Nrimo bagi masyarakat korban gempa di Bantul : sebuah studi deskriptif di Desa Patalan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta - USD Repository

  

“NRIMO” BAGI MASYARAKAT KORBAN GEMPA DI BANTUL

(sebuah studi deskriptif di Desa Patalan, Kecamatan Jetis,

Kabupaten Bantul, Yogyakarta)

SKRIPSI

  

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

  

Diajukan oleh :

YOHANES TRESTIANTYO

  

NIM : 01 9114 144

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

K u p e r s e m b a h k a n P e n e l i t i a n i n i

K u p e r s e m b a h k a n P e n e l i t i a n i n i

b a g i M a m a h d a n B a p a k b a g i M a m a h d a n B a p a k

CARPE DIEM

  (unkwon) “...........H ID U P AD ALAH S EBU AH MIS I, BU KAN KARIER.” (Stephen R. Covey)

NRIMO BAGI MASYARAKAT KORBAN GEMPA DI BANTUL

  (sebuah studi deskriptif di Desa Patalan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta) Yohanes Trestiantyo

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

  ABSTRAK Musibah memang sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia.

  Seperti musibah gempa yang terjadi di Yogyakarta dan Klaten pada tanggal 27 Mei 2006 silam. Musibah tersebut mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia, ratusan orang terluka serta menyebabkan ratusan ribu jiwa kehilangan tempat tinggal. Para korban memandang musibah yang dialaminya saat ini adalah bagian dari hidupnya dan mereka berpikir kehancuran bukanlah segalanya, ada nilai yang bisa diambil dari musibah yang dialaminya saat ini. Dalam budaya Jawa hal itu disebut dengan Nrimo. Melalui Nrimo korban gempa tidak menyerah begitu saja pada nasibnya, sekaligus menyerahkan diri kepada Tuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan makna Nrimo bagi korban gempa di dalam menghadapi kehidupan paska gempa silam

  Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif,. Pengambilan data di kecamatan Jetis karena merupakan kecamatan dengan korban jiwa paling banyak di kabupaten Bantul, sedangkan desa Patalan merupakan desa dengan korban jiwa paling banyak di kecamatan Jetis. Metode pengambilan data dengan teknik wawancara yang terstandar dan terbuka dan observasi langsung. Subjek penelitian ditentukan secara sampling purposive. Subjek penelitian merupakan penduduk desa Patalan yang terkena dampak gempa langsung.

  Hasil penelitian menunjukkan subjek melakukan Nrimo paska gempa silam. Nrimo bagi mereka adalah penyerahan sepenuhnya kepada Tuhan. Korban gempa menerima keadaan yang menimpa pada dirinya yaitu, semua hal diterima sabar dan bagi mereka peristiwa gempa 27 mei 2006 silam merupakan bagian dari hidup mereka yang tidak dapat dipungkiri lagi. Manusia yang Nrimo tidak hanya tidak hanya diam dan menerima segala sesuatu ataupun mengeluh yang terjadi pada dirinya. Nrimo juga harus disertai dengan usaha, supaya mendapatkan rejeki dengan maksud agar kehidupan mereka terjaga. Melalui

  

Nrimo , subjek merasakan ketenangan lahir dan batin sekaligus, subjek diberi

daya tahan untuk juga menganggung penderitaan yang menimpanya.

  ABSTRACT Yohanes Trestiantyo Nrimo Bagi Masyarakat Korban Gempa di Bantul

  

(sebuah studi deskriptif di desa Patalan, kecamtan Jetis,

kabupaten Bantul, Yogyakarta) Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

  

Yogyakarta

2007

  Disaster is a thing that cannot be avoided by all human kind. As the

  th

  earthquake disaster happened on May 27 , 2006, in Yogyakarta and Klaten, it caused thousands of people killed, hundreds injured, and many others lose their homes. Those victims see that the earthquake disaster is not the end of everything. There are some values to get from this disaster. In Javanese culture, it is called nrimo attitude.. with this sense of nrimo, the earthquake victims will never give up easily and they also rely on God, letting God handle the rest. This research is meant to describe the meaning of nrimo to the victims of the earthquake in their life after the disaster.

  This research applies the descriptive qualitative method. The data collections are taken in Jetis since it has the highest number of the killed victims in Bantul, meanwhile the specific location of the data collection is in Patalan village. The data collection method is done with the standard and open interview. It is also dene with the direct observation. The informants of the research are chosen in sampling purpose. The research informants are Patalan villagers who became the victims of the earthquake disaster.

  The result of the research shows that the informants did the nrimo attitude after the earthquake disaster. To them, nrimo is a full self-reliance on God. They accept whatever happened to them that is to be patience. They see the tragedy

  th

  happened on May 27 , 2007 is something that cannot be avoided. A person who does nrimo never sits around and only waits for help or complains for anything happens in their life. nrimo should also be done with effort in order to get their reward so that they can continue their life. Through nrimo, one can feel the peace physically and spiritually. They also will have the strength to overcome their suffering.

  Pernyataan Keaslian Karya Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Peneliti, Yohanes Trestiantyo

KATA PENGANTAR

  Setelah melalui proses yang menegangkan penuh tantangan, akhirnya penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Tak lupa peneliti mengucapkan puji syukur kepada Allah Bapa di Surga atas karunia dan bimbingannya kepada peneliti, Bunda Maria atas limpahan kasihnya yang tak terhingga ada peneliti dari awal penuhlisan skirpsi hingga akhir penelitian.

  Dekan fakultas Psikologi Bapak P Eddy Suhartanto beserta Bapak Ibu Dosen dan staff, yang telah memberikan ruang belajar dan membagi ilmu serta pengetahuan kepada peneliti. Terima kasih diperbolehkan berbagi kawruh di fakultas Psikologi Sanata Dharma.

  Bapak T. Priyo Widiyanto sebagai dosen Pembimbing. sejak awal dan selama menyelesaikan skirpsi, terima kasih pula atas waktu yang selalu disediakan.

  Ibu dan Bapak Sutrisno Martinus yang selalu mendukung langkah peneliti, serta bantuan moral dan material yang tidak dapat diukur jumlahnya.

  Mimi (My Fair Lady) atas bantuannya, serta limpahan kasih dan cintanya kepada peneliti.

  Keluarga Pambudi, Mbah Kakung Soegijo atas doa-doanya, Bulik Ana untuk editingnya, Om Romo Sudiharjo atas pinjaman buku-bukunya, terutama dukungan moral yang besar tiada henti kepada peneliti.

  Deasy Herliyanasari yang selalu membantu peneliti untuk mengedit, sekaligus tempat bertanya peneliti. Terima kasih banyak atas bantuannya dan masukkannya. “maaf jika peneliti selalu mengganggu waktunya”.

  Komunitas Cepit Joko Nugroho, teman berdiskusi sekaligus tempat bertanya, dan kadang pinjaman kamar dan komputernya, Ernest Gris Ananta yang selalu mengingatkan peneliti agar cepat selesai, JK Herdiyanto, Dhani Eko Prasetyo dan Happy Sola Gracia yang tak jemu-jemu memberikan pertanyaan,

  

“kapan luluse?” terima kasih karena telah menikmati malam-malam penuh

bintang yang indah bersama kalian.

  Chef Arden “koreng” Papilaja terima kasih atas NasGor dan dukungannya. Guruh “Dion” Himawan yang selalu menemani peneliti untuk bermain melupakan sejenak dari kejenuhan penelitian “ndi skyne gur?”.

  Roland “Om” Ricardo yang selalu bersedia menemani dan memberikan waktunya ketika peneliti bermain ke kostnya, serta terima kasih atas dukungannya kepada peneliti.

  Budi Prihartanto teman seperjuangan peneliti, tempat mengeluh serta banyak memberi masukan dan mengeditkan foto sebagai bahan wawancara,

  keepin’ strong my man.

  Temanku Dominikus “Keong” Wahyu “da player” terima kasih atas pertunjuk dan sarannya, serta ilmu-ilmu yang diturunkannya.

  Woro atas dukungannya untuk memberikan bahan-bahan mengenai kebudayaan jawanya. “Super Supreme Wor?”.

  Friends Community tempat untuk belajar dan mengembangkan diri, terima kasih telah bersedia menerima dan terima kasih banyak atas kehangatannya kepada peneliti.

  Kos-kosan Petung, Mas Agus “Telo”, Wisnu “Von Gendout”, Kris “Gudel”, Bowo “Patrick”, Widi “Kuro”, Danang, Salahudin, Gilang, Aris, Adri, Pandu, Rado, serta tak lupa bapak dan ibu kost, terima kasih kehangatannnya dan juga atas hiburan multimedianya yang sungguh mengagumkan.

  Subjek penelitian Bapak Ngadilan, Ibu Murdiyo Utomo, Bapak Walidi, Bapak Rujiyo, Bapak Sudarjo, Ibu Sumiyati, Bapak Bugiman, Bapak Hariyanto, Bapak Tohani, Bapak Lamalip, Bapak Poniman, Bapak Samsudi, Ibu Murni Handayani, Bapak Slamet Marjuki, Bapak Ngatiran, Bapak Sumardi, Mabk Sri Suprihatiningsih, Bapak Sutarman, Bapak Bari. Terima kasih atas bantuannya dan telah berseedia untuk meluangkan waktunya untuk membantu dalam proses penelitian ini.

  Dukuh se Desa Patalan Bpk. Slamet, Bpk Kyai Murdopo Wetan, Bpk. Sudiharjo, Bpk. Muripto, Bpk. Sagiyono, Bpk Tohani, Bpk. Fuad dukuh Salam, Bpk. Sutarjo, Bpk Sugeng Riyadi, Bpk. Sugeng Riyadi, Bpk. Mugiyono, Bpk.

  Tujilan, Bpk. Tujilan, Bpk. Sarjono, Bpk. Muhadi Ansori, Bpk. Derita Pancaran, Bpk. Nadiharjo Purboko, Bpk. Muslih, Bpk Sehono, Bpk. Ngadilan terima kasih telah bersedia mengijinkan peneliti melakukan penelitan di desa Patalan.

  Vincent Marong Januar (maaf selalu ngrusuhi), terima kasih atas bantuan

  Rani dan Asto terima kasih atas masukan, petunjuk dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kalian langgeng sampai akhir jaman. Amin Teman-teman KKN Caben Heri “Kumal”, Romo Ansi, Niken, Lenta,

  Rindra dan Sutri. Thanks’ to y’all Teman-teman angkatan 2001 dan teman-teman fakultas Psikologi Een,

  Gloria, Kobo, Awan, Ayiz, Bertha, Eko, Bayu, Voni, Susi, Ika “alit raga”, Koen, Gunk, Vera, Pandji, Mas Moko serta teman-teman yang lainnya maaf jika ada yang terlupa, karena keterbatasan daya ingat

  Tak lupa terima kasih paling besar kepada sahabat sejatiku yang sejak awal penelitian hinggga akhir penelitian selalu menemani N6100, N2126, H Karisma dan Supra yang tidak pernah mengeluh baik dalam teriknya mentari dan derasnya hujan. Komputer rumah yang selalu menjadi teman setia dalam mengetik skripsi. Tak lupa semua pihak yang secara langsung ataupun tidak yang telah memberi ide maupun wacana serta membantu dan mendukung peneliti, terima kasih untuk bantuannya, maaf jika peneliti tidak mencantumkan namanya di sini. Akhir kata, semoga tulisan ini mampu memberi warna baru dalam hidup.

  Jogjakarta, 29 Juli 2007 Penulis,

  Yohanes Trestiantyo

  DAFTAR ISI

  halaman

  Halaman Judul ……………………………...………………………… i Halaman Persembahan ........................................................................... ii

Halaman Motto ........................................................................................ iii

Pernyataan Keaslian Karya..................................................................... iv Abstrak........................................................................................................ v Abtract......................................................................................................... vi

Kata pengantar ........................................................................................ vii

Daftar Isi ……………………………………………………………….. xi

Daftar Tabel …………………………………………………………… xv

Daftar Bagan …………………………………………………………… xvi

  ………………………………………………………….... xvii Daftar Lampiran

  BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………............… 1 A. Latar Belakang Masalah ………………………………………..... 1 B. Rumusan Masalah........................................................................... 8 C. Tujuan Penelitian ………………………………...……………..... 8 D. Manfaat Penelitian ……………………...………………………... 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………............…...……….............. 9 A. Kebudayaan Jawa ………………………………………………... 9

  1. Pengertian Kebudayaan …………………………………….... 9

  2. Masyarakat Jawa ……………………………………….......... 13

  Halaman a. Pangestu.........................................................................

  14 b. Sikap Hidup Orang Jawa...............................................

  15

  4. Nrimo Dalam Budaya Jawa...................................................... 17

  B. Makna Hidup.....................................................………….………. 19

  1. Sejarah Makna........................................................................... 19

  2. Pengertian Makna ……………………………..…………….. 19

  3. Landasan Makna...........……………………………………... 20 4. Pencapaian Makna..................……………………………….

  21

  5. Nrimo dan Makna Hidup.......................................................... 22

  C. Gempa Bantul……………………………………………………

  24 1. Definisi Gempa Bumi ……………………………………….

  24

  2. Gempa bumi di Yogyakarta ………………………………… 25

  3. Korban Gempa......................................................................... 25

  4. Akibat Gempa Bantul............................................................... 26

  5. Kerusakan Gempa Di Desa Patalan……………………………………………….............. 26

  D. Dinamika Nrimo bagi Masyarakat Korban Gempa di Desa Patalan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.…………............... 28

  E. Pertanyaan Penelitian …………………………………………… 31

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………........………… 32 A. Jenis Penelitian ……………………………………..…………...

  32

  halaman C. Lokasi dan Subjek Penelitian …………………………………...

  3. Dependability.......................................................................... 42

  49 1. Penelusuran Pustaka ………………………………………..

  BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ...........……. 49 A. Persiapan penelitian …………………………………………….

  4. Penafsiran Data......................................................................... 47

  3. Koding dan Kategorisasi........................................................... 46

  45

  1. Organisasi Data……………………………………………… 44 2. Pemilihan Teori.......................................................................

  44

  4. Conformability......................................................................... 43 F. Metode Analisis Data …………………………………………...

  2. Transferbility........................................................................... 42

  35

  1. Kredibilitas.............................................................................. 40

  40

  4. Foto.......................................................................................... 39 E. Keabsahan Data Penelitian............................................................

  3. Dokumen................................................................................. 39

  2. Wawancara.............................................................................. 37

  1. Observasi................................................................................. 37

  36

  35 D. Metode Pengumpulan Data ……………………………………..

  1. Loksi Penelitian ……………………………………………... 35 2. Subjek Penelitian ....................................................................

  49

  halaman

  3. Pengurusan Ijin Penelitian………..........……………………

  50 4. Tahap pengumpulan data ………………….……………….

  51 B. Identitas dan Deskripsi Subjek ……..…………………………..

  52 1. Identitas subjek ………..……………………...........……....

  52 2. Deskripsi Subjek Sesaat Setelah Terjadi Gempa …….........

  53 C. Deskripsi Hasil Penelitian ……..………………………………

  65 1. Pengertian Nrimo bagi Subjek…………………………......

  65 2. Nrimo dengan Berusaha……………………........................

  66

  3. Bersyukur karena Masih Diberi Keselamatan………......…

  66 4. Guna Nrimo Menurut Subjek…………................................

  67

  5. Dampak Nrimo dalam Kehidupan Sehari-hari…………...... 67

  6. Ora Nrimo............................................................................. 68 7. Hubungan Nrimo dengan Sabar............................................

  69

  8. Pengertian Sabar.................................................................... 69 D. Pembahasan ……..………………………………………….......

  70 E. Keterbatasan Penelitian ..……………………………………….

  90 BAB V PENUTUP......................……………………………………… 93 A. Kesimpulan ……..…………………………………..…………..

  93 B. Saran ……..…………………………………..………………….

  95 Daftar Pustaka ………………………………………………………....

  96 Lampiran ……………………………………………………................. 100

  

DAFTAR TABEL

  TABEL halaman

  1. Tabel Rekapitulasi Data Korban Bencna Alam di Desa Patalan.............................................................................................................. 27 2. Tabel Konsep Panduan Wawancara.................................................................

  38 3. Tabel Identitas dan Deskripsi Subjek …………………………….................

  52 4. Tabel Perbandingan Nrimo dengan Konsep Frankl.........................................

  84

  DAFTAR BAGAN

  BAGAN halaman

  1. Bagan Dinamika Nrimo bagi Masyarakat Korban Gempa Di Desa Patalan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul Yogyakarta……................................... 27

  2. Bagan Orang yang Mengalami Ketentraman Hati…................………..... 73

  4. Bagan Orang yang Mengalami yang Tidak Ketentraman Hati………….. 75

  5. Bagan Pencapaian Tujuan Hidup ………………….................................. 77

  6. Bagan Dimensi Terpenuhi Melalui Nrimo ……………............................ 79

  7. Bagan Terpenuhinya Makna...................................................................... 83

  8. Bagan Ringkasan Problem Focus Coping................................................. 87

  9.Bagan Menghadapi Masalah Melalui Nrimo.............................................. 89

DAFTAR LAMPIRAN

  halaman

  1. Guideline Wawancara .................................................................................... 100

  2. Surat Ijin Penelitian ....................................................................................... 102

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak akhir tahun 2004 hingga saat ini Indonesia telah mengalami banyak

  bencana alam. Mulai dari gempa, yang menyebabkan tsunami di Aceh, gempa bumi di Nias, dan gempa beserta tsunami di Pangandaran. Bencana alam memang dapat terjadi pada tempat dan waktu yang tidak terduga sehingga menyebabkan banyak korban. Bencana alam terbesar tahun ini adalah gempa yang terjadi di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006 pada pukul 05.53 WIB, dengan kekuatan 5,8 Skala Richter (www.Kompas.com).

  Dalam wawancaranya dengan radio Nederland, Dani Hilman Natawijaya seorang pakar geologi dari Pusat Penelitian Geoteknologi di Bandung. mengatakan bahwa gempa bumi timbul karena suatu rekahan di dalam bumi. Rekahan ini kemudian mengumpulkan akumulasi tekanan regangan, juga karena adanya pergerakan dari lempeng bumi yang selalu bergerak seperti di selatan pulau Jawa. Selain itu juga akibat dari lempeng Australia yang terletak di samudra Hindia masuk ke bawah pulau Jawa, sehingga menyebabkan dorongan tektonik yang diakomodasi oleh patahan-patahan bumi (www.ranesi.nl). Akumulasi dari dorongan tektonik tersebut pada akhirnya menyebabkan gempa bumi di Yogya, karena patahan bumi tersebut salah satunya terletak di Yogyakarta. Secara Geografis Yogyakarta yang terletak di kawasan pantai selatan Jawa merupakan daerah rawan gempa, karena sebagian besar pada kawasan pantai selatan Jawa merupakan jalur- jalur pertemuan dua lempengan.

  Akibat dari gempa ini menyebabkan lebih dari 5.700 orang meninggal dunia, juga menyisakan puluhan ribu rumah dan bangunan rusak berat. Dalam hitungan detik, banyak rumah hancur. Genteng, batu bata, dan semen menjadi satu dengan tumpukan kayu, rata dengan tanah. Data kompas memperkirakan hampir sekitar 143.135 unit rumah roboh atau rusak berat (Dana Rekontruksi Tidak Akan Dibagi

  

Rata , 2006) . Daerah terparah yang terkena dampak gempa tersebut adalah

  kabupaten Bantul di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan kabupaten Klaten di Propinsi Jawa Tengah. Beberapa saat setelah terjadi gempa, bantuan pun mulai mengalir dari beberapa negara sahabat, maupun dari lembaga-lembaga kemanusiaan, berupa tenaga, logistik, medis, maupun tenda hunian.

  Paska gempa, masyarakat banyak mengalami kehilangan harta benda maupun sanak saudara, bahkan banyak yang mengalami depresi ataupun ganggguan kejiwaan. Seperti yang diungkapakan oleh Direktur RS Grhasia Pakem DIY, dr Andung Prihadi Santoso, MKes dalam situs Pemda DIY (www.pemda-diy.go.id) “

  Total penderita gangguan jiwa paska gempa 27 Mei 2006 lalu, mencapai lebih dari 2

ribu orang yang dirawat di berbagai rumah sakit. Di rumah sakit jiwa Grhasia saja, kami

sempat merawat sebanyak 268 pasien jiwa dari korban gempa. Dari jumlah itu, 33 pasien di

antaranya mengalami depresi berat hingga sempat melakukan upaya bunuh diri. Terhadap

pasien ini, meski mereka sudah keluar dari rumah sakit, namun tetap butuh pendampingan

yang intensif minimal hingga enam bulan ke depan

  " Bahkan ada pula pengungsi yang mengalami depresi berat, hingga melakukan bunuh diri, sebagaimana ditulis oleh kompas ” Stres atas musibah gempa yang merusak rumahnya, Mardi (45) warga Gunung Manuk, Salam, Patuk, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, nekat bunuh diri. Ia menceburkan diri ke sumur berkedalaman 15 meter milik Semi, tetangganya.” (Kompas. com).

  Walaupun demikian Masyarakat masih tetap ada yang berpikir positif mengenai akibat yang ditimbulkan dari gempa. Setyo, salah satu korban gempa di Bantul, sebagaimana ditulis dalam kompas (www.kompas.com) mengungkapkan bahwa:

  Saya masih untung tidak mati tertimpa tembok. Saya tidak sendirian. Banyak

tetangga saya juga begitu. Masih untung tidak mati tertimpa runtuhan rumah. Masih untung

rumah mungkin masih bisa diperbaiki. Mungkin lima bulan ke depan kami harus tinggal di

tenda, atau di bekas reruntuhan rumah .”

  Pernyataan itulah yang sering terdengar dari sebagian besar para korban gempa. Mereka memandang musibah yang dialaminya saat ini adalah bagian dari hidupnya yang dapat diambil hikmahnya. Mereka berpikir ada yang lebih menderita dalam mengalami musibah ini. Kehancuran bukanlah segalanya, ada nilai yang bisa diambil dari musibah yang dialaminya saat ini.

  Pernyataan yang sering terlontar dari korban gempa, yang merupakan ungkapan untuk tetap bersikap sabar dan menerima segala sesuatu yang terjadi padanya. Sikap itu juga sering disebut dengan nrimo. Menurut Suseno (1984),

  

nrimo itu sikap hidup yang postif, nrimo berarti bahwa orang dalam keadaan

  kecewa dan dalam kesulitanpun bereaksi rasional, tidak ambruk dan juga tidak menentang secara percuma. Menurut De Jong (1976), narima berarti ketenangan afektif dalam menerima segala sesuatu dari luar, harta benda, kedudukan sosial, nasib malang atau untung. Niels (1996) juga menyatakan nrima berarti percaya pada nasib sendiri dan berterima kasih kepada Tuhan karena ada kepuasan dalam memenuhi apa yang menjadi bagiannya dengan kesadaran bahwa semuanya telah ditetapkan.

  Seperti halnya dalam budaya Jawa, ada semacam keyakinan bahwa orang juga hendaknya mempercayakan diri kepada bimbingan yang ilahi (pracaya) dan percaya kepadaNya (mituhu). Kita bisa saja mengusahakan sesuatu tetapi hasil usaha itu harus datang dari atas. Niels (1984) melihat bahwa agama Jawa (Javaisme) memandang kehidupan manusia selalu terpaut dalam kosmos alam raya. Sebagaimana yang dianut oleh orang Jawa, hidup manusia merupakan semacam pengalaman religius dan semesta alam merupakan kekuasaan yang lebih tinggi dari mereka, sehingga lebih baik mereka menyerah saja kepada kuasa-Nya. Seperti yang dikatakan oleh mbah Suwito salah satu korban gempa, "namanya saja hidup, ya memang seperti itu. Ada bencana ya diterima dengan ikhlas sebagai kehendak Gusti Allah," (yuliandarinotes.blogspot.com). Sikap itulah yang tampaknya membuat para korban gempa mencoba bangkit dan memulai membangun kembali rumahnya.

  Mereka mencoba menemukan sikap batin yang tepat, dengan percaya terhadap nasib mereka bahwa semuanya itu memang sudah menjadi kehendak yang Kuasa.

  Melalui sikap itu, mampu mendorong mereka agar tetap bersikap rela terhadap kekecewaan dan tekanan hidupnya. Itu pula bisa dilihat seminggu paska gempa, banyak korban gempa mulai membersihkan puing-puing rumahnya baik secara gotong royong maupun sendiri. Yulian juga menceritakan mengenai salah satu korban gempa di dalam blogspotnya:

  Setelah seminggu di dalam tenda dan merasakan lebih dari seratus kali gempa susulan,

ia kemudian berinisiatif untuk membuka warung kecil-kecilan depan rumahnya. Ia menjual

es campur, rokok, snack, dan gorengan untuk menambah-nambah penghasilan keluarga. Di

tengah suasana yang tidak pasti ia tetap menyimpan semangat besar untuk terus berjualan

dan mencari alternatif penghasilan tambahan biar asap dapur tetap mengepul.

  (yuliandarinotes.blogspot.com)

  Masyarakat korban gempa setidaknya memahami bahwa dalam kapasitasnya sebagai manusia, ia mampu menemukan arti dalam kehidupan walaupun dalam situasi yang membuatnya menderita. Senada yang dikatakan Frankl (dalam Schultz, 1991) kemauan akan arti, yaitu apa yang berarti dalam eksistensi manusia, bukan karena semata-mata nasib yang menantikan kita, tapi bagaimana kita menerima nasib itu. Bagi Frankl kemauan akan arti kehidupan merupakan suatu kekuatan untuk tetap bertahan dan mengatasi seluruh kesulitan dalam hidup dan ia percaya bahwa arti kehidupan dapat ditemukan dalam semua situasi, termasuk di dalam penderitaan dan kematian. Kemampuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan itu yang memberi kekuatan pada manusia untuk mengatasi berbagai keadaan atau nasib. Para korban gempa, memiliki keinginan untuk tetap bertahan dan tidak menyerah pada nasib (musibah) yang mereka alami. Mereka tidak menginginkan dirinya terjebak atau larut di dalam kesedihan. Seperti yang diungkapkan Mbah Warsito warga Dlingo kepada Yuli Ahmada kedalam blognya (www.yuli- ahmada.blogspot.com): "Lebih baik dari sekarang gotong-royong. Kami ingin semuanya kembali seperti biasa....Kalau bantuan bahan bangunan belum ada. Tapi tak apa, kami akan coba membangun secara mandiri" Perls (dalam Schultz, 1991) mengungkapkan disini dan kini adalah satu- satunya kenyataan yang kita miliki dan kita harus memikul tanggung jawab untuk membenamkan diri kita sepenuhnya dalam setiap saat dan mengambil kegunaan dari pengalaman-pengalaman. Seperti halnya Sukriswanto yang merupakan salah satu korban gempa menyatakan "Saya sepakat supaya barang dagangan yang bisa diselamatkan digunakan membantu warga," (www.gatra.com). Sukriswanto mencoba mengambil kegunaan dari pengalaman-pengalaman, tampak dengan bersikap aktif, ia membantu orang lain, walaupun dirinya juga tertimpa musibah.

  Keikhlasan hati atas kenyataan hidup yang dialami dan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan, tampaknya terjadi pada masyarakat korban gempa.

  Bersikap rela dan ihklas mendorong mereka untuk tetap bertahan dari kekecewaan dan penderitaan akibat gempa. Nrimo menekankan “apa yang ada pada manusia.” manusia menerima segala sesuatu yang terjadi di dalam hidupnya, baik sesuatu yang bersifat material ataupun non material, seperti juga yang diungkapkan salah satu korban gempa kepada Yuliandari (yuliandarinotes.blogspot.com):

  "Seperti mimpi saja rasanya... saya membangun rumah itu setahap demi setahap

dengan uang tabungan hasil jualan. E, malah tinggal naik atap…hancur," tuturnya pahit.

  

Namun, hanya seminggu ia berdiam diri di rumah. "Ya…kalau menyesali rumah yang hancur

terus…kapan mulai bangun lagi. Saya harus segera mulai jualan. Saya harus tetap

semangat."

  Cepatnya kemajuan perbaikan sarana dan pemulihan ekonomi paska gempa di Bantul tampaknya didorong oleh sikap tabah dan ikhlas masyarakatnya. De Jong (1976) mengungkapkan kemajuan dalam perbaikan diwujudkan dalam sikap manusia, bagaimana menerima dan menghayati suatu nasib yang tidak terelakkan.

  Dalam pembangunan bukan pertama-tama bagaimana merubah nasib itu, melainkan bagaimana menemukan sikap batin yang tepat terhadap nasib.

  Seperti Masyarakat desa Sumbermulyo yang tampak bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyikapi seluruh kepribadian, berserta tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan rasa persetujuan dan kebahagiaan dari dalam diri. Bersikap nrimo tampaknya yang membuat mereka bangkit jauh lebih cepat, seperti yang diutarakan oleh Kepala Desa Sumbermulyo pada Tak Mau Gantungkan Pemerintah, 2006), sepeti dikutip oleh suara korban bencana, menuliskan bahwa:

  Masyarakat desa Sumbermulyo Bambanglipuro untuk membangun kembali desanya

pantas dicontoh. Swadaya dan gotong royong menjadi pilihan warga di desa ini. Masyarakat

Sumbermulyo tidak lagi menggantungkan bantuan pemerintah. "Daripada warga kecewa

dengan janji-janji pemerintah, lebih baik memang kita tidak mengharap bantuan pemerintah.

Warga sudah melakukan swadaya untuk bergotong royong," papar Kepala Desa

Sumbermulyo Dra Ani Widayani. (www.suarakorbanbencana.org)

  Baik secara pribadi maupun komunal, masyarakat korban gempa memiliki alasan untuk meneruskan kehidupan, untuk menyelesaikan tujuannya yang akan datang, kalau tidak kehidupan mereka akan kehilangan arti. Hal itu terlihat jelas saat ini, ketika usaha-usaha kecil menengah mulai beroperasi, anak-anak mulai bersekolah, masyarakat mulai bekerja, dan lain sebagainya. Dalam tempat yang serba terbatas mereka tetap berusaha untuk mewujudkan impian, harapan dan cita- cita mereka. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan masyarakat korban gempa, memaknai kehidupan mereka pasca gempa dengan bersikap nrimo. Hal inilah yang menarik untuk dijadikan bahan penelitian guna mendiskripsikan makna

  nrimo mereka di dalam menghadapi kehidupan pasca gempa.

  B. Rumusan Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu: Apakah makna nrimo menurut masyarakat korban gempa di Bantul Yogyakarta, paska gempa tanggal 27 Mei 2006 silam ?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah :memberikan gambaran tentang nrimo yang dilakukan oleh masyarakat korban gempa, di dalam kehidupan mereka paska gempa

  27 Mei 2006 silam

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoretis

  a. Tersedianya data hasil penelitian mengenai makna nrimo yang digunakan oleh masyarakat korban gempa dalam kehidupan mereka pasca gempa yang diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu Psikologi.

  b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan bagi kalangan akademis mengenai deskripsi nrimo khususnya pada budaya Jawa.

  2. Manfaat praktis

  a. Mengetahui dan memberikan gambaran di masyarakat luas mengenai

  nrimo pada masyarakat korban gempa di Bantul

  b. Manfaat bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa, supaya nrimo yang merupakan representasi dari budaya Jawa, di maknai dalam diri individu.

BAB II LANDASAN TEORI A. Kebudayaan Jawa 1. Pengertian Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat (1986) kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddi yang berarti “budi atau

  akal”. Dalam Bahasa Inggris budaya adalah culture yang berasal dari Bahasa Latin colere yang dapat diartikan mengolah, mengerjakan, sehingga culture dapat diartikan sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah dan merubah alam.

  Budaya dalam Kamus besar Bahasa Indonesia (1988) diartikan sebagai pikiran, akal budi, hasil. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) mengartikan kebudayaan sebagai:

  a. Hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian , adat istiadat.

  b. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalaman yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

  c. Hasil akal budi dari alam sekelilingnya dan dipergunakan bagi kesejahteraan hidupnya.

  (Honigmann dalam Koentjaraningrat, 1986) menyebutkan ada 3 gejala kebudayaan: a. Ideas : wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

  b. Activities: wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

  c. Artifacts: wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

  d. Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Jawa adalah segala kegiatan dan penciptaan batin (akal budi), seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat,

  (Ciptoprawiro dalam Herdiyanto, 2005) menyebutkan ada tiga dimensi lingkungan hidup Jawa: a. Lingkungan hidup lahir

  1). Lingkungan alam benda dan biologi, adalah lingkungan yang ditangkap indera, alam seindividur termasuk tumbuh-tumbuhan dan hewan. 2). Lingkungan sesama manusia, adalah lingkungan sosial manusia.

  b. Lingkungan hidup batin, lingkungan kejiwaan manusia

  c. Lingkungan hidup gaib atau lingkungan spiritual, adalah lingkungan di luar jangkauan panca indera manusia.

  Ketiga lingkungan hidup orang Jawa tersebut, yang selalu dipentingkan manusia untuk proses pencarian adalah lingkungan hidup spiritual. Dengan pengolahan lingkungan spiritualnya, maka orang Jawa akan lebih mudah dalam mengatur lingkungan hidupnya yang lain.

  Herdiyanto (2005) selanjutnya menyatakan ini dikuatkan dengan pendapat bahwa dasar kepercayaan Jawa atau Javanism adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini pada hakekatnya adalah satu atau merupakan kesatuan hidup. Javanism memandang kehidupan manusia selalu tertaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius.

  Mulder (2001) menyebutkan pandangan hidup merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah suatu pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap diri terhadap hidup. Sedangkan, ciri pandangan hidup orang Jawa sendiri adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata, masyarakat dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Mereka percaya bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya, mereka hanya menjalani saja.

  Kebudayaan Jawa sendiri merupakan keseluruhan pengetahuan orang Jawa sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalaman, yang mampu menjadi pedoman tingkah lakunya. Gracia (2005) kemudian menyimpulkan bahwa kebudayaan Jawa hasil dari akal budi dari alam sekelilingnya dan dipergunakan bagi kesejahteraan hidup orang Jawa.

  Daerah kebudayaan Jawa meliputi seluruh bagian tengah dan timur Pulau Jawa. Yogyakarta dan Surakarta merupakan daerah pusat kebudayaan tersebut

  (Gracia, 2005). Di dalam kebudayaan tersebut terdapat masyarakat Jawa sebagai bagian dari kebudayaan tersebut.

2. Masyarakat Jawa

  Menurut (Koentjaraningrat dalam Hastjarja dalam Gracia, 2005), sistem nilai budaya merupakan tingkat paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat.

  Hal itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat Nilai-nilai budaya terwujud dalam berbagai konsep tentang apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), maka masyarakat Jawa dapat diartikan sebagai sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Suseno (1984) menyatakan Orang Jawa adalah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa dan merupakan penduduk asli bagian tengah dan timur Pulau Jawa.. Jadi masyarakat Jawa merupakan sejumlah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa dan terikat oleh suatu kebudayaan (nilai, kepercayaan, adat istiadat) yang mereka anggap sama yaitu kebudayaan Jawa. Kemudian, Koentjaraningrat (1986), mengklasifikasikan orang Jawa menjadi tiga menurut golongan sosial yaitu: a. Wong cilik (orang kecil) terdiri dari petani dan mereka yang perpendapatan rendah.

  b. Kaum priyayi terdiri dari pada pegawai dan orang-orang intelektual. c. Kaum ningrat (berdarah biru) gaya hidupnya tak jauh berbeda dari kaum priyayi.

  Dapat dikatakan bahwa masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang berbudaya dan memiliki nilai-nilai yang terwujud dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah, sehingga mampu membentuk sikap sebagai manusia Jawa di dalam kehidupan mereka sehari-hari.

3. Sikap Hidup Orang Jawa

a. Pangestu

  Agar mencapai diri yang ideal, maka manusia hendaknya memliki beberapa sikap hidup. Dalam pengestu juga terdapat uraian mengenai sikap hidup yang ideal, yakni bagaimana manusia bersikap dan berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, masyarakat dan alam. Sikap hidup tersebut terdapat di dalam Serat Sasangka Jati Pangestu merupakan kepanjangan dari Paguyuban Ngesti Tunggal.

  Menurut Jong (1976 dalam Herdiyanto, 2005), Pangestu merupakan salah satu dari tiga aliran kepercayaan kepercayaan yang mempunyai pengikut terbesar, selain Sapta Darma dan Subud. Pangestu dilatarbelakangi oleh alam kebudayaan Jawa. arti kata dari Paguyuban adalah perkumpulan yang dijiwai oleh hdup rukun dan semangat kekeluargaan, Ngesti adalah upaya batin yang didasari dengan permohonan kepada Tuhan yang Maha Esa, Tunggal adalah bersatu dalam hidup bermasyarakat, bersatu kembali dengan Tuhan yang Maha Esa.

  Herdiyanto (2005) mengemukakan Pangestu didirikan tanggal 20 Mei 1949 di Surakarta. Tokoh utama dalam Pangestu adalah Raden Soenarto Mertowardojo (Pak Merto atau Pak Dhe Narto). Pangestu didirikan atas Sabda

  

Suksma Tiga buah Kitab yang berisi rekaman Sabda Sang Guru Sejati (sejak

  tahun 1932 sampai dengan 1961 atau selama 28 tahun) adalah Sabda Pratama,

  

Sasangka Djati, Sabda Khusus. Kitab-kitab wajib lainnya yang berisi keterangan

  dan petunjuk-petunjuk praktis dalam berolah rasa adalah (Pangestu, 2004 dalam Herdiyanto, 2005) Bawa Raos Salebeting Raos, Taman Kamulyang Langgeng,

  

Riwayat Hidup Bapak Paranpara R. Soenarto Mertowardojo, Arsip Sarjana Budi

Dokumen yang terkait

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

2 50 64

FAKTOR PENYEBAB MASYARAKAT MELAKUKAN MANDI CUCI KAKUS (Study deskriptif pada masyarakat di daerah bantaran sungai Dam Watu Urip Desa Pringgowirawan Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember)

0 4 16

Kemiskinan di perkotaan : studi kasus peningkatan ekonomi masyarakat miskin kota di Bogor

2 9 108

Persepsi masyarakat Cina benteng terhadap pendidikan: studi kasus di Desa Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang.

1 12 133

Partisipasi masyarakat pendatang dalam melestarikan rumah tradisional Betawi : studi deskriptif pada perkampungan budaya Betawi di Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah.

0 15 190

Hubungan religiusitas masyarakat pendatang dengan religiusitas masyarakat asli : studi kasus masyarakat di kelurahan Cilandak Timur Jakarta Selatan

0 6 107

ADAT PERKAWINAN JAWA TENGAH (studi deskriptif di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Tahun 2015)

1 25 87

Analisis Stabilitas Lereng Terhadap Permukiman di Dusun Pengkol, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta

1 2 6

Penelitian deskriptif kualitatif mengenai peranan Kepala Desa Ngancar sebagai motivator dalam menggerakkan swadaya masyarakat dalam rangka pembangunan fisik di Desa Ngancar Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri

1 2 151

Fonologi Bahasa Indonesia : sebuah studi deskriptif - Repositori Institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

0 1 175