DAFTAR ISI - DOCRPIJM b2af046618 BAB IVBAB 4
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
DAFTAR ISI
BAB 4 ANALISIS LINGUNGAN, SOSIAL, DAN EKONOMI ..............................................................................2
4.1
Analisis Lingkungan........................................................................................................................................2
4.1.1
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ...........................................................................2
4.1.2
Anaisis Dampak Lingkungan, UKL/UPL DAN SPPLH .......................................................6
4.2
Analisis Dampak Sosial ..............................................................................................................................15
4.2.1
Aspek Sosial Pada Perencanaan Dan Pembangunan Bidang Cipta Karya ....15
4.2.2
Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya..................18
4.2.3
Aspek Sosial Pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya....20
BAB 4
1
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
BAB 4
ANALISIS LINGUNGAN, SOSIAL, DAN EKONOMI
4.1
Analisis Lingkungan
4.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Dalam pelaksanaan program pembangunan pada saat ini, ada beberapa syarat yang telah
ditetapkan
oleh pemerintah dalam mengantisipasi kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh pembangunan tersebut, untuk mengantisipasi hal tersebut di atas
maka dibuatkan dokumen SAFEGUARD (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).
Peraturan dan perundang – undanganyang berhubungan dengan SAFEGUARD adalah:
Undang – undang
No. 4 tahun
1982, tentang
ketentuan-ketentuan
pokok
pengelolaan lingkungan hidup.
Undang-undang No. 5 tahun 1990, tentang Konversi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya
Undang-undang No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang
UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 15 (1) : “Setiap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan hidup”
Keputusan
Presiden
RI No. 23 tahun 1990 tentang Badan Pengendalian
dampak Lingkungan
PP 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pasal 1 (1),
3 (2) dan 17 : AMDAL terdiri atas :
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL); dan
Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) yang disusun b
Peraturan
Pemerintah
No. 51 tahun
1993 tentang
Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (BAPEDAL) No. 056/1994, tanggal 18 Maret 1994 tentang Pedoman
Ukuran dampak Lingkungan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kep.12/MENLH/3/94, tanggal 14 Maret
1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemanfaatan lingkungan (UPL)
BAB 4
2
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No.Kep.11/MENLH/3/94.
tanggal 19
Maret 1994, tentang jenis usaha atau kegiatan wajib dilengkapi SAFEGUARD
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No.Kep.13/MENLH/3/94.
tanggal 19
Maret 1994 tentang Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata Kerja Komisi
SAFEGUARD
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.154/MENLH/3/1994, tanggal 19
Maret 1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan SAFEGUARD.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang
Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan. Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang
penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya
alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat
dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.
Untuk itu, pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu kepada aspek
konservasi dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya
berorientasi ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi Oleh
karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi tetapi
juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian
serta kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber
daya alam dan lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor
pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya
alam dan lingkungan
hidup
sehingga keberlanjutan
pembangunan
tetap
terjamin. Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya memberi kesempatan dan
ruang bagi peranserta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan
pembangunan berkelanjutan. Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan
dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam terutama dalam
rangka perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daera h,
kontrol masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup merupakan hal yang penting. Dengan demikian hak dan
kewajiban masyarakat untuk
memanfaatkan dan memelihara keberlanjutan
sumber daya alam dan lingkungan harus dapat dioptimalkan. Kesalahan dalam
pengelolaan dapat berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan sumber daya
alam, termasuk kerusakan hutan lindung, pencemaran udara, hilangnya
keanekaragaman
BAB 4
hayati,
kerusakan
konservasi
alam,
dan
sebagainya.
3
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk
mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak tempat yang antara lain
berupa pencemaran industri, pembuangan
limbah yang tidak memenuhi
persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi
lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan, dan eksploitasi hutan lindung
yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
A. PRINSIP DASAR SAFEGUARD
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51/1993, pengertian SAFEGUARD adalah
hasil studi mengenai “Dampak Penting”
direncanakan terhadap
lingkungan
suatu usaha atau kegiatan yang
hidup
yang diperlukan
sedangkan dampak penting adalah suatu perubahan
bagi proses
lingkungan yang s angat
mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan. Untuk
“dampak
penting”
menurut
keputusan
No.Kep.056/1994 adalah sebagai berikut :
kepala
ukuran
BAPEDAL
RI
Jumlah Manusia yang akan terkena dampak, Dampak lingkungan suatu kegiatan
menjadi penting bila manusia di wilayah studi SAFEGUARD yang terkena dmpak
lingkungan tetapi tidak menikmati manfaat dari kegiatan, jumlahnya sama atau
lebih besar dari jumlah manusia yang menikmati manfaat dari kegiatan diwilayah
studi.
Luas Wilayah Persebaran Dampak, dampak lingkungan suatu kegiatan bersifat
penting bila rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan adanya wilayah yang
mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas dampak , atau tidak
berbaliknya dampak, atau kumulatif dampak
Lamanya dampak Berlangsung, dampak lingkungan bersifat penting bila
rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan timbulnya perubahan mendasar
dari segi intensitas dampak atau tidak berbaliknya, atau segi kumulatif dampak
yang berlangsung hanya pada satu atau lebih tahapan kegiatan (perencanaan,
konstruksi, operasi dan pasca operasi)
Intensitas Dampak, intensitas dampak mengandung pengertian yang timbul
bersifat hebat, drastis serta berlangsung didaerah yang bersifat lu as, dalam kurun
waktu yang relativ singkat. Dengan demikian dampak lingkungan yang tergolong
penting antara lain, bila rencana usaha atau kegiatan akan menyebabkan
perubahan pada sifat-sifat fisik atau hayati lingkungan yang melampaui
baku
mutu lingkungan menurut perundang - undangan yang berlaku.
BAB 4
4
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
Banyaknya Komponen
Lingkungan Lain yang Terkena Dampak,
Dampak
tergolong penting bila dampak lingkungan berlangsung berulang kali dan terus
lingkungan bertumpuk dalam satu ruang
tertentu sehingga tidak dapat
diasimilasikan oleh lingkungan alam atau sosial yang menerimanya.
Berbalik atau tidak Berbaliknya Dampak, Dampak bersifat penting apabila
perubahan yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan tidak dapat
dipuluhkan kembali walaupun dengan intervensi manusia
Safeguard diperlukan untuk Untuk melindungi warga dan lingkungan dari
dampak proyek yang merugikan.
Pada proyek USRP terdapat potensi besar
dampak besar dan penting dan memerlukan pengadaan lahan dan (atau tanpa)
pemukiman kembali. Peraturan perundangan RI dan/atau kebijakan operasional
Bank Dunia mengharuskan proyek dengan ciri yang demikian dilengkapi AMDAL,
dan Rencana Tindak Pengadaan Lahan (dan Pemukiman Kembali, jika perlu).
Waktu penyiapan Safeguard:
Sebelum proyek dimulai, sebagai bagian dari FS (Studi Kelayakan)
Proyek tahun I:
FS (termasuk kajian safeguard) diselesaikan sebelum appraisal
Kajian safeguard lingkungan: UKL/UPL
Kajian safeguard pengadaan lahan tidak ada, karena jenis dan skala proyek
telah diseleksi.
B. KERANGA SAFEGUARD
Safeguard
sesungguhnya
merupakan
salah
satu
alat
untuk
tujuan
pengelolaan lingkungan hidupyang berperan untuk memasukkan pertimbangan –
pertimbangan lingkungan ke dalam proses perencanaan pembangunan Menurut
PP/51/1993, pasal 6
kegiatan
menegaskan
bahwa
SAFEGUARD merupakan bagian
studi kelayakan rencana uasaha atau kegiatan. Ini berarti alternatif
yang berkembang dalam studi kelayakan juga perlu dipertimbangkan dampaknya
terhadap lingkungan hidup sebelum dipilih alternatif yang layak secara teknis,
demikian SAFEGUARD akan berperan dalam meningkatkan kegunaan proyek
dengan mengurangi dampak negatif dan memperbesar dampak positif.
C . PEMBIAYAAN
Sumber Pembiayaan untuk SAFEGUARD ini bersumber dari pemda melalui dana
APBD II dan APBD I juga bersumber dari dana pusat dan masyarakat serta
kalangan swasta.
BAB 4
5
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
D . KOMPONEN SAFEGUARD
Dalam pelaksanaan usaha dan kegiatan pembangunan di bidang Pekerjaan Umum
adalah beberapa kegiatan pembangunan yang diwajibkan untuk melaksanakan
kegiatan
SAFEGUARD yang
ditetapkan dalam rangka
dilakukan
sesuai
untuk
dengan
aturan-aturan
menyeimbangkan
dengan menitikberatkan
yang
telah
kegiatan-kegiatan yang
pada keseimbangan antar
usaha atau
kegiatan dengan lingkungan yang memperoleh manfaat dari usaha atau kegiatan
tersebut.
E. METODE PENGGUNAAN DAMPAK
Bagi
rencana
atau
usaha
atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi
dengan SAFEGUARD disebabkan tidak ada dampak penting secara teknologi sudah
dapat dikelola dampak pentingnya, tetap diharuskan
Lingkungan (UKL) dan UpayaPemantauan
Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UPL) sesuai dengan
peraturan yang berlaku yang diatur melalui suatu pedoman Umum.
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
lingkungan perlu
disusun sedemikian rupa sehingga dapat :
Langsung
usaha
mengemukakan
informasi
penting
setiap jenis rencana
atau kegiatan yang merupakan sifat proyek itu sendiri dan dapat
menimbulkan dampak potensial terhadap lingkungan.
Informasi komponen lingkungan yang terkana dampak
Upaya UKL dan UPL yang harus dilakukan oleh pemrakarsa pada
tahap prakonstruksi, konstruksi maupun pasca konstruksi.Karena UKL
dan
UPL bukan merupakan
dokumne
diarahkan
bagian dari SAFEGUARD, maka kedua
tersebut tidak dinilai oleh komisi SAFEGUARD, melainkan
langsung oleh instansi teknis yang membidangi
dan
bertanggung jawab atas pembinaan usaha atau kegiatan tersebut melalui
suatu petunjuk teknis.
4.1.2 Anaisis Dampak Lingkungan, UKL/UPL DAN SPPLH
A . PRINSIP DASAR
Prinsip AMDAL secara garis besar digambarkan sebagai berikut, semua
kegiatan yang diajukan dan atau akan diusulkan harus sesuai dengan
prinsip lingkungan serta telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
BAB 4
6
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
1)
Pengkajian
lingkungan
dan
rencana
penanggulangannya
dapat
berbentuk
: (i) AMDAL (atau ANDAL dan RKL/RPL), atau (ii) UKL/UPL,
tergantung
kategori dampak proyek dimaksud (lihat daftar kategori, di
bawah). Penentuan
kategori lingkungan untuk masing-masing proyek
mengacu pada kriteria yang ditetapkan dalam kerangka safeguard ini.
2)
AMDAL dan
UKL/UPL
harus
dipandang
sebagai alat
untuk
meningkatkan kualitas proyek. Karena itu, AMDAL atau UKL/UPL harus
menjadi bagian tak terpisahkan dari analisis kelayakan teknis, ekonomi,
sosial, institusional dan keuangan setiap usulan proyek.
3)
Sedapat mungkin proyek harus menghindari,
atau meminimalkan,
dampak negatif pada lingkungan. Alternatif desain, termasuk alternatif
tanpa proyek, harus
dikaji dengan seksama sebelum usulan proyek
diajukan. Sebaliknya, proyek harus dirancang sedemikian sehingga dampak
positif dapat dimaksimalkan.
4) Proyek yang menimbulkan
dampak negatif terhadap
lingkungan, dan
dampaknya tidak dapat dikelola melalui rancangan atau praktek-praktek
5)
Proyek yang mengganggu habitat alam kritis, masyarakat terasing dan
rentan (IVP), kawasan lindung,
atau
merupakan
kawasan sengketa. Di
samping itu, produksi, atau penggunaan:
Bahan-bahan
yang
merusak ozon, tembakau atau produk-produk
tembakau.
Asbes, berbagai tindakan
pencegahan berkaitan
dengan penggunaan
asbes, seperti renovasi bangunan yang menggunakan
asbes, akan
diterapkan.
Bahan beracun berbahaya (B3). Proyek yang menggunakan, memproduksi,
menyimpan atau mengangkut bahan-beracun berbahaya (toksik, korosif,
atau eksplosif) atau bahan berkategori B3 dalam undang-undang
Indonesia, tidak dapat dibiayai.
Pestisida, herbisida, dan insektisida.
Konstruksi bendungan (dam).
Kekayaan budaya. Proyek yang merusak kekayaan budaya, termasuk
barang, struktur
fisik dan lokasi yang dianggap sakral atau setidaknya
memiliki nilai spiritual, tidak dapat dibiayai.
BAB 4
7
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
6)
Karena alasan praktis, disarankan agar proyek investasi tahun I tidak
termasuk proyek yang perlu dilengkapi dengan AMDAL. Proyek-proyek
dimaksud dapat diusulkan pada tahun II, atau setelahnya.
B . KATEGORI PROYEK
Safeguard lingkungan ini berlaku pada semua tahap pengembangan proyek,
seperti: pengajuan usulan, perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian
proyek tiap proyek atau kegiatan yang diusulkan dapat dikelompokkan ke
dalam salah satu dari 3 kategori berikut. Kategorisasi serupa berdasarkan
peraturan-perundangan
BAB 4
Nasional
juga
dicantumkan
dalam
tabel.
8
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
Tabel 4.1 Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Di Lengkapi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Untuk Bidang Pekerjaan Umum Bidang
Cipta Karya
1.
Persampahan
Pembuangan dengan sistem controlled landfill, sanitary
2.
a.
b.
landfill dengan luas landfill
TPA di daerah pasang surut dengan luas landfill
c.
Pembangunan transfer station dengan kapasitas
Pembangunan Perumahan/Permukiman
a. Kota sedang dan kecil dengan luas
b. Kota besar dengan luas
≥ 40
25 Ha
≥ 1.000 ton/hari
≥ 200 Ha
≥ 100 Ha
≥ 50 Ha
c.
Kota Metropolitan dengan luas
3.
a.
b.
4.
IPLT dan/IPAL dengan luas kolam
≥ 3 Ha
Pembangunan sistem perpipaan air limbah dengan luas ≥ 500 Ha
Drainase
Permukiman
layanan
a. Pembangunan saluran di kota besar/metropolitan
- lebar
≥5 m
- atau panjang
≥ 10 km
b. Pembangunan saluran di kota sedang
- lebar
≥ 10 m
- atau panjang
≥ 15 km
Air Bersih di kota besar/metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi dengan luas layanan ≥ 1.500 Ha
b. Pembangunan jaringan transmisi, dengan panjang
≥ 25 Km
Pengambilan air dari danau, sungai, mata air atau sumber air
5.
6.
lainnya dengan debit pengambilan
Sumb Permen LH No. 11 Tahun 2006
≥ 500 liter /detik
er :
BAB 4
9
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
Tabel 4.2 Jenis Usaha dan/ atau Kegiatan yang Wajib di Lengkapi UKL-UPL
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL - UPL untuk Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya
No.
1.
Jenis Usaha/Kegiatan
Skala (Besaran)
Dasar Pertimbangan
Alasan Ilmiah Khusus
Persampahan
Tempat Pembua nga n Akhir (TPA)
dengan system control ladfill
atau sanitary landfill
Luas
a.
b.
Kapasitas
TPA di daerah pasang surut
Luas
Kapasitas
Pembang una n Transfer Station
c.
d.
(kapasitas operasional)
Pembang una n incenerator
e.
Bangunan Komposting dan daur
ulang (kapasita s sampah baku)
2.
1.000.000 jiwa
Kota Sedang Populasi 200.000 1.000.000 jiwa
Kota Kecil Populasi 20.000 - 200.000
500.000 jiwa
Kota Kecamatan Populasi 3.000 jiwa
20.000 jiwa
C . PENGADAAN LAHAN /TANAH
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali terpicu jika suatu proyek yang akan
didanai berlokasi pada tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh
usaha privat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa
semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya
memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak negatif
akibat pengadaan tanah ini. Prinsip pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus
dilakukan secara:
a)
Transparan: Proyek dan kegiatannya yang terkait harus diinformasikan secara
transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup,
antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan
terkena; Partisipatif: Warga yang mungkin perlu dipindahkan (Displaced People - DP)
harus terlibat dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi
proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, dan lokasi pemukiman kembali;
b)
Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan warga yang
terkena dampak. Warga dimaksud memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi yang
BAB 4
12
memadai, seperti tanah alternatif dan/atau uang kompensasi yang sama dengan harga
pasar tanah dan aset. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat
tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh Pemrakarsa. Warga yang terkena harus diberi
kesempatan untuk membahas secara
terpisah
di
antara
mereka
sendiri dan
menyetujui syarat-syarat dan jumlah kompensasi dan/atau pemukiman kembali.
c) Terdapat sejumlah cara untuk menghitung kompensasi: i). tanah, berdasarkan nilai
pasar setempat yang mempunyai nilai ekonomi atau keuntungan lo kasional yang sama,
berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi/kualitas bangunan yang sama;
iii). tanaman, sesuai dengan harga pasar, ditambah perhitungan atas kerugian non material; dan iv). aset lain, diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan
memperhitungkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh aset yang sama.
d) Pihak-pihak terkena yang dimaksud di sini dapat termasuk orang, badan hukum,
atau lembaga yang, karena implementasi proyek, terkena dampak dalam bentuk seperti:
a). faktor fisik, berupa tanah, bangunan, tanaman, atau aset lainnya; dan b). faktor
non-fisik, berupa
manfaat
lokasional,
akses ke tempat kerja, infrastruktur, dan
sebagainya. Berdasarkan alas haknya, kategori spesifik warga atau pihak yang terkena
adalah sebagai berikut: i).pemilik – orang yang memiliki hak atas tanah, termasuk
masyarakat adat pemegang hak ulayat; ii). penyewa - orang atau pihak yang menguasai
tanah berdasarkan perjanjian atau kesepakatan tertentu dengan pemilik tanah; iii).
penggarap – orang atau pihak yang menguasai tanah secara fisik tanpa alas hak, atau
perjanjian dengan pemilik tanah; dan iv). nadzir – orang atau pihak yang mengelola tanah
wakaf.
e) Warga atau pihak yang terkena perlu menyepakati suatu nilai kompensasi tertentu,
atau jika dapat diterima, secara sukarela menyumbangkan sebagian tanah dan asetnya
kepada proyek. Pertemuan dan diskusi di kalangan warga atau pihak yang terkena,
difasilitasi oleh Forum Stakeholders, akan diatur untuk menjamin bahwa warga atau
pihak tersebut dapat mengambil keputusan secara independen.
f)
Pemberian secara sukarela hanya dapat dipertimbangkan jika warga yang
terkena mendapatkan manfaat langsung yang jauh melebihi harga tanah (dibuktikan
dengan atau kurang dari 10% dari luas tanah tersebut, dan dikuatkan oleh surat
persetujuan yang ditandatangani
oleh warga dimaksud setelah mereka melakukan
pembicaraan terpisah seperti dimaksud pada butir F di atas dan mendapatkan
penjelasan atas hak-hak mereka. Tim Pemantau Safeguard harus memastikan bahwa
tidak ada paksaan atas warga tersebut untuk memberikan tanahnya secara sukarela.
Persetujuan ini harus didokumentasikan dalam dokumen resmi (legal).
BAB 4
13
g)
Proyek harus sudah memiliki batas-batas (alignment) tanah yang dibutuhkan,
jumlah warga yang harus dipindahkan, informasi umum tentang pendapatan dan mata
pencaharian warga tersebut, dan harga pasar tanah yang berlaku, yang diajukan oleh
Pemrakarsa dan didukung
oleh formulir NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), sebelum
pengadaan tanah (dengan atau tanpa pemukiman kembali) dilaksanakan.
Apabila ada konflik atau inkonsistensi antara peraturan-perundangan yang berlaku di
Indonesia dan prinsip atau prosedur yang ditetapkan dalam kerangka pengadaan tanah
ini, maka Pemerintah Republik Indonesia, termasuk Pemerintah Kota/Kabupaten peserta
USDRP, akan mengabaikan peraturan-perundangan tersebut sejauh diperlukan, sehingga
implementasi kerangka ini dapat berlangsung efektif :
Proyek harus
disosialisasikan dan
dikonsultasikan dengan pihak yang
berkepentingan, khususnya warga yang dipindahkan.
Sosialisasi dan konsultasi harus meliputi: informasi menyeluruh mengenai
ukuran, isi, rencana pelaksanaan, keuntungan dan risiko, serta dampak negatif
yang mungkin terjadi akibat proyek yang diusulkan.
Warga yang dipindahkan harus memahami hak-haknya, memiliki cukup waktu
dan kesempatan untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara independen.
Setiap keputusan dan rencana safeguard harus diinformasikan secara luas kepada
orang-orang yang dipindahkan.
Cara menghitung kompensasi :
Prinsip: kompensasi merupakan biaya penggantian nyata yang memungkinkan
warga yang terkena proyek dapat membeli lahan, bangunan,atau aset lainnya
sesuai dengan besaran dan kualitas yang dimiliki sebelumnya.
Contoh cara menghitung:
Lahan: berdasarkan nilai pasar setempat, untuk nilai dan keuntungan lokasi
yang sama, yang berlaku saat pembayaran ganti rugi;
Bangunan: berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi / kualitas bangunan
yang sama;
Tanaman: sesuai harga pasar, ditambah dengan perhitungan atas kerugian
immaterial
Aset
lain:
diganti
dengan
aset
yang
minimal
sama,
atau
dengan
memperhitungkan biaya untuk memperoleh aset yang sama Pengaduan / klaim:
Keluhan atau pengaduan
berkenaan dengan pelaksanaan pengadaan lahan
disampaikan ke:
• Pemda, sebagai Pemrakarsa
BAB 4
14
• Forum Stakeholders
• Tim Pengawas Safeguards .
Materi yang tertuang dalam dokumen AMDAL/UKL/UPL:
Identitas Pemrakarsa: nama lembaga, nama penanggungjawab rencana kegiatan, dan
1.
Rencana Kegiatan : nama, lokasi, skala kegiatan, garis besar komponen rencana
kegiatan (Prakonstruksi, konstruksi, dan operasi)
2. Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi: kegiatan yang menjadi sumber
dampak, jenis, dan besaran dampak
3.
Program Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan: langkah-langkah untuk
mencegah dan mengelola dampak, termasuk untuk menanggulangi kea daan darurat;
Kegiatan pemantauan, tolok ukur untuk menilai efektivitas pengelolaan lingkungan.
4. Tanda
Tangan
dan
Cap:
menyatakan
komitmen
Pemrakarsa
untuk
melaksanakan UKL/UPL tersebut.
4.2
Analisis Dampak Sosial
4.2.1 Aspek Sosial Pada Perencanaan Dan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Analisis dampak Lingkungan dan sosial proyek adalah suatu kegiatan pengkajian
mengenai dampak-dampak lingkungan dan sosial negatif maupun positif yang
diprediksikan akan terjadi di saat dan setelah proyek dilaksanakan. Kegiatan ini
penting dilaksanakan sebagai bagian dari upaya safeguard lingkungan dan sosial.
Analisa dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan terkait dengan isu -isu strategis
yang melingkupi proses rekonstruksi dan rehabilitasi antara lain sebagai berikut :
1. Lapangan Pekerjaan (Temporer)
Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap
terbukanya kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah tahap
pembangunan. Pada tahap
ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga kerja yang
membutuhkan sejumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan
khusus maupun unskilled. Peluang kerja ini dapat diisi oleh penduduk yang tinggal di
sekitar kegiatan kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menumbuhkan aktifitas usaha
masyarakat baik formal maupun informal.
2. Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM
Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran dan
peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian
BAB 4
15
masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan,
perencanaan maupun tahap pembangunan.
3. Penguatan Organisasi Masyarakat
Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan
dampak terhadap menguatnya organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat.
4. Kearifan Lokal
Kegiatan proyek yang dilakukan
melalui pendekatan
berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local
wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang
secara konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan
atau rembug-rembug
warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas
sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan
atas perbedaan
pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar bangunan kearifan lokal.
5. Keterbukaan dan Demokrasi
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas
berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses demokratisasi dan
keterbukaan masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini dapat di lihat dari proses
dan dinamika warga masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari
proses
paling
awal seperti saat perencanaan hingga
ke proses pelaksanaan
pembangunan.
6. Transparansi da Auntabilitas
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya transparansi dan
akuntabilitas, hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan
pelaksanaan
pembangunan
(khususnya
dalam
konteks
pengelolaan
dana
pembangunan).
7. Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan
Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola hidup/kebiasaan
masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap persiapan, perencanaan
sampai tahap pembangunan. Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari
keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi baik
terhadap
sesamanya
maupun
terhadap lingkungan di sekitarnya. Kegiatan
pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok diperkirakan
BAB 4
16
menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan masyarakat yang
berhubungan
dengan konstruksi relasi social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.
8. Konflik Sosial
Kegiatan
pengambilan
keputusan dalam penetapan program pembangunan,
pengelolaan keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang
sangat potensial menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik
vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari
masyarakat dengan kebijakan proyek yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya
kuatnya intervensi pemerintah dan aparat desa/kelurahan.
Konflik
horisontal
terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat terhadap rencana
pembangunan, selain itu karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan
yang
dilakukan oleh oknum ataupun kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu
9. Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan
kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk berpartisipasi
aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan- kegiatan
rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite
laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas keseluruhannya, khususnya kaum
perempuan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk memastikan
keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
1. Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat
Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang sepenuhnya
tidak ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal, akan
menimbulkan sikap dan persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah kehilangan
kepercayaan terhadap segala kegiatan yang dilaksanakan. Potensi munculnya
persepsi negatif masyarakat terutama
apabila kegiatan proyek Re -Kompak
menimbulkan dampak negatif terhadap aspek ekonomi, budaya, kesehatan dan
lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam jangka waktu lama akan
menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik baik
vertikal maupun horizontal.
2. Pembebasan Lahan/Tanah
Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau seluruhnya
lahan/tanah
digunakan
BAB 4
milik perorangan
sebagai
tapak
atau kelompok (pemerintah/swasta) yang akan
pembangunan
infrastruktur
sehingga
dalam
17
implementasinya akan dilaksanakan pembebasan terhadap lahan/tanah tersebut.
Dalam proses pembebasan lahan/tanah tersebut dimungkinkan akan menimbulkan
dampak
terjadinya
perselisihan
yang
membutuhkan
penanganan
secara
komprehensif dengan melibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu pendekatan dan
cara yang manusiawi dan berkeadilan.
4.2.2 Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah dalam rangka membuat analisis
dampak sosial terhadap Pelaksanaan Proyek yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi masyarakat sasaran proyek, Pemerintah, Lembaga Donor da n
Pelaksana Proyek dalam melakukan
evaluasi kebijakan selama proyek berjalan.
Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan
dampak terhadap
terbukanya kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah tahap
pembangunan. Pada tahap ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga kerja yang
membutuhkan sejumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan
khusus maupun unskilled. Peluang kerja ini dapat diisi oleh penduduk yang tinggal di
sekitar kegiatan pembangunan. Selain peluang kerja, kegiatan-kegiatan tersebut juga
dapat menumbuhkan
aktifitas usaha masyarakat baik formal maupun informal.
Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran
dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian
masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan,
perencanaan maupun tahap pembangunan
Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local
wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang
secara konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan
atau rembug-rembug
warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas
sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan
atas perbedaan
pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar bangunan kearifan lokal.
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan
kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk berpartisipasi
aktif
dalam
perencanaan, implementasi, dan
pelaksanaan
kegiatan-kegiatan
rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite
laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas keseluruhannya, khususnya kaum
perempuan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk memastikan
keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Secara khusus tujuan dari
kegiatan ini adalah :
BAB 4
18
1.
Mengidentifikasi dampak penting dari rencana kegiatan pembangunan yang
berpotensi menjadi sumber dampak terhadap lingkungan sosial masyarakat. Dampak
penting yang timbul dapat berupa dampak positif maupun negatif baik langsun g
maupun tidak langsung.
2. Mengidentifikasi rona lingkungan sosial terutama yang akan terkena dampak
pada saat pembangunan dilaksanakan. Komponen lingkungan sosial yang akan
diidentifikasi mencakup demografi, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat.
3.
Mendeskripsikan dan mengukur dampak penting dari kegiatan yang berpotensi
terhadap lingkungan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, baik positif
maupun negatif.
4. Menganalisis kemungkinan
pencegahan dan atau pengendalian terhadap
dampak yang tidak dikehendaki dan meningkatkan dampak yang dikehendaki agar
masyarakat mendapatkan manfaat dari perubahan yang terjadi.
5. Memantau pelaksanaan pembangunan (untuk memantau dampak yang nyata
dan terjadi) maupun strategi mitigasinya (untuk menentukan efektivitasnya).
A. KEGUNAAN KEGIATAN ANALISIS DAMPAK SOSIAL .
1. Membantu pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif yang layak bagi
pelaksanaan pembangunan dari segi lingkungan sosial ekonomi dan budaya.
2. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sosial dalam setiap tahapan rencana
kegiatan pembangunan.
3. Sebagai pedoman untuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
sosial.
4. Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan damp ak positif
dan
menghindari
dampak
negatif yang mungkin
timbul
dari
kegiatan
pembangunan perumahan dan lingkungan.
B . PEMILIHAN ALTERNATIF
Keputusan umum dalam PP No. 51/1993 tentang perbedaan jenis SAFEGUARD
adalah sebagai berikut :
SAFEGUARD suatu usaha atau kegiatan seperti yang telah ditetapkan dalam
peraturan yang terdahulu
SAFEGUARD kegiatan
terpadu/multisektor
yang merupakan
hasil studi
mengenai dampak penting usaha atau kegiatan terpadu yang direncanakan
BAB 4
19
terhadap lingkungan hidup data suatu kesatuan hamparan ekosistem dan
melibatkan satu instansi yang bertanggung jawab.
SAFEGUARD
kawasan yang merupakan hasil studi mengenai dampak
lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan menyangkut
kewenangan atau instansi yang bertanggung jawab
SAFEGUARD Regional yang merupakan hasil studi dampak penting usaha atau
kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan
hamparan ekosistem zona rencana pengembangan wilayah sesuai RUTRD denagn
melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab.
C . RENCANA PENGELOLAAN SAFEGUARD SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Komisi SAFEGUARD pusat terdiri dari anggota tetap dan anggota tidak tetap yang
dibentuk oleh menteri atau pimpinan lembaga non Departemen, dan dalam menjalankan
tugasnya komisi SAFEGUARD pusat dibantu oleh tim Teknis yang bertugas menilai
dokumen-dokumen safeguard.
Komisi safeguard Daerah yang terdiri dari anggota tetap dan anggota tidak tetap yang
dibentuk oleh Gubernur, dan dalam menjalankan tugasnya Komisi Safeguard Daerah
dibantu oleh Tim Teknis yang bertugas menilai dokumen-dokumen Safeguard.
Komisi Safeguard pusat bertugas untuk :
Menyusun pedoman teknis pembuatan Dokumen Safeguard yang meliputi
pembuatan kerangka acuan Analisis Dampak Lingkungan.
(Analisa Dampak
Lingkungan
(ANDAL). Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Menanggapi dokumen KA ANDAL.
Menanggapi dokumen ANDAL.
Menanggapi dokumen RPL.
Membantu
penyelesaian
diterbitkannya
keputusan
tentang
dokumen
ANDAL,RKL,RPL.
4.2.3 Aspek Sosial Pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang penting bagi
kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya alam menyediakan
sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam
melakukan aktifitasnya. Untuk itu, pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu
kepada aspek konservasi dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang
BAB 4
20
hanya berorientasi ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi
menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi tetapi
juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelesta rian serta
kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber daya alam dan
lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar
tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup
sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pemanfaatan sumber daya alam
seharusnya memberi kesempatan dan ruang bagi peranserta masyarakat dalam
pemeliharaan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian hak dan
kewajiban masyarakat untuk memanfaatkan dan memelihara keberlanjutan sumber
daya alam dan lingkungan harus dapat dioptimalkan. Kesalahan dalam pengelolaan
dapat berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan sumber daya alam, termasuk
kerusakan hutan lindung, pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman hayati,
kerusakan konservasi alam, dan sebagainya.
Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk
mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak tempat yang antara lain berupa
pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan
pertanian, penangkapan ikan, dan eksploitasi hutan lindung yang mengabaikan daya
dukung
dan daya tampung lingkungan.Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan
dampak perubahan pola pemikiran dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah
kegiatan pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada
tahap persiapan, perencanaan maupun tahap pembangunan.Kegiatan proyek melalui
pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya
organisasi- organisasi sosial yang ada di masyarakat.
Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan
berbasis komunitas
yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local
wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang secara
konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan atau rembug-rembug warga, hal ini
dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas sosial, kejujuran,
keterbukaan, demokrasi dan penghormatan atas perbedaan pendapat dan pandangan, dll
sebagai dasar bangunan kearifan lokal.
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi
melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses demokratisasi dan keterbukaan
masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini dapat di lihat dari proses dan dinamika
BAB 4
21
warga masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari proses paling
awal seperti saat perencanaan hingga ke proses pelaksanaan pembangunan.
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi
melahirkan
dampak
terhadap
terselenggaranya
transparansi
dan
akuntabilitas.
hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan (khususnya dalam konteks pengelolaan dana pembangunan).
Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola hidup/kebiasaan
masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap persiapan, perencanaan
sampai tahap pembangunan. Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari
keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi baik
terhadap sesamanya maupun
pengorganisasian
terhadap
masyarakat dan
lingkungan
di sekitarnya. Kegiatan
penguatan kapasitas kelompok diperkirakan
menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan
konstruksi relasi social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.
Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan, pengelolaan
keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang sangat potensial
menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik ver tikal terjadi
akibat ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari masyarakat dengan
kebijakan proyek yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya kuatnya intervensi
pemerintah dan aparat desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi karena terjadiny a
sikap pro dan kontra di masyarakat terhadap rencana pembangunan, selain itu karena
terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ataupun kelompok
kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri.
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan
kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk berpartisipasi aktif
dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan
rehabilitasi. Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak
akan mewakili komunitas keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu
diperlukan
upaya-upaya khusus untuk
memastikan
keterlibatan
mereka dalam
kegiatan-kegiatan tersebut.
BAB 4
22
DAFTAR ISI
BAB 4 ANALISIS LINGUNGAN, SOSIAL, DAN EKONOMI ..............................................................................2
4.1
Analisis Lingkungan........................................................................................................................................2
4.1.1
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ...........................................................................2
4.1.2
Anaisis Dampak Lingkungan, UKL/UPL DAN SPPLH .......................................................6
4.2
Analisis Dampak Sosial ..............................................................................................................................15
4.2.1
Aspek Sosial Pada Perencanaan Dan Pembangunan Bidang Cipta Karya ....15
4.2.2
Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya..................18
4.2.3
Aspek Sosial Pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya....20
BAB 4
1
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
BAB 4
ANALISIS LINGUNGAN, SOSIAL, DAN EKONOMI
4.1
Analisis Lingkungan
4.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Dalam pelaksanaan program pembangunan pada saat ini, ada beberapa syarat yang telah
ditetapkan
oleh pemerintah dalam mengantisipasi kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh pembangunan tersebut, untuk mengantisipasi hal tersebut di atas
maka dibuatkan dokumen SAFEGUARD (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).
Peraturan dan perundang – undanganyang berhubungan dengan SAFEGUARD adalah:
Undang – undang
No. 4 tahun
1982, tentang
ketentuan-ketentuan
pokok
pengelolaan lingkungan hidup.
Undang-undang No. 5 tahun 1990, tentang Konversi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya
Undang-undang No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang
UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 15 (1) : “Setiap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan hidup”
Keputusan
Presiden
RI No. 23 tahun 1990 tentang Badan Pengendalian
dampak Lingkungan
PP 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pasal 1 (1),
3 (2) dan 17 : AMDAL terdiri atas :
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL); dan
Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) yang disusun b
Peraturan
Pemerintah
No. 51 tahun
1993 tentang
Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (BAPEDAL) No. 056/1994, tanggal 18 Maret 1994 tentang Pedoman
Ukuran dampak Lingkungan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kep.12/MENLH/3/94, tanggal 14 Maret
1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemanfaatan lingkungan (UPL)
BAB 4
2
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No.Kep.11/MENLH/3/94.
tanggal 19
Maret 1994, tentang jenis usaha atau kegiatan wajib dilengkapi SAFEGUARD
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No.Kep.13/MENLH/3/94.
tanggal 19
Maret 1994 tentang Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata Kerja Komisi
SAFEGUARD
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.154/MENLH/3/1994, tanggal 19
Maret 1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan SAFEGUARD.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang
Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan. Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang
penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya
alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat
dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.
Untuk itu, pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu kepada aspek
konservasi dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya
berorientasi ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi Oleh
karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi tetapi
juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian
serta kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber
daya alam dan lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor
pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya
alam dan lingkungan
hidup
sehingga keberlanjutan
pembangunan
tetap
terjamin. Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya memberi kesempatan dan
ruang bagi peranserta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan
pembangunan berkelanjutan. Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan
dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam terutama dalam
rangka perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daera h,
kontrol masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup merupakan hal yang penting. Dengan demikian hak dan
kewajiban masyarakat untuk
memanfaatkan dan memelihara keberlanjutan
sumber daya alam dan lingkungan harus dapat dioptimalkan. Kesalahan dalam
pengelolaan dapat berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan sumber daya
alam, termasuk kerusakan hutan lindung, pencemaran udara, hilangnya
keanekaragaman
BAB 4
hayati,
kerusakan
konservasi
alam,
dan
sebagainya.
3
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk
mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak tempat yang antara lain
berupa pencemaran industri, pembuangan
limbah yang tidak memenuhi
persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi
lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan, dan eksploitasi hutan lindung
yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
A. PRINSIP DASAR SAFEGUARD
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51/1993, pengertian SAFEGUARD adalah
hasil studi mengenai “Dampak Penting”
direncanakan terhadap
lingkungan
suatu usaha atau kegiatan yang
hidup
yang diperlukan
sedangkan dampak penting adalah suatu perubahan
bagi proses
lingkungan yang s angat
mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan. Untuk
“dampak
penting”
menurut
keputusan
No.Kep.056/1994 adalah sebagai berikut :
kepala
ukuran
BAPEDAL
RI
Jumlah Manusia yang akan terkena dampak, Dampak lingkungan suatu kegiatan
menjadi penting bila manusia di wilayah studi SAFEGUARD yang terkena dmpak
lingkungan tetapi tidak menikmati manfaat dari kegiatan, jumlahnya sama atau
lebih besar dari jumlah manusia yang menikmati manfaat dari kegiatan diwilayah
studi.
Luas Wilayah Persebaran Dampak, dampak lingkungan suatu kegiatan bersifat
penting bila rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan adanya wilayah yang
mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas dampak , atau tidak
berbaliknya dampak, atau kumulatif dampak
Lamanya dampak Berlangsung, dampak lingkungan bersifat penting bila
rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan timbulnya perubahan mendasar
dari segi intensitas dampak atau tidak berbaliknya, atau segi kumulatif dampak
yang berlangsung hanya pada satu atau lebih tahapan kegiatan (perencanaan,
konstruksi, operasi dan pasca operasi)
Intensitas Dampak, intensitas dampak mengandung pengertian yang timbul
bersifat hebat, drastis serta berlangsung didaerah yang bersifat lu as, dalam kurun
waktu yang relativ singkat. Dengan demikian dampak lingkungan yang tergolong
penting antara lain, bila rencana usaha atau kegiatan akan menyebabkan
perubahan pada sifat-sifat fisik atau hayati lingkungan yang melampaui
baku
mutu lingkungan menurut perundang - undangan yang berlaku.
BAB 4
4
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
Banyaknya Komponen
Lingkungan Lain yang Terkena Dampak,
Dampak
tergolong penting bila dampak lingkungan berlangsung berulang kali dan terus
lingkungan bertumpuk dalam satu ruang
tertentu sehingga tidak dapat
diasimilasikan oleh lingkungan alam atau sosial yang menerimanya.
Berbalik atau tidak Berbaliknya Dampak, Dampak bersifat penting apabila
perubahan yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan tidak dapat
dipuluhkan kembali walaupun dengan intervensi manusia
Safeguard diperlukan untuk Untuk melindungi warga dan lingkungan dari
dampak proyek yang merugikan.
Pada proyek USRP terdapat potensi besar
dampak besar dan penting dan memerlukan pengadaan lahan dan (atau tanpa)
pemukiman kembali. Peraturan perundangan RI dan/atau kebijakan operasional
Bank Dunia mengharuskan proyek dengan ciri yang demikian dilengkapi AMDAL,
dan Rencana Tindak Pengadaan Lahan (dan Pemukiman Kembali, jika perlu).
Waktu penyiapan Safeguard:
Sebelum proyek dimulai, sebagai bagian dari FS (Studi Kelayakan)
Proyek tahun I:
FS (termasuk kajian safeguard) diselesaikan sebelum appraisal
Kajian safeguard lingkungan: UKL/UPL
Kajian safeguard pengadaan lahan tidak ada, karena jenis dan skala proyek
telah diseleksi.
B. KERANGA SAFEGUARD
Safeguard
sesungguhnya
merupakan
salah
satu
alat
untuk
tujuan
pengelolaan lingkungan hidupyang berperan untuk memasukkan pertimbangan –
pertimbangan lingkungan ke dalam proses perencanaan pembangunan Menurut
PP/51/1993, pasal 6
kegiatan
menegaskan
bahwa
SAFEGUARD merupakan bagian
studi kelayakan rencana uasaha atau kegiatan. Ini berarti alternatif
yang berkembang dalam studi kelayakan juga perlu dipertimbangkan dampaknya
terhadap lingkungan hidup sebelum dipilih alternatif yang layak secara teknis,
demikian SAFEGUARD akan berperan dalam meningkatkan kegunaan proyek
dengan mengurangi dampak negatif dan memperbesar dampak positif.
C . PEMBIAYAAN
Sumber Pembiayaan untuk SAFEGUARD ini bersumber dari pemda melalui dana
APBD II dan APBD I juga bersumber dari dana pusat dan masyarakat serta
kalangan swasta.
BAB 4
5
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
D . KOMPONEN SAFEGUARD
Dalam pelaksanaan usaha dan kegiatan pembangunan di bidang Pekerjaan Umum
adalah beberapa kegiatan pembangunan yang diwajibkan untuk melaksanakan
kegiatan
SAFEGUARD yang
ditetapkan dalam rangka
dilakukan
sesuai
untuk
dengan
aturan-aturan
menyeimbangkan
dengan menitikberatkan
yang
telah
kegiatan-kegiatan yang
pada keseimbangan antar
usaha atau
kegiatan dengan lingkungan yang memperoleh manfaat dari usaha atau kegiatan
tersebut.
E. METODE PENGGUNAAN DAMPAK
Bagi
rencana
atau
usaha
atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi
dengan SAFEGUARD disebabkan tidak ada dampak penting secara teknologi sudah
dapat dikelola dampak pentingnya, tetap diharuskan
Lingkungan (UKL) dan UpayaPemantauan
Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UPL) sesuai dengan
peraturan yang berlaku yang diatur melalui suatu pedoman Umum.
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
lingkungan perlu
disusun sedemikian rupa sehingga dapat :
Langsung
usaha
mengemukakan
informasi
penting
setiap jenis rencana
atau kegiatan yang merupakan sifat proyek itu sendiri dan dapat
menimbulkan dampak potensial terhadap lingkungan.
Informasi komponen lingkungan yang terkana dampak
Upaya UKL dan UPL yang harus dilakukan oleh pemrakarsa pada
tahap prakonstruksi, konstruksi maupun pasca konstruksi.Karena UKL
dan
UPL bukan merupakan
dokumne
diarahkan
bagian dari SAFEGUARD, maka kedua
tersebut tidak dinilai oleh komisi SAFEGUARD, melainkan
langsung oleh instansi teknis yang membidangi
dan
bertanggung jawab atas pembinaan usaha atau kegiatan tersebut melalui
suatu petunjuk teknis.
4.1.2 Anaisis Dampak Lingkungan, UKL/UPL DAN SPPLH
A . PRINSIP DASAR
Prinsip AMDAL secara garis besar digambarkan sebagai berikut, semua
kegiatan yang diajukan dan atau akan diusulkan harus sesuai dengan
prinsip lingkungan serta telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
BAB 4
6
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
1)
Pengkajian
lingkungan
dan
rencana
penanggulangannya
dapat
berbentuk
: (i) AMDAL (atau ANDAL dan RKL/RPL), atau (ii) UKL/UPL,
tergantung
kategori dampak proyek dimaksud (lihat daftar kategori, di
bawah). Penentuan
kategori lingkungan untuk masing-masing proyek
mengacu pada kriteria yang ditetapkan dalam kerangka safeguard ini.
2)
AMDAL dan
UKL/UPL
harus
dipandang
sebagai alat
untuk
meningkatkan kualitas proyek. Karena itu, AMDAL atau UKL/UPL harus
menjadi bagian tak terpisahkan dari analisis kelayakan teknis, ekonomi,
sosial, institusional dan keuangan setiap usulan proyek.
3)
Sedapat mungkin proyek harus menghindari,
atau meminimalkan,
dampak negatif pada lingkungan. Alternatif desain, termasuk alternatif
tanpa proyek, harus
dikaji dengan seksama sebelum usulan proyek
diajukan. Sebaliknya, proyek harus dirancang sedemikian sehingga dampak
positif dapat dimaksimalkan.
4) Proyek yang menimbulkan
dampak negatif terhadap
lingkungan, dan
dampaknya tidak dapat dikelola melalui rancangan atau praktek-praktek
5)
Proyek yang mengganggu habitat alam kritis, masyarakat terasing dan
rentan (IVP), kawasan lindung,
atau
merupakan
kawasan sengketa. Di
samping itu, produksi, atau penggunaan:
Bahan-bahan
yang
merusak ozon, tembakau atau produk-produk
tembakau.
Asbes, berbagai tindakan
pencegahan berkaitan
dengan penggunaan
asbes, seperti renovasi bangunan yang menggunakan
asbes, akan
diterapkan.
Bahan beracun berbahaya (B3). Proyek yang menggunakan, memproduksi,
menyimpan atau mengangkut bahan-beracun berbahaya (toksik, korosif,
atau eksplosif) atau bahan berkategori B3 dalam undang-undang
Indonesia, tidak dapat dibiayai.
Pestisida, herbisida, dan insektisida.
Konstruksi bendungan (dam).
Kekayaan budaya. Proyek yang merusak kekayaan budaya, termasuk
barang, struktur
fisik dan lokasi yang dianggap sakral atau setidaknya
memiliki nilai spiritual, tidak dapat dibiayai.
BAB 4
7
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
6)
Karena alasan praktis, disarankan agar proyek investasi tahun I tidak
termasuk proyek yang perlu dilengkapi dengan AMDAL. Proyek-proyek
dimaksud dapat diusulkan pada tahun II, atau setelahnya.
B . KATEGORI PROYEK
Safeguard lingkungan ini berlaku pada semua tahap pengembangan proyek,
seperti: pengajuan usulan, perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian
proyek tiap proyek atau kegiatan yang diusulkan dapat dikelompokkan ke
dalam salah satu dari 3 kategori berikut. Kategorisasi serupa berdasarkan
peraturan-perundangan
BAB 4
Nasional
juga
dicantumkan
dalam
tabel.
8
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
Tabel 4.1 Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Di Lengkapi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Untuk Bidang Pekerjaan Umum Bidang
Cipta Karya
1.
Persampahan
Pembuangan dengan sistem controlled landfill, sanitary
2.
a.
b.
landfill dengan luas landfill
TPA di daerah pasang surut dengan luas landfill
c.
Pembangunan transfer station dengan kapasitas
Pembangunan Perumahan/Permukiman
a. Kota sedang dan kecil dengan luas
b. Kota besar dengan luas
≥ 40
25 Ha
≥ 1.000 ton/hari
≥ 200 Ha
≥ 100 Ha
≥ 50 Ha
c.
Kota Metropolitan dengan luas
3.
a.
b.
4.
IPLT dan/IPAL dengan luas kolam
≥ 3 Ha
Pembangunan sistem perpipaan air limbah dengan luas ≥ 500 Ha
Drainase
Permukiman
layanan
a. Pembangunan saluran di kota besar/metropolitan
- lebar
≥5 m
- atau panjang
≥ 10 km
b. Pembangunan saluran di kota sedang
- lebar
≥ 10 m
- atau panjang
≥ 15 km
Air Bersih di kota besar/metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi dengan luas layanan ≥ 1.500 Ha
b. Pembangunan jaringan transmisi, dengan panjang
≥ 25 Km
Pengambilan air dari danau, sungai, mata air atau sumber air
5.
6.
lainnya dengan debit pengambilan
Sumb Permen LH No. 11 Tahun 2006
≥ 500 liter /detik
er :
BAB 4
9
RPIJM KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
Tabel 4.2 Jenis Usaha dan/ atau Kegiatan yang Wajib di Lengkapi UKL-UPL
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL - UPL untuk Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya
No.
1.
Jenis Usaha/Kegiatan
Skala (Besaran)
Dasar Pertimbangan
Alasan Ilmiah Khusus
Persampahan
Tempat Pembua nga n Akhir (TPA)
dengan system control ladfill
atau sanitary landfill
Luas
a.
b.
Kapasitas
TPA di daerah pasang surut
Luas
Kapasitas
Pembang una n Transfer Station
c.
d.
(kapasitas operasional)
Pembang una n incenerator
e.
Bangunan Komposting dan daur
ulang (kapasita s sampah baku)
2.
1.000.000 jiwa
Kota Sedang Populasi 200.000 1.000.000 jiwa
Kota Kecil Populasi 20.000 - 200.000
500.000 jiwa
Kota Kecamatan Populasi 3.000 jiwa
20.000 jiwa
C . PENGADAAN LAHAN /TANAH
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali terpicu jika suatu proyek yang akan
didanai berlokasi pada tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh
usaha privat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa
semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya
memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak negatif
akibat pengadaan tanah ini. Prinsip pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus
dilakukan secara:
a)
Transparan: Proyek dan kegiatannya yang terkait harus diinformasikan secara
transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup,
antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan
terkena; Partisipatif: Warga yang mungkin perlu dipindahkan (Displaced People - DP)
harus terlibat dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi
proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, dan lokasi pemukiman kembali;
b)
Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan warga yang
terkena dampak. Warga dimaksud memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi yang
BAB 4
12
memadai, seperti tanah alternatif dan/atau uang kompensasi yang sama dengan harga
pasar tanah dan aset. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat
tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh Pemrakarsa. Warga yang terkena harus diberi
kesempatan untuk membahas secara
terpisah
di
antara
mereka
sendiri dan
menyetujui syarat-syarat dan jumlah kompensasi dan/atau pemukiman kembali.
c) Terdapat sejumlah cara untuk menghitung kompensasi: i). tanah, berdasarkan nilai
pasar setempat yang mempunyai nilai ekonomi atau keuntungan lo kasional yang sama,
berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi/kualitas bangunan yang sama;
iii). tanaman, sesuai dengan harga pasar, ditambah perhitungan atas kerugian non material; dan iv). aset lain, diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan
memperhitungkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh aset yang sama.
d) Pihak-pihak terkena yang dimaksud di sini dapat termasuk orang, badan hukum,
atau lembaga yang, karena implementasi proyek, terkena dampak dalam bentuk seperti:
a). faktor fisik, berupa tanah, bangunan, tanaman, atau aset lainnya; dan b). faktor
non-fisik, berupa
manfaat
lokasional,
akses ke tempat kerja, infrastruktur, dan
sebagainya. Berdasarkan alas haknya, kategori spesifik warga atau pihak yang terkena
adalah sebagai berikut: i).pemilik – orang yang memiliki hak atas tanah, termasuk
masyarakat adat pemegang hak ulayat; ii). penyewa - orang atau pihak yang menguasai
tanah berdasarkan perjanjian atau kesepakatan tertentu dengan pemilik tanah; iii).
penggarap – orang atau pihak yang menguasai tanah secara fisik tanpa alas hak, atau
perjanjian dengan pemilik tanah; dan iv). nadzir – orang atau pihak yang mengelola tanah
wakaf.
e) Warga atau pihak yang terkena perlu menyepakati suatu nilai kompensasi tertentu,
atau jika dapat diterima, secara sukarela menyumbangkan sebagian tanah dan asetnya
kepada proyek. Pertemuan dan diskusi di kalangan warga atau pihak yang terkena,
difasilitasi oleh Forum Stakeholders, akan diatur untuk menjamin bahwa warga atau
pihak tersebut dapat mengambil keputusan secara independen.
f)
Pemberian secara sukarela hanya dapat dipertimbangkan jika warga yang
terkena mendapatkan manfaat langsung yang jauh melebihi harga tanah (dibuktikan
dengan atau kurang dari 10% dari luas tanah tersebut, dan dikuatkan oleh surat
persetujuan yang ditandatangani
oleh warga dimaksud setelah mereka melakukan
pembicaraan terpisah seperti dimaksud pada butir F di atas dan mendapatkan
penjelasan atas hak-hak mereka. Tim Pemantau Safeguard harus memastikan bahwa
tidak ada paksaan atas warga tersebut untuk memberikan tanahnya secara sukarela.
Persetujuan ini harus didokumentasikan dalam dokumen resmi (legal).
BAB 4
13
g)
Proyek harus sudah memiliki batas-batas (alignment) tanah yang dibutuhkan,
jumlah warga yang harus dipindahkan, informasi umum tentang pendapatan dan mata
pencaharian warga tersebut, dan harga pasar tanah yang berlaku, yang diajukan oleh
Pemrakarsa dan didukung
oleh formulir NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), sebelum
pengadaan tanah (dengan atau tanpa pemukiman kembali) dilaksanakan.
Apabila ada konflik atau inkonsistensi antara peraturan-perundangan yang berlaku di
Indonesia dan prinsip atau prosedur yang ditetapkan dalam kerangka pengadaan tanah
ini, maka Pemerintah Republik Indonesia, termasuk Pemerintah Kota/Kabupaten peserta
USDRP, akan mengabaikan peraturan-perundangan tersebut sejauh diperlukan, sehingga
implementasi kerangka ini dapat berlangsung efektif :
Proyek harus
disosialisasikan dan
dikonsultasikan dengan pihak yang
berkepentingan, khususnya warga yang dipindahkan.
Sosialisasi dan konsultasi harus meliputi: informasi menyeluruh mengenai
ukuran, isi, rencana pelaksanaan, keuntungan dan risiko, serta dampak negatif
yang mungkin terjadi akibat proyek yang diusulkan.
Warga yang dipindahkan harus memahami hak-haknya, memiliki cukup waktu
dan kesempatan untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara independen.
Setiap keputusan dan rencana safeguard harus diinformasikan secara luas kepada
orang-orang yang dipindahkan.
Cara menghitung kompensasi :
Prinsip: kompensasi merupakan biaya penggantian nyata yang memungkinkan
warga yang terkena proyek dapat membeli lahan, bangunan,atau aset lainnya
sesuai dengan besaran dan kualitas yang dimiliki sebelumnya.
Contoh cara menghitung:
Lahan: berdasarkan nilai pasar setempat, untuk nilai dan keuntungan lokasi
yang sama, yang berlaku saat pembayaran ganti rugi;
Bangunan: berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi / kualitas bangunan
yang sama;
Tanaman: sesuai harga pasar, ditambah dengan perhitungan atas kerugian
immaterial
Aset
lain:
diganti
dengan
aset
yang
minimal
sama,
atau
dengan
memperhitungkan biaya untuk memperoleh aset yang sama Pengaduan / klaim:
Keluhan atau pengaduan
berkenaan dengan pelaksanaan pengadaan lahan
disampaikan ke:
• Pemda, sebagai Pemrakarsa
BAB 4
14
• Forum Stakeholders
• Tim Pengawas Safeguards .
Materi yang tertuang dalam dokumen AMDAL/UKL/UPL:
Identitas Pemrakarsa: nama lembaga, nama penanggungjawab rencana kegiatan, dan
1.
Rencana Kegiatan : nama, lokasi, skala kegiatan, garis besar komponen rencana
kegiatan (Prakonstruksi, konstruksi, dan operasi)
2. Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi: kegiatan yang menjadi sumber
dampak, jenis, dan besaran dampak
3.
Program Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan: langkah-langkah untuk
mencegah dan mengelola dampak, termasuk untuk menanggulangi kea daan darurat;
Kegiatan pemantauan, tolok ukur untuk menilai efektivitas pengelolaan lingkungan.
4. Tanda
Tangan
dan
Cap:
menyatakan
komitmen
Pemrakarsa
untuk
melaksanakan UKL/UPL tersebut.
4.2
Analisis Dampak Sosial
4.2.1 Aspek Sosial Pada Perencanaan Dan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Analisis dampak Lingkungan dan sosial proyek adalah suatu kegiatan pengkajian
mengenai dampak-dampak lingkungan dan sosial negatif maupun positif yang
diprediksikan akan terjadi di saat dan setelah proyek dilaksanakan. Kegiatan ini
penting dilaksanakan sebagai bagian dari upaya safeguard lingkungan dan sosial.
Analisa dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan terkait dengan isu -isu strategis
yang melingkupi proses rekonstruksi dan rehabilitasi antara lain sebagai berikut :
1. Lapangan Pekerjaan (Temporer)
Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap
terbukanya kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah tahap
pembangunan. Pada tahap
ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga kerja yang
membutuhkan sejumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan
khusus maupun unskilled. Peluang kerja ini dapat diisi oleh penduduk yang tinggal di
sekitar kegiatan kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menumbuhkan aktifitas usaha
masyarakat baik formal maupun informal.
2. Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM
Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran dan
peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian
BAB 4
15
masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan,
perencanaan maupun tahap pembangunan.
3. Penguatan Organisasi Masyarakat
Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan
dampak terhadap menguatnya organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat.
4. Kearifan Lokal
Kegiatan proyek yang dilakukan
melalui pendekatan
berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local
wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang
secara konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan
atau rembug-rembug
warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas
sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan
atas perbedaan
pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar bangunan kearifan lokal.
5. Keterbukaan dan Demokrasi
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas
berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses demokratisasi dan
keterbukaan masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini dapat di lihat dari proses
dan dinamika warga masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari
proses
paling
awal seperti saat perencanaan hingga
ke proses pelaksanaan
pembangunan.
6. Transparansi da Auntabilitas
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya transparansi dan
akuntabilitas, hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan
pelaksanaan
pembangunan
(khususnya
dalam
konteks
pengelolaan
dana
pembangunan).
7. Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan
Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola hidup/kebiasaan
masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap persiapan, perencanaan
sampai tahap pembangunan. Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari
keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi baik
terhadap
sesamanya
maupun
terhadap lingkungan di sekitarnya. Kegiatan
pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok diperkirakan
BAB 4
16
menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan masyarakat yang
berhubungan
dengan konstruksi relasi social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.
8. Konflik Sosial
Kegiatan
pengambilan
keputusan dalam penetapan program pembangunan,
pengelolaan keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang
sangat potensial menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik
vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari
masyarakat dengan kebijakan proyek yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya
kuatnya intervensi pemerintah dan aparat desa/kelurahan.
Konflik
horisontal
terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat terhadap rencana
pembangunan, selain itu karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan
yang
dilakukan oleh oknum ataupun kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu
9. Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan
kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk berpartisipasi
aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan- kegiatan
rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite
laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas keseluruhannya, khususnya kaum
perempuan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk memastikan
keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
1. Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat
Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang sepenuhnya
tidak ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal, akan
menimbulkan sikap dan persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah kehilangan
kepercayaan terhadap segala kegiatan yang dilaksanakan. Potensi munculnya
persepsi negatif masyarakat terutama
apabila kegiatan proyek Re -Kompak
menimbulkan dampak negatif terhadap aspek ekonomi, budaya, kesehatan dan
lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam jangka waktu lama akan
menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik baik
vertikal maupun horizontal.
2. Pembebasan Lahan/Tanah
Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau seluruhnya
lahan/tanah
digunakan
BAB 4
milik perorangan
sebagai
tapak
atau kelompok (pemerintah/swasta) yang akan
pembangunan
infrastruktur
sehingga
dalam
17
implementasinya akan dilaksanakan pembebasan terhadap lahan/tanah tersebut.
Dalam proses pembebasan lahan/tanah tersebut dimungkinkan akan menimbulkan
dampak
terjadinya
perselisihan
yang
membutuhkan
penanganan
secara
komprehensif dengan melibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu pendekatan dan
cara yang manusiawi dan berkeadilan.
4.2.2 Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah dalam rangka membuat analisis
dampak sosial terhadap Pelaksanaan Proyek yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi masyarakat sasaran proyek, Pemerintah, Lembaga Donor da n
Pelaksana Proyek dalam melakukan
evaluasi kebijakan selama proyek berjalan.
Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan
dampak terhadap
terbukanya kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah tahap
pembangunan. Pada tahap ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga kerja yang
membutuhkan sejumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan
khusus maupun unskilled. Peluang kerja ini dapat diisi oleh penduduk yang tinggal di
sekitar kegiatan pembangunan. Selain peluang kerja, kegiatan-kegiatan tersebut juga
dapat menumbuhkan
aktifitas usaha masyarakat baik formal maupun informal.
Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran
dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian
masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan,
perencanaan maupun tahap pembangunan
Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local
wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang
secara konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan
atau rembug-rembug
warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas
sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan
atas perbedaan
pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar bangunan kearifan lokal.
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan
kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk berpartisipasi
aktif
dalam
perencanaan, implementasi, dan
pelaksanaan
kegiatan-kegiatan
rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite
laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas keseluruhannya, khususnya kaum
perempuan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk memastikan
keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Secara khusus tujuan dari
kegiatan ini adalah :
BAB 4
18
1.
Mengidentifikasi dampak penting dari rencana kegiatan pembangunan yang
berpotensi menjadi sumber dampak terhadap lingkungan sosial masyarakat. Dampak
penting yang timbul dapat berupa dampak positif maupun negatif baik langsun g
maupun tidak langsung.
2. Mengidentifikasi rona lingkungan sosial terutama yang akan terkena dampak
pada saat pembangunan dilaksanakan. Komponen lingkungan sosial yang akan
diidentifikasi mencakup demografi, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat.
3.
Mendeskripsikan dan mengukur dampak penting dari kegiatan yang berpotensi
terhadap lingkungan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, baik positif
maupun negatif.
4. Menganalisis kemungkinan
pencegahan dan atau pengendalian terhadap
dampak yang tidak dikehendaki dan meningkatkan dampak yang dikehendaki agar
masyarakat mendapatkan manfaat dari perubahan yang terjadi.
5. Memantau pelaksanaan pembangunan (untuk memantau dampak yang nyata
dan terjadi) maupun strategi mitigasinya (untuk menentukan efektivitasnya).
A. KEGUNAAN KEGIATAN ANALISIS DAMPAK SOSIAL .
1. Membantu pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif yang layak bagi
pelaksanaan pembangunan dari segi lingkungan sosial ekonomi dan budaya.
2. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sosial dalam setiap tahapan rencana
kegiatan pembangunan.
3. Sebagai pedoman untuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
sosial.
4. Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan damp ak positif
dan
menghindari
dampak
negatif yang mungkin
timbul
dari
kegiatan
pembangunan perumahan dan lingkungan.
B . PEMILIHAN ALTERNATIF
Keputusan umum dalam PP No. 51/1993 tentang perbedaan jenis SAFEGUARD
adalah sebagai berikut :
SAFEGUARD suatu usaha atau kegiatan seperti yang telah ditetapkan dalam
peraturan yang terdahulu
SAFEGUARD kegiatan
terpadu/multisektor
yang merupakan
hasil studi
mengenai dampak penting usaha atau kegiatan terpadu yang direncanakan
BAB 4
19
terhadap lingkungan hidup data suatu kesatuan hamparan ekosistem dan
melibatkan satu instansi yang bertanggung jawab.
SAFEGUARD
kawasan yang merupakan hasil studi mengenai dampak
lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan menyangkut
kewenangan atau instansi yang bertanggung jawab
SAFEGUARD Regional yang merupakan hasil studi dampak penting usaha atau
kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan
hamparan ekosistem zona rencana pengembangan wilayah sesuai RUTRD denagn
melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab.
C . RENCANA PENGELOLAAN SAFEGUARD SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Komisi SAFEGUARD pusat terdiri dari anggota tetap dan anggota tidak tetap yang
dibentuk oleh menteri atau pimpinan lembaga non Departemen, dan dalam menjalankan
tugasnya komisi SAFEGUARD pusat dibantu oleh tim Teknis yang bertugas menilai
dokumen-dokumen safeguard.
Komisi safeguard Daerah yang terdiri dari anggota tetap dan anggota tidak tetap yang
dibentuk oleh Gubernur, dan dalam menjalankan tugasnya Komisi Safeguard Daerah
dibantu oleh Tim Teknis yang bertugas menilai dokumen-dokumen Safeguard.
Komisi Safeguard pusat bertugas untuk :
Menyusun pedoman teknis pembuatan Dokumen Safeguard yang meliputi
pembuatan kerangka acuan Analisis Dampak Lingkungan.
(Analisa Dampak
Lingkungan
(ANDAL). Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Menanggapi dokumen KA ANDAL.
Menanggapi dokumen ANDAL.
Menanggapi dokumen RPL.
Membantu
penyelesaian
diterbitkannya
keputusan
tentang
dokumen
ANDAL,RKL,RPL.
4.2.3 Aspek Sosial Pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang penting bagi
kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya alam menyediakan
sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam
melakukan aktifitasnya. Untuk itu, pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu
kepada aspek konservasi dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang
BAB 4
20
hanya berorientasi ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi
menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi tetapi
juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelesta rian serta
kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber daya alam dan
lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar
tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup
sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pemanfaatan sumber daya alam
seharusnya memberi kesempatan dan ruang bagi peranserta masyarakat dalam
pemeliharaan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian hak dan
kewajiban masyarakat untuk memanfaatkan dan memelihara keberlanjutan sumber
daya alam dan lingkungan harus dapat dioptimalkan. Kesalahan dalam pengelolaan
dapat berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan sumber daya alam, termasuk
kerusakan hutan lindung, pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman hayati,
kerusakan konservasi alam, dan sebagainya.
Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk
mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak tempat yang antara lain berupa
pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan
pertanian, penangkapan ikan, dan eksploitasi hutan lindung yang mengabaikan daya
dukung
dan daya tampung lingkungan.Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan
dampak perubahan pola pemikiran dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah
kegiatan pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada
tahap persiapan, perencanaan maupun tahap pembangunan.Kegiatan proyek melalui
pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya
organisasi- organisasi sosial yang ada di masyarakat.
Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan
berbasis komunitas
yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local
wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang secara
konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan atau rembug-rembug warga, hal ini
dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas sosial, kejujuran,
keterbukaan, demokrasi dan penghormatan atas perbedaan pendapat dan pandangan, dll
sebagai dasar bangunan kearifan lokal.
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi
melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses demokratisasi dan keterbukaan
masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini dapat di lihat dari proses dan dinamika
BAB 4
21
warga masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari proses paling
awal seperti saat perencanaan hingga ke proses pelaksanaan pembangunan.
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi
melahirkan
dampak
terhadap
terselenggaranya
transparansi
dan
akuntabilitas.
hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan (khususnya dalam konteks pengelolaan dana pembangunan).
Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola hidup/kebiasaan
masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap persiapan, perencanaan
sampai tahap pembangunan. Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari
keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi baik
terhadap sesamanya maupun
pengorganisasian
terhadap
masyarakat dan
lingkungan
di sekitarnya. Kegiatan
penguatan kapasitas kelompok diperkirakan
menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan
konstruksi relasi social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.
Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan, pengelolaan
keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang sangat potensial
menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik ver tikal terjadi
akibat ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari masyarakat dengan
kebijakan proyek yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya kuatnya intervensi
pemerintah dan aparat desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi karena terjadiny a
sikap pro dan kontra di masyarakat terhadap rencana pembangunan, selain itu karena
terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ataupun kelompok
kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri.
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan
kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk berpartisipasi aktif
dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan
rehabilitasi. Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak
akan mewakili komunitas keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu
diperlukan
upaya-upaya khusus untuk
memastikan
keterlibatan
mereka dalam
kegiatan-kegiatan tersebut.
BAB 4
22