KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF THOMAS LICKONA.

(1)

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER

PERSPEKTIF THOMAS LICKONA

SKRIPSI

Oleh: FAISAL EFENDY

NIM : D01212012

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Efendy, Faisal. D01212012. Konsep Pendidikan Karakter Perspektif Thomas Lickona, Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Dosen Pembimbing: Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, M.Ag

Kata kunci: Konsep, Pendidikan Karakter, Perspektif

Dewasa ini, kita melihat pelajar yang tidak punya sopan santun, suka tawuran, senang narkotika. Di antara mereka ada yang senang berbohong, membolos sekolah, minum minuman keras, seks bebas, mencuri, berjudi, dan banyak lagi. Itu semua bersumber pada karakter. Ini menandakan kemerosotan moral dan karakter anak bangsa ini semakin menjadi-jadi. Oleh sebab kebutuhan akan pemahaman tentang pendidikan karakter, maka penulis tertarik untuk mengambil dan mengkaji pemikiran Thomas Lickona tentang pendidikan karakter. Penelitian ini mengkaji rumusan masalah: pertama, bagaimana konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona; kedua, bagaimana implementasi konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona dalam konteks pendidikan di sekolah, yang bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan karakter tersebut dan implementasinya di sekolah.

Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Dan metode yang digunakan dalam menganalisis datanya adalah content Analysis (Analisis Isi). Metode pengumpulan datanya yang dipakai adalah metode dokumentasi, dengan menggunakan buku primer yaitu tiga buku karya Thomas Lickona yaitu Educating for Character (Mendidik untuk Membentuk Karakter),

Character Matters (Persoalan Karakter),dan Pendidikan Karakter dalam Pengelolaan Kelas Sekolah. Sedangkan data sekundernya adalah buku-buku lain yang relevan dengan judul skripsi ini.

Temuan penelitian ini adalah: pertama, konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona; adalah sebuah usaha sungguh-sungguh yang melibatkan tiga aspek dalam peserta didik meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik untuk membimbing para generasi muda menjadi cerdas dan memiliki perilaku yang baik dan berbudi. Dan terdapat tiga komponen penting dalam membangun pendidikan karakter yaitu moral knowing, moral feeling dan moral action. Kedua, implementasi konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona dalam sekolah. Menurutnya dalam menerapkan konsep itu sebaiknya dimulai pengajaran karakter mengenai rasa hormat dan tanggung jawab yang dapat menjadi langkah awal dalam pemahaman akan seluruh nilai-nilai kebajikan. Dan konsep tersebut diimplementasikan melalui 12 pendekatan sebagaimana yang dijelaskan Thomas Lickona.


(7)

ABSTRACT

Efendy, Faisal. D01212012. Concept of Educating for Character according to Thomas Lickona, Minithesis. Education of Islamic Studies Program. Tarbiyah and Teaching Faculty. Sunan Ampel Islamic State University in Surabaya. Lecturer: Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, M.Ag

Keywords : Concept, Character Education, According to

Nowdays we see students having no manners as impolite ones, loving each fighting other and using narcotic. There is one of them that like lying to say, absent from studying at school, drinking alcohol, having free sex, stealing, gambling, etc. those all are based on the character. It shows that the moral decline to lowest level. Because of necessity for understanding character education, the author is interested to pick Thomas Lickona’s thinking about character education up and examine it. This research examines the formulation of two problems: first, how is the concept of character education according to him; second, how is the implementation of the concept of character education according to him in the context of school education, which aims to know his concept of character education and its implementation in schools.

Writing this uses a type Library Research. And methods used in analyzing the data is the Content Analysis. The method of data collection used is a method of documentation, with the use of primary books of three books by him namely Educating for Character, Character Matters, and Character Education in School Classroom Management. While secondary datas are other books that are relevant to the title of this essay.

The findings of this research are: first, the concept of character education according to him. According to him, it is an earnest effort involving three aspects of the learners include cognitive, affective and psychomotor to guide the younger generation to be smart and have a good deed and a virtuous behavior. And there are three important components in building moral character education is moral knowing,

moral feeling and moral action. Second, the implementation of the concept of character education according to him in the school. According to him, in applying it we should begin teaching about respect and responsibility to be the first step in understanding the whole of good values. And the concept of that is implemented through 12 approaches that have been explaned by him.


(8)

صخلملا

لصيف ,يد يفيإ

. D01212012 .

ةيبرت موهفم

قلخأا

ةهج نم

ساموت رظن

.ةلاسر .انوقيل

ةسارد ةبعش

ةيبرت

ةّيملسإا

اياباروس ليبمأ نانوس ةموكح ةيملسإ ةعماج .ميلعتلاو ةيبرلا ةيّلك .

.

داشرإ تح

ذاتسأا

.رتسجا ا ير ز نّبم دما ّج ا روتكدلا :

موهف ا :تاملك

،

ةيبرت

أا

قلخ

هج ،

ة

لا

رظ

.

ىرن

مويلا

،قلخأ مهيدل سيل نيذلا بلطلا

نوّبح

كو .تاردخ او راجشلا

،بذكلل ديعس مه يب نم نا

نم قد ختلا

برشو ةسرد ا

رم ا

او

و ،نوج

لا

رامقلاو ،ةقرس

رغو

اها .كلذ

قلخ ْأا لئاسم نم ةردصتم

اذ و .

و يقلخأا طاطحِا ىلع لدي

تحبَا

لافطأا ةيصخش

نم

ةمأا ذ

ءوسلا ةديدش

.

لف

اّم

مهفل ةجا ا تناك

يبرت

اهت

,

ُتررسف

ب

باتكلا

ة

ولا

ةسارد

نم

رظن

ساموت

انوقيل

ي

يبرت

اهت

ت .

نتلكش ا ةغايَ ي ةساردلا ذ ثحب

:

لّوأا

،

فيك

روظ م موهفم

يبرت

اهت

م

ياثلا .

موهفم ذيف ت فيك ،

روظ م

يبرت

اهت

م

قايس ي

لا ةّيبرلا

ّيسردم

ة

،

لاو

ىإ فده

ةيبرلا موهفم ديدح

ةّيقل ا

سراد ا ي ذيف تو

.

.ىوتحا ليلح ي تانايبلا ليلح ي ةمدختس ا بيلاسأاو .ةيبتك ا ثوحبلا ثوحبلا مادختساب اذ ةباتك

و

لا تانايبلا عم ةقيرط

ِق نم بتك ةثلث نم ةيلوأا بتكلا مادختسا عم ،قئاثولا ةقيرط ي ةمدختسم

َب ِل

ي و

ةّيبرلا

قلخَْأا ليكشتِل

،

ولا

لئاسم

ةّيقل ا

،

اهتيبرتو

ي

لوصف ربدت

لا

.ةسردم

لاف

ا يلا ىرخأا بتكلا نم ةيناثلا تانايب

ةلَ

عوضوم

اذ

ةلاسرلا

.

أا :ي ةساردلا ذ جئاتن

و

ى

روظ م موهفم ،

ةيبرت

أا

قلخ

م

ف .

ه

ي ي

رظن

ةثلث لمشت ةداج ةلوام

نملعت ا نم بناوج

ي و

و ةيكذ نوكتل بابشلا ليج يجوتل ةيكر او ةينادجولاو ،ةيفرع ا

نوكي

رسلا نسح ا

ءا ب ي ةما رَا ع ةثلث كا و .ةلضافلاو كولسلاو

ةّيبرلا

ّيقلخأا

ة

و

لا

ّيقلخأا روعشلاو ،)قلخأا ملع( ةفرعم

ة

,

موهفم ذيف تو ،ةيناثلا .يقلخأا لعفلاو

اهتيبرت

ةهجو ي

ةسرد ا

نم

رظن

.

و

عباطلا موهفم قيبطت

د ع

نأ يغب ي

.ميقلا ذ نم لك مهف ي ىوأا ةوط ا نوكتل ةيلوؤس او مارحِا نع ميلعت أدبي

موهف ا كلاذ قبطيف

ىلع

ثإ

رشع ا

ة

ةقيرط

.رظن ي اَهّيب


(9)

xiii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Manfaat Penelitian ... 8

E. Penelitian Terdahulu ... 9

F. Definisi Operasional ... 12

G.Metode Penelitian ... 14

H.Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II KAJIAN TEORI ... 22

A.Tinjauan Umum tentang Karakter ... 22

1. Pengertian Karakter ... 22

2. Dasar Pembentukan Karakter ... 25

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter ... 30

B.Konsep Pendidikan Karakter ... 32

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 32


(10)

xiv

3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter ... 44

4. Metode-Metode Pendidikan Karakter ... 48

BAB III PEMIKIRAN THOMAS LICKONA TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER ... 61

A.Biografi ... 61

1. Riwayat Hidup Thomas Lickona ... 61

2. Hasil Karya-Karya Thomas Lickona ... 62

B. Konsep Pendidikan Karakter Perspektif Thomas Lickona ... 64

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 64

2. Tujuan Pendidikan Karakter ... 71

3. Urgensi Pendidikan Karakter ... 78

4. Nilai Dasar Pendidikan Karakter ... 81

5. Prinsip Pendidikan Karakter ... 85

6. Pendekatan Pendidikan Karakter ... 86

7. Metode Pendidikan Karakter ... 92

8. Persoalan-persoalan Karakter ... 93

9. Pendidikan Karakter dalam Pengelolaan Kelas Sekolah ... 102

BAB IV ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF THOMAS LICKONA ... 107

A. Analisis Konsep Pendidikan Karakter Perspektif Thomas Lickona ... 107

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 107

2. Tujuan Pendidikan Karakter ... 109

3. Urgensi dan Prinsip Pendidikan Karakter ... 111

4. Nilai Dasar Pendidikan Karakter ... 114

5. Metode dan Pendekatan Pendidikan Karakter ... 114

6. Persoalan-Persoalan Karakter ... 115


(11)

xv

C. Implementasi Konsep Pendidikan Karakter Perspektif Thomas Lickona

dalam Sekolah ... 118

BAB V PENUTUP ... 150

A. Kesimpulan ... 150

B. Saran- saran ... 152 DAFTAR PUSTAKA


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa kita sangat menaruh harapan terhadap dunia pendidikan. Dari pendidikan inilah diharapkan masa depan dibangun dalam landasan yang kuat. Landasan yang berpijak pada norma-norma moral agama. Landasan yang mampu memandirikan anak bangsa dengan berbagai potensi yang dimilikinya.1

Pendidikan merupakan persoalan penting bagi semua umat. Pendidikan selalu menjadi tumpuan harapan untuk mengembangkan individu dan masyarakat. Pendidikan merupakan alat untuk memajukan peradaban, mengembangkan masyarakat, dan membuat generasi mampu berbuat banyak bagi kepentingan mereka. Jadi jika stabilitas suatu bangsa terguncang atau kemajuannya terhambat, maka yang pertama-tama ditinjau ulang ialah sistem pendidikan.2

Era globalisasi menuntut setiap bangsa memiliki sumber daya manusia yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang andal. Sumber daya manusia yang berkualitas hanya dapat diperoleh melalui pendidikan yang bermutu unggul. Dari sistem pendidikan yang unggul inilah muncul generasi dan budaya yang unggul.

1 Najib Sulhan, Pendidikan Berbasis Karakter, (Surabaya, PT. Jepe Press Media Utama, 2010), cet. Ke-1, 53.


(13)

2

Namun demikian, munculnya globalisasi juga telah menambah masalah baru bagi dunia pendidikan.3

Globalisasi komunikasi informasi yang seolah tak terbendung mengantar pada globalisasi budaya yang tengah merasuki masyarakat Indonesia. Konflik SARA, korupsi, kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, penyalahgunaan narkoba, seks bebas, adalah sebagian persoalan yang mendera bangsa Indonesia. Tentu menjadi pertanyaan kita semua mengapa hal ini sampai terjadi? Ada apa dengan bangsa yang dikenal akan adat ketimurannya ini? Apakah ada yang salah dalam mendidik dan memberikan pengajaran kepada generasi bangsa ini sehingga melahirkan berbagai persoalan tersebut diatas? Kenapa pendidikan yang kini tumbuh berkembang pesat, justru berefek samping melahirkan banyaknya koruptor dan teroris, walaupun tidak seluruh anak bangsa menjadi koruptor dan teroris, tetapi mereka para pelaku korupsi justru orang-orang yang umumnya sudah menyandang berbagai titel strata pendidikan. Apa yang salah dalam pendidikan di Indonesia?

Dunia pendidikan khususnya di Indonesia pada saat sekarang memang sedang menghadapi tantangan yang sangat serius terkait dampak dari globalisasi. Di antara tantangan yang paling krusial adalah masalah karakter anak didik.4

Sebuah keresahan yang cukup beralasan bagi setiap orang tua jika melihat

3 Munawar Sholeh, Politik pendidikan, (Jakarta, Institute For Public Education (IPE), 2005), cet. Ke-1, 11.


(14)

3

perkembangan saat ini. Dominasi hiburan kerap menyeret anak-anak dalam keterlenaan. Sementara, agama masih jarang digunakan sebagai filter budaya yang sering menyesatkan. Bahkan, tidak jarang orang tua pun terseret dalam dunia mistik, dunia amoral yang berkedok hiburan dan sudah menjadi konsumsi setiap saat.

Siapa yang tidak mengelus dada melihat pelajar yang tidak punya sopan santun, suka tawuran, munculnya gang dalam sekolah (Geng Nero) bagus nilainya untuk “pelajaran” pornografi, senang narkotika, dan hobi begadang dan kebut-kebutan. Itu jenis kenakalan pelajar yang paling umum, sedangkan kenakalan lainnya antara lain senang berbohong, membolos sekolah, minum minuman keras, mencuri, aborsi, berjudi, dan banyak lagi. Itu semua bersumber pada karakter. Apalagi kemarin diberitakan di televisi, koran dan media-media yang bahwa telah terjadi beberapa kejadian pemerkosaan seorang gadis di bawah umur oleh lebih dari satu orang laki-laki. Bahkan korban ada yang sampai dibunuh untuk menghilangkan jejak kriminal yang dilakukannya. Ini menandakan kemerosotan moral anak bangsa ini semakin menjadi-jadi.

Rupanya masalah serius tentang kenakalan remaja ini harus menjadi perhatian sekolah. Sekolah harus lebih dapat memberikan porsi yang sedemikian rupa sehingga persoalan moral dan karakter remaja dapat terkontrol bahkan kalau bisa sampai menjadi baik. Akhirnya pandangan baru tentang konsep pendidikan moral pun mencapai suatu kesepakatan. Dan masyarakat di seluruh dunia telah


(15)

4

meminta sekolah-sekolah untuk melibatkan peran pendidik moral sebagai bagian dari pendidikan anak-anak.5

Sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur‟an, manusia adalah makhluk dengan berbagai karakter. Dalam kerangka besar, manusia mempunyai dua karakter yang berlawanan, yaitu karakter baik dan buruk.

               

Artinya : “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan

jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang

mengotorinya”.(Q.S. Asy-Syam : 8-10).6

Pendidikan di seluruh dunia kini sedang mengkaji perlunya pendidikan karakter dibangkitkan kembali. Hal ini bukan hanya dirasakan oleh bangsa dan masyarakat Indonesia, tetapi juga oleh Negara-negara maju. Bahkan di negara-negara industri dimana ikatan moral menjadi longgar, masyarakatnya mulai merasakan perlunya revival dari pendidikan karakter yang pada akhir-akhir ini mulai ditelantarkan.7

Pembangunan karakter dan jati diri bangsa merupakan cita-cita luhur yang harus diwujudkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang terarah dan berkelanjutan. Penanaman nilai-nilai akhlak, moral, dan budi pekerti seperti

5 Thomas Lickona, Education for Character;Mendidik untuk Membentuk Karakter, (PT Bumi Aksara: Jakarta, 2012), 4.

6 Departemen Agama RI, 2005 : Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Jumanatul „Ali-Art), 596.

7 Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. (Jakarta, PT. Bumi Aksara 2008). cet. Ke-2, 10.


(16)

5

tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional harus menjadi dasar pijakan utama dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3).8

Melalui pendidikan secara bertahap dan berkelanjutan akan dapat dilahirkan generasi yang sadar dan terdidik. Pendidikan dimaksud mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk memberi bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, keterampilan profesional, ketajaman dan kedalaman intelektual, kepatuhan pada nilai-nilai atau kaidah-kaidah ilmu. Kedua, pendidikan untuk membentuk kepribadian atau jati diri menjadi sarjana atau ilmuwan yang selalu kommit kepada kepentingan bangsa.9

Pendidikan karakter akhir-akhir ini ramai dibicarakan dan ingin dikembalikan lagi pada inti pendidikan kita. Pendidikan tanpa karakter hanya akan membuat individu tumbuh secara parsial, menjadi sosok yang cerdas dan

8 Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokusmedia, 2005), 98.


(17)

6

pandai, namun kurang memiliki pertumbuhan secara lebih penuh sebagai manusia.

Pendidikan karakter bangsa dipandang sebagai solusi cerdas untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kepribadian unggul, berakhlak mulia, dan menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Indonesian secara menyeluruh. Namun, hakekat pendidikan karakter masih menyisakan tanda tanya yang begitu dalam, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendidikan karakter, mengapa pentingnya pendidikan karakter, dan bagaimana mengimplementasikan dalam konteks pendidikan?

Persoalan yang muncul tersebut adalah bagaimana penerapan pendidikan untuk membentuk karakter di sekolah atau madrasah, bahkan pengembangan karakter di Perguruan Tinggi, memerlukan pemahaman tentang konsep, teori, metodologi dan aplikasi yang relevan dengan pembangunan karakter, dan pendidikan karakter yang sesuai dengan konteks pendidikan di Indonesia. Di sini penulis menganggap bahwa pemikiran Thomas Lickona mengenai pendidikan karakter sangat perlu dan bahkan berperan penting untuk membangun masyarakat Indonesia yang berkarakter tersebut. Dengan meneliti tentang konsep pendidikan karakter ini, diharapkan akan memunculkan ide-ide kreatif serta warna baru dalam dunia pendidikan kita. Dengan demikian akan memperkaya khasanah kita tentang sistem dan metode pembelajaran yang tidak tekstual akan tetapi mengarah pada kebutuhan (kontekstual). Sebab itu pendidikan karakter


(18)

7

masih sangat perlu untuk dikaji, terlepas dari mana tokoh itu berasal. Penulis tertarik untuk mengambil dan mengkaji pemikiran Thomas Lickona karena beliau telah dianggap sebagai pengusung pendidikan karakter melalui karya-karyanya yang sangat memukau mengenai karakter.10 Maka dari itu dalam

penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF THOMAS LICKONA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pokok masalah yang akan dibahas dan dicari penyelesaiannya adalah:

1. Bagaimana konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona ?

2. Bagaimana implementasi konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona dalam konteks pendidikan di sekolah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk:

1. Untuk mendeskripsikan konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona.

2. Untuk mendeskripsikan implementasi konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona dalam konteks pendidikan di sekolah.

10 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), 43.


(19)

8

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik pada tataran teoritik maupun praktis.

1. Kegunaan Teoritis

a. Mendapatkan data dan fakta valid mengenai pokok-pokok konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona.

b. Sebagai acuan, bahan reflektif, dan konstruktif dalam pengembangan keilmuan di Indonesia, khususnya pengembangan keilmuan Pendidikan Islam yang di dalamnya juga mencakup konsep pendidikan karakter dalam perspektif Thomas Lickona.

2. Praktis

Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada berbagai pihak, yakni diantaranya:

a. Lembaga Pendidikan Islam, penelitian ini bisa digunakan sebagai referensi atau acuan untuk diterapkan dalam sebuah lembaga yang ingin mewujudkan Pendidikan Islam berbasis karakter pada peserta didik secara umum.

c. Peneliti dan calon peneliti. Bagi peneliti, penelitian ini digunakan sebagai pembelajaran untuk mengkaji secara detail tentang pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona yang ada dalam dunia nyata berdasarkan teori yang pernah diperoleh. Adapun temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi calon peneliti yang tertarik untuk melakukan


(20)

9

penelitian di bidang pendidikan karakter tentunya yang bernuansa keislaman, dan mungkin juga mengembangkannya di bidang lain.

E. Penelitian Terdahulu

Beberapa contoh hasil penelitian yang temanya sama atau kemiripan objek kajian dengan judul skripsi ini, antara lain adalah:

1. Dita Ratna Febrianti, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2013. Skripsinya berjudul “Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara”.

Di dalam hasil penelitian tersebut telah dijelaskan bahwa untuk mewujudkan gagasan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan karakter yang dicita-citakan pendidikan nasional, salah satu kontribusi yang diberikan beliau adalah konsep “Sistem Among”. Dalam Sistem Among, maka setiap guru (pamong) sebagai pemimpin dalam proses pendidikan diwajibkan bersikap: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani.

2. Ahmad Yusuf, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2014. Skripsinya berjudul “Studi Komparasi Pendidikan Karakter Imam al Ghazali dengan Ki Hajar Dewantara”.

Di dalam hasil penelitian tersebut telah dijelaskan bahwa konsep pendidikan karakter yang digagas Ki Hajar Dewantara menggunakan


(21)

10

“Sistem Among” sebagai perwujudan konsepsi beliau dalam menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Sedangkan konsep pendidikan karakter menurut Imam al Ghazali yaitu pendidikan akhlak harus merata terhadap semua obyek, yang meliputi perilaku lahir dan batin manusia agar tercipta kehidupan yang rukun dan damai.

3. Moh. Farid Efendi, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2014. Skripsinya berjudul “Nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen Robohnya Surau Kami A.A. Navis”.

Di dalam hasil penelitian tersebut telah dijelaskan bahwa dalam pandangan penulis mengenai cerpen “Robohnya Surau Kami” mengandung nilai-nilai pendidikan karakter, diantaranya adalah yang meliputi; Cinta Allah dan ciptaan-Nya, mandiri dan tanggung jawab, percaya diri dan kerja keras, kritis dan kreatif, rasa ingin tahu, peduli sosial, baik dan rendah hati serta dermawan dan suka tolong-menolong atau kerjasama. 4. Muhammad Zuhri Effendi, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2013. Skripsinya berjudul “Nilai-nilai pendidikan karakter dalam Film Anime The Law of Ueki berdasarkan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam”.

Di dalam hasil penelitian tersebut telah dijelaskan bahwa nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam film yakni seperti pantang


(22)

11

menyerah dalam menjalani apapun, adil terhadap setiap keputusan, mencegah kerusakan, merawat, dan melindungi lingkungan sekitar, tidak ragu-ragu dalam bertindak, dan karakter lainnya. Nilai pendidikan agama Islam di sini lebih menekankan kepada pendidikan akhlak. Nilai-nilai pendidikan agama Islam yang ternyata peneliti temukan terbagi dalam lima bagian yaitu nilai akhlak kepada Tuhan, nilai akhlak kepada diri sendiri, nilai akhlak kepada keluarga, nilai akhlak kepada sesama manusia, dan nilai akhlak kepada alam. Nilai pendidikan karakter dalam film anime ternyata memiliki sinkronisasi nilai dengan nilai pendidikan agama Islam. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, semua nilai pendidikan karakter tidak ada yang bertentangan dengan nilai pendidikan agama Islam. Contohnya nilai pendidikan karakter mencegah kerusakan, merawat, dan melindungi alam.

5. M. Abidir Rohman mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2014. Skripsinya berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Bidayat al Hidayah al Ghazali dan relevansinya dengan Pendidikan Karakter di Indonesia”.

Di dalam hasil penelitian tersebut telah dijelaskan oleh penulis bahwa, tampak jelas bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab “Bidayat al-Hidayah” begitu kompleks, yakni menyangkut hubungan secara vertikal (habl min Allah) dan hubungan secara horizontal (habl min


(23)

12

al-nas). Secara singkat dapat dikatakan bahwa nilai pendidikan akhlak dalam kitab “Bidayat al-Hidayah” terdapat relevansi dengan pendidikan karakter di Indonesia. Sebab, Di dalamnya mengandung penanaman nilai-nilai karakter religius, disiplin, bertanggung jawab, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, toleransi, jujur, demokratis, menghargai prestasi dan peduli sosial.

Dilihat dari pokok pembahasannya, skripsi diatas memiliki kajian yang sama yakni terkait dengan pendidikan karakter. Namun, dalam skripsi penulis ini yang membedakan yakni pada segi tokohnya. Penulis lebih menitik beratkan dan memfokuskan pengkajian pendidikan karakter berlandaskan pada pemikiran Thomas Lickona dalam buku-bukunya, yaitu Educating for Character; Mendidik untuk Membentuk Karakter; Bagaimana Sekolah dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Tanggung Jawab, Character Matters; Persoalan Karakter; Bagaiaman Membantu Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting lainnya, dan Pendidikan Karakter dalam Pengelolaan Kelas Sekolah.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional ini dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas kata-kata atau istilah yang berkaitan dengan judul penelitian, agar lebih mudah dipahami maka peneliti menyusunnya sebagai berikut:

1. Judul Skripsi


(24)

13

2. Konsep

Konsep merupakan pengambilan dari bahasa asing (inggris) concept,

yang mempunyai arti konsep, bagan, rencana, pengertian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,11 konsep mempunyai arti ide atau pengertian yang

diabstrakkan dari peristiwa konkret. Konsep atau anggitan adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Istilah konsep berasal dari bahasa latin

conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Aristoteles dalam "The classical theory of concepts" menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam karakteristik.12

Sedangkan yang dimaksud konsep dalam penelitian ini adalah sebuah gagasan terencana yang bersifat konkret dan merupakan langkah alternatif atau solusi terkait atas suatu permasalahan.

11 Dinas P& K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka , 2003), 959. 12 https://id.wikipedia.org/wiki/Konsep. Diakses pada 11 Desember 2015


(25)

14

3. Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter merupakan usaha yang disengaja untuk membantu seseorang memahami, menjaga, dan berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai karakter mulia.13

4. Perspektif

Dalam kamus ilmiah populer perspektif berarti suatu peninjauan atau tinjauan terhadap suatu hal.14

5. Thomas Lickona

Dr. Thomas Lickona adalah seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan di State University of New York, Cotland di mana ia memperoleh penghargaan atas pekerjaannya di bidang pendidikan guru dan saat ini memimpin Center for the Fourth Rs (Respect and Responsibility).

Beliau juga kerap menjadi professor tamu di Boston dan Harvard University. Beliau dan istri, Judith, dikaruniai dua anak laki-laki serta sebelas cucu dan saat ini menetap di Cortland, New York.

G. Metode Penelitian

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran.15 Oleh karena itu, untuk

memperoleh hasil penelitian yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan

13 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), cet. Ke-1, 23.

14 Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkoala, 2001), 592.

15 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 49.


(26)

15

kebenarannya, maka seorang peneliti harus dapat memahami dan menggunakan cara yang benar dalam penelitian tersebut.

Tanpa adanya penelitian, pengetahuan tidak akan bertambah maju. Padahal pengetahuan adalah dasar semua tindakan dan usaha. Jadi penelitian sebagai dasar untuk meningkatkan pengetahuan, harus diadakan agar meningkat pula pencapaian usaha-usaha manusia.16

Mengingat penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang konsep pendidikan karakter dalam perspektif Thomas Lickona, maka kerangka metodologi yang digunakan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan deskriptif karena data yang dihasilkan berupa data deskriptif dalam bentuk pernyataan-pernyataan atau kata-kata tertulis yang berasal dari sumber data yang diamati atau diteliti agar lebih mudah dalam memahami dan mengkaji pemikiran Thomas Lickona secara kritis, evaluatif dan reflektif yang berkaitan dengan pendidikan karakter.17

2. Jenis penelitian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka, yaitu penelitian yang obyek utamanya adalah buku-buku atau sumber kepustakaan lain. Maksudnya, data dicari dan ditemukan melalui kajian pustaka dari buku-buku yang relevan

16 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. Ke-13, 20.


(27)

16

dengan pembahasan. Kegiatan studi termasuk kategori penelitian kualitatif dengan prosedur kegiatan dan teknik penyajian finalnya secara deskriptif. Maksudnya penelitian kualitatif disini yaitu suatu pendekatan yang digunakan untuk mengolah data tanpa menggunakan hitungan angka (statistik), namun melalui pemaparan pemikiran, pendapat para ahli atau fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.18 Atau jenis penelitian yang temuan-temuannya

tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contohnya dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat, dan perilaku seseorang, disamping juga tentang peranan organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan timbal balik.19 Jadi, penelitian ini maksudnya bertujuan untuk

memperoleh gambaran utuh dan jelas tentang Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Thomas Lickona.

3. Data dan Sumber Data

Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau kesimpulan. Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer yakni data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, dan data sekunder yakni data yang diperoleh dari informasi yang telah diolah oleh

18 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), 1-3.

19 Anselm Staruss, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet. Ke-3, 4.


(28)

17

pihak lain. Sedangkan sumber data merujuk pada dari mana data penelitian itu diperoleh, data dapat berasal dari orang maupun bukan orang.20

Data yang dipakai dalam penelitian pustaka ini dapat dikelempokkan menjadi dua, yakni:

a. Data Primer, adalah sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama. Merupakan sumber data asli yaitu data yang ditulis oleh Thomas Lickona sendiri, yaitu Educating for Character; Mendidik untuk Membentuk Karakter; Bagaimana Sekolah dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Tanggung Jawab, Character Matters;

Persoalan Karakter; Bagaiaman Membantu Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting lainnya, dan Pendidikan Karakter dalam Pengelolaan Kelas Sekolah.

b. Data Sekunder, adalah Sumber data sekunder adalah sumber yang mengutip dari sumber lain. Yaitu sumber yang diperoleh bukan berasal dari sumber utama, akan tetapi sumber-sumber yang mendukung dan berhubungan dengan penelitian yang meliputi karya-karya Thomas Lickona dan buku lain yang membahas pendidikan karakter atau Thomas Lickona.

20 Wahidmurni, Cara Mudah Menulis Proposal dan Laporan Penelitian Lapangan (Malang: UM Press, 2008), 41.


(29)

18

4. Metode Pengumpulan Data

Karena jenis penelitian ini adalah perpustakaan, maka teknik pengumpulan data yang lebih tepat adalah menggunakan metode dokumentasi. Menurut Lexy J. Moleong, dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti setiap bahan tertulis atau film.21 Sedangkan menurut

Koentjaraningrat dokumentasi yaitu metode pengumpulan data berdasarkan dokumentasi dalam arti sempit berarti kumpulan data dalam bentuk tulisan. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data-data yang berupa dokumen penting, arsip, majalah, surat kabar, catatan harian dan sebagainya. Metode dokumentasi ini dapat merupakan metode utama apabila peneliti melakukan pendekatan analisis isi (Content analysis).22 Data yang

dikumpulkan adalah data yang ada kaitannya dengan data yang dibutuhkan. 5. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang terpenting dalam metode ilmiah, karena dengan analisislah data tersebut dapat berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Analisis data kualitatif yang digunakan dalam skripsi ini berupa kata-kata bukan berupa angka-angka yang disusun dalam tema yang luas.

21 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian…., 135. 22 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian….., 159.


(30)

19

Dalam menganalisis data setelah terkumpul penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:23

a. Metode Interpretasi Data

Metode interpretasi data adalah merupakan isi buku, untuk dengan setepat mungkin mampu mengungkapkan arti dan makna uraian yang disajikannya.

Metode ini penulis gunakan untuk mempelajari dan memahami makna-makna yang ada, sehingga mudah untuk mengambil suatu kesimpulan.

b. Metode Analisis Isi

Analisis ini dilakukan untuk mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi penulis dan masyarakatnya pada waktu buku itu ditulis. Singkatnya kontent analisis adalah analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi.24

Adapun langkah-langkah yang penulis tempuh dalam menganalisis data adalah dengan mendasarkannya pada prosedur yang ditetapkan Hadari Nawawi, yaitu sebagai berikut :

1) Menyeleksi teks (buku, majalah, dokumen) yang akan diselidiki yaitu dengan mengadakan observasi untuk mengetahui keluasan

21 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987), 36-42.

24 Noeng, Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi 4, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), 68.


(31)

20

pemakaian buku tersebut, menetapkan standar isi buku di dalam bidang tersebut dari segi teoritis dan praktisnya.

2) Menyusun item-item yang spesifik tentang isi dan bahasa yang akan diteliti sebagai alat pengumpul data.

3) Menetapkan cara yang ditempuh, yaitu dengan meneliti keseluruhan isi buku dan bab per bab.

4) Melakukan pengukuran terhadap teks secara kualitatif dan kuantitatif, misalnya tentang tema dalam paragraf, pesan yang akan disampaikan. 5) Membandingkan hasil berdasarkan standar yang telah ditetapkan. 6) Mengetengahkan kesimpulan sebagai hasil analisis.25

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam karya ilmiah (skripsi) ini, penulis bagi menjadi lima bab, yang kerangka pembahasannya adalah sebagai berikut:

Bab satu adalah pendahuluan yang berisi antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi atau kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab dua adalah kajian teori. Bab ini akan dibahas mengenai tinjauan umum tentang karakter dan konsep pendidikan karakter dari berbagai sumber dan para ahli.

25 Soejono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 14.


(32)

21

Bab tiga adalah pemikiran Thomas Lickona tentang pendidikan karakter dengan sub bab antara lain riwayat hidup Thomas Lickona, pemikiran Thomas Lickona tentang pendidikan karakter.

Bab Empat adalah analisis konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona. Pada bab ini akan membahas tentang analisis konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona, kelebihan dan kekurangan konsep pendidikan karakter menurut Thomas Lickona, serta implementasi konsep pendidikan karakter menurut Thomas Lickona di lingkungan sekolah.

Bab Lima adalah penutup, berisi penutup yang menguraikan kesimpulan dan saran- saran.


(33)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Umum tentang Karakter 1. Pengertian Karakter

Secara umum, seseorang sering mengasosiasikan istilah karakter dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya sebuah definisi menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Seseorang juga bisa memahami karakter dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir.26

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter didefinisikan sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak. Sedang kata berkarakter diterjemahkan sebagai mempunyai tabiat; mempunyai kepribadian; berwatak.27 Di dalam Kamus Psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.28

26 Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter (Strategi Mendidik Anak di Zaman Global), (Jakarta: PT Grasindo, 2007), cet. Ke-2, 80.

27 Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), 465.

28 M. Furqon Hidayatullah, Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas,, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2009), cet. Ke-2, 9.


(34)

23

Istilah karakter sendiri sesungguhnya menimbulkan ambiguitas. Karakter, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “Karasso”, berarti “cetak biru”, “format dasar”, “sidik” seperti dalam sidik jari. Sedangkan menurut istilah, ada beberapa pengertian mengenai karakter itu sendiri. Secara harfiah Hornby dan Parnwell mengemukakan karakter artinya “kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi”.29

Dali Gulo menyatakan bahwa karakter adalah “sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu: sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu”. Tentang ambiguitas terminology „karakter‟ ini, Mounier, mengajukan dua cara interpretasi. Mounier melihat karakter sebagai dua hal, yaitu pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dari sananya, (given). Kedua, karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed).30

Dari beberapa pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa Karakter adalah sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi secara progresif dan

29 Ibid., 9.


(35)

24

dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan.31 Seseorang dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Demikian juga, seorang pendidik dikatakan berkarakter jika ia memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.32

Aa Gym mengemukakan bahwa karakter itu terdiri empat hal: Pertama, ada karakter lemah; misalnya penakut, tidak berani mengambil resiko, pemalas, cepat kalah, belum apa-apa sudah menyerah, dan sebagainya. Kedua, karakter kuat: contohnya tangguh, ulet, mempunyai daya juang yang tinggi, atau pantang menyerah. Ketiga, karakter jelek; misalnya licik, egois, serakah, sombong dan pamer. Keempat, karakter baik; seperti jujur, terpercaya, rendah hati dan sebagainya. Nilai-nilai utama yang menjadi pilar pendidik dalam membangun karakter kuat adalah amanah dan keteladanan.33

Karakter sebagai suatu kondisi yang diterima tanpa kebebasan dan karakter yang diterima sebagai kemampuan seseorang untuk secara bebas mengatasi keterbatasan kondisinya ini membuat manusia tidak serta merta jatuh dalam fatalisme akibat determinasi alam, ataupun terlalu tinggi

31 Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010), cet. Ke-1, 1.

32 M. Furqon Hidayatullah, Guru Sejati….., 9. 33 Ibid., 10.


(36)

25

optimisme seolah kodrat alamiah manusia tidak menentukan pelaksanaan kebebasan yang manusia miliki. Melalui dua hal ini manusia diajak untuk mengenali keterbatasan diri, potensi-potensi serta kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan manusia. Orang yang memiliki karakter kuat adalah mereka yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada begitu saja dari sananya. Sedangkan orang yang memiliki karakter lemah adalah orang yang tunduk pada sekumpulan kondisi yang telah diberikan kepadanya tanpa dapat menguasainya.34

Sosok pribadi yang berkarakter itu tidak hanya cerdas lahir batin, tetapi juga memiliki kekuatan untuk menjalankan sesuatu yang dipandangnya benar dan mampu membuat orang lain memberikan dukungan terhadap apa yang dijalankannya tersebut.35 Ciri orang yang berbudi atau berkarakter adalah saraso (serasa), sahino (sehina), tenggang manenggang (toleransi), tulak ansua (kelonggaran).36

2. Dasar Pembentukan Karakter

Al-Ghazali memberi perhatian yang sangat besar untuk menempatkan pemikiran Islam dalam pendidikan. al-Ghazali menekankan pentingnya pembentukan karakter. Dengan memberikan pendidikan karakter

34 Ibid.., 91.

35 Abdullah Munir, Pendidikan Karakter (Membangun Karakter Anak Sejak Dari Rumah), (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, Anggota IKAPI, 2010), cet. Ke-1, 2.

36 Helmon Hoesien, “Pendidikan Moral Berdasarkan Adat Budaya Minangkabau”, Mimbar Ilmiah, (No. 2, Desember/ 2009), 54.


(37)

26

yang baik maka orang tua sudah membantu anak-anaknya untuk hidup sesuai jalan yang lurus. Namun, pendidikan yang buruk akan membuat karakter anak-anak menjadi tidak baik dan berpikiran sempit sehingga sulit membawa mereka menuju jalan yang benar kembali.37

Ibnu Qayyim mengemukakan empat sendi karakter baik dan karakter buruk. Karakter yang baik didasarkan pada:

a. Sabar, yang mendorongnya menguasai diri, menahan marah, tidak

mengganggu orang lain, lemah lembut, tidak gegabah, dan tidak tergesa-gesa.

b. Kehormatan diri, yang membuatnya menjauhi hal-hal yang hina dan buruk,

baik berupa perkataan maupun perbuatan, membuatnya memiliki rasa malu, yang merupakan pangkal segala kebaikan, mencegahnya dari kekejian, bakhil, dusta, ghibah dan mengadu domba.

c. Keberanian, yang mendorongnya pada kebesaran jiwa, sifat-sifat yang luhur, rela berkorban, dan memberikan sesuatu yang paling dicintai; dan d. Adil, yang membuatnya berada dijalan tengah, tidak meremehkan, dan

tidak berlebih-lebihan.

Adapun karakter yang buruk juga didasarkan pada empat sendi yaitu:

37 Sekolah Tinggi Agama Islam Darunnajah, Metode Pendidikan Dalam Pandangan Tiga


(38)

27

a. Kebodohan, yang menampakkan kebaikan dalam rupa keburukan,

menampakkan keburukan dalam rupa kebaikan, menampakkan kekurangan dalam rupa kesempurnaan, dan menampakkan kesempurnaan dalam rupa kekurangan.

b. Kedhaliman, yang membuatnya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya,

memarahi perkara yang mestinya diridhai, meridhai sesuatu yang mestinya dimarahi, dan lain sebagainya dari tindakan-tindakan yang tidak proporsional.

c. Syahwat, yang mendorongnya menghendaki sesuatu kikir, bakhil, tidak menjaga kehormatan, rakus dan hina.

d. Marah, yang mendorongnya bersikap takabur, dengki, dan iri, mengadakan

permusuhan serta menganggap orang lain bodoh.38

Dasar pembentukan karakter itu adalah nilai baik atau buruk. Nilai baik disimbolkan dengan nilai Malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan nilai Setan. Karakter manusia merupakan hasil tarik-menarik antara nilai baik dalam bentuk energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi negatif.

Energi positif itu berupa nilai-nilai etis religious yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan, sedangkan energi negatif itu berupa nilai-nilai yang amoral yang bersumber dari taghut (Setan). Nilai-nilai etis moral itu

38 M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban Bangsa, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), cet. Ke-1, 63.


(39)

28

berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani). Energi positif itu berupa:

a. Kekuatan Spiritual.

Kekuatan spiritrual itu berupa iman, Islam, ihsan dan taqwa, yang berfungsi membimbing serta memberikan kekuatan kepada manusia untuk menggapai keagungan dan kemuliaan (ahsani taqwîm).

b. Kekuatan Potensi Manusia Positif

Berupa aqlus salim (akal yang sehat), qalbun salim (hati yang sehat), qalbun munib (hati yang kembali, bersih, suci dari dosa) dan nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang), yang kesemuanya itu merupakan modal insani atau sumber daya manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. c. Sikap dan Perilaku Etis.

Sikap dan perilaku etis ini merupakan implementasi dari kekuatan spiritual dan kekuatan kepribadian manusia yang kemudian melahirkan konsep-konsep normatif tentang nilai-nilai budaya etis. Sikap dan perilaku etis itu meliputi: istiqamah (integritas), ikhlas, jihad serta amal saleh.

Energi positif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter, yaitu orang yang bertaqwa, memiliki integritas (nafs al-mutmainnah) dan beramal saleh. Aktualisasi orang yang berkualitas ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan akhlak budi pekerti yang luhur karena memiliki personality (integritas, komitmen dan


(40)

29

dedikasi), capacity (kecakapan) dan competency yang bagus pula (professional).39

Kebalikan dari energi positif di atas adalah energi negatif. Energi negatif itu disimbolkan dengan kekuatan materialistik dan nilai-nilai thaghut (nilai-nilai destruktif). Kalau nilai-nilai etis berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani), nilai-nilai material (thaghut) justru berfungsi sebaliknya yaitu pembusukan, dan penggelapan nilai-nilai kemanusiaan. Hampir sama dengan energi positif, energi negatif terdiri dari: Pertama, kekuatan thaghut.

Kekuatan thaghut itu berupa kufr (kekafiran), munafiq

(kemunafikan), fasiq (kefasikan) dan syirik (kesyirikan) yang kesemuanya itu merupakan kekuatan yang menjauhkan manusia dari makhluk etis dan kemanusiaannya yang hakiki (ahsani taqwim) menjadi makhluk yang serba material (asfala safilin); Kedua, kekuatan kemanusiaan negatif, yaitu pikiran jahiliyah (pikiran sesat), qalbun maridl (hati yang sakit, tidak merasa), qalbun mayyit (hati yang mati, tidak punya nurani) dan nafsu „l-lawwamah (jiwa yang tercela) yang kesemuanya itu akan menjadikan manusia menghamba pada ilah-ilah selain Allah berupa harta, seks dan

39 Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islami, Http://Keyanaku.Blogspot.Com,S Diakses pada 23 Maret 2016, Pkl 11.20


(41)

30

kekuasaan (thaghut). Ketiga, sikap dan perilaku tidak etis. Sikap dan perilaku tidak etis ini merupakan implementasi dari kekuatan thaghut serta kekuatan kemanusiaan negatif yang kemudian melahirkan konsep-konsep normatif tentang nilai-nilai budaya tidak etis (budaya busuk). Sikap dan perilaku tidak etis itu meliputi: takabur, hubb al-dunya (materialistik), dlalim (aniaya) dan amal sayyiat (destruktif).

Energi negatif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter buruk, yaitu orang yang puncak keburukannya meliputi syirk, nafs lawwamahdan ‟amal al sayyiat (destruktif). Aktualisasi orang yang bermental thaghut ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personalitas tidak bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu mendayagunakan kompetensi yang dimiliki.40

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan moral (karakter), yaitu:

a. Konsistensi dalam mendidik

40 Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islami, Http://Keyanaku.Blogspot.Com,S Diakses pada 23 Maret 2016, Pkl 11.20.


(42)

31

Orang tua harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anaknya. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila anak melakukan kembali pada waktu yang lain. b. Sikap orang tua dalam keluarga

Secara tidak langsung, sikap orang tua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral (karakter) anak, yaitu ,melalui proses peniruan.

c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut

Orang tua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk disini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orang tua yang menciptakan iklim religious (agamis), dengan cara memberikan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.

d. Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma

Orang tua yang menghendaki anaknya tidak berbohong atau berlaku tidak jujur, maka orang tua harus menjauhkan diri dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Selain faktor diatas, perkembangan moral (karakter) juga dipengaruhi oleh lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan teman-teman sebaya, segi keagamaan, dan aktivitas rekreasi.41

41 Alief Budiyono, “Meningkatkan Moralitas Remaja Melalui Dukungan Sosial”, Komunika, (Vol. IV, No. 2, Juli/ 2010), 239.


(43)

32

B. Konsep Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter

Thomas Lickona menyimpulkan pendidikan karakter adalah upaya sengaja yang menolong orang agar memahami, peduli akan, dan bertindak atas dasar inti nilai-nilai etis. Karakter (watak) adalah istilah yang diambil dari bahasa yunani yang berarti to mark (menandai), yaitu menandai tindakan atau tingkah laku seseorang. Seseorang dapat disebut sebagai “orang yang berkarakter” (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.42

Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk “membentuk” kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain, kerja keras dan sebagainya. Hal ini dapat dikaitkan dengan tujuan takdib, yaitu pengenalan dan afirmasi atau aktualisasi hasil pengenalan.

Pendidikan merupakan alat untuk pembentuk manusia Indonesia yang berkualitas, penyangga ekonomi nasional dan pembentuk bangsa berkarakter.43 Bila nilai-nilai pendidikan tersebut diambil dari sumber dan

42 Bambang Q-Anees, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur‟an, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), cet. Ke-1, 107.

43 Moh Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia, (Yogyakarta: ar-Ruzz Media, 2009), cet. Ke-1, 54.


(44)

33

dasar ajaran agama Islam sebagaimana termuat dalam al-Qur‟an dan Hadits, maka proses pendidikan tersebut disebut sebagai pendidikan Islam. Dengan pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

Russel Williams mengilustrasikan bahwa karakter adalah ibarat “otot”, dimana “otot-otot” karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh kalalu sering dipakai. Seperti seorang binaragawan (body buldler) yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya. “otot-otot” karakter juga akan terbentuk dengan praktik-praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan (habit). Demikian pula disiplin dan kepribadian mandiri sangat diperlukan didalam membentuk karakter seorang olah-ragawan.44

Amsal Russel Williams sangatlah tepat, karena menjadikan otot (sesuatu yang sudah dimiliki badan manusia) sebagai model bagi pengembangan lebih lanjut. Ini berarti, hakikat dasar pendidikan karakter

44 Isjoni, Guru Sebagai Motivator Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), cet. Ke-1, 51.


(45)

34

berarti, pada manusia terdapat bibit potensi kebenaran dan kebaikan, yang harus didorong melalui pendidikan untuk aktual.45

Sebagaimana yang termaktub dalam al-Quran, manusia adalah makhluk dengan berbagai karakter. Dalam kerangka besar, manusia mempunyai dua kecenderungan karakter yang berlawanan, yaitu karakter baik dan buruk.46









































Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (8), Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (9), Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (10)”. (Q.S. Asy-Syam:8-10)47

Ibnu Kathir menafsirkan ayat ini bahwa Allah menunjuki jiwa itu kepada sesuatu yang dapat mengakibatkan kefasikannya dan ketakwaannya,

45 Bambang Q-Anees,, Pendidikan Karakter……, 99.

46 Najib Sulhan, Pendidikan Berbasis Karakter, (Surabaya, PT. Jepe Press Media Utama, 2010), cet. Ke-1, 2.

47 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Jumanatul „Ali-Art, 2005), 596.


(46)

35

lalu menjelaskan kepadanya tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Sungguh berbahagialah orang yang menyucikan jiwanya dengan menaati-Nya. Ayat ini juga berarti sungguh berbahagialah orang yang hatinya disucikan oleh Allah dan sungguh merugilah orang yang hatinya dibiarkan kotor oleh Allah.48

UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.49

Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa (social investment), termasuk investasi untuk menancapkan perilaku sosial yang penuh dengan praktek etika. Dalam konteks ini, pendidikan selain berfungsi sebagai pelestari nilai-nilai kebudayaan yang masih layak untuk dipertahankan, pendidikan juga berfungsi sebagai alat transformasi masyarakat untuk dapat segera

48 Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), Jilid 2, 989.


(47)

36

beradaptasi dengan perubahan sosial yang tengah terjadi.50 Tentunya dalam hal ini tanpa meninggalkan karakter asli masyarakat itu sendiri, khususnya karakter yang baik.

Pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar. Jika bukan mendidik dan mengasuh anak-anak untuk perkembangan tabiat yang luhur, buat apakah sistem pendidikan itu? Baik dalam pendidikan rumah tangga maupun pendidikan dalam sekolah, orang tua dan guru tetap sadar bahwa pembangunan tabiat yang agung adalah tugas mereka. Pembangunan watak, kepribadian, dan moral mengacu pada perilaku Muhammad SAW. Hal ini didukung sabda Rasul:

ْنَع

َع ْب

ِد

ِّللا

َح

َد

َث

أ

ْب ِزْيِزَعْلا ِّللا ُدْبَع اََ ثَدَح : َلَق ٍرْوُصَْم ِنْب ِدْيِعَس ِى

ِن

َُم

َم

ُد

ِع ِنْب

ْج

ًل

ْلا ِنَع

َق ْع

َقا

ِع

ْب

ِن

َح

ِك

ْم

َع ِن

َا

ِى

ََ

ِل ا

َع

ِن

َا

ِى

ُ َ

ر ْ ي َر ُة

َاق

َل

:

َاق

َل

َر ُس

ْو ُل

ِلا

ِا : م ص

ََّ

ُب ا

ِع ْث

ُت

مَتُِِ

َم

ََا

)دما اور( . ِقَلْخَأا ِحِل

“Dari Abdullah menceritakan Abi Said bin Mansyur berkata: menceritakan Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin Ijlan

50 M. Zainur Roziqin, Moral Pendidikan Di Era Global, (Malang: Averroes Press, 2007), cet. Ke-1, 39.


(48)

37

Qo‟qo‟ bin Hakim dari Abi Shalih dari Abi Hurairah berkata Rasulallah SAW bersabda: Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.51

Adapun pendidikan karakter meski sebagai sebuah idealisme usianya setua usia pendidikan itu sendiri, namun baru sejak tahun 1990-an kembali lahir sebagai sebuah gerakan baru dalam pembinaan moral dan pembentukan karakter. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya melalui karyanya The Return of Character Eduacation. Sebuah buku yang menyadarkan dunia Barat secara khusus dimana Lickona hidup, dan seluruh dunia pendidikan secara umum, bahwa pendidikan karakter adalah sebuah keharusan. Dalam konteks ini, sekolah sebagai institusi pendidikan sudah seharusnya terlibat secara formal dan strategis dalam membangun karakter. Inilah awal kebangkitan baru pendidikan karakter.52

Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi daripada pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga siswa didik menjadi faham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.

51 Al Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Juz II, (Beirut: Darul Kutub al Ilmiyah, t.th), 504. 52 Marfu‟, Terminology Yang Tepat Untuk Program Pembentukan Karakter, http://aperspektif.com. Diakses pada 23 Maret 2016, Pkl 11.30.


(49)

38

Menurut Ratna Megawangi, pembedaan ini karena moral dan karakter adalah dua hal yang berbeda. Moral adalah pengetahuan seseorang terhadap hal baik atau buruk. Sedangkan karakter adalah tabiat seseorang yang langsung didorong (drive) oleh otak. Dari sudut pandang lain bisa dikatakan bahwa tawaran istilah pendidikan karakter datang sebagai bentuk kritik dan kekecewaan terhadap praktek pendidikan moral selama ini. Itulah karenanya, terminologi yang ramai dibicarakan sekarang ini adalah pendidikan karakter (character education) bukan pendidikan moral (moral education).

Walaupun secara substansial, keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil.53 Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan dalam hidupnya.54

Ada dua pendapat tentang pembentukan atau pembangunan karakter. Di satu sisi, berpendapat bahwa karakter merupakan sifat bawaan dari lahir yang tidak dapat atau sulit diubah atau didikan. Disisi lain, berpendapat bahwa karakter dapat diubah atau dididik melalui pendidikan.

53 Marfu‟, Terminology Yang Tepat Untuk Program Pembentukan Karakter, http://aperspektif.com, Diakses pada 23 Maret 2016, Pkl 11.30.

54 Nurul Zuriah, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), cet. Ke-2, 15.


(50)

39

Lepas dari kedua pendapat tersebut, penulis ingin mengkaji pada pendapat yang kedua, yaitu bahwa karakter dapat diubah melalui pendidikan.55 Hal ini sesuai dengan ayat yang berbunyi :





















Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri sendiri”.(QS. Ar Ra‟d :11)56

Dalam tafsirnya, Ibnu Kathir memaparkan bahwa Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata: Allah mewahyukan kepada salah seorang Nabi bani Israil: Katakanlah kepada kaummu, “Tidaklah penduduk suatu negeri dan tidaklah penghuni suatu rumah yang berada dalam ketaatan kepada Allah, kemudian mereka beralih kepada kemaksiatan terhadap Allah melainkan Allah mengalihkan dari mereka apa yang mereka cintai kepada apa yang mereka benci.” Kemudian Ibrahim berkata: pembenaran atas pernyataan itu terdapat dalam kitab Allah, sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan

55 M. Furqon Hidayatullah, Guru Sejati……, 12-13.

56 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 1987), 250.


(51)

40

suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.57

Ada dua paradigma dasar pendidikan karakter. Pertama, paradigma yang memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit (narrow scope to moral education). Pada paradigma ini disepakati telah adanya karakter tertentu yang tinggal diberikan kepada peserta didik. Kedua, melihat pendidikan dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas. Paradigma ini memandang pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi, menempatkan individu yang terlibat dalam dunia pendidikan sebagai pelaku utama dalam pengembangan karakter. Paradigma kedua memandang peserta didik sebagai agen tafsir, penghayat, sekaligus pelaksana nilai melalui kebebasan yang dimilikinya.58

Beberapa faktor penyebab rendahnya pendidikan karakter adalah: pertama sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan karakter tetapi lebih menekankan pengembangan intelektual, misalnya sistem evaluasi pendidikan menekankan aspek kognitif atau akademik; Ujian Nasional (UN). Kedua, kondisi sosial yang kurang mendukung pembangunan karakter yang baik.59

57 Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Jilid 2, 906.

58 Bambang Q-Anees, Pendidikan Karakter…….., 103. 59 M. Furqon Hidayatullah, Guru Sejati……., 11.


(52)

41

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Memang tidak dapat diingkari bahwa sudah sangat mendesak pendidikan karakter diterapkan didalam lembaga pendidikan kita. Alasan-alasan kemerosotan moral, dekadensi kemanusiaan yang terjadi tidak hanya dalam diri generasi muda kita, namun telah menjadi ciri khas abad kita, seharusnya membuat kita perlu mempertimbangkan kembali bagaimana lembaga pendidikan mampu menyumbangkan perannya bagi perbaikan kultur.

Sebuah kultur yang membuat peradaban kita semakin manusiawi.60

Bagaimana meletakkan pendidikan karakter dalam kerangka perdebatan tentang tujuan pendidikan? meletakkan tujuan pendidikan karakter dalam kerangka tantangan diluar kinerja pendidikan, seperti situasi kemerosotan moral dalam masyarakat yang melahirkan adanya kultur kematian sebagai penanda abad kita, memang bukan merupakan landasan yang kokoh bagi pendidikan karakter itu sendiri. Sebab dengan demikian, pendidikan karakter memperhambat diri demi tujuan korektif, kuratif situasi masyarakat. Sekolah bukanlah lembaga demi reproduksi nilai-nilai sosial, atau demi kepentingan korektif bagi masyarakat diluar dirinya, melainkan juga mesti memiliki dasar internal yang menjadi ciri bagi lembaga pendidikan itu sendiri.


(53)

42

Manusia secara natural memang memiliki potensi di dalam dirinya untuk bertumbuh dan berkembang mengatasi keterbatasan dirinya serta keterbatasan budayanya. Dilain pihak manusia juga tidak dapat abai terhadap lingkungan sekitar dirinya.

a. Meletakkan landasan karakter yang kuat.61 Dalam kerangka gerak dinamis dialektis, berupa tanggapan individu atas impuls natural (fisik dan psikis), sosial, kultural yang melingkupinya, untuk dapat menempa diri menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada di dalam dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi manusiawi.

b. Semakin menjadi manusiawi berarti ia juga semakin menjadi makhluk yang mampu berelasi secara sehat dengan lingkungan diluar dirinya tanpa kehilangan otonomi dan kebebasannya sehingga menjadi manusia yang bertanggung jawab.

Untuk ini, manusia perlu memahami dan menghayati nilai-nilai yang relevan bagi pertumbuhan dan penghargaan harkat dan martabat manusia yang tercermin dalam usaha dirinya untuk menjadi sempurna melalui kehadiran orang lain dalam ruang dan waktu yang menjadi ciri drama singularitas histories tiap individu.


(54)

43

c. Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam kerangka dinamika dan dialektika proses pembentukan individu, para insan pendidik, seperti, guru, orangtua, staf sekolah, masyarakat, diharapkan semakin dapat menyadari pentingnya pendidikan karakter sebagai saranan pembentukan pedoman perilaku, pengayaan nilai individu dengan cara menyediakan ruang bagi figur keteladanan bagi anak didik dan menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif bagi proses pertumbuhan berupa, kenyamanan, keamanan yang membantu suasana pengembangan diri satu sama lain dalam keseluruhan dimensinya (teknis, intelektual, psikologis, moral, social, estetis, dan religius).

d. Memiliki tujuan jangka panjang yang mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural social yang diterimanya yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri terus-menerus (on going formation).

Sampai kapan pun pendidikan sebagai suatu upaya menghadapkan manusia pada realitas yang terus saja berubah saat ini.62 Tujuan jangka panjang ini tidak sekedar berupa idealisme yang penentuan sarana untuk mencapai tujuan itu tidak dapat diverifikasi, melainkan sebuah pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan antara yang ideal dengan kenyataan,

62 Nurani Soyomukti, Pendidikan Berspektif Global, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), cet. Ke-2, 41.


(55)

44

melalui proses refleksi dan interaksi terus-menerus, antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif. e. Pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral individu

yang ada dalam lembaga pendidikan. Untuk ini, dua paradigma pendidikan karakter merupakan satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Penanaman nilai dalam diri siswa, dan pembaharuan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu merupakan dua wajah pendidikan karakter dalam lembaga pendidikan.63

3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter

Ada beberapa prinsip dasar pendidikan karakter:

a. Manusia adalah makhluk yang dipengaruhi dua aspek, pada dirinya memiliki sumber kebenaran dan dari luar dirinya ada juga dorongan atau kondisi yang mempengaruhi kesadaran.

Berkowitz membagi dua aspek emosi, yaitu selfcensorship (kontrol internal) dan prososial. Kontrol internal berkaitan dengan adanya perasaan bersalah (guilty feeling) dan malu (shame), dimana kontrol itu akan mencegah seseorang dari perilaku buruk dan selalu ada keinginan untuk memperbaiki diri. Sedang aspek prososial adalah terkait dengan emosi yang timbul karena melihat kesulitan atau penderitaan orang lain, dan ini


(56)

45

biasa disebut dengan rasa empati atau simpati.64 Apabila kontrol internal dan aspek prososial telah tertanam dalam diri individu, maka orang itu dapat dikatakan sebagai manusia yang menjalani hidupnya hanya berdasarkan prinsip-prinsip moral (a principled person), atau telah menjadi manusia yang cerah budi. Inilah pribadi arif yang tidak akan terpengaruh oleh dorongan nafsu buruk di dalam dirinya, termasuk oleh nilai-nilai komunal atau kolektif yang bertentangan dengan hati nuraninya.

Atas dasar prinsip ini, pendidikan karakter tidaklah bersifat teoritis (meyakini telah ada konsep yang akan dijadikan rujukan karakter), tetapi melibatkan penciptaan situasi yang mengkondisikan peserta didik mencapai pemenuhan karakter utamanya. Penciptaan konteks (komunitas belajar) yang baik, dan pemahaman akan konteks peserta didik (latar belakang dan perkembangan psikologi) menjadi bagian dari pendidikan karakter.

b. Karena menganggap bahwa perilaku yang dibimbing oleh nilai-nilai utama

sebagai bukti dari karakter, pendidikan karakter tidak meyakini adanya pemisahan antara roh, jiwa, dan badan.

Hadist menyatakan bahwa iman dibangun oleh peran serta roh, jiwa dan badan yaitu melalui perkataan, peyakinan, serta penindakan. Tanpa


(57)

46

tindakan, semua yang diucapkan dan diyakini bukanlah apa-apa, tanpa peyakinan maka tindakan dan perkataan tidak memiliki makna, kemudian tanpa pernyataan dalam kata, penindakan dan peyakinan tidak akan terhubung.

c. Pendidikan karakter mengutamakan munculnya kesadaran pribadi peserta didik untuk secara ikhlas mengutamakan karakter positif.

Setiap manusia memiliki modal dasar (potensi dan kapasitanya yang khas) yang membedakan dirinya dengan orang lain. Aktualisasi dari kesadaran ini dalam dunia pendidikan adalah pemupukan keadaan khusus seseorang yang memungkinkannya memiliki daya tahan dan daya saing dalam perjuangan hidup.

d. Pendidikan karakter mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia ulul albab yang tidak hanya memiliki kesadaran diri, tetapi juga kesadaran untuk terus mengembangkan diri, memperhatikan masalah lingkungannya, dan memperbaiki kehidupan sesuai dengan pengetahuan serta karakter yang dimilikinya.

Manusia ulul albab adalah manusia yang dapat diandalkan dari segala aspek, baik aspek intelektual, afektif maupun spiritual. Manusia semacam ini adalah manusia yang mempunyai competence, compassion, dan conscience. Manusia competence adalah manusia yang unggul dan menghargai proses. Disini ada kesadaran bahwa segala sesuatu tidak


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Hambal, Imam, Musnad Juz II, (Beirut: Darul Kutub al Ilmiyah, t.th) Al-Ghazali, Imam, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,

2009)

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet. ke-13

Budiyono, Alief, “Meningkatkan Moralitas Remaja Melalui Dukungan Sosial”,

Komunika, (Vol. IV, No. 2, Juli/ 2010)

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Jumanatul „Ali -Art, 2005)

---, Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan

Terjemahannya, (Bandung: CV Jumanatul „Ali-Art, 2005)

---, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 1987) Dinas P& K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka , 2003)

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987)

Herimanto, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), cet. Ke-3

Hidayatullah, M. Furqon, Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas,, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2009), cet. Ke-2


(2)

---, Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban Bangsa, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), cet. Ke-1

Hoesien, Helmon, “Pendidikan Moral Berdasarkan Adat Budaya Minangkabau”, Mimbar Ilmiah, (No. 2, Desember/ 2009)

https://id.wikipedia.org/wiki/Konsep. Diakses pada 11 Desember 2015

Imam Santoso, Slamet, Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidikan, (Jakarta: UI Press, 1981), cet. Ke-2

Isjoni, Guru Sebagai Motivator Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Cet. ke-1

Kemendiknas, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, (Jakarta: Puskut, 2010)

Khan, Yahya, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010), cet. Ke-1

Koesoema A, Doni, Pendidikan Karakter (Strategi Mendidik Anak di Zaman Global), (Jakarta: PT Grasindo, 2007), cet. Ke-2

Lickona, Thomas, Character Matters; Persoalan Karakter, Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian Yang Baik, Integritas dan Kebajikan Penting Lainnya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015)

---, Educating for Character; Mendidik untuk Membentuk Karakter, (PT Bumi Aksara: Jakarta, 2015)

---, Education for Character;Mendidik untuk Membentuk Karakter, (PT Bumi Aksara: Jakarta, 2012)


(3)

---, Pendidikan Karakter dalam Pengelolaan Kelas Sekolah,(Bantul: Kreasi Wacana, 2014)

---, Vita Thomas Lickona 2014 dalam mail.google.com diakses tanggal 19 Desember 2015.

---, 11 Principles of Character Education, Character.org., 6, melalui http://www.character.org/uploads/PDFs/ElevenPrinciples_new2010.pdf[02/05 /2016], 2010.

M. Natsir, Metode Penelitian, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998)

Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012)

Marfu‟, Terminology Yang Tepat Untuk Program Pembentukan Karakter, http://aperspektif.com. Diakses pada 23 Maret 2016, Pkl 11.30.

Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), cet. Ke-1

Matta, Anis, Membentuk Karakter Cara Islami, Http://Keyanaku.Blogspot.Com,S Diakses pada 23 Maret 2016, Pkl 11.20

Moleong Lexy J. , Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009)

---, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001)

Mu‟in, Fatchul,Pendidikan Karakter, Konstruksi Teoritik dan Praktik, Urgensi Pendidikan Progresif dan Revitalisasi Peran Guru dan Orag Tua, Yogyakarta: Ar Ruzz, 2011


(4)

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi 4, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000)

Munir, Abdullah, Pendidikan Karakter (Membangun Karakter Anak Sejak Dari Rumah), (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, Anggota IKAPI, 2010), cet. Ke-1

Nasib Ar-Rifa‟I, Muhammad, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), Jilid 2

Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail Media Group, 2009), cet. Ke-1 Noer Aly, Hery, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta, Friska Agung Insani, 2003), cet.

ke-2

Partanto, Pius A dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkoala, 2001)

Poerwadarminta W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006)

Q-Anees, Bambang, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), cet. Ke-1

Roziqin, M. Zainur, Moral Pendidikan Di Era Global, (Malang: Averroes Press, 2007), cet. Ke-1

Saeful Hidayat, Asep, “Manajemen Sekolah Berbasis Karakter”, Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, Volume 1, No. 1 (Januari 2012)

Sasono, Ignas G., Tantangan Pendidikan Memecahkan Problem Bangsa, Tanggapan


(5)

Sekolah Tinggi Agama Islam Darunnajah, Metode Pendidikan Dalam Pandangan Tiga Ilmuwan Islam, Http://Tanbihun.Com. Diakses pada 23 Maret 2016, Pkl 09.00.

Sekretariat Direktoral Jendral Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan

Nasional, Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran PKn, (Jakarta:

Kementerian Pendidikan Nasional, 2011)

Sholeh, Munawar, Politik pendidikan, (Jakarta, Institute For Public Education (IPE), 2005), cet. Ke-1

Soejono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999)

Soyomukti, Nurani, Pendidikan Berspektif Global, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), cet. Ke-2

Staruss, Anselm, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet. Ke-3

Subagyo, Pendidikan Kewarganegaraan, (Semarang: UPT Unnes Press, 2006), cet. ke-6

Sulhan, Najib, Pendidikan Berbasis Karakter, (Surabaya, PT. Jepe Press Media Utama, 2010), cet. Ke-1

Suraji, Imam, Etika Dalam Perspektif Al-Quran Dan Al-Hadits, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2006), Cet. ke-1

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokusmedia, 2005)


(6)

Wahidmurni, Cara Mudah Menulis Proposal dan Laporan Penelitian Lapangan

(Malang: UM Press, 2008)

Yamin. Mohammad, Menggugat Pendidikan Indonesia, (Yogyakarta: ar-Ruzz

Media, 2009), Cet. ke-1

Yudi Prahara, Erwin, “Konsep Pendidikan Akhlak”, Cendekia, (Januari/ 2005)

Zuriah, Nurul, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. (Jakarta, PT. Bumi Aksara 2008). cet. Ke-2