Tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan nomor 393/Pid.B/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex).

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NOMOR 393/Pid.B/2014/PN.Pdg TENTANG PENERAPAN SANKSI TINDAK

PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX)

SKRIPSI

Oleh

Alvy Ni’ma Chasanah NIM: C03213007

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil dari penelitian kepustakaan tentang “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex), penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: bagaimana pertimbangan hukum Hakim terhadap putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN/Pdgtentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)? Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan Nomor 393/Pid.B/2014PN/Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana ausila (layanan phone sex)?

Data penelitian ini diperoleh dari Putusan Pengadilan Negeri Padang yang merupakan obyek dari penelitian. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan kepustakaan kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu teknik analisis yang menggambarkan data sesuai dengan apa adanya, kemudian dianalisis dan diverifikasi dengan teori hukum pidana Islam kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode pola pikir deduktif, yaitu metode yang membahas persoalan yang dimulai dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum berupa dalil, kaidah fikih, kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus dari hasil penelitian tersebut.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa, pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Padang terhadap penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) pada putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg terlebih dahulu mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan dakwaan alternatif, tetapi majelis hakim menetapkan dalam satu dakwaan yaitu tanpa hak dengan sengaja mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan berdasarkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat 1 jo Pasal 36 jo Pasal 45 Undang-undang No. 11 Tahun 2008. Bentuk hukumannya adalah penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah. Dalam hukum pidana Islam perbuatan tersebut dikategorikan dalam jari>mahtakzi>r karena unsur-unsur dalam jari>mah h}ad dan qisas diyat tidak terpenuhi secara sempurna. Akan tetapi sanksi yang diterapkan dalam putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg berupa penjara selama 10 (sepuluh) bulan dan dikurangkan seluruhnya pada saat penangkapan dan penahanan yang telah dijalani selama 6 (enam) bulan sehingga masa berlaku hukuman pidana hanya 4 (empat) bulan yang dalam hukum pidana Islam disebut dengan al-habsu (penjara).

Dari uraian tersebut penulis menyarankan kepada remaja untuk tidak meniru perbuatan terdakwa dan kepada pihak aparat penegak hukum terutama para hakim agar menegakkan hukum dengan adil terhadap pelaku kejahatan dengan mempertimbangkan berbagai aspek aspek sesuai dengan nilai-nilai keadilan dalam menerapkan sebuah sanksi bagi terdakwa.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah... 10

E. Kajian Pustaka ... 10

F. Tujuan Penelitian ... 16

G. Kegunaan Penelitian ... 17

H. Definisi Operasional ... 17

I. Metode Penelitian ... 18

J. Sistematika Pembahasan ... 22

BAB II KAJIAN TEORITIS TERHADAP TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX) SEBAGAI JARIMAH TAKZIR DALAM PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian Takzir ... 24

B. Dasar Hukum Jarimah Takzir ... 27

C. Pembagian Takzir ... 29


(8)

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PADANG NOMOR 393/Pid.B/2014/PN/Pdg TENTANG TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX)

A. Kasus Putusan Pengadilan Negeri Padang Tentang Asusila

(Layanan Phone Sex) ... 46

B. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan Negeri Padang dalam Menyelesaikan Perkara Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 56

C. Amar Putusan Pengadilan Negeri Pdanag Dalam Menyelesaikan Perkara Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 61

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PADANG NOMOR 393/Pid.B/2014/PN/Pdg TENTANG TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX) A. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negeri Padang Terhadap Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 63

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 393/Pid.B/2014/PN/Pdg Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 69

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan teknologi semakin berkembang pesat, keberadaan teknologi yang canggih dan modern sengaja diciptakan oleh manusia untuk mempermudah dalam mengerjakan pekerjaan maupun mengakses segala informasi dan ilmu pengetahuan, sehingga dalam pekerjaannya manusia dapat menyelesaikannya dalam waktu singkat.

Seluas apapun jagad raya manusia dapat dengan mudahnya mengakses berbagai macam informasi yang ada di belahan dunia ini.1 Meskipun terpisah oleh jarak dan ruang, dengan menggunakan teknologi yang canggih manusia mampu melakukan interaksi dengan manusia lain. Telepon seluler pun yang awalnya hanya dapat digunakan untuk telepon dan berkirim pesan saja, sekarang dapat digunakan untuk foto, browsing atau mengakses internet.

Kecanggihan teknologi komunikasi kini dimanfaatkan manusia untuk memenuhi berbagai macam kebutuhannya. Telepon selular misalnya, merupakan teknologi yang berfungsi sebagai alat komunikasi yang menghubungkan manusia satu dengan manusia lain yang terpisah oleh jarak, namun tetap mampu melakukan komunikasi atau interaksi secara langsung. Fungsi yang dimiliki telepon selular kini dijadikan

1


(10)

2

manusia untuk berkomunikasi dengan pasangannya yang berada di tempat berbeda atau terpisah jarak yang sangat jauh, sehingga ketika muncul hasrat untuk berhubungan seksual, telepon selulerpun bisa jadi perantaranya.

Aktifitas seks melalui telepon selular kini sudah menjamur di tengah masyarakat. Menurut Neng Djubaedah, layanan seks ini disebut dengan erotic line, menurutnya erotic line itu muncul sejak sarana pelayanan telepon lebih memasyarakat.2 Kegiatan melakukan seks melalui telepon selular ini lebih sering dinamakan phone sex oleh beberapa masyarakat yang menggunakan media sosial karena dari pengambilan kata telepon yaitu phone dan seksualitas yang dilakukan yaitu sex.

Telepon seks (Phone Sex) adalah jenis virtual seks yang lebih merujuk ke seksual eksplisit percakapan antara dua orang atau lebih melalui telepon, tujuannya adalah membuatorang yang melakukan aktivitas tersebut atau pasangan seks dapat mengalami masturbatsi atau melakukan fantasi seksual. Dapat dikatakan masing-masing pasangan

phone sex sebenarnya melakukan seks anal atau oral seks. Jadi keduanya tidak berhubungan intim secara langsung, melainkan mereka saling mengutarakan kata-kata yang membuat nafsu birahi manusia memuncak dengan melalui suara-suara erotis yang didengar dari telepon selular yang mampu membangkitkan hasrat biologis seseorang.

2

Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2003), 164.


(11)

3

Penggunaan phone sex kini tidak lagi pada fungsinya. Jika digunakan secara benar, sebenarnya phone sex ini bermanfaat bagi sepasang manusia atau pasutri yang tidak dapat bertemu secara langsung karena tugas atau pekerjaannya, dan phone sex dapat dijadikan alternatif untuk melepaskan libido tersebut.3 Meskipun dalam hubungan seks melalui telepon ini manfaat yang diperoleh lebih sedikit karena kegiatan berhubungan melalui telepon dapat menyebabkan kecanduan dan memiliki efek negatif bagi sebuah hubungan, meskipun dia memiliki hubungan suami istri.

Namun, kini banyak pasangan pranikah yang memanfaatkan keberadaan phone sex. Bahkan, pada saat ini phone sex tidak hanya dipergunakan sebagai alternatif untuk melepaskan libido saja melainkan di jadikan sebuah bisnis online dan diperjual belikan dalam bentuk jasa. Parahnya diantara mereka bahkan tidak saling mengetahui wajah atau tidak pernah kenal dan bertemu secara langsung sebelumnya dengan pasangan phone sex mereka.

Para pelaku phone sex hanya menjual suara erotis mereka yang membuat lawan jenisnya beroral sex dengan membayangkan mereka sedang melakukan hubungan intim layaknya suami istri, layanan phone sex ini bahkan sangat mudah untuk ditemukan di internet dan juga sosial media, maraknya layanan phone sex ini sayangnya kurang diperhatikan oleh pihak berwajib. Meskipun adanya peraturan perundang-undangan

3

Nurul Hidayati. 2011. http://www.wartanews.com/lifestyle/5e56ed93-10e3-44d8-9b76907a88b43dda/phone-sex-adalahpenyakit-kejiwaan. jumat 13 mei (Online). Diakses pada16 Mei 2017. 13.oo WIB.


(12)

4

yang mengatur tetapi tidak adanya batasan-batasan pelanggaran yang jelas karena komunikasi melalui telepon hanya diketahui oleh mereka saja yang saling berhubungan dan tidak diketahui oleh pihak lain.

Aktifitas seks seperti ini termasuk dalam pornografi karena yang didengar dapat mengakibatkan dilakukannya masturbasi atau onani ditempat umum oleh pengguna telepon.Dalam undang-undang pornografi

nomor 44 tahun 2008 “gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,

gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi

seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”

Pelanggaran penyebarluasan pornografi, termasuk melalui internet, diatur dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang pornografi, yaitu “Setiap orang dilarang memproduksi, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang b. Kekerasan seksual

c. Masturbasi atau onani

d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan e. Alat kelamin, atau


(13)

5

Pelanggaran pasal 4 ayat (1) ini diancam dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun dan atau dendan paling sedikit Rp.250 juta dan paling banyak Rp.6 miliar (pasal 29 Undang-Undang Pornografi).

Sementara pengertian pornografi sendiri dalam kamus besar bahasa indonesia adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan utuk membangkitkan nafsu birahi, bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi dalam seks.4

Saat ini layanan seks melalui telepon dapat diperoleh melalui pelayanan telepon tertentu dengan nomor layanan tertentu yang khusus menyediakan sarana layanan jawaban dengan suara erotis dan sensual dari operator bagi penelepon yang menghubungi dan menginginkan berkomunikasi, mendengarkan suara, kata kata atau kalimat erotis dan sensual.5

Dalam hukum Islam perbuatan-perbuatan tersebut telah didefinisikan secara jelas dan tidak mengambang tentang pornografi karena Islam telah mengatur cara berpakaian dan kode tingkah laku6 yang berlandaskan pada surat Al-Ahzab: 59,7yaitu:

4

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta:Balai Pustaka, 2005), 889. 5

Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Hukum Islam, 163. 6

Istibsjaroh, Menimbang Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Islam, (Surabaya: Sunan Ampel Press, 2007), 13.


(14)

6

ينِ ِبيِبَٰلجينِمينِ يَلعينِن يينِِمؤ ْلٱيِءاسِن يكِتا ب يكِجٰ َأِليْلَقي ِب لٱا يَأاٰي

ا يِحريار ُفَغيهَللٱيَناَك ينيَؤيياَلَفينْفرعينَأيٰ ندَأيكِلَٰ

artinya, “hai nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “hendaklah mereka

mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka” yang demikian itu

supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan allah adalah maha pengampun lagi maha penyanyang.

Syariat menuntut perempuan secara keseluruhan secara khusus perempuan muslim akan menjaga kesucian diri diatas segala-galanya. Syariat menuntut untuk mengekspresikan dalam perilaku lahir dengan menutup tubuh, cara berbicara, berjalan, dan isyarat secara umum.8 Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Ahzab: 32,9

ييِفي ِ َلايع ْطيَفيِل َقْلاِبينعض تياَلَفينتيَقتايِنِيِءاسِلاينِمي حَأَكينتسَليِيِب لايَءاسِنياي

اًف رعمياًل َقينْلُق ي رميِهِبْلَق

Artinya: “hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam

hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”

Islam tidak cukup hanya melarang jangan berzina, tetapi di larang juga mendekati zina. Semua dijelaskan dalam ayat al-Our’an diatas dan apa yang dikenal oleh orang banyak sebagai perbuatan yang dapat membangkitkan syahwat, adalah termasuk kalimat fa>hisyah (kotor/keji). Bahkan dapat menggerakkan dan mendorong orang untuk berbuat kotor.10 Fahisyah sendiri dalam Islam memiliki beberapa pengertian, diantaranya:

1. Dalam surah an-Nisa’ ayat 21 kata fa>hisyah adalah ucapan dan perbuatan yang tidak sejalan dengan tuntutan agama, dan akal sehat, khususnya yang telah ditetapkan sanksi duniawinya seperti zina,

8

Istibsjaroh, Menimbang Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Islam, 18. 9Al-qur’an, al-Ahzab:32

10


(15)

7

pembunuhan, dan pencemaran nama baik dalam bentuk menuduh zina.11

2. Dalam surah al-Isra’ ayat 32 kata fa>hisyah adalah suatu perbuatan keji yang melampaui batas dalam ukuran apapun dan suatu jalan yang buruk dalam menyalurkan kebutuhan biologis, dalam ayat ini merujuk pada perbuatan zina atau perkara yang mendekati zina.12

3. Dalam surah Yusuf ayat 24 kata fa>hisyah pada ayat ini dijelaskan seorang wanita yang sengaja menjebak dan ingin mengajak Nabi Yusuf a.s untuk melakukan berbuatan mungkan dan keji (zina).13

4. Dalam surah ali-Imran ayat 135-136 kata fa>hisyah pada ayat ini titujukan kepada mereka yang apabila mengerjakan dengan sengaja atau tidak sadar suatu perbuatan keji yakni dosa besar, seperti membunuh, berzina, korupsi dan mencuri, atau menganiaya diri sendiri dengan dosa atau pelanggaran apapun.14

5. Dalam surah al-A’raf ayat 28 kata fa>hisyah berarti perbuatan keji yang mana pada ayat ini ditujukan pada kaum musyrikin Mekkah yang sering kali thawaf dalam keadaan tanpa buasana.15

6. Dalam surah al-Baqarah ayat 168-169 kata fa>hisyah dalam surah ini lebih membahas tentang makanan yang halal.16

11

M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 9, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 309. 12

M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 7, 456. 13

M Quraish Shihah, Tafsir Al-Misbah Volume 6, 57. 14

M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 2, 208. 15

M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 4, 78. 16


(16)

8

Islam sebagaimana kita maklumi apabila mengkharamkan sesuatu maka ditutuplah jalan-jalan yang akan membawa kepada perbuatan haram itu,17 oleh karena itu allah berfirman dalam surat al-Isra’ ayat 3218, yaitu:

يانِزلايا برْقتياَل

ۖ

ييياًليِبسَءاس ًةشِحاَفناَكيهنِ

Artinya, “janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.

Islam sangat membenci zina dan karenanya memerintahkan kaum muslimin agar menjauhkan diri dari semua godaan syaitan yang akan mendorong seseorang berbuat zina. Langkah pertama menuju zina dimulai dengan pandangan nafsu terhadap seorang wanita.19

Adapun sanksinya menurut kepastian hukum Islam seperti apa yang telah ditetapkan dalam UU Pornografi yang tertuang dalam Pasal 4-12 bahwa hukuman bagi pelaku tindak pidananya dapat diancam dengan hukuman ta'zir atau merupakan hak 'ulil amri dengan standar ukurnya dapat melihat beberapa asas yang sudah ditetapkan dalam al-Qur'an dan hadis, seperti asas keadilan, legalitas dan sebagainya.

Pengambilan hukum tindak pidana pornografi dan sanksinya dalam pandangan hukum Islam diqiyaskan dengan kajahatan berbagai macam tindak pidana, bisa dihukum dengan hukumanan zina hudud, ta'zir, qisas dan sebagainya. Karena kejahatan pornografi, tidak ada secara langsung yang mengatur hukumnya dalam hukum Islam. Maka diambil hukumnya melalui qiyas dengan mengambil hukum-hukum dengan berlandaskan

nash yang atau hukum yang sudah ada.

17

Yusuf Qoradhawi, Halal dan Haram, 158. 18Al-qur’an, al-Isra’:32.

19


(17)

9

Dengan demikian kepastian hukum dalam hukum Islam terhadap pelaku tindak pidana pornografi adalah hak ulil amri dan masyarakat harus mematuhinya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis dapat mengetahui masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Pengertian tindak pidana asusila (layanan phone sex).

2. Model tindak pidana asusila (layanan phone sex).

3. Sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex).

4. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila (layanan

phone sex).

5. Aturan-aturan terhadap tindak pidana asusila (layanan phone sex).

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tetap mengarah kepada permasalahan dan tidak menyimpang dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Pertimbangan hukum hakim terhadap putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex).


(18)

10

2. Analisis hukum pidana Islam terhadap putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)?

D. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengambil beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)?

2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)?

E. Kajian Pustaka

Upaya penelitian tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila (layanan phone sex) dilakukan dengan cara menganalisis

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor

393/Pid.B/2014/PN.Pdg.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam penulisan skripsi ini selain menggunakan berkas-berkas perkara yang terdapat pada putusan serta buku-buku yang berkaitan dengan tinjauan hukum pidana Islam terhadap


(19)

11

penerapan sanksi bagi tindak pidana asusila (layanan phone sex) sebagai rujukan, penulis juga menggunakan hasil karya ilmiah yang sudah pernah ditulis oleh penulis-penulis sebelumnya, diantaranya :

1. Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Layanan Phone Sex” dibahas oleh Vidia Fitri Hidayati pada tahun 2015,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) model layanan phone sex : layanan phone sex atau telepon seks merupakan layanan berjenis virtual seks yang merujuk ke percakapan seksual eksplisit. Kemudian yang melakukan percakapan tersebut berfantasi seksual. Layanan ini bertujuan untuk menstimulasi gairah seksual hingga mencapai titik orgasme. Phone sex biasa dijadikan ajang penggunanya berfantasi seks saat melakukan masturbasi. (2) analisis hukum Islam terhadap layanan phone sex : bahwa layanan phone sex menurut analisis Islam adalah haram. Statusnya menyediakan wadah untuk berzina pada telingga, lidah dan hati. Selain itu, dalam Al-Qur’an surah

al-Isra’telah dijelaskan untuk tidak mendekati zina. Mudarat yang

terkandung dalam layanan phone sex lebih besar ketimbang maslahah

yang bisa didapat. Telepon seks dalam maqasid ash-shari’ah kategori memelihara akal dan jiwa dapat merusak akal dan jiwa penggunanya. Akal sehat manusia tidak akan pernah menerima perlakuan yang merendahkan martabat kemanusiaannya demi kesenangan sesaat semata, demi materi duniawi semata. Phone Sex juga bukan merupakan perbuatan yang dapat memberikan kehormatan pada diri


(20)

12

ataupun nikmat yang diridhai Allah. Phone sex merupakan perbuatan atau nikmat yang bersifat sementara bagi sebagian manusia dan merendahkan kehormatan dirinya serta melepaskan dirinya pula dari

aqidah, shariat, dan akhlaq (Islami).20

2. Skripsi yang berjudul “Sanksi Pidana Pornografi Di Tinjau Dari Segi Hukum Pidana Dan Hukum Islam (Studi Perbandingan Hukum)

dibahas oleh Samsul Bahri Asy’ary pada tahun 2002, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) deskriptif pornografi menurut KUHP dan hukum Islam : pornografi adalah bahan tulisan, lukisan atau gambar serta gerakan-gerakan tubuh yang erotik serta sengaja membuka aurat yang semata-mata ditunjukkan untuk membangkitkan nafsu birahi. Atau dengan artian bahwa pornografi adalah perusakan rasa kesusilaan yang dilakukan dihadapan umum. Sedangakan menurut Islam pornografi adalah membuka aurat yang dilakukan untuk menarik perhatian lawan jenisnya, sekalipun hal itu dilakukan hanya dengan membunyikan gelang kaki atau menunjukkan perhiasan yang ada pada dirinya. Pornografi dalam KUHP dirumuskan pada pasal 281 dan 283 serta pasal pendukung yaitu pasal 532 dan 533. Pornografi dimasukkan dalam pasal delik pelanggaran kesusilaan/kesopanan. Sedangkan dalam hukum Islam pornografi diterangkan dalam surat an-Nur ayat 30-31, didalamnya terdapat keharusan muslim dan muslimat untuk menjaga pandangan dan

20

Vidia Fitri Hidayati, Analisis Hukum Islam Terhadap Layanan Phone Sex, (Surabaya: Skripsi Pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam UIN Sunan Ampel, 2015).


(21)

13

farjinya. (2) perspektif KUHP dan hukum Islam mengenai sanksi tindak pidana pornografi : hukuman yang diberikan bagi pelanggar delik pornografi, dalam KUHP diterangkan bahwa maksimal di hukum dua tahun delapan bulan dan denda Rp. 3.000.000,-. Sedangkan dalam pers dikenakan denda Rp.7.00.000.000,-. Dalam hukum Islam sanksi yang diberikan kepada pelanggar delik pornografi tidak disebutkan secara jelas, karena nash yang jelas tidak ditemukan.

Dan penentuan sanksi hukumannya masih bersifat ta’zir. Karena tidak

adanya nash yang mengatur perbuatan/pelanggaran delik kesusilaan. Namun, yang ditekankan adalah hukuman bagi akibat yang ditimbukan oleh pornografi tersebut yaitu had zina.21

3. Skripsi yang berjudul “Studi Analisis Tentang Pornografi Ditinjau Dari Hukum Positif Dan Hukum Negatif ” dibahas oleh Indra Tony

Syayuti pada tahun 2004, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) bentuk-bentuk bisnis pornografi di Indonesia : bentuk bisnis pornografi amat beragam antara lain bisnis pornografi dalam bentuk tulisan, bisnis pornografi dalam bentuk gambar, dan bisnis pornografi dalam bentuk suara. (2) faktor-faktor yang mempengaruhi bisnis pornografi : faktor penyebab maraknya bisnis pornografi, sikap masyarakat Indonesia secara keseluruhan yang meski menentang tapi bersikap pasif. Sensivitas masyarakat dalam hal pornografi belum menggembirakan. Ketentuan mengenai pelanggaran susila itu ada di

21Samsul Bahri Asy’ary,

Sanksi Pidana Pornografi Di Tinjau Dari Segi Hukum Pidana Dan

Hukum Islam (Studi Perbandingan Hukum). Surabaya: Skrpsi Pada Fakultas Syariah dan Hukum


(22)

14

KUHP , tapi penegakkan hukumnya memang masih lemah. Maraknya pornografi tidak terlepas dari adanya permintaan dari masyarakat. (3) tinjauan hukum positif dan hukum Islam terhadap batasan-batasan bisnis pornografi dan sanksi hukumnya : tinjauan hukum Islam terhadap batasan-batasan bisnis pornografi yaitu segala macam bentuk perbuatan yang mengarah pada perbuatan zina termasuk tindak pidana bisnis pornografi. Dan hukum Islam melarang keras bisnis pornografi beserta berbagai macam praktek bisnis pornografi. Sanksi hukumnya

adalah ta’zir. Sementara tinjauan hukum positif terhadap batasan -batasan bisnis pornografi yaitu segala aktifitas baik suara, gambar, tulisan yang dirancang secara sengaja untuk membangkitkan birahi seks dan hukum positif melarang keras bisnis pornografi. Sanksi hukumnya adalah hukuman penjara satu tahun empat bulan.22

4. Skripsi yang berjudul “Sanksi Prostitusi Online Melalui Media Sosial Perspektif Hukum Positif dan Hukum islam” dibahas oleh Ria

Zumaroh pada tahun 2016, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) sanksi prostitusi online menurut hukum positif : prostitusi merupakan bentuk penyimpangan sosial, yang menyimpang dari nilai sosial, agama dan moral bangsa Indonesia. Sedangkan prostitusi

online merupakan bentuk dari kegiatan prostitusi yang dilakukan melalui media sosial maupun internet. Pengaturan tindak pidana dalam hukum positif di Indonesia terhadap sanksi prostitusi online

22Indra Tony Syayuti, “

Studi Analisis Tentang Pornografi Ditinjau Dari Hukum Positif Dan

Hukum Negatif ”. (Surabaya: Skripsi Pada Fakultas Syariah dan Hukun Islam IAIN Sunan Ampel,


(23)

15

dapat dijerat dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang terdapat dalam pasal 296 dan 506 bagi seorang mucikari kemudian mengenai seorang PSK Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkannya sebagai pesenggamaan atas dasar suka sama suka, yang dilakukan oleh seseorang dengan orang yang telah bersuami atau beristri (pernikahan) sebagaimana yang terdapat dalam pasal 284 KUHP. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang didalamnya telah diatur pada pasal 27 ayat 1 hanya membatasi larangan bagi penyedia layanan seks komersial dan pemilik website semata. Dan menurut penulis skripsi ini bahwa sanksi tersebut masih kurang berat, sebab denda maksimal Rp. 1 miliar yang masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keuntungan yang dapat diperoleh dalam mengelola jaringan prostitusi online

tersebut. (2) sanksi prostitusi online menurut hukum Islam : dalam hukum Islam sanksi bagi seorang PSK adalah dihukum dengan hukuman rajam (dilempari batu sampai meninggal dengan disaksikan banyak orang) jika muhsan. Jika ia ghairu mushan, maka ia dihukum cambuk 100 kaili. Dan telah dijelaskan bahwasannya dalam surat an-Nur ayat 33 tidak diatur secara jelas tentang sanksi terhadap mucikari, meskipun demikian, tidak berarti bagi para mucikari tidak ada hukumnya. Sanksi terhadap mereka dapat ditentukan melalui lembaga

ta’zir, karena bahwa setiap perbuatan maksiat yang tidak dapat


(24)

16

dikualifikasikan sebagai jarimah ta’zir. Dengan ukuran dan jenis sanksi yang preventif, agar mereka jera dan tidak berusaha mengulangi perbuatan maksiat itu lagi. (3) persamaan dan perbedaan terhadap sanksi prostitusi online menurut hukum positif dan hukum Islam : mengenai persamaan dan perbedaan sanksi prostitusi online

menurut hukum positif dan hukum Islam, yang mana persamaannya terletak pada sama-sama diberi sanksi pidana bagi pelaku prostitusi

online, kemudian mengenai perbedaannya terletak pada berat ringannya hukuman yang diberikan kepada pelaku prostitusi online tersebut.23

F. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai penulisan dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim terhadap putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex).

2. Untuk mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)?

23Ria Zumaroh,“

Sanksi Prostitusi Online Melalui Media Sosial Perspektif Hukum Positif dan

Hukum islam”. (Surabaya: Skripsi Pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam UIN Sunan


(25)

17

G. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam hal.

1. Dari aspek keilmuan (teoritis), sebagai khasanah ilmu pengetahuan tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex). 2. Dari segi praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

acuan melakukan penelitian yang akan datang tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam hukum pidana Islam.

H. Definisi Operasional

Adapun untuk mempermudah gambaran yang jelas dan konkrit tentang permasalahan yang terkandung dalam konsep penelitian ini, maka perlu dijelaskan makna yang terdapat dalam penelitian ini, “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex)”

dan definisi operasional dari judul tersebut adalah:

1. Hukum Pidana Islam : syariat Allah yang mengatur tindakan-tindakan kejahatan atau pelanggaran yang dapat mengganggu ketentraman umum, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Dalam penelitian ini penulis lebih mengkhususkan pada hukum


(26)

18

2. Penerapan sanksi : sebuah hukuman atau tindakan memaksa yang wajib dipertanggung jawabankan dari suatu tindak pidana yang telah dilakukan seseorang.

3. Tindak pidana asusila : suatu perbuatan pidana yang menyimpang dari norma norma atau kaidah kesopanan yang dapat dijatuhi hukuman.

4. Layanan phone sex : suatu pelayanan atau pemberian jasa dari alat komunikasi telepon yang bermuatan pornografi yang menyebabkan dilakukannya masturbasi atau onani.

I. Metode Penelitian

1. Data Yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan adalah data yang dihimpun dan dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah, yakni, data-data yang berkaitan dengan tinjauan hukum pidana Islam terhadap penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) 2. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini digunakan tiga sumber data, yaitu :

a. Sumber primer

Sumber primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,24 yaitu:Direktori Putusan Pengadilan Negeri Nomor

24


(27)

19

393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang tindak pidana asusila (layanan

phone sex). b. Sumber sekunder

Sumber sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,25 meliputi:

1) Jurnal Hukum yang membahas tentang penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila (layananphone sex).

2) Penelitian ilmiah yang membahas tentang penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila (layananphone sex).

3) Buku–buku yang membahastentangpenerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila (layananphone sex).

4) Berbagai tulisan tentang penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana Islam terhadaptindak pidana asusila (layananphone sex).

c. Sumber data tersier

Sumber data tersier adalah sumber data penunjang dimana bahan hukum yang menunjang dengan pembahasan skripsi. Misalnya media cetak dan internet.26

25

Ibid., 106. 26


(28)

20

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditunjukkan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen, atau dilakukan melalui berkas yang ada.27 Dokumen yang diteliti adalah direktori putusan Pengadilan Negeri Padang tentang tinjauan hukum pidana Islam terhadap penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.

b. Pustaka, yaitu penggalian bahan-bahan yang berasal dari buku-buku kepustakaan yang berhubungan dengan bahasan tinjauan hukum pidana Islam terhadap penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana asusila (layanan phone sex). Bahan-bahan pustaka yang digunakan disini adalah buku-buku atau tulisan lain yang relevan, ditulis oleh para pakar atau ahli hukum terutama dalam bidang hukum pidana.28 4. Teknik Pengelolaan Data

Data yang didapat dari dokumen dan sudah terkumpulkan dilakukan analisa, berikut tahapan-tahapannya:

a. Editing : Melakukan pemeriksaan kembali terhadap data-data yang diperoleh secara cermat baik dari sumber primer atau sumber sekunder, mengenai penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana

27

Usman Husain, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 73. 28


(29)

21

Islam terhadap tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.29

b. Organizing : Menyusun data secara sistematis mengenai penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.

c. Analizing : Tahapan analisis terhadap data mengenai penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.30

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data penelitian ini menggunakan teknik analisa deskriptif dengan pola pikir deduktif.

Deskriptif analisis adalah teknik analisa dengan cara memaparkan dan menjelaskan data apa adanya. Dalam hal ini data tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam direktori putusan kemudian dianalisa dengan menggunakan teori hukum pidana Islam yaitu

teori jarimah ta’zir.31

Pola fikir deduktif adalah pola pikir yang berangkat dari variabel

yang bersifat umum, dalam hal ini teori jarimah ta’zir kemudian

diaplikasikan kedalam variabel yang bersifat khusus yaitu penerapan

29

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 77. 30

Moh Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), 353.

31


(30)

22

sanksi dalam direktori putusan tindak pidana asusila (layanan phone sex).32

J. Sistematika Pembahasan

Dalam menyusun skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana

Islam Terhadap Direktori Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg Tentang Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Asusila (Layanan

Phone Sex)” diperlukan adanya suatu sistematika pembahasan, sehingga

dapat diketahui kerangka skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan, merupakan gambaran umum yang terdiri dari beberapa sub bab yang meliputi Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Kajian Pustaka, Tujuan Penelitian, Kegunaan Hasil Penelitian, Definisi Operasional, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

Bab dua merupakan kajian teoritis menurut hukum pidana Islam tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)tentang

jarimah ta’zir yang meliputi: definisi takzir, dasar hukum disyariatkannya takzir, pembagian takzir dan sanksi takzir.

Bab tiga merupakan deskripsi mengenai data hasil penelitian yang terdiri atas kronologi kejadian tindak pidana Asusila (layanan phone sex). Landasan hukum pengadilan negeri padang dan sanksi yang diterima oleh pelaku tindak pidana dalam putusan Nomor : 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.

32


(31)

23

Bab empat membahas tentang analisis putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor : 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang service phone sex.

Bab lima merupakan penutup yang berisi kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan pokok yang telah dikemukakan sebelumnya dan saran yang berkaitan dengan tindak pidana Asusila (layanan phone sex).


(32)

BAB II

KAJIAN TEORITIS TERHADAP TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX) SEBAGAI JARIMAH TAKZIR DALAM

PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Takzir

Secara etimologis kata takzir berasal dari kata „azzara yang sinonimnya adalah

در يع م

(mencegah dan menolak),

دَأ

(mendidik),

يمَ ع

يرَق

(mengagungkan dan menghormati), dan

ر ن ي ِ َق يَناعَأي

(membantu, menguatkan, dan menolong).1 Dalam al-Qur’an kata ta„zir disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya dalam surah al-Fath: 9

طأليِصَأ يًرْ بي حبست ي رَق ت ي رزعت يِهِل سر يِهاِبيا ِمؤتِل

Supaya kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi

dan petang”2

Dalam surah al-A’raf: 157

يم يكِعل ُأ عميَلِزنُأي ِ َلار لا عبتا ي ر ن ي رزع يِهِبا م ينيِ َلاَف

َن حِلْف ْلا

“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”3

1

Sahid, Pornografi Dalam Kajian Fiqh Jinayah, (Surabaya: Sunan Ampel Press, 2011), 15. 2Al-qur’an, al-Fath: 9.

3


(33)

25

Dan dalam surah al-Maidah:12

يمتضرْقَأ يم ترزع ييِلسرِبيمت م يََاكزلايمتْت يَآ لايمت َقَأينَِليمُ عمييِنِايُهيَلَق

ين َفرَا نَأْلاَا ِتحتينِمي ِر تي ا جيم َلِخدُأَل يمُ ِتَا يسيمُ عيَنرَفَكُأَليا سحياضرَقيَها

يييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييِليِبسلاَءا سَلض َقَفيمُ ِميكِلَ عبرَفَك

Dan allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kalian, sesungguhnya jika kalian mendirikan salat, menunaikan zakat, beriman kepada rasul-rasul-Ku, kalian bantu mereka dan kalian pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosa kalian. Sesungguhnya kalian akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Barang siapa yang kafir di antara

kalian sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”.4

Sedangkan secara terminologis takzir adalah bentuk hukuman yang

tidak disebutkan ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi

kekuasaan waliyyul amri atau hakim.5 Menurut Al-Mawardi, takzir didefinisikan sebagai berikut:

د ُحايَا يِفي ِرشتيمَليِ نيُي لعي يديَأتيريِزعتلا

Artinya: Takzir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa yang hukumannya belum ditentukan oleh syara.

Sebagian ulama mengartikan takzir sebagai hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadist. Takzir berfungsi memberikan pengajaran kepada pelaku dan sekaligus mencegah untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.6 Beberapa definisi yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa takzir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumnya belum ditetapkan oleh syara. Dikalangan

4

Ibid., al-Maidah: 12. 5

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 10, (Bandung: Alma’arif, 1987), 151.

6


(34)

26

fuqaha jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara dinamakan jarimah takzir. Jadi istilah takzir bias digunakan untuk hukuman dan biasa juga untuk jarimah atau tindak pidana.

Takzir sering juga dapat dipahami bahwa jarimah takzir terdiri atas perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had atau kiffarat.7Ketika menetapkan hukuman takzir penguasa memiliki wewenang untuk memberikan ketentuan hokum anter sebut dengan ketentuan maksimal dan minimal, dan memberikan wewenang pada pengadilan untuk menentukan batasan hukuman antara maksimal dan minimal.8Dengan demikian, syariah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah, dan agar mereka (hakim) dapat mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya, serta bias menghadapi sebaik-baiknya terhadap keadaan yang mendadak.

Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa takzir yaitu sebuah sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana atau jarimah yang melakukan perbuatan melanggar atas hak Allah atau pun individu, dan diluar kategori jarimah hudud atau kaffarat. Ini menjadikan kompetensi bagi penguasa setempat dalam memutuskan jenis dan ukuran sanksi takzir, harus tetap memperhatikan petunjuk nass secara teliti karena menyangkut kepentingan umum.9

7

A Djazuli, Fiqh Jinayah (UpayaMenanggulangiKejahatanDalam Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), 165.

8

Al-Asymawi Muhammad Said, NalarKritisSyari’ah, (Yogyakarta: Lkis Group, 2012), 148. 9


(35)

27

B. DasarHukumJarimahTakzir

Dasar hokum disyariatkannya takzir terdapat dalam beberapa hadist Nabi saw, dan tindakan sahabat. Hadist-hadist tersebut antara lain sebagai berikut:

1. HadistNabi yang diriwayatkanolehBahzibn Hakim:10

يِ جينعيِهيِبَأ عيميِ حيِنناِز بينعي

ي,

ييِة تلايِىي بحيمَلسي يِهيَلعيُهاي لصي ِب لانَأ

ي(

مكياحايهححصي ي ق يبا يئياس لاي ي ي ميرتلاي يد ايدي بياي يا ر

َ

Artinya: Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi saw. menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan.

(hadist diriwayatkan oleh Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan

Baihaqi, serta di shahihkan oleh Hakim).

Hadist ini menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, dengan tujuan untuk memudahkan penyelidikan. Apabila tidak dilakukan penahanan, dikhawatirkan orang tersebut melarikan diri dan menghilangkan barang bukti yang sudah ada, atau mengulangi perbuatan melanggar tindak pidananya.11

2. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Burdah:12

يُل ُقييمَلسي يِهيَلعيُهاي َلصيِهايَل سيريعِ سيهنَأيه عيُهاي ِضرياِ نَأْلايًدربيِىَأينع

ي:

ي َلاعتيِهايِد حينِميٍ حي ِفاَلِأي ا سَأيَرشعي َفي َلجيياَل

(

هيلعي فتم

)

Artinya: Dari Abi Burdah Al-Anshari ra. Bahwa ia mendengar

Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh dijilid diatas sepuluh cambuk

kecuali di dalam hukuman yang telah ditentukan oleh Allah ta’ala”.

(muttafaq alaih).

10

Lidwa Pustaka, Kitab Hadis 9 Imam, Sunan Tirmidzi, Kitab Diyat, Bab menahan diri untuk tidak menuduh, no. Hadis 1337.

11

Nurul Irfan, Fiqh Jinayah, 141. 12

Lidwa Pustaka, Kitab Hais 9 Imam, Sunan Tirmidzi, Kitab Hudud, Bab kadar cambukan takzir, no. Hadis 3222.


(36)

28

Hadist kedua ini menjelaskan tentang batas hukuman takzir yang tidak boleh lebih dari sepuluh kali cambukan, untuk membedakan dengan jarimah hudud.13 Dengan demikian hukuman takzir ini keadaannya lebih ringan dari jarimah hudud, hal ini agar dapat membedakan mana yang termasuk jarimah hudud dan mana yang termasuk jarimah takzir. Karena orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum syariat yang telah jelas hukumannya, misalnya; gadis yang berzina dengan lelaki (yaitu dicambuk 100 kali), peminum-minuman keras (sebanyak 40 kali) dan lainnya adalah termasuk melakukan pelanggaran syariat yang disebut hudud (hukum Allah). Adapun yang lebih ringan disebut takzir yang dilakukan menurut pertimbangan hakim muslim.14

3. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh „Aisyah:15

يَلاَقيمَلس يِهيَلعيُهاي َلصي ِب لايَنَأيا عيُهاي ِضريَةشِئياعينع

ي:

ي ِ َيا ُليِقَأ

يد حْلاياَلِأيمِ ِتيارَثعيِ اَي ْلا

(

ق يبلا يئاس لا يد اد بأ ي مأي ا ر

َي

Artinya: Dari Aisyah ra. Bahwa Nabi saw, bersabda: “Ringankanlah hukuman bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah hudud.

(Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Baihaqi)

Maksutnya, bahwa orang baik, orang besar, orang-orang ternama kalau tergelincir di dalam sesuatu hal, ampunkanlah, karena biasanya mereka tidak sengaja kecuali jika mereka telah berbuat sesuatu yang seharusnya di dera maka janganlah diampunkan mereka. Pada hadist ketiga ini mengatur tentang teknis pelaksanaan hukuman takzir yang bisa

13

Nurul Irfan, Fiqh Jinayah, 141. 14

Hussein Khallid Bahreisj, Himpunan Hadist Shahih Muslim, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987), 241-242.

15

Lidwa Pustaka, Kitab Hadis 9 Imam, Sunan Abu Daud, Kitab Hudud, Bab Hukum Hudud yang bisa diampuni, no. Hadis 3803.


(37)

29

berbeda antara satu pelaku dan pelaku lainnya, tergantung kepada setatus merekadan kondisi-kondisi lain yang menyertainya.16

Secara umum ketiga hasist tersebut menjelaskan tentang eksistensi takzir dalam syariat Islam, adapun tindakan sahabat yang dapat dijadikan dasar hukum untuk jarimah dan hukuman takzir antara lain tindakan Sayyidina Umar bin Khattab ketika ia melihat seseorang yang menelentangkan seekor kambing untuk disembelih, kemudian ia mengasah pisaunya. Khalifah Umar memukul orang tersebut dengan cambuk dan ia

berkata: “asah dulu pisau itu!”17

C. Pembagian Takzir

Pembagian jenis tindak pidana takzir tidak dapat ditentukan banyaknya, sedangkan pada tindak pidana hudud dan kisas sudah ditentukan jumlah dan jenisnya. Hukum Islam hanya menentukan sebagian tindak pidana takzir, yaitu perbuatan-perbuatan yang selamanya akan tetap dianggap sebagai tindak pidana, seperti riba, menghianati janji, memaki orang, menyuap dan sebagainya.18

Ulama fikih membagi takzir menjadi dua bentuk, yaitu:19 (1) at-takzir ala al-ma’asi merupakan takzir terhadap perbuatan maksiat dan (2) at-takzir li al-maslahah al-„ammah merupakan takzir untuk kemaslahatan

16

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 253. 17

Ibid., 253. 18

Abdul Qodir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam I, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2007), 100.

19

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006), 1772.


(38)

30

umum. Perbedaan kedua bentuk takzir ini terletak pada hukum tindak pidana tersebut. Tindak pidana dalam at-takzir ala al-ma’asi hukumnya haram selamanya dan bersifat maksiat, sedangkan tindak pidana dalam at-takzir li al-maslahah al’ammah hukumnya dilarang apabila memenuhi syarat-syarat tertentu, karena pada dasarnya tindakan itu sendiri tidak bersifat maksiat.

Menurut ahli fikih20 terhadap at-takzir ala al-ma’asi terhadap maksiat adalah melakukan perbuatan yang diharamkan oleh syarak dan meninggalkan perbuatan yang diwajibkan oleh syarak. Perbuatan maksiat ini tidak hanya menyangkut terhadap hak-hak Allah SWT, melainkan juga yang menyangkut hak-hak pribadi, misalnya syarak menentukan bahwa salat itu wajib, sedang memakan bab dan meminum-minuman keras adalah haram. Apabila seseorang memakan babi, meminum-minuman keras dan tidak mengerjakan salat, maka ketiga perbuatan itu disebut sebagai perbuatan maksiat, dan pelakunya dikenakan hukuman takzir.

Sedangkan, menurut ulama ahli fikih21 terhadap at-takzir al-maslahah al-„ammah pada prinsipnya jarimah takzir tersebut adalah perbuatan-perbuatan yang bersifat maksiat atau perbuatan yang di haramkan . Sifat yang membuat keharaman itu adalah terkait dengan gangguan, kemaslahatan, dan keamanan masyarakat negara.

20

Ibid., 1773. 21


(39)

31

Abdul Aziz Amir membagi jarimah takzir secara rinci menjadi beberapa bagian, yaitu:22

a. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pembunuhan

Pembunuhan diancam dengan hukuman mati, apabila hukuman mati dimaafkan maka hukumannya diganti dengan diat, apabila hukuman diat dimaafkan juga maka ulil amri berhak menjatuhkan hukuman takzir apabila hukuman tersebut dipandang lebih maslahat.23

Kasus lain yang berkaitan dengan pembunuhan yang diancam dengan takzir adalah percobaan pembunuhan apabila percobaan tersebut dapat dikategorikan kepada maksiat.

b. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pelukaan24

Menurut Imam Malik, hukuman takzir dapat digabungkan dengan qisas dalam jarimah pelukaan, karena qisas merupakan hak adami, sedangkan takzir sebagai imbalan atas hak masyarakat. Di samping itu takzir juga dapat dikenakan terhadap jarimah pelukaan apabila qisasya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena suatu sebab yang

dibenarkan oleh syara’.

Menurut mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, takzir juga dapat

dijatuhkan terhadap orang yang melakukan jarimah pelukaan dengan berulang-ulang, di samping dikenakan hukuman qisas.

22

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 255. 23

Ibid,. 256. 24


(40)

32

c. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan akhlak

Jarimah takzir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan akhlaq ini berkaitan dengan jarimah zina, menuduh zina, dan penghinaan. Di antara kasus perzinaan yang diancam dengan takzir adalah perzinaan yang tidak memenuhi syarat untuk dikenakan had, atau terdapat syubhat dalam pelakunya, perbuatannya, atau tempatnya.25

Demikian kasus percobaan zina dan perbuatan-perbuatan prazina, seperti meraba-raba, berpelukan dengan wanita atau lelaki yang bukan muhrimnya, tidur bersama tanpa hubungan seksual, dan sebagainya.

Penuduhan zina yang dikategorikan kepada takzir adalah apabila orang yang dituduh itu bukan orang mukhshan. Kriteria mukhshon menurut para ulama adalah berakal, baligh, Islam, dan iffah (bersih dari zina). Apabila seseorang tidak memiliki syarat syarat tersebut maka ia termasuk ghairu muhshon termasuk juga terhadap takzir, penuduhan terhadap sekelompok orang yang sedang berkumpul dengan tuduhan zina, tanpa menjelaskan orang yang dimaksud. Demikian pula tuduhan zina dengan kinayah (sindiran), menurut pendapat Imam Abu Hanifah termasuk dalam takzir bukan hudud

25


(41)

33

Adapun tuduhan tuduhan selain tuduhan zina digolongkan kepada penghinaan dan statusnya masuk dalam takzir, seperti tuduhan mencuri, mencaci maki, dan sebagainya.

d. Jarimah takzir yang berkaitan dengan harta

Jarimah yang berkaitan dengan harta adalah jarimah pencurian dan perampokan. Apabila kedua ja>rimah tersebut telah terpenuhi syarat syaratnya maka pelaku dikenakan hukuman had. Akan tetapi, apabila syarat untuk dikenakannya hukuman h}ad tidak terpenuhi maka pelaku tidak dikenakan hukuman had, melainkan hukuman takzir.26

Jarimah yang termasuk dalam kedua jenis ini antara lain seperti percobaan pencurian, pencopetan, meng-ghasab. Termasuk juga kedalam kelompok takzir pencurian karna danya syubhat, seperti pencurian oleh keluarga dekat.

e. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu

Jarimah takzir yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain seperti saksi palsu, berbohong ( tidak memberikan keterangan yang benar) di depan sidang pengadilan, dll.27

f. Jarimah takzir yang berkaitan dengan keamanan umun

Jarimah takzir yang termasuk dalam kelompok ini adalah,28 1) Jarimah yang mengganggu keamanan negara atau pemerintah 2) Suap

26

Ibid., 256. 27

Ibid,. 257. 28


(42)

34

3) Tindakan melampaui batas dari pegawai atau pejabat atau lalai dalam menjalankan kewajiban.

4) Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap masyarakat.

5) Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap peraturan pemerintah.

6) Melepaskan nara pidana dan menyembuyikan burunan (penjahat) 7) Pemalsuan tanda tangan dan stempel

8) Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi seperti mengurangi timbangan dan takaran.

D. Jenis-Jenis Sanksi Takzir

Hukum Islam tidak menentukan macam-macam hukuman untuk tiap-tiap tindak pidana takzir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang paling ringan hingga hukuman yang paling berat. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman yang sesuai dengan macam tindak pidana takzir serta keadaan sipelaku.29

Abdul Qodir Audah, Abdul Aziz Amir, dan Ahmad Fathi Bahnasi, ketiganya adalah pakar hukum pidana Islam, mengemukakan beberapa bentuk hukuman takzir yang terdapat dalam nas, yaitu:30

29

Abdul Qodir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam I, 100. 30


(43)

35

1. Hukuman peringatan, ancaman hardikan, dera, dan pukul.

2. Hukuman penjara baik yang bersifat sementara ataupun sebagai hukuman tetap.

3. Hukuman penyaliban 4. Hukuman pembunuhan. 5. Hukuman pembuangan.

6. Hukuman penyebarluasan berita tindak pidana.

7. Hukuman pemisahan tembat tidur bagi istri yang nusyus. 8. Hukuman melepaskan jabatan.

9. Hukuman berupa ketidaklayakkan seseorang dalam suatu hak. 10.Hukuman penyitaan harta.

11.Hukuman denda

Hukuman takzir jenisnya beragam namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu:

1. Hukuman takzir yang mengenai badan, seperti hukuman mati dan jilid (dera).

a. Hukuman Mati

Sebagaimana diketahui, takzir mengandung arti mendidik dan pengajaran. Dari pengertian itu, dapat kita pahami bahwa tujuan takzir adalah mengubah si pelaku menjadi orang yang baik kembai dan tidak melakukan kejahatan yang sama di waktu yang lain.31

31


(44)

36

Dengan maksud pendidikan tersebut, keberadaan sipelaku setelah melakukan suatu jarimah harus dipertahankan, si pelaku harus tetap hidup setelah hukuman dijatuhkan agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Oleh karena itu, hukuman yang diberikan kepada si pembuat jarimah tidaklah sampai membinasakan pelaku jarimah, tujuan mendidik untuk kembali kejalan yang benar, tidak akan tercapai. Namun demikian apabila hal ini tidak mampu memberantas kejahatan, si pelaku mengulangi lagi kejahatan yang sama atau mungkin lebih variatif jenis kejahatannya. Dalam hal ini satu-satunya cara untuk mencegah kejahatan tersebut adalah melenyapkan si pelaku agar dampak negatifnya tidak terus bertambah dan mengancam kemaslahatan yang lebih luas lagi.

Hukuman ini juga berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan yang dapat membahayakan bangsa dan negara, membocorkan rahasia negara yang sangat penting untuk kepentingan musuh negara atau mengedarkan atau menyelundupkan barang-barang berbahaya yang dapat merusak generasi bangsa seperti narkoba dan sejenisnya.

Dari uraian tersebut jelas bahwa hukuman mati untuk jarimah takzir,hanya dilakukan dalam jarimah-jarimah yang sangat berat dan berbahaya dengan syarat-syarat sebagai berikut:32

32


(45)

37

1) Bila pelaku adalah residivis yang tidak pernah jera dengan hukuman-hukuman hudud selain hukuman mati.

2) Harus dipertimbangkan betul-betul dampak kemaslahatan terhadap masyarakat dan pencegahan terhadap kerusakan yang menyebar di muka bumi.

Adapun alat yang digunakan untuk melaksanakan hukuman mati sebagai takzir tidak ada keterangan yang pasti. Ada yang mengatakan boleh denagn pedang dan ada pula yang mengatakan boleh dengan alat listrik, seperti kursi listrik. Namun kebanyakan ulama memilih pedang sebagai alat eksekusi, karena pedang mudah digunakan dan tidak menganiaya terhukum, karena kematian terhukum dengan menggunakan pedang akan lebih cepat.33

b. Hukuman Jilid

Hukuman jilid (cambuk) merupakan hukuman pokok dalam syariat Islam. Untuk jarimah hudud hanya ada beberapa jarimah yang dikenakan hukuman jilid seperti, zina, qadhaf, dan minum khamer, sedang untuk jarimah-jarimah takzir jumlahnya tidak ditentukan. Meskipun demikian, untuk jarimah-jarimah takzir yang berbahaya, hukuman jilid lebih diutamakan dikarenakan:34

1) Hukuman jilid lebih banyak berhasil dalam memberantas para penjahat yang telah biasa melakukan tindak pidana

33

Ibid., 260. 34


(46)

38

2) Hukuman jilid mempunyai dua batas, yaitu batas tertinggi dan batas terendah, sehingga hakim dapat memilih jarimah jilid yang ada di antara dua hukuman

3) Biaya pelaksanaannya tidak merepotkan keuangan negara. Di samping itu hukuman tersebut, tidak mengganggu kegiatan usaha terhukum, sehingga keluarga tidak terlantar, karena hukuman jilid dapat dilakukan seketika dan setelah itu terhukum bisa bebas

4) Dengan hukuman jilid, pelaku dapat terhindar dari akibat-akibat buruk hukuman penjara seperti rusaknya akhlaq dan kesehatan

Alat yang digunakan untuk hukuman jilid ini adalah cambuk yang pertengahan (sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil) atau tongkat. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Ibn Taimiyah, dengan alasan sebaik-baiknya perkara adalah pertengahan.

Adapun sifat atau cara pelaksanaan hukuman jilid masih diperselisihkan oleh para fuqaha. Menurut hanafiyah, jilid sebagai takzir harus dicambukkan lebih keras dari pada jilid dalam hukuman had agar dengan hukuman takzir terhukum akan menjadi jera, di sampinga karena jumlahnya lebih sedikit dari pada dalam had. Alasan yang lain adalah bahwa semakin keras cambukan itu maka akan semakin menjerakan. Akan tetapi ulama selain


(47)

39

Hanafiyah menyamakan sifat jilid dalam takzir dengan sifat takzir dalam h}udud.35

Apabila yang dihukum takzir itu laki-laki maka baju yang menghalangi sampainya cambuk ke kulit harus dibuka. Akan tetapi apabila terhukum itu seorang perempuan maka bajunya tidak boleh dibuka, karena jika demikian akan terbukalah auratnya. Pukulan atau cambukan tidak boleh diarahkan ke muka, farji, dan kepala, melainkan diarahkan ke bagian punggung, hal ini didasarkan pada atsar sahabat Umar yang mengatakan kepada eksekutor jilid36

رَفلا ي ْأرلاي ِرضتيْنَأي ايِأ

“Hindarilahuntuk memukul kepala dan farji”

Imam Abu Yusuf menambahkan tidak boleh mencambuk pada bagian dada dan perut, karena pukulan pada bagian tersebut bisa membahayakan terhukum. Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa hukuman jilid tidak boleh sampai menimbulkan cacat dan membahayakan organ-organ tubuh orang yang di hukum. 2. Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang

a. Hukuman penjara

Dalam hukum Islam berbeda dengan hukum positif. Menurut hukum Islam, penjara dipandang bukan sebagai hukuman utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman kedua atau

35

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 260. 36


(48)

40

hukuman pilihan. Hukuman pokok dalam syariat Islam bagi perbuatan yang tidak diancam dengan hukuman hadd adalah hukuman jilid. Biasanya hukuman ini hanya dijatuhkan bagi perbuatan yang dinilai ringgan saja atau yang sedang-sedang saja.Dalam syariat Islam hukuman penjara hanya dipandang sebagai alternatif dari hukuman jilid. Karena hukuman itu pada hakikatnya untuk mengubah terhukum menjadi lebih baik. Dengan demikian, apabila dengan pemenjaraan, tujuan tersebut tidak tercapai, hukumannya harus diganti dengan yang lainnya yaitu hukuman jilid. Hukuman penjara dibagi menjadi dua jenis yaitu hukuman penjara terbatas dan hukuman penjara tidak terbatas.37

Hukuman penjara terbatas yaitu hukuman yang dibatasai lamannya hukuman yang dijatuhkan dan harus dilaksankan terhukum, sedangkan hukuman penjara tidak terbatas adalah dapat berlaku sepanjang hidup, sampai mati atau sampai si terhukum bertaubat seperti pembunuhan, homoseksual, pencurian. Jadi pada prinsipnya penjara seumur hidup itu hanya dikenakan bagi tindak pidana yang berat-berat.

b. Hukuman Pengasingan

Hukuman pengasingan termasuk dalam hukuman had yang diterapkan untuk pelaku tindak pidana hirabah (perampokan) yang berdasarkan pada surah al-Maidah ayat 33, meskipun hukuman

37


(49)

41

pengasingan had, namun dalam praktiknya hukuman tersebut ditetapkan juga sebagai hukuman takzir.38

Hukuman pengasingan ini dijatuhkan kepada pelaku jarimah yang dikhawatirkan berpengaruh kepada orang lain sehingga pelakunya harus dibuang (diasingkan) untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh tersebut, seperti, orang yang berperilaku mukhannats (waria), yang pernah dilakukan oleh Nabi dengan mengasingkannya ke luar Madinah.

Adapun lamanya pengasingan tidak memiliki batasan, akan

tetapi menurut Syafi’i dan Hanabilah masa pengasingan tidak boleh lebih dari satu tahun agar tidak melebihi masa pengasingan dalam jarimah zina yang merupakan hukuman had.

c. Larangan menikah, umar melaksanakan cara ini kepada seorang wanita yang ingin menggauli budak laki-lakinya.39

3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta, seperti denda, penyitaan/perampasan harta, dan penghancuran barang.

Para ulama berbeda pendapat tentang dibolehkannya hukuman takzir dengan cara mengambil harta. Menurut Imam Abu Hanifah, hukuman takzir dengan cara mengambil harta tidak dibolehkan. Pendapat ini diikuti oleh muridnya, yaitu Muhammad ibn Hasan, tetapi muridnya yang lain, yaitu Imam Abu Yusuf membolehkannya

38

Ibid,. 264.

39 Muhammad Rawwas Qal’ahji,

Ensiklopenia Fiqih Umar bin Khathab ra, (Jakarta: PT Raja


(50)

42

apabila dipandang membawa kemaslahatan. Pendapat ini diikuti oleh Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Hanbali.40

4. Hukuman-hukuman lain a. Ancaman

Imam Abburrazak meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki pernah menghina suatu kaum, kemudian ada seorang laki-laki-laki-laki

dari mereka datang dan Umar berkata “Lidahnya untuk kalian”.

Selanjutnya Umar memanggil orang tersebut dan berkata

“Janganlah kalian laksanakan apa yang saya katakan tadi, saya mengatakan hal itu kepada semua orang agar apa yang telah dilakukannya itu tidak diulangi lagi.41

b. Peringatan keras

Hukuman ini dapat dilakukan diluar sidang pengadilan dengan mengutus seseorang yang dipercaya oleh hakim yang menyampaikannya kepada pelaku, hal itu dilakukan karena hakim memandang bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tidak berbahaya.42

c. Dihadirkan di hadapan sidang

Apabila pelaku membangkang atau berbuat cukup membahayakan maka pelaku dapat dipanggil ke hadapan sidang untuk diberi peringatan keras, yang secara langsung disampaikan oleh hakim, bagi orang tertentu hukuman ini sudah cukuo efektif

40

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 265. 41 Muhammad Rawwas Qal’ahji,

Ensiklopenia Fiqih Umar bin Khathab ra, 581.

42


(51)

43

karena sebagian orang ada yang merasa cukup takut dan gemetar dalam menghadapi meja hijau.43

d. Nasihat

Hukuman ini di dasarkan kepada firman Allah dalam surah an-Nisaa’ ayat 34 yang artinya “wanita-wanita yang kamu

khawatirkan nusyuznya maka nasihatilah mereka”, Nusyus-nya istri yang tidak taat kepada suami merupakan perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kafarat, oleh karenanya dikenakan hukuman takzir.44

e. Celaan

Dasar hukum untuk celaan sebagi hukuman takzir bahwa suatu ketika seorang hamba sahaya yang berkulit hitam mengadukan Abdurrahman ibn Auf kepada Nabi saw, karena pengaduan itu Abdurrahman ibn Auf marah dan menghina hamba tersebut dengan kata

َءاد سلا بااي

, yang artinya “wahai anak yang

hitam kelam!”. Mendengar kata-kata itu Rasulullah saw sangat marah dan mengangkat tangannya sambil bersabda:

ييييييييييييييييييِ حْلاِبيَاِأينياَطْلسيَءادي سينباي َلعيَءاضيبينبِاِلي يَل

“Tidak ada kekuasaan bagi orang kulit putih terhadap orang kulit

hitam kecuali dengan hak”

43

Ibid,. 268. 44


(52)

44

Mendengar kata-kata Rasulullah itu Abdurrahman ibn Auf merasa malu dan hina, lalu ia meletakkan kepalanya di atas tanah

kemudian ia berkata kepada hamba tadi: “Injaklah kepalaku

sampai kamu merasa puas!”.45

f. Pengucilan

Adapun yang dimaksud dengan pengucilan adalah melarang pelaku untuk berhubungan dengan orang lain dan sebaliknya melarang masyarakat untuk berhubungan dengan pelaku.46 Dasar hukum untuk pengucilan ini adalah firman Allah dalam surah an-Nisaa’ ayat 34:

ِعِجاض ْلاي ِفين رج ا ين ُ ِعَفين شنيَن ُفا تي ِتَلا ي

47

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka.

Hukuman takzir berupa pengucilan ini diberlakukan apabila membawa kemaslahatan sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat tertentu. Dalam sistem masyarakat yang terbuka hukuman ini sulit sekali untuk dilaksanakan, sebab masing-masing anggota masyarakat tidak acuh terhadap anggota masyarakat lainnya. Akan tetapi, kalau pengucilan itu dalam bentuk tidak

45

Ibid., 270. 46

Ibid,. 270.


(53)

45

diikutsertakan dalam kegiatan kemasyarakatan, mungkin bisa dilaksanakan dengan efektif.

g. Pemecatan

Pemecatan adalah melarang seseorang dari pekerjaannya dan memberhentikannya dari tugas atau jabatan yang dipegangnya sebagai akibat pemberhentian dari pekerjaan itu.48

Hukuman takzir berupa pemberhentian dari pekerjaan atau jabatan ini diterapkan terhadap setiap pegawai yang melakukan jarimah, baik yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatannya maupun dengan hal-hal lainnya.

Hukuman pemecatan dapat diterapkan dalam segala segala macam kasus tindak pidana, baik sebagai hukuman pokok, hukuman tambahan, maupun hukuman pelengkap.

h. Pengumuman kesalahan secara terbuka

Dasar hukum untuk hukuman berupa pengumuman kesalahan atau kejahatan pelaku secara terbuka adalah tindakan khalifah Umar terhadap seorang saksi palsu yang sesudah dijatuhi hukuman jilid lalu ia dibawa keliling kota, sambil diumumkan kepada masyarakat bahwa ia adalah seorang saksi palsu.49

48

Ibid., 270. 49


(54)

BAB III

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PADANG NOMOR 393/Pid.B/2014/PN.Pdg TENTANG PENERAPAN SANKSI TINDAK

PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX)

A. Kasus Putusan Pengadilan Negeri Padang Tentang Asusila (Layanan

Phone Sex)

Pada dasarnya kasus yang diteliti oleh penulis adalah putusan tindak pidana asusila (layanan phone sex), dengan kronologis sebagai berikut: Bahwa terdakwa Dedi Maizal Pgl. Dedi sejak hari Sabtu tanggal 03 Mei 2014 sampai dengan 11 Mei 2014, bertempat di jalan Ganting Parak Gadang Kecamatan Padang Timur kota Padang atau pada tempat dimana Pengadilan Negeri Padang berwenang memeriksa dan mengadili, dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dengan menggunakan 1 (satu) unit Handphone merk nokia dengan kartu 082284513486 terhadap orang yaitu saksi korban Netri Karnela yang menyebabkan saksi bertengakar dengan suaminya saksi Adhe Oksi Agus.1

Dalam putusan tersebut, perbuatan terdakwa di dakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara alternatif yaitu Dakwaan Kesatu melanggar Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 36 jo Pasal 45 UU

1


(55)

47

No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Dakwaan Kedua melanggar Pasal 282 ayat(1), ayat(3) KUHP.2

Adapun keterangan saksi-saksi bahwa untuk membuktikan dakwaan Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah sebagai berikut:3

1. Saksi Netri Karnela

a. Bahwa saksi kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga

b. Bahwa pada hari Sabtu tanggal 03 Mei 2014 pukul. 03.30 wib terdakwa telah mengirim sms atau pesan singkat melalui handphone terdakwa yang yang ditujukan kepada saksi yang

antara lain isinya “srius loh kak, sy jamin kk bkal mpe nembak

terus dibwat ma kontol sy kak, kk suka gak kl cepet tebalny itu

saya jilat kak” (serius loh kak, saya menjamin kakak akan sampai

orgasme terus dibuat sama kemaluan saya kakak suka tidak kalau kemaluan tebalnya itu saya jilat kak)

c. Bahwa pada pukul sekira pukul 03.43 wib terdakwa juga

mengirim sms ke saksi yang berisi “boleh kan kl aku ngocok smbl nelf kk” (bolehkan kalau saya onani sambil menelepon

kakak)

d. Bahwa pada pukul 03.45 wib terdakwa mengirim pesan singkat

atau sms lagi yang berisi “kk pantatny sllu bkin kontol ku hidup kl

2

Data ditulis berdasarkan berkas putusan perkara No.393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang asusila. 3


(56)

48

lhtny, apalagi kl kk lg pke cd yg ukuranny kecil” (Kakak

pantatnya selalu bikin kemaluan saya hidup kalau lihatnya, apalagi kalau kakak pakai celana dalam yang ukurannya kecil) e. Bahwa pada pukul 03. 47 wib terdakwa mengirim pesan singkat

yang berisi “bh ma cd ny warna apa sich kak” (bh sama

celana dalamnya warna apa sih kak) terdakwa juga mengirim pesan singkat atau sms yang berisi “bugil y kk syg? Emang habis

ngentot ma suaminya td y kak cepet kk bulu lebat pa botak kak”

(telanjang ya kakak sayang? Memang habis melakukan hubungan suami istri sama suaminya tadi ya kak kemaluan kakak bulu lebat atau botak kak?)

f. Bahwa pada pukul 03.53 wib terdakwa mengirim pesan singkat

atau sms yang berisi “mau g ku kirim phto kontol ku kak”

(mau tidak saya kirim photo kemaluan saya kak) kemudian pada pukul 03.55 wib pesan singkat atau sms dari terdakwa yang

berisi” ngentot ma suami ny y kak, ada nembak gak dibwt ma suaminy kak” (melakukan hubungan suami istri sama suaminya

ya kak, sudah orgasme dibuat sama suaminya kak)

g. Bahwa pada pukul 03.58 wib pesan singkat atau sms dari terdakwa berisi “obody kakak kan besar, makanya kalau kontolny ga kuat n

keras kk bkal ssah nembakny” (oh body kakak kan besar, makanya

kalau kemaluannya tidak kuat dan keras kakak bakal susah orgasmenya)


(57)

49

h. Bahwa pada pukul 04.03 wib terdakwa mengirim pesan singkat

atau sms berisi “bw ja phone sex smbl ngocok bareng ma sy lg kak” (mau saja telepon sambil onani bareng sama saya lagi

kak)

i. Bahwa pada pukul 04.07 wib terdakwa mengirim pesan “trus kk suka ny selingkuh ma kontol sy gmn atw saat suami kk gak ada

aja, emg skg kk gak dnas” (terus kakak sukanya selingkuh

sama kemaluan saya gimana atau saat suami kakak tidak ada saja, memang sekarang kakak tidak dinas)

j. Bahwa pada pukul 04.14 wib terdakwa mengirim pesan “saya kagum x lo ma yg ada sm kk, kk suka gak kl cpet cepet ny

saya jilat mpe basah” (saya kagum sekali sama apa yang ada

sama kakak, kakak suka tidak kalau kemaluannya saya jilat sampai basah)

k. Bahwa pada pukul 04.17 wib terdakwa mengirim pesan singkat

“kontol sy tmbh keras jdnya skg kak” (kemaluan saya tambah

keras jadinya kak)

l. Bahwa pada pukul 04. 20 wib terdakwa mengirim sms “suaminya

minta ngentot berp x sich kak” (suaminya minta berhubungan

badan berapa kali sih kak)

m. Bahwa pada pukul 04.24 wib terdakwa mengirim pesan singkat


(58)

50

kak” (boleh ndak saya minta foto kakak lagi pakai celana dalam

tetapi dari perut kebawah saja kak)

n. Bahwa pada pukul 04.27 terdakwa mengirim pesan singkat “kan cm dr pinggang k bawah j kok kak, lgian sy kagum n syg ma kk, g mgkn sy gitu kak sy cm penasaran x mo liat pantat bohay kk kl lg

pk cd doang kak” (kan hanya dari pinggang kebawah saja kok

kak, lagian saya kagum dan sayang sama kakak, tidak mungkin saya begitu kak, saya hanya penasaran sekali melihat pantat kakak bahenol kalau kakak lagi pakai celana dalam saja kak) o. Bahwa pada pukul 05.20 wib terdakwa mengirim pesan singkat

“kk mau gak coba ngentot beneran ma kontol sy kak, sy bkal bwt kk mpe jd nembak dech (kakak mau coba berhubungan suami istri beneran sama kemaluan saya kak, saya bakal buat kakak sampai menjadi orgasme deh) sekira pukul 05.35 wib terdakwa mengirim pesan singkat “kl ngentot beneran mpe nembak berkali-kali ada suka kk (kalau berhubungan suami istri beneran sampai orgasme berkali-kali ada suka kakak)

p. Bahwa pada hari Minggu tanggal 04 Mei 2014 pukul 00.44 wib terdakwa mengirim pesan singkat “takut org bnyk tw atau takut

ketagihan ma kontol sy yg bengkok kak” (takut orang banyak

tau atau takut ketagihan sama kemaluan saya yang bengkok kak q. Bahwa pada pukul 00.56 wib terdakwa mengirim pesan singkat


(59)

51

kk mpepuas n bkin cepet kk yg tebal jd lecet” (kepengen menculik

kakak beberapa jam terus kita menyewa kamar dan berhubungan suami istri kakak sampai puas dan bikin kemaluan kakak yang tebal menjadi lecet)

r. Bahwa pada pukul 05.55 wib “kak, dr kmrn mlm horny ulah kbayang ma kk trus mpe skg blm nembak2 jg prahny kl lg subuh

gini jd ska brontak sndiri kntol aku gr2 kk” (kak, dari kemaren

malam horny sudah kebayang sama kakak terus sampai sekarang belum keluar-keluar juga, parahnya lagi kalau subuh begini jadi suka berontak sendiri kemaluan saya garagara kakak)

s. Bahwa sms tersebut diketahui oleh suami saksi yang bernama saksi Adhe Oksi Agus sehingga menimbulkan pertengkaran dalam keluarga

t. Bahwa kemudian saksi dan suami saksi melakukan penjebakan terhadap terdakwa

u. Bahwa saksi mengajak terdakwa janjian untuk bertemu

v. Bahwa saksi tidak mengetahui bahwa terdakwa adalah anggota Polri

w. Bahwa saksi menjadi terganggu dan merasa dilecehkan oleh perbuatan terdakwa


(60)

52

1. Saksi Adhe Oksi Agus

a. Bahwa saksi kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga

b. Bahwa saksi adalah suami dari saksi Netri Karnela

c. Bahwa saksi membaca sms-sms yang dikrim oleh terdakwa kepada isteri saksi

d. Bahwa saksi dan istri saksi terlibat pertengkaran akibat sms yang dikrim oleh terdakwa

e. Bahwa saksi kemudian membalas sms dari terdakwa dan mengajak untuk bertemu

f. Bahwa saksi dan istri saksi melakukan penjebakan untuk menangkap terdakwa

g. Bahwa nomor handphone istri saksi adalah 085272434914

h. Bahwa nomor handphone terdakwa adalah 082284513486 yang mengirim sms ke nomor istri saksi

i. Bahwa sebelumnya saksi tidak tahu bahwa terdakwa adalah anggota kepolisian yang satu kantor dengan saksi

j. Bahwa saksi mengetahuinya setelah terjadi penjebakan dan penangkapan

k. Bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkan ; 2. Saksi Metha Risha

a. Bahwa saksi kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga.


(61)

53

b. Bahwa pada tanggal 03 Mei 2014 terdakwa mengirim SMS

kepada saksi yang berisi ”lagi ngentot sama suaminya ya kak, dijamin kakak pasti ketagihan ma kontol saya muach” (lagi

berhubungan sama suaminya ya kak. Saya menjamin kakak pasti ketagihan sama kemaluan saya (gambar animasi mencium)).

c. Bahwa terdakwa mengirim SMS dengan nomor handphone terdakwa yakni nomor 082284513486

d. Bahwa sebelumnya saksi tidak tahu bahwa terdakwa adalah anggota kepolisian yang satu kantor dengan saksi

e. Bahwa setelah menerima sms tersebut saksi merasa malu dan menganggap saksi seorang wanita murahan

f. Bahwa saksi juga mengetahui bahwa terdakwa juga mengirimkan sms yang serupa ke saksi Netri Karnela, saksi Firma Deri, saksi Novinta, saksi Lidya Permana Sari

g. Bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkan; 3. Saksi Lidya Permana Sari

a. Bahwa saksi kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga.

b. Bahwa saksi juga mengirim sms kepada terdakwa yang isinya mengajak untuk melakukan phone sex dan mengatakan kalau kontolnya (kemaluannya) sudah tegang dan pengen ngentot


(1)

76

menimbulkan banyak sekali dampak yang diakibatkan dari perbuatan

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dokumen elektronik yang

memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

2. Dalam hukum pidana Islam tidak ada penjelasan yang membahas

secara khusus terkait kasus tindak pidana asusila (layanan phone sex),

kejahatan asusila (layanan phone sex) ini termasuk dalam kategori

jarimah takzir, yakni hukuman yang sepenuhnya tetapkan oleh ulil

amri (hakim). Karena unsur-unsur jarimah had, dan qisas diyat tidak

terpenuhi secara sempurna, ataupun karena adanya unsur yang masih

dianggap syubhat.

Apabila dikaji dalam hukum pidana Islam sanksi yang

diterapkan oleh majelis hakim dalam putusan berupa pidana penjara

selama 10 (sepuluh) bulan dan dikurangkan seluruhnya pada saat

penangkapan dan penahanan yang telah dijalani selama 6 (enam) bulan

sehingga masa berlaku hukuman pidana hanya 4 (empat) bulan dalam

hukum pidana Islam sanksi tersebut dikenal dengan istilah al-habzu

(penjara). Dalam hal ini, tujuan sanksi dalam hukum Islam adalah

untuk memenuhi rasa keadilan, pembalasan dan pencegahan agar tidak

melakukan pelanggaran lagi yang dapat ditiru oleh masyarakat yang


(2)

77

B. Saran

1. Untuk para pengguna layanan phone sex, terutama penyedia layanan

tersebut untuk menyadari kesalahan yang telah dilakukan karena

berdampak buruk dan dapat merugikan orang lain.

2. Untuk remaja yang merasa ingin tau atau hanya sekedar gurau

mengirim pesan-pesan yang bermuatan pelanggaran asusila untuk

tidak melakukannya kembali karena apabila pesan tersebut merugikan

orang lain dapat menjadi permasalahan serius.

3. Untuk pihak berwajib lebih memperhatikan perkembangan yang


(3)

78

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Audah, Abdul Qodir. Ensiklopedia Hukum Pidana Islam. Jakarta: PT Kharisma

Ilmu. 2007.

Bahreisj Khallid, Hussein. Himpunan Hadist Shahih Muslim. Surabaya: Al-Ikhlas.

1987.

Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedia Hukum Islam 5. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van

Hoeve. 2006.

Djubaedah, Neng. Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Hukum Islam. Jakarta:

Prenada Media. 2003.

Djazuli, A. Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam).

Jakarta: PT. Raja Grafindo 2000.

Husain, Usman. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.

Istibsjaroh. Menimbang Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Islam.

Surabaya: Sunan Ampel Press. 2007.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:Balai Pustaka. 2005.

Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Malang: UIN Maliki

Press. 2010.

Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.


(4)

79

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana Cetakan Kedelapan. Jakarta: PT Rineka

Cipta.2008.

Moh Kasiram. Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Malang: UIN Maliki

Press 2010.

Muslich, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2005.

Qal’ahji, Muhammad Rawwas. Ensiklopedia Fiqih Umar bin Khathab ra. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada. 1999.

Qordhawi, Yusuf. Halal dan Haram. Surabaya: Bone Pustaka. 2007.

Rafiudin Rahmad System Komunikasi Data Mutakhir. Yogyakarta: Andi Offset,.

2006.

Hakim, Rahmad. Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah). Bandung: CV Pustaka

Setia. 2000.

Husain, Usma. Metodo;ogi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.

Irfan, Nurul. Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah. 2013.

Rafiudin, Rahmad. System Komunikasi Data Mutakhir. Yogyakarta: Andi Offset.

2006.

Rahman, I Doi Abdur. Tindak Pidana dalam Syariat Islam. Jakarta: PT Pineka

Cipta. 1992.

Sabiq, Sayyid Fiqh Sunnah 10. Bandung: Alma’arif. 1987.

Sahid. Pornografi dalam Kajian Fiqh Jinayah. Surabaya: Sunan Ampel Press.

2011.


(5)

80

Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah Volume 1. Jakarta: Lentera Hati. 2002.

Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah Volume 2. Jakarta: Lentera Hati. 2002.

Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah Volume 4. Jakarta: Lentera Hati. 2002.

Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah Volume 6. Jakarta: Lentera Hati. 2002.

Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah Volume 7. Jakarta: Lentera Hati. 2002.

Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah Volume 9. Jakarta: Lentera Hati. 2002.

Tim Asy-Syifa. Al-Qur’an. Semarang: Asy-Syifa. 1994.

Zainuddin, Ali. Metode Penelitian Hukum. Jakarta” Sinar Grafika. 2009.

Skripsi

Bahri Asy’ary, Samsul. Sanksi Pidana Pornografi Di Tinjau Dari Segi Hukum Pidana Dan Hukum Islam (Studi Perbandingan Hukum).

Surabaya: Skrpsi Pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam IAINSunan

Ampel 2002.

Fitri Hidayati, Vidia. Analisis Hukum Islam Terhadap Layanan Phone Sex.

Surabaya: Skripsi Pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam UIN Sunan

Ampel. 2015.

Tony Syayuti, Indra. Studi Analisis Tentang Pornografi Ditinjau Dari Hukum

Positif Dan Hukum Negatif. Surabaya: Skripsi Pada Fakultas Syariah dan


(6)

81

Zumaroh, Ria. Sanksi Prostitusi Online Melalui Media Sosial Perspektif Hukum

Positif dan Hukum islam. Surabaya: Skripsi Pada Fakultas Syariah dan

Hukum Islam UIN Sunan Ampel. 2016.

Internet

Nurul. Hidayati. 2011.

http://www.wartanews.com/lifestyle/5e56ed93-10e3-44d8-9b76907a88b43dda/phone-sex-adalahpenyakit-kejiwaan. jumat 13 mei (Online).