PERANAN USTADZ ABDUL QADIR HASSAN DALAM PENGEMBANGAN PESANTREN PERSIS BANGIL 1958-1984 M.

(1)

PERANAN USTADZ ABDUL QADIR HASSAN DALAM PENGEMBANGAN PESANTREN PERSIS BANGIL 1958-1984 M

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh: Abdur Rohman NIM: A0.22.12.026

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Peranan Ustadz Abdul Qadir Hasan Dalam Pengembangan Pesantren Persis Bangil 1958-1984”. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah tentang 1) bagaimana biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan? 2) bagaimana sejarah dan perkembangan Pesantren Persatuan Islam Bangil? 3) bagaimana respon masyarakat terhadap sosok Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil?.

Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian sejarah, adapun metode penulisan sejarah yang digunakan penulis dengan menggunakan beberapa langkah, yaitu heuristik (pengumpulan data), verifikasi (kritik terhadap data), interpretasi (penafsiran) dan historiografi (penulisan sejarah). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis (mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau). Sedangkan teori yang digunakan yaitu teori peranan menurut Levinson dan teori kepemimpinan menurut M. Karjadi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan, 1) Ustadz Abdul Qadir Hassan adalah ulama ahli hadits dan fiqh sekaligus pengasuh Pesantren Persis Bangil tahun 1958-1984 M. Ustadz Abdul Qadir Hassan dilahirkan di Singapura pada tahun 1914 M dan wafat pada tahun 1984 M. 2) Persis berdiri pada 12 September 1923 M. Persis semakin dikenal ketika Ahmad Hassan bergabung di Persis. Pada Maret 1936 M, Pesantren Persis didirikan oleh Ahmad Hassan di Bandung, kemudian pada Maret 1940 M Pesantren Persis pindah ke Bangil. Setelah Ahmad Hassan wafat, pengasuh Pesantren Persis Bangil adalah Abdul Qadir Hassan. Pesantren Persis Bangil semakin mengalami peningkatan, seperti dibangunnya asrama putra dan putri, koleksi buku perpustakaan ditambah. Kemudian jumlah santri pada tahun 1960 hingga 1980an mengalami peningkatan. 3) Sejumlah pakar baik dari Muhammadiyah. NU maupun Persis sendiri memandang tokoh Abdul Qadir Hassan sebagai ulama yang aktif dalam memimpin pesantren, aktif menulis dan berusaha melanjutkan tradisi keilmuan ayahnya.


(7)

ix ABSTRACT

Thesis entitled “The Role of Ustadz Abdul Qadir Hassan In The Development of

Pesantren Persis Bangil 1958-1984’’. Problem studied in this thesis is about 1) how biography Ustadz Abdul Qadir Hassan, 2) how history and development Pesantren Islam Bangil, 3) how the public response to the figure of Ustadz Abdul Qadir Hassan in developing Pesantren Persis Bangil.

Writing this thesis prepared using the methods of historical research , as for history writing method used by the author using several steps, is heuristics (data collection ), verification (critism of the data), interpretation (interpretation) and historiography (history writing). While the approach used is the historical approach (describes the events that occurred in the past ). While the theory used is the theory of the role according to Levinson and leadership theory by M. Karjadi.

From the results of research can be concluded. 1) Ustadz Abdul Qadir Hassan is expert scholars of hadith and fiqh well as caregivers Pesantren Persis Bangil years 1958-1984 AD. Ustadz Abdul Qadir Hassan was born in Singapore in 1914 AD and died in 1984 AD. 2) Exactly established on September 12, 1923 AD. Just getting known as Ahmad Hassan joined Exactly. In March 1936 AD, Pesantren Persis was founded by Ahmad Hassan in Bandung, then in March 1940 AD Pesantren Persis moved to Bangil. After Ahmad Hassan 's death, Pesantren Persis Bangil caregivers are Abdul Qadir Hassan. Pesantren Persis Bangil increasingly improved, such as the construction of the hostel boys and girls, plus a library book collection. Then the number of students in the 1960s to the 1980s have increased. The system forces in 1968 AD transformed into a classical system. Learning materials in the 1960s to the 1980s increasingly added.The education system and teaching methods remain unchanged. 3) A number of experts both from Muhammadiyah, NU and Persis has seen figures Hassan Abdul Qadir as an active scholar in leading boarding schools, actively writing and try to continue the scientific tradition of his father.


(8)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO……… ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Kegunaan Penelitian ... 3

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 4

F. Penelitian Terdahulu ... 8

G. Metode Penelitian ... 9

H. Sistematika Bahasan ... 13

BAB II : SEJARAH PERSIS DAN BIOGRAFI USTADZ ABDUL QADIR HASSAN A. Sejarah Pesantren Persis…………. ... 15

1. Latar Belakang Berdirinya Persis………. 16

2. Persis Pada Masa Ahmad Hassan………. 30

3. Persis Pasca Ahmad Hassan………. 33


(9)

xiii

5. Persis Pasca Abdul Qadir Hassan………. 39

B. Biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan ... 41

1. Perjalanan Karir Ustadz Abdul Qadir Hassan………. 44

2. Karya-karya Ustadz Abdul Qadir Hassan……… 45

3. Ustadz Abdul Qadir Hassan Meninggal Dunia……… 46

BAB III : PERKEMBANGAN PESANTREN PERSATUAN ISLAM BANGIL TAHUN 1958-1984 M A. Perkembangan Fisik Bangunan Pesantren ... 49

1. Pembangunan Asrama Pondok………... 52

2. Perpustakaan Pesantren Persis Putera………. 54

3. Perpustakaan Pesantren Persis Puteri………. 55

B. Perkembangan Jumlah Santri ... 56

C. Perkembangan Jenjang Pendidikan dan Masa Pendidikan ... 58

D. Perkembangan Materi Pembelajaran ... 60

E. Perkembangan Sistem Pendidikan dan Metode Pengajaran ... 64

BAB IV : RESPON MASYARAKAT TERHADAP SOSOK USTADZ ABDUL QADIR HASSAN DALAM MENGEMBANGKAN PESANTREN PERSATUAN ISLAM BANGIL A. Tokoh Persatuan Islam (Persis) ... 70

B. Tokoh Muhammadiyah ... 73

C. Tokoh Nahdlatul Ulama……….. 75

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 80


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pondok Pesantren Persatuan Islam Bangil pada mulanya adalah sebuah pesantren yang didirikan di Bandung pada 1 Dzulhijjah 1354 Hijriyah (H) yang bertepatan pada bulan Maret tahun 1936 M yang bertempat di Masjid Persatuan Islam Jl. Pangeran Sumedang Bandung. Tercatat dalam buku Waqfiyah Yayasan Pesantren Persis Bangil dikatakan bahwa Pesantren Persatuan Islam mula-mula didirikan atas desakan sejumlah pemimpin dan umat Islam. Kemudian yang menjadi perintis berdirinya Pesantren Persatuan Islam ini adalah A. Hassan dan M. Natsir yang dikenal juga sebagai tokoh besar organisasi Persatuan Islam (Persis).1

Di samping pendidikan Islam, Persis juga mendirikan sebuah pondok pesantren yang biasa disebut dengan Pesantren Persis di Bandung pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama. Ketika A. Hassan pindah ke Bangil, pesantren tersebut juga pindah ke Bangil dengan membawa 25 dari 40 siswa dari Bandung.2

Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1940 ada pemindahan Pesantren Putra Persatuan Islam di Bandung ke daerah Bangil, Kabupaten

1

Yayasan Pesantren Persis Bangil, Pesantren Bagian Putera dan Puteri (Bangil: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), 1.

2

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia: 1900-1942 (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1980), 7.


(11)

2

Pasuruan. Kemudian pada Pebruari tahun 1941 di Pesantren Persatuan Islam dibuka pula Pesantren khusus putri/Pesantren Putri.

Mengenai Ustadz Abdul Qadir Hassan sendiri, beliau adalah sebagai guru sekaligus pimpinan Pesantren Persatuan Islam Bangil. Pada saat Abdul Qadir Hassan menjabat sebagai pimpinan Pesantren Persatuan Islam Bangil, pesantren ini dikenal di seluruh Indonesia sebagai rujukan dalam mempelajari studi ilmu hadits dan fiqh. Abdul Qadir Hassan adalah putra dari Ustadz A. Hassan yang dikenal sebagai tokoh organisasi Persis. Abdul Qadir Hassan lahir di Singapura pada tahun 1914 M.

Pada saat kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir Hassan banyak para pemuda yang ada di pelosok nusantara yang datang ke Pesantren Persatuan Islam Bangil untuk belajar di pesantren tersebut. Ada juga pemuda yang berasal dari Malaysia dan Singapura. Bahkan banyak tokoh dari organisasi yang ada saat ini pernah belajar ke Pesantren Persatuan Islam Bangil di bawah kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir pada saat itu.

Di antara para tokoh tersebut antara lain: Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwas (Tokoh Salafi di Indonesia), Ustadz Abdul Wahid Alwi, MA (Tokoh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), Ustadz Muhammad Thalib (Amir Majelis Mujahiddin Indonesia), Ustadz Ja’far Umar Thalib ( mantan Panglima Laskar Jihad), Ustadz Yusuf Utsman Baisa (mantan mudir Pesantren Al-Irsyad Tengaran, Salatiga), Ustadz Ahmad Husnan, Lc.


(12)

3

Kemudian di antara karya-karya beliau antara lain: Qamus al-Qur’an, Ushul Fiqh, Ilmu Musthalah Hadits, Min Al Wahyi, dan Kata Berjawab sebagai kumpulan dari berbagai masalah hukum agama Islam, yang diambil dari Majalah al-Muslimun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan Pesantren Persatuan Islam Bangil?

3. Bagaimana respon masyarakat terhadap sosok Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan

2. Mengetahui sejarah dan perkembangan Pesantren Persatuan Islam Bangil

3. Mengetahui respon masyarakat terhadap sosok Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil

D. Kegunaan Penelitian

1. Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di bidang sejarah pada Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Sebagai bahan kajian selanjutnya bagi para mahasiswa yang mendalami sejarah, terutama yang berkaitan dengan biografi tokoh.


(13)

4

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Untuk mempermudah membantu ilmu sejarah dalam memecahkan masalah, maka diperlukan ilmu-ilmu sosial yang lainnya. Sebagaimana yang digambarkan oleh Sartono Kartodirjo, bahwa penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat bergantung pada pendekatan yang kita gunakan, maksudnya yaitu dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, dan unsur-unsur mana yang diungkapkan.3 Dengan pendekatan tersebut maka akan memudahkan penulis untuk merealisasikan antara ilmu sosial sebagai ilmu bantu dalam penelitian sejarah.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis. Di mana pendekatan tersebut digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan pendekatan historis maka penulis bisa menjelaskan latar belakang sejarah kehidupan Ustadz Abdul Qadir Hassan dan peranannya dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil

Sedangkan teori itu sendiri dipandang sebagai bagian pokok ilmu sejarah yaitu apabila penulisan suatu peristiwa sampai kepada upaya melakukan analisis dari proses sejarah yang akan diteliti. Teori sering juga dinamakan kerangka referensi atau skema pemikiran, pengertian lebih luasnya adalah teori merupakan suatu perangkat kaidah yang memandu

3

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia, 1993), 4.


(14)

5

sejarawan dalam melakukan penelitiannya, menyusun data dan juga dalam mengevaluasi penemuannya.4

Teori merupakan pedoman guna mempermudah jalannya penelitian dan sebagai pegangan pokok bagi peneliti. Di samping sebagai pedoman, teori adalah salah satu sumber bagi peneliti dalam memecahkan masalah penelitian.5 Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori peranan. Peranan merupakan proses dinamis dari status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, berarti dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan, keduanya tidak dapat dipisahkan karena antarkeduanya memiliki ketergantungan satu sama lain.6

Menurut Levinson, dalam bukunya Soerjono Soekanto peranan mencakup tiga hal antara lain:7

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

4

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 7.

5

Djarwanto, Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penelitian Skripsi (Jakarta: Liberty, 1990), 11.

6

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: CV. Rajawali Press, 2009), 239-244. 7


(15)

6

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Dalam hal ini Ustadz Abdul Qadir Hassan memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil karena beliau sebagai guru sekaligus pengasuh Pesantren Persatuan Islam Bangil. Bahkan pada saat Abdul Qadir Hassan menjabat sebagai pimpinan Pesantren Persatuan Islam Bangil, pesantren ini dikenal diseluruh Indonesia sebagai rujukan dalam mempelajari studi ilmu hadits dan fiqh. Selain teori peranan, teori yang selanjutnya berkaitan dengan pembahasan ini adalah teori kepemimpinan menurut M. Karjadi. Secara umum teori kepemimpinan terdiri dari tiga jenis, yaitu:8

1. Kelompok teori genetis/keturunan yaitu seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan.

2. Kelompok teori pengaruh lingkungan yaitu setiap orang bisa menjadi seorang pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.

3. Kelompok teori campuran antara teori keturunan dan teori pengaruh lingkungan yaitu dasar kepemimpinan itu bukan hanya sifat-sifat keturunan sejak orang dilahirkan dan bukan hanya karena pengaruh lingkungan hidup saja, akan tetapi berdasarkan sifat-sifat campuran dari kedua-duanya. Seseorang hanya akan menjadi pemimpin, apabila ia

8

YW. Sunindhia dan Ninik Widiyanti, Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), 21.


(16)

7

pada waktu dilahirkan telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan memperoleh pendidikan dan pengalaman yang cukup dikemudian hari.

Berdasarkan dua tipe kepemimpinan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ustadz Abdul Qadir Hassan termasuk ke dalam kategori pemimpin dalam teori campuran antara keturunan dan lingkungan, bahwasanya pemimpin itu dilahirkan dari keturunan, kemudian menjadi seorang pemimpin karena bakat alami yang hebat dan ditakdirkan menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi apapun. Sebagaimana yang beliau lakukan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil.

Kemudian menurut Max Weber dia mengklasifisikan tipe kepemimpinan ke dalam tiga jenis kepemimpinan, adalah sebagai berikut:9 1. Pemimpin kharismatik ialah seseorang yang seolah-olah diberi tugas

khusus dan karena itu dikaruniai bakat-bakat khusus oleh Tuhan untuk memimpin sekelompok manusia mengarungi tangan-tangan sejarah hidupnya.

2. Pemimpin tradisional ialah pemimpin yang mendapat kekuasaan berdasarkan warisan dari leluhurnya.

3. Pemimpin legal ialah pemimpin yang mendapat pelimpahan wewenang berdasarkan prosedur pemilihan atau pengangkatan atau pelantikan dan pengukuhan yang diatur dengan hukum positif yang berlaku dalam masyarakat.

9

Max Weber, dalam bukunya J. Riberu, Dasar-dasar Kepemimpinan (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1992), 5-6.


(17)

8

Berdasarkan tipe kepemimpinan di atas, maka Ustadz Abdul Qadir Hassan dapat dikategorikan ke dalam tipe kepemimpinan berdasarkan pemimpin tradisional, karena beliau menjabat sebagai kepala Pesantren Persis menggantikan kepemimpinan ayahnya, setelah ayahnya meninggal dunia.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Persatuan Islam (Persis) pernah dilakukan sebelumnya antara lain:

1. Labuhana Diah M Rifai, Peranan Pesantren Persis Bangil dalam Usaha Pembaharuan Pemahaman Ajaran Islam. Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1986. Adapun fokus penelitiannya adalah peranan Pesantren Persis dalam pembaharuan pemahaman ajaran Islam.

2. AL Hafidz Ibnu Qayyim, Pemikiran Abdul Qadir Hassan (1914-1984) Tentang Hadits. Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar, 2011. Adapun fokus penelitiannya adalah tentang pemikiran Abdul Qadir Hassan terkait ilmu hadits.

3. Rustina Ambar Suprihatin, Pesantren Persatuan Islam (Persis) Bangil dan Para Alumninya Dalam Dakwah Islam. Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007. Fokus penelitiannya adalah kegiatan para alumni Pesantren Persis.

4. Siti Muhrami, Peranan Pesantren PERSIS Bangil Dalam Pembinaan dan Pengembangan Hukum Islam (Fiqih Ibadah). Fakultas Dakwah


(18)

9

IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1989. Fokus penelitiannya adalah usaha Pesantren Persis Bangil dalam pengembangan hukum Islam.

Sedangkan penelitian ini berbeda dengan karya-karya tersebut, hanya saja penelitian ini akan menekankan pada biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan dan peranannya dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil.

G. Metode Penelitian

Dalam melakukan penulisan skripsi ini, metode yang digunakan adalah metode sejarah/historis, yaitu suatu penulisan yang berdasar pada data-data kejadian masa lampau yang sudah menjadi fakta. Menurut Dudung Abdurrahman langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut10:

1. Heuristik (Pengumpulan data)

Dalam penelitian yang berjudul ‘’Peran Ustadz Abdul Hassan

dalam Pengembangan Pesantren Persatuan Islam Bangil 1958-1984 M, peneliti menggunakan metode heuristik, yaitu pengumpulan data dari sumbernya, maksudnya ialah usaha pengumpulan sumber-sumber yang bisa dipakai bahan rujukan dan yang sesuai dengan pembahasan dalam skripsi ini.

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis pihak-pihak yang secara langsung terlibat dan atau menjadi saksi

10


(19)

10

mata dalam peristiwa sejarah. Sumber primer yang digunakan penulis antara lain:

1) karya-karya beliau, misalnya: Ushul Fiqh, Ilmu Musthalah Hadits, kemudian Kata Berjawab sebagai kumpulan dari berbagai masalah hukum agama Islam, yang diambil dari Majalah al-Muslimun.

2) wawancara terhadap para informan yang terkait atau sezaman dengan Ustadz Abdul Qadir Hassan, antara lain:

a) ustadz Umar Fanani selaku alumni dan pengajar di Pesantren Persis Bangil.

b) prof. Syafiq Mughni selaku alumni dan dosen di UIN Sunan Ampel Surabaya.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber yang digunakan sebagai pendukung dalam penelitian. Sumber-sumber tersebut didapatkan dari beberapa buku maupun literatur yang berkaitan dengan tema yang penulis bahas, misalnya: buku “Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal, karya Prof. Syafiq A. Mughni, MA.

2. Verifikasi (Kritik Sumber)

Setelah melakukan pengumpulan data tahap berikutnya adalah verifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Kritik sumber adalah suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang


(20)

11

diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel atau tidak dan apakah sumber tersebut autentik atau tidak. Dalam hal ini yang harus diuji adalah keabsahan dan keaslian sumber yang dilakukan melalui kritik ekstern dan kredibilitas sumber ditelusuri dengan kritik intern.

a. Kritik ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang didapat otentik atau tidak. Sumber yang diperoleh penulis merupakan relevan, karena penulis mendapatkan sumber tersebut langsung dari tokoh yang sedang diteliti melalui wawancara.

b. Kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya.11

Dari sumber yang didapat yaitu buku karya beliau, peneliti melakukan pengujian atas asli dengan menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Karena sumber itu berupa dokumen tertulis, maka diteliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, hurufnya dan segi penampilan luarnya yang lain. Kemudian mengenai perkembangan pondok sendiri memang bisa dilihat sampai sekarang dengan adanya para tokoh yang pernah belajar di Pesantren Persis Bangil.

3) Interpretasi (Penafsiran)

Suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali apakah sumber-sumber yang didapatkan dan yang telah diuji autentitasnya terdapat

11


(21)

12

saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Demikian sejarawan memberikan penafsiran terhadap sumber yang telah didapatkan.

Analisis sejarah itu sendiri bertujuan melakukan sintesis atau sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah. Interpretasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh guna menyingkap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang sama. Setelah data terkumpul lalu data disimpulkan untuk kemudian dibuat penafsiran keterkaitan antar sumber yang diperoleh. Dalam hal ini menggunakan pendekatan historis yaitu kesesuaian permasalahan dari sudut Peranan Ustadz Abdul Qadir Hassan Dalam Pengembangan Pesantren Persis Bangil 1958-1984 M dengan cara berpikir yang induktif yaitu pengambilan kesimpulan berdasarkan fakta yang selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan.

Dengan adanya karya beliau yang masih ada hingga saat ini dan dengan dijadikannya pesantren ini sebagai rujukan dalam mempelajari studi ilmu hadits dan fiqh yang dikenal di seluruh Indonesia pada saat kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir Hassan ini membuktikan bahwa Ustadz Abdul Qadir Hassan memang mempunyai peran yang besar. 4) Historiografi

Menyusun atau merekonstruksi fakta-fakta yang telah tersusun dan didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis. Dalam langkah ini penulis dituntut untuk menyajikan dengan bahasa yang baik, yang dapat dipahami oleh orang


(22)

13

lain dan dituntut untuk menguasai teknik penulisan karya ilmiah. Oleh karena itu harus dibarengi oleh latihan-latihan yang intensif. Dalam penyusunan sejarah yang bersifat ilmiah, penulis menyusun laporan penelitian ini dengan memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah, yang mengacu pada pedoman penulisan Skripsi Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab, UIN Sunan Ampel Surabaya. Berdasarkan penulisan sejarah itu pula akan dapat dinilai apakah penelitiannya berlangsung sesuai dengan prosedur yang peneliti gunakan.12

H. Sistematika Bahasan

Secara umum sistematika pembahasan disusun untuk mempermudah pemahaman terhadap penulisan ini, di mana akan dipaparkan tentang hubungan antara bab demi bab. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan dijelaskan beberapa bab yang akan dibahas:

Bab pertama menjelaskan pendahuluan yang berisi tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua menjelaskan tentang sejarah Pesantren Persis, latar belakang berdirinya Persis, Persis pada masa Ahmad Hassan, Persis pasca Ahmad Hassan, Persis pada masa Abdul Qadir Hassan, Persis pasca Abdul Qadir Hassan, biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan, perjalanan karir

12


(23)

14

Ustadz Abdul Qadir Hassan, karya-karya Ustadz Abdul Qadir Hassan, Ustadz Abdul Qadir Hassan meninggal dunia.

Bab ketiga menjelaskan tentang perkembangan Pesantren Persatuan Islam Bangil meliputi perkembangan fisik bangunan, perkembangan jumlah santri, perkembangan jenjang pendidikan dan masa pendidikan, perkembangan materi pembelajaran, perkembangan sistem pendidikan dan metode pengajaran.

Bab keempat menjelaskan tentang respon masyarakat terhadap sosok Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil meliputi respon tokoh Persatuan Islam, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama.

Bab kelima berisi tentang Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.


(24)

BAB II

SEJARAH PERSIS DAN BIOGRAFI USTADZ ABDUL QADIR HASSAN

A. Sejarah Pesantren Persis

Sejarah pendirian Pesantren Persatuan Islam Bangil tidak bisa dilepaskan dari berdirinya organisasi Islam yang terkenal pada masa itu yaitu Organisasi Persatuan Islam (Persis). Persis adalah organisasi yang muncul pada awal abad ke-20 M yang telah memberikan corak baru dalam gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas kondisi umat Islam yang tenggelam dan banyak mengikuti kehidupan yang tercampur dengan khurafat, bid’ah, takhayul, syirik dan lain sebagainya yang telah mengakibatkan kejumudan dalam berpikir pada umat Islam di Indonesia. Situasi tersebut kemudian mengilhami munculnya gerakan reformisme Islam yang selanjutnya mempengaruhi masyarakat Islam Indonesia untuk melakukan pembaharuan pemikiran Islam.1

Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia pada awal abad ke-20 M bisa dilihat dengan munculnya berbagai kelompok organisasi kelompok

modernis Islam, seperti: Al Jam’iyyah Al Khoiriyah yang dikenal dengan

Jamiat Khoer di Jakarta, berdiri pada 17 Juli 1905 M, Jam’iyyatul Islah wal Irsyadil Arabi (Al Irsyad) yang berdiri di Jakarta pada 11 Agustus 1915 M, Muhammadiyah yang berdiri di Yogyakarta pada 12 Nopember

1

Dadan Wildan, Yang Dai Yang Politikus: Hayat Perjuangan Lima Tokoh Persis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), 3.


(25)

16

1912 M, dan juga Persis yang berdiri pada 12 September 1923 M di Bandung.

1. Latar Belakang Berdirinya Persis

Persatuan Islam (Persis) didirikan tepatnya pada tanggal 12 September tahun 1923 M di Bandung Jawa Barat oleh sekelompok orang Muslim yang pada saat itu berminat pada studi dan aktifitas keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus.2Bersama jamaahnya, mereka menelaah, mengkaji ajaran Islam. Kelompok tadarussan yang berjumlah sekitar 20 orang tersebut akhirnya semakin tahu akan hakikat Islam yang sebenarnya. Mereka kemudian mencoba melakukan gerakan tajdid dan pemurniaan ajaran Islam dari paham-paham yang sesat dan menyesatkan. Mengenai sejarahnya mengapa memakai nama Persatuan Islam itu karena dimaksudkan untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha sekuat tenaga untuk tercapainya cita-cita yang sesuai dengan yang diinginkan, dan cita-cita organisasi yaitu persatuan rasa Islam, persatuan pemikiran Islam, persatuan suara Islam dan persatuan usaha Islam.

Pendirian Persatuan Islam (Persis) mempunyai ciri yang berbeda dengan organisasi lain yang berdiri pada awal abad ke-20 M, ciri khusus yang dimiliki oleh Organisasi Persatuan Islam (Persis) adalah kegiatannya yang dititikberatkan pada pembentukan faham keagamaan.

2


(26)

17

Hal ini berbeda dengan organisasi lain yang ada misalnya, seperti Budi Utomo, yang berdiri pada tahun 1908 M, Budi Utomo ini bergerak pada bidang pendidikan untuk orang-orang pribumi (khususnya orang-orang Jawa dan Madura). Kemudian Sarekat Islam (SI) yang berdiri pada tahun 1912 M yang bergerak pada bidang politik, dan juga Muhammadiyah yang juga berdiri pada tahun 1912 M yang bergerak pada bidang sosial dan keagamaan.3

Kemudian perhatian utama Persis adalah bagaimana cara menyebarkan pemikiran dan cita-citanya. Persis melakukan hal ini dengan cara mengadakan pertemuan umum, khotbah-khotbah, tabligh, kelompok-kelompok studi, menyebarkan pamflet-pamflet, majalah-majalah, kitab-kitab dan juga mendirikan sekolah. Dalam kegiatan ini bisa dikatakan Persis beruntung dikarenakan ada dua tokoh penting yang dikenal sebagai guru Persis dan juru bicara dari Organisasi Persis. Pertama ada Ahmad Hassan sebagai guru Persis dan yang kedua ada Muhammad Natsir yaitu seorang pemuda yang sedang berkembang dan bertindak sebagai juru bicara dari organisasi Persis dalam kalangan kaum terpelajar.4

Seperti halnya dengan organisasi-organisasi lain, Persis juga menaruh perhatian yang besar pada kegiatan-kegiatan pendidikan, tabligh serta publikasi. Dalam kegiatan pendidikan, Persis mendirikan madrasah. Madrasah ini didirikan pada mulanya untuk kegiatan belajar

3

Wildan, Yang Dai Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis, 8. 4

Delliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1980), 97.


(27)

18

anak-anak dari anggota Persis, kemudian lambat laun madrasah ini mengalami perluasan hingga akhirnya dapat menerima anak-anak lain pula.5

Umat Islam di Indonesia pada tahun 1930 M bisa dikatakan mengalami masalah pendidikan yang cukup serius, ini bisa dilihat, karena pada tahun itu banyak dari anak-anak muslim yang belajar pendidikan di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda. Pendidikan yang dihasilkan sudah barang tentu menjurus pada proses mempercepat sekulerisasi pada kalangan menengah ke atas bangsa yang mayoritas adalah muslim. Akibatnya pun bisa ditebak bahwa kebijakan yang diambil sudah barang tentu tidak akan memihak pada kepentingan umat Islam, karena bisa dibayangkan bahwa kelompok inilah yang akan mendapat kedudukan penting dalam pengaturan negara dan pemerintahan.

Disatu sisi yang lain keadaan terjangkit dan mengikuti taqlid, takhayul, bid’ah, fanatisme, dan khurafat telah menjangkit anak-anak muslim yang belajar di madrasah-madrasah dan pondok pesantren. Keadaan seperti ini sudah barang tentu mengkhawatirkan. Keadaan yang seperti ini disadari benar oleh para ulama, sehingga mereka pun sepakat mengadakan pertemuan-pertemuan kecil. Setelah melakukan pertemuan-pertemuan kecil ini, mereka pun berkumpul di Masjid Persatuan Islam Bandung tepatnya pada tanggal 1 Dzulhijjah 1354 yang

5


(28)

19

bertepatan pada bulan Maret 1936 M. Hasil dari pertemuan ini menghasilkan suatu keputusan yang kongkrit dan juga mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan umat Islam di Indonesia, yaitu berdirinya Pesantren Persatuan Islam yang ada di Bandung Jawa Barat.

Sejarah mencatat Pesantren Persatuan Islam yang pertama didirikan adalah Pesantren Persis Putera. Pesantren tersebut didirikan mula-mula di Bandung atas desakan beberapa pemimpin dan umat Islam, yang bertempat di Masjid Persatuan Islam di Jl. Pangeran Sumedang Jawa Barat.

Tujuan dari didirikannya Pesantren Persis adalah untuk mencetak para pendakwah yang bisa mengajarkan, mengamalkan, membela dan mempertahankan agama Islam, agama Islam seperti yang kita ketahui menyuruh kita para kaum muslimin untuk berdakwah atau menyampaikan walaupun hanya satu ayat. Dengan adanya para pendakwah ini bisa kita ketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang benar-benar memiliki jiwa dan semangat Islam yang tinggi. Inilah tujuan dari didirikan Pesantren Persis yang mula-mula ada di Bandung, Jawa Barat.

Dalam pesantren ini jumlah para pelajar sebanyak 40 orang dan mereka berasal dari kepulauan Indonesia, mereka ini kebanyakan berasal dari daerah luar Jawa6. Kemudian guru-guru dan pengurus merupakan orang-orang yang memang telah ditakdirkan oleh Allah di

6

Yayasan Pesantren Persis Bangil, Pesantren Bagian Putera dan Puteri (Bangil: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), 1.


(29)

20

antaranya adalah Ahmad Hassan ayah dari Ustadz Abdul Qadir Hassan sekaligus kepala dan guru Pesantren Persis, kemudian M. Natsir sebagai penasehat dan guru. Pelajaran yang diajarkan di Pesantren Persis sudah barang tentu adalah pelajaran-pelajaran ilmu-ilmu agama seperti yang diajarkan pada pesantren pada umumnya. Sedangkan pelajaran umum meliputi pelajaran ilmu pendidikan yang diajarkan oleh M. Natsir, kemudian pelajaran tehnik, sebagai gurunya adalah saudara R. Abdul Kadir yaitu lulusan dari Sekolah Tehnik Bandung.7

Selain pesantren untuk para pemuda-pemuda, di Pesantren Persis ini juga ada pesantren untuk anak-anak yang diadakan pada waktu sore yang dikasih nama Pesantren Kecil. Jumlah murid yang ada pada Pesantren Kecil ini berjumlah 100 murid yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kemudian mengenai pelajaran yang diajarkan yaitu pelajaran yang disesuaikan dengan kepatutan dan kebutuhan dari murid-murid tersebut.8

Selama kurang lebih 3 tahun Pesantren Persis ini berjalan, dapat diketahui pesantren ini akhirnya harus berpindah dari wilayah Bandung Jawa Barat ke wilayah Jawa Timur lebih tepatnya pada daerah Bangil Pasuruan yang diikuti dengan para pengurus dan para guru-gurunya di antaranya Ahmad Hassan dan Moh. Ali Al Hamidy. Barulah sejarah pesantren ini berubah yang akhirnya pesantren ini mengalami perkembangan dan bertahan hingga saat ini.

7

Mughni, Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal, 69. 8


(30)

21

Pemindahan Pesantren Persis yang ada di Bandung ke Bangil ini terjadi pada permulaan bulan Maret tahun 1940 M, pemindahan ini lebih tepatnya dikenal dengan pemindahan Pesantren Putera atau pesantren khusus putra dari daerah Bandung ke daerah Bangil Pasuruan. Mengenai pelajar-pelajar yang ikut pindah dari daerah Bandung ke daerah Bangil ini berjumlah 25 orang, pelajar-pelajar ini adalah mereka yang belum cukup mendapat pelajaran waktu di Bandung. Mereka dibawa ke Bangil supaya mereka bisa menamatkan beberapa pelajaran lagi.

Setelah setahun berselang maka pesantren pun mengalami perkembangan, di mana Pesantren Persis ini mulai membangun pesantren khusus puteri atau yang disebut Pesantren Persis Puteri. Pesantren Puteri ini dibuka pada bulan Maret tahun 1941, pada saat itu jumlah pelajarnya sebanyak 12 pelajar yang semuanya dari luar daerah Bangil.9

Kedua pesantren ini pun berjalan dengan baik. Akan tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama, tepat pada bulan Desember 1941 M banyak pelajar yang mulai gelisah dikarenakan pecahnya perang Jepang, hal ini mengakibatkan banyak dari pelajar yang belajar di pesantren memutuskan untuk pulang ke daerahnya masing-masing. Kemudian pada tahun 1942 Jepang pun mulai masuk tanah Jawa dan di pesantren pun hanya tinggal beberapa pelajar laki-laki. Mereka ini adalah para

9


(31)

22

pelajar yang tidak sempat pulang ke daerahnya, akan tetapi meskipun demikian pesantren pada masa pendudukan Jepang ini akhirnya dihentikan.

Pada masa pendudukan Jepang ini, Pesantren Persis juga mengadakan Pesantren Kecil seperti yang ada di Bandung. Adanya pesantren ini dimaksudkan untuk menjaga agar anak-anak tidak terseret kepengaruh-pengaruh lain. Dalam Pesantren Kecil ini mereka berada dibawah asuhan para pelajar yang tidak sempat pulang tadi. Pesantren Kecil ini sifatnya tidak lebih dari sekolah agama (diniyyah) dan hanya bertahan sekitar tiga tahun, pesantren ini akhirnya pun ditutup penyebabnya yaitu tidak lain dan tidak bukan dikarenakan kesulitan-kesulitan yang lazim yang terdapat pada masa pendudukan Jepang tersebut.10

Pada saat zaman pendudukan Jepang sudah mulai berakhir dan Indonesia pun mulai menyatakan diri sebagai negara merdeka. Maka tibalah pesantren pada zaman revolusi Indonesia. Pada tahun itu, tahun 1945-1950, pihak pesantren belum ada niatan dan kesempatan untuk menghidupkan kembali pesantren dikarenakan kesibukan dan terputusnya hubungan dengan beberapa daerah di Indonesia.

Kemudian dengan adanya situasi yang mendukung dan adanya permintaan dari para orang tua pelajar untuk membuka kembali pesantren, barulah pada akhir tahun 1950 M yaitu bulan Oktober,

10


(32)

23

pesantren mulai dibuka kembali. Pesantren pun dibuka kembali dengan sifat yang agak luas dari yang sebelumnya. Dengan demikian Maka dibentuklah panitia kecil untuk menyelenggarakannya.

Kemudian pada tanggal 11 Juni 1951 M terbentuklah panitia besar yang para anggotanya antara lain:

Penasehat : 1. Moh. Natsir

2. Muhammad bin Salim Nabhan 3. Ahmad Hassan

Ketua Umum : Abdullah Nabhan Wakil Ketua : Ahmad Bauzir

Penulis : Hadikaslar

Bendahara : Moh. bin Salim Nabhan

Pembantu-pembantu : Abdurrahman Al Habsji, Muljosudarmo, Abdul Mu’in, H. M. Qamar, A. Badjuri, Nurrudin Karim, Abdul Qadir Hassan, H. Ismail, dan A. Karim Attamimi. Dari pembantu-pembantu ini diadakan dua bagian yaitu bagian keuangan dan pengajaran.11

Kemudian keputusan yang diambil oleh para panitia adalah sebagai berikut:12

1. Pesantren Putera dibuka kembali pada tanggal 3 Oktober 1951 (1 Muharram 1371)

2. Tujuan pesantren tetap sebagaimana semula dengan ketegasan akan mengeluarkan calon-calon ulama.

11

Labuhana Diah M Rifa’I,’’Peranan Pesantren Persis Bangil Dalam Usaha Pembaharuan Pemahaman Ajaran Islam’’, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 1986), 36. 12


(33)

24

3. Pelajaran-pelajarannya ialah agama Islam dan pengetahuan umum yang perlu-perlu.

4. Lama pelajaran ditetapkan selama 5 tahun untuk satu angkatan. 5. Pelajar-pelajar diambil dari bagian seluruh Indonesia sebanyak 50

murid untuk satu kelas.

6. Syarat-syarat pelajar yang akan diterima, antara lain: muslim, sedikitnya berusia 18 tahun, tidak berpenyakit menular, pandai membaca dan menulis bahasa Arab dan bahasa Latin, wajib tinggal dalam asrama (pondokan), sanggup belajar dengan sungguh-sungguh selama 5 tahun tersebut, harus membuat riwayat pendidikan sebagai berikut: nama, umur, tempat tinggal, wali/yang menanggung pendidikan, (sekolah, madrasah dan sebagainya).13

7. Pendaftaran mulai diterima mulai tanggal 10 Agustus 1951 sampai pertengahan September 1951.

8. Tiap-tiap yang telah mendaftarkan dirinya menurut syarat-syarat tersebut tadi, dengan segera akan diberitahu tentang diterima atau tidaknya untuk menjadi pelajar.

9. Sesudah pelajar-pelajar yang diterima datang di Bangil, akan diadakan pemeriksaan dokter, lalu diadakan perjanjian-perjanjian atas kesanggupan-kesanggupan dan syarat-syarat diatas, jika dipandang perlu.

13


(34)

25

10.Guru-gurunya antara lain: Ahmad Hassan, guru/ Kepala Pesantren, Abdul Qadir Hassan, Abdullah Djalal, guru bahasa Arab, A. Ismail, guru bahasa Inggris, Haikaslar, guru umum.

Demikianlah susunan panitia penyelenggara, pada akhirnya Pesantren Putera pun berjalan dengan lancar yang dimulai pada tahun 1951 sampai September 1955, kemudian pada Oktober tahun 1955 para pelajar yang sudah menamatkan pelajarannya tersebut sebanyak 21 pelajar sudah bisa dikirim ke Al Azhar Mesir untuk melanjutkan studinya.14

Pada tahun 1956 untuk melanjutkan berjalannya pesantren maka diadakanlah angkatan yang ketiga. Angkatan ketiga ini berjumlah sebanyak 65 pelajar, para pelajar ini berasal dari berbagai pelosok kepulauan Indonesia. Angkatan ketiga ini tidak berbeda jauh dengan angkatan yang kedua hanya saja lebih teratur dari angkatan sebelumnya. Mereka juga sama tinggal di asrama Pesantren Persis seperti angkatan yang kedua.

Kemudian pada tahun 1960 para pelajar tersebut masih berada di Mesir. Mereka di sana melanjutkan studinya di berbagai Perguruan Tinggi, di antaranya ada yang kuliah di Ushuluddin, Darul Ulum, Syariah, Lughah dan ada juga yang di Ma’had Dirasah Islamiyah.

14


(35)

26

Sedangkan mengenai Pesantren Persis Puteri, baru dijalankan lagi pada bulan Oktober 195715. Pesantren ini dibuka kembali karena banyaknya saudara yang menaruh minat pada dijalankannya pesantren khusus putri tersebut, maka dengan kebijakannya, Ahmad Hassan mengusulkan untuk dibukanya kembali pesantren tersebut. Jumlah santri pada saat itu yaitu berjumlah 12 murid. Mereka semua berasal dari Bangil. Kemudian setelah berjalan beberapa bulan, barulah ada pelajar putri dari luar daerah Bangil, dan pada saat itu, tempat belajarnya masih di rumah sewaan belum di asrama pondok.16

Pada bulan Desember 1957 barulah dibentuk sebuah panitia, panitia tersebut diberi nama dengan nama Panitia Penyelenggara Pesantren Puteri Yayasan Persatuan Islam Bangil.

Susunan Pengurus Pesantren Puteri antara lain:

Ketua : Moh. Bedjo, Malang.

Penulis : Abdul Qadir Hassan, Bangil.

Bendhara : Al Ustadz A. Hassan, Bangil.

Penasehat-penasehat dan pembantu-pembantunya antara lain:17

1. Haji Moh. Natsir, Jakarta.

15

Howard M. Federspiel, Labirin Ideologi Muslim: Pencarian dan Pergulatan Persis di Era Kemunculan Negara Indonesia (1923-1957), terj, Ruslani dan Kurniawan Abdullah (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004), 317.

16

Mughni, Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal, 73. 17


(36)

27

2. Raden Prawirokoesomo Wedana, Bangil. 3. Dr. Mohd. Soewandi, Surabaya

4. Dr. Haji Aminudin, Malang. 5. Dr. Haji Koesnadi, Bondowoso. 6. Dr. Paryana, Semarang.

7. Dr. Abdul Rahem, Situbondo. 8. Dr. Raden Mas Sukasno, Bangil. 9. Ir. Ibrahim, Gresik.

10. Abdul Gapar Wirjosudibjo, Malang. 11. Abdul Rahim Bahannan, Malang. 12. Haji Abdul Karim, Surabaya. 13. Radjab Ghani, Surabaya. 14. Abdullah Nabhan, Bangil. 15. Nyonya A.R.C. Salim, Malang. 16. Nyonya Bahrudin, Malang.

Kemudian mengenai tujuan didirikannya Pesantren Persis Puteri adalah karena pada saat itu banyak terlihat kekurangan pendidikan agama di kalangan perempuan, maka kemudian didirikanlah Pesantren Puteri yang tujuannya adalah mendidik putri-putri kaum muslimin untuk menjadi guru-guru dan penyiar agama yang sanggup dan mampu berhadapan dengan masyarakat dalam artian mampu berdakwah kepada masyarakat.


(37)

28

Mengenai ketentuan dan syarat diterimanya pelajar putri untuk belajar di Pesantren Persis Puteri adalah sebagai berikut:18

1. Lama belajarnya selama 5 tahun dengan ketentuan sebagai berikut: satu tahun untuk persiapan, 4 tahun untuk lanjutan.

2. Pelajarannya yaitu 70 % agama dan 30 % umum.

3. Syarat pelajar antara lain: berumur tidak kurang dari 13 tahun, berpendidikan Sekolah Rakyat atau yang sederajat dengannya, dapat menulis dan membaca huruf Arab sekedarnya, sanggup mentaati peraturan-peraturan atau tata tertib Pesantren Puteri, antara lain: soal pakaian dan pergaulan, harus tinggal dalam asrama.

4. Pembayaran: pertama masuk sebesar Rp. 150,- sebagai uang perlengkapan, kemudian tiap bulan sebesar Rp. 250,- sebagai uang asrama (termasuk uang sekolah, makan, minum dan ujian), buku-buku pelajaran, pelajar harus membeli sendiri (tidak termasuk dalam pembayaran Rp. 250,- itu). Buku-buku keperluannya akan disediakan pesantren.

Mengenai guru-guru yang yang mengajar di Pesantren Puteri, mereka adalah guru-guru dari Pesantren Putera dan kemudian akan diadakan guru perempuan setelah para pelajar putri masuk di asrama.19

Berikut ini adalah data guru-guru yang pernah mengajar di Pesantren Persis Bangil, antara lain:20

18

Ibid., 16-18. 19


(38)

29

1. Ahmad Hassan.

2. Sjamsuddin (guru sekolah normal). 3. Haji Muhammad Natsir (A. M. S). 4. R. Abdul Kadir (dari sekolah tehnik). 5. Muhammad Ali Al Hamidy.

6. Awad Al Kasadi. 7. Abdul Qadir Hassan.

8. Abdul Madjid At Tamimi (Al Irsyad). 9. Muslim (dari kweek school).

10. Hadi Kaslar (dari sekolah guru). 11. Moh. Siradj (dari Taman Siswa). 12. Abdul Djalal Al Makky (Surabaya). 13. Abdurrab At Tamimi (dari Malaya). 14. Arifin (dari S. M. A).

15. Muchtar Djalal (dari S.G. H. A). 16. H. Abu Bakar Husain (dari Bima). 17. Umar Basjaib (dari Al Irsyad). 18. Paryono (guru S. G. B). 19. Asmad Soengkono (Djaksa). 20. Hidajat Nur (Guru P. G.A. A). 21. Kiai H. Azhari Rawi.

22. Manshur Hassan.

20


(39)

30

2. Persis Pada Masa Ahmad Hassan

Ahmad Hassan lahir di Singapura pada tahun 1887 M. Kemudian pada tahun 1921 M beliau mulai pindah ke Surabaya untuk mengurusi toko milik paman dan gurunya yaitu Abdul Lathif. Selama di Surabaya beliau bergaul akrab dengan Faqih Hasyim (seorang tokoh kaum muda Surabaya), kemudian beliau sering juga mengikuti pertemuan-pertemuan Al Irsyad di bawah bimbingan Ahmad Soorkati.21

Kemudian setelah berada di Surabaya beliau pindah ke Bandung untuk sekolah pertenunan yang ada di sana, selama berada di Bandung beliau tinggal pada keluarga Muhammad Yunus (salah seorang pendiri Persis). Selama berada di Bandung beliau banyak mengikuti pengajian-pengajian yang diadakan oleh Persis. Pada tahun 1926 M beliau mulai memasuki Persis, dengan masuknya beliau pada Persis telah membawa organisasi ini menjadi organisasi pembaharu yang terkenal tegas dalam masalah-masalah Fiqhiyyah. Kiprah A. Hassan di Persis sejalan dengan

program jihad Jam’iyyah Persis yaitu menegakkan Al Quran dan

Sunnah. Hal ini beliau lakukan dengan berbagai aktivitas, misalnya dengan mengadakan tabligh-tabligh, mendirikan pesantren, menerbitkan berbagai buku, majalah dan selebaran lainnya.

Kegiatan tabligh dan dakwah menjadi ujung tombak Persis untuk menyebarkan pemahaman agama yang sesuai Al Quran dan Sunnah.

21


(40)

31

Dalam metode tabligh ini A. Hassan lebih suka melakukannya dengan metode debat. Karena itu, perdebatan sengit tentang berbagai masalah keagamaan sering kali digelar. Perdebatan yang ada biasanya membahas persoalan yang ada pada masa itu, seperti talqin, tahlil, talafudzh niyat, bid’ah, khurafat, taklid dan lain-lain. Persis benar-benar mendapat tenaga yang luar biasa dengan keberaniannya dalam setiap perdebatan.22

Pada masa berikutnya pendirian Persis dengan A. Hassan menjadi identik, pandangan-pandangannya memberikan bentuk dan kepribadian yang nyata. Bisa dikatakan A. Hassan dengan Persisnya atau Persis dengan A. Hassannya banyak terlibat dalam berbagai pertukaran pikiran, dialog terbuka, perdebatan ataupun polemik di berbagai media massa.

Perdebatan adalah salah satu sarana Persis untuk mengembangkan faham-fahamnya, Persis adalah satu-satunya organisasi di Indonesia pada abad ke-20 M yang dikenal sebagai organisasi yang suka berdebat dengan A. Hassan sebagai pembicaranya. Perdebatan yang pernah dilaksanakan oleh Persis antara lain:23

1. Ahmadiyah Qadliyani, fahamnya antara lain: kenabian Mirza Ghulam Ahmad, kematian Isa, wahyu dan sebagainya. Dari pihak Ahmadiyah diwakili Rahmad Ali dan Abu Bakkar Ayyub. Debat ini

22

Ibid., 29. 23


(41)

32

telah dilakukan tiga kali, dua kali di Jakarta, dan sekali di Bandung pada tahun 1930 M.

2. Kristen (Sevent Day Adventist), tentang kebenaran agama Kristen dan Bybel. Debat ini dilaksanakan tiga kali secara terbuka dan beberapa kali secara tertutup.

3. Kaum Tua, tentang masalah-masalah taqlid dan bid’ah, antara lain dengan Ittihadul Islamiyyah, Sukabumi (K.A. Sanusi), Majlis Ahlus-Sunnah, Bandung, Nahdlatul Ulama, di Cirebon pada tahun 1932 (H. Abdullah Khair) dan di Bandung pada tahun 1935 (A. Wahab Hasbullah) dan juga di Gebang pada tahun 1936 (Masduqi).

4. Permi (Persatuan Muslimin Indonesia), tentang faham kebangsaan, debat ini dilaksanakan dengan tertutup dan Permi diwakili oleh Mukhtar Luthfi.24

5. Atheis, yaitu seorang yang bernama M. Ahsan dari Malang. Perdebatan ini diadakan di Gedung Al Irsyad Surabaya pada tahun 1955. M. Ahsan dipihak yang tidak mengakui adanya Tuhan, sedangkan A. Hassan dipihak yang mewajibkan adanya Tuhan.

Kemudian pada saat berdirinya Partai Masyumi, para tokoh-tokoh Persis juga menjadi anggota istimewa Partai Masyumi sebagaimana juga dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Karena menurut para tokoh-tokoh Persis untuk menegakkan ideologi Islam dalam masyarakat senantiasa menuntut kegiatan-kegiatan politik, untuk itulah

24


(42)

33

anggota-anggota Persis umumnya menyalurkan kegiatan politiknya melalui organisasi-organisasi politik Islam tertentu, misalnya: Masyumi.25

Persis menegaskan bahwa semua orang Islam wajib aktif dalam kegiatan politik sebagai salah satu kewajiban agama. Dengan dasar-dasar tersebut hampir seluruh anggota Persis memasuki Masyumi bahkan beberapa orang di antaranya menjadi pemimpin, bahkan salah satu tokoh Persis yaitu M. Natsir, pada saat perang kemerdekaan usai, beliau menjadi tokoh Masyumi. Kemudian pada tahun 1949 M setelah beberapa kali duduk dalam kabinet pemerintah, beliau menjadi Ketua Umum Masyumi. Salah satu tokoh Persis yang lain juga berperan aktif dalam Masyumi, beliau adalah Isa Anshari, beliau menjadi anggota Dewan Pimpinan Masyumi, pimpinan wilayah partai di Jawa Barat. Sedangkan A. Hassan sendiri, beliau tidak memainkan peranan politiknya yang menonjol. Meskipun demikian, beliau menulis beberapa artikel dan fatwa tentang masalah politik yang sifatnya menunjang posisi Isa Anshari, dan kemudian ia sendiri (A. Hassan) duduk sebagai anggota Majelis Syura Masyumi.

3. Persis Pasca Ahmad Hassan

Periode kepemimpinan Persis pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan periode kepemimpinan yang kedua

25


(43)

34

setelah kepemimpinan K.H. Zamzam, K.H. Muhammad Yunus, A. Hassan dan M. Natsir yang mendengungkan “kembali kepada Al Quran

dan Sunnah”. Periode kepemimpinan Persis yang kedua ini dipegang

antara lain oleh: K.H. Muhammad Isa Anshary, Fakhruddin Alkahiri, K.H. Qomaruddin Saleh, dan K.H.E. Abdurrahman.26

Pada periode kedua ini Persis membuat suatu garis perjuangan dalam “Manifes Perjuangan Persatuan Islam” (1958) yang disusun oleh K.H. Muhammad Isa Anshary, sebagai Ketua Umum Pusat Pimpinan Persis. Manifes Perjuangan Persis ini digunakan untuk menghadapi pada persoalan politik pemerintah yang belum stabil, yang ditandai dengan dicanangkannya demokrasi liberal, demokrasi terpimpin ala Ir. Soekarno dengan tujuan pokok membentuk negara dan masyarakat yang didukung oleh ideologi Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom), ini semua merupakan polemik yang berkepanjangan tentang konsepsi dasar negara.

Isa Anshary terpilih menjadi ketua umum sejak tahun 1953 M sampai tahun 1960 M. Sebelum menjadi ketua umum beliau telah terpilih menjadi anggota hoofbestuur (Pusat Pimpinan Persis) pada tahun 1940 M. Pada tahun 1948 M beliau melakukan reorganisasi

26


(44)

35

Persis yang mengalami kefakuman sejak masa pendudukan Jepang dan Perang Kemerdekaan. Beliau adalah penentang gigih komunisme.27

Setelah tahun 1955 M, kehidupan poltik di Indonesia berkembang menjadi sangat ruwet. Dalam Pemilihan Umum 1955, tidak satu pun di antara aliran-aliran pokok dalam masyarakat Indonesia yang tampil sebagai pemenang. Maka yang muncul adalah satu pertimbangan kekuatan yang mengharuskan adanya kompromi dalam bidang politik, baik dalam parlemen maupun dalam konstituante.

Adanya pertimbangan kekuatan partai-partai politik ini telah memberi peluang timbulnya campur tangan Soekarno. Soekarno menghimpun kekuasaan negara di tangannya sendiri, dengan nama

“Demokrasi Terpimpin”. Selama kurang lebih sepuluh tahun peranan

politik kelompok-kelompok Islam semakin melemah, terutama dibubarkannya Masyumi pada tahun 1960 M. Di pihak lain Partai Komunis Indonesia (PKI) berkembang menjadi partai yang pengaruhnya cukup kuat. Pada saat itu PKI menjadi semacam negara dalam negara.28

Bila tidak diwaspadai, dalam pergolakan politik nasional di bawah kepemimpinan Soekarno, Komunis seperti mendapat angin segar untuk menggulingkan lawan-lawan poltiknya, terutama Islam. Sebab tidak

27

Ibid., 92. 28


(45)

36

dapat dipungkiri bahwa munculnya Komunis di Indonesia dimaksudkan untuk melemahkan kekuatan umat Islam di Indonesia.

Kemudian pada tanggal 4 Maret 1957 M Manifesto Perjuangan Persis di bawah kepemimpinan Isa Anshary menyatakan bahwa teori dan praktek Komunis bukan saja bertentangan dengan semua agama, melainkan juga mengandung permusuhan dan pertentangan dengan akidah yang diajarkan oleh semua agama. Manifesto tersebut merupakan penolakan Persis terhadap konsepsi Soekarno yang ingin memasukkan Komunis dalam mengendalikan pemerintahan di Indonesia.

Manifesto Persis yang dikeluarkan oleh Isa Anshary yang terbit antara tahun 1953 M, 1954 M, 1957 M, 1958 M, dan 1960 M, bertujuan menentang komunisme. Deklarasi tahun 1954 M misalnya, menyatakan bahwa setiap muslim yang telah mendengarkan alasan-alasan batilnya komunisme dan nasionalisme sekuler tetapi tetap mengikuti konsep poltiknya, dianggap murtad, tidak perlu disalatkan dan tidak perlu dimakamkan secara Islam bila ia meninggal dunia.29

Kemudian pada tahun 1960 M, dalam kongres tahunan Persis, Persis kembali mengajukan nota usulan kepada Presiden Soekarno untuk mempertimbangkan kembali konsepsinya serta memberi keleluasaan kepada kelompok organisasi nonkomunis untuk menutup

29


(46)

37

organisasinya dari paham Komunis dan memberantas paham anti Tuhan dan dan anti agama itu.

4. Persis Pada Masa Abdul Qadir Hassan

Persis pada masa ini Ketua Umumnya adalah K.H.E. Abdurrahman. Beliau terpilih pasca Muktamar ke-VII Persis, pada tahun 1962 M. Periode kepemimpinan Abdurrahman ini merupakan periode kepemimpinan Persis ketiga setelah berakhirnya kepemimpinan K.H. Muhammad Isa Anshary.

Persis pada masa ini dihadapkan dengan persoalan bagaimana mempertahankan eksistensi Persis di tengah gejolak sosial politik yang tidak menentu. Jihad perjuangan Persis dihadapkan pada masalah politik yang beragam. Pembubaran Partai Masyumi oleh Soekarno karena dianggap kontra revolusi, dan lepasnya Persis sebagai anggota Masyumi, serta ancaman akan dibubarkannya Persis oleh pemerintah Orde Lama karena tidak memasukkan Nasakom dalam Qanun Asasi Persis, sampai pada meletusnya G.30 S/PKI merupakan masalah-masalah politis yang dihadapi Persis pada masa awal kepemimpinan Abdurrahman.30

Selain berhadapan dengan masalah-masalah politik, Persis juga berhadapan dengan aliran-aliran sesat yang menyesatkan umat Islam, antara lain: aliran pembaharu Isa Bugis, aliran Islam Jama’ah, Darul

30


(47)

38

Hadits, Inkarus Sunnah dan aliran lain yang menyesatkan. Untuk menghadapi aliran-aliran sesat tersebut, para mubaligh Persis dan

mubaligat Persistri serta para da’i muda Pemuda Persis dan Jam’iyyatul

Banaat (Pemudi Persis), mereka terjun ke daerah-daerah secara rutin dengan melaksanakan tabligh-tabligh keliling.

Persis juga pada masa ini dihadapkan dengan masalah interen organisasi, terutama setelah terjadinya G.30 S/PKI, karena ada anggota-anggota yang diragukan itikad baiknya dalam organisasi Persis. Untuk itu diadakanlah pengawasan ketat. Selain menghendaki dan mengutamakan kualitas pelaksanaan pengamalan ajaran agama yang berdasarkan Al Quran dan Sunnah, Persis juga mengutamakan kualitas pelaksanaan disiplin organisasi yang berdasarkan Qanun Asasi dan Qanun Dakhili (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga), peraturan-peraturan, tausiyyah, dan seperangkat tata kerja yang berlaku dalam organisasi.31

Jadi bisa diketahui bahwa pada masa ini yaitu pada saat kepemimpinan Abdurrahman Persis lebih cenderung memperkuat peran, fungsi, dan kedudukan Persis sebagai organisasi yang berjuang mengembalikan umat kepada Al Quran dan Sunnah sejak generasi awal melalui pendidikan, dakwah, tabligh dan publikasi atau penerbitan yang terbatas. Nilai Persis memang bukan terletak pada organisasinya, akan tetapi pada upaya penyebaran pahamnya.

31


(48)

39

5. Persis Pasca Abdul Qadir Hassan

Pada tahun 1984 M Abdul Qadir Hassan meninggal dunia. Pada masa ini Persis Ketua Umumnya adalah K.H. Abdul Latief Muchtar, M.A. beliau mulai menjadi Ketua Umum Persis sejak 1 Mei 1983 M menggantikan K.H.E. Abdurrahman yang meninggal dunia pada 21 April 1983 M.

Persis pada masa ini dihadapkan pada kogoncangan jama’ah dikarenakan adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 yang mengharuskan semua organisasi kemasyarakatan di Indonesia mencantumkan al asasul wahid (asas tunggal pancasila) sebagai asas dalam anggaran dasar organisasinya.

Persoalan yang berkaitan dengan asasul wahid ini dihadapi dengan visi dan pemikiran Abdul Latief yang akomodatif. Abdul Latief mencoba menjembatani persoalan ini dengan baik. Beliau tidak meresponnya secara besar-besaran melalui muktamar, akan tetapi dengan pendekatan persuasif melalui pertemuan-pertemuan dari tingkat Pusat Pimpinan hingga ke tingkat Pimpinan Cabang, pertemuan dengan anggota Dewan Hisbah. Hasilnya Persis bersedia memasukkan asasul wahid dalam Qanun Asasinya sebagai sebuah siasah perjuangan. Karena itu, Persis tetap bertahan sebagai sebuah jam’iyyah yang


(49)

40

mempunyai siasah dan arah perjuangan yang jelas tanpa dilanda perpecahan.32

Setelah persoalan tersebut diatasi, melalui sentuhan Abdul Latief, Persis tidak lagi mengisolir diri berbagai permasalahan umat. Banyak dari simpatisan yang akhirnya menjadi anggota Persis. Ini bisa dilihat bahwa kuantitas anggota Persis meningkat tajam. Pada tahun 1990 M tercatat 97 Pimpinan Cabang dengan 7.306 anggota, kemudian pada tahun 1995 M, meningkat menjadi 196 Pimpinan Cabang, 26 Pimpinan Daerah, dan 3 Pimpinan Wilayah, anggotanya berjumlah 10.604 anggota yang tersebar di 14 Provinsi.33

Kemudian dalam bidang dakwah Persis tampil tidak lagi dengan gebrakan-gebrakan shock therapy, akan tetapi melalui pendekatan persuasif edukatif. Persis tidak lagi garang dan menantang. Persis kini tampil untuk mencari jelas, bukan mencari puas. Gerakan dakwah pun tidak terbatas hanya pada anggotanya dan simpatisannya, akan tetapi mulai merambah ke lingkungan masyarakat kampus.

Persis juga berhasil mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Persis yang berdiri pada tahun 1988, yang memiliki dua jurusan, yaitu jurusan dakwah dan tafsir hadits.Kemudian Sebagai dekannya adalah Abdul Latief.

32

Ibid., 146. 33


(50)

41

Jadi Persis pada masa ini, masa kepemimpinan K.H. Abdul Latief M.A. tampak low profile, tidak segalak dulu terutama pada masa A. Hassan yang banyak melakukan perdebatan. Karena pada masa ini Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang lebih realitis dan kritis.

B. BIOGRAFI USTADZ ABDUL QADIR HASSAN

Ustadz Abdul Qadir bin Hassan bin Ahmad adalah salah seorang tokoh di Indonesia yang dikenal sebagai ulama yang mendalami ilmu hadits dan fiqih. Beliau dilahirkan di Singapura pada tahun 1914 M. Beliau ini adalah putra pertama dari salah satu pemimpin besar organisasi Persatuan Islam (PERSIS) yaitu A. Hassan sekaligus juga pendiri dari Pesantren Persatuan Islam.34

Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam menerima pendidikan agamanya, yaitu langsung dari ayahnya sendiri yaitu A. Hassan. Beliau mengajari anaknya pendidikan agama karena agama adalah ilmu yang penting bagi kehidupan di dunia ini. Dengan pendidikan agama diharapkan beliau (Ustadz Abdul Qadir Hassan) akan tumbuh menjadi sosok pribadi yang tangguh.35

Sementara untuk pendidikan umumnya, Ustadz Abdul Qadir Hassan pernah menempuh pendidikan di Hollands Inlandsche School

34

Umar Fanani, Wawancara, Pasuruan, 26 April 2016. 35


(51)

42

(HIS) di Bandung, Jawa Barat. HIS adalah sekolah setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) pada masa sekarang. Setelah lulus dari HIS beliau berniat melanjutkan ke sekolah kedokteran, namun niatan ini tidak disetujui ayahnya.36

Abdul Qadir Hassan adalah sosok pemuda yang tekun, berkat ketekunannya pemuda yang lahir pada tahun 1914 M ini, pada usia yang ke-22 tahun sudah mampu menorehkan sebuah karya yang gemilang. Karya itu beliau susun selama kurun waktu 1934-1943. Karya yang gemilang itu adalah buku Qamus Al-Quran. Dalam Qamus Al-Quran ini berisi tentang penjelasan dari kata-kata dalam Al Quran. Buku Qamus Al Quran ini pertama kali dicetak pada tahun 1964 oleh penerbit Al Muslimun Bangil, Pasuruan, Jawa Timur dan Tinta Mas Jakarta. Karena banyak peminatnya buku tersebut telah mengalami beberapa cetak ulang atau dalam istilah sekarang ini adalah Best Seller.

Beliau ini adalah sosok yang dikenal sebagai seorang yang mengikuti jejak ayahnya. Seorang ayah yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupannya. Berkat pengaruh ayahnya itulah beliau tumbuh menjadi pemuda yang aktif dalam menulis. Di antara karya-karya tulis beliau itu adalah buku Ilmu Musthalah Hadits, Ushul Fiqh, Kata Berjawab dan juga Qamus Al Quran yang berisi tentang penjelasan kata dalam Al Quran tadi.37

36

Umar Fanani, Wawancara, Pasuruan, 26 April 2016. 37


(52)

43

Pasca wafatnya sang ayah yaitu Ahmad Hassan. Beliau kemudian mengemban amanah menjadi pribadi yang mempunyai tanggung jawab besar terhadap Pesantren Persis yaitu menjadi pimpinan dari Pesantren Persis. Di bawah kepemimpinannya Pesantren Persis bisa dikatakan telah mengalami perkembangan yang signifikan.

Pada saat kepemimpinan beliau banyak dari pemuda-pemuda yang ada di pelosok nusantara yang akhirnya berhijrah, dengan tujuan hijrahnya yaitu datang ke Bangil Pasuruan untuk belajar ilmu agama yang ada di Pesantren Persatuan Islam Bangil. Itulah pengaruh dari beliau yang dikenal mempunyai ilmu dan pengaruh yang besar sehingga mereka rela datang dari jauh-jauh untuk menimbah ilmu kepada beliau.38

Kemudian banyak juga dari para tokoh-tokoh organisasi yang ada saat ini pernah menimbah ilmu pada beliau, misalnya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwas (Tokoh Salafi di Indonesia), Ustadz Abdul Wahid Alwi, MA (Tokoh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), Ustadz Muhammad Thalib (Amir Majelis Mujahidin Indonesia), Ustadz Ja’far Umar Thalib (mantan Panglima Laskar Jihad), Ustadz Yusuf Utsman Baisa (mantan mudir Pesantren Al-Irsyad Tengaran, Salatiga), almarhum Ustadz Ahmad Husnan, Lc (Tokoh Muhammadiyah), KH. Mu’ammal Hamidy (Tokoh PPP), almarhum KH. Abdullah Said (Pendiri Organisasi

38


(53)

44

Hidayatullah, Ustadz Muhammad Haqqi (pengajar studi fiqh dan hadits di Jakarta).39

1. Perjalanan Karir Ustadz Abdul Qadir Hassan

Mengenai perjalanan karir beliau dalam penelitian ini maksudnya adalah menjelaskan apa saja kegiatan beliau selain dari memimpin Pesantren Persis dan apa saja yang pernah beliau pimpin selain menjadi pimpinan Pesantren Persis. Dalam karirnya beliau ini pernah menjabat sebagai pimpinan dari sebuah dewan yang mana tugas dalam dewan ini adalah meneliti dan menetapkan hukum-hukum Islam yang berdasarkan Al Quran dan Hadits.40Nama dari dewan ini dikenal dengan sebutan Dewan Hisbah Persis.

Kemudian Ustadz Abdul Qadir juga pernah menjadi anggota Al

Majm’ Al Fiqh Al Islami. Al Majm’ Al Fiqh Al Islami adalah sebuah lembaga fiqh yang berisikan para ulama dari berbagai belahan dunia yang dinilai cakap dan ahli atau mumpuni dalam bidang fiqh, sehingga para ulama yang ada di sini bisa melakukan penelitian tentang hukum-hukum Islam dan mengeluarkan fatwa yang terkait dengan umat Islam berdasarkan Al Quran dan Sunnah. Al Majm’ Al Fiqh Al Islami didirikan oleh Rabithah Al Alam Al Islami (Liga Muslim Sedunia). Al

Majm’ Al Fiqh Al Islami berpusat di Makkah.

39

Umar Fanani, Wawancara, Pasuruan, 16 Juni 2016. 40


(54)

45

2. Karya-karya Ustadz Abdul Qadir Hassan

Dalam sejarahnya beliau memang dikenal sebagai ulama yang ahli dalam menulis. Begitulah seorang ulama, ulama yang ahli dalam menulis memang begitu besar jasanya pada umat. Berkat jasanya lah para pengkaji ilmu, bisa mengkaji ilmu-ilmu agama yang mau dikaji. Di antara karya Ustadz Abdul Qadir Hassan, antara lain:

1. Qamus Al Quran adalah sebuah buku berisi penjelasan dari kata-kata dalam Al Quran. Buku ini beliau susun selama kurun waktu sejak tahun 1934-1943. Buku ini dicetak dan diterbitkan pertama kali oleh penerbit Al Muslimun Bangil dan Tinta Mas Jakarta pada tahun 1964. Buku ini pun selama beberapa tahun terus mengalami pencetakan ulang dan sampai saat ini masih terus diminati oleh para pembaca.

2. Ushul Fiqh adalah sebuah buku karya Ustadz Abdul Qadir Hassan yang berisi tentang uraian pokok-pokok agama Islam, misalnya Al Quran, Hadits. Kemudian juga menjelaskan juga tentang Qias, Ijma dan juga tentang masalah hukum.

3. Ilmu Musthalah Hadits adalah sebuah buku yang berisi tentang uraian dan pembahasan yang berhubungan dengan ilmu hadis. Dalam buku ini berisi tidak kurang dari 114 macam pembahasan yang berhubungan dengan ilmu hadis. Dalam buku ini gaya penulisannya bisa dikatakan mudah dipahami sehingga buku ini pun telah dijadikan rujukan diberbagai pesantren dan perguruan tinggi


(55)

46

yang ada di Indonesia. Buku ini terbilang sebagai buku karya anak bangsa yang langka pada masanya. Kemudian sampai saat ini buku Al Musthalah Hadits karya Abdul Qadir Hassan pun masih terus dicetak ulang karena mendapat sambutan yang baik dari para pembacanya.

4. Min Al Wahyi adalah sebuah buku karya Ustadz Abdul Qadir Hassan juga dalam bidang studi hadits, isi dari buku ini sebagian besar merupakan intisari dari Kitab Qaaid At Tahdits min Funun Musthalah Al Hadits karya Jamaluddin Al Qasimi.

5. Buku Kata Berjawab adalah sebuah buku karya Ustadz Abdul Qadir Hassan yang isinya adalah tentang hukum Islam yang juga banyak mengkaji tentang studi hadits, baik itu syarah hadits, studi tentang

jarh wat ta’dil ataupun studi tentang status sebuah hadits dengan meneliti para perawi ataupun matan hadits.

Selain berhasil menulis karya-karya yang bermanfaat bagi para pengkaji ilmu, Ustadz Abdul Qadir Hassan ini juga menyusun kumpulan hadits-hadits lemah dan palsu yang rujukan pokoknya beliau ambil dari kitab, di antaranya: Kitab Asna Al Matalib fi Ahadits Mukhtalifat Al Maratib, karya Abu Abdillah Muhammad Ibn Darwisy Al Hut Al Bairuti.

3. Ustadz Abdul Qadir Hassan Meninggal Dunia

Ustadz Abdul Qadir Hassan adalah seorang ulama yang dikenal sebagai ulama ahli hadits dan fiqh. Beliau wafat pada hari Sabtu,


(56)

47

tanggal 25 Agustus 1984 M, beliau wafat di kediamannya tepatnya di Jl. Pembangungan No. 185 Bangil, Jawa Timur.41

Sebelum wafat, beliau sempat dirawat di RSUP Dr. Sutomo Surabaya.Selama 40 hari dirawat di RSUP Dr. Sutomo Surabaya dan menjalani operasi sebanyak 2 kali, setelah itu dapat diketahui bahwa beliau terserang penyakit kanker paru-paru. Setelah pulang dari RSUP Dr. Sutomo Surabaya, beliau sempat istirahat di rumahnya selama 1 minggu.

Kemudian tanggal 19 Juli 1984 M beliau kembali menjalani pengobatannya. Beliau menjalani pengobatannya di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dirawat di sana hingga tanggal 10 Agustus 1984 M. Di RSUP Cipto Mangunkusumo beliau menjalani operasi untuk ketiga kalinya. Dikarenakan penyakit kanker yang diderita sudah cukup parah dan para dokter sudah angkat bahu, akhirnya beliau kembali dibawa menuju rumahnya di Jl. Pembangunan No. 185 Bangil, Jawa Timur.

Di antara anak-anak Ustadz Abdul Qadir antara lain: Zuhriyah, Ghozie Abdul Qadir, Hamimah, Muhammad Rifki, Shofiyah, Rafidah. Ustadz Abdul Qadir adalah sosok pribadi yang hidupnya tawakal dan sabar.Hal itu bisa dilihat pada waktu beliau sakit keras, beliau tidak pernah mengatakan kata keluhan dan beliau senantiasa menampakkan keceriaan, sebagai bukti kebesaran jiwanya. Beliau dikuburkan di

41


(57)

48

Pekuburan Segok Bangil, berdampingan dengan kuburan ayahnya yaitu Ustadz Ahmad Hassan.


(58)

49

BAB III

PERKEMBANGAN PESANTREN PERSATUAN ISLAM BANGIL TAHUN 1958 – 1984 M

A. Perkembangan Fisik Bangunan Pesantren

Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam (tafaqquh fiddin) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.1

Menurut Zamakhasyari Dhofier ada lima elemen dasar dari tradisi pesantren antara lain: pondok, santri masjid, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, dan kyai.2

Kemudian menurut Mastuhu, unsur-unsur sistem pendidikan pesantren dapat dikelompokkan sebagai berikut:3

1. Aktor/pelaku, Kiai, Ustadz, Santri dan Pengurus.

2. Sarana perangkat keras itu meliputi masjid, rumah kiai, rumah dan asrama ustadz, pondok/asrama santri, gedung sekolah atau madrasah, tanah untuk olahraga, pertanian atau peternakan, empang, makam dan sebagainya.

3. Sarana perangkat lunak meliputi tujuan, kurikulum, kitab, penilaian, tata tertib, perpustakaan, pusat dokumentasi dan penerangan, cara

1

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 6. 2

Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES, 1982), 44.

3


(59)

50

pengajaran (sorogan, bandongan, dan halaqah), keterampilan, pusat pengembangan masyarakat, dan alat-alat pendidikan lainnya.

Kelengkapan unsur-unsur tersebut berbeda-beda tiap pesantren yang satu dengan yang lainnya. Ada pesantren memilki unsur-unsur tersebut lengkap dan ada pesantren yang memiliki unsur-unsur dengan jumlah yang kecil dan tidak lengkap.

Kemudian pada umumnya sebuah pesantren memang memiliki pondok/asrama bagi para santrinya, demikian juga dengan Pesantren Persis Bangil ini. Di Pesantren Persis Bangil ini juga telah dibangun asrama bagi para santrinya. Menurut Zamaksyari Dhofier yang menjadi alasan utama mengapa pesantren harus menyediakan asrama bagi santrinya adalah sebagai berikut:4

1. Kemasyhuran kyai yang mampu menarik santri-santri dari jauh untuk menuntut ilmu langsung terhadap kyai tersebut, para santri ini membutuhkan waktu yang lama sehingga para santri harus meninggalkan kampung asalnya dan menetap di dekat tempat tinggal kyai.

2. Kebanyakan pondok pesantren terletak di desa-desa yang tidak terdapat kompleks perumahan yang memadai untuk dapat menampung para santri sehingga pesantren harus menyediakan asrama khusus bagi para santri selama menuntut ilmu di pondok pesantren.

4


(60)

51

3. Hubungan timbal balik antara kyai dengan santri seolah-olah kyai dianggap bapak oleh para santri dan kyai menganggap santri sebagai titipan Tuhan yang harus dilindungi.

Pada umumnya asrama putra dan putri dalam pembangunannya memang dipisahkan antara keduanya, kemudian keadaan kamar-kamar pondok biasanya sangat sederhana dan jauh dari kesan mewah. Di asrama, mereka biasanya tidur diatas lantai tanpa kasur dan dalam tiap kamar bisa di isi sampai dengan 10 santri bahkan lebih tergantung seberapa luas kamar di asrama tersebut.

Dalam asrama pesantren ini, baik santri dari kalangan kaya maupun sederhana tidak ada perbedaan dalam kamar yang mereka tempati mereka harus puas dan menerima fasilitas yang sederhana ini. Kemudian para santri juga tidak boleh tinggal di luar komplek pesantren, kecuali mereka yang berasal dari desa-desa di sekeliling pondok. Alasannya ialah agar supaya kyai dapat mengawasi dan menguasai mereka secara mutlak.

Kemudian dalam Pesantren Persis Bangil ini juga tidak jauh beda dengan pesantren yang ada pada umumnya, setelah wafatnya Ahmad Hassan pada tahun 1958, kepemimpinan dalam Pesantren Persatuan Islam Bangil ini dilanjutkan oleh putranya, yaitu Ustadz Abdul Qadir Hassan5. Pada saat kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir Hassan inilah rencana untuk

5


(61)

52

membangun asrama bagi Pesantren Puteri baru dapat dilaksanakan tepatnya yaitu pada tahun 1960 M.6

1. Pembangunan Asrama

Pembangunan asrama putri ini dibangun di atas tanah yang telah diwakafkan oleh ayah beliau yaitu Ahmad Hassan. Sebenarnya pembangunan asrama bagi santri putri ini sudah direncanakan sebelum tahun 1960 M. Kemudian yang menyebabkan tidak segera dibangunnya asrama putri ini dikarenakan pada saat itu masih banyak orang yang menempati tanah itu. Barulah pada tanggal 4 Januari 1960 M banyak orang yang mulai meninggalkannya, sehingga rencana pembangunan asrama putri pun baru bisa untuk dijalankan.

Pembangunan asrama putri ini dengan menggunakan uang hasil penjualan Al Furqan dan juga dari uang sumbangan para dermawan. Pembangunan yang berhasil dicapai yaitu ruang belajar bertingkat dua dengan 12 ruang belajar, kamar makan, kamar tidur, kamar mandi, dan lain-lain.7

6

Labuhana Diah M Rifa’I,’’Peranan Pesantren Persis Bangil Dalam Usaha Pembaharuan

Pemahaman Ajaran Islam’’, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 1986), 48. 7


(62)

53

Data hasil yang didapat sampai tanggal 30 Juni 1960 :8

NAMA DAERAH JUMLAH

Harga 4000 Al

Furqan dari Al Ustadz A. Hassan

Bangil Rp. 300.000,-

Ahmad Padang Malang Rp. 40.000,-

Hamba Allah Surabaya Rp. 50.000,-

250 sak semen dari hamba Allah

- Rp. 29.750.-

Noor Jakarta Rp. 40.000,-

G.K.B.I Jakarta RP. 50.000,-

A. Salam Bangil Rp. 55.000,-

Bin Hadi Surabaya Rp. 15.000,-

M. Ba’abdullah Bangil Rp. 10.000,-

S. Nabhan Surabaya Rp. 10.000,-

Keluarga almarhum A. Hassan

- Rp. 35.000,-

Nawawi Bandung Rp. 5.000,-

A. Rahim Bangil Rp. 5.000,-

A. Nabhan Bangil Rp. 10.000,-

Ali Mukarram Bangil Rp. 7.500,-

8

Yayasan Pesantren Persis Bangil, Pesantren Bagian Putera dan Puteri (Bangil: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), 14.


(63)

54

Al Ibrahim Baswedan - Rp. 10.000,-

S. A. Rahib Bogor Rp. 5.000,-

Abdullah Soerati Surabaya Rp. 6.630,25,-

Dari beberapa

saudara-saudara dengan perantaraan wesel, orang dan dengan didatangi

- Rp. 300.000,-

Selanjutnya perkembangan pesantren di masa Abdul Qadir Hassan sampai akhir hayat beliau Pesantren Putera sudah memiliki 7 gedung yang dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 2 hektar, sebagian besar dananya adalah dari pelbagai badan amal muslim. Kemudian Pesantren Puteri sudah memiliki 4 gedung segi empat yang dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 3 hektar.

Pembangunan perpustakaan di Pesantren Persis Putera dan Puteri pun diperhatikan oleh Ustadz Abdul Qadir Hassan adalah sebagai berikut :9

2. Perpustakaan Pesantren Persis Putera

Pada saat kepemimpinan beliau pembangunan perpustakaan juga diperhatikan. Ini bisa diketahui bahwa pada saat kepemimpinan beliau,

9

Labuhana Diah M Rifa’I,’’Peranan Pesantren Persis Bangil Dalam Usaha Pembaharuan Pemahaman Ajaran Islam’’, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 1986), 49.


(1)

77

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah meneliti dengan cermat, maka skripsi yang berjudul Peran Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam Pengembangan Pesantren Persatuan Islam Bangil 1958-1984 Masehi, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ustadz Abdul Qadir Hassan adalah seorang ulama ahli hadits dan fiqh, sekaligus pengasuh Pesantren Persatuan Islam Bangil tahun 1958-1984 M yang melanjutkan kepemimpinan ayahnya sebagai pengasuh Pesantren Persatuan Islam Bangil yang didirikan oleh ayahnya yaitu Ahmad Hassan. Ustadz Abdul Qadir Hassan dilahirkan di Singapura pada tahun 1914 M dan wafat pada 25 Agustus 1984 M di kediamannya, di Jl. Pembangunan No. 185 Bangil, Pasuruan Jawa Timur. Pada masa hidupnya, selain menjadi pengasuh Pesantren Persatuan Islam Bangil, beliau juga pernah menjadi ketua Dewan Hisbah Persis yang tugasnya adalah meneliti dan menetapkan hukum-hukum Islam, dan juga pernah menjadi anggota dari Al Majm’ Al Fiqh Al Islami yang ada di Mekkah. Al Majm’ Al Fiqh Al Islami adalah kumpulan dari beberapa ulama dari belahan dunia yang ahli dalam bidang fiqh, di sini mereka bisa melakukan penelitian tentang hukum-hukum Islam dan mengeluarkan fatwa yang terkait dengan umat Islam


(2)

78

berdasarkan Al Quran dan Hadits. Kemudian beliau juga berhasil menulis lima karya yang gemilang pada masanya.

2. Persis berdiri pada 12 September 1923 M di Bandung oleh sekelompok orang muslim yang pada saat itu berminat pada studi dan aktifitas keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus. Persis semakin terkenal dengan masuknya Ahmad Hassan. Pada Maret 1936 M Ahmad Hassan mendirikan Pesantren Persis di Bandung. Pada Maret 1940 Pesantren Persis akhirnya harus berpindah ke daerah Bangil, Pasuruan. Selama di Bangil, Pesantren Persis di bawah kepemimpinan Ahmad Hassan mempunyai sebanyak santri sebanyak 25 orang pertama (angkatan pertama), kemudian pada tahun 1956 M, pada angkatan ketiga sebanyak 30 santri. Selanjutnya pada saat kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir Hassan (1958-1984 M), Pesantren Persis Bangil telah mengalami perkembangan signifikan, seperti dibangunnya sarana fisik pesantren meliputi dibangunnya asrama putra yang memiliki 7 gedung dan asrama putri yang memiliki 12 ruang belajar, kelengkapan koleksi perpustakaan semakin bertambah banyak. Jumlah santri mengalami peningkatan, pada tahun 1960an sebanyak 90 santri, tahun 1970an jumlah santri putra sekitar 150 santri, dan putri sebanyak 200 santri, kemudian tahun 1980an santri putra sekitar 400 santri dan putri sekitar 700 santri. Pada tahun 1968 M, sistem angkatan dirubah menjadi sistem klasikal. Materi


(3)

79

pembelajaran semakin ditambah. Sistem pendidikan dan metode pengajaran tidak berubah, tetap dipertahankan.

3. Sejumlah pakar merespon positif tentang sosok Ustadz Abdul Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persis Bangil. Tokoh Persis (Ustadz Umar Fanani BA) berpendapat bahwa Ustadz Abdul Qadir Hassan adalah sosok ulama, guru sekaligus juga pengasuh Pesantren Persis Bangil yang mampu mengenalkan Pesantren hingga ke pelosok nusantara, kemudian juga berhasil membuat para anak didiknya sekarang berperan penting pada Organisasi Islam yang ada saat ini, misalnya: Ustadz Muhammad Thalib (Amir Majelis Mujahidin Indonesia), dan lain sebagainya. Kemudian tokoh Muhammadiyah (Prof Syafiq A Mughni, MA) berpendapat bahwa Ustadz Abdul Qadir Hassan adalah sosok ulama yang aktif dalam menulis, memperhatikan pentingnya pendidikan, aktif bersilaturrahmi baik ke para tokoh-tokoh maupun keluarga santri. Selanjutnya tokoh NU (Dr. H. Imam Ghazali Said, MA) berpendapat bahwa Ustadz Abdul Qadir Hassan adalah sosok ulama yang melanjutkan tradisi keilmuan ayahnya, seperti menolak tahlil, sholawat dan lain sebagainya. Beliau adalah ulama yang berhasil mengenalkan Pesantren dengan baik, sehingga di Madura, ada yang meniru mendirikan pesantren bergaya sama seperti Pesantren Persis Bangil.


(4)

80

B. Saran

1. Pesantren Persis Bangil adalah pesantren yang memiliki sejarah yang menarik untuk dikaji, Pesantren Persis Bangil merupakan pesantren yang dipimpin oleh orang-orang hebat dan juga mereka para pemimpinnya adalah ulama yang aktif dalam menulis dan berhasil mewariskan karya-karya yang hebat untuk bahan kajian. Sebaiknya karya-karya tersebut tetap diperhatikan dan dijaga dengan sebaik-baiknya di Pesantren Persis Bangil.

2. Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan kepada peneliti lainnya untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan Persis baik itu organisasi Persis sendiri maupun Pesantren Persis yang ada, karena masih banyak hal yang perlu dikaji secara mendalam tentang peranan-peranan Persis dalam bidang lainnya. Penulis juga menyarankan agar penelitian mengenai kajian Islam lebih banyak dilakukan terutama yang berhubungan dengan biografi para tokoh-tokoh Islam yang tentunya memiliki peran-peran penting dalam pengembangan diberbagai bidang.

3. Masyarakat umum sebaiknya mempelajari bagaimana sejarah Pesantren Persis dan juga sudah selayaknya untuk mempelajari biografi para pemimpin dari Pesantren Persis ini. Diharapkan dengan mereka mempelajarinya bisa mengerti bahwa Pesantren Persis adalah pesantren yang memang memilki sejarah yang menarik untuk dikaji dan para tokohnya adalah orang yang berpengaruh besar bagi


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999.

Djarwanto. Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penelitian Skripsi. Jakarta: Liberty, 1990.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES, 1982.

Federspiel, Howard M. Labirin Ideologi Muslim: Pencarian dan Pergulatan Persis di Era Kemunculan Negara Indonesia (1923-1957). Terj. Ruslani dan Kurniawan Abdullah. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia, 1993.

Kementrian Agama RI. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta: Kementrian Agama, 2003.

Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS, 2004.

Mughni, Syafiq A. Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal. Surabaya: PT. BinaIlmu, 1994.

Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia (1900-1942). Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1980.

Qomar, Mujamil. Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga. 2009.

Riberu, J. Dasar-dasar Kepemimpinan. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1992. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali Press,

2009.

Sunindhia, YW. Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993.

Wildan, Dadan. Yang Dai Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis. Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 1999.

Yayasan Pesantren Persis Bangil: Pesantren Bagian Putera dan Puteri. Bangil: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun.


(6)

Skripsi

Rifai, Labuhana Diah M. “Peranan Pesantren Persis Bangil dalam Usaha Pembaharuan Pemahaman Ajaran Islam,” (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 1986).

Suprihatin, Rustina Ambar. “Pesantren Persatuan Islam (Persis) Bangil dan Para Alumninya dalam Dakwah Islam’’, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2007).

Wawancara

Imam Ghazali Said, Wawancara, Surabaya, 29 Juni 2016. Syafiq A. Mughni, Wawancara, Surabaya, 9 Juni 2016. Umar Fanani, Wawancara, Pasuruan, 16 Juni 2016.