasar yang memperjualkan barang dagangan menurut jenisnya dan termasuk dalam pasar tradisional.

Daerah pusat kegiatan (DPK) atau Central Business District (CBD) merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik dalam sesuatu kota sehingga pada zone ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi budaya dan politik. Tinjauan morfologi kota ditekankan pada bentuk fisikal dari lingkungan kekotaan yang dapat diamati dari kenampakan kota secara fisik dari lingkungan kekotaan dan dapat diamati dari kenampakan kota secara fisik yang tercermin pada sistem jalan, blok bangunan baik hunian ataupun perdagangan/industri maupun bangunan individual (Herbert,1973 dalam Hadi Sabari Yunus, 1999). Analisis morfologi kota ditunjukkan pada areal yang secara fisik menunjukkan kemampuan kekotaan. Dalam pendekatan ”fixation line concept” yang dikemukakan oleh Conzen (1960) (dalam Hadi Sabari Yunus, 1999) analisis morfologi kota berdasarkan pada areal yang secara fisik menunjukan kenampakan kota (townscape). Dari waktu ke waktu bentuk fisik kota selalu mengalami perubahan, sementara batas administrasi kota relatif sama untuk periode waktu yang lama. Penentuan batas administrasi kota relatif sama untuk periode waktu yang lama dimana agar dapat memudahkan memecahkan permasalahan kota baik persoalan politik, sosial, ekonomi, budaya, teknologi dan fisik yang timbul. Kota Surakarta berada pada posisi dimana sebagian besar batas fisik kekotaan berada diluar batas administrasi kota (Under bounded city) yang akhirnya dapat memunculkan beberapa permasalahan tentang pengaturan wilayah. Wewenang pemerintah kota dalam merencanakan ruang wilayahnya hanya terbatas pada daerah yang terletak didalam batas administrasi pemerintah kota. Sementara untuk daerah kekotaan yang terletak diluar batas administrasi perkotaan menjadi wewenang pemerintah daerah lain.(Hadi Sabari Yunus, 1999)


(5)

Pendekatan batas perkotaan yang menjadi pilihan dalam mengidentifikasi dan menganalisis pola persebaran pasar tradisional dan pasar modern menggunakan pendekatan morfologi kota dan bukan secara administrasi kota. Hal ini didasarkan pada beberapa letak hypermart yang berada pada wilayah yang berbatasan langsung dengan batas administrasi Kota Surakarta dimana kenampakan fisik kota sudah terlihat pada daerah tersebut sehingga pendekatan secara morfologi menjadi acuannya.

Alasan yang mendasari terpilihnya penelitian pola persebaran pasar tradisional dan pasar modern diteliti untuk mendapatkan gambaran ataupun mengenai persebaran pasar. Letak persebaran pasar tradisional dan pasar modern dapat saling memiliki pengaruh. Perkembangan pasar modern yang tidak terkendali dalam pendiriannya dan tidak memperhatikan lokasi dapat mempengaruhi kondisi perdagangan ataupun perekonomian pasar tradisional yang ada di sekitar, bahkan dapat mematikan pasar tradisional yang berdekatan dengan pasar modern. Pembangunan pasar modern biasanya berada di kawasan central business district (CBD), sedangkan pasar tradisonal terbentuk sebelum ada kawasan central business district (CBD), atau pembangunannya tidak memperhatikan dan berada di tempat yang bukan merupakan kawasan central business district (CBD.

Pemanfaatan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam penelitian ini untuk menentukan pola persebaran dan pembuatan Peta Persebaran Lokasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Surakarta. Hasil penelitian dalam pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengetahui pola persebaran pasar tradisional dan pasar modern di Kota Surakarta. Dengan mengetahui lokasi persebaran pasar tradisional dan pasar modern selanjutnya dapat dilakukan analisis sebagai bahan evaluasi dan perencanan dalam perkembangan pasar tradisional dan pertumbuhan pasar modern di Kota Surakarta dan sekitarnya.


(6)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola persebaran Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Surakarta.

2. Bagaimana persebaran Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Surakarta berasosiasi terhadap central bussinese district (CBD).

Dengan identifikasi permasalahan diatas maka peneliti bermaksud mengkaji permasalahan tersebut ke dalam penelitian berjudul “Analisis Pola Persebaran Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Surakarta dangan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG)”.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasar permasalahan di atas maka penelitian tersebut bertujuan untuk: 1. Mengetahui pola persebaran pasar tradisional dan pasar modern di Kota

Surakarta.

2. Mengetahui asosiasi persebaran pasar tradisional dan pasar modern di Kota Surakarta terhadap central business district (CBD).

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian nantinya dapat sebagai sumber informasi lokasi pasar tradisional dan pasar modern di Kota Surakarta. Dari penelitian ini dapat juga diketahui pola persebaran lokasi pasar tradisional dan pasar modern di Kota Surakarta. Dalam perkembangan pembangunan kota dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan sumber pemikiran dalam pengendalian, pertumbuhan, perkembangan dan penyusunan serta kebijakan dalam penataan ruang di Kota Surakarta.


(7)

1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1. Telaah Pustaka

a. Perkembangan Kota

Kota dipandang sebagai suatu obyek studi dimana didalamnya terdapat masyarakat manusia yang sangat komplek, telah mengalami proses interelasi antar manusia dan antara manusia dengan lingkungannya, sehingga tercipta pola keteraturan daripada penggunaan lahan. Masyarakat manusia terorganisir ke dalam 2 tingkat yaitu: natural/biotic level dan novel/cultural level (Park, 1936 dalam Hadi Sabari Yunus, 1999). Pada tingkat natural/biotis, proses-proses ekologis yang terjadi pada masyarakat manusia mirip dengan apa yang terjadi pada masyarakat tumbuh-tumbuhan/binatang, dimana membutuhkan tempat tinggal dan mengembangkan keturunan serta membutuhkan tempat mencari makan. Pada tingkat novel, proses interaksi semakin kompleks dimana manusia dipandang ssebagai makhluk berbudaya dan beragama yang mempunyai kekuatan mencipta, berkarsa, berkarya, yang selalu berkembang baik dalam hubungan individu atau manusia lain dengan lingkungannya maupun Tuhannya (Hadi Sabari Yunus, 1999).

Kota selalu mengalami perkembangan dan pertumbuhannya dari waktu ke waktu. Perkembangan menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi, dan fisik. Khusus mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan kekotaan maupun penggunaan lahan kedesaan adalah perkembangan fisik terutama pada arealnya. Eksistensi sebuah kota dapat ditinjau dalam berbagai matra diantaranya morphology settlement dan legal

articulation yang paling banyak berkaitan secara langsung dengan

ekspresi ruangan kota. Matra morfologi permukiman menyoroti eksistensi keruangan kekotaan pada bentuk-bentuk wujud daripada ciri-ciri karakteristik kota. Tinjauan terhadap morfologi kota ditekankan pada bentuk-bentuk fisikal dari lingkungan kekotaan dan


(8)

dapat diamati dari kenampakan kota secara fisikal yang tercermin pada sistem jalan-jalan, blok-blok bangunan, baik daerah hunian ataupun bukan dan bangunan-bangunan individual (Herbert 1973 dalam Hadi Sabari Yunus). Ada 3 unsur morfologi kota yaitu: unsur-unsur penggunaan lahan, pola-pola jalan, tipe-tipe bangunan (Smailes, 1955 dalam Hadi Sabari Yunus).

Suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dimana masing-masing zona ini mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda, pernyataan tersebut merupakan bagian dari teori konsentris yang dikemukakan Burgess (Hadi Sabari Yunus, 1999). Pada daerah perkotaan terdiri atas 5 zona melingkar berlapis-lapis yang terdiri dari: (1) Daerah pusat kegiatan, (2) Zona peralihan, (3) Zona permukiman pekerja, (4) Zone permukiman yang lebih baik, dan (5) Zona para penglaju.

Variabel ketinggian bangunan manjadi perhatian yang cukup besar bagi negara maju, karena menyangkut hak seseorang untuk menikmati sinar matahari (sumberdaya hak semua orang), hak seseorang untuk menikmati keindahan alam dari tempat tertentu batas kepadatan bangunan, kepadatan penghuni dan pemanfaatan lahan dengan aksesibilitas fisik yang tinggi, yang merupakan teori ketinggian bangunan yang dikemukakan oleh Bergel, 1955 (dalam Hadi Sabari Yunus, 1999).

Kecenderungan pembentukan sektor-sektor terjadi bukan secara kebetulan tetapi terlihat adanya asosiasi keruangan yang kuat dengan variabel dan kunci perletakan sektor ini terlihat pada lokasi dimana terdapat kecenderungan penduduk untuk bertempat tinggal pada daerah yang dianggap nyaman dalam arti yang luas, merupakan teori sektor yang dikemukakan oleh Hoyt (dalam Hadi Sabari Yunus, 1999).

Teori Poros menekankan peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota, merupakan ide


(9)

penyempurnaan teori konsentris yang dikemukakan oleh Babcock,1932 (dalam Hadi Sabari Yunus, 1999). Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah luarnya. Keberadaan poros transportasi akan mempunyai perkembangan fisik yang berbeda dengan daerah-daerah diantara jalur-jalur transportasi.

Teori Pusat Kegiatan Banyak yang dikemukakan oleh C.D. Haris dan F.L. Ullmann, 1945 (dalam Hadi Sabari Yunus), tidak lagi menunjukkan tingkat generalisasi yang cukup besar sebagaimana teori-teori sebelumnya tetapi lebih mendekati pada kenyataan. Kota-kota besar tidak tumbuh dalam ekspresi keruangan yang sederhana, yang hanya ditandai oleh satu pusat kegiatan saja namun terbentuk sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi yang berlanjut terus menerus dari sejumlah pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan. Lokasi zona-zona keruangan yang terbentuk tidak ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor jarak dari CBD serta membentuk persebaran zona-zona ruang yang teratur, namun berasosiasi dengan sejumlah faktor dan pengaruh faktor-faktor ini akan menghasilkan pola-pola keruangan yang khas.

Fungsi kota sebagai pusat perkembangan perdagangan dan jasa sebagai dasar perkembangan pusat-pusat perbelanjaan dalam suatu pusat distrik bisnis adalah merupakan bentuk utama dari kelompok pengembang utama (Koller dan Amstrong, 2001). Hadi Sabari Yunus (2001) menjelaskan bahwa Central

Busnisses District (CBD) atau Daerah Pusat Kegiatan (DPK),

merupakan daerah pusat segala kegiatan kota antara lain politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi. Dalam perkembangan kota peranan ekonomi sangat penting terutama yang berkaitan dengan perdagangan dimana terjadi perputaran atau sirkulasi transaksi yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan. Faktor lain yang menjadi


(10)

bagian adalah industri dimana semakin berkembangnya suatu industri maka dapat memacu pertumbuhan ekonomi suatu kota selain perdagangan. Dalam kaitannya dengan perdagangan peranan pasar sebagai tempat untuk bertransaksi atau terjadinya jual beli sangat diperlukan untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi dalam mendukung perkembangan kota. Semakin besar suatu kota akan tumbuh juga pasar yang merupakan bagian dari pasar modern diantaranya pusat-pusat perbelanjaan, mall, plaza, supermarket atau swalayan dan hypermarket. Kota yang memiliki perkembangan pesat akan semakin banyak bertumbuhnya pasar-pasar modern yang dapat mematikan keberadaan pasar tradisional.

b. Pasar Tradisional dan Pasar Modern

Pasar merupakan tempat dimana bertemunya penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi baik menjual maupun membeli barang. Pasar tradisional merupakan tempat bertransaksi secara langsung antara penjual dan pembeli, dimana dapat terjadi interaksi langsung dengan adanya tawar menawar atau kesepakatan harga antara penjual dan pembeli. Biasanya penjual memiliki kios-kios, gerai, los, lapak-lapak atau dasaran terbuka untuk menggelar dagangannya. Biasanya yang dijual para pedagang adalah kebutuhan sehari-hari diantaranya seperti bahan makanan, berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya.

Perdagangan eceran atau sering disebut perdagangan retail, adalah kegiatan usaha menjual barang atau jasa kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri, keluarga, atau rumah tangga. Perdagangan eceran atau perdagangan retail yang termasuk didalamnya adalah pasar modern dan toko modern. Keduanya memiliki dasar yang berbeda dalam perkembangannya. Adanya pasar modern dianggap dapat mematikan pasar tradisional dan toko


(11)

modern-pun juga dapat mematikan warung-warung kelontong atau warung-warung kecil. Pasar modern sendiri terdiri atas mall, plaza,

hypermarket (pusat grosir), pasar swalayan (supermarket) dan trade center. Pasar modern sebenarnya tidak banyak berbeda dari pasar

tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang, berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama.

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kota jumlah pasar tradisional cenderung tetap dan tidak berubah bahkan dibeberapa daerah mulai tergeser oleh pasar modern, bahkan pasar tradisional sudah mulai sepi atau mati ditinggalkan pembelinya. Namun berbeda dengan perkembangan pasar modern yang mengikuti pertumbuhan kota. Semakin pesat perkembangan suatu kota maka akan muncul atau tumbuh pasar-pasar modern, dimana jika keberadaannya tidak terkendali dan tidak memperhatikan lokasi dalam pendiriannya maka akan dapat menenggelamkan peranan pasar tradisional bahkan mematikan. Lokasi-lokasi pasar modern biasanya terletak pada wilayah pusat kota atau mendekati bahkan berada di daerah pusat kegiatan atau central bussiness district (CBD). Pasar modern diantara yang termasuk didalamnya yaitu

mall, plaza, supermarket atau trade center dan untuk hypermarket

biasanya berada dipinggiran kota mendekati permukiman daerah pinggiran atau daerah pusat kegiatan yang berada dipinggiran sekitar wilayah kota. Namun lokasi-lokasi tempat berdirinya pasar-pasar modern juga memperhatikan kondisi kemudahan aksesibilitas dan keterjangkauan, konektifitas yang kaitannya dengan transportasi serta arah perkembangan kota.


(12)

c. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis adalah seperangkat sistem berbasis komputer untuk menyimpan dan mengelola informasi, memanipulasi, menganalisis data yang mempunyai rujukan kebumian yang kompleks dan penting bagi manusia (Danoedoro, 1990). Sistem informasi geografi tersusun atas berbagai komponen yang saling terkait dan terkoordinasi. Sistem informasi geografis terbagi dalam dua jenis yaitu berbasis vektor dan berbasis raster. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sistem informasi geografis berbasis vektor. Untuk memeperoleh hasil pola persebaran pada penelitian tersebut dalam pengolahannya juga melalui perangkat sistem informasi geografis.


(13)

2. Penelitian Sebelumnya

Laily Martiana Puspita (2007), judul penelitian “Analisis Persebaran Lokasi Pedagang Kaki Lima dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Pendapatan di Kota Surakarta”, bertujuan mengetahui persebaran dan pengaruh lokasi terhadap pendapatan pedagang kaki lima di kota Surakarta serta karakteristik demografi, sosial, dan ekonominya. Hasil penelitian yaitu persebaran dan pengaruh lokasi terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima di kota Surakarta serta faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatannya.

Aditya Sigid Nugraha (2007), judul penelitian “Penggunaan Sisitem Informasi Geografi (SIG) Untuk Pemetaan Persebaran Pasar Tradisional (Pasar) dan Pasar Modern (Pusat Perbelanjaan) Kota Surakarta”, bertujuan untuk mengetahui lokasi dan pola persebaran pasar tradisional dan pasar modern di kota Surakarta, serta menampilkan peta persebaran lokasi pasar tradisional maupun pasar modern dengan menggunakan tehnik visualisasi. Hasil penelitian terdiri dari data lokasi dan koordinat letak posisi pasar, peta persebaran pasar tradisional dan pasar modern, tabel pola persebaran pasar tradisional dan pasar modern.

Susana Yuliawati (2009), judul penelitian “Analisis Sebaran Fasilitas Pendidikan Dasar di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri Tahun 2007”, bertujuan menganalisis dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola persebaran fasilitas pendidikan dasar serta mengetahui asal murid pada masing-masing sekolah di kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Hasil penelitiannya yaitu pola sebaran fasilitas sekolah mempunyai pola acak dengan nilai aksesibilitas terhadap fasilitas pendidikan dasar di kecamatan Jatisrono kabupaten Wonogiri.


(14)

14 l 1 .2 . T el aa h P e n el iti a n S eb e lum ny a l T u ju an M et o d e H a si l

Dengan Aplikasi Sisitem Informasi Geografis (SIG) Mengetahui Lokasi dan Pola Persebaran Pasar Tradisional

dan Pasar Modern di Kota Surakarta serta menganalisis lebih lanjut

pola persebaran keduanya.

Survei Lapangan dan Analisis Peta Analisis pola persebaran pasar tradisional dan pasar

modern di kota Surakarta serta analisis assosiasi persebaran pasar modern

terhadap CBD. Kabupaten Wonogiri Tahun

2007

Menganalisis pola sebaran dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola

persebaran fasilitas pendidikan dasar serta mengetahui asal murid pada

masing-masing sekolah di kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri Analisis data sekunder dan

analisis peta

Pola sebaran fasilitas sekolah mempunyai pola acak, untuk nilai aksesibilitas tinggi 80%, sedang 9,30% dan rendah

4,65% terhadap fasilitas pendidikan dasar di kecamatan Jatisrono kabupaten Wonogiri. dan Pasar Modern di

Kota Surakarta Mengetahui lokasi dan pola

perssebaran pasar tradisional dan pasar modrn

serta menampilkan persebaran lokasi pasar

tradisional dengan menggunakan tehnik

visualisasi

Observasi dan Analisis data

Data Lokasi dan koordinat, serta peta persebaran Pasar

Tradisional dan Pasar Modern di Kota Surakarta,

dan tabel pola persebaran pasar tradisional dan

pasar modern. Tingkat Pendapatan di

Kota Surakarta Mengetahui karakteristik

demografi, sosial, dan ekonomi pedagang kaki lima beserta hubungannya dengan pendapatan serta mengetahui persebaran lokasi pedagang

kaki lima serta pengaruh lokasinya terhadap

pendapatan.

Observasi dan analisis data sekunder

Persebaran lokasi pedagang, distribusi dan faktor-faktor

yang mempengaruhi pendapatan serta pengaruh

lokasi terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki


(15)

1.6. Kerangka Penelitian

Kegiatan perekonomian memiliki tiga sistem pokok yaitu produksi, distribusi dan konsumsi barang atau jasa. Ketiga sistem pokok kegiatan perekonomian memiliki keterkaitan terbentuknya aktivitas perdagangan, dimana pasar tradisional atau pasar modern (pusat perbelanjaan) menjadi sarana aktifitas perdagangan. Pertumbuhan dan perkembangan pasar tradisional memiliki kecenderungan tetap atau tidak berubah sehingga batasan wilayah kota yang digunakan hanya batasan secara administrasi. Berbeda dengan pertumbuhan dan perkembangan pasar modern yang cukup signifikan yang tidak hanya terjadi didalam Kota Surakarta tetapi hingga ke sekitarnya, dalam hal ini menggunakan batasan wilayah kota secara morfologi. Pertumbuhan dan perkembangan pasar modern diharapkan dapat menjadi faktor pendukung bagi keberadaan pasar tradisional.

Gambar 1.1. Diagram Alir Pemikiran Kota Surakarta

Pasar Modern Pasar Tradisional

Pola Persebaran Morfologi

Mengelompok

Acak

Seragam

Variabel berpengaruh:

- Aksesibilitas dan Konektifitas - Letak atau Lokasi

- Arah Perkembangan Kota

Asosiasi Central Bussines District (CBD) terhadap Pola Persebaran Pasar Tradisional dan Pasar Modern

Klasifikasi CBD : Daerah pusat kegiatan kota yang meliputi politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi.


(16)

1.7. Metode Penelitian

1. Deskripsi Daerah Penelitian

Daerah yang dijadikan penelitian adalah Kota Surakarta. Daerah penelitian secara struktur keruangan kota mencakup wilayah kota secara administrasi untuk pasar tradisional dan wilayah kota secara morfologi untuk pasar modern. Kota Surakarta merupakan wilayah yang potensial terutama perdagangan dan merupakan salah satu kota percontohan. 2. Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari narasumber atau objek yang ditelitii atau ada hubungannya dengan yang diteliti. Data primer sangat berperan dalam mendukung tujuan yang telah digariskan dalam penelitian. Penentuan titik koordinat dilapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) merupakan bagian perolehan data primer. Perolehan data koordinat pasar tradisional dan pasar modern akan diplotkan ke dalam peta untuk memperoleh persebarannya.

b. Data Sekunder

Data yang telah diperoleh terlebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau instansi diluar diri peneliti sendiri walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli, data sekunder dapat diperoleh dari instansi-instansi dan perpustakaan. Data yang termasuk didalamnya antara lain Peta Teknik Kota Surakarta 1:50.000 (2005), data Daftar Pasar dikota Surakarta dan Citra Satelit Quickird (2006)

c. Survei

Pelaksanaan survei dilakukan ke beberapa titik lokasi penelitian yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Selain pengamatan ke beberapa titik lokasi penelitian, survei dilakukan untuk memperoleh data atau posisi koordinat dengan menggunakan alat berupa GPS (Global Positioning System).


(17)

d. Literatur

Telaah pustaka dengan menggunakan dokumen-dokumen,

literatur-literatur, dan catatan lain yang dianggap relevan dengan permasalahan daerah penelitian.

3. Bahan dan Alat

a. Bahan yang digunakan

- Peta Dasar Teknik Kota Surakarta 1:50.000 tahun 2005 - Daftar Pasar Kota Surakarta

- Citra Satelit Kota Surakarta Quickbird tahun 2004 b. Alat-alat yang digunakan

- Seperangkat komputer - Netbook

- Printer

- GPS (Global Positioning System) - Software Office

- Software Sistem Informasi Geografi - Tahap Penelitian

c. Tahap Persiapan

- Menyiapkan data acuan dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang relevan untuk pencapaian tujuan penelitian. Jenis data berupa skripsi, makalah dan buku-buku.

- Menyiapkan data yang berupa Peta Dasar daerah Kota Surakarta dalam bentuk digital dan data daftar pasar di Kota Surakarta serta data pusat perbelanjaan dengan pembatasan penelitian pada mal, plaza, trade center, dan hypermarket serta pasar swalayan.

- Menyiapkan data citra satelit quickbird tahun 2006 untuk menentukan letak daerah pusat kegiatan atau central business

district (CBD) dengan memperhatikan pola persebaran pasar.

- Mengumpulkan data sekunder yang relevan dengan penelitian dari instasi terkait, website atau survei lapangan.


(18)

d. Tahap Pelaksanaan

- Observasi dan Survei Lapangan

Rekapitulasi data observasi dan survei lapangan akan ditabulasikan. Data daftar pasar ditabulasikan dan diadakan observasi serta survei lapangan. Data observasi dan survei lapangan berupa data titik koordinat lokasi penelitian yang diperoleh dari hasil penentuan posisi melalui alat Global Positioning System (GPS). Setelah memperoleh hasil dari observasi dan survei lapangan data hasil lapangan akan ditabulasikan untuk dilakukan pengolahan data dengan data peta yang telah disiapkan.

Untuk mempersiapkan dalam menentukan analisis asosiasi persebaran pasar terhadap central business district (CBD) perlu mempersiapkan data atau peta penggunaan lahan dan perlu dilakukannya survey lapangan penggunaan lahan disekitar wilayah pasar tradisional maupun pasar modern.

- Pengolahan Data

Pengolahan data penelitian menggunakan perangkat lunak sistem informasi geografis dengan pemrosesan sederhana, yaitu dengan melakukan proses integrasi data grafis dan data atribut dalam bentuk data tabuler. Data berupa peta digital yang merupakan data grafis dan data koordinat obyek penelitian yang berasal dari survey lapangan, digunakan sebagai data atribut, yang nantinya dimasukkan ke dalam data tabuler. Pengolahan data dari data grafis dan data tabuler dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografi. Hasil pengolahan data tersebut berupa Peta Pola Persebaran Pasar, yang kemudian dapat digunakan sebagai analisis pola persebarannya. Setelah dilakukan analisis pola persebaran pasar dilanjutkan dengan analisis persebaran pasar berdasarkan asosiasinya terhadap central

business district (CBD) dengan sebelumnya menentukan daerah pusat


(19)

1

2

p 1.8. Metode Analisis Lokasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern

1. Analisis Tetangga Terdekat

Unit analisis dalam penelitian berdasarkan batasan morfologi kota. Salah satu cara untuk mengukur pola persebaran dapat menggunakan model analisis tetangga terdekat (nearest neighbour analysis) yaitu menghitung besarnya parameter tetangga terdekat (T) dengan menggunakan rumus berikut (Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, 1979) :

Dimana :

T : Indeks penyebaran tetangga terdekat.

Ju : Jarak rata-rata antara satu titik dengan titik tetangga terdekat.

Jh : Jarak rata-rata diperoleh apabila semua titik mempunyai pola random (acak), yang di hitung dengan rumus :

p : Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi, yaitu jumlah titik (N) dibagi luas wilayah dalam kilometer persegi (A).

Apabila nilai T < 0,7 maka berpola mengelompok. 0,7 T 1,4 maka berpola acak. T 1,4 maka berpola seragam. Dapat ditunjukkan dalam continuum sebagai berikut :

Gambar 1.2. Continuum nilai nearest neighbour statistic T

(Bintarto dalam Su Ritohardoyo, 1978).

Namun dalam penelitian ini, analisis tetangga terdekat menggunakan cara komputer yaitu otomasi kartografi dengan software ArcView GIS. Langkah-langkah dalam otomasi kartografi adalah dengan membuat

script untuk menentukan besarnya skala T. Untuk Ju pengukuran didapat

2,15 1,4

1,0 0,7

0

Ju

Jh

Mengelompok Acak Seragam

Jh =

T =


(20)

dari rata-rata jarak terdekat antar pasar berdasarkan unit analisis wilayahnya yang berdasarkan otomasi dengan software ArcView GIS. 2. Asosiasi Persebaran Pasar Tradisional dan Pasar Modern dengan Central

Busniesse District (CBD)

Analisis keruangan dengan mempelajari letak lokasi pasar tradisonal dan pasar modern dari pola persebarannya. Pola persebaran pasar tradisional dan pasar modern nantinya dapat menentukan letak Central

Business District (CBD) ataupun sebaliknya. Analisis dilakukan antara

letak pasar tradisional dan pasar modern dengan Central Bussiness

District (CBD) yang telah diketahui dari pola persebaran pasar

tradisional maupun pasar modern disekitarnya. Analisis asosiasi antara persebaran pasar tradisional dan pasar modern terhadap Central Business

District (CBD) dengan pemanfaatkan citra satelit Quickbird tahun 2004.

Menentukan dan melakukan deliniasi terhadap beberapa Central

Business District (CBD) di wilayah kota Surakarta pada citra satelit

Quickbird tahun 2004, yang nantinya dapat dilakukan analisis assosiasi pola persebaran pasar tradisional maupun pasar modern terhadap Central

Business District (CBD).


(21)

1.9. Batasan Operasional

1. Aksesibilitas, merupakan tingkat kemudahan yang memungkinkan untuk menjangkau suatu tempat tertentu dari tempat lain diukur dengan jarak fisik, jarak waktu dan jarak ekonomi,jarak fisik diukur dengan menggunakan kilometer (km), jarak waktu diukur dengan besarnya ongkos atau biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat tertentu ke tempat lain (Bintarto, 1979).

2. Pasar, merupakan sarana atau tempat untuk melakukan transaksi jual beli antara para pedagang dengan para konsumen.

3. Pasar modern (pusat perbelanjaan), merupakan suatu grup bisnis eceran yang direncanakan, dibangun, dimiliki, dan dikelola sebagai unit. (Koller dan Armstrong, 2001). Dalam penelitian ini yang termasuk dalam kajian pasar modern yaitu: Mall, Plaza, Hypermart, Pusat Perbelanjaan dan Supermarket.

4. Pasar tradisional, merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi jual beli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar, dengan barang dagangan sayuran taupun kebutuhan sehari-hari dan termasuk didalamnya memperjualbelikan barang dagangan utama menurut jenis barangnya.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar dan Ensiklopedi Indonesia )

5. Perdagangan, merupakan suatu aktivitas yang berhubungan dengan penjualan dan pembelian antara para produsen dan para konsumennya. 6. Daerah Pusat Kegiatan atau Central Bussinese District (CBD),

merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam sesuatu kota sehingga pada zone ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi budaya politik. (Hadi Sabari Yunus, 1999) 7. Morfologi Kota, terdapat tiga indikator yang perlu diperhatikan

diantaranya indikator kekhasan penggunaan lahan, kekhasan pola bangunan dan fungsinya serta kekhasan pola sirkulasi (Smailes, 1981).


(22)

Suatu kota didefinisikan sebagai daerah tertentu dengan karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan yang sebagian besar tertutup bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial (secara umum tutupan bangunan, lebih besar dari tutupan vegetasi), kepadatan bangunan terutama perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan permukiman yang kompak (contigous) dan relatif lebih besar dari satuan permukiman kedesaan sekitarnya dimana daerah yang bersangkutan sudah atau mulai terjamah fasilitas kota. (Hadi Sabari Yunus, 2005)

8. Peta, merupakan gambaran dua atau tiga dimensi kenampakan-kenampakan muka bumi ke dalam suatu bidang datar dengan proyeksinya.

9. Sistem Informasi Geografis, merupakan seperangkat sistem berbasis komputer untuk menyimpan dan mengelola informasi, memanipulasi dan menganalisis data yang mempunyai rujukan kebumian yang kompleks dan penting bagi manusia (Danoedoro, 1990).


(23)

Peta Dasar Tehnik Kota Surakarta Skala 1:50.000

Data Daftar Pasar dan Pusat Perbelanjaan

di Kota Surakata

Data Koordinat Pasar Tradisional di Kota Surakarta

Data Koordinat Pasar Modern di Kota Surakarta

Citra Satelit Quickbird/Ikonos

Kota Surakarta

Peta Persebaran Pasar Tradisional di Kota Surakata

Peta Persebaran Pasar Modern di Kota Surakata

Pola Persebaran Pasar Modern di Kota Surakata

Analisis Asosiasi Sebaran Pasar Tradisional dan Pasar Modern terhadap Central Bussiness District (CBD)

Pola Persebaran Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Surakata Pola Persebaran Pasar Tradisional

di Kota Surakata

Gambar 1.3. Diagram Alir Penelitian

Keterangan:

: Data : Proses : Hasil

Observasi dan Survei Lapangan

Pengolahan Data

Analisis Tetangga Terdekat

Deliniasi Central Business District (CBD) Morfologi Kota


(1)

d. Tahap Pelaksanaan

- Observasi dan Survei Lapangan

Rekapitulasi data observasi dan survei lapangan akan ditabulasikan. Data daftar pasar ditabulasikan dan diadakan observasi serta survei lapangan. Data observasi dan survei lapangan berupa data titik koordinat lokasi penelitian yang diperoleh dari hasil penentuan posisi melalui alat Global Positioning System (GPS). Setelah memperoleh hasil dari observasi dan survei lapangan data hasil lapangan akan ditabulasikan untuk dilakukan pengolahan data dengan data peta yang telah disiapkan.

Untuk mempersiapkan dalam menentukan analisis asosiasi persebaran pasar terhadap central business district (CBD) perlu mempersiapkan data atau peta penggunaan lahan dan perlu dilakukannya survey lapangan penggunaan lahan disekitar wilayah pasar tradisional maupun pasar modern.

- Pengolahan Data

Pengolahan data penelitian menggunakan perangkat lunak sistem informasi geografis dengan pemrosesan sederhana, yaitu dengan melakukan proses integrasi data grafis dan data atribut dalam bentuk data tabuler. Data berupa peta digital yang merupakan data grafis dan data koordinat obyek penelitian yang berasal dari survey lapangan, digunakan sebagai data atribut, yang nantinya dimasukkan ke dalam data tabuler. Pengolahan data dari data grafis dan data tabuler dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografi. Hasil pengolahan data tersebut berupa Peta Pola Persebaran Pasar, yang kemudian dapat digunakan sebagai analisis pola persebarannya. Setelah dilakukan analisis pola persebaran pasar dilanjutkan dengan analisis persebaran pasar berdasarkan asosiasinya terhadap central

business district (CBD) dengan sebelumnya menentukan daerah pusat


(2)

1

2p

1.8. Metode Analisis Lokasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern

1. Analisis Tetangga Terdekat

Unit analisis dalam penelitian berdasarkan batasan morfologi kota. Salah satu cara untuk mengukur pola persebaran dapat menggunakan model analisis tetangga terdekat (nearest neighbour analysis) yaitu menghitung besarnya parameter tetangga terdekat (T) dengan menggunakan rumus berikut (Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, 1979) :

Dimana :

T : Indeks penyebaran tetangga terdekat.

Ju : Jarak rata-rata antara satu titik dengan titik tetangga terdekat.

Jh : Jarak rata-rata diperoleh apabila semua titik mempunyai pola

random (acak), yang di hitung dengan rumus :

p : Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi, yaitu jumlah titik (N) dibagi luas wilayah dalam kilometer persegi (A).

Apabila nilai T < 0,7 maka berpola mengelompok. 0,7 T 1,4 maka berpola acak. T 1,4 maka berpola seragam. Dapat ditunjukkan dalam continuum sebagai berikut :

Gambar 1.2. Continuum nilai nearest neighbour statistic T

(Bintarto dalam Su Ritohardoyo, 1978).

Namun dalam penelitian ini, analisis tetangga terdekat menggunakan cara komputer yaitu otomasi kartografi dengan software ArcView GIS. Langkah-langkah dalam otomasi kartografi adalah dengan membuat

script untuk menentukan besarnya skala T. Untuk Ju pengukuran didapat

2,15 1,4

1,0 0,7

0

Ju

Jh

Mengelompok Acak Seragam

Jh =

T =


(3)

dari rata-rata jarak terdekat antar pasar berdasarkan unit analisis wilayahnya yang berdasarkan otomasi dengan software ArcView GIS. 2. Asosiasi Persebaran Pasar Tradisional dan Pasar Modern dengan Central

Busniesse District (CBD)

Analisis keruangan dengan mempelajari letak lokasi pasar tradisonal dan pasar modern dari pola persebarannya. Pola persebaran pasar tradisional dan pasar modern nantinya dapat menentukan letak Central

Business District (CBD) ataupun sebaliknya. Analisis dilakukan antara

letak pasar tradisional dan pasar modern dengan Central Bussiness

District (CBD) yang telah diketahui dari pola persebaran pasar

tradisional maupun pasar modern disekitarnya. Analisis asosiasi antara persebaran pasar tradisional dan pasar modern terhadap Central Business

District (CBD) dengan pemanfaatkan citra satelit Quickbird tahun 2004.

Menentukan dan melakukan deliniasi terhadap beberapa Central

Business District (CBD) di wilayah kota Surakarta pada citra satelit

Quickbird tahun 2004, yang nantinya dapat dilakukan analisis assosiasi pola persebaran pasar tradisional maupun pasar modern terhadap Central

Business District (CBD).


(4)

1.9. Batasan Operasional

1. Aksesibilitas, merupakan tingkat kemudahan yang memungkinkan untuk menjangkau suatu tempat tertentu dari tempat lain diukur dengan jarak fisik, jarak waktu dan jarak ekonomi,jarak fisik diukur dengan menggunakan kilometer (km), jarak waktu diukur dengan besarnya ongkos atau biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat tertentu ke tempat lain (Bintarto, 1979).

2. Pasar, merupakan sarana atau tempat untuk melakukan transaksi jual beli antara para pedagang dengan para konsumen.

3. Pasar modern (pusat perbelanjaan), merupakan suatu grup bisnis eceran yang direncanakan, dibangun, dimiliki, dan dikelola sebagai unit. (Koller dan Armstrong, 2001). Dalam penelitian ini yang termasuk dalam kajian pasar modern yaitu: Mall, Plaza, Hypermart, Pusat Perbelanjaan dan Supermarket.

4. Pasar tradisional, merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi jual beli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar, dengan barang dagangan sayuran taupun kebutuhan sehari-hari dan termasuk didalamnya memperjualbelikan barang dagangan utama menurut jenis barangnya.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar dan Ensiklopedi Indonesia )

5. Perdagangan, merupakan suatu aktivitas yang berhubungan dengan penjualan dan pembelian antara para produsen dan para konsumennya. 6. Daerah Pusat Kegiatan atau Central Bussinese District (CBD),

merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam sesuatu kota sehingga pada zone ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi budaya politik. (Hadi Sabari Yunus, 1999) 7. Morfologi Kota, terdapat tiga indikator yang perlu diperhatikan

diantaranya indikator kekhasan penggunaan lahan, kekhasan pola bangunan dan fungsinya serta kekhasan pola sirkulasi (Smailes, 1981).


(5)

Suatu kota didefinisikan sebagai daerah tertentu dengan karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan yang sebagian besar tertutup bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial (secara umum tutupan bangunan, lebih besar dari tutupan vegetasi), kepadatan bangunan terutama perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan permukiman yang kompak (contigous) dan relatif lebih besar dari satuan permukiman kedesaan sekitarnya dimana daerah yang bersangkutan sudah atau mulai terjamah fasilitas kota. (Hadi Sabari Yunus, 2005)

8. Peta, merupakan gambaran dua atau tiga dimensi kenampakan-kenampakan muka bumi ke dalam suatu bidang datar dengan proyeksinya.

9. Sistem Informasi Geografis, merupakan seperangkat sistem berbasis komputer untuk menyimpan dan mengelola informasi, memanipulasi dan menganalisis data yang mempunyai rujukan kebumian yang kompleks dan penting bagi manusia (Danoedoro, 1990).


(6)

Peta Dasar Tehnik Kota Surakarta Skala 1:50.000

Data Daftar Pasar dan Pusat Perbelanjaan

di Kota Surakata

Data Koordinat Pasar Tradisional di Kota Surakarta

Data Koordinat Pasar Modern di Kota Surakarta

Citra Satelit Quickbird/Ikonos

Kota Surakarta

Peta Persebaran Pasar Tradisional di Kota Surakata

Peta Persebaran Pasar Modern di Kota Surakata

Pola Persebaran Pasar Modern di Kota Surakata

Analisis Asosiasi Sebaran Pasar Tradisional dan Pasar Modern terhadap Central Bussiness District (CBD)

Pola Persebaran Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Surakata Pola Persebaran Pasar Tradisional

di Kota Surakata

Gambar 1.3. Diagram Alir Penelitian

Keterangan:

: Data : Proses : Hasil

Observasi dan Survei Lapangan

Pengolahan Data

Analisis Tetangga Terdekat

Deliniasi Central Business District (CBD) Morfologi Kota