BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar - UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 WANAYASA T

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Kata "Motif" yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong

  seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif juga dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas- aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata "motif" itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar).

  Motif menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu.

  Sedangkan motivasi adalah "pendorongan": suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Ngalim Purwanto. 2011. Psikologi Pendidikan : 71).

  Lebih jauh (dalam Sardiman A.M, 2011: 73- 74) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian motivasi yang dikemukakan Mc. Donald, motivasi mengandung

  11 tiga elemen penting, diantaranya:

  a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia, karena menyangkut perubahan energi manusia ( walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

  b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling, afeksi seseorang.

  Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan- persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

  c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, namun kemunculannya karena terangsang atau terdorong dari unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

  Dengan ketiga elemen tersebut, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan kejiwaan, perasaan dan juga emosi dan kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini karena didorong dengan adanya tujuan kebutuhan atau keinginan.

  Motivasi dapat juga dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi- kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakuakan sesuatu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non- intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar.

  Dengan demikian, Tim Pengembangan MKDK (1989: 152) dengan buku berjudul "Psikologi Belajar", motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Umumnya, persoalan mengenai kaitan motivasi dengan belajar adalah bagaimana mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan supaya hasil belajar dapat optimal (sesuai dengan kemampuan yang ada pada diri individu). Motif dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah motif yang timbulnya dari dalam orang yang bersangkutan, tanpa rangsangan atau bantuan orang lain. Motif ekstrinsik adalah motif yang timbul oleh rangsangan dari luar, biasanya oleh orang lain. Pada motif intrinsik umumnya lebih efektif dalam mendorong seseorang untuk belajar dibandingkan motif ekstrinsik.

  Dari sini nampak jelas, bahwa motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut: (1) menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir, (2) menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar yang dibandingkan dengan teman sebaya sebagai ilustrasi, jika terbukti usaha belajar seorang siswa belum memadai, maka dia belajar setekun temannya yang belajar dan berhasil. (3) mengarahkan kegiatan belajar, (4) membesarkan semangat belajar, (5) menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja yang bersinambungan (Tim Pengembangan MKDK. 1989.

  Psikologi Belajar ).

  Motivasi belajar adalah komponen kedua konsep belajar mandiri dan merupakan prasyarat bagi berjalannya belajar mandiri. Motivasi belajar adalah kekuatan pendorong dan pengarah perbuatan belajar. Pendorong dalam arti pemberi kekuatan yang memungkinkan perbuatan belajar dijalankan.

2. Jenis dan Sifat Motivasi Jenis dan sifat motivasi (dalam Dimyati dan Mudjiono. 2010.

  Belajar dan Pembelajaran : 86- 94) bahwa motivasi ebagai kekuatan

  mental individu yang memiliki tingkat- tingkat. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (1) motivasi primer dan (2) motivasi sekunder.

a. Jenis Motivasi

  Dalam motivasi terdapat jenis- jenis motivasi meliputi motivasi primer dan motivasi sekunder. Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif- motif dasar. Motif- motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Motivasi sosial atau motivasi sekunder memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Perilaku motivasi sekunder juga terpengaruh oleh adanya sikap. Sikap adalah suatu motif yang dipelajari.

b. Sifat Motivasi

  Sifat motivasi seseorang dapat bersumber dari (1) dalam diri sendiri, yang dikenal sebagai motivasi intrinsik, dan (2) dari luar seseorang yang dikenal sebagai motivasi ekstrinsik.

  Motivasi intrinsik adalah dorongan yang dikarenakan adanya keinginan pada orang tersebut yang senang melakukannya (motif yang timbul dari diri sendiri, tidak dipengaruhi oleh sesuatu diluar dirinya). Jadi tingkah laku yang dilakukan seseorang disebabkan oleh kemauan sendiri, bukan dorongan dari luar. Orang yang tingkah lakunya digerakkan oleh motif intrinsik, baru akan merasa puas jika tingkah lakunya telah mencapai hasil tingkah laku itu sendiri. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya (Tim MKDK. 1996. Belajar dan

  Pembelajaran :32).

3. Tujuan Motivasi

  Menurut Ngalim Purwanto (2011: 73) dalam bukunya yang berjudul "Psikologi Pendidikan", secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi.

  4. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

  Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut: a. Mengoptimalkan penerapan prinsip- prinsip belajar

  b. Mengoptimalkan unsur- unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran

  c. Mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman atau kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa d. Mengembangkan cita- cita atau aspirasi siswa (Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar).

  5. Fungsi Motivasi Oemar Hamalik (dalam Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno.

  2010. Strategi Belajar Mengajar : 20) menyebutkan bahwa ada tiga fungsi motivasi: a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan langkah penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. b. Menentukan arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

  Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

  c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan- perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan- perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

  Dari beberapa uraian, bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah dan sekaligus sebagai penggerak perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Guru merupakan faktor yang penting untuk mengusahakan terlaksananya fungsi- fungsi tersebut dengan cara dan terutama memenuhi kebutuhan siswa.

6. Ciri- Ciri Motivasi

  Motivasi (dalam Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar

  Mengajar : 83) yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri- ciri

  sebagai berikut:

  a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

  b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).

  c. Menunjukkan minat terhadap bermacam- macam masalah untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya).

  d. Lebih senang bekerja mandiri

  e. Cepat bosan pada tugas- tugas yang rutin (hal- hal yang bersifat mekanis, berulang- ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

  f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

  g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal- soal.

  Ciri- ciri motivasi itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar- mengajar. Dalam kegiatan belajar- mengajar akan berhasil baik, jika siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri. Siswa harus mampu mempertahankan pendapatnya jika sudah yakin dan dipandangnya cukup rasional. Bahkan lebih lanjut siswa harus juga peka dan responsif terhadap berbagai masalah umum dan bagaimana memikirkan pemecahannya. Hal- hal itu semua harus dipahami benar oleh guru, agar dalam berinteraksi dengan siswanya dapat memberikan motivasi yang tepat dan optimal (Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar : 83).

B. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar

  Kata prestasi belajar mengandung dua kata yakni prestasi dan belajar. Oleh karena itu sebelum pengertian prestasi belajar dijelaskan maka akan menjelaskan artinya satu persatu terlebih dahulu. Secara bahasa kata “prestasi” diartikan sebagai hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya. Kemudian secara istilah, prestasi belajar adalah ”terjadinya perubahan tingkah laku pada diri peserta didik yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor.

  Belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan individu untuk memenuhi kebutuhannya.setiap kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik akan menghasilkan perubahan- perubahan dalam dirinya yang oleh Bloom dan kawan- kawan dikelompokkan ke dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.

  Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mempunyai ciri- ciri tertentu. Ciri- ciri tertentu seperti dikemukakan Makmur (dalam Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar : 92), sebagai berikut:

  Perubahan bersifat intensional, dalam arti pengalaman atau praktek latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukan dan bukan secara kebetulan. Dengan demikian, perubahan dengan kematangan, keletihan atau penyakit tidak dapat dipandang sebagai hasil belajar.

  Perubahan bersifat positif, dalam arti sesuai dengan yang diharapkan (normatif), atau kriteria keberhasilan (criteria of success), baik dipandang dari segi peserta didik maupun dari segi guru.

  Perubahan bersifat efektif, dalam arti perubahan hasil belajar itu relatif tetap dan setiap saat diperlukan dapat direproduksikan dan dipergunakan, seperti dalam pemecahan masalah, ujian, maupun alam penyesuaian diri dalam kehidupan sehari- hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya.

  Prestasi belajar merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Misalnya, prestasi yang berbeda antara seorang atlet yang satu dengan yang lainnya dapat diamati dari perbedaan motivasi yang dimiliki oleh masing- masing atlet tersebut. Begitu juga dalam belajar guru dapat mengamati perbedaan prestasi siswa yang satu dengan lainnya. Dan pada hasil pengamatan itu menunjukkan bahwa semakin tinggi prestasi yang dicapai seorang siswa salah satunya terkait dengan besarnya motivasi yang dimiliki.

  Dengan demikian, prestasi belajar adalah hasil yang dicapai peserta didik dari mempelajari suatu ilmu pengetahuan tertentu dengan alat ukur berupa evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, atau simbol.

2. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

  Hal- hal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dalam suatu pembelajaran yaitu (Nasution. 2011. Berbagai Pendekatan dalam Proses

  Belajar dan Mengajar : 38- 49):

  a. Bakat untuk mempelajari sesuatu Bakat misalnya inteligensi, mempengaruhi prestasi belajar.

  Pengetahuan yang dikuasai oleh siswa yaitu yang mempunyai bakat khusus untuk mata pelajaran yang bersangkutan saja. Timbul anggapan bahwa antara bakat dan prestasi terdapat hubungan kausal. Bakat tinggi menyebabkan prestasi tinggi, sedangkan prestasi yang rendah dicari sebabnya pada bakat yang rendah.

  John Carrol mengemukakan pendirian yang radikal. Ia

  mengakui adanya perbedaan bakat, akan tetapi memandang bakat sebagai perbedaan waktu yang diperlukan untuk menguasai sesuatu.

  Jadi perbedaan bakat tidak menentukan tingkat penguasaan atau jenis bahan yang dipelajari.

  Tidak ada bukti bahwa apa yang dianggap bakat itu bersifat tetap. Masih ada kemungkinan bahwa bakat itu mengalami perubahan atas pengaruh lingkungan. Akan tetapi yang diharapkan ialah memperbaiki kondisi belajar sehingga dapat dikurangi waktu belajar untuk mencapai penguasaan penuh atas bahan pelajaran tertentu.

  b. Mutu Pengajaran Pengajaran klasikal merupakan keharusan dalam menghadapi jumlah murid yang membanjiri sekolah sebagai akibat demokrasi, industrialisasi, pemerataan, pendidikan atau kewajiban belajar. Dengan sendirinya dicari usaha untuk memperbaiki pengajaran klasikal. Dalam pengajaran juga dicari metode penyampaian klasikal yang paling efektif, jadi metode mengajar atau proses belajar mengajar yang paling baik bagi kelas atau kelompok. Guru yang dipersiapkan di lembaga pendidikan adalah guru yang baik bagi kelas.

  Guru mencoba menyesuaikan pengajarannya dengan kemampuan anak rata- rata, yaitu kepada anak yang sedang.

  Pengajaran saat ini bersifat klasikal harus lebih diperhatikan perbedaan individual atau dengan adanya pengajaran klasikal guru harus dengan sengaja dan sadar memaksa dirinya memberi perhatian kepada setiap anak secara individual. Kelemahan pengajaran adalah kurangnya usaha guru memberi perhatian kepada perbedaan individual dan kebutuhan individual, sehingga selalu jumlah terbesar dari murid- murid tidak sampai mencapai penguasaan penuh atas bahan pelajaran tertentu.

  c. Kesanggupan untuk memahami pengajaran Jika murid tidak dapat memahami apa yang dikatakan atau disampaikan oleh guru atau bila guru tidak dapat berkomunikasi dengan murid, maka besar kemungkinan murid tidak dapat menguasai mata pelajaran yang diajarkan oleh guru. Kemampuan murid untuk menguasai suatu bidang studi banyak bergantung pada kemampuannya untuk memahami ucapan guru. Sebaliknya guru yang tidak sanggup menyatakan buah pikirannya dengan jelas sehingga dipahami oleh murid, juga tidak dapat mencapai penguasaan penuh oleh murid atas bahan pelajaran yang disampaikan.

  Kesulitan yang dihadapi oleh anak- anak ialah bahasa, karena guru menyampaikan bahan pelajaran melalui bahasa. Kecerobohan berbahasa akan mengganggu kemampuan memahami pelajaran. Agar pelajaran dapat dipahami, guru sendiri harus fasih berbahasa dan mampu menyesuaikan bahasanya dengan kemampuan murid sehingga murid- murid dapat memahami bahan pelajaran yang disampaikan.

  d. Ketekunan Ketekunan itu nyata dari jumlah waktu yang diberikan oleh murid untuk belajar mempelajari sesuatu yang memerlukan jumlah waktu tertentu. Dengan waktu belajar dimaksud jumlah waktu yang digunakannya untuk kegiatan belajar, yaitu mempelajari sesuatu secara aktif. Indikasi ketekunan belajar antara lain jumlah jam rata- rata dalam seminggu yang digunakan oleh murid untuk membuat pekerjaan rumah menurut laporan murid. Bahan pelajaran dapat dianalisis menjadi langkah- langkah tertentu yang dapat dilalui oleh setiap murid dengan hasil baik. Keberhasilan dalam melakukan tugas menambah semangat belajar dan dengan sendirinya ketekunan belajar muncul.

  Agar murid tekun belajar yang utama ialah memberi kemungkinan kepada murid untuk melakukan suatu tugas dengan baik.

  e. Waktu yang tersedia untuk belajar Dapat dipahami bahwa waktu yang sama untuk bahan yang sama tidak akan sesuai bagi semua murid berhubungan dengan perbedaan individual. Pendirian mereka yang menganut "mastery

  learning " ialah bahwa faktor waktu sangat esensial untuk menguasai bahan pelajaran tertentu sepenuhnya.

C. Pembelajaran IPS 1. Pengertian Pembelajaran IPS

  Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/ pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/ pembelajar dapat mencapai tujuan- tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Kokom Komalasari. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan

  aplikasi : 3)

  Selain itu, pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu menjadi siswa yang memiliki pengetahuan. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa.

  Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan sebuah mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta mata

  pelajaran ilmu sosial lainnya (Sapriya. 2011. Pendidikan IPS : 7). Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu- ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang- cabang ilmu sosial. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungan melalui pemahaman terhadap nilai- nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat (Trianto. 2011.

  Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP): 171).

2. Karakteristik Mata Pelajaran IPS Sejarah

  Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat di hadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya (Trianto. 2011.

  Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Stategi dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP): 172).

  Sejarah merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkembang dan dengan metode- metode serta standar- standar sendiri.

  Mempelajari sejarah merupakan suatu jenis berpikir yang tertentu yang disebut pemikiran historis.

  Sejarah adalah mengenai waktu lampau dan dengan demikian maka tanggapan ingatan merupakan suatu bagian dari bahan pokok yang secara mutlak harus ada. Untuk membatasi sejarah sebagai studi tentang masa lampau dan berusaha mendasarkan kedudukan otonominya sebagai satu bentuk pada pikiran itu tidak dapat dipertahankan lagi. Yang menjadi perhatian pokok dari sejarah ialah mengenai pengalaman dan tindakan- tindakan manusia. Sejarah mencatat tidak saja apa yang diperbuat dan diderita manusia, tetapi juga sejumlah besar peristiwa alam pada zaman dahulu, misalnya; gempa bumi, banjir, musim kering dan sebagainya.

  Bidang sejarah jatuh lebih sempit, yaitu menitikberatkan kepada aktivitas manusia seperti yang diketahui meliputi jangka waktu yang singkat jika dibandingkan dengan umur alam semesta.

3. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

  Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan diri peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari- hari. Dari rumusan tujuan tersebut bahwa tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (Puskur dalam Trianto, 2011: 172) sebagai berikut:

  a. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai- nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

  b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu- ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah- masalah sosial.

  c. Mampu menggunakan model- model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat. d. Menaruh perhatian terhadap isu- isu dan masalah- masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

  e. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

  f. Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.

  g. Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi.

  h. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya "to prepare students to be well functoning citizens in

  a democratic society " dan mengembangkan kemampuan siswa

  menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya. i. Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap materi Pembelajaran IPS yang diberikan.

  Disamping itu, juga bertujuan bagaimana sikap siswa terhadap pelajaran berupa: penerimaan, jawaban atau sambutan, penghargaan, pengorganisasian, karakteristik nilai, dan menceritakan.

4. Materi IPS Kelas VII

  Materi pelajaran IPS sejarah (Hasan Budi Sulistyo dan Bambang Suprobo, 2007: ix) yang dilaksanakan pada kelas VII semester 2 yaitu terdiri dari :

  1. Kerajaan bercorak Hindu- Budha di Indonesia

  a. Proses munculnya agama dan kebudayaan Hindu- Budha

  b. Proses perkembangan agama Hindu- Budha di Indonesia

  c. Kerajaan bercorak Hindu- Budha di Indonesia

  d. Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kerajaan Hindu- Budha e. Peninggalan sejarah bercorah Hindu- Budha dan upaya menghargainya

  2. Kerajaan Bercorak Islam di Indonesia

  a. Proses munculnya agama Islam

  b. Proses perkembangan agama Islam di Indonesia

  c. Kerajaan bercorak Islam di Indonesia

  d. Peninggalan sejarah bercorak Islam dan upaya menghargainya

  3. Kebudayaan dan pemerintahan pada masa kolonial eropa

  a. Masa kolonial Portugis di Indonesia

  b. Masa kolonial Belanda di Indonesia

  c. Masa kolonial Inggris di Indonesia

  Standar Kompetensi 5 Memahami perkembangan masyarakat sejak masa Hindu- Buddha sampai masa kolonial Eropa

  Kompetensi Dasar Bab

  5.1 Mendeskripsikan perkembangan

  Bab 10 : Kerajaan masyarakat, kebudayaan dan Bercorak Hindu- pemerintahan pada masa Hindu- Buddha di Buddha serta peninggalan- Indonesia peninggalannya

  5.2 Mendeskripsikan perkembangan

  Bab 11 : Kerajaan masyarakat, kebudayaan dan Bercorak Islam pemerintahan pada masa Islam di di Indonesia Indonesia serta peninggalan- peninggalannya

  5.3 Mendeskripsikan perkembangan

  Bab 12 : Kebudayaan dan masyarakat, kebudayaan dan pemerintahan pemerintahan pada masa kolonial pada Masa Eropa Kolonial Eropa D.

   Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation 1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

  Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan- tujuan pengajaran, tahap- tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

  Trianto (2011: 51) dalam bukunya yang berjudul "Model

  Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi dan Inplementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)", yang dimaksud model

  pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran.

  Rusman (2010) dalam buku yang berjudul "Model- Model

  Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru ", pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas- tugas yang terstruktur.

2. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

  Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

  Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Abdulhak (dalam Rusman. 2010. Model- Model Pembelajaran:

  Mengembangkan Profesionalisme Guru ) bahwa "pembelajaran cooperative

  dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri." Dalam pembelajaran akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic comunication).

  Tom V. Savage (dalam Rusman, 2010) mengemukakan bahwa adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama

  cooperative learning

  dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal- asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif.

  Cooperative learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4- 5 orang. Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat empat hal penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main (role) dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok (Rusman, 2010: 204).

  Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan atas: (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, (3) perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan.

3. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

  Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi.

  Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu: 1) Perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok, 2) Perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan, 3) Perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi (Sanjaya dalam Rusman, 2010: 206).

  Karakteristik atau ciri- ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. Pembelajaran Secara Tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara tim.

  Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar.

  2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif Manajeman mempunyai tiga fungsi, yaitu: (a) Fungsi manajemen sebagai perencamaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanan dan langkah- langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.

  3. Kemauan untuk Bekerja Sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif.

  4. Keterampilan Bekerja Sama Kemampuan bekerja sama dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

  Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas.

  Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama (Rusman. 2010. Model- Model Pembelajaran: Mengembangkan

  Profesionalisme Guru : 207- 208).

4. Model Investigasi Kelompok (Group Investigation)

  Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif Group Investigation (GI) adalah kelompok dibentuk oleh siswa sendiri dengan beranggotakan 2- 6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka (Burns dalam Rusman, 2010).

  Pengembangan belajar kooperatif GI didasarkan atas suatu premis bahwa proses belajar di sekolah menyangkut kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai- nilai kedua domain (Slavin dalam Rusman, 2010). Implementasi strategi belajar kooperatif GI dalam pembelajaran, secara umum dibagi menjadi enam langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok (para siswa menelaah sumber- sumber informasi, memilih topik, dan mengategorisasi saran- saran, para siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama, komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen, guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi, (2) merencanakan tugas- tugas belajar, (3) melaksanakan investigasi, (4) menyiapkan laporan akhir, (5) mempresentasikan laporan akhir, (6) evaluasi.

  Di dalam implementasinya pembelajaran kooperatif tipe group

  investigation, setiap kelompok presentasi atas hasil investigasi di depan

  kelas. Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.

  Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (dalam Rusman. 2010.

  Model- Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru ) langkah- langkah pembelajarannya adalah:

  a. Membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari ± 5 siswa, b. Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis,

  c. Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati Dalam pembelajaran dengan menggunakan Group Investigation biasanya dimulai dengan pembagian sebuah kelompok. Selanjutnya guru beserta peserta didik memilih topik- topik tertentu dengan permasalahan- permasalahan yang dapat dikembangkan. Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode investigasi yang telah dirumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan sistemik keilmuan mulai dari mengumpulkan data, analisis data, sintesis hingga menarik kesimpulan. Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing- masing kelompok (Suprijono. 2013).

  Kelompok dijadikan sebagai sarana sosial dalam proses. Rencana kelompok adalah satu model yang mendorong keterlibatan maksimal para siswa. Group investigation tidak akan dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak mendukung dialog interersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas. Komunikasi dan interaksi kooperatif diantara sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik apabila dilakukan dalam kelompok kecil, di mana pertukaran di antara teman sekelas dan sikap- sikap kooperatif bisa terus bertahan. Aspek rasa sosial dari kelompok, pertukaran intelektualnya dan maksud dari subjek yang berkaitan dengannya dapat bertindak sebagai sumber- sumber penting maksud tersebut bagi usaha para siswa untuk belajar.

  Group investigation sesuai untuk proyek- proyek studi yang

  terintegrasi yang berhubungan dengan hal- hal semacam penguasaan, analisis, dan mensistesiskan informasi sehubungan dengan upaya menyelesaikan masalah yang bersifat multi- aspek. Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari informasi dari berbagai sumber baik di dalam maupun di luar kelas. Sumber- sumber seperti (bermacam buku, institusi, orang) menawarkan sederetan gagasan, opini, data, solusi, atau pun posisi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipelajari. Para siswa selanjutnya mengevaluasi dan mensistesiskan informasi yang disumbangkan oleh tiap anggota kelompok supaya dapat menghasilkan buah karya kelompok.

5. Tahap- Tahap Model Group Investigation Dalam group investigation, para murid bekerja melalui enam tahap.

  Tahap- tahap ini dan komponen- komponennya dijabarkan di bawah ini dan selanjutnya digambarkan secara rinci. Guru tentunya perlu mengadaptasikan pedoman- pedoman ini dengan latar belakang, umur, dan kemampuan para murid sama halnya seperti penekanan waktu, tetapi pedoman- pedoman ini cukup bersifat umum untuk dapat diaplikasikan dalam skala kondisi kelas yang luas.

  Tahap 1: Mengidentifikasikan Topik dan Mengatur Murid ke dalam Kelompok

  a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengategorikan saran- saran b. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah mereka pilih c. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen d. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan

  Tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan. Guru mempresentasikan serangkaian permasalahan, para siswa mengidentifikasikan dan memilih berbagai macam subtopik untuk dipelajari, berdasarkan pada ketertarikan dan latar belakang mereka.

  Tahap 2: Merencanakan Tugas yang akan Dipelajari

  Setelah mengikuti kelompok- kelompok penelitian mereka masing- masing, para siswa mengalihkan perhatian mereka kepada subtopik yang mereka pilih. Pada tahap ini anggota kelompok menentukan aspek dari subtopik yang masing- masing (satu demi satu atau berpasangan) akan mereka investigasi. Sebagai akibatnya, tiap kelompok harus memformalasikan sebuah masalah yang dapat diteliti, memutuskan bagaimana melaksanakannya dan menentukan sumber- sumber mana yang akan dibutuhkan untuk melakukan investigasi.

  Tahap 3: Melaksanakan Investigasi

  a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

  b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha- usaha yang dilakukan kelompoknya.

  c. Para siswa yang bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensistesis semua gagasan.

  Dalam tahap ini tiap kelompok melaksanakan rencana yang diformulasikan sebelumnya. Selama tahap ini para siswa, satu demi satu atau secara berpasangan, mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan- kesimpulan, dan mengaplikasikan pengetahuan baru yang menjadi bagian mereka untuk menciptakan sebuah resolusi atas masalah yang diteliti kelompok. Tiap siswa menginvestigasi aspek proyek kelompok yang paling menarik minat dan dalam melakukannya memberi kontribusi satu bagian yang diperlukan untuk menciptakan sebuah "keseluruhan" kelompok.

  Tahap 4: Menyiapkan Laporan Akhir

  a. Anggota kelompok menentukan pesan- pesan esensial dari proyek mereka b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan

  bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka

  c. Wakil- wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana- rencana presentasi Tahap ini merupakan transisi dari tahap pengumpulan data dan klarifikasi ke tahap di mana kelompok- kelompok yang ada melaporkan hasil investigasi mereka kepada seluruh kelas.

  Tahap 5: Mempresentasikan Laporan Akhir

  a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk b. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif c. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas

  Tahap ini masing- masing kelompok mempersiapkan diri untuk mempresentasikan laporan akhir mereka kepada kelas. Laporan akhir ini menghasilkan sebuah pengalaman di mana upaya mengejar kemampuan intelektual dengan sebuah pengalaman emosional mendalam. Semua anggota kelas dapat berpartisipasi lebih dari satu banyak presentasi, dengan menampilkan tugas mereka atau menjawab pertanyaan; presentasi tersebut bukan hanya sekadar masalah latihan peran untuk tampil dan membacakan tulisan.

  Tahap 6: Evaluasi

  a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman- pengalaman mereka.

  b. Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa c. Penlaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

  Group investigation menantang para guru untuk menggunakan pendekatan inovatif dalam menilai apa yang telah dipelajari murid- murid.

  Dalam group investigation para guru harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi siswa mengenai subjek yang dipelajari. Bagaimana mereka menginvestigasi aspek- aspek tertentu dari subjek, bagaimana mereka mengaplikasikan pengetahuan mereka terhadap solusi dari masalah- masalah baru, bagaimana mereka menggunakan kesimpulan dari apa yang mereka pelajari dalam mendiskusikan pertanyaan yang membutuhkan analisis dan penilaian, dan bagaimana mereka sampai pada kesimpulan dari serangkaian data (Slavin, 2005: 214- 227).

E. Kerangka Berpikir

  Kondisi awal sebelum dilaksanakan penelitian tindakan kelas, telah diperoleh gambaran awal bahwa motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS masih rendah. Rendahnya motivasi belajar pada siswa mengakibatkan prestasi siswa rendah dalam pembelajaran karena adanya kekurangan pada penerapan model pembelajaran maupun penerapan pendekatan dalam pembelajaran di kelas. Agar motivasi dan prestasi belajar IPS di kelas VII D meningkat, maka perlu dilakukan adanya tindakan yang berasal dari guru dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation.

  Kondisi Awal

  Tindakan Kondisi

  Akhir

  Guru belum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation G uru menerapkan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation

  Siklus I Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation

  Siklus II Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation

  Melalui model pembelajaran kooperatif tipe group investigation terjadi peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa

  Siswa Motivasi dan prestasi belajar siswa masih rendah

  Siklus berikutnya Menyempurkan kembali dari siklus I dan

  II jika belum mendapatkan hasil yang memuaskan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation

F. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, peneliti mempunyai hipotesis tindakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar pada mata pelajaran IPS kelas VII D SMP Negeri 4 Wanayasa.

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS VIII-D SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL GROUP INVESTIGATION (GI)

0 5 30

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL DAN HASIL BELAJAR

0 11 49

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.H SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 9 79

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) DI KELAS VII.D SMP NEGERI 2 SIDOMULYO SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 12 54

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) DI KELAS VII.D SMP NEGERI 2 SIDOMULYO SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 55

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS VII SMP ISLAM KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012-2013

0 8 70

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 23 171

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 RAMBAH

0 2 5

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) MELALUI PROYEK TERBIMBING DAN EKSPERIMEN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATERI UNSUR, SENYAWA DAN CAMPURAN PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I SMP NEGERI 2 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 20112012

0 0 91

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI ADMINISTRASI PERKANTORAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION MATA PELAJARAN MENGELOLA PERALATAN KANTOR DI SMK NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - UNS In

0 0 19