DOCRPIJM 37110ac27b BAB IVBAB IV

BAB IV ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN

4.1 Analisis Sosial

  RPIJM Bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang- undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

4.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut: 1.

  UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: 2. UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: 3. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014: 4. Permen LH Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: 5. Permen LH Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

  Prinsip Dasar Perlindungan

  Analisis dampak Lingkungan dan sosial program/kegiatan adalah suatu kegiatan pengkajian mengenai dampak-dampak lingkungan dan sosial negatif maupun positif yang diprediksikan akan terjadi di saat dan setelah proyek dilaksanakan. Kegiatan ini penting dilaksanakan sebagai bagian dari upaya Perlindungan lingkungan dan sosial. Analisa dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan terkait dengan isu-isu strategis yang melingkupi proses rekonstruksi dan rehabilitasi antara lain sebagai berikut :

  1. Lapangan Pekerjaan (Temporer)

  Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap terbukanya kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah tahap pembangunan. Pada tahap ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga kerja yang membutuhkan sejumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan khusus maupun

  unskilled. Peluang kerja ini dapat diisi oleh penduduk yang tinggal di

  sekitar kegiatan pembangunan. Selain peluang kerja, kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menumbuhkan aktifitas usaha masyarakat baik formal maupun informal.

  2. Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM

  Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan, perencanaan maupun tahap pembangunan.

  3. Penguatan Organisasi Masyarakat

  Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya organisasi-organisasi social yang ada di masyarakat.

  4. Kearifan Lokal

  Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas yang berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal ( local

  wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang

  secara konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan atau rembug-rembug warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan atas perbedaan pendapat dan pandangan, dan lain-lain sebagai dasar bangunan kearifan lokal.

  5. Keterbukaan dan Demokrasi

  Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya prosesdemokratisasi dan keterbukaan masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaanini dapat di lihat dari proses dan dinamika warga masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari proses paling awal seperti saat perencanaan hingga ke proses pelaksanaan pembangunan.

  6. Transparansi dan Akuntabilitas

  Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranyatransparansi dan akuntabilitas, hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan (khususnya dalam konteks pengelolaan dana pembangunan).

  7. Perubahan Pola Hidup atau Kebiasaan

  Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola hidup/kebiasaan masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahappersiapan, perencanaan sampai tahap pembangunan. Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi baik terhadap sesamanya maupun terhadap lingkungan di sekitarnya. Kegiatan pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok diperkirakan menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan konstruksi relasi social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.

  8. Konflik Sosial

  Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan, pengelolaan keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang sangat potensial menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari masyarakat dengan kebjakan proyek yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya kuatnya intervensi pemerintah dan aparat desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat terhadap rencana pembangunan, selain itu karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ataupun kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri.

  9. Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya

  Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anak anak) untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk memastikan keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut.

  10.Sikap atau Persepsi Negatif Masyarakat

  Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang sepenuhnya tidak ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal, akan menimbulkan sikap dan persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap segala kegiatan yang dilaksanakan. Potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terutama apabila kegiatan pembangunan menimbulkan dampak negatif terhadap aspek ekonomi, budaya, kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam jangka waktu lama akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik baik vertikal maupun horizontal.

  11.Pembebasan Lahan atau Tanah

  Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau seluruhnya lahan/tanah milik perorangan atau kelompok (pemerintah/swasta) yang akan digunakan sebagai tapak pembangunan infrastruktur sehingga dalam implementasinya akan dilaksanakan pembebasan terhadap lahan/tanah tersebut. Dalam proses pembebasan lahan/tanah tersebut dimungkinkan akan menimbulkan dampak terjadinya perselisihan yang membutuhkan penanganan secara komprehensif denganmelibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu pendekatan dan cara yang manusiawi dan berkeadilan.

  Kerangka Perlindungan 1.

  Perlindungan Lingkungan dan sosial sebagai dasar untuk melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan, dan pelaksanaan keterbukaan secara konsultasi public dengan warga yang terkena dampak

  2. Safequard Pembangunan Kawasan Agopolitan, Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan adalah sebagai dasar untuk melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan, dan pelaksanaan keterbukaan secara konsultasi public dengan warga yang terkena dampak.

  Pembiayaan

  Berdasarkan prinsip dasar Perlindungan, pembiayaan Perlindungan sosial dan lingkungan dapat di lakukan atau didanai dari banyak sumber, baik APBN, APBD Propinsi, APBD Kabupaten/Kota, pendanaan dari swasta dan masyarakat. Namun pembiayaan ini benar- benar diperuntukan untuk melindungi kehidupan sosial masyarakat dan kesinambungan lingkungan tempat masyarakat beraktifitas. Pembiayaan tidak boleh dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang dapat merusak sosial masyarakat dan lingkungan atau berdampak negatif seperti :

  RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait

   dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan penebangan kayu RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait

   dengan kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau memiliki nilai spiritual RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai pembangunan atau

   rehabilitasi bendungan atau investasi yang mempunyai ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun yang sedang dibangun RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak diperuntukkan membiayai kegiatan

   yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida atau insektisida serta bahan-bahan beracun dan berbahaya lainnya (B3) RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak diperuntukkan membiayai kegiatan

   yang melakukan pengadaan bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau, asbes dan sebagainya.

4.2 Analisis Perlindungan Sosial

  Komponen Perlindungan ini akan meliputi komponen sosial ekonomi, komponen sosial budaya dan komponen lingkungan

  A. Komponen Sosial Ekonomi

  Dalam penyusunan program dan kegiatan bidang pekerjaan umum/cipta karya, komponen sosial ekonomi merupakan komponen yang langsung terpengaruh akibat dari pembangunan tersebut. Semua program dan kegiatan ini harus dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sebagai pemanfaat dan juga meningkatkan taraf sosial masyarakat itu sendiri. Dengan dibangunnya atau ditingkatkannya satu jalur jalan saja misalnya, akan dapat memperlancar usaha masyarakat terutama untuk akses lalu lintas yang tentunya akan dapat menghemat waktu dan biaya. Begitu pula dampaknya terhadap sosial masyarakat, jika transportasi lancar tentunya masyarakat pada suatu wialayah akan lebih dapat bersosialisasi dengan wilayah lain. Ini tentunya akan dapat meningkatkan hubungan sosial diantara masyarakat.

  B. Komponen Sosial Budaya

  Dalam pelaksanaan program dan kegiatan bidang cipta karya yang menjadi perhatian adalah manfaat atau dampak positif bagi kehidupan masyarakat baik hasil atau output maupun dalam proses pelaksanaan kegiatan. Dampak positif dalam hal ini adalah dimana pembangunan fisik yang dilaksanakan oleh pemerintah atau swasta tidak bertentangan dengan sosial dan budaya masyarakat setempat. Pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan bidang cipta karya diharapkan semaksimal mungkin dapat memanfaatkan potensi dan sumber-sumber yang ada dalam lingkungan masyarakat, seperti tenaga kerja, material dan juga ditunjang dengan adanya swadaya dari masyarakat itu sendiri. Hal ini akan memberikan dampak positif yang langsung dirasakan masyarakat terutama dalam peningkatan ekonomi masyarakat.

  C. Komponen Lingkungan

  Pelaksanaan program dan kegiatan mulai dari perencanaan sudah harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan baik skala kecil (kawasan tempat pembangunan) ataupun skala besar. Pembangunan bidang cipta karya tidak boleh dilakukan pada kawasan-kawasan yang dapat mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan dan diharapkan dapat ditunjang dengan pengelolaan lingkungan yang baik pasca pembangunan. Pembangunan bidang cipta karya sangatlah memperhatikan kondisi lingkungan sesuai dengan peruntukan lahan yang tertuang dalam RTRW Kota.

4.2.1 Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Perencanaan dan pelaksanaan serta pengelolaan pembangunan cipta karya memang tidak terlepas dari aspek lingkungan, budaya dan sosial masyarakat. Dampak yang diakibatkan oleh pembangunan bidang cipta karya secara langsung bisa positif maupun negatif. Perencanaan program dan kegiatan perlu didahului oleh kajian terhadap perkiraan dampak yang akan terjadi. Pendugaan dampak yang akan terjadi dilakukan terhadap lingkungan sosial dan budaya yang ada pada lokasi kegiatan.

  1. Proses Pemilihan Alternatif

  Dalam proses kajian terhadap dampak yang akan terjadi akibat pembangunan bidang Cipta Karya akan ditampilkan kemungkinan-kemungkinan dampak baik yang bersifat positif maupun negatif. Dari perkiraan dampak tersebut, dapat dilakukan alternatif- alternatif pembangunan maupun perbaikan atau pemulihan terutama dampak negatif yang akan mungkin terjadi. Secara umum pemilihan alternatif pembangunan dilakukan dengan menonjolkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif. Sehingga dari pemilihan ini dapat dihasilkan perencanaan, dan pembangunan bidang cipta karya yang bermanfaat terhadap masyarakat dan berkelanjutan.

  2. Penyajian Pemilihan Alternatif

  Penyajian pemilihan alternatif dibuatkan dalam bentuk tampilan yang dapat dipahami secara baik. Pemilihan alternatif ini perlu ditunjang dengan analisa yang dapat meminimalkan dampak negatif yang akan terjadi akibat pembangunan bidang cipta karya.

4.2.2 Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

1. Sistim Pengelolaan

  Pengelolaan Perlindungan pada Kab/Kota mengacu kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan instansi terkait seperti Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan pasal 5 (1) mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak lingkungan besar dan signifikan harus dilengkapi dengan AMDAL. Pengelolaan Perlindungan harus dilakukan dengan mengutamakan tujuan dari pengelolaan Perlindungan itu sendiri yaitu untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas pencemaran air limbah permukiman. Secara teknis guna mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan akibat limbah sampah pasar, perkantoran, permukiman, Pemerintah Kota Payakumbuh telah membangun TPA yang dapat melayani 5 kabupaten/kota (Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kabupapaten Lima Puluh Kota dan Payakumbuh) secara kelembagaan pengelola telah dibentuk oleh Pemerintah provinsi Sumatera Barat, berupa UPTD TPA Regional akan mulai beroperasional tahun 2013, dan pengadaan IPLT dibawah Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Payakumbuh. Kedepan diharapkan lembaga ini dapat mengembangkan sistim dan teknologi pengelolaan limbah tersebut yang dapat menjaga kondisi lingkungan permukiman khususnya agar tidak tercemar serta dapat mengembalikan lingkungan yang bersih akibat pencemaran. Beberapa sistim pengelolaan terkait kesehatan lingkungan masyarakat telah dilakukan di Kota Payakumbuh. Dalam pengelolaan sampah, telah mulai dilakukan dengan sistim 3R (reuse, reduce and recycling) serta dengan telah dibangunnya dan ditingkatkannya TPA Regional berlokasi di Kapalo Koto akan menampung lima Kabupaten/Kota yang difsilitasi oleh Pemerintrh Provinsi Sumtera Barat. Untuk sistim pengelolaan limbah kedepan akan dilakukan dengan sistim pengelolaan terpusat (offsite system) terutama pada kawasan permukiman atau perumahan serta pada industri-industri rumah tangga seperti pabrik tahu serta pengelolaan limbah kimia seperti pada RSUD Payakumbuh.

2. Pelaksanaan Pengelolaan

  Untuk mencapai tujuan pengelolaan Perlindungan dalam pembangunan bidang PU/Cipta Karya, pelaksanaan pengelolaan telah dilakukan mulai tahap perencanaan dalam hal ini dalam proses perizinan apakah izin lokasi, izin usaha maupun IMB dengan syarat-syarat pengurusan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh Untuk urusan perizinan dikelola oleh Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Izin Satu Pintu dengan melibatkan SKPD teknis terkait.

  Secara teknis, pembangunan bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya dikelola oleh instansi teknis seperti Dinas Pekerjaan Umum Kota Payakumbuh. Pengelolaan Perlindungan pembangunan Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya dilakukan secara terus menerus mulai tahap perencanaan hingga pasca pembangunan. Keberadaan unsur swasta dan masyarakat memberikan nuansa yang sangat positif terutama dalam penyampaian keluhan yang dirasakan. Keluhan ini dapat menjadi masalah atau kendala yang harus dicarikan jalan keluarnya. Keberadaan Satgas RPIJM dalam hal ini sangat dituntut untuk dapat mengantisipasi dan merencanakan sekaligus melaksanakan pengelolaan Perlindungan sosial dan lingkungan yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan sosial masyarakat Kota Payakumbuh guna mewujudkan pembangunan Kota Paykumbuh yang lebih maju dan berwawasan lingkungan. Selain itu, Tim UKL/UPL dibawah koordinator Kantor Lingkungan Hidup Kota Payakumbuh diharapkan dapat lebih memberikan kontribusi dalam melakukan kajian dan memberikan persetujuan terhadap RKL/RPL.

3. Pembiayaan Pengelolaan

  Saat ini pengelolaan Perlindungan pembangunan bidang pekerjaan umum/cipta karya memang masih belum optimal. Banyak hal yang sangat mempengaruhi belum optimalnya pengelolaan tersebut dan salah satunya adalah pembiayaan pengelolaan. Pembiayaan selama ini memang masih sangat tergantung kepada APBD Kota Payakumbuh yang masih jauh dari memadai. Keterbatasan jumlah dana menjadi kendala utama. Untuk optimalisasi pengelolaan Perlindungan, pendanaan dari sumber lain seperti APBN, APBD Propinsi serta pendanaan dari swasta dan masyarakat sangat diharapkan. Pendanaan dari masyarakt dapat berupa partisipasi aktif dalam pengelolaan terutama dilingkungan rumah tangga mereka sendiri. Pendanaan dari swasta dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama. Selain itu perlu juga dilakukan sosialisasi atau promosi dimana limbah rumah tangga juga dapat menjadi sumber ekonomi atau bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan seperti usaha sedot tinja yang selama ini masih dikelola oleh Dinas Tata Ruang dan Kebersihan serta keberadaan WC umum yang dikelola oleh swasta.

4.2.3 Aspek Sosial Pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

1. Tipe Pemantauan

  Dalam pelaksanaan pembangunan bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya, semua stakeholder dapat langsung menjadi pengawas sekaligus pemantau. Input, output terlebih lagi impact (dampak) sangat penting dalam sebuah pelaksanaan kegiatan. Pembangunan akan sangat berdampak bagi sosial masyarakat dan lingkungan. Dampak positif merupakan harapan dari suatu kegiatan. Namun dampak negatif juga akan terjadi. Pemantauan dari semua pihak akan menjadi bahan masukan dan data yang dapat dijadikan referensi dalam melaksanakan pembangunan. Pemantauan yang dilaksanakan tidak hanya dalam perencanaan dan pelaksanaan saja namun pemantauan dampak pasca pembangunan merupakan hal yang sangat penting, walaupun sangat sering dilupakan. Tipe pemantauan dapat berupa peninjauan langsung kelapangan oleh Tim yang terintegrasi ataupun berupa masukan dari masyarakat atau swasta yang mengerti dan peduli terhadap pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Penanganan keluhan publik secara transparan perlu dikembangkan dengan cara penyampaian jawaban atas keluhan serta menyampaikan alternatif penyelesaian atau rencana tindak dari keluhan tersebut.

2. Prosedur Pemantauan

  Prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dari beberapa kegiatan utama, yakni pentapisan awal subproyek sesuai dengan kriteria sesuai dengan persyaratan

  Perlindungan,

  evaluasi dampak lingkungan; pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dari subproyek yang diusulkan, perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL (KA- ANDAL, ANDAL, dan RKL/RPL), pelaksanaan, dan pemantauan pelaksanaan.

Tabel 4.1 Subproyek Menurut Dampak Lingkungan

  

Kategori Dampak Persyaratan Pemerintah

  Subproyek dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang buruk, berkaitan dengan

  A kepekaan dan keragaman dampak yang ANDAL dan RKL/RPL

  ditimbulkan, upaya pemulihan kembali *) sangat sulit dilakukan Subproyek dengan ukuran dan volume kecil, mengakibatkan dampak lingkungan

  B

  akan tetapi upaya pemulihannya sangat UKL/UPL mungkin dilakukan

  C

  Surat Persetujuan yang disepakati dan ditandatangani bersama antara pemrakarsa kegiatan dan warga yang menghibahkan tanahnya dengan sukarela

  pada tahap akhir kegiatan. Pemantauan dilakukan mulai pada tahap pelelangan, masa konstruksi, sampai pada masa operasi. Pada tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota, pelaksanaan pemantauan dapat dilakukan oleh tim teknis yang dibentuk oleh Bupati/Walikota yang diprakarsai oleh Bappeda, Bagian Pengendalian Administrasi Pembangunan. Hasil pemantau harus dilaporkan kepada kepala daerah dalam hal ini adalah Walikota.

  Perlindungan sebaiknya dimulai dari tahap awal sampai

  Pemantauan Pelaksanaan

  RTPTPK menyeluruh

  Pembebasan tanah berdampak pada ≥ 200 orang atau memindahkan warga > 100 orang

  D

  RTPTPK sederhana

  Pembebasan tanah berdampak pada < 200 orang atau 40 KK atau ≤ 10% dari asset produktif atau melibatkan pemindahan warga sementara selama masa konstruksi

  C

  Pembebasan Tanah secara Sukarela : Hanya dapat dilakukan jika lahan produktif yang dihibahkan ≤ 10% dan memotong < bidang lahan sejarak 1,5 m dari batas kavling atau < garis sepadan bangunan, dan bangunan atau asset tidak bergerak lainnya yang dihibahkan senilai ≤ Rp.1 juta

  Subproyek yang tidak memiliki komponen konstruksi dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanah, dan air.

  B

  Laporan yang disusun oleh Pemrakarsa kegiatan

  2. Subproyek seluruhnya atau sebahagian menempati tanah yang telah dihibahkan secara sukarela

  Surat pernyataan dari pemrakarsa Kegiatan

  1. Subproyek seluruhnya menempati tanah Negara

  Subproyek tidak melibatkan kegiatan pembebasan tanah

  Kategori Dampak Persyaratan A

  Tabel 4.2

Kategori Subproyek Menurut Dampak Kegiatan Pembebasan Tanah dan Permukiman

Kembali

  Tidak diperlukan ANDAL atau UKL/UPL