TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PUTUSAN NOMOR 244/PID.B/2014/PN.SBY DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA.

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK

PIDANA PUTUSAN NOMOR 244/PID.B/2014/PN.SBY

DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA

SKRIPSI

Oleh: Anna Biizatika

C33211061

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM PRODI SIYASAH JINAYAH

SURABAYA 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Putusan Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby Di Pengadilan Negeri Surabaya. yang dilatar belakangi terdakwa Tjong Suwun yang melanggar pasal 263 ayat (2) tentang tindak pidana pemalsuan surat yang dalam pasal tersebut dikenakan hukuman paling lama 6 (enam) tahun penjara menjadi 5 (lima) bulan penjara. Dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah : 1). Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap putusan nomor 244/PID.B/2014/Pn.Sby 2). Analisis hukum Islam terhadap pertimbangan hukum

hakim terhadap putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor

244/PID.B/2014/PN.Sby.

Jenis penelitian ini adalah dokumentasi yaitu penelitian yang diambil dari data Putusan Pengadilan Ngeri Surabaya, untuk mendukung data peneliti menggunakan penelitian kepustakaan yaitu melakukan penelusuran kepustakaan, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif – Analitis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang pertama, bahwa pertimbangan hukum yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam putusan nomor 244/PID.B/2014/Pn.Sby yaitu hakim dalam menjatuhkan hukuman melihat dari berat ringannya tindak pidana yang dilakukan. Dengan demikian tuntutan yang dijatuhkan oleh jaksa yang menuntut 6 (enam) tahun penjara berubah menjadi 5 (lima) bulan penjara. Yang kedua, menurut hukum pidana Islam tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa termasuk dalam jarimah ta’zir yang hukumannya sama seperti yang dilakukan oleh sahabat nabi yang memalsukan setemp[el baitul mal dan diberi hukuman jilid dan pengasingan.

Menyarankan kepada pihak aparat penegak hukum, terutama para hakim agar menegakkan hukum yang adil terhadap pelaku kejahatan dengan mempertimbangkan berbagai aspek sesuai dengan nilai – nilai keadilan. Dan juga masyarakat, dengan adanya sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana, maka diharapkan tidak ada lagi kejahatan yang sama.


(6)

upaya penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN……… iv

PERSEMBAHAN………. V MOTTO……… vii

ABSTRAK... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TRANSLITERASI... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang…... 1

B.Identifikasi Masalah…... 9

C.Batasa Masalah…... 10


(7)

E. Tujuan Penelitian………... 11

F. Kajian Pustaka…………..…... 12

G.Kegunaan Penelitian... 13

H.Definisi Operasinal…... 14

I. Metode Penelitian……... 15

J. Sistematika Pembahasan………...………... 18

BAB II TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM ………...…………... 21

A.Definisi Tindak Pidana Pemalsuan Surat…... 21

B.Pemalsuan Surat Menurut Hukum Pidana Islam…... 23

C.Pengertian Jarimah Ta’zir…... 25

D.Dasar Hukum Disyariatkan Hukuman Ta’zir... 28

E. Pembagian Jarimah Ta’zir…………..………... 29

F. Macam – Macam Sanksi Hukuman Ta’zir………. 32

BAB III PUTUSAN PENGADILAN SURABYA NOMOR 244/PID.B/2014/PN.SBY TENTANG TINDAK PIDANA SENGAJA MEMAKAI SURAT PALSU... 39

A.Deskripsi Terjadinya Tindak Pidana Sengaja Memakai Surat Palsu... 39

B.Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby Tentang Tindak Pidana Sengaja Memakai Surat Palsu………...……... 42

C.Sanksi Hukum Terhadap Tindak Pidana Sengaja Memakai Surat Palsu Dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby Tentang Tindak Pidana Sengaja Memakai Surat Palsu………..…... 55


(8)

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI SURABAYA NOMOR

244/PID.B/2014/PN.SBY TENTANG TINDAK PIDANA

SENGAJA MEMAKAI SURAT PALSU... 56

A.Analisis Sanksi Dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby Tentang Tindak Pidana Sengaja Memakai Surat Palsu... 56

B.Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby Tentang Tindak Pidana Sengaja Memakai Surat Palsu... 61

BAB V PENUTUP... 67

A.Kesimpulan... 67

B.Saran... 68 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TRANSLITERASI

Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut :

A. Konsonan

No Arab Indonesia Arab Indonesia

1

ا

ط

t}

2

ب

b

ظ

z}

3

ت

t

ع

4

ث

th

غ

Gh

5

ج

j

ف

F

6

ح

h}

ق

q

7

خ

kh

ك

k

8

د

d

ل

l

9

ذ

dh

م

m

10

ر

r

ت

n

11

ز

z

و

w

12

س

S

ه

h

13

ش

Sh

ء


(10)

15

ض

d}

Sumber : Kate L.Turabian. A Manual of Writers of Term Papers, Disertation (Chicago and London): The University of Chicago Press, 1987). B. Vokal

1. Vokal Tunggal (monoftong)

Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia

ــــــــ fath}ah a

ــــــــ kasrah i

ــــــــ kasrah U

Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika

hamzah berharakat sukun atau didahului oleh huruf yang berharakat

sukun. Contoh: iqtida’ )

ءاضتقا

( 2. Vokal Rangkap (diftong)

Tanda dan Huruf Baca

Nama Indonesia Keterangan

يــ fath}ah dan ya’ ay a dan y

وـــ fath}ah dan wawu aw a dan w

Contoh : bayna

)نب(

: mawdu‘

)عوضوم(

3. Vokal Panjang (mad)

Tanda dan Huruf Baca

Nama Indonesia Keterangan اــــــــ fath}ah dan alif a> a dan garis di atas ىـــــــ kasrah dan ya’ i> i dan garis di atas وـــــــــ d}ammah dan wawu u> u dan garis di atas

Contoh : jinayah )

َْةَياَن ِج

( : jarimah

)

َْةَِْْرَج

(


(11)

4. Ta’ Marbutah

Transliterasi untuk ta’ marbutah ada dua :

a. Jika hidup (menjadi mudaf) transliterasinya adalah t. b. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.

Contoh : shari‘at al-Islam )

مَاسااَةعيرش

(

: shari‘ah islamiyah )

ةيمَاساَةعيرش

(

5. Penulisan Huruf Kapital

Penulisan huruf besar dan kecil pada kata, phrase (ungkapan) atau kalimat yang ditulis dengan transliterasi Arab-Indonesia mengikuti ketentuan penulisan yang berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initial latter) untuk nama diri, tempat, judul buku, lembaga dan yang lain ditulis dengan huruf besar.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan dalam kehidupan manusia senantiasa berkembang seiring dengan tumbuh kembangnya manusia, ia merupakan persoalan yang dialami oleh manusia dari waktu ke waktu. Dalam Islam, sejak peradaban kejadian manusia dimana sejak Adam dan Hawa diciptakan kejahatan itu sudah mulai ada, terbukti dilakukannya pelanggaran oleh Adam dan Hawa atas perintah Allah Swt.1 Menyatakan bahwa Adam tidak mempunyai kemampuan yang kuat untuk menjalankan perintah-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Al-qur’an surat Taha ayat 115 yang berbunyi sebagai berikut :

Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak kami dapati padanya kemauan yang kuat.2

Dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia suatu perbuatan

dikategorikan sebagai “kejahatan” apabila perbuatan itu memenuhi tiga

unsur yaitu, pertama : perbuatan anti sosial yang melanggar hukum atau

undang – undang, kedua : perbuatan mana yang dilakukan dengan sengaja,

ketiga : perbuatan mana diancam dengan hukuman. Dengan kata lain

1

Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jindi Al-Islami, Cet. 14 (Beirut: Ar-Risalah, 1998), 66.

2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannaya, (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004),


(13)

2

dikatakan sebagai kejahatan apabila dalam perbuatan tersebut terdapat unsur kesengajaan dan kerugian yang ditimbulkan serta harus ada undang

– undang yang menentukan.3

Kejahatan mengenai pemalsuan atau disingkat kejahatan pemalsuan adalah berupa kejahatan yang didalamnya mengandung unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (obyek), padahal sesungguhnya bertentangan dengan sebenarnya. Perbuata pemalsuan ternyata merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap 2 (dua) norma dasar yaitu :4

1. Kebenaraan atau kepercayaan yang kebenaranya dapat tergolong kelompok kejahatan penipuan.

2. Ketertiban masyarakat yang pelanggarannya tergolong dalam

kelompok kejahatan terhadap Negara dan kejahatan umum.

Di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, kejahatan

mengenai pemalsuan dimuat dalam buku II yang kemudian

dikelompokkan menjadi 4 golongan yang didasarkan atas objek kejahatan diantaranya, kejahatan sumpah palsu (Bab IX), kejahatan pemalsuan uang (Bab X), kejahatan pemalsuan materai dan merek (Bab XI), dan kejahatan pemalsuan surat (Bab XII).5

Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama - tama dalam kejahatan penipuan, sehingga tidak semua perbuatan adalah pemalsuan.

3

Abd. Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokat atas Hak Asasi Perempuan), 28.

4

Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, 5.

5


(14)

3

Perbuatan pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atas barang (misalnya surat) seakan - akan asli atau benar, sedangkan sesungguhnya keaslian atau kebenaran tersebut tidak dimilikinya.6

Tindak pidana pemalsuan surat atau membuat surat palsu merupakan tindakan yang sangat terela dan tidak bermoral, sehingga jal ini sangat bertentangan dengan Hukum Islam dan Hukum Positif. Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, kejahatan pemalsuan surat diatur dalam pasal 263 ayat (1) dan (2), diantaranya sebagai berikut :7

(1) “Barangsiapa membuat seara tidak benar atau memalsukan surat yang

dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah – olah isinya benar dan tidak dipalsukan, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.

(2) “Dianam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang palsu, seolah – olah benar dan tidak dipalsukan, jika pemakaian surat itu dapat

menimbulkan kerugian”.

Tindak pidana pemalsuan surat itu sendiri dapat digolongkan dalam spesifiknya yang lebih khusus yaitu :8

1. Tindak pidana pemalsuan surat dalam bentuk pokok

6

Ibid., 9.

7

Dr. Andi Hamzah, SH, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan KUHAP, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), 105.

8


(15)

4

2. Tindak pidana pemalsuan surat khusus

3. Tindak pidana pemalsuan surat otentik dengan isi keterangan palsu 4. Tindak pidana pemalsuan surat keterangan dokter

5. Tindak pidana pemalsuan surat ketengan kelakuan baik

6. Tindak pidana pemalsuan keterangan jalan dan ijin masuk bagi orang asing

7. Tindak pidana pemalsuan pengantar kerbau dan sapi

8. Penyimpanan barang atau bahan untuk dipergunakan dalam pemalsuan surat khusus

Membuat surat palsu adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya. Membuat surat palsu ini dapat berupa :9

1. Membuat sebuah surat yang sebagian atau seluruhnya isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran (intellectual valschheid).

2. Membuat surat seolah - olah surat itu berasal dari orang lain selain sipembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan materiil (materiele valschheid). Palsunya surat atau

tidak benarnya surat terletak pada asalnya atau si pembuat sutrat. Dari rumusan pasal diatas, tidak setiap tindakan memuat surat palsu dikenakan hukuman, tetapi diadakan pembatasan, yaitu dibatasi pada dua jenis surat :

9


(16)

5

1. Surat yang dapat menimbulkan suatu hak atau suatu perikatan atau suatu pembebasan hutang seperti surat perjanjian, surat jual beli, surat sewa menyewa, surat penukaran barang, dan sebagainya.

2. Surat yang ditujukan untuk membuktikan suatu kejadian, yang dimaksud dengan bukti adalah karena sifatnya surat itu memiliki kekuatan pembuktian (bewijskraht), sedangkan sesuatu hal adalah

berupa kejadian atau peristiwa dalam, peristiwa mana mempunyai suatu akibat hukum.

Hukum Islam syariatkan oleh Allah dengan tujuan pertama merealisasikan dan melindungi kemaslahatan umat manusia, baik kemaslahatan individu atau masyarakat. Kemaslahatan yang ingin diwujudkan dalam hukum islam menyangkut seluruh aspek dharuriyat

(primer), hajjiyat (sekunder), maupun (stabilitas sosial).10

Dalam hukum positif yang terdapat didalam Kitab Undang - undang hukum pidana (KUHP) pasal 263 melakukan kesalahan dalam perbuatan tindak pidana pemalsuan surat dan merugikan orang lain dan Negara maka dapat dipidana paling lama 15 (lima belas) tahun penjara. Sedangkan di dalam hukum Islam orang yang melakukan prbuata tindak pidana pemalsuan surat maka akan terkena hukuman ta’zir. Ta’zir adalah hukuman yang ditetapkan syara’ dan diserahkan sepenuhnya oleh ulil amri untuk menetapkannya, sedangkan para ulama’ fiqih mendefinisikan sebagai hukuman yang wajib menjadi hak Allah dan Bani Adam pada

10


(17)

6

tiap kemaksiatan yang tidak mempunyai putusan tertentu dan tidak pula kafarahnya.11 Hukuman ta’zir ini jenisnya beragam namun secara garis besar dapat dibagi. Hukuan takzir yang berkaitan dengan 4 (empat) kelompo yaitu :12

1. Hukuman ta’zir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang seperti hukuman penjara dan hukuman pengasingan

2. Hukuman ta’zir yang berkaitan dengan harta, seperti denda, penyitaan, perampokan harta dan penghancuran barang

3. Hukuman ta’zir yang berkaitan dengan badan seperti hukuman mati dan hukuman jilid

4. Hukuman lain yang ditentukan oleh ulil amri dan kemaslahatan umum.

Berdasarkan jenis - jenis hukuman ta’zir tersebut di atas, maka hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pemalsuan surat adalah hukuman jilid dan hukuman pengasingan. Umar Ibn Al-Khattab terhadap

Mu’an Ibn Zaidah yang memalsukan stempel Bait al-mal. Demikian pula

terhadap tindak pidana pemalsuan Al–qur’an. Khalifah Umar Ibn

Al-Khattab mengasingan Mu’an Ibn Zaidah setelah sebelumnya dikenakan hukuman ta’zir.13

Contoh lain segaja memakai surat palsu yang terjadi di desa sedati gedekec. Sedati kab.sidoarjo yang dilakukan oleh terdakwa Tjong Suwun antara tanggal 13 Oktober 2007 sampai dengan 12 Februari 2008 atau

11

A, Ruway Ar-Ruhaly, Fikih Umar 2, Penerjemahan, Basalamah, cet I. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsan, 1994), 110.

12

A. Rahman i. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (syara), Cet I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 292.

13


(18)

7

setidak – tidaknya antara bulan Oktober 2007 sampai dengan Februari 2008 atau pada waktu – waktu tertentu setidak – tidaknya masih dalam tahun 2007 smpai dengan tahun 2008 bertempat di kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Propinsi jawa Timur jl. Gayungan Kebonsari No. 167 Surabaya atau setidak – tidaknya disuatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surabaya yang berhak memeriksa dan mengadili perkara ini, dengan sengaja memakai surat palsu atau yang di palsukan seoral – olah asli maka kalau mempergunakannya dapat menimbulkan kerugian.

Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang Tindak Pidana Pemalsuan surat. Bahwa oleh karena perbuatan terdakwa telah terbukti memenuhi semua unsur tindak pidana dari pasal yang didakwakan dalam dakwaan dan alat bukti yang diajukan dipersidangan telah memenuhi syarat dua alat bukti yang sah seperti ditentukan dalam pasal 183 KUHAP dimana antara alat bukti yang satu dengan alat bukti lainnya terdapat hubungan yang saling berkaitan erat, sehingga menimbulkan keyakinan bagi Majelis bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwa turut serta melakukan tindak pidana tersebut. Menyatakan terdakwa TJONG SUWUN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“SENGAJA MEMAKAI SURAT PALSU ATAU YANG DIPASUKAN

SEOLAH – OLAH ASLI". Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 5 (lima) bulan.


(19)

8

Berdasarkan contoh kasus yang dipaparkan di atas maka, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya perbuatan memalsukan surat merupakan perbuatan dusta (bohong), karena pada dasarnya perbuatan tersebut terdapat perbuatan dusta yakni dengan tidak memberikan surat keterangan yang sebenarnya atau sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah - olah sah maka kalau mempergunakannya dapat menimbulkan kerugian. Didalam al-Quran sejumlah ayat yang melarang dengan tegas untuk tidak berbuat dusta (al-Kidzb).14 Sebagaimana di dalam firman Allah surat An-Nahl ayat 116 :

 

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.

Asapun surat al-Qur’an tentang perbuatan dusta adalah surat Al-Hajj ayat 30, ditegaskan :

 

 

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. Maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan Telah dihalalkan bagi kamu semua

binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu

14


(20)

9

keharamannya, Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.15

Perbuatan - perbuatan yang termasuk dalam kelompok yang hukumannya dapat dijatuhkan apabila dikehendaki oleh kemaslahatan umum, tidak bisa ditentukan jenisnya, karena perbuatan tersebut tidak diharamkan karena zatnya melainkan karena sifatya. Apabila sifat tersebut ada, maka perbuatannya diharamkan, dan apabila sifat tersebut tidak ada maka perbuatan mubah. Sifat yang menjadi alasan (Illat) dikenakannya

hukuman atas perbuatan tersebut adalah membahayakan atau merugikan kepentingan umum, maka perbuatan tersebut dianggap jarimah dan pelaku dikenakkan hukuman. Akan tetapi, apabila dalam perbuatan tersebut tidak ada unsur merugikan kepentingan umum maka perbuatan tersebut bukan jarimah dan pelaku tidak dikenakan hukuman.16

Melihat beberapa permasalahan mengenai pemalsuan surat tersebut itulah yang menarik perhatian penulis serta menjadi alasan bagi penulis untuk menulis judul skripsi: “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Putusan Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby. Di Pengadilan

Negeri Surabaya.

B. Identifikasi

Dari paparan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa pokok yang ingin dikaji adalah :

1. Pengertian tindak pidana pemalsuan surat

15

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.

16


(21)

10

2. Pengertian tindak pidana pemalsua menurut hukum Islam 3. Sanksi pidana sengaja memakai surat palsu

4. Dasar hukum hakim Pengadilan Negeri Surabaya tentang tindak pidana sengaja memakai surat palsu.

5. Deskripsi tindak pidana sengaja memakai surat palsu oleh hakim

Pengadilan Negeri Surabaya dalam putusan Nomor

244/PID.B/2014/PN.Sby.

6. Analisis hukum Islam terhadap tindak pidana sengaja memakai surat palsu dalam putusan Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby, persepektif fiqih.

Berdasarkan identifikasi di atas, maka ditetapkan batasan masalah yang perlu dikaji. Studi dibatasi pada masalah yaitu Tindak pidana sengaja memakai surat palsu dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/ PID.B/2014/PN.Sby, persepektif fiqih jinayah.

C. Batasan Masalah

Masalah tindak pidana sengaja memakai surat palsu masih memuat suatu masalah yang bersifat umum dan global, sehingga diperlukan suatu pembatasan masalah dalam pembahasannya. Dan dalam hal ini batasan masalahnya adalah:

1. Dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan hukuman

terhadap putusan nomor 244/PID.B/2014/Pn.Sby?

2. Analisis hukum Islam terhadap pertimbangan hukum hakim putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby?


(22)

11

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, agar lebih praktis dan operasional, maka penulis mengambil beberapa rumusan masalah yang akan dibahas yaitu sebagai berikut:17

1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan hukuman

terhadap putusan nomor 244/PID.B/2014/Pn.Sby?

2. Analisis hukum Islam terhadap pertimbangan hukum hakim terhadap putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby? E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka ujuan penelitian yang hendak dicapai sejalan dengan pertanyaan – pertanyaan di atas yaitu : 1. Untuk mengetahui sanksi hukuman tindak pidana sengaja memakai

surat palsu terhadap putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby.

2. Untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap sanksi hukuman tindak pidana sengaja memakai surat palsu terhadap putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby.

F. Kajian Pustaka

Berkaitan dengan tema tindak pidana pemalusan dokumen pernah dibahas oleh Mahasiswa Fakultas Syariah yang bernama Eni Farida Akbar

17

Tim Penyususn Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, ( Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2014 ), 8.


(23)

12

dengan judul “Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Oleh Calon Anggota Legislatif Dalam Perspektif Hukum Pidana Di Indonesia dan Hukum

Pidana Islam (Studi Putusan Di Pengadilan Negeri Surabaya)” pada tahun

2005. Adapun hasil temuan dari skripsi Eni Farida tersebut adalah kejahatan tidak pidana pemalsuan ijazah oleh calon anggota legistatif, maka undang – undang yang digunakan adalah Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum pasal 137 ayat (4) dan (7).

Penelitian selanjutnya “Putusan Pengadilan negeri Sidoarjo Nomor 653/Pid.B/2004/PN.Sda tentang tindak pidana pemalsuan surat pernyataan

jual beli tanah ditinjau dari hukum pidana islam” pada tahun 2005.

Adapun temuan dari penelitian ini adalah kejahatan tindak pidana

pemalsuan surat jual beli tanah dengan perkara Nomor

653/Pid.B/2004/PN.Sda, yang melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP dengan dijatuhi hukuman relatif meringankan bagi pelaku, sehingga dengan putusan hakim yang menjatuhkan putusan 6 (enam) bulan penjara tidak memberikan efek jera.18

Selanjutnya, penelitian tindak pidana pemalsuan surat dalam pandangan hukum Islam. Pada skripsi ini, penulis menguraikan masalah yang diajukan dalam penelitian mengenai definisi pemalsuan dokumen

18 Novvi Dina Mawarti, Skripsi “Putusan Pengadilan negeri Sidoarjo Nomor

653/Pid.B/2004/PN.Sda tentang tindak pidana pemalsuan surat pernyataan jual beli tanah ditinjau dari hukum pidana islam”, (fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya 2005).


(24)

13

dan pandangan hukum Islam terhadap sanksi pelaku tindak pidana tersebut dalam Pengadian Negeri Depok.19

Perbedaan dari beberapa penelitian diatas yaitu, bahwasanya pada skripsi ini penulis meneliti tentang sanksi hukuman tindak pidana sengaja memakai surat palsu dan melanggar pasal 263 ayat (2) KUHP. Sedangkan penelitian pemalsuan ijazah penulis meneliti tentang pengertian pemalsuan ijazah menurut hukum positif dan hukum Islam dan pemalsuan surat jual beli tanah dan tindak pidana pemalsuan dokumen dan pandangan hukum Islam terhadap sanksi bagi pelaku tindak pidana dalam pengadilan Negeri Depok adalah penulis meneliti tentang pertimbangan hukum hakim dan melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP.

G. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan ada nilai guna pada dua aspek : 1. Aspek kelimuan (teoritis), dapat dijadikan pedoman untuk menyusun

hipotesis penulis berikutnya, bila ada kesamaan dengan masalah ini, dan memperluas khasanah ilmu pengetahuan tentang tindak pidana yang berkaitan dengan masalah tindak pidana pemalsuan dokumen. 2. Aspek terapan praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pertimbangan dan dapat bermanfaat khususnya bagi penegak hukum di Indonesia.

19

Dewi Kurnia Sari, Skripsi “ Tindak Pidana Pemalsuan Surat Dalam Pandangan Islam (Kajian Atas Putusan Pengadilan Negeri Depok)”, (Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta 2009).


(25)

14

b. Untuk menambah kesadaran mayarakat tentang penegakan sanksi hukum tindak pidana pemalsuan dokumen, terutama bagi yang beragama Islam.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan penyuluhan hukum kepada masyarakat.

H. Definisi Operasional

Judul skripsi ini adalah “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Putusan Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby. Di Pengadilan Negeri Surabaya”. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, agar tidak terjadi kesalahpahaman di dalam memahami maksud ataupun arti dari judul diatas maka perlu dijelaskan arti sebagaiu berikut :

Hukum pidana Islam adalah syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kegidupan manusia, terutama syariat Allah yang mengatur tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketertiban umum,serta tindakan melawan peraturan-peraturan yang yang bersumber dari al-Quran dan Hadis.

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalamsidang terbuka dan untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontensius).20

20

Prodjodikoro, wirjono. Azas – Azas hukum Pidana di Indonsia, (Jakarta: Penerbit PT Eresco. 1981), 199.


(26)

15

Kejahatan pemalsuan surat adalah berupa kejahatan yang didalamnya mengandung unsur keadaan ketidak benaran atau palsu dalam suatu objek, yang sesuatu tampak dari luar yang seolah – olah benar adanya, padahal sebenarnya bertentangan dengan kebenarannya. Perbuatan ini dapat berupa penghapusan kalimat, angka, kata dan dapat berupa penambahan satu kalimat.21

I. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian skripsi ini, karena metode penelitian dapat menentukan langkah-langkah dari suatu penulisan. Adapun metode penelitian yang dipakai sebagai dasar penulisa ini sebagai berikut :

1. Data yang diperoleh

a. Data yang ada kaitannya dengan tindak pidana pemalsuan surat

b. Data yang ada kaitannya dengan hukum pidana Islam tentang tindak pidana pemalsuan surat

c. Data yang diambil dari putusa Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby

2. Jenis data dan sumber

Data adalah hasil pencatatan penelitian baik berupa fakta dan data yang diperoleh baik dari sumber sekunder maupun sumber primer. Data-data yang dikumpulkan dalam penulisan skripsi ini adalah data

21

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 639.


(27)

16

Kualitatif. Data kualitatif adalah penelitian yang data umumnya dalam bentuk narasi atau gambar-gambar.

Untuk mendukung tercapainya data penelitian di atas, sumber data merupakan bagian dari skripsi yang akan menentukan keontetikan skripsi, berkenaan dengan skripsi ini sumber data yang dihimpun dari : a. Sumber Primer

Dokumentasi pada tingkat pertama dalam acara biasa Putusan Pengadilan Negeri Surabay Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby. tentang tindak pidana sengaja memakai surat palsu yang lakukan oleh terdakwa TJONG SUWUN dan dikenakkan pasal 263 ayat (2) KUHP dengan menjatuhkan hukuman penjara 5 (lima) bulan.22 b. Sumber Sekunder

Sumber data sekunder yaitu sumber data yang berupa kitab

– kitab atau bahan bacaan lain yang memiliki keterkaitan dengan bahan skripsi, misalnya :

1) Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannaya

2) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia

3) Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual karangan

Abd. Wahid dan Muhammad Irfan

4) Kejahatan Mengenai Pemalsuan karangan Adami Chazawi

22


(28)

17

5) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan KUHAP karangan

Dr. Andi Hamzah,SH

6) Fiqh Jinayah karangan A. Djazuli

7) Fiqh Sunnah, jilid 10, karangan Sayyid Sabiq

8) Asas-Asas Hukum Pidana, karangan Moeljatno

9) Fikih Umar 2 Penerjemahan, Basalamah karangan A, Ruway

Ar-Ruhaly

10)Asas-Asas Hukum Pidana Islam karangan Ahmad Hanafi

11)Shahih Sunan Tirmidzi Muhammad Nashiruddin Al-Albani

12)Azas – Azas hukum Pidana di Indonsia, wirjono Prodjodikoro

13)At-Tasyri’ Al-Jindi Al-Islami, Abdul Qadir Audah

14)Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (syara) karangan A.

Rahman

15)Menggagas Hukum pidana Islam, Topo Santoso

3. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian dikumpulkan dengan teknik pengumpulan Dokumentasi yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis maupun elektronik.23

4. Teknik Pengolahan Data

23

Pedoman Penulisan Skripsis Tim Penyususn Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan…,9.


(29)

18

Setelah seluruh data terkumpul kemudian dianalisis dengan tahapan – tahapan sebagai berikut :

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah

diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan makna, keselarasan dan kesesuaian antara data primer dan

sekunder tentang pemalsuan dokumen dalam putusan

No.244/PID.B/2014/PN.Sby. Persepektif fiqih jinaya.

b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematiskan data – data

yang telah diperoleh tentang tindak pidana sengaja memakai surat palsu dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby.

c. Analyzing, yaitu tahapan analisis terhadap data, mengenai hukuman

Tindak pidana sengaja memakai surat palsu dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby. Persepektif fiqih jinayah. 24

J. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan masalah – masalah dalam

penulisan skripsi ini dan agar dipahami permasalahannya seara sistematis, maka pemabahasannya disusun dalam bab – bab yang masing – masing bab mengandung sub bab, sehingga tergambar keterkaitan yang sistematis.

Berikut ini akan penulis gambarkan mengenai sistematika

pembahasannyayang terdiri :

24


(30)

19

Bab I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran tentang skripsi, yang berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masala, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II : Bab ini membahas tentang hukuman ta’zir, secara umum menurut fiqih jinayah mulai dari apa yang dimaksud tindak pidana pemalsuan, sanksi apa yang harus diterapkan dalam tindak pidana pemalsuan, dasar apa yang harus digunakan dalam putusan tindak pidana pemalsuan.

Bab III : Memuat tentang penyelesaian atau penetapan tindak pidana pemalsuan di Pengadilan Negeri Surabaya. Bab ini menjelaskan tentang deskripsi putusan Pengadian Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby, dasar hukum pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yang mengabulkan hukuman tindak pidana pemalsuan dalam putusan Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby.

Bab IV : Memuat fiqih jinayah tentang hukuman tindak pidana sengaja memakai surat palsu putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby. Bab ini mengemukakan analisis terhadap dasar pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Surabaya tindak pidana pemalsuan putusan Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby. Serta nilai kesesuaian hukuman tindak


(31)

20

pidana pemalsuan Pegadila Negeri Surabaya putusa Nomor 244/PID.B/2014/PN.Sby.

Bab V : Penutup. Bab ini mengemukakan kesimpulan dari semua jawaban atas semua permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, sedangkan saran dikemukakan untuk memberi masukan kepada pengadilan negeri Surabaya dan lembaga penegak hukum yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.


(32)

21

BAB II

TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT MENURUT HUKUM

POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

A. Definisi Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar feit”, di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu

sendiri. Terjemahan atas istilah strafbaar feit ke dalam bahasa Indonesia

diterjemahkan dengan berbagai istilah misalnya tindak pidana, delik, peristiwa pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan pidana, dan sebagainya.

Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain. Suatu pergaulan hidup yang teratur dalam masyarakat yang maju dan teratur tidak dapat berlangsung lama tanpa adanya jaminan kebenaran atas beberapa bukti surat dan dokumen-dokumen lainnya. Karenanya perbuatan pemalsuan merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup dari masyarakat tersebut.

Menurut Adam Chazawi mengemukakan bahwa : Pemalsuan adalah

berupa kejahatan yang didalamnya mengandung unsur keadaan


(33)

22

dari luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.25

Menurut Topo Santoso mengemukakan bahwa : Suatu perbuatan pemalsuan dapat dihukum apabila terjadi perkosaan terhadap jaminan atau kepercayaan dalam hal mana :

1. Pelaku mempunyai niat atau maksud untuk mempergunakan sesuatu barang yang tidak benar dengan menggambarkan keadaan barang yang tidak benar itu seolah – olah benar atau mempergunakan sesuatu barang yang tidak asli seolah – olah asli, hingga orang lain percaya bahwa barang tersebut adalah benar dan asli dan karenanya orang lain terperdaya.

2. Unsur niat atau maksud tidak perlu mengikuti unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain (sebaliknya dari berbagai jenis perbuatan penipuan). 3. Tetapi perbuatan tersebut harus menimbulkan suatu bahaya umum yang

khusus dalam pemalsuan tulisan atau surat dan sebagainya dirumuskan

dengan mensyaratkan “kemungkinan kerugian” dihubungkan dengan sifat

daripada tulisan atau surat tersebut.

Surat adalah segala macam tulisan, baik yang ditulis dengan tangan, maupun diketik atau dicetak dengan menggunakan arti (makna). Meskipun KUHP tidak memberikan definisi secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan surat, tetapi dengan memperhatikan rumusan Pasal 263 (1) KUHP, mka dapatlah diketahui pengertian surat.

25

Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 120.


(34)

23

Adapun rumusan Pasal 263 (1) KUHP sebagai berikut : Barang membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan suatu hak, suatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat-surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan suatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun”.26

Pemalsuan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang mempunyai tujuan untuk meniru, menciptakan suatu benda yang sifatnya tidak asli lagi atau membuat suatu benda kehilangan keabsahannya. Sama halnya dengan membuat surat palsu, pemalsuan surat dapat terjadi terhadap sebagian atau seluruh isi surat, juga pada tanda tangan pada si pembuat surat.

B. Pemalsuan Surat Menurut Hukum Pidana Islam

Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fikih jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang

dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil - dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan Hadist. Tindakan kriminal dimaksud, adalah tindakan – tindakan kejahatan yang mengganggu umum serta tindakan melawan peraturan perundang – undangan yang bersumber dari

26


(35)

24

Al-Hadist. Hukum pidana Islam merupakan Syari’at Allah yang mengandung

kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat.27

Dalam hukum Islam ada dua istilah yang kerap digunakan untuk tindak pidana, yaitu jinayah dan jarimah. Dapat dikatakan bahwa kata

jinayah yang digunakan para fuqaha’ adalah sama dengan yang diartikan

istilah jarimah. Definisi jinayah didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis antara lain dipaparkan di bawah ini:

a. Abdul Qodir’ Audah memberikan definisi jinayah sebagai berikut :

َسَتْكِإاَم ِرَش ْنِم ُءْرَمْلا ِْيِْجَياَمِل ُمْسِا ًةَغُل ُةَياَِجْلَا

ٌءاَوَس اًعْرَش ٌمَرَحُم ٌمْسِإ اًح ََِط ْصِاَو .َُب

. َكِلَذ ُرْ يَغ ْوَا ٍلاَمْوَا ٍسْفَ ن َلَع ُلْعِفلا َعَق َو

Jinayah menurut bahasa merupakan nama bagi suatu perbuatan jelek

seseorang. Adapun menurut istilah adalah nama bagi suatu perbuatan yang diharamkan syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta

benda, maupun selain jiwa dan harta benda”.28

b. Sedangkan Imam Mawardi mengatakan istilah jarimah adalah :

.ِرْيِزْعَ ت ْوَا ًدَهِب اَهْ َع ُهاَرَجَز ٌةَيِعْرَش ٌتَراْوُظْحَم

Segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan yang diancam dengan hukuman

had atau ta’zir).29

Larangan-larangan itu adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintah. Dengan kata lain, melakukan atau tidak melakukan. Suatu perbuatan yang membawa kepada hukuman yang ditentukan oleh syariat adalah kejahatan. Definisi tersebut mengandung arti bahwa tiada suatu perbuatan baik secara aktif

27

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam. ( Jakarta : Sinar grafika, 2007), 1.

28

Hakim Rahmad, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). (Bandung : Pustaka Setia, 2000), 12.

29

Mawardi, Al-Ahkam al-sulthoniyah wa al-wilayah al-Diniyah. (Mesir : Mustafa Halabi, 1773), 219.


(36)

25

maupun pasif dihitung sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran, kecuali hukuman yang khusus untuk perbuatan atau tidak berbuat itu telah ditentukan dalam syariat.30 Dari definisi diatas tidak ada hukum khusus bagi pelaku tindak pidana pemalsuan surat, akan tetapi tindak pidana tersebut dikenakan

hukuman ta’zir seperti yang dilakukan oleh khalifah Umar Ibn Khattab

terhadap Mu’an Ibn Zaidah yang memalsukan stempel Baital al – Maal. Demikian pula dengan tindak pidana pemalsuan Al – Qur’an, umar Ibn al –

Khattab mengasingksan Mu’an Ibn Zaidah setelah sebelumnya dikenakan

hukuman ta’zir.

C. Pengertian Jarimah Ta’zir

Jarimah Ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman

Ta’zir. Pengertian Ta’zir berasal dari kata

َ رِزْعَ ي

َ

-

َ

ََرَزَع

yang secara etimologis berarti

َ عْنَمْلاَودرلا

,

yaitu menolak dan mencegah. Akan tetapi menurut istilah, Imam Al Mawardi sebagaimana dikutip oleh M.Nurul Irfan menjelaskan bahwa ta’zir adalah hukuman bagi tindak pidana yang belum ditentukan hukumannya oleh shara’ yang bersifat mendidik.31

Maksud dari “mendidik” disini adalah untuk mencegah terjadinya maksiat

pada masa yang akan datang.32

Secara ringkas dikatakan bahwa hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh shara’, melainkan diserahkan kepada ulil amri,

30

Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam-Penegakan Syariat Islam Dalam Wacana dan Agenda. (Jakarta : Gema Insani, 2003), 20.

31

M.Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), 136.

32


(37)

26

baik penentuan maupun pelaksanaanya. Dalam penentuan hukuman tersebut, penguasa hanya menetapkan hukumannya secara global saja. Artinya pembuat undang – undang tidak menetapkan hukuman untuk masing – masing jarimah ta’zir, melainkan hanya menetapkan sejumlah hukuman, dari yang seringan – ringannya hingga yang seberat – beratnya.33

Hakim diperkenankan untuk mempertimbangkan baik untuk bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Bentuk hukuman dengan kebijaksanaan ini diberikan dengan pertimbangan khusus tentang berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dalam peradaban manusia dan bervariasi berdasarkan pada keanekaragaman metode yang dipergunakan pengadilan ataupun jenis tindak pidana yang dapat ditunjukan dalam undang – undang.34

Syara’ tidak menentukan macam – macam hukuman untuk setiap

jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang paling ringan hingga paling berat. Hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman mana yang sesuai. Dengan demikian sanksi ta’zir tidak mempunyai batas tertentu.35

Tidak adanya ketentuan mengenai macam-macam hukuman dari

jarimah ta’zir dikarenakan jarimah ini berkaitan dengan perkembangan masyarakat dan kemaslahatannya, dan kemaslahatan tersebut selalu

33

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam ( Fikih Jinayah), (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 19.

34 Abdur Rahman I Doi,Tindak Pidana Dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 14. 35


(38)

27

berubah dan berkembang. Sesuatu dapat dianggap maslahat pada suatu waktu, belum tentu dianggap maslahat pula pada waktu yang lain. Demikian pula sesuatu dianggap maslahat pada suatu tempat, belum tentu dianggap maslahat pula pada tempat lain.36 Penerapan hukuman ta’zir berbeda-beda, baik status pelaku, maupun hal lainnya. Terkait teknis

pelaksanaan hukuman ta’zir terdapat hadith berikut:

ْنَع

َةَشِئاَع

َيِضَر

َُللا

اَهْ َع

ْتَلاَق

َلاَق

ُلْوُسَر

ا

َِلل

ىَلَص

َُللا

ِْيَلَع

َمَلَسَو

اوُلْ يِقَأ

يِوَذ

ِتاَئْيَهْلا

اَرَ ثَع

ْمِهِت

َِّإ

َدْوُدُحْلا

.

Dari Aisyah ra. Bahwa Nabi Saw bersabda, “Ringankanlah

hukuman bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah hudud. (HR. Ahmad).37

Pemberian kekuasaan dalam menentukan bentuk jarimah ini kepada penguasa agar mereka merasa leluasa mengatur pemerintahan sesuai dengan kondisi dan situasi wilayahnya, serta kemaslahatan daerahnya masing-masing. 38

Maksud dari dilakukannya ta’zir adalah agar si pelaku mau menghentikan kejahatannya dan hukum Allah tidak dilanggarnya.

Pelaksanaan hukuman ta’zir bagi imam sama dengan pelaksanaan sanksi hudud. Adapun orangtua terhadap anaknya, suami terhadap istrinya,

36

Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2013), 75

37

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 3, terjemahan Nor Hasanuddin, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 493

38


(39)

28

majikan terhadap budaknya, hanya sebatas pada sanksi ta’zir, tidak sampai pada sanksi hudud.39

D. Dasar Hukum disyariatkannya Hukuman Ta’zir

Al-Qur’an dan al-Hadith tidak menjelaskan secara terperinci baik dari segi bentuk jarimah maupun bentuk hukumannya. Dasar hukum disyariatkannya sanksi bagi pelaku jarimah ta’zir menggunakan kaidah sebagai berikut:

ْةَحَلْصَمْلا َعَم ُرْوُدَي ُرْ يِزْعَ تلَا

Hukum Ta’zir berlaku sesuai dengan tuntutan kemaslahatan.40 Maksud dari penjelasan tersebut adalah hukum ta’zir didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan dengan tetap mengacu kepada prinsip keadilan dalam masyarakat.

Dasar hukum disyariatkannya hukuman ta’zir terdapat pada

beberapa hadith Nabi dan tindakan sahabat. Adapun hadith yang dijadikan dasar adanya jarimah ta’zir adalah sebagai berikut:

ْنَع

ِزْهَ ب

ِنْب

ٍميِكَح

ْنَع

ِيِبَأ

ْنَع

ِِدَج

,

َنَأ

َيِبَلا

ىَلَص

َُللا

ِْيَلَع

َمَلَسَو

َسَبَح

ًَُجَر

يِف

ٍةَمْهُ ت

.

Dari Bahz Ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw menahan seseorang karena disangka melakukan kesalahan. (HR. al-Tirmizi)41

Hadith tersebut menjelaskan tentang tindakan Rasulullah yang menahan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dengan tujuan

39

Ibid, 147.

40

Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah: Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 49.

41

Lidwa Pustaka Software Kitab 9 Imam Hadith, Kitab Sunan Turmuz}i>, bab Menahan Diri Untuk Tidak Menuduh, Hadith No.1337


(40)

29

untuk memudahkan boleh lebih dari sepuluh kali cambukan. Untuk membedakan dengan jarimah hudud, dengan batas hukuman ini maka dapat diketahui mana jarimah hudud dan mana yang termasuk jarimah

ta’zir karena jarimah hudud dalam segi hukuman telah ditentukan secara jelas baik jenis jarimah maupun sanksinya, sedangkan jarimah ta’zir adalah jarimah yang hukumannya belum ditentukan oleh shara’ dan diserahkan kepada ulil amri untuk menetapkannya.42

Sanksi jarimah ta’zir secara penuh terletak pada wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Pertimbangan paling utama adalah tentang akhlak. Misalnya saja pelanggaran terhadap lalu lintas, dan pelanggaran lain yang sanksi hukumnya tidak ditetapkan oleh nas. Dalam menetapkan sanksi hukuman terhadap jarimah ta’zir, acuan utama penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi

segenap anggota masyarakat dari segala hal yang membahayakan. Di samping itu penegakan jarimah ta’zir harus sesuai dengan prinsip shar’i

(nas).43

E. Pembagian Jarimah Ta’zir

Berikut adalah wilayah pembagian Jarimah Ta’zir:

1. Jarimah Hudud atau Qisas dan Diyat yang terdapat shubhat, dialihkan

ke sanksi ta’zir, seperti:

a. Orangtua yang mencuri harta anaknya. Dalilnya, yaitu:

42

Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit TERAS), 182-183.

43


(41)

30

ْنَع

ِرِباَج

ِنْب

ِدْبَع

َِللا

َنَأ

ًَُجَر

َلاَق

اَي

َلوُسَر

َِللا

َنِإ

يِل

ًّاَم

اًدَلَوَو

َنِإَو

يِبَأ

ُديِرُي

ْنَأ

َحاَتْجَي

يِلاَم

َلاَقَ ف

َتْنَأ

َكُلاَمَو

َكيِبَِِ

Dari Jabir bin Abdullah berkata, "Seseorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, aku mempunyai harta dan anak, sementara ayahku juga membutuhkan hartaku." Maka beliau bersabda: "Engkau dan hartamu milik ayahmu." (HR. Ibnu Majah)44

b. Orangtua yang membunuh anaknya. Dalilnya, yaitu:

ْنَع

ٍدِاَجُم

َلاَق

َفَذَح

ٌلُجَر

اًْ با

َُل

ٍفْيَسِب

َُلَ تَقَ ف

َعِفُرَ ف

ىَلِإ

َرَمُع

َلاَقَ ف

َّْوَل

يِنَأ

َس

ُتْعِم

َلوُسَر

َِللا

ىَلَص

َُللا

ِْيَلَع

َمَلَسَو

ُلوُقَ ي

َّ

ُداَقُ ي

ُدِلاَوْلا

ْنِم

ِِدَلَو

َكُتْلَ تَقَل

َلْبَ ق

ْنَأ

َحَرْ بَ ت

Dari Mujahid dia berkata, seorang lelaki menebas anaknya dengan pedang sehingga membunuhnya, kemudian perihal tersebut diangkat kepada Umar, maka Umar berkata, seandainya aku tidak mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: "Seorang bapak tidak diqishash karena membunuh anaknya "Niscaya aku akan membunuhmu sebelum kamu bermalam." (HR. Ahmad)45 Ada dua Hadith yang menggambarkan bahwa jarimah Hudud, Qisas dan Diyat dialihkan kepada sanksi ta’zir. Hadist pertama menjelaskan tentang seseorang yang mencuri sesuatu yang dia miliki bersama orang lain, maka hukuman hudud bagi pencurian menjadi tidak valid, karena dalam kasus tersebut persangkaan tentang hak ayah terhadap hak milik anaknya muncul, berdasarkan hadith di atas.46 Sedangkan Hadith kedua melarang pelaksanaan Qisas terhadap seorang ayah yang membunuh anaknya. Dengan adanya kedua hadith ini menimbulkan shubhat

44

Lidwa Pustaka Software Kitab 9 Imam Hadith, Kitab Ibnu Majah, bab Hak Lelaki Atas Anak dan Hartanya, Hadith No.2282

45

Lidwa Pustaka Software Kitab 9 Imam Hadith, Kitab Musnad Ahmad, Hadith No.94

46


(42)

31

bagi pelaksanaan qisas dan had.47 Jarimah hudud atau qisas dan diyat yang tidak memenuhi syarat akan dijatuhi sanksi ta’zir. Misalnya percobaan pembunuhan, percobaan pencurian dan percobaan zina.

2. Jarimah yang ditentukan al-Qur’an dan al-Hadith, namun tidak ditentukan sanksinya. Seperti penghinaan, tidak melaksanakan amanah, saksi palsu, riba, suap, dan pembalakan liar.

3. Jarimah yang ditentukan ulil amri untuk kemaslahatan umat, seperti

penipuan, pencopetan, pornografi dan pornoaksi, penyelundupan dan money laundry.

Jarimah ta’zir apabila dilihat dari hak yang dilanggar dibagi menjadi dua48:

1. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah, yaitu semua perbuatan yang berkaitan dengan kemaslahatan umum. Misalnya, berbuat kerusakan di muka bumi, pencurian yang tidak memenuhi syarat baik itu formil, materil dan moril, mencium wanita yang bukan muhrimnya, penimbunan bahan-bahan pokok, dan penyelundupan. 2. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak perorangan (individu), yang

setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian pada orang tertentu, bukan orang banyak. Contohnya pada penghinaan, penipuan, dan melanggar hak privasi milik orang lain (memasuki rumah orang lain tanpa izin).

47

Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah..., 144.

48


(43)

32

F. Macam-Macam Sanksi Hukuman Ta’zir

Ada beberapa macam sanksi hukuman pada Jarimah Ta’zir, antara lain49:

1. Hukuman Ta’zir yang berkaitan dengan badan.

Hukuman Ta’zir yang berkaitan dengan badan terdapat dua jenis, yakni hukuman mati dan jilid.

a. Hukuman Mati.

Hukuman mati umumnya diterapkan sebagai hukuman qisas untuk pembunuhan sengaja, dan sebagai hukuman had untuk jarimah hirabah, zina muhsan, riddah, dan jarimah pemberontakan, untuk

jarimah ta’zir, tentang hukuman mati sendiri ada beberapa pendapat

dari para fuqaha.50

Mazhab Hanafi membolehkan sanksi ta’zir dengan hukuman mati tetapi dengan syarat bila perbuatan itu dilakukan secara berulang-ulang. Contohnya adalah berulang-ulang mencuri setelah dijatuhi hukuman dan menghina Nabi Saw. bila dilakukan oleh kelompok non-muslim meskipun setelah itu ia masuk islam. Di samping syarat berulang-ulang juga ada syarat lain, yaitu bila hukuman mati itu akan membawa kemaslahatan bagi masyarakat.

Mazhab Maliki juga membolehkan hukuman mati sebagai

sanksi ta’zir yang tertinggi. Mereka memberi contoh sanksi bagi

49

Ibid, 147-148.

50


(44)

33

spionase dan orang yang melakukan kerusakan di muka bumi. Demikian juga mazhab Shafi’i, sebagian mazhab Shafi’iyah membolehkan hukuman mati, seperti dalam kasus homoseks.51

Sebagian ulama Hanabilah juga membolehkan penjatuhan

hukuman mati sebagai sanksi ta’zir tertinggi. Mereka memberi

contoh sanksi terhadap orang-orang yang melakukan kerusakan di muka bumi.

b. Hukuman Jilid

Hukuman jilid dalam jarimah hudud, baik zina maupun tuduhan zina dan sebagainya telah disepakati oleh para ulama.

Adapun hukuman jilid pada pidana ta’zir juga berdasarkan

al-Qur’an dan Hadith dan Ijma’. Dalam al-Qur’an misalnya adalah pada surat an-Nisa’ ayat 34:

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari – cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.52

Meskipun pada ayat diatas ta’zir tidak dijatuhkan oleh ulil amri, melainkan oleh suami. Adapun hadith yang menunjukkan

51

A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2000), 192-193.

52

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., 123.


(45)

34

bolehnya ta’zir dengan jilid adalah hadith Abu Burdah yang mendengar langsung bahwa Nabi Saw. berkata :

َثَدَح ُاَبَأ َنَأ ٍرِباَج ُنْب ِنَمْحَرلا ُدْبَع يَِثَدَح

َلاَق َيِراَصْنَِْا َةَدْرُ ب اَبَأ َعِمَس َُنَأ ُ

َمَلَسَو ِْيَلَع َُللا ىَلَص َيِبَلا ُتْعِمَس

ُلوُقَ ي

َِّإ ٍطاَوْسَأ ِةَرْشَع َقْوَ ف اوُدِلْجَت َّ

َِللا ِدوُدُح ْنِم ٍدَح يِف

Kemudian Sulaiman bin Yasar menghadap ke kami dan berkata; Abdurrahman bin Jabir telah menceritakan kepadaku; bahwa bapaknya telah menceritakan kepadanya, bahwasanya dia telah mendengar Abu Burdah Al Anshari berkata; aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian menjilid diatas sepuluh cambukan, kecuali dalam salah satu hukuman had Allah." (HR. Bukhari)53

Para Khulafa al-Rashidin dan para khalifah setelah mereka menerapkan jilid sebagai sanksi ta’zir. Menurut para ulama, contoh-contoh maksiat yang dikenai sanksi ta’zir jilid adalah percobaan perzinaan, pencurian yang tidak mencapai nis}ab, jarimah-jarimah yang diancam dengan had namun terdapat shubhat.54

2. Hukuman Ta’zir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang.

Sanksi Hukuman Ta’zir jenis ini ada dua macam yaitu penjara dan hukuman buang/pengasingan.

a. Hukum Penjara.

Menurut bahasa al-Habsu itu menahan. Menurut Ibnu Qayyim sebagaimana dikutip oleh A.Djazuli, al-Habsu adalah menahan seseorang untuk tidak melakukan perbuatan hukum, baik tahanan itu di rumah, di mesjid, maupun di tempat lain. Seperti itulah yang

53

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 3, terjemahan Nor Hasanuddin..., 492.

54


(46)

35

dimaksud dengan al-Habsu di masa Nabi dan Abu Bakar. Akan tetapi, setelah umat islam berkembang dan meluas pada masa Umar, maka Umar membeli rumah Syafwan bin Umayyah untuk dijadikan sebagai penjara.55

Atas dasar tindakan umar tersebutlah para ulama

membolehkan Ulil Amri untuk membuat penjara. Selain tindakan Umar, para ulama mendasarkan kebolehannya kepada tindakan Ali yang memenjarakan Abdullah bin Zubai di Mekkah serta sunnah Rasulullah, yakni beliau menahan seseorang yang tertuduh (untuk menunggu proses persidangan) sebagaimana yang sudah diterangkan dalam hadith:

ْنَع

ِزْهَ ب

ِنْب

ٍميِكَح

ْنَع

ِيِبَأ

ْنَع

ِِدَج

,

َنَأ

َيِبَلا

ىَلَص

َُللا

ِْيَلَع

َمَلَسَو

َسَبَح

ًَُجَر

يِف

ٍةَمْهُ ت

.

Dari Bahz Ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw menahan seseorang karena disangka melakukan kesalahan. (HR. al-Tirmizi)56

Dalam syari’at islam sendiri, hukuman penjara dibagi menjadi

dua yaitu penjara terbatas dan penjara tidak terbatas.

Hukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya dibatasi secara tegas. Hukuman penjara terbatas ini diterapkan pada jarimah penghinaan, penjual khamr, pemakai riba dan saksi palsu. Adapun lama hukuman penjara tidak ada

55

Ibid, 204.

56

Lidwa Pustaka Software Kitab 9 Imam Hadith, Kitab Sunan Turmuz}i>, bab Menahan Diri Untuk Tidak Menuduh, Hadith No.1337


(47)

36

kesepakatan diantara para ulama’, melainkan menjadi wewenang hakim, tergantung jenis jarimah dan pelakunya.57

Hukuman penjara tidak terbatas adalah hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya, melainkan berlangsung terus hingga pelaku yang terhukum mati, atau setidaknya hingga dia bertaubat. Dalam istilah lain dikenal juga dengan hukuman penjara seumur hidup. Hukuman penjara tidak terbatas ditujukan kepada pelaku tindak pidana yang sangat berbahaya misalnya pada orang yang dituduh membunuh dan mencuri.58

b. Hukum Buang/Pengasingan.

Dasar hukuman buang terdapat pada Firman Allah QS.

Al-Ma’idah ayat 33:

   

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang

memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di

57

Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia..., 203.

58


(48)

37

akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS al-Maidah: 33)59

Meskipun ketentuan hukuman buang dalam ayat tersebut di atas diancamkan kepada pelaku jarimah hudud, tetapi para ulama menerapkan hukuman buang ini dalam jarimah ta’zir juga. Antara lain disebutkan orang yang memalsukan al-Quran dan memalsukan stempel baitul mal, meskipun hukuman buang kasus kedua ini sebagai hukuman tambahan, sedangkan hukuman pokoknya adalah jilid. Tampaknya hukuman buang ini dijatuhkan kepada pelaku-pelaku jarimah yang dikhawatirkan berpengaruh kepada orang lain, sehingga pelakunya harus dibuang untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh tersebut.60

Adapun mengenai tempat pengasingan, fuqaha berpendapat sebagai berikut61:

1) Menurut Imam Malik bin Anas, pengasingan artinya membuang

(menjauhkan) pelaku dari negara Islam ke negara non Islam. 2) Menurut Umar bin Abdul Aziz dan Said bin Jubayyir,

pengasingan artinya dibuang dari satu kota ke kota lain.

3) Menurut Imam al-Syafi’i, jarak antara kota asal dan kota pengasingan sama seperti perjalanan s}alat qas}ar. Sebab, apabila pelaku diasingkan di daerah sendiri, pengasingan itu untuk menjauhkannya dari keluarga dan tempat tinggal.

59 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya...,

164.

60

Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah..., 156.

61


(49)

38

4) Menurut Imam Abu Hanifah, dan satu pendapat dari Imam Malik, pengasingan berarti dipenjarakan.

Berbeda dari pendapat diatas, Umar mengasingkan pelaku dari Madinah ke Syam, Utsman mengasingkan pelaku dari Madinah ke Mesir, dan Ali mengasingkan pelaku dari Madinah ke Bas}rah. Apa yang dilakukan sahabat ini menunjukkan pengasingan itu masih di negara muslim.

Adapun lama pembuangan menurut Imam Abu Hanifah adalah satu tahun, menurut Imam Malik bisa lebih dari satu tahun, menurut

sebagian Syafi’iyah dan Hanabilah tidak boleh melebihi satu tahun dan menurut sebagian Syafi’iyah dan Hanabilah yang lain

membolehkan lebih dari satu tahun apabila hukum buang itu sebagai sanksi hukum terhadap jarimah ta’zir.Maksud hukuman buang ini adalah untuk memberikan pelajaran bagi terdakwa pelaku jarimah dan sudah tentu ditetapkan sehubungan dengan kejahatan-kejahatan yang sangat membahayakan dan dapat mempengaruhi anggota masyarakat yang lain. 62

62


(50)

39

BAB III

PUTUSAN PENGADILAN SURABAYA NOMOR

244/PID.B/2014/PN.Sby TENTANG KEJAHATAN SENGAJA

MEMAKAI SURAT PALSU

A. Deskripsi Terjadinya Tindak Pidana Sengaja Memakai Surat Palsu Bahwa trdakwa TJONG SUWUN antara tanggal 13 Oktober 2007 sampai dengan 12 Februari 2008 atau setidak – tidaknya antara bulan Oktober 2007 sampai dengan bulan Februari 2008 atau padawaktu – waktu teretntu setidak – tidaknya msih dalam tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 bertempat dikantor dinas Peketjaan Umum Bina Marga Propinsi Jawa Timuyr jl. Gayung Kebonsari No. 167 Surabaya atau setidak – tidaknya di suatu tempat tentenru yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surabaya yang berhak memeriksa dan mengadili perkarain, dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah – olah asli maka kalau mempergunakaanya dapat menimbulkan kerugian, perbuatan mana dilakukan dengan cara – cara sebagai berikut :

1. Bahwasanya pada tanggal 13 Oktober 2007 terdakwa TJONG SUWUN

memberikan kuasanya kepada YAPI KUSUMA untuk

meminta/membuat/minta dibuatkan keterangan dan laporan di kantor – kantor instansi pemerintah kelurahan desa Sedatigede Kecamatan


(51)

40

sedati/Badan Pertanahan Nasional Kab. Sidoarjo dan Tingkat I Jawa Timur, PU Bina Marga Tk. I Jatim/Kepolisian/Notaris PPAT serta Pengadilan Negeri Sidoarjo dan Surabaya terkait dengan pembelian 1 (satu) bidang tanah sawah seluas 3.140 m2 di desa Sedati Gede Kec. Sedati Kab. Sidoarjo, SHM No. 211 tertulis atas nama SALMAN HAROEN sebagaimana Surat Kuasa tanggal 13 Oktober 2007 dengan dilampirkan kwitansi pembelian tanggal 27 Juni 2005 sebesar Rp. 314.000.000,-, ikatan jual beli dan kuasa No. 03 dan 04 tanggal 30 Agustus 2006 yang dibuat oleh Notaris PANGGODOA, SH yang selanjutnya Surat Kuasa tanggal 13 Oktober 2007 dan Akte Pengikat Jual Beli No. 03 dan Surat Kuasa Menjual No. 04 yang dibuat oleh Notaris PANGGODO, SH tersebutpada tanggal 12 Februari dipergunakan oleh YAPI KUSUMA untuk mengambil sertifikat Hak Milik No. 211 atas nama SALMAN HAROEN dikantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Proponsi Jawa Timur jl. Gayung Kebonsari No. 167 Surabaya dan berdasarkan dokumen tersebut Pihak Pekerjaan Umum Bina Marga Propinsi Jawa Timur yang dalam hal ini adalah asisten umum yang dijabat o;eh ZAENALN FATAH (alamarhum) dengan di bantu stafnyabernama KRISWAHYUDIN (almarhum) menyerahkan asli SHM No. 211 atas nama SALMAN HAROEN tersebut kepada YAPI KUSUMA.

2. Bahwa Akte Pengikat Jual Beli No.03 dan Surat Kuasa Menjual No. 04 yang dinuat Notaris PANGGODO, SH digunakan oleh YAPI KUSUMA atas kuasa terdakwa berdasarkan Surat Kuasa tanggal 13 Oktober 2007


(52)

41

untuk mengambil Sertifikat Hak Milik No. 211 atas nama SALMAN HAROEN di kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina MargaPropinsi jawa Timur tersebut palsu karena Notaris PANGGODO, SH tidakpernah membuat (mengeluarkan) maupun menandatangani Akte Jual Bli No. 03 dan Surat Kuasa Menjual No. 04Tahun 2006 dan tidak tercatat dalam buku register kenotarisan (buku buku reportorio) Notaris PANGGODO, Shpadahal baikterdakwa maupun SALMAN HAROEN tidak pernah datang ke Notaris PANGGODO, SH untuk menandatangani Akter tersebut, SALMAN HAROEN menjual aebidang tanah seluas 3.140 m2 sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 211 tersebut kepada BUDI KURNIAWAN sesuai Akte Jual Beli No. 33/2007 yang dibuat oleh Camat Sedati (Drs. M. MORO SETYO YONO, MM) selaku Oejabat Pembuat Akte Tanah sehingga tanah tersebut adalah menjadi hak milik dari BUDI KURNIAWAN.

3. Bahwa karena perbuatan terdakwamenggunakan surat palsu

tersebutakhirnya menimbulkankerugian terhadap BUDI KURNIAWAN dan SALMAN HAROEN sebesar sekitar Rp. 171.200.000,-, karena Sertifikat Hak Milik No. 211 tersebut dikuasai terdakwa atau menimbulkan kerugian terhadap Notaris PANGGODO, SH sebesar Rp. 1.500.000,-, karena untuk menerbitkan Akte Pengikat Jual Beli dan Surat kuasa Menjual memerlukan biaya sebesar sekitar Rp. 1.500.000,-, maupun kerugiaan immateriel yaitu berupa nama baiknya telah dicemarkan oleh terdakwa.


(53)

42

B. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 244/PID.B/2014/PN.Sby tentang Tindak Pidana Sengaja Memakai Surat Palsu

Bahwa terhadap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang telah dibacakan, Terdakwa mengajukan Eksepsi/keberatan tertanggal 18 Februari 2014 dan setelah Jaksa penuntut Umum memberikan Tanggapan tertanggal 25 Pebruari 2014, selanjutnya Majelis Hakim menjatuhkan Putusan Sela tertanggal 6 maret 2014 No. 244/PID.B/2014/PN.Sby, yang amarnya pada pokoknya sebagaiberikut :

1. Menolak seluruh Eksepsi/keberatan dari penasihat Hukum terdakwa 2. Menyatakan pemeriksaan perkara ini dilanjutkan

Menimbang, bahwa dari persidangan Penuntut Umum telah mengajukan barang bukti sebagai berikut :

1. 1 (satu) bendel Foto Copy Legalisir Akta Jual Beli No.:33/2007 tanngal 5 Juli 2007 tertulis SHM No.:211 luas : 2675 m2

2. 1 (satu) bendel Foto Copy Legalisir surat Kuasa tanggal 13 Oktober 2007 3. 1 (satu) bendel Foto Copy Legalisir Buku Agenda Pengambilan Sertifikat

Tanah

4. 1 (satu) bendel Foto Copy Legalisir Buku Tanah No.: 211 an. Salman Haroen

5. 1 (satu) lembar surat asliSurat Keterangan No.: 141/588/405.7/2012 tanggal 23 Agustus 2012 yang di tanda tangani oleh camat Sedati


(54)

43

6. 1 (satu) lembar Asli Surat Pernyataan tangggal 15 Agustus 2012 yang di tanda tangani oleh Notaris Panggodo, SH

7. 2 (dua) lembar Foto Copy legalisir Register Pencatatan Akte (Repoterium) yang telah ditutup pada hari kamis tanggal 31 Agustus 2006

8. 1 (satu) bandel Asli SHM No.: 211 an. Salman Haroen

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan

mempertimbangkan apakah dengan mendasarkan kepada fakta – fakta hukum yang terungkap di persidangan tersebut perbuatan Terdakwa dapat dinyatakan terbukti bersalah melakukan tidak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum ataukah kebalikannya.

Menimbang, bahwa untuk dapat dipersalahkan seorang Terdakwa melakukan suatu tindak pidana, maka perbuatan Terdakwa harus memnuhi seluruh rumusan unsur dari pasal yang didakwakan.

Menimbang, bahwa Terdakwa dihadapkan di persidangan oleh Penuntut Umum dengan Dakwaan Tunggal sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat (2) KUHP, yang unsur – unsurnya sebagai berikut :

1. Barang Siapa

Unsur barang siapa, menimbang, bahwa pengertian tentang

“Barang Siapa” masih diperdebatkan oleh banyak orang, terutama bagi

Ahli Hukum, apakah Barang Siapa ini termasuk unsur atau bukan, apakah dalam menguraikan Barang Siapa ini langsung menentukan orang yang diajukan kemuka persidangan ini sebagai orang yang


(55)

44

terlibat dalam suatu tindak pidana atau tidak, memang diakui ada dualisme pendapat yang berbeda.

Menimbang, bahwa Undang – undang tidak memberikan

pengertian secara tegas tentang apa yang dimaksud dengan Barang Siapa, akan tetapi pengertian yang sebenarnya dapat dijumpai dalam doktrin dan dalamYurisprudensi Mahkamah Agung RI. Pada pokoknya yang dimaksud dengan Barang Siapa adalah orang yang diajukan dipersidangan sebagai subjek hukum pidana pemegang hak dan kewajiban yang mampu mempertanggung jawaban atas perbuatan yang didakwakan kepadanya.

Menimbang, bahwa yang diajukan ke persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum, adalahg Terdakwa sebagai subjek hukum Pidana bernama : TJONG SUWUN dengan jati diri sebagaimana dalam surat dakwaan dan tidak ada lain yang diajukan selain Terdakwa, serta Terdakwa mengakui identitasnya sebagaimana dalam surat dakwaan, sehingga tidak ada kekeliruan dalam mengajukan seseorang.

Menimbang, bahwa selama persidangan Terdakwa dapat memberikan keterangan dengan baik, serta daspat menanggapi keterangan Saksi – Saksi maupun barang Bukti, sehingga Terdakwa sebagai pribadi atau subjek hukun pidana yang sehat jasmani dan rokhani serta tidak terganggu jiwanya, olehkarenanya Terdakwa dianggap mampu mempertanggung jawabkan atas perbuatan yang didakwakan kepadanya.


(56)

45

2. Dengan Sengaja

Menimbang, bahwa ynag di maksud “Dengan Sengaja” yaitu

Pelaku mengetahui dan menghendaki atas perbuatannya, serta menyadari akan akibat – akibat yang menyertai atas perbuatannya tersebut.

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta – fakta hukum yang terungkap dipersidangan pada pokoknya dapat disimpulkan bahwa pada tanggal 13 Oktober 2007 Terdakwa pernah memberikan Surat Kuasa kepada Yapi Kusuma (saksi-5) yang salah satunya adalah bertujuan untuk mengurus Sertifikat Hak Milik No.: 211 atas nama Salman Haroen yang berada di Kantor PU Bina Marga Propinsi Jawa Timur untuk mendapatkan ganti rugi karena sebagian luas tanahnya terkena pembebasan untuk proyek jalan.

Menimbang, bahawa selain itu keterangan – keterangan dari Ir. Agung teguh Suharto, M.MT (saksi-3/Pegawai PU Bina Marga Propinsi Jawa Timur) dan Yapi Kusuma (saksi-5) dihubungkan denga Surat Kuasa tertanggal 13 Oktober 2007 sebagai kelengkapannya Terdakwa juga melampirkan photo copy Akta tanggal 30 Agustus 2006 No.: 03 berupa Akta Perjanjian pengikatan Jual Beli terhadap sebidang tanah sawah Sertifikat Hak Milik No.: 211 atas nama Salman Haroen selaku Penjual dengan Terdakwa selaku Pembeli, dan photo copy Akta tanggal 30 Agustus 2006 No.: 04 berupa Akta Kuasa Menjual yang masing –


(57)

46

masing di buat dihadapan Notaris Panggodo, SH, dan tanggal 12 Pebruari 2008 Yapi Kusuma (saksi-5) telah mengambil Sertifikat tersebut dan selanjutnya diserahkan kepada Terdakwa, dan uang ganti rugi pembebasan tanah tersebut oleh Pegawai PU Bina Marga Propinsi Jawa Timur diserahkan kepada Salman Haroen dan selanjutnya Salman Haroen diserahkan kepada terdakwa.

Menimbang, bahwa denga demikuan perbuatan terdakwa yang menyerahkan photo copy Akta No.: 03 dan Akta No.: 04 kepada Ypi Kusuma (saksi-5) yang dijadikan lampiran dalam Surat Kuasa tertanggal 13 Oktober 2007 yang salah satunya adalah bertujuan untuk mengurus Sertifikat Hak Milik No.: 211 atas nama Salman Haroen yang berada di Kantor PU Bina Marga Propinsi Jawa Timur tersebut, adalah

dilakukan dengan sengaja yaitu Terdakwa mengetahui dan

menghendaki atas perbuatannya, serta menyadari akan akibat yang menyertainya.

3. Menggunakan Surat Palsu Atau Yang Dipalsukan Seolah – Olah Sura Itu Asli dan Tidak Dipalsukan Yang Dapat Menimbulkan Kerugian

Menimbang, bahwa pengertian surat palsu atau yang dipalsukan seolah – olah surat itu asli dan tidak dipalsukan pada pokoknya adalah surat tersebut isinya tidak sebagaimana mestinya (tidak benar) atau dapat juga menunjukan asal surat tersebut yang tidak benar dan surat tersebut tersebut disyaratkan harus dapat menerbitkan suatu hak,


(58)

47

perjanjian, pembebasan hutang atau yang dipergunakan sebagia keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa.

Menimbang, bahwa penggunaan surat palsu tersebut dapat mengakibatkan kerugian, pengertiannya adalah kerugian tersebut tidak harus benar – benar terjadi akan tetapi baru berupa kemungkinan saja atau potensi akan adanya kerugian sudah cukup, dan orang yang menggunakan surat tersebut harus mengetahui benar bahwa surat tersebut adalah palsu.

Menimbang, bahwa termasuk menggunakan surat palsu misalnya menyerahkan surat tersebut kepada orang lain yang akan mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu ditempat dimana surat tersebut diperlukan.

Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan dan dibuktikan apakah Surat atau AktaNo.: 03 dan Akta No.: 04 masing – masing tanggal 30 Agustus 2006 yang dibuat dihadapan Notaris Panggodo, SH. (saksi-1) yang digunakan sebagai lampiran Surak Kuasa tanggal 13 Oktober 2007 kepada Yapi Kusuma yang salah satunya adalah bertujuan untuk mengurus Sertifikst hak Milik No.: 211 atas nama Slaman Haroen yang berada di Kantor PU Bina MargaPropinsi Jawa Timur tersebut adalah palsu atau yang dipalsukan seolah – olah asli dan tidak dipalsukan.

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta – fakta hukum yang terungkap di persidangan serta sebagaimana telah dipertimbangkan dalam unsur ad.2. diatas oleh karenanya diambil alih dan dianggap terurai kembali dalam


(1)

64

konteks pemlasuan surat (data) yang berarti berbohong dalam memberikan keteranganyang sebenarnya dalam isis surat tersebut. Hukum Islam sangat mengancam perbuatan – perbuatan yang mengandung unsur kebohongan dan kepalsuan karena akibat – akibat buruk yang ditimbulkannya, contohnya perbuatan sumpah palsu dan kesaksian palsu.68

Akan tetapi, terlihat kesesuaian antara antara jarimah pemalsuan tanda tangan dan stempel tersebut dengan tindak pidana pemalsuan surat. Maka tindak pidana pemalsuan surat ini dikategorikan dalam jarimah ta’zir, mengingat tindak pidana pemalsuan surat ini tidak disebutkan di dalam nash

atau syara’ secara jelas.69

Berdasarkan jenis – jenis hukumn ta’zir tersebut, maka hukuman yang, diberikan kepada pelaku tindak pidana sengaja memakai surat palsu adalah hukuman jilid dan hukuman pengasingan.

Tindakan yang dilakukan oleh khalifah Umar Ibn Khattab terhadap

Mu’an Ibn Zaidah yang memalsukan stempel Baital al – Maal. Demikian

pula dengan tindak pidana pemalsuan Al – Qur’an, umar Ibn al – Khattab

mengasingksan Mu’an Ibn Zaidah setelah sebelumnya dikenakan hukuman

ta’zir. Hukuman jilid dalam ta’zir ditentukan berdasarkan al –Qur’an, as –

Suunah, Ijma’. Misalnya dalam al – Qur’an terdapat dalam surat An – Nisa

ayat 34 yang berbunyi sebagai berikut :

68

Ahmad Hanafi, Asas – Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967),. 66

69


(2)

65

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketik suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.

Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.70

Dalam hal ini, cukup untuk dijadikan landasan hukum larangan terhadap tindak pidana pemalsuan surat tersebut, karena pemberian hukuman khalifah Umar ibn Al-Khatab terhadap pelaku pemalsuan tersebut bahwa, setiap perbuatan memalsukan adalah melakukan perbuatan yang dilarang karena termasuk perbuatan penipuan, dusta dan pengelabuhan. Sedangkan perbuatan menipu dan mengelabuhi adalah perbuatan zalim yang dapat merugikan bahkan dapat mencelakakan orang lain, oleh sebab itu harus diberikan hukuman kepada siapa saja yang melakukannya.

Berdasarkan analisis hukum pidana Islam sudah jelas bahwasanya kedudukan dari ketentuan putusan Majelis Hakim yang menjatuhkan hukuman pidana penjara pada pelaku pidana sengaja memakai surat palsu selama 5 (lima) bulan, dalam masalah ini berkedudukan sebagai hukuman

70

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya...,


(3)

66

ta’zir yang bersifat fleksibel mengikuti perkembangan masyarakat.Apabila hukuman ta’zir ini diterapkan di Indonesia sangatlah tidak relevan dikarenakan hukum di Indonesian ini dalam perkara pidana mengacu kepada Undang – Undang yang telah ada dan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

A. Djazuli. Fiqh Jinayah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Abd. Wahid dan Muhammad Irfan. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokat atas Hak Asasi Perempuan.

Abdul Qadir Audah. At-Tasyri’ Al-Jindi Al-Islami Cet. 14 Beirut: Ar-Risalah, 1998. Adami Chazawi. Kejahatan Mengenai Pemalsuan. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2002.

Ahmad Hanafi. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1967. Ahmad Wardi Muslich. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam ( Fikih Jinayah).

Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Alie Yafie, et.al. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. Jilid II, Bogor: Kharisma Ilmu, t.t.

A, Ruway Ar-Ruhaly. Fikih Umar 2, Penerjemahan, Basalamah, cet I. Jakarta: Pustaka Al-Kautsan, 1994.

A. Rahman i. Doi. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (syara). Cet I Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Bambang Waluyo. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: PT. Sinar Grafika, 1996.

Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Icthtiar Baru Van Hoeve, 1996.

Dr. Andi Hamzah, SH. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan KUHAP. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Hasan, Mustofa dan Beni Ahmad Saebani. Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung: Pustaka Setia, 2013.


(5)

Hakim, Rahmad. Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Imam Az-Zabid. Ringkasan Shahih Bukhari. Jakarta : Mizan,1997.

Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal. Kaidah Fiqh Jinayah: Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.

Lidwa Pustaka Software Kitab 9 Imam Hadith, Kitab Sunan Turmuzi, bab Menahan Diri Untuk Tidak Menuduh, Hadith No.1337.

Makhrus Munajat. Dekonstruksi Hukum Pidana Islam. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004.

Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Mubarok, Jaih dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah: Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.

Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Shahih Sunan Ibnu Majah, Jilid 2. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.

Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), Bandung: Pustaka Setia, 2013.

Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Shahih Sunan Tirmidzi. Jakarta: Pustaka Azzam Jilid 2, 2012.

M.Nurul Irfan dan Masyrofah. Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah, 2013.

Prodjodikoro wirjono. Azas – Azas hukum Pidana di Indonsia. Jakarta: Penerbit PT Eresco. 1981.

Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah, jilid 10. (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987.

Sukmadinata, Metode Penelitian Penddidikan, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011.

Topo Santoso. Menggagas Hukum pidana Islam. Cet. 2. Bandung: Asy – Syamil, 2001.


(6)

Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya. Surabaya : Mekar Surabaya, 2004.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 2 Jakarta: Balai Pustaka, 1991.

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam. Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi. Surabaya : UIN Suna Ampel Press, 2014.

Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jilid. III, Bogor: PT. Kharisma Ilmu, 2010.

http://www.mediaanakindonesia.wordpress.com/red/2011/01/04/22210598/joki-

narapidana-kronologis-mafia-hukum-yang-menghebohkan/. Diakses pada (03/03/2011).