PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) MELALUI PROYEK TERBIMBING DAN EKSPERIMEN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATERI UNSUR, SENYAWA DAN CAMPURAN PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I SMP NEGERI 2 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 20112012

(GI) MELALUI PROYEK TERBIMBING DAN EKSPERIMEN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATERI UNSUR, SENYAWA DAN CAMPURAN PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I SMP NEGERI 2 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh: CHRISTIN DEWI WULANSARI NIM K3307018 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

BELAJAR MATERI UNSUR, SENYAWA DAN CAMPURAN PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I SMP NEGERI 2 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh: CHRISTIN DEWI WULANSARI NIM K3307018

Skripsi Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Kependidikan Program Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

commit to user iii

commit to user

iv

commit to user

commit to user

PENGGUNAAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) MELALUI PROYEK TERBIMBING DAN EKSPERIMEN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATERI UNSUR, SENYAWA, DAN CAMPURAN

PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I SMP NEGERI 2

KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Januari 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) perbedaan prestasi belajar siswa aspek kognitif dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran. (2) perbedaan prestasi belajar siswa aspek afektif dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan rancangan randomized pretest-posttest comparison group design untuk aspek

kognitif dan rancangan randomized posttest only comparison group design untuk aspek afektif. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas VII RSBI SMP Negeri 2 Karanganyar tahun ajaran 2011/2012. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling . Sampel terdiri dua kelas yaitu kelas VIIB sebagai kelas eksperimen I (pembelajaran kooperatif GI melalui proyek terbimbing) dan kelas

VII A sebagai kelas eksperimen II (pembelajaran kooperatif GI melalui eksperimen). Teknik pengumpulan data prestasi belajar aspek kognitif menggunakan metode tes dan prestasi belajar aspek afektif menggunakan metode angket. Teknik analisis data untuk pengujian hipotesis menggunakan uji t dua pihak .

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1)terdapat perbedaan prestasi belajar siswa aspek kognitif antara pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran.; (2)terdapat perbedaan prestasi belajar siswa aspek afektif antara pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran.

Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif, group investigation, proyek, eksperimen, prestasi belajar

commit to user

vii

Christin Dewi Wulansari. K3307018. THE USE OF GROUP INVESTIGATION

(GI)

COOPERATIVE

LEARNING MODEL

THROUGH GUIDED PROJECT AND EXPERIMENT METHODS TOWARD LEARNING ACHIEVEMENT ON ELEMENT, COMPOUND

AND MIXTURE SUBJECT MATERIAL IN VII GRADE STUDENT 1 ST

SEMESTER STATE SECONDARY SCHOOL OF 2 KARANGANYAR

(SMP N 2 KARANGANYAR) ACADEMIC YEAR 2011/2012. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University. January 2012.

The purposes of this research are to know: (1) the difference of student’s learning achievement in cognitive aspect between using cooperative learning model of group investigation through guided projects and experiments on the subject matter of element, compound and mixture, and (2) the difference of student’s learning achievement in affective aspect between using cooperative learning model group investigation through guided projects and experiments on the subject matter of element, compound and mixture.

This research used experimental method with randomized pretest-posttest comparison group design for cognitive aspect and randomized posttest only comparison group design for affective aspect. The population is VII RSBI grade students of SMP Negeri 2 Karanganyar, academic year 2011/2012. The sample consists of 2 classes, which are VII B class as experimental class I (cooperative learning type GI through guided projects) and VII A class as experimental class II (cooperative learning type GI through experiment). The sampling technique is cluster random sampling. The collecting data used test method to measure cognitive learning achievement and questionnaires method to measure affective learning achievement. The analyze data used two side t- test.

The research shows that: (1) there are difference of student’s learning achievement in cognitive aspect between using cooperative learning model group investigation through guided projects and experiments on the subject matter of element, compound and mixture. (2) there are difference of student’s learning achievement in affective aspect between using cooperative learning model group investigation through guided projects and experiments on the subject matter of element, compound and mixture.

Keywords: Cooperative learning, group investigation, projects, experiments, learning achievement

commit to user

viii

" Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya didapatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya " (Abraham Lincoln)

“Impossible Is Nothing” (Penulis)

“Kesulitan adalah tantangan bagi pemenang, tetapi menjadi halangan bagi

pecundang” (Anonim)

commit to user

ix

Karya ini kupersembahkan untuk:

1. Ayah dan ibu, yang telah memberikan motivasi, dan senantiasa mendoakan yang terbaik dan memberikan kasih sayang untuk saya; 2. Adik-adikku (Dian, Ina, Pipit ) yang saya sayangi; 3. Alm. Harjo Supardiyo, yang telah memberikan motivasi 4. Seorang sahabat kecilku yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan semangat; 5. Sahabat hebatku (Otit, Cui, Hani, Fatah, Falah, Eka ); 6. Chemistry education brotherhood ; dan 7. Almamater.

commit to user

Segala puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan banyak rahmat, nikmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga pada waktu-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, saran, dorongan dan perhatian dari berbagai pihak, skrpsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D., selaku Ketua Jurusan P MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Dra. Bakti Mulyani, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Dra. Kus Sri Martini, M.Si., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan sehingga memperlancar penulisan skripsi ini.

5. Bapak Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa sehingga memperlancar penulisan skripsi ini.

6. Bapak Agung N.C.S, S.Pd, M.Sc., selaku pembimbing II yang juga telah memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Bapak Drs. Js. Sukardjo, M.Si., selaku penguji ujian skripsi yang juga telah memberikan bimbingan dan pengarahan.

commit to user

xi

telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 9. Hj. Sri Murni Pudyastuti, S.Pd., M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 2

Karanganyar yang telah memberikan ijin penelitian. 10. Wiji Lestari, S.Pd., M.Pd., selaku Guru Biologi SMP Negeri 2 Karanganyar

atas bimbingannya selama penelitian. 11. Siswa kelas VII A dan VII B SMP Negeri 2 Karanganyar, atas kerja samanya. 12. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan fasilitas dan do’a restu

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 13. Seluruh sahabatku. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu

sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya skripsi yang telah dikerjakan ini masih jauh dari kesempurnaan maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Januari 2012

Penulis

commit to user

xv

Hal Tabel 1

Nama-nama Unsur Beserta Lambangnya ........................................ 31 Tabel 2

Sifat dan Kegunaan Logam ............................................................. 32 Tabel 3

Kegunaan Unsur Nonlogam ............................................................ 33 Tabel 4

Perbedaan Unsur Logam dan Nonlogam ......................................... 33 Tabel 5

Senyawa Beserta Rumus Kimia dan Atom Penyusun Molekulnya .. 36 Tabel 6

Beberapa Senyawa dan Unsur Penyusunnya ................................... 37 Tabel 7

Angka dalam bahasa Yunani .......................................................... 37 Tabel 8

Nama Senyawa dan Rumus Kimianya ............................................ 38 Tabel 9

Beberapa Campuran, Wujud, serta Penyusunnya ............................ 39

Tabel 10 Perbedaan Unsur dan senyawa ........................................................ 40 Tabel 11 Perbedaan Senyawa dan Campuran ................................................ 40 Tabel 12 Design Penelitian Randomized Pretest-Postest Comparison Group

Design ......................................................................................... 45

Tabel 13 Design Penelitian Randomized Postest Only Comparison Group

Design . ........................................................................................ 46

Tabel 14 Skor Penilaian Afektif .................................................................... 54 Tabel 15 Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas

Soal ............................................................................................. 61

Tabel 16 Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas

Soal ............................................................................................. 61

Tabel 17 Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Taraf

Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif........................................... 61

Tabel 18 Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Daya

Pembeda Soal pada Aspek Kognitif ........................................... 62

Tabel 19 Rangkuman Deskripsi Data Penelitian ............................................ 63

commit to user

xvi

Hal

Gambar 1 Skema Bentuk-Bentuk Belajar Ausebel .......................................... 12 Gambar 2 Skema Kerangka Pemikiran ............................................................ 44 Gambar 3 Histogram Perbandingan Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen I

dan Kelas Eksperimen II pada Materi Unsur, Senyawa dan Campuran ....................................................................................... 64

Gambar 4 Histogram Perbandingan Nilai Afektif Kelas Eksperimen I dan

Kelas Eksperimen II pada Materi Unsur, Senyawa dan Campuran ....................................................................................................... 31

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) sebagai bagian dari budaya manusia modern mengalami perkembangan yang cukup pesat seakan-akan memaksa negara-negara dunia untuk terus bersaing dalam menguasai dan mengembangkan Iptek untuk mencapai suatu negara yang bermartabat. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang berusaha untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu menguasai dan mengembangkan Iptek demi mencapai kemakmuran dan kejayaan bangsa sehingga mampu menjajarkan diri dengan negara- negara maju di masa yang akan datang. Konsep pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO adalah pendidikan ditegakkan oleh empat pilar, yaitu learn to know, learn to do, learn to live together, learn to be (Kris Tan, 2011). Pilar pertama dan kedua lebih diarahkan untuk membentuk sense of having yaitu bagaimana pendidikan dapat mendorong terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas di bidang ilmu pengetahuan dan ketrampilan agar dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga mendorong sikap proaktif, kreatif, dan inovatif ditengah kehidupan masyarakat. Sementara pilar ketiga dan keempat diarahkan untuk membentuk karakter bangsa atau sense of being, yaitu bagaimana harus terus menerus belajar dan pembentukan karakter yang memiliki integritas dan tanggung jawab serta memiliki komitmen untuk melayani sesama.

Untuk mengembangkan Iptek, konsep pendidikan di Indonesia ditegakan dengan berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini mulai diterapkan pada tahun ajaran 2006/2007. KTSP merupakan sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Salah satu wujud pelaksanaan KTSP adalah penggunaan model pembelajaran yang open end, artinya guru sebagai pemegang otonomi dalam pengelolaan pembelajaran yang cocok bagi peserta didiknya. Guru dituntut dapat menyusun dan menerapkan berbagai metode pembelajaran yang inovatif dan kreatif

commit to user

Sikap aktif, kreatif, dan lebih mudah memahami materi pembelajaran akan terwujud dengan menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan. Sehingga dalam pelaksanaannya, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan bukan sumber utama pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran guru dituntut dapat memahami perkembangan peserta didik. Pemahaman terhadap perkembangan peserta didik sangat diperlukan untuk merancang pembelajaran yang kondusif sehingga mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Menurut teori perkembangan Piaget, tahapan kecerdasan dibedakan dalam empat tahap, yaitu: 1) intelegensi sensori-motor (0-2 tahun), 2) pra operasional (2-7 tahun), 3) operasional konkret (7-11 tahun), dan 4) operasional formal (11 tahun keatas) (Ratna Wilis Dahar, 1989 : 152).

Kimia merupakan salah satu materi pelajaran yang diberikan disekolah menengah pertama, tetapi belum dalam mata pelajaran tersendiri, melainkan masih tergabung dalam mata pelajaran IPA. Berdasarkan pengelompokan kecerdasan Piaget tersebut, siswa SMP yang rata-rata berusia 12 tahun keatas diperkirakan sudah dapat berpikir formal, artinya dalam periode ini anak tidak perlu berpikir dengan bantuan benda atau hal-hal yang konkrit, ia mempunyai cara berpikir abstrak, sehingga anak sudah mampu mempelajari ilmu kimia yamg umumnya bersifat abstrak .

Materi Unsur, Senyawa, dan Campuran adalah materi pokok yang diajarkan pada siswa kelas VII SMP semester gasal. Unsur, Senyawa dan Campuran merupakan hal yang penting dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Selain berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari, materi ini juga membutuhkan cara berfikir abstrak. Cara berfikir abstrak ini nampak pada salah satu tuntutan kompetensi dasar, dimana siswa diharuskan mampu membedakan sifat antara Unsur, Senyawa dan Campuran. Misalnya siswa harus bisa membedakan sifat-sifat yang membedakan antara karbon dengan kertas, dimana karbon adalah salah satu unsur

penyusun kertas. Menurut informasi dari guru, materi ini diajarkan sebagai materi

akhir. Guru cenderung untuk menyelesaikan mengajar materi biologi dan fisika terlebih dahulu. Sebagai akibatnya penyampaian materi ini kurang maksimal karena terdesak ujian semester.

commit to user

Bertaraf Internasional (RSBI). Dalam penerimaan siswa baru, calon siswa dituntut memiliki kemampuan lebih. Hal ini dikarenakan seleksi masuk yang tidak hanya menggunakan nilai hasil ujian akhir nasional, tetapi juga nilai raport, tes ujian masuk dan hasil wawancara dengan wali murid. Hasil seleksi ini menghasilkan input kemampuan siswa yang tinggi dengan rata-rata nilai PPDB > 70. Namun, menurut informasi dari guru kemampuan kognitif yang tinggi itu tidak menjamin tingginya prestasi siswa. Hal ini dibuktikan dengan pencapaian ketuntasan belajar materi Unsur, Senyawa dan Campuran hanya sebesar 50,5%. Menurut informasi dari guru, hal ini diperkirakan karena kemampuan kerjasama mereka dengan kelompok masih rendah. Hal ini terlihat ketika siswa diberikan tugas kelompok, hasilnya tidak sebaik jika tugas tersebut diberikan secara individu. Selain itu, hal ini juga dimungkinkan karena penggunaan metode ceramah dalam penyampaian materi. Siswa cenderung sebagai obyek pembelajaran dan terbiasa belajar secara individu, sehingga ketika ada tugas secara berkelompok mereka belum bisa mandiri mengerjakan.

Berdasarkan perkembangan intelektual siswa SMP, metode pembelajaran yang sesuai adalah metode yang dapat merangsang siswa bersikap aktif, kreatif, dan inovatif. Untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif dan inovatif pada diri siswa tidaklah mudah. Proses pembelajaran yang terjadi selama ini memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan, minat belajar siswa kurang dan ada kecenderungan siswa untuk tergantung pada informasi guru. Ketergantungan ini membuat siswa mengalami kesulitan saat bekerja secara kelompok, yang menuntut kemandirian dalam melaksanakan tugas. Untuk mengantisipasi masalah tersebut berkelanjutan maka perlu dicanangkan formula pembelajaran yang tepat.

Salah satu solusi untuk mengatasi masalah kerjasama siswa adalah dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif. Slavin mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.

commit to user

yaitu: 1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka, 4) partisipasi dan komunikasi antar anggota. Dari keempat unsur tersebut, saling ketergantungan positif dan komunikasi antar anggota mengisyaratkan adanya kerjasama antar anggota kelompok.

Dalam model pembelajaran kooperatif, guru menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Kondisi belajar ini memungkinkan siswa tergantung secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Selain itu, dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa juga berinteraksi dengan siswa lainnya agar tujuan mereka tercapai. Disinilah perilaku kerjasama yang baik dibutuhkan untuk menunjang ketercapaian tujuan kelompok.

Ada bermacam macam tipe pembelajaran kooperatif, antara lain: Student Team Achievement Division (STAD), Teams Game Tournament (TGT), Jigsaw, Group Investigation (GI), Team Accelerated Instruction (TAI) dan sebagainya. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah model Group Investigation. Tipe ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokratis.

Menurut Daniel Zingaro (2008) Group Investigation memiliki beberapa keunggulan antara lain: 1) Siswa memiliki pertanyaan dengan tingkat lebih tinggi mereka membutuhkan penjabaran respon atau penggunaan pemecahan masalah; 2) Siswa lebih kooperatif dan altruistic, bahkan ketika mereka berinteraksi dengan siswa di luar tim mereka atau dalam situasi luar; 3) Siswa mampu mengekspresikan diri, memiliki kebebasan,tanggung jawab dan rasa diterima yang besar; 4) Siswa pada kelas GI memiliki sifat etnik yang jauh lebih baik daripada siswa yang berada di kelas tradisional

Tipe GI diharapkan mampu meningkatkan minat dan kerjasama siswa dalam kelompok sehingga prestasi mereka meningkat. Selain itu, metode ini dipilih karena

commit to user

dengan input tinggi dalam memecahkan masalah. Enam tahap dalam GI: 1) mengidentifikasi topik dan mengatur siswa dalam kelompok, 2) merencanakan tugas yang akan dipelajari, 3) melaksanakan investigasi,

4) menyiapkan laporan akhir, 5) mempresentasikan laporan akhir dan 6) evaluasi. Tahap ke 3 GI menyebutkan bahwa siswa melaksanakan investigasi. Siswa terlibat dalam bermacam kegiatan investigasi baik didalam maupun diluar sekolah. Kegiatan belajar didalam sekolah misalnya dengan melakukan eksperimen di laboratorium. Sedangkan kegiatan diluar sekolah misalnya dengan menjalankan proyek yang telah disusun.

Metode eksperimen adalah suatu cara yang digunakan guru untuk mengajar didepan kelas dengan membagi tugas meneliti suatu masalah. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian mereka mempelajari, meneliti, membahasnya dengan kelompok dan menyusun laporan.

Metode proyek merupakan suatu metode instruksional yang melibatkan penggunaan alat dan bahan yang diusahakan oleh siswa secara perseorangan atau grup untuk mencari jawaban terhadap suatu masalah dengan perpaduan teori-teori dari berbagai bidang studi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tetentu, menghasilkan sebuah produk, yang hasilnya kemudian ditampilkan atau dipresentasikan. Pada penelitian ini akan digunakan metode proyek terbimbing.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation

melalui proyek dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok unsur senyawa dan campuran diharapkan diperoleh metode yang tepat untuk mengatasi rendahnya prestasi siswa sehingga penelitan ini perlu dilakukan.

commit to user

Dari latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah, yaitu:

1. rendahnya prestasi siswa, yang bertolak belakang dengan prestasi siswa saat PPDB.

2. metode pembelajaran selama ini masih bersifat ekspositori, dimana pembelajaran masih berpusat pada guru.

3. kecenderungan guru memperlakukan anak didik sebagai obyek sehingga siswa cenderung tergantung pada guru.

4. rendahnya kemampuan bekerjasama dalam kelompok.

5. keterbatasan waktu belajar materi unsur, senyawa dan campuran yang disediakan disekolah.

6. rendahnya minat belajar siswa

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah maka diperhatikan pembatasan masalah. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka pengkajian dan pembatasan masalah dititikberatkan pada:

1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah kelas VII RSBI Semester gasal SMP N 2 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012.

2. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing (untuk kelas eksperimen I) dan group investigation melalui eksperimen (untuk kelas eksperimen II).

3. Prestasi Belajar

Prestasi belajar yang diukur adalah aspek kognitif dan aspek afektif. Prestasi belajar aspek kognitif dilakukan dengan uji statistik dari selisih nilai pretest- posttest siswa. Prestasi belajar aspek afektif sebagai akibat dari proses pembelajaran dianalisa secara statistik.

4. Materi Ajar

Penyampaian materi dibatasi pada Unsur, Senyawa dan Campuran

commit to user

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu

1. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa aspek kognitif antara model pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran?

2. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa aspek afektif antara model pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Perbedaan prestasi belajar siswa aspek kognitif dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran

2. Perbedaan prestasi belajar siswa aspek afektif dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dalam penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Unsur, Senyawa dan Campuran.

commit to user

Manfaat teoritis dalam penelitian ini yaitu:

a. Memberikan masukan untuk mempertimbangkan proses peningkatan kualitas guru kimia dalam mengembangkan pencapaian prestasi belajar siswa.

b. Bagi guru kimia, dapat dijadikan sebagai alternatif metode pembelajaran dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

c. Bagi sekolah, penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi professional guru dalam memahami dan mengembangkan proses pembelajaran kimia.

d. Memberikan informasi kepada peneliti lainnya yang ingin mengembangkan penelitian serupa guna memperbaiki prestasi belajar siswa.

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar dan Pembelajaran

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri.

Pengertian belajar dapat ditemukan dalam berbagai sumber atau literatur. Meskipun ada perbedaan-perbedaan dalam rumusan pengertian belajar tersebut, namun secara prinsip ditemukan beberapa kesamaan. Burton dalam Aunurahman (2009:35) merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

H.C. Witherington dalam Aunurahman (2009:35) mengemukakan belajar adalah

suatu perubahan kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian.

James O. Whittaker dalam Aunurahman (2009:35) juga mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Abdillah dalam Aunnurahman (2009:35), belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Gage dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 11)

commit to user

akibat pengalaman. Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar dapat dipahami sebagai proses perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tetentu.

b. Teori Belajar

Adapun teori-teori belajar yang mendasari pengertian belajar yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Teori Perkembangan Piaget Menurut Piaget dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 152), “setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut, sensori-motor (0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional kongkret (7-11 tahun), operasional formal (11 tahun ke atas)”.

Pada tahap sensori motor, anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pemdengaran, perabaan, dan pergerakannya. Pada tahap pra-operasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial dan error”. Pada tahap operasi formal anak dapat berfikir abstrak seperti orang dewasa.

Teori perkembangan kognitif Piaget ini sangat erat kaitannya dengan penelitian ini. Sebab, pada penelitian ini menggunakan siswa SMP sebagai sampel. Menurut teori perkembangan Piaget, siswa SMP yang rata-rata berusia 12 tahun keatas diperkirakan sudah dapat berpikir formal, artinya dalam periode ini anak tidak perlu berpikir dengan bantuan benda atau hal-hal yang konkrit, ia mempunyai cara berpikir abstrak. Sehingga anak sudah mampu mempelajari ilmu kimia yang umumnya bersifat abstrak.

commit to user

Menurut Rosser (1984) dalam Ratna Willis Dahar (1989:98), “Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi, asumsi yang pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif”. Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, dimana perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan akan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri. Sedangkan untuk asumsi yang kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang sudah diperoleh sebelumnya. Model Bruner tersebut mendekati sekali dengan struktur kognitif Ausubel.

Pendekatan Bruner terhadap belajar dapat juga dikatakan sebagai suatu pendekatan kategorisasi. Bruner dalam Ratna Willis Dahar, “beranggapan bahwa semua interaksi-interaksi kita dengan alam melibatkan kategori-kategori yang diperlukan bagi pemfungsian manusia”. Menurut Bruner yang penting adalah kategorisasi dapat membawa manusia ke tingkat yang lebih tinggi daripada informasi yang diberikan. Manusia menentukan objek-objek tersebut dengan suatu kelas. Apabila manusia mengklasifikasikan suatu objek, maka manusia tersebut akan mempengaruhi objek tersebut dengan sekumpulan sifat-sifat, atribut-atribut kritis, dan hubungan-hubungan. Manusia melakukan ini melalui inferensi, yaitu menemukan lebih banyak daripada yang diperoleh secara langsung dari objek tersebut.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa belajar menurut Bruner merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan dari suatu sistem pengkodean (coding). Berbagai ketegori-kategori saling berhubungan sedemikian rupa, sehingga setiap individu mempunyai model yang unik suatu konsep. Pada model ini, belajar baru dapat terjadi dengan cara mengubah model tersebut, ini bisa terjadi melalui mengubah dan menghubungkan kategori-kategori dengan suatu cara yang baru, atau dengan menambahkan kategri-kategori baru. Menurut Bruner, belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah : a) memperoleh informasi baru, Informasi baru dapat berfungsi sebagai penghalusan dari informasi yang telah dimiliki seseorang sebelumnya; b)

commit to user

pengetahuan supaya sesuai atau tepat dengan tugas baru. Transformmasi informasi menyangkut cara seseorang memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi, atau dengan mengubah kebentuk yang lain; c) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan, seseorang menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai apakah cara seseorang tersebut dalam memperlakukan pengetahuan yang diperoleh sesuai dengan tugas yang ada.

3) Teori Belajar Bermakna Ausubel Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 111) berpendapat bahwa “belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi” seperti yang ditunjukkan pada Gambar

1.

Gambar 1. Skema bentuk-bentuk belajar Ausubel (Ratna Wilis Dahar 2011 : 94)

Sisw a dapat m engasmila

sikan materi pelajaran

Secara penemuan

Secara penerimaan

Siswa menghafal materi

Materi ditemukan oleh siswa

Siswa menghafal materi yang disajikan

Materi disajikan dalam bentuk final

Hafalan

Belajar dapat

Siswa memasukkan materi kedalam struktur kognitif

Siswa menemukan materi

Siswa memasukkan materi kedalam struktur kognitif

Materi disajikan dalam bentuk final

Bermakna

commit to user

atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa, yaitu melalui penerimaan atau penemuan. Kemudian untuk dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengkaitkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang sudah ada. Struktur kognitif yang dimaksud disini adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi- generalisasi yang telah dipelajari siswa.

Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 111), “pada tingkat pertama dalam belajar informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dengan bentuk belajaran penemuan, dimana bentuk ini mewajibkan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan”. Sedangkan pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengkaitkan informasi tersebut pada pengetahuan yang berupa konsep atau yang lain yang pernah mereka miliki, maka dalam hal inilah terjadi belajar bermakna. Namun ada kemungkinan pula bahwa siswa dalam hal ini hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru tersebut dan tidak menghubungkannya pada kosep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitifnya, maka disinilah terjadi belajar hafalan.

Ausubel dan Novak dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 115) menyebutkan tiga kelebihan yang dimiliki oleh belajar bermakna (meaningful learning), yaitu antara lain : a) Informasi yang dipelajari secara bermakna akan dapat diingat lebih lama; b) Informasi yang tersubsumsi (yaitu proses interaksi antara materi yang baru dipelajari dengan subssumer-subsumer yang ada) mengakibatkan adanya peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, sehingga memudahkan berlangsungnya proses belajar selanjutnya untuk materi pelajaran yang mirip; c) Informasi yang didapatkan tidak hilang begitu saja namun meninggalkan efek residual yang mempermudah untuk mempelajari hal-hal yang mirip, meskipun telah lupa.

4) Teori Belajar Menurut Gagne Menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Ada lima bentuk belajar yang diungkapkan oleh Gagne yaitu belajar responden, belajar kontiguitas, belajar operant, belajar observasional, dan belajar kognitif. Pertama, pada tingkat emosional yang paling primitif, terjadi perubahan perilaku diakibatkan

commit to user

Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu waktu memperoleh kemampuan untuk mengeluarkan respon terkondisi. Bentuk belajar semacam ini disebut belajar responden dan menolong kita untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau bidang- bidang studi. Kedua, belajar kontiguitas yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini sering kita alami. Ketiga, kita belajar bahwa konsekuensi-konsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangannya. Belajar semacam ini disebut belajar operant. Keempat, pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian. siswa belajar dari model-model, dan masing-masing siswa mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar observasional. Kelima, belajar kognitif terjadi dalam kepala, bila melihat dan memahami peristiwa- peristiwa disekitar (Ratna Wilis Dahar, 1989: 11-21).

c. Pengertian Pembelajaran

Dalam berbagai kajian dikemukakan bahwa instruction atau pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Sepintas pengertian mengajar hampir sama dengan pembelajaran, namun pada dasarnya berbeda. Dalam pembelajaran, situasi atau kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh guru. Istilah pembelajaran atau proses pembelajaran sering dipahami sebagai proses belajar mengajar di mana di dalamnya terjadi interaksi guru dan siswa dan antara sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa.

Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan. Demikian pula siswa yang memiliki sikap, kebiasaan atau tingkah laku yang belum mencerminkan eksistensi dirinya sebagai pribadi baik atau positif, menjadi siswa yang memiliki

commit to user

tanpa pembelajaran, namun hasil belajar akan tampak jelas suatu aktivitas pembelajaran (Aunurrahman, 2009 :34).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha sadar dari guru untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal sehingga mampu menimbulkan perubahan tingkah laku pada siswa yang berlangsung relatif lama.

2. Model Pembelajaran

Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model mengajar menurut Joyce dan Weil dalam Syaiful Sagala (2011:176) adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program multimedia dan bantuan belajar melalui program komputer.

Menurut Aunurrahman (2009:146), model pembelajran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan pembelajaran berupa deskripsi dari lingkungan belajar baik di kelas maupun ditempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas pembelajaran.

commit to user

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bias diterima oleh anggota kelompoknya (Made Wena, 2009:189).

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Made Wena, 2009:189)

Menurut Lie dalam Made Wena, (2009:189), pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa untuk tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan siswa lain dalam suatu kelompok kecil sebagai sumber belajar selain guru dan sumber ajar lainnya

Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif antara lain :

a. Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence).

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian semua anggota kelompok akan merasa saling ketergantungan.

b. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability).

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota

commit to user

kelompok harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akantetapi penilaian kelompok harus sama.

c. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction). Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yangluas kepada

setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiapanggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan individu, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara heterogen, dari segi budaya, latar belakang sosial, dankemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses memperkaya antar anggota kelompok.

d. Partisipasi dan Komunikasi (Participation Communication).

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif , guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya.

Ada bermacam macam tipe pembelajaran kooperatif, antara lain : Student Team Achievement Division (STAD), Teams Game Tournament (TGT), Jigsaw, Group Investigation (GI) , Team Accelerated Instruction (TAI) dsb. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah model Group Investigation. Tipe ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokratis.

commit to user

a. Pengertian Group Investigation

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah group investigation. Tipe ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokratis.

Model ini dikembangkan oleh John Dewey dan Herbert A. Thelen yang menggabungkan pandangan-pandangan proses sosial yang demokratis dengan penggunaan strategi-strategi intelektual atau ilmiah untuk membantu manusia menciptakan pengetahuan dan masyarakat yang teratur dengan baik.

Group investigation yang dikembangkan oleh Sholomo dan Yael Sharan di Universitas Tel aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif (Sharan and Sharan, 1992 dalam Salvin 2009: 25). Dalam model ini, para siswa dibebaskan membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua sampai enam orang anggota.

b. Tahap-Tahap Group Investigation

Dalam group investigation, siswa bekerja melalui enam tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain :

1) mengidentifikasi topik dan mengatur siswa kedalam kelompok; Pada tahap ini siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran. Kemudian siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topic yang mereka pilih. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen. Tugas guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.

2) merencanakan tugas yang akan dipelajari; Para siswa merencanakan bersama mengenai hal-hal yang akan dipelajari, cara yang digunakan untuk mempelajari hal-hal tersebut dan pembagian tugas individu dan tujuan yang harus dicapai setelah melakukan investigasi

commit to user

Pada tahap ini siswamengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya. Mereka saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi,dan mensintesis semua gagasan

4) menyiapkan laporan akhir; Pada tahap ini anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka. Mereka merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka. Kemudian wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasi rencana-rencana presentasi.

5) mempresentasikan laporan akhir; Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif. Para pendengar mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.

6) evaluasi. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman- pengalaman mereka. Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.(Slavin, 2008 : 218-220)

c. Keunggulan Group Investigation

Menurut Daniel Zingaro (2008 : 4-6) Group Investigation memiliki beberapa keunggulan antara lain :

1) Siswa memiliki pertanyaan dengan tingkat lebih tinggi, mereka membutuhkan penjabaran respon atau penggunaan pemecahan masalah.

2) Siswa pada lebih kooperatif dan altruistic, bahkan ketika mereka berinteraksi dengan siswa di luar tim mereka atau dalam situasi luar.

3) Siswa mampu mengekspresikan diri, memiliki kebebasan, tanggung jawab dan rasa diterima yang besar.

commit to user

berada di kelas tradisional.

d. Kelemahan Group Investigation

Menurut Daniel Zingaro (2008 : 6) Group Investigation memiliki beberapa kelemahan antara lain :