Strategi Komunikasi Persuasif Pesantren Al-Istiqlaliyyah Dalam Mempertahankan Ngahol Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

(1)

NGAHOL SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: ROHIMA NIM : 1112051000024

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H/2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Judul : Strategi Komunikasi Persuasif Pesantren Al-Istiqlaliyyah Dalam Mempertahankan Ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Islam merupakan salah satu agama di Indonesia yang memiliki beberapa Perayaan Hari Besar Islam (PHBI), di antaranya Tahun Baru Hijriah, Maulid Nabi, Isra Mi’raj, Nuzulul Quran, Idul Fitri dan Idul Adha. PHBI biasanya dilakukan umat Islam di lingkungannya masing-masing, tidak terkecuali di lingkungan pondok pesantren Istiqlaliyyah. Selain PHBI di atas, Pesantren al-Istiqlaliyyah juga mengadakan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Meski masih menjadi kontroversi, namun pesantren telah mempertahankan perayaan ini sejak 57 tahun yang lalu, dan menjadikan ngahol sebagai salah satu perayaan tahunan yang menarik minat masyarakat.

Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan penelitian ini untuk menjawab pertanyaan penelitian. Adapun pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi komunikasi persuasif pesantren al-Istiqlaliyyah dalam mempertahankan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani? Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat pesantren al-Istiqlaliyyah dalam pelaksaan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif. Di mana data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi penulis kumpulkan, olah serta sajikan dengan cara melaporkan data yang telah terkumpul secara apa adanya lalu disimpulkan. Sedangkan teori yang digunakan penulis sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah konsep strategi yang dikemukan oleh Fred R. David dalam Manajemen Strategis Konsep. Dalam konsep tersebut, Fred mengemukakan bahwa strategi memiliki tiga tahapan. Pertama perumusan strategi, kedua implementasi strategi, dan ketiga evalusi strategi.

Strategi yang dilakukan oleh pesantren al-Istiqlaliyyah diawali dengan perumusan strategi berupa menanamkan keyakinan kepada masyarakat akan keuntungan atau ganjaran yang didapat jika mengikuti ngahol secara khusuk dan melakukan berbagai persiapan. Kemudian untuk mengimplementasikannya, pesantren menyusun berbagai runtutan acara saat ngahol berlangsung. Terakhir melakukan evaluasi mengenai jalannya acara ngahol.

Salah satu faktor pendukung dalam pelaksanaan ngahol ini adalah adanya dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari pejabat pemerintahan, hingga masyarakat biasa. Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan ngahol karena masih kurangnya koordinasi antar panitia acara.

Secara garis besar, strategi dalam mempertahankan ngahol ini ada pada saat pesantren melakukan perumusan strategi dengan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keuntungan dan ganjaran yang akan diperoleh. Informasi tersebut yang meyakinkan masyarakat untuk turut andil dalam acara tersebut.

Kata kunci: strategi, ngahol, pesantren, komunikasi persuasif, al-Istiqlaliyyah.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim . Alhamdulillahirabbil ‘alamiin

Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karuni yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul “Strategi Komunikasi Persuasif Pesantren Al

-Istiqlaliyyah Dalam Mempertahankan Ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailnai”. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, teladan bagi seluruh umat manusia.

Alhamdulillah, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.

2. Drs. Masran, MA dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Prof. Dr. M. Yunan Yusuf selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia membimbing dan memberikan banyak masukan serta saran selama penyusunan skripsi ini.


(7)

iii

pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dalam urusan administrasi untuk keperluan penelitian yang penulis lakukan.

7. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani dalam peminjaman referensi untuk keperluan penelitian yang penulis lakukan.

8. Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah, Pengurus Pesantren Al-Istiqlaliyyah, Abah H. Entoh, Wakil Lurah „am, Ahmad Humadi, serta Pengurus Kepanitiaan Ngahol, Abah H. Masuri.

9. Ayahanda H. Usup dan Ibunda Hj. Marhunah, terimakasih atas segala doa, semangat serta dukungan moral maupun materi yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Semoga rahmat dan karunia Allah SWT senantiasa bersama kalian.

10.Seluruh anggota keluarga, Dedi Heriyanto, Sri Wahyuni, Yunus, Warsiati, Masta, Siti Rohmah, Siti Fatimah, Ridhwan Wardhani, Raihan Septian, Mahirah Shadiqah, dan Navia Shakira, terimakasih atas segala doa dan dukungan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

11.Teman-temah KPI A angkatan 2012 yang telah memberi motivasi dan semangat.


(8)

iv

12.Kepada Ratih Pratiwi, Mia Kartikasari, Sitty Annisaa, Rizkika Utami, Faizah, dan Aisyah terimakasih telah memberikan saran, masukan, semangat serta doa kepada penulis.

13.Kepada teman-teman PBB, terimakasih telah memberi semangat selama ini. 14.Kepada rekan-rekan RDK FM dan Organisasi Penimbang Hukum,

terimakasih atas segala dukungan yang diberikan.

15.Kepada teman-teman KKN KEBINGS yang telah memberi dukungan dan semangat.

16.Semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Dengan segala kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca, baik di bidang akademis maupun praktis.

Jakarta, 09 September 2016


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Metodologi Penelitian ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Strategi ... 19

1. Pengertian Strategi ... 19

2. Tahapan-Tahapan Strategi ... 21

B. Komunikasi Persuasif ... 22

1. Pengertian Komunikasi Persuasif ... 22

2. Unsur-Unsur Komunikasi Persuasif ... 24

3. Metode Komunikasi Persuasif ... 26

4. Pentahapan Komunikasi Persuasif ... 29

C. Ngahol atau Haul ... 30


(10)

vi

2. Dasar Hukum Haul ... 31

3. Rangkaian Acara Haul ... 33

BAB III GAMBARAN UMUM PESANTREN DAN TRADISI HAUL A. Profil Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah ... 35

1. Sejarah Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah ... 35

2. Kegiatan Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah ... 37

3. Struktur Organisasi ... 41

B. Syekh Abdul Qadir al-Jailani ... 43

C. Sejarah Ngahol Di Pesantren Al-Istiqlaliyyah ... 48

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Strategi Komunikasi Persuasif Pesantren Al-Istiqlaliyyah ... 51

1. Perumusan Strategi ... 51

2. Implementasi Strategi ... 60

3. Evaluasi Strategi ... 67

B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pesantren Al-Istiqlaliyyah dalam Mempertahankan Ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani ... 70

1. Faktor Pendukung ... 70

2. Faktor Penghambat ... 71

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 76

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN


(11)

vii

Gambar 4.1 KH. Uci Turtusi saat memimpin zikir bersama... 62

Gambar 4.2 Suasana saat tamu undangan memberi sambutan ... 64

Gambar 4.3 Pembacaan ayat suci al-Quran ... 64

Gambar 4.4 Pembacaan munaqib Syekh Abdul Qadir al-Jailani ... 65


(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang memiliki keanekaragaman budaya dan agama. Dalam hal kebudayaan, Indonesia memiliki berbagai macam suku, di mana setiap suku memiliki budayanya masing-masing. Begitu pula dengan agama, Indonesia selama ini mengakui adanya enam agama, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghuchu.1 Masyarakat bebas untuk memilih dan mempraktikan kepercayaan yang dianut. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Bab XI tentang agama,

pada Pasal 29 ayat (2) disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap

-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaan itu”.2

Agama menjadi salah satu peranan yang penting dalam kehidupan. Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahtu3 Tuhan dan ajaran agama.4 Agama identik dengan seperangkat simbol kebudayaan dan gagasan yang memusatkan perhatian dan memberikan makna pada kehidupan manusia dan alam yang tidak diketahui.5 Keberagamaan pada hakikatnya adalah penerimaan atas nilai-nilai bahkan institusi yang diyakini secara mutlak. Tetapi,

1

Astrid Ivonna, “Sebutkan Kitab Suci, Tempat Ibadah dan Hari Besar Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan konghucu”, artikel diakses pada 30 Mei 2016 dari http://www.astalog.c om/4255/sebutkan-kitab-ssuci-tempat-ibadah-dan-hari-besar-agama-islam-kristen-katolik-hindu-b uddha-dan-konghucu.htm

2

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (Solo: Giri Ilmu, t.t), h. 22. 3

Wahtu Tuhan menurut penulis Wahyu Tuhan. 4

Muhamad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2010), h. 180. 5

Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Pusat Pelajar, 2007), h. 194.


(13)

agama hadir tidak dalam ruang hampa budaya dan agama. Sehingga keberagamaan sebagian besar penganut agama tidak bermula dari pilihan bebas, ia hadir dari proses pewarisan atau penuturan dari generasi ke generasi. Artinya, tidak terelakkan setiap penganut agama memiliki tradisi kebudayaan dengan sudut pandang yang berbeda-beda dalam praktik keagamaannya, tidak terkecuali dalam serumpun penganut agama itu sendiri.6

Dalam agama Islam, selain ada ritual keagamaan yang sudah ditetapkan seperti shalat, puasa, dan lainnya sebagaimana yang telah tercantum dalam Al-Quran dan Hadits, umat Islam juga memiliki kecenderungan untuk melakukan Perayaan Hari Besar Islam (PHBI).

Ada beberapa PHBI yang biasa dirayakan, seperti tanggal 1 Muharram, yakni perayaan tahun baru Hijriah atau tahun baru Islam, tanggal 12 Rabiul Awal, ini merupakan hari lahir Nabi Muhammad SAW atau masyarakat sering menyebutnya dengan Maulid Nabi. Kemudian tanggal 27 Rajab, yakni hari Isra’

Mi’raj, tanggal 17 Ramadhan sebagai hari Nuzulul Qur’an, tanggal 1 Syawal

(Idul Fitri) serta tanggal 10 Zulhijjah (Idul Adha). Saat PHBI, umat Islam biasanya memiliki agenda tersendiri dilingkungan tempat tinggalnya, tidak terkecuali dengan pondok pesantren.

Pondok pesantren menurut Didin Hafiduddin sebagai salah satu lembaga di antara lembaga-lembaga iqamatuddin lainnya yang memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi kegiatan Tafaqquh fi ad-din (pengajaran, pemahaman dan pendalaman ajaran agama Islam) dan fungsi Indzar (menyampaikan, dan

6

Kholis Ridho, Otoritas Keagamaan dalam Islam, Dakwah, Vol. XIV, No. 2, (Desember, 2010), h. 310.


(14)

3

mendakwahkan ajaran agama Islam pada masyarakat).7 Sebagai suatu lembaga yang memiliki fungsi untuk pendalaman ajaran agama, agenda PHBI juga tidak luput menjadi kegiatan yang sering dilakukan di setiap pesantren, begitu pula dengan Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah.

Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyan berada di Kampung Cilongok, Desa Sukamantri RT 02 RW 02, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang. Pesantren ini didirikan oleh KH. Dimiyati (almarhum) pada tahun 1955. KH. Dimiyati adalah seorang ulama yang memiliki komitmen kuat dalam menjaga tradisi kepesantrenan. Sepeninggal KH. Dimiyati pada tahun 2001, saat ini pesantren salafiyah tersebut dipimpin oleh KH. Uci Turtusi yang merupakan putra dari KH. Dimiyati.8

Di Pesantren Al-Istiqlaliyyah, melakukan perayaan hari besar Islam telah menjadi agenda yang rutin dilakukan setiap tahunnya. Selain perayaan yang penulis sebutkan di atas, ada satu perayaan lain yang rutin dilakukan setiap minggu kedua di bulan Silih Maulid atau Rabiul Akhir yakni, ngahol atau haulan Syekh Abdul Qadir al-Jailani.9

Syekh Abdul Qadir al-Jailani memiliki nama asli Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shalih Abdullah bin Janki Duts bin Yahya bin Muhammad bin Daud bin Musa bin Abdullah bin Al-Hasan bin Al-Hasin bin Ali bin Abu Thalib.10 Beliau dilahirkan di kota Gilan, Jailan atau Jaily wilayah terpencil di Thabaristan Bagdad pada awal Ramadhan tahun 471 H, ada juga yang

7

Ade Kamaluddin, Pesan Komunikasi K.H. M. Chaedar Dalam Pembinaan Santri Di Pondok Pesantren Nurul Falah Pandeglang (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h. 33.

8

Wawancara Pribadi dengan H. Entoh, Cilongok, 20 Mei 2016. 9

Wawancara Pribadi dengan H. Entoh, Cilongok, 20 Mei 2016. 10

Ahmad Sunarto, Ensiklopedia Biografi Nabi Muhammad saw dan Tokoh-Tokoh Besar Islam (Jakarta: Widya Cahaya, 2013), h. 235.


(15)

menyatakan tahun 470 H.11 Syekh Abdul Qadir al-Jailani, seorang guru sufi, ulama, zahid, arif, panutan, Syekh al-Islam, seorang yang menonjol di antara para wali. Begitu banyak riwayat yang menyebutkan karamah atau keluarbiasaan yang dimiliki beliau. Salah satu karamahnya adalah memberi petunjuk. Melalui pembicaraannya, ia dapat menggiring ribuan orang untuk memeluk Islam atau bertobat.12 Munculnya berbagai karamah yang dianugerahkan padanya, mungkin karena berkaitan erat dengan tugas yang diembannya sebagai pembina umat, terutama dalam pemeliharaan aspek-aspek ruhaniyah Islam.13 Kepercayaan terhadap karamah yang dimiliki Syekh Abdul Qadir ini juga menjadi alasan yang membuat Pesantren al-Istiqlaliyyah melaksanakan ngahol.14

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Haul berarti peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahun sekali (biasanya disertai selamatan arwah).15 Sedangkan dalam bahasa Arab kata haul semakna dengan sanah, yaitu tahun. Karena haul mempunyai arti setahun, maka peringatan haul juga diartikan sebagai peringatan genap satu tahun.16 Atau dalam hal ini penulis mengambil pengertian bahwa haul merupakan peringatan hari wafat seseorang yang

11

Ajid Thohir, ed., Historisitas Dan Signifikansi Kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Historigrafi Islam (Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2011), h. 94.

12

Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan: Antivirus Kebatilan dan Kezaliman. Penerjemah Zaimul Am (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 120.

13

Ajid Thohir, ed., Historisitas Dan Signifikansi Kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Historigrafi Islam, h. 125.

14

Wawancara Pribadi dengan H. Entoh, Cilongok, 20 Mei 2016 dan 25 Juni 2016. 15

Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus, Pusat Bahasa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 393.

16

Ghundar Muhamad Al-Hasan, Tradisi Haul dan Terbentuknya Solidaritas Sosial: Studi Kasus Peringatan Haul KH. Abdul Fattah Pada Masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 30-31.


(16)

5

diadakan setahun sekali. Peringatan haul ini, masyarakat sekitar lingkungan Pesantren al-Istiqlaliyyah biasa menyebutnya dengan ngahol.17

Menurut penelitian Martin van Bruinessen, masyarakat Asia dan Afrika memiliki persepsi yang kuat terhadap keberadaan dan popularitas dari Syekh Abdul Qadir al-Jailani.18 Snouck Hurgronye dalam bukunya Mekka menyatakan bahwa Syekh sangat dikenal di kalangan penganut ajaran tarekatnya. Penganut ajarannya setiap tanggal 11 bulan Rabiul Akhir, hari-hari yang disebut kelahiran dan wafatnya kanjeng syekh, merupakan hari-hari pertemuan akbar para ikhwan

yang biasa disebut “hawl” kecil dan “hawl” besar, dalam pertemuan itu

guru-guru spiritual membacakan kisah-kisah keagungannya.19

Pelaksanaan ngahol atau haul ini juga dilakukan sebagai wujud untuk mengenang sejarah atau biografi seseorang yang ditokohkan sehingga dapat meneladani jejak perjuangan orang yang diperingati hari wafatnya.20 Haul juga mendatangkan banyak manfaat, baik bagi orang-orang yang sudah meninggal dunia maupun yang masih hidup. orang yang telah meninggal dunia mendapat doa dari jamaah yang hadir. Sedangkan jamaah atau orang-orang yang masih hidup memperoleh berkah dengan mengikuti haul.21 Selain itu, pelaksanaan ngahol juga dapat menjadi pengingat akan kematian sehingga orang-orang yang masih hidup selalu berbuat baik, siap siaga, dan selalu memperbaiki keadaannya.

17

Wawancara Pribadi dengan H. Entoh, Cilongok, 20 Mei 2016. 18

Ajid Thohir, ed., Historisitas Dan Signifikansi Kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Historigrafi Islam, h.7.

19

Ajid Thohir, ed., Historisitas Dan Signifikansi Kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Historigrafi Islam, h.7-8.

20

Wawancara Pribadi dengan H. Entoh, Cilongok, 20 Mei 2016. 21

Al-Hamid Al Husaini, Liku-Liku Bid’ah dan Masalah Khilafiyah (Singapore: JBW Printers & Binders, 1998), h. 245.


(17)

Sebagimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Munafiiqun ayat 11:

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Munafiqun 63: 11)

Meski sudah banyak yang mengetahui tentang adanya ngahol atau haul Syekh Abdul Qadir al-Jailani, namun tidak semua umat Islam terbiasa untuk memperingatinya. Kehadiran ajaran tasawuf yang dibawa oleh kaum sufi di dalam tradisi Islam masih kontrovesial, karena masih banyak perbedaan pandangan atau teori dari para ilmuwan Islam dan non-Islam (khususnya kalangan orientasi Barat).22 Bahkan, sampai saat ini para ulama juga masih berbeda pendapat tentang hukum merayakan maulid Nabi Muhammad SAW.23 Walaupun masih menjadi kontroversi, namun nyatanya Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah telah melakukan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani sejak 57 tahun yang lalu, dan hingga kini masih dilakukan setiap tahunnya.

Sebelum ngahol ini diikuti oleh masyarakat, tujuan utamanya adalah untuk melanjutkan mandat yang diberikan secara estafet. Sampai akhirnya pihak pesantren mengajak masyarakat untuk ikut serta karena pihak pesantren juga ingin mengenalkan ajaran-ajaran Tuan Syekh Abdul Qadir. Di sisi lain, pihak pesantren juga memiliki keyakinan bahwa siapa saja yang mengikuti perayaan ini dengan khusuk, maka akan mendapat keberkahan dan keselamatan dalam hidup.24

22

Study Rizal LK, Tasawuf: Sebuah Kajian Awal tentang Pengertian dan Kehadirannya dalam Tradisi Islam, Dakwah, Vol. XIV, No. 2, (Desember, 2010), h. 224.

23

Suhaimi, Maulid Rasulullah SAW. Dalam Perspektif Dakwah Islam Analisis Teks Tarikh Al-Rusul wa Al-Mulk Karya Abu Ja’far Muhammad ibn Jaris Al-Thabari (224 H/ 639 M – 310 H/ 923 M), Dakwah Vol. XIV, No. 1, (Juni, 2010), h. 149.

24


(18)

7

Bukan hal yang mudah untuk mengajak dan mempertahankan masyarakat agar tetap ikut serta dalam perayaan tahunan tersebut. Akan tetapi, Pesantren Al-Istiqlaliyyah dapat terus melaksanakannya, bahkan antusias masyarakat tidak berkurang. Setiap tahunnya, pihak pesantren selaku penyelenggara merasakan adanya peningkatan dari jumlah jamaah dan masyarakat umum yang hadir.25 Kini ngahol tidak hanya diikuti oleh para santri dan masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan pesantren, tapi masyarakat umum di luar pulau Jawa dan ulama dari luar negeri juga sering ikut serta dalam haulan.26 Perayaan haul di Pesantren Al-Istiqlaliyyah ini menjadi haulan terbesar di Jawa Barat dan Banten.27

Dalam mempertahankan perayaan ngahol tersebut, tentu pihak pesantren memiliki strategi atau cara komunikasi untuk mengajak masyarakat agar tetap konsisten melaksanakan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani setiap tahunnya. Dalam hal ini komunikasi yang penulis maksudkan adalah komunikasi persuasif.

Strategi menurut Onong Uchjana Effendy merupakan perencanaan untuk mencapai tujuan, di mana untuk mencapai tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai jalan yang hanya memberikan arah saja, melainkan harus mampu menunjukan taktik operasionalnya.28 Sedangkan komunikasi persuasif dapat dipahami sebagai suatu pesan mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku orang lain secara verbal maupun non-verbal. Proses tersebut adalah gejala atau fenomena yang menunjukan suatu perubahan sikap atau perlakuan secara terus

25

Wawancara Pribadi dengan H. Entoh, Cilongok, 20 Mei 2016. 26

Wawancara Pribadi dengan H. Masuri, Cilongok, 25 Juni 2016. 27

Wawancara Pribadi dengan H. Masuri, Cilongok, 25 Juni 2016. 28

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 32.


(19)

menerus.29 Nortstine menjelaskan bahwa komunikasi persuasif bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan agar komunikan mau mengubah sikap, pendapat dan perilakunya. Di antara faktor-faktor tersebut seperti kejelasan tujuan, memikirkan secara cermat orang-orang yang dihadapi dan memilih strategi yang tepat sehubungan dengan komunikasi.30

Jadi yang dimaksudkan penulis dengan strategi komunikasi persuasif adalah adalah upaya yang dilakukan pesantren untuk membentuk, menguatkan dan mengubah pengetahuan, sikap san perilaku agar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Di mana upaya-upaya tersebut akan penulis bagi ke dalam tiga tahapan strategi sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fred R. David yakni, Perumusan Strategi, Implementasi Strategi dan Evaluasi Strategi.31

Pelaksanaan ngahol yang telah terjaga selama puluhan tahun ini menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis untuk meneliti lebih dalam mengenai hal tersebut. Bukan pada tata cara ngahol, tapi penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi persuasif yang dilakukan Pesantren Al-Istiqlaliyyah dalam mengajak masyarakat sekitar untuk terus ikut serta dalam perayaan tersebut. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat apa yang dialami pesantren dalam pelaksanaan ngahol.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis akan melakukan sebuah penelitian dengan judul “Strategi Komunikasi Persuasif Pesantren Al -Istiqlaliyyah Dalam Mempertahankan Ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani”.

29

Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: Atma Kencana Publishing, 2013), h. 164. 30

Soleh Soemirat, dkk, Komunikasi Persuasif (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 1.27. 31

Fred R. David, Strategic Management Concepts and Cases Thirteenth Edition (New Jersey: Pearson Education Inc, 2007), h.37.


(20)

9

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian pada strategi yang dilakukan oleh pengurus dari Pesantren Al-Istiqlaliyyah dalam mengajak masyarakat di Kecamatan Pasar Kemis dan sekitarnya untuk mempertahankan perayaan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana strategi komunikasi persuasif pesantren Al-Istiqlaliyyah

dalam mempertahankan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani?

b. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang dialami pesantren al-Istiqlaliyyah dalam pelaksanaan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah penulis ingin mengetahui strategi atau cara seperti apa yang dilakukan oleh pengurus Pesantren Al-Istiqlaliyyah hingga bisa membuat masyarakat bersedia mengikuti dan mempertahankan perayaan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang dilakukan oleh pesantren tersebut. Serta meneliti apa saja yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat pesantren dalam pelaksanaan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani.


(21)

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Secara akademis, penulis berharap jika penelitian ini dapat menambah literatur di bidang strategi komunikasi persuasif dan dapat dijadikan sebagai referensi oleh para akademisi, khususnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penulis berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberikan inspirasi kepada pembaca untuk mengetahui strategi komunikasi yang tepat untuk mengajak masyarakat dalam hal yang dianggap dapat membawa kebaikan bagi umat.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari subjek penelitian yang dapat diamati. Definisi lain penelitian kualitatif adalah merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekelompok orang.32 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang pemecahan masalahnya dengan menggunakan data empiris yang bertujuan

32

Lexy J. Moleong, Metodoogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 4


(22)

11

mengembangkan pengertian tentang individu dan kejadian dengan memperhitungkan konteks yang relevan.33

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Pesantren Al-Istiqlaliyyah di Kecamatan Pasar Kemis, sedangkan objek dari penelitian ini adalah strategi komunikasi persuasif pengurus Pesantren Al-Istiqlaliyyah dalam mempertahankan perayaan ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah yang berada di Kp. Cilongok, Desa Sukamantri RT 02 RW 02, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Adapun waktu penelitian guna mendapatkan data yang akurat dari subjek penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Juli 2016.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara secara garis besar dibagi dua yakni, wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur.34

Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik wawancara tak terstruktur atau wawancara secara mendalam dengan pengurus Pondok Pesantren

33

Mashuri dan M. Zainuddin, Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif (Malang: Reflika Aditama, 2008), h. 13-14.

34

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. Ke-7, h. 180.


(23)

Istiqlaliyyah. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.35 Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai Abah H. Entoh selaku pengurus pesantren, Abah H. Masuri selaku panitia dan tokoh masyarakat, serta Ahmad Humadi selaku Wakil Lurah „am.

b. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.36 Dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan langsung ke Pesantren al-Istiqlaliyyah, dan penulis juga pernah beberapa kali menghadiri ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang dilaksanakan setiap minggu kedua di bulan Rabiul Akhir.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data atau informasi yang telah diperoleh dari dokumentasi yang ada dan berkaitan dengan penelitian. Teknik ini digunakan untuk menelusuri data historis, sejumlah besar fakta dan data sosial tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi.37 Dalam

35

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2009), h. 108.

36

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya, h. 115.

37

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya, h. 121.


(24)

13

penelitian ini penulis menelusuri dokumen-dokumen berupa buku, video dokumentasi serta artikel yang berhubungan dengan ngahol.

5. Teknik Analisis Data

Dalam analisis data, penulis menggunakan teknik analisis data deskriptif yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci dengan melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah dari tiap kondisi dan praktik-praktik yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menerapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.38

Secara singkat, hasil penelitian yang bersumber dari berbagai sumber data yang didapatkan dari hasil wawancara dan dokumen akan dikumpulkan, diolah serta disajikan dengan cara melaporkan data yang telah terkumpul secara apa adanya lalu disimpulkan.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sumber buku sebagai literature dalam menyelesaikan penelitian ini, antara lain:

Buku Strategic Management Concept and Cases, Thirteenth Edition, karya Fred R. David. Buku ini membahas mengenai pembagian konsep manajemen strategi dan juga beberapa kasus yang berhubungan dengan konsep tersebut.39

38

Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), Cet. Ke.2, h. 25.

39

Fred R. David, Strategic Management Concepts and Cases Thirteenth Edition (New Jersey: Pearson Education Inc, 2007).


(25)

Buku Komunikasi Persuasif yang ditulis oleh Soleh Soemirat, H. Hidayat Satari, dan Asep Suryana. Buku ini yang terbit tahun 2007 ini menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan komunikasi persuasif. Mulai dari falsafah dan konsep dasar komunikasi, proses dasar komunikasi persuasif, unsur-unsur dalam komunikasi persuasif, teknik komunikasi persuasif, hingga analisis masalah dari komunikasi persuasif.40

Buku Historisitas dan Signifikansi Kitab Munaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Historiografi Islam, penulis Ajid Thohir. Buku ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ajid Thohir yang berusaha untuk menengahi akademik posisi Kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam historiografi Islam yang selama ini menjadi perdebatan. Buku ini tidak terlalu banyak memaparkan teori, tetapi lebih pada mengungkapkan data dan deskripsi historitas dan signifikansi Kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jailani.41

Penulis juga melakukan tinjauan pustaka untuk mengkaji skripsi-skripsi terdahulu yang mempunyai judul hampir sama dengan penelitian yang dilakukan. Maksud pengkajian ini adalah agar dapat diketahui apakah yang diteliti penulis saat ini memiliki kesamaan dengan penelitian dari skripsi-skripsi terdahulu. Adapun beberapa skripsi-skripsi yang memiliki judul hampir sama dengan yang penulis teliti antara lain:

Indra Bayu, “Strategi Komunikasi Persuasif Sanggar Seni Wanda Banten Dalam Menarik Minat Remaja Untuk Melestarikan Kebudayaan

40

Soleh Soemirat, dkk, Komunikasi Persuasif (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007). 41

Ajid Thohir, ed., Historisitas Dan Signifikansi Kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Historigrafi Islam (Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2011).


(26)

15

Daerah”, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, tahun 2014. Penelitian ini menggunakan teori yang sama dengan penulis. Namun fokus dari penelitian ini lebih pada strategi untuk melestarikan kebudayaan di masyarakat, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis tidak bersangkutan dengan kebudayaan di masyarakat. Meskipun penelitiannya fokus terhadap strategi komunikasi persuasif, skripsi ini masih kurang dalam penjelasan mengenai komunikasi persuasif.42

Skripsi Ghundar Muhamad Al-Hasan, “Tradisi Haul dan Terbentuknya Solidaritas Sosial (Studi Kasus: Peringatan Haul KH. Abdul Fattah Pada Masyarakat Desan Siman Kabupaten Lamongan)”, Program Studi Sosiologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2013. Penelitian ini memiliki kesamaan dari segi pembahasan, yakni mengenai haul. Akan tetapi fokus dari penelitian ini pada solidaritas yang terbentuk di masyarakat dari adanya tradisi haul, sedangkan penulis memfokuskan strategi komunikasi persuasif yang dilakukan pesantren dalam mempertahankan haul. Dalam skripsi ini masih kurang dalam penjelasan mengenai haul.43

Skripsi Aspuri, “Pengaruh Tradisi Haul KH. Abdulrahman Terhadap

Keberagamaan Masyarakat Mranggen Demak”, Program Studi Aqidah Filsafat, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, tahun 2009. Skripsi ini memfokuskan penelitian pada proses pelaksanaan haul dan perkembangan tradisi haul KH. Abdulrahman serta pengaruhnya terhadap

42

Indra Bayu, Strategi Komunikasi Persuasif Sanggar Seni Wanda Banten Dalam Menarik Minat Remaja Untuk Melestarikan Kebudayaan Daerah, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2014).

43

Ghundar Muhamad Al-Hasan, Tradisi Haul dan Terbentuknya Solidaritas Sosial: Studi Kasus Peringatan Haul KH. Abdul Fattah Pada Masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013).


(27)

bidang keagamaan yang meliputi bidang ibadah, akhlak, aqidah dan muamalah. Skripsi ini menjelaskan secara detail mengenai pelaksanaan haul mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan. Gambaran mengenai pengaruh terhadap bidang keagamaan juga disajikan dengan lengkap.44

Skripsi Fathor, “Mempertahankan Tradisi Di Tengah Industrialisasi

(Studi Kasus Pelestarian Tradisi Haul Mbah Sayyid Mahmud Di Desa Karangbong Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo)”, Program Studi Sosiologi, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, tahun 2012. Skripsi ini meneliti mengenai faktor-faktor yang membuat masayarakat di Desa Karangbong tetap mempertahankan tradisi haul serta pandangan masyarakat terhadap sosok Mbah Sayyid Mahmud. Meski fokus penelitian pada pelaksanaan haul, namun penelitian ini tidak menjelaskan secara detail mengenai dasar-dasar hukum mengenai perayaan haul itu sendiri.45

Skripsi Aen Istianah Afiati, “Komunikasi Persuasif Dalam

Pembentukan Sikap (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Pelatihan Pendidikan Militer Tamtama TNI AD Di Sekolah Calon Tamtama Rindam IV Diponegoro Kebumen)”, Program Studi Ilmu Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2015. Skripsi ini meneliti proses komunikasi persuasif yang dilakukan oleh pelatih terhadap siswa dalam proses pendidikan militer Tamtama TNI AD. Skripsi ini akan lebih baik jika metode-metode

44

Aspuri, Pengaruh Tradisi Haul KH. Abdulrahman Terhadap Keberagamaan Masyarakat Mranggen Demak (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo Semarang, 2009).

45

Fathor, Mempertahankan Tradisi Di Tengah Industrialisasi (Studi Kasus Pelestarian Tradisi Haul Mbah Sayyid Mahmud Di Desa Karangbong Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo (Skripsi S1 Fakultas Dakwah, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012).


(28)

17

komunikasi persuasif juga dijelaskan secara menyeluruh, tidak hanya pada metode pelatihan yang digunakan dalam pendidikan militer tersebut. 46

F. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis membagi penulisannya ke dalam lima bab dan setiap bab terdiri atas beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan Latar Belakang Masalah, Rumusan dan Batasan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN TEORITIS

Bab ini menjelaskan teori-teori yang digunakan oleh penulis, antara lain teori mengenai Startegi, Komunikasi Persuasif, dan Ngahol. BAB III GAMBARAN UMUM

Bab ini membahas Profil Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah, Syekh Abdul Qadir al-Jailani, dan Sejarah Ngahol di Pesantren Al-Istiqlaliyyah.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini menguraikan hasil dari penelitian berupa strategi komunikasi persuasif yang dilakukan Pesantren Al-Istiqaliyyah

46

Aen Istianah Afiati, Komunikasi Persuasif Dalam Pembentukan Sikap (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Pelatihan Pendidikan Militer Tamtama TNI AD Di Sekolah Calon Tamtama Rindam IV Diponegoro Kebumen (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015).


(29)

dalam mempertahankan ngahol Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, serta faktor pendukung dan faktor penghambat yang di alami. BAB V PENUTUP

Bab ini memuat tentang Simpulan dan Saran dari penelitian yang telah dilakukan penulis.


(30)

19 BAB II

KAJIAN TEORITIS A. Strategi

1. Pengertian Strategi

Strategi diambil dari kata Yunani Strategia, (Stratos: militer, dan memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jendral. Konsep ini relevan pada situasi pada waktu itu yang sering diwarnai perang. Strategi juga bisa diartikan sebagai suatu rencana untuk pembagian dan penggunaan kekuatan militer dan material pada dearah-daerah tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.1

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, strategi berarti ilmu siasat perang; siasat perang; akal atau tipu muslihat untuk mencapai sesuatu maksud dan tujuan yang telah direncanakan.2

Dari uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kata strategi pada awalnya merujuk pada seni atau ilmu untuk mengatur siasat perang untuk mencapai maksud tertentu. Pengertian kata strategi ini merujuk pada situasi perang yang memang sedang terjadi pada waktu itu. Namun seiring berkembangnya zaman, pengertian strategi pun berubah.

Berikut ini beberapa pengertian strategi menurut para ahli:

1

Zianuddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abd 21, Terjemahan A. E Priyono dan Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1996), h. Prakata.

2

Desi Anwar, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Penerbit Amelia Surabaya, 2002), Cet. Ke.1, h.49.


(31)

a. Menurut Alfred Chandler strategi merupakan penetapan sasaran dan tujuan jangka panjang suatu perusahaan atau organisasi dan alokasi sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut.

b. Menurut Kenichi Ohmae, strategi adalah keunggulan bersaing guna mengubah kekuatan perusahaan atau organisasi sehingga menjadi sebanding atau melebihi kekuatan pesaing dengan yang paling efisien.3 c. Onong Uchjana Efendy berpendapat bahwa strategi adalah perencanaan

untuk mencapai tujuan, namun untuk mencapai tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai jalan yang hanya memberikan arah saja, melainkan harus mampu menunjukan taktik operasionalnya.4

d. Joseph A. Ilardo mendefinisikan strategi sebagai a carefully chosen plan or series of maneuvers designed to achieve a specific goal. Dengan kata lain strategi adalah rencana terpilih yang bersifat teliti dan hati-hati atau serangkaian maneuver yang telah dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

e. Sedangkan dalam suatu organisasi strategi diartikan sebagai kiat, cara dan taktik utama yang dirancang sebagai sistematik dalam melaksanakan fungsi manajemen yang terarah pada tujuan strategi organisasi.5

Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang

3

Senja Nilasari, Manajemen Strategi Itu Gampang, (Jakarta: Dunia Cerdas, 2014) Cet. 1, h. 2.

4

Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h.32.

5

Hadari Nawawi, Manajemen Strategi Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan, (Yogyakarta: Gajah Mada Press, 2000), h. 147.


(32)

21

hanya menunjukan arah saja, melainkan harus menunjukan bagaimana taktik operasionalnya.6

Dari berbagai pengertian di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa strategi merupakan kiat atau cara yang telah direncanakan sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Tahapan-Tahapan Strategi

Fred R. David mengemukakan konsep bahwa manajemen strategis terbagi atas tiga tahapan strategi,7 yakni:

a. Perumusan Strategi

Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan strategi yang akan dilakukan, dalam tahap ini para pencipta, perumus dan pengkonsep harus berpikir matang mengenai misi atau pengembangan tujuan karena misi atau tujuan merupakan dasar dari perumusan strategi itu sendiri, lalu mengidentifikasi peluang dan juga ancaman lingkungan eksternal dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan lingkungan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, menentukan strategi alternatif dan pemilihan strategi untuk dilaksanakan.8

b. Implementasi Strategi

Implementasi strategi merupakan tahapan pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan, atau disebut juga dengan tahap aksi dalam manajemen strategis. Tahapan ini untuk menggerakkan strategi yang telah dirumuskan

6

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), Cet. Ke-3, h. 300.

7

Fred R. David, Strategic Management Concepts and Cases Thirteenth Edition (New Jersey: Pearson Education Inc, 2007), h.37.

8


(33)

menjadi aksi. Dalam tahap pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat membutuhkan komitmen dan kerjasama dalam pelaksanaan strategi yang tertuang dalam budaya organisasi atau perusahaan, jika tidak maka proses formulasi dan analisis strategi hanya akan menjadi impian yang jauh dari kenyataan.9

c. Evaluasi Strategi

Tahap akhir dalam strategi adalah evalusi strategi. Tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi, pertama meninjau faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman, dan faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan. Kedua mengukur prestasi yakni membandingkan hasil yang diharapkan dengan kenyataan. Dan yang terakhir mengambil tindakan korektif untuk memastikan bahwa prestasi sesuai dengan rencana.10

Pada intinya tahapan strategi diawali dengan perumusan strategi yang akan digunakan, kemudian melaksanakan strategi yang telah ditentukan dan kemudian melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilaksanakan.

B. Komunikasi Persuasif

1. Pengertian Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif terdiri dari dua kata, yakni komunikasi dan persuasif. Kata komunikasi berasal dari bahasa latin communicare yang artinya memberitahukan. Kata tersebut kemudian berkembang dalam bahasa Inggris communication yang artinya proses pertukaran informasi, konsep, ide,

9

Fred R. David, Strategic Management Concepts and Cases Thirteenth Edition, h. 38. 10

Kusnadi, Pengantar Manajemen Strategi, (Malang: Universitas Brawijaya, 2001), Cet. Ke.2, h. 104 .


(34)

23

gagasan, perasaan, dan lain-lain antara dua orang atau lebih.11 Menurut Onong Uchjana Efendy, hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alatnya.12

Sedangkan istilah persuasi bersumber dari perkataan latin Persuasio. Kata kerjanya adalah Persuadere yang dalam bahasa Inggris berarti to persuade, to induce, to believe atau dalam bahasa Indonesia berarti membujuk, merayu.13 Brembeck dan Howell mendefinisikan persuasi sebagai usaha sadar untuk mengubah pikiran dan tindakan dengan memanipulasikan motif orang ke arah tujuan yang sudah ditetapkan. Sedangkan Ilardo mendefinisikan persuasi sebagai communicative prosess of altering the beliefs, attitudes, intention, or behavior of another by the conscious or unconscious use of words and nonverbal messages (Persuasi adalah proses komunikatif untuk mengubah kepercayaan, sikap, perhatian atau perilaku baik secara dasar maupun tidak dengan menggunakan kata-kata dan pesan non-verbal).14

Nortstine menjelaskan bahwa komunikasi persuasif bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan agar komunikan mau mengubah sikap, pendapat dan perilakunya. Di antara faktor-faktor tersebut

11

Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h.2. 12

Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003) h. 28.

13

Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: Atma Kencana Publishing, 2013), h. 163. 14

Soleh Soemirat, dkk, Komunikasi Persuasif (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 1.24-1.25.


(35)

seperti kejelasan tujuan, memikirkan secara cermat orang-orang yang dihadapi dan memilih strategi yang tepat sehubungan dengan komunikasi.15

Jadi, komunikasi persuasif dapat dipahami sebagai suatu pesan mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku orang lain secara verbal maupun nonverbal. Proses tersebut adalah gejala atau fenomena yang menunjukan suatu perubahan sikap atau perlakuan secara terus menerus.16

2. Unsur-Unsur Komunikasi Persuasif

Adapun unsur-unsur dalam komunikasi persuasif yang dikutip dari buku Komunikasi Pesuasif adalah sebagai berikut:

a. Persuader

Persuader adalah orang dan atau sekelompok orang yang menyampaikan pesan dengan tujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku orang lain, baik secara verbal maupun non verbal. Dalam komunikasi persuasif , eksistensi persuader benar-benar dipertaruhkan. Eksistensi persuader tersebut, oleh Aristoteles disebut dengan ethos. Menurut Effendi, ethos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dari kognisi (cognition), afeksi (affection) dan konasi (conation). Seorang persuader akan memiliki ethos yang tinggi apabila ia:

1) Memiliki kesiapan untuk melakukan persuasi.

2) Memiliki kesungguhan dalam melakukan komunikasi persuasi.

3) Ketulusan persuader dalam menyampaikan pesan kepada persuade, juga merupakan faktor yang penting dalam komunikasi persuasif .

15

Soleh Soemirat, dkk, Komunikasi Persuasif, h. 1.27.

16


(36)

25

4) Memiliki kepercayaan atau confidence, yakni rasa percaya diri yang memancar dari wajah persuader namun tidak bersikap sombong atau takabur.

5) Memiliki ketenangan atau poise sehingga dengan bersikap demikian, kesan yang muncul adalah bahwa persuder merupakan orang yang berpengalaman, serta menguasai persoalan yang disampaikannya.

6) Memiliki keramahan atau friendship, di mana hal tersebut dapat menimbulkan simpati.

7) Memiliki kesederhanaan (moderation), dalam arti mampu berbuat sederhana dalam hal penampilan, penggunaan bahasa dan gaya berbicara.17

b. Persuade

Persuade adalah orang dan atau kelompok orang yang menjadi tujuan pesan itu disampaikan atau disalurkan oleh persuader atau komunikan baik secara verbal maupun nonverbal. Studi-studi tentang perubahan sikap menunjukan bahwa terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan penerima, yang berpengaruh terhadap persuasi. Aspek-aspek tersebut dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu variabel kepribadian (personality variables) seperti aktualisasi diri, kepercayaan diri kecemasan dan ego defensive. Aspek yang kedua adalah ego yang rumit (ego involved).18

c. Pesan Persuasi

Menurut Simons, secara sederhana dapat dikatakan bahwa pesan adalah apa yang diucapkan oleh komunikator melalui kata-kata, gerak tubuh dan

17

Soleh Soemirat, dkk, Komunikasi Persuasif, h. 2.29-2.31. 18


(37)

nada suara. Dalam konsep yang luas, pesan adalah sesuatu yang memberikan pengetahuan kepada penerima. Jadi, dalam hal ini termasuk kata-kata, gerak tubuh, nada suara, reaksi penerima tterhadap isi pesan, media, sumber sebagai pribadi, terhadap tindakan dan atau non tindakan yang terjadi di dalam masyarakat. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam bukunya Human Communication menjelaskan bahwa ada dua bentuk pesan, yakni verbal dan nonverbal. Dan dalam tujuannya, bisa bersifat disengaja atau tidak disengaja.19

d. Saluran Persuasif

Saluran dipergunakan oleh persuader untuk berkomunikasi dengan berbagai orang, secara formal maupun nonformal, secara tatap muka ataupun bermedia. Sebagaimana halnya dalam komunikasi secara umum, komunikasi persuasif pun dalam mekanismenya menggunakan berbagai saluran. Menurut Tubbs dan Moss, saluran komunikasi yang digunakan tergantung pada bentuk komunikasi yang digunakan.20 Rao menjelaskan bahwa saluran komunikasi merupakan jaringan yang efektif, yang menghubungkan sumber dan penerima dalam struktur komunikasi, di mana pesan mengalir. Saluran merangkai sumber dan penerima, yang memungkinkan keduanya berkomunikasi.21 3. Metode Komunikasi Persuasif

Dalam komunikasi persuasif terdapat beberapa teori yang dapat digunakan sebagai dasar kegiatan, yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa metode, di antaranya sebagai berikut:22

19

Soleh Soemirat, dkk, Komunikasi Persuasif, h. 2.38-2.39. 20

Soleh Soemirat, dkk, Komunikasi Persuasif, h. 2.40-2.4. 21

Soleh Soemirat, dkk, Komunikasi Persuasif, h. 6.3. 22


(38)

27

a. Metode Asosiasi

Metode asosiasi adalah penyajian pesan komunikasi dengan jalan menumpangkannya pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak. Metode ini banyak dilakukan oleh orang-orang politik dan juga mereka yang bergerak di bidang bisnis.

b. Metode Integrasi

Metode integrasi adalah kemampuan seseorang untuk menyatukan diri dengan komunikan, dalam arti menyatukan diri secara komunikatif. Ini berarti bahwa, melalui kata-kata verbal atau nirverbal, komunikator menggambarkan

bahwa ia “senasib” dan karena itu menjadi satu dengan komunikan.23

c. Metode Pay Off and Fear Arousing

Metode Pay Off (Rewarding) adalah mengiming-iming dengan hal yang menguntungkan atau memberikan harapan-harapan yang baik. Sedangkan Fear Arousing (Punishment) adalah menakut-nakuti atau menggambarkan konsekwensi yang buruk. Di antara kedua tektik tersebut, teknik rewarding lebih baik karena berdaya upaya menumbuhkan kegairahan emosional, sedangkan teknik punishment menimbulkan ketegangan emosional.

Metode Pay Off and Fear Arousing memiliki kesamaan dengan kata

اًرِشَب (kabar gembira) dan اًري ِذَن (peringatan) yang terdapat dalam surat

al-Ahzab ayat 45 dan ayat 46.

“Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan untuk jadi penyeru

23

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarta, 2008), Cet. Ke-7, h. 23.


(39)

kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang

menerangi.” (Q.S. al-Ahzab 33: 45-46)24

Pada ayat 45 Allah menjelaskan kepada Nabi Muhammad bahwa ia diutus untuk menjadi saksi terhadap orang-orang (umat) yang pernah mendapat risalahnya. Allah mengutusnya sebagai pembawa kabar gembira bagi orang-orang yang membenarkan risalahnya dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang dibawanya bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Ia juga sebagai pemberi peringatan kepada mereka yang mengingkari risalahnya, bahwa mereka akan diazab dengan siksa api neraka. Sedangkan dalam ayat 46 menjelaskan bahwa nabi juga berperan sebagai juru dakwah agama Allah untuk seluruh umat manusia agar mengakui keesaan dan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya.25

d. Metode Icing

Istilah icing berasal dari perkataan to ice yang berarti menabur kue yang baru dikeluarkan dari pembakaran dengan lapisan gula warna-warni, sehingga kue yang awalnya tidak menarik menjadi indah dan menarik perhatian siapa saja yang melihatnya. Teknik tataan atau teknik icing dalam kegiatan persuasive ialah seni menata pesan dengan imbauan emosional (emotional appeal) sedemikian rupa sehingga komunikan menjadi tertarik perhatiannya.

e. Metode Red Herring

Dalam metode ini, seorang persuader mengelakkan argumentasi yang lemah untuk kemudian mengalihkannya sedikit demi sedikit ke segi yang dikuasainya guna dijadikan senjata ampuh dalam menyerang lawan. Metode

24

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), h. 19. 25


(40)

29

ini biasanya dilakukan pada posisi yang terdesak oleh lawan bicara. Dan biasanya digunakan oleh para diplomat.

Dari kelima metode komunikasi persuasif yang penulis jelaskan di atas, Pesantren al-Istiqlaliyyah menggunakan Metode Pay Off (Rewarding). Metode komunikasi persuasif tersebut digunakan oleh pengurus pesantren saat menyampaikan informasi mengenai adanya pelaksaan ngahol di pesantren.

4. Pentahapan Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif perlu dilakukan secara sistematis agar tujuan dapat tercapai. Tahapan dalam komunikasi persuasif biasa disebut dengan “ A-A Prosedure” atau “Form Anttention to Action Prosedure”.26 Formula yang dapat dijadikan landasan pelaksanaanya adalah AIDDA.27 Formula AIDDA ini kesatuan dari tahapan-tahapan komunikasi persuasif, yakni:

A = Attention (Perhatian) I = Interest (Minat) D = Desire (Hasrat) D = Decision (Keputusan) A = Action (Kegiatan)

Tahapan komunikasi persuasif didahului dengan upaya membangkitkan perhatian. Upaya ini dilakukan melalui gaya bicara, dengan kata-kata yang merangsang, penampilan ketika menghadapi khalayak. Setelah itu menumbuhkan minat pada komunikan, yakni dengan mengutarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan komunikan. Karena itu komunikator harus

26

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 164. 27

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008), h. 25.


(41)

mengetahui komunikan. Tahap selanjutnya adalah memunculkan hasrat pada komunikan untuk melakukan ajakan, bujukan atau rayuan komunikator. Dalam tahap ini, komunikator dapat menyampaikan imbauan emosional sehingga komunikan dapat berlanjut ketahap berikutnya, yakni mengambil keputusan dan melakukan kegiatan yang diharapkan oleh komunikator.28

C. Ngahol atau Haul 1. Pengertian Haul

Kata haul berasal dari bahasa Arab yang artinya satu tahun atau genap

setahun. Kata haul ini adalah mufrad dari jama “ahwal” atau “hu-ul” yang

artinya beberapa tahun.29 Dalam bahasa Arab, kata haul juga semakna dengan sanah, yaitu tahun.30 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) haul berarti peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahun sekali (biasanya disertai selamatan arwah).31

Di tengah masyarakat Indonesia khususnya di Jawa, istilah haul biasanya diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan upacara yang bersifat peringatan yang diselenggarakan pada tiap-tiap tahun (setahun sekali) atas wafatnya seseorang yang sudah dikenal sebagai pemuka agama, wali, ulama dan para pejuang Islam serta yang lain-lain.32

28

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 25. 29

Imron Aba, Peringatan Khaul Bukan Dari Ajaran Islam Adalah Pendapat Yang Sesat (Kudus: Menara, 1980), Cet. Ke-2, h. 9.

30

Ghundar Muhamad Al-Hasan, Tradisi Haul dan Terbentuknya Solidaritas Sosial: Studi Kasus Peringatan Haul KH. Abdul Fattah Pada Masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 30-31.

31

Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus, Pusat Bahasa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 393.

32


(42)

31

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis mengambil pengertian bahwa haul merupakan peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahun sekali.

2. Dasar Hukum Haul

Secara khusus, haul hukumnya mubah (boleh), dan tidak ada larangan sebagaimana hadits Nabi saw. Riwayat al-Baihaqi dari al-Waqidi,33 beliau berkata:

َو ِهْيَلَع ها ىّلَص ِِّنلا َناَك :َلَاق ,يِدِقا َوْلا ِنَع , ِبْعّشلا ِِ يِقَهْـيبْلا ىَوَرَو

:ُلْوُقَـيَـف ُهَت ْوَص َعَفَر َغَلَـب اَذإَو . ٍلْوَح ِلُك ِِ ٍدُح أِبَء اَدَهّشلا ُرْوُزَـي َمَلَس

ْمُكْيَلَع ٌمَالَس

ْرَـبَص اَِِ

َدلا ََْقُع َمْعِنَف ُُْ

َُُ ُرَمُع َُُ ,َكِلَذ َلّثِم ُلَعْفَـي ٍلْوَح َلُك ِرْكَب ْوُـبأ َُُ .ر

اَف ْتَناَكَو .ُناَمْثُع

ٍصاّقَو ِِأ ِنْبا ُدْعَس َناَك َو .ْوُع ْدَت َو ِهْيِتأَت اَهْـنَع ُها َيِضَر ُةَمِط

ُلْوُقَـيَـف ,ِهِباَحْصأ ىَلَع ُلَبْقَـي َُُ ْمِهْيَلَع ُمَلَسُي

ْمُكْيَلَع َنْوَدُرَـي ٍمْوَـق ىَلَع َنْوُمَلَسُت اأ

ِمَاَسلاِب

.

“Al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Waqidi mengenai kematian bahwa Nabi saw senantiasa berziarah kemakam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Dan sesampainya di sana beliau mengucapkan salam

dengan mengeraskan suaranya, “Salamun alaikum bima shabartum

fani’ma uqbad daar”-QS. Ar-Ra’d: 24- Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. Abu Bakar juga melakukan hal itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Saad nin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, “Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam

kalian?” (HR. Baihaqi) 34

Berdasarkan hadits di atas, perayaan haul pada dasarnya belum dilakukan dimasa Rasulullah. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa

33Rijal Barokah, “Haul: Dasar Hukum (Bag. II Selesai)”, artikel diakses pada 05 Juni 2016 dari http://www.nuruliman.or.id/haul-dasar-hukum-bag-ii-selesai.

34Aziz Mashuri, “Hidith dalil Haul dan Ziarah ke makam orang shalih”, artikel diakses pada 23 Agustus 2016 dari http://myquran.or.id/forum/showthread.php/66057-Hadith-dalil-Haul-dan-ziarah-ke-makam-orang-shalih?s=62edad3355ef19fe169352366a096f36.


(43)

Rasulullah dan para sahabat melakukan ziarah kubur setiap satu tahun sekali ke makam para syuhada di bukit Uhud.

Dalam agama Islam, hukum perayaan haul berdasarkan al-Qur’an tidak secara formal (manthuq = bunyi lafadhnya) menyebutkan perkataan “haul”. Akan tetapi, berdasarkan kepada mahfum (pengertian yang dapat dipahami) dari maksud manthuq suatu ayat, pikiran menjadi terbuka untuk berkesimpulan bahwa sebenarnya peringatan haul sudah ada petunjuknya yang tersirat di dalam firman Allah:35

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena peringatan itu dapat bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Adz-Dzariyat 51: 55)

Mahfum ayat ini menjelaskan tentang perintah Allah kepada sekalian orang beriman untuk tetap selalu memberi peringatan kepada sesamanya. Peringatan yang dimaksud di sini adalah yang dapat berakibat membawa manfaat dan kebaikan terhadap diri mukmin, bukan membawa kejelekan.

Ibnu Hajar al-„Asqaiany dalam kitab Syarah Ihya „Ulumu al-Din menyatakan bahwa

“Memperingati hari wafat para Wali dan para Ulama termasuk amal yang tidak dilarang agama. Ini tiada lain karena peringatan itu biasanya mengandung sedikitnya tiga hal: ziarah kubur, sedekah makanan dan minuman, keduanya tidak dilarang agama, sedangkan unsur ketiga adalah karena ada acara baca al-Quran dan nasihat keagamaan, kadang dituturkan juga manaqib (biografi) orang yang telah meninggal, cara ini baik untuk mendorong orang lain agar mengikuti jalan terpuji yang telah dilakukan mayit.”36

35

Imron Aba, Peringatan Khaul Bukan Dari Ajaran Islam Adalah Pendapat Yang Sesat, h. 14.

36Rijal Barokah, “Haul: Dasar Hukum (Bag. II Selesai)”, artikel diakses pada 05 Juni 2016 dari http://www.nuruliman.or.id/haul-dasar-hukum-bag-ii-selesai.


(44)

33

Haul termasuk dalam satu bentuk peringatan yang di dalamnya terdapat amalan-amalan ibadah yang dapat berakibat membawa kebaikan dan kemanfaatan bagi mukmin. Bagi orang-orang yang telah meninggal dunia, mendapat doa dari jamaah dan fadhilah atau pahala pembacaan al-Qur’an atau Surah Yasin, atau tahlil, atau doa wahbiyah, yakni doa yang ganjarannya dihadiahkan kepada wali yang diperingati tahun wafatnya. Sedangkan jamaah beroleh berkah.37

Hikmah lain dari haul juga dapat mempererat tali silaturahmi antar umat Islam secara umum dan khususnya masyarakat sekitar. Karena untuk mempersiapkan haulan, masyarakat menjadi saling tolong menolong serta bergotong royong demi kesuksesan acara.

3. Rangkaian Acara Haul

Dalam perayaan haul, ada beberapa rangkaian acara yang biasanya dilakukan, antara lain:

a. Pembacaan Manaqib

Pembacaan manaqib ini sering disebut dengan manaqiban. Kata manaqiban ini berasal dari kata manaqib yang berarti biografi ditambah dengan akhiran –an yang berarti kegiataan pembacaan manaqib (biografi).38 Cerita-cerita mengenai keramatan wali-wali biasanya dapat didengar pada penunggu-penunggu kuburan, pada keluarga dan muridnya, atau dibaca dalam sejarah-sejarah hidupnya yang biasa disebut manaqib.39 Isi kandungan kitab manaqib itu meliputi sejarah hidup, akhlaq dan karamah-karamah,

37

Al-Hamid Al-Husaini, Liku-Liku Bid’ah dan Masalah Khilafiyah (Singapore: JBW Printers & Binders, 1998), h. 245.

38

Kharisudin Aqib, Al Hikmah: Memahami Teosofi Tarekat Qodriyah wa Naqsyabandiyah (Surabaya: Dunia Ilmu Offset, 1998), h. 106.

39


(45)

disamping adanya doa-doa bersajak (nadaman, bahr dan rajaz) yang bermuatan pujian dan tawassul melalui dirinya.40

b. Pembacaan Tahlil dan Ayat-Ayat al-Quran

Tahlilan telah diamalkan secara turun temurun oleh mayoritas umat Islam di Indonesia. meskipun tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah, namun perkumpulan untuk tahlilan tersebut dibolehkan karena tidak satu pun ada unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam. Tahil hanyalah sebuah format, sedangkan hakikatnya adalah pembacaan ayat-ayat al-Qur’an, dzikir dan doa. Imam Jalaluddin al-Sayuti dalam kitabnya Al-Hawi Lil Fatawi jilid II menyatakan bahwa disunahkan selama tujuh hari mengadakan tahlil dan selama tujuh hari itu disunahkan membaca al-Qur’an.41

c. Sedekah

Dalam Islam, bersedekah merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Disamping bernilai pada disisi Allah SWT, didalamnya juga terdapat rasa kepedulian dan penghargaan kepada sesama. Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam kitab al-Ruh mengatakan bahwa sebaik-baik amal perbuatan yang dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, bersedekah, beristigfar, berdoa dan haji.

40

Kharisudin Aqib, Al Hikmah: Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, h. 107.

41

Jalaluddin al-Sayuti, Al-Hawi Lil Fatawi (Beirut: Dar- Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010), h. 183.


(46)

35 BAB III

PESANTREN DAN TRADISI HAUL A. Profil Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah

1. Sejarah Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah

Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah merupakan salah satu pesantren salaf yang berada di Kampung Cilongok, Desa Sukamantri, RT 02 RW 02 Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Pesantren tersebut didirikan oleh KH. Dimiyati (alm) sekitar tahun 1955. Beliau adalah putra dari KH. Romli, seorang tokoh agama yang berasal dari Doyong kemudian menetap di Cilongok. KH. Dimiyati lahir pada tahun 1930 di Cilongok, dan meninggal pada tahun 2001.

Semasa hidupnya, KH. Dimiyati senang menghabiskan waktunya untuk mengaji dan belajar ilmu agama diberbagai tempat. Tempat pertama beliau menimba ilmu ialah pada H. Mahali di Pasar Kemis. Kemudian selanjutnya pada Abuya Rasam seorang ahli fiqih dari Caringin. Dilanjutkan kepada ahli fiqih lainnya, seperti Abuya Dahlan di Tanjakan daerah Rajeg, Abuya Parawira di Pandeglang, dan Abuya Muhidin di Kosambi Sepatan. Selain belajar pada ahli fiqih, KH. Dimiyati juga belajar tentang tarekat pada KH. Arsyad, KH. Ardani dan masih banyak yang lainnya.

Ditengah kegiatan belajar di pesantren, KH. Dimiyati diminta kembali ke kampung halamannya ke Cilongok oleh sang ayah karna pada saat itu masyarakat Cilongok membutuhkan figur da’i. Mulai saat itulah, KH. Dimiyati mulai menjadi seorang da’i yang kemudian mengikuti jejak sang ayah untuk mendirikan pesantren.


(47)

Pada awalnya, pesantren ini dikenal dengan nama Pesantren Cilongok, merujuk pada lokasi pesantren. Kemudian pada tahun 1970 pesantren diberi nama Al-Istiqlaliyyah, yang berarti kemandirian. Maksud dari nama tersebut adalah untuk mencerminkan kehidupan santri maupun pesantren agar mandiri. Adapaun visi misi dari pesantren ini adalah menjaga keutuhan ajaran yang dibawa Rasulullah, serta mendidik masyarakat supaya memahami nilai-nilai agama. Setelah wafatnya KH. Dimiyati, kepemimpinan pondok pesantren dilanjutkan oleh sang putra, yakni KH. Uci Turtusi. KH. Uci Turtusi adalah putra ketiga dari KH. Dimiyati. Semenjak kecil, KH. Uci dididik langsung oleh sang ayah, kemudian pendidikan selanjutnya dilakukan diberbagai pesantren.

Pesantren Al-Istiqlaliyyah berdiri di tanah seluas ± 5 ha, terdiri dari 11 buah kobong (tempat tinggal untuk santri) yang terbagi dalam 17 Darul , tiga buah masjid, satu dapur umum, kantin, toko kitab dan majlis pengajian disetiap depan rumah keluarga pesantren. Pesantren Al-Istiqlaliyyah ini memang dibangun disekitar lingkungan keluarga dari KH. Romli. Jadi selain bangunan untuk menunjang kegiatan santri, ada pula kediaman atau tempat tinggal dari keluarga pendiri pesantren. Sedangkan untuk jumlah santri, saat ini ada sekitar 600 orang yang mondok dipesantren tersebut.1

Pesantren membuka pendaftaran untuk santri baru setiap satu tahun sekali. Jadwal ini disesuaikan dengan jadwal penerimaan siswa di sekolah umum. Saat pendaftaran, santri baru dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 100.000,00.- (Seratus Ribu Rupiah), ini sudah termasuk dengan uang listrik

1


(48)

37

selama satu bulan. Sedangkan untuk biaya selanjutnya, santri hanya dikenakan biaya listrik, yakni sebesar Rp. 15.000,00.- (Lima Belas Ribu Rupiah) per bulannya.2

2. Kegiatan Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah

Dalam sistem pengajarannya, pesantren ini menggunakan metode sorogan dan metode bandungan. Metode sorogan adalah suatu metode di mana saat proses belajar mengajar berlangsung, sang murid/ santri yang membaca dan guru yang mendengarkan. Jika ada kesalahan, sang guru langsung menasehati. Sedangkan metode bandungan, guru yang membacakan dan para murid/ santri yang mendengarkan dan menghayati pelajaran yang diberikan.3 Karena pesantren ini merupakan pesantren salaf, maka dalam pendidikannya menggunakan paham Ahlisunnah waljamaah. Adapun mahzab

yang diterapkan yakni Mahzab Imam Syafi’i. Dalam mendidik para santrinya,

pihak pesantren juga memberikan paham kesufian yang tentu saja mengacu pada sosok Tuan Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

Kegiatan santri di Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah sudah dimulai dari sebelum subuh hingga menjelang tengah malam. Proses belajar-mengajar dalam pesantren ini dilakukan dirumah guru masing-masing yang memang berada disekitar pesantren. Di setiap rumah guru dilingkungan pesantren ini memang memiliki majlis untuk mengaji. Peantren ini hanya memfokuskan santrinya untuk belajar ilmu agama, maka dari itu tidak ada kegiatan lain diluar dari belajar ilmu agama dan mengaji.

2

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Humadi, Cilongok 18 Juli 2016. 3


(49)

Dan berikut ini adalah jadwal kegiatan santri di Pesantren Al-Istiqlaliyyah:

Tabel 3.1

Jadwal kegiatan santri di Pesantren al-Istiqlaliyyah

No. Jam Kegiatan

1. 03.30 – 04.00 Bangun pagi dan persiapan ke Masjid untuk shalat subuh berjamaah

2. 04.00 – 05.00 Shalat subuh berjamaah di masjid 3. 05.30 – 06.15 Ngaji Kitab

4. 06.15 – 06.30 Istirahat 5. 06.30 – 07.00 Ngaji Kitab 6. 07.00 – 08.00 Istirahat 7. 08.00 – 10.30 Ngaji Kitab

8. 10.30 – 12.00 Istirahat dan persiapan shalat dzuhur 9. 12.00 – 13.00 Shalat dzuhur berjamaah dan makan siang 10. 13.00 – 14.00 Ngaji Kitab (Nahwu)

11. 14.00 – 15.30 Istirahat

12. 15.30 – 16.00 Shalat ashar berjamaah 13. 16.00 – 17.00 Ngaji Kitab

14. 17.00 – 18.00 Piket

15. 18.00 – 19.30 Shalat maghrib berjamaah dan ngaji 16. 19.30 – 20.00 Shalat isya berjamaah

17. 20.00 – 22.00 Ngaji Kitab 18. 22.00 – 03.30 Tidur


(50)

39

Secara keseluruhan, pengajar di Pesantren Al-Istiqlaliyyah berjumlah tujuh (7) orang, yang semuanya masih memiliki hubungan kekerabatan dengan kyai. Adapun kitab yang diajarkan di pesantren ini adalah kitab-kitab yang membahasa masalah ilmu fiqih, ushul fiqih, nahwu, shorof, tafsir, hadits, tasawuf, adab, aud (not lagu/ lagam), dan bayan/ ma’ani (pemahaman al-Quran). Berikut ini adalah nama pengajar kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah

Tabel 3.2

Daftar nama pengajar dan kitab yang diajarkan di Pesantren al-Istiqlaliyyah

No. Pengajar Kitab yang

diajarkan Keterangan Kitab 1. KH. Uci Turtusi Irsyadul ibad

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih dan Tasawuf

Alfiyah ibnu Malik

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Nahwu dan Ilmu Shorof

Shohih Bukhori Kitab tentang hadits

Mau’idotul Mu’minin

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih dan Tasawuf yang diringkas dari Kitab Ihliyaul Mudir

Shohih Muslim Kitab tentang hadits

Sulam Munawwarok

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Bilagah (Ilmu Logika)

Bughiyatul

Musytarsyidin

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih Tafsir Nawawi Kitab yang menjelaskan

penerangan Ilmu Tafsir. Risalatul Qusyairiyah Kitab yang menjelaskan

tentang Ilmu Tasawuf

Majalisutsaniyah

Kitab yang menjelaskan tentang riwayat-riwayat hadits Kitab Arba’un Nawawi


(51)

No. Pengajar Kitab yang diajarkan

Keterangan Kitab

2. H. Thohawi

Tafsir Jalalain

Kitab yang menjelaskan tentang riwayat-riwayat hadits dari Kitab Arba’un Nawawi

Fathul Mu’in Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih

Muroqil Ubudiyah

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih

3. H. Sofwan

Riyadul Badi’ah Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih

Safinah Kitab yang menjelaskan

tentang Ilmu Fiqih Kifayatul Akhyar Kitab yang menjelaskan

tentang Ilmu Fiqih Tasrifan Kitab yang menjelaskan

tentang Ilmu Shorof

Nashoihuddiniyah

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Tasawuf berikut hadits dan riwayatnya

Tanbihul Mugtarin Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Tasawuf Fathul Qarib Kitab yang menjelaskan

tentang Ilmu Fiqih

Fathul Mu’in Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih

Pengajian al-Quran

-4. Ust. Solahudin

Mukhtashor Syafi

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Arad (Ilmu Syair)

Fathul Qarib Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih Alfiyah Ibnu Malik

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Nahwu dan Ilmu Shorof

Tafsir Jalalain

Kitab yang menjelaskan tentang riwayat-riwayat hadits dari Kitab Arba’un Nawawi


(52)

41

Kitab yang diajarkan

Keterangan Kitab Kifayatul Azkiyah Kitab yang menjelaskan

tentang Tasawuf Jouhar Maknun

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Bilagah (Ilmu Logika)

5.

H. Muhasinudin

Riyadusholihin

Kitab yang menjelaskan tentang hadits yang dikarang oleh Imam Nawawi

Alfiyah Ibnu Malik

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Nahwu dan Ilmu Shorof

Fathul Qarib Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih

6.

H. Husni Makki

Jalalain

Kitab yang menjelaskan tentang riwayat-riwayat hadits dari Kitab Arba’un Nawawi

Jurumiyah Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Nahwu Awamil

Kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Nahwu (Amil) 7. H. Yasin Pengajian al-Quran

(qira’at)

-3. Struktur Organisasi

Pesantren Al-Istiqlaliyyah ini memiliki pola organisasi yang skupnya kecil. Dari awal berdirinya pesantren ini, segala kegiatan pesantren berada di bawah naungan kyai yang menjadi pemimpin dipesantren, kemudian dibantu oleh kyai-kyai atau ustadz-ustadz yang bertugas mengajar atau memonitor santri. Karena jumlah santri yang sudah banyak, kemudian untuk memudahkan tugas dari para kyai dan ustadz, maka pihak pesantren memilih pemimpin tertinggi dari seorang santri yang disebut dengan Lurah „am. Pemilihan ini didasarkan pada penilaian kedewasaan, waktu lamanya


(53)

mondok, kemampuan dalam mengaji, dan tentu sikap serta perilaku yang taat dan patuh terhadap kyai.

Tugas dari seorang lurah „am adalah menetapkan posisi santri ke

komplek, membimbing mengaji, menjaga kestabilan dan bertanggung jawab

penuh atas kebutuhan pesantren. Lurah „am ini juga tugas-tugasnya akan

dibantu oleh Lurah Khos, di mana lurah khos ini akan ada disetiap kobong. Lurah khos ini dipilih langsung oleh lurah „am.

Sedangkan untuk masa jabatan, baik Lurah „am maupun Lurah Khos tidak ditentukan, sesuai dengan kesanggupan dari orang yang terpilih. Namun secara maksimal biasanya Lurah „am menjabat selama empat tahun, sedangkan Lurah Khos selama dua tahun.4 Berikut ini adalah susunan kepengurusan Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah:

Gambar 3.1

Struktur Organisasi Pondok Pesantren al-Istiqlaliyyah5

4

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Humadi, Cilongok 18 Juli 2016. 5


(54)

43

B. Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Syekh Abdul Qadir al-Jailani memiliki nama asli Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shalih Abdullah bin Janki Duts bin Yahya bin Muhammad bin Daud bin Musa bin Abdullah bin Al-Hasan bin Al-Hasin bin Ali bin Abu Thalib.6

Ayahnya bernama Abu Sholeh bin Musa bin Abdullah bin Yahya al-Zahid bin Muhammad bin Daud bin Musa al-Juwany bin Abdullah al-Makhdli bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Ibunya bernama Syarifah Fathimah biti Abdullah al-Shoma’I bin Abu Jamaluddin bin Mahmud bin Thohir bin Abu Atho Abdillah bin Kamaluddin Isa bin Alauddin Muhammad

al-Jawwad bin „Ali al-Ridlo bin Musa Kadzim bin Ja’far al-Shadiq bin

Muhammad al-Bariq bin Zainal „Abidin bin al-Husain al-Syahid binti Fathimah al-Zahra ra.7

Syekh Abdul Qadir al-Jailani hidup antara tahun 470 – 561 H/ 1077 – 1166 M, dilahirkan di kota Gilan, Jailan atau Jaily wilayah terpencil di Thabaristan Bagdad.8 Wilayah yang terdiri dari desa-desa yang posisinya berada di padang rumput antara pegunungan dan laut. Beliau tinggal di sana hingga

6

Ahmad Sunarto, Ensiklopedia Biografi Nabi Muhammad saw dan Tokoh-Tokoh Besar Islam (Jakarta: Widya Cahaya, 2013), h. 235.

7

Ajid Thohir, ed., Historisitas Dan Signifikansi Kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Historigrafi Islam, h. 93-94.

8

Ajid Thohir, ed., Historisitas Dan Signifikansi Kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Historigrafi Islam (Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2011), h. 94.


(55)

berusia 18 tahun lalu pindah ke Bagdad pada tahun 488 H dan tinggal di sana hingga akhir hayatnya.9

Syekh Abdul Qadir al-Jailani memiliki tubuh yang kurus. Perawakannya sedang dan berdada bidang. Jenggotnya tebal dan panjang. Kulitnya hitam. Alisnya bersambung. Beliau memiliki suara yang keras. Meski demikian, pembawaannya tenang, berwibawa tinggi dan memiliki ilmu yang luas.10

Menurut kebanyakan penulis biografi Syekh Abdul Qadir al-Jailani, watak keilmuan dalam diri beliau telah dimulai dari dalam keluarga. Ayahnya adalah ulama besar di Jilan dan ibunya adalah putri dari seorang sufi besar, yakni Abu Abdullah al-Shoma’i al-„Arif al-„Abid al-Zahid. Dalam usia muda, beliau belajar berbagai disiplin ilmu dari para ulama yang mempuni di zamannya. Memulai belajar al-Qur’an di bawah bimbingan Abu al-Wafa „Ali

bin „Uqail al-Hanbali, Abu al-Khattab Mahfuz al-Kalwazani al-Hanbali dan

ulama lainnya. Belajar hadits melalui para ahli hadits, seperti Abu Galib Muhammd bin Hasan al-Balaqalani dan ulama lainnya. Mempelajari fiqih

melalui Abu „Said al-Muhrimi yang daripadanya mengambil hirqah yang mulia.

Bahasa dan sastra dipelajari beliau antara lain dari Abu Zakariya Yahya bin „Ali at-Tibrizi, Sahib Hammad ad-Dabbas.11 Dari latar belakang studinya tersebut, yang mengantarkan sosok Syekh Abdul Qadir al-Jailani ke posisi yang amat tinggi, yang membuat beliau mumpuni dalam berbagai ilmu. Beliau menjadi sosok yang terkemuka di antara para wali agung, dan digelari Ghawts

9

Ahmad Sunarto, Ensiklopedia Biografi Nabi Muhammad saw dan Tokoh-Tokoh Besar Islam, h. 235.

10

Ahmad Sunarto, Ensiklopedia Biografi Nabi Muhammad saw dan Tokoh-Tokoh Besar Islam, h. 235.

11

Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat: Dimensi Esoteris Ajaran Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), Cet. Ke-2, h. 47-48.


(56)

45

A’zham atau penolong terbesar, selain itu beliau juga dikenal sebagai seorang fiqih yang menonjol dari Mahzab Hanbali.12

Selain beribadah dan mengajar, sosok Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga banyak menulis dan melakukan penelitian dalam bidang keagamaan. Berikut ini beberapa karya dari Sultan al-Auliya:13

1. Igasat al-‘Arifin wa Gayat Mina al-Wasilin, menjelaskan tentang zikir dan istigosah menurut Ilmu Tasawuf dan ahli tariqoh.

2. Aurad al-Jilani, khusus menjelaskan tentang wirid Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

3. Adab as-Suluk wa at-Tawassul ila Manazil al-Muluk, membahas mengenai adab-adab para wali yang mendapatkan pangkat tertinggi di hadapan Allah. 4. Tuhfat al-Muttaqin wa Sabil al’Arifin, menjelaskan tentang jalan taqwa

untuk mencapai kewalian.

5. Jala al-Khatir fi al-Batin wa az-Zahir, buku ini membahas tentang kesucian zahir dan batin.

6. Hizb ar-Raja wa al-Intihak, buku ini menjelaskan tentang Hizb (wirid) yang dibuat oleh Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

7. Al-Hizb al-Kabir, buku ini menjelaskan tentang Hizb (wirid) yang dibuat oleh Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

8. Du’a Aurad al-Fathiyah, buku khusus menjelaskan tentang doa.

9. Du’a al-Basmalah, buku khusus menjelaskan tentang doa.

10.Ar-Risalah al-Gausiyyah, buku ini berisi tentang Wali Gaus (Wali Qutub).

12

Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan, Penerjemah Zaimul Am (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 119.

13


(57)

11.Risalah fi al-Asma al-‘Azimah littariq ilallah, buku ini berisi tentang azimah (hukum yang telah diisyaratkan oleh Allah kepada seluruh hamba-Nya sejak semula/ hukum-hukum umum) dan asma-asma Allah untuk menuju kepada Allah.

12.Al-Gunyah li Talibi Tariq al-Haq, buku ini membahas tentang wali yang mencari jalan Allah.

13.Al-Fath ar-Rabbani wa al-Faid ar-Rahmani, menjelaskan tentang perjalanan Ilmu Tasawuf dan suluk (jalan/ cara) menuju Allah.

14.Futuh al-Gaib, buku ini menjelaskan mengenai dibukanya hijab untuk menuju Allah.

15.Al-Fuyudat ar-Rabbaniyyah, buku ini membahas tentang kebebasan di jalan Allah.

16.Mi’raj Latif al-Ma’ani, buku ini menjelaskan tentang perjalanan menuju Allah.

17.Yawaqit al-Hikam, buku ini berisi tentang derajat para wali.

18.Tafsir al-Jilani, menjelaskan mengenai kesimpulan dari Ilmu Tasawuf yang dikarang Syekh Abdul Qadir al-Jailani di dalam tafsirnya.

19.Al-Mukhtasor fi Ulum ad-Din, buku ini menjelaskan tentang ringkasan Ilmu Agama di jalan tariqoh.

20.Sirrul Asror, buku ini membahas mengenai Ilmu Rahasia dan pembuka hijab untuk menuju Allah.

Selain dari karya-karya beliau, Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga dikenal sebagai sosok yang memiliki banya karamah. Begitu banyak riwayat yang menyebutkan karamah atau keluarbiasaan yang dimiliki beliau. Sehingga tidak


(1)

3. Persiapan Sound System


(2)

5. Persiapan Kotak Amal

Suasana Ngahol Syekh Abdul Qadir al-Jailani Ke-57 Minggu, 24 Januari 2016


(3)

(4)

(5)

Pesantren Al-Istiqlaliyyah 1. Masjid Pesantren Al-Istiqlaliyyah


(6)

3. Kantor Pesantren Al-Istiqlaliyyah