GERAKAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) 1990-1998 | Pajriah | Jurnal Artefak 328 1517 1 PB

(1)

GERAKAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) 1990-1998

Sri Pajriah

Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP-UNIGAL artefak@unigal.ac.id

ABSTRAK

Asal-usul LDII tidak bisa dilepaskan dari LEMKARI dan IJ. Ajaran yang dikembangkan oleh LDII pun sama dengan ajaran yang dikembangkan LEMKARI, yaitu ajaran IJ yang sudah diadakan perubahan dan penyesuaian guna menghindari keresahan dalam masyarakat, Meskipun ajaran LDII banyak dikecam, namun LDII bisa berkembang pesat. Buktinya adalah pada tahun 1998 LDII Selah mempunyai Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Tk. I di seluruh Indonesia. LDII telah menerapkan sistem keorganisasian modern yang ditandai dengan adanya tata kerja yang menangani bidang-bidang khusus. Namun dalam realitasnya, konsep-konsep tentang organisasi modern itu belum sepenuhnya dapat dipenuhi, terutama dalam masalah dokumentasi, kesekretariatan, promosi atas dasar prestasi dan jaminan pensiuna n usia tua. Dilihat dari dasarannya, aktivitas-aktivitas yang dilakukan LDII ada bersifat intern (khusus ditujukan bagi anggota LDII), tetapi ada Juga yang bersifat ekstern. Sedangkan kalau dilihat dari bidang garapannya, aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan LDII tidak terbatas pada bidang agama semata, tetapi juga meliputi bidang-bidang sosial kemasyarakatan lainnya, seperti pendidikan, ekonomi, hukum, kesehatan dan olah raga.

Kata kunci: Periode IJ, LEMKARI, LDII, H. Nurhasan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) mempunyai kaitan yang erat dengan Lembaga Karyawan Dakwah Islam (LEMKA-RI) dan Islam Jama`ah (IJ). Kaitannya adalah karena LDII merupakan kelanjutan dari KARI yang berubah nama, sedangkan LEM-KARI merupakan organisasi yang membina dan mendidik orang-orang bekas penganut aliran IJ yang sudah dilarang oleh Kejaksaan Agung RI. (Direktorium Pusat LEMKARI, 1987: 1) Oleh karena itu, untuk membahas LDII harus terlebih dahulu menyinggung IJ dan LEMKARI.

IJ didirikan oleh H. Nurhasan a1-Ubaidah pada tahun 1950-an. (Abdul Aziz, dkk., ed, 1994: 21) Pendirian IJ dilator-belakangi oleh penilaian H. Nurhasan terhadap kondisi objektif umat Islam. Menurutnya, umat Islam Indonesia sudah lama terpecah-pecah menjadi beberapa golongan. Semua golongan

itu tidak ada yang selamat kecuali satu, yakni yang berpegang pada al-Qur`an dan Hadits. Sepengetahuan H, Nurhasan tidak ada satu kelompok Islam pun yang menunjukkan seba-gai pengamal al-Qur`an dan Hadits secara murni. (Abdul Aziz, dkk., ed, 1994: 29)

Sama seperti kalangan umat Islam lain-nya, IJ juga menganggap al-Qur`an dan Hadits sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi umat Islam. Namun pemahaman dan penaf-siran IJ sering berbeda, karena mereka memi-liki cara pandang yang berbeda, terutama yang berkaitan dengan soal kepemimpinan umat

(keamiran), bai’at, dan hakekat Islam. (Kaf -wari Ridwan, dkk., ed, 1993: 266)

Cara pandang IJ terhadap al-Qur`an dan Hadits yang sering berbeda dengan golongan Islam lainnya tidak terlepas dari pemikiran pe-mimpinnya, H. Nurhasan, yang melihat adanya beberapa kesalahan yang dilakukan umat Islam Indonesia. Pertama, terlalu berbelit-belitnya


(2)

pendefinisian tentang Islam. Kedua, tidak bisa mencetak pemimpin yang layak dihormati dan dipercaya sebagai seorang Amir. Ketiga, tidak adanya bai`at oleh kaum Muslimin tentang seseorang yang layak menjadi Imam baik dalam sembahyang maupun di luar sembah-yang. (Abdul Aziz, dkk., ed, 1994: 31)

Sebagai koreksi atas kodisi umat Islam Indonesia di atas, kelompok IJ memandang perlu melakukan empat hal. Pertama, berdak-wah dengan semboyan kembali kepada al-Qur`an dan Hadits secara langsung tanpa me-lalui penafsiran ulama terdahulu, agar mudah mengamalkannya. Kedua, berhimpun dalam wadah Jama`ah, bukan saja dalam melaksana-kan shalat tetapi dalam seluruh segi kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan. Ketiga, me-ngangkat seorang Amir melalui proses bai`at. Keempat, bai`at yang tidak dapat dipisahkan dari tema jama`ah dan keamiran. (Kafwari Ridwan, dkk., ed, 1993: 267)

Akibat ajaran-ajaranya yang kontrover-sial itu, pemerintah menganggap aliran IJ ber-tentangan dan dapat mengacaukan ajaran Islam serta dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban umum. Oleh karena itu keluar-lah SK. Kejaksaan Agung RI No. 089/D.A./10/ 1971 tertanggal 29 Oktober 1971 yang berisi pelarangan terhadap aliran IJ, Darul Hadits, Yayasan Pendidikan Islam Djama`ah (YPID), Yayasan Pondok Pesantren Nasional (Yap-penas) dan organisasi yang berajaran sama. (Hartono A.J, ed, 1999: 100)

Untuk menampung bekas penganut ali-ran IJ ini. Alumni pondok pesantren Burengan Kediri membuat suatu wadah yang diberi nama Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) seba-gai wadah pendidikan dalam skala nasional. Secara resmi LEMKARI lahir satu tahun sete-lah dilarangnya aliran IJ, yaitu banggal 3 Januari 1972. (Marsinin M, 1994: 9) Kemudian Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) diru-bah namanya menjadi Lembaga Karyawan Dakwah Islam, namun kependekannya tetap LEMKARI. Perubahan nama itu diputuskan dalam MUBES II LEMKARI pada tanggal l0-12 Juni l982. (Direktorium Pusat LEMKARI, 1987: 1)

Beberapa tahun kemudian, LEMKARI dirubah namanya menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Perubahan nama itu diputuskan dalam MUBES IV LEMKARI pa-da tanggal 19-20 Nopember 1990, Menurut mantan Menteri Dalam Negeri, Rudini, pe-nyempurnaan nama organisasi ini dimaksud-kan agar lebih sesuai dengan lingkup kegiatan-nya yang diminati Serta sifat kekhususan yang melekat pada organisasi dan menghilangkan kerancuan dengan LEMKARI (Lembaga Kara-tedo Indonesia) dalam olahraga karate. (DPP LDII, 1990: 14)

LDII merupakan organisasi yang ber-azaskan Pancasila dan bertujuan untuk mem-berikan peningkatan kehidupan beragama, ber-masyarakat dan turut serta membangun manu-sia Indonemanu-sia seutuhnya, di dalam susunan masyarakat Pancasila yang adil makmur Jas-maniah maupun rohaniahnya. Fungsi LDII se-bagai wadah dan sarana bagi para da`i, mu-ballig, dan muballigat di dalam mengkaji dan melaksanakan karya dakwahnya, untuk me-nyampaikan dan menyebarluaskan agama Is-lam sebagai rahmat untuk seluruh aIs-lam. (DPP LDII, 1990: 74)

LDII mengalami perkembangan yang pesat, pada tahun 1990 telah mempunyai per-wakilan di 26 propinsi. Untuk mencapai tujuan dan merealisasikan fungsinya, LDII melaku-kan usaha dan kegiatan dalam berbagai bidang, antara lain: bidang keorganisasian, keagamaan dan sosial. Untuk menunjang pelaksanaan pro-gram-programnya LDII mempunyai 9 Depar-temen dan struktur organisasi sampai tingkat kelurahan. (DPP LDII, 1990: 132) Aktivibas-akbivitas yang dilakukan LDII tersebut telah menimbulkan dampak tertentu dalam masyara-kat. (Abdul Aziz, 1994: 64)

Melihat perbedaan-perbedaan LDII de-ngan organisasi kemasyarakatan Islam lainnya, terutama dalam latar belakang sejarah berdiri-nya, keorganisasiannya dan aktivitas-aktivitas-nya, maka penulis tertarik untuk meneliti LDII secara lebih mendalam.

Penulis mengidentifikasi masalah LDII sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia yang berazaskan Pancasila


(3)

dan berfungsl sebagai wadah dan sarana bagi para da`i, muballig, dan muballigat di dalam mengkaji dan melaksanakan kerya dakwahnya, untuk menyampaikan dan menyeharluaskan agama Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam. (DPP LDII, 1990: 74)

Kehadiran LDII yang sangat berbeda dengan organisasi Islam lainnya menimbulkan banyak masalah di masyarakat. Masalah per-tama adalah perubahan nama LEMKARI men-jadi LDII. Perubahan nama ini menmen-jadi masa-lah karena bukan sekali ini saja organisasi ini berubah-rubah nama. Walaupun menurut pihak LDII perubahan nama itu adalah dalam rangka penyesuaian dengan aktivitas organisasi seba-gai lembaga yang bergerak dalam bidang dak-wah dan menghilangkan kesamaan nama de-ngan LEMKARI (Lembaga Karatedo Indone-sia) dalam organisasi karate, (Direktorium Pu-sat LEMKARI, 1987: 3) namun pengakuan itu masih perlu diteliti lebih lanjut.

Permasalahan lain adalah adanya tudu-han dari beberapa organisasi Islam dan indivi-du bahwa LDII masih mempraktekan ajaran IJ yang sudah dilarang oleh pemerintah, padahal Departemen Agama sendiri menilai bahwa LDII tidak mengembangkan ajaran sesat. (Kaf-wari Ridwan, dkk., ed, 1993: 268) Menariknya, meskipun mendapat banyak serangan dan tu-duhan, LDII bisa berkembang dengan pesat. Pada tanun 1990 LDII telah mempunyai per-wakilan di 26 propinsi dengan struktur organi-sasi sampai tingkat kelurahan. (DPP LDII, 1990: 60) Dalam perkembangannya, LDII se-jak bernama LEMKARI terus menjalin hubu-ngan dehubu-ngan Golkar. Bahkan Golkar dipilih sebagai wadah penyaluran aspirasi politik. (DPP LDII, 1990: 108)

Dari paparan latar belakang di atas pe-nulis mempunyai batasan dan rumusan

masa-lah yaitu tentang “Gerakan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) 1990-l998”, dimak -sudkan untuk memaparkan LDII dari segi latar belekang sejarah berdirinya, keorganisasian-nya dan aktivitas-aktivitaskeorganisasian-nya dalam berbagai bidang.

Pemilihan tahun 1990 sebagai awal pembahasan karena pada tahun tersebut LDII

terbentuk. Adapun tahun 1998 dijadikan akhir penelitian karena pada tahun ini telah terjadi perubahan besar dalam kehidupan sosial poli-tik masyarakat Indonesia yang akan mempe-ngaruhi keberadaan LDII.

Berangkat dari uraian di atas, dapat di-rumuskan pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti, 1) Asal-usul dan pertumbuhan LDII, Serta ajaran-ajaran apa yang dikembang-kannya? 2) Sistem keorganisasian yang di-terapkan LDII? 3) Apa aktivitas-aktivitas yang dilakukan LDII?

Penulis memiliki tujuan dan Kegunaan yang sesuai dengan objek penelitian di atas, maka bertujuan untuk memaparkan latar bela-kang lahirnya LDII, pertumbuhan dan ajaran-nya, Mengungkap sistem keorganisasian yang diterapkan LDIL, Mengungkap aktivitas-ak-tivitas LDII dalam berbagai bidang. Kegunaan penulisan ini adalah untuk menambah pengeta-huan dan wawasan mengenal organisasi ke-masyarakatan Islam baik bagi penulis maupun masyarakat umum, sehingga tercipta rasa sa-ling mengenal, memahami dan membantu satu dengan yang lainnya. Akhirnya hilanglah rasa saling curiga akibat miss informasi.

E. Tinjauan Pustaka

Literatur tentang LDII belum banyak ditulis, sehingga data tentang LDII masih sedikit. Dari pihak ekstern LDII, penulis belum mendapatkan suatu hasil yang khusus dan mendalam. Salah satu buku yang membahas

LDII adalah “Islam Jama’ah Dulu Kini dan yang akan Datang” oleh Marsinin Manan.

Dalam pembahasannya menguraikan IJ mulai dari muncul di Kediri kemudian terbentuknya LEMKARI sampai diubah menjadi LDII. Di sinipun masalah LDII diulas hanya sepintas dan pembahasannya hanya sampai pada tahun 1994.

Lembaga Penelitian dan Pengkajian Is-lam (LPPI) yang diketuai anggota LDII yang sudah keluar, H. Bambang Irawan Hafiluddin, pada tahun 1999 menerbitkan buku yang

ber-dudul “Bahaya Islam Jama'ah, LEMKARI, LDII”. Di dalamnya dipaparkan hakekat gera -kan IJ, LEMKARI dan LDII dari berbagai


(4)

sumber tulisan dan komentar berbagai tokoh Islam. Namun uraiannya kelihatan Sangat ten-densius dan tidak seimbang, karena hanya memuat tulisan-tulisan dari pihak yang kontra terhadap LDII.

Dari pihak intern LDIL penulis

menda-patkan buku yang berjudul “Hasil-hasil

Mus-yawarah Besar LEMKARI” dan “Hasil-hasil

musyawarah Besar LDII”. Di dalamnya diurai -kan tentang perkembangan LEMKARI dan LDII dari satu periode ke periode berikutnya, AD/ART dan program-program kerjanya.

Karya ilmiah ini berusaha menambah dan melengkapi pembahasan tentang LDII dari segi latar belakang sejarah berdirinya, keor-ganisasiannya dan aktivitas-aktivitas yang di-lakukannya. Welaupun dalam buku-buku di a-tas materi yang akan dibahas penulis sudah disinggung, namun masih banyak kelemahan dan kekurangannya. Salah satu kelemahannya terletak pada analisanya yang hanya sepintas, cenderung subjektif dan tendensius. Adapun kekurangannya ada data yang memang belum dianalisa sama sekali. Dalam karya ilmiah ini, kekurangan dan kelemahan tersebut akan diperbaiki.

F. Metode Penelitian dan Pembahahasan

Dalam penelitian ini penulis mengguna-kan metode sejarah, yaitu suatu proses menguji dan menganalisa secara kritis terhadap reka-man dan peninggalan masa lampau. (Louis Gottschalk, 1985: 32) Metode ini bertumpu pada empat kegiatan pokok, sebagai berikut: 1. Heuristik, yaitu tahapan pengumpulan data

atau menghimpun bukti-bukti sejarah yang relevan dengan objek penelitian. Dalam pengumpulan data ini penulis mengguna-kan dua metode, yaitu: Studi kepustakaan dan wawancara.

a. Studi kepustakaan

Dilakukan karena ditemukannya sum-ber-sumber tertulis yang memberikan informasi seputar LDII, balk berupa buku, majalah, koran, SK. Pemerintah, dokumen-dokumen resmi LDII, kitab-kitab pegangan LDII dan hasil-hasil MUBES LDII.

b. Wawancara

Untuk melengkapi data dokumen di atas, penulis mengadakan wawancara kepada tokoh-tokoh dan para pengikut LDII, tokoh-tokoh masyarakat Serta lembaga-lembaga yang sudah mengkaji masalah LDIL

2. Kritik, yaitu data yang telah didapat, diuji atau dinilai baik secara intern ataupun ek-stern untuk menemukan validitas dan kredi-bilitasnya, sehingga secara otomatis akan terpisah mana data yang layak untuk di-pakai dan mana data yang harus diting-galkan.

3. Interpretasi, yaitu tahap menafsirkan (eks-planasi) dan menganalisis data yang sudah diyakini validitas dan kredibilitasnya, se-hingga memiliki pengertian yang jelas. Ak-hirnya bisa dipahami makna sebenarnya yang terkandung di dalam data tersebut. 4. Hiatoriografi, yaitu tahap menyajikan

sin-tesis baru berdasarkan bukti-bukti yang te-lah dinilai, kemudian disusun secara sis-tematis dalam sebuah karya tulis, sehingga memunculkan suatu tulisan ilmiah yang da-pat dipertanggungjawabkan. (Sartono Kar-todirjo, 1992: 123) Dalam prosedur penu-lisanya, penulis berusaha untuk memapar-kan secara kronologis, dan di dalam penya-jiannya ditampilkan sesuai dengan tema-tema pokok yang menjadi objek penelitian ini.

Penulis menggunakan pendekatan sosio-logis yang didefinisikan sebagai suatu proses pengungkapan kebenaran yang didasarkan pa-da pengunaan konsep-konsep pa-dasar yang di-kenal dalam sosiologi sebagai ilmu, seperti: in-teraksi sosial, kelompok sosial, lembaga sosial, lapisan sosial, perubahan sosial dan sebagai-nya. (Soerjono Soekanto, 1999: 458)

LDII termasuk Salah satu lembaga sosial yang bercorak keagamaan. Oleh karena itu, un-tuk memahami asal usul, pertumbuhan dan ajaran-ajaran yang dikembangkan LDII, penu-lis menggunakan teori munculnya sekte dari disiplin sosiologi agama. Berdasarkan teori ini, setiap agama dapat dipandang dari dua sisi,


(5)

yakni dilihat pada waktu lahirnya dan dilihat dalam kesejarahannya.

Pada waktu agama tertentu dilahirkan oleh tokohnya, sering ada kesan bahwa agama yang bersangkutan telah dapat memuaskan para pengikut agama tersebutn Artinya, keu-tuhan ajaran agama yang lahir tersebut seolah-olah sudah mampu menyelesaikan seluruh per-soalan kehidupan yang dihadapi pemeluk aga-ma yang bersangkutan di bawah kendali tokoh agama pendirinya. Setidaknya ada lima penye-bab kenapa muncul kesan seperbi itu. Pertama, tatkala agama tertentu dilahirkan biasanya baru memiliki pengikut yang relative terbatas jum-lahnya dan andaikata berhasil disusun sebuah sistem pemerintahan, maka bentuk pemerin-tahannya masih dalam wujud negara kota. De-ngan jumlah yang masih terbatas ini, maka hampir semua persoalan kemasyarakatan dan keagamaan yang dihadapi masyarakat pemeluk agama bersangkutan masih dapat dijangkau dan diselesaikan. Kedua, tatkala agama ter-tentu dilahirkan, biasanya balum menyebar yang menyebabkan bertemunya lintas budaya, lintas agama atau lintas bangsa. Dengan demi-kian persoalan-persoalan yang muncul belum begitu kompleks dan masih bisa diselesaikan oleh tokoh pendiri agama yang bersangkutan. Ketiga, hampir seluruh tokoh pendiri agama memiliki kewibawaan kharismatik yang ber-dampak memiliki kekuasaan yang kharismatik pula. Kewibawaan dan kharismatik inilah yang menyebabkan ketaatan yang luar biasa dikala-ngan pengikut-pengikutnya. Keempat, tatkala agama tertentu dilahirkan belum ada pemisah-an ypemisah-ang tegas pemisah-antara uruspemisah-an agama dpemisah-an uruspemisah-an dunia. Kelima, karena pengikut-pengikut aga-ma pada aga-masa awal itu sangat mengandalkan jawaban-jawaban pemecahan dari tokoh pen-diri agama tersebut, sehingga keinginan menaf-sirkan ajaran belum muncul ke permukaan.

Namun, kalau dilihat dari kesejarahan agama tersebut selanjutnya, ternyata agama tersebut tidak selamanya memuaskan pengikutnya. Tatkala agama mulai merambah masuk antar budaya, antar agama dan antar bangsa, mulailah agama yang bersangkutan menghadapi kompleksitas yang luar biasa.

Banyak hal baru yang belum ditemukan dan banyak hal yang belum ada jawabannya. Dari sini timbul kebaranian, entah terpaksa atau mang merasa seharusnya seperti itu, untuk me-lakukan penafsiran sebagai usaha perluasan ajaran agama. Muncullah apa yang disebut sekte agama sesuai dengan tokoh penafsir agama itu sendiri.

Dalam proses penafsiran ajaran di atas, tentu saja menimbulkan berbagai variasi penaf-siran. Hal ini terjadi dikarenakan setidaknya oleh dua hal. Pertama, berangkat dari asumsi bahwa kemampuan dan motivasi penafsiran untuk setiap tokoh agama jelas berbeda-beda dan bermacam-macam. Kedua, faktor ekstern yang sedikit banyak berpengaruh terhadap to-koh atau pemikir agama juga sangat bervariasi. Faktar ekstern ini dapat berupa kondisi zaman, kondisi tempat, kondisi sosial, ekonomi, poli-tik dan sebagainya. Berdasarkan kenyataan itu, maka sekte-sekte yang muncul juga sangat ber-agam dan pada tingkat tertentu tidak jarang terjadi konflik atau benturan satu sekte dengan sekte lainnya. (Muhammad Damai, 1996: 3-4) Berkenaan dengan konflik, dalam kon-sep interaksi sosial dikenal istilah akomodasi, yaitu suatu proses di mana orang perorang atau kelompok-kelompok yang mula-mula saling bertentangan saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. (Soerjono S, 1996: 83) Akomodasi ini sering dilakukan juga oleh suatu sekte keagamaan ke-tika mereka menyebarkan ajaran-ajarannya, bahkan ketika mereka membangun sistem ke-organisasiannya dan melakukan aktivitas-aktivitasnya.

PEMBAHASAN

A.Periode Islam Jama`ah (IJ) 1. Tokoh Pendiri

IJ sebagai suatu aliran keagamaan baru muncul pada tahun 1950-an, tepatnya Semen-jak H. Nurhasan al-Ubaidah mendirikan se-buah pesantren di daerah Kediri. Tokoh terse-but dalam pengembangan ajaran-ajarannya memperoleh teman seperjuangan, yakni H. Nurhasyim.


(6)

Kedua tokoh ini meskipun sudah me-ninggal dunia, tatapi namanya tetap hidup da-lam lembaran Sejarah perkembangan IJ. H. Nurhasan dan H. Nurhasyim adalah peletak dasar cita-cita IJ. (Marzani Anwar dalam Abdul Aziz, 1994: 21). Oleh karena itu cukup penting untuk mengetahui latar belakang pri-badi kedua tokoh itu.

a. H. Nurhasan al-Ubaidah

H. Nurhasan al-Ubaidah adalah putera H. Abdul Aziz bin H. M. Thahir bin H. M. Irsyad. Ia dilahirkan pada tahun 1908 di desa Bangi kecamatan Purwosari Kabupaten Kediri Jawa Timur. (Darori Amin dalam Abdullah Aly. 1996: 22)

Sejak kecil hingga tamat Sekolah Dasar, ia belajar agama Islam kepada ayahnya sendiri. Kemudian ia melanjutkan pelajaran agamanya ke pondok Lirboyo Kediri dan setelah itu ke pondok Kauman Sampang Madura. Belum puas dengan ilmu yang diperolehnya, ia kemu-dian pergi ke Makkah pada tahun 1935 M. Di Sana ia belajar membaca dan menafsirkan al-Qur'an dan juga hadits-hadits yang diriwayat-kan oleh Abu Daud, Tirmizi, Ibn Majah dan Nasai, Gurunya adalah Syaikh Abu Samah dari Mesir. (Chadijah Nasution, 1981: 1)

Setelah kembali ke Indonesia tahun 1940, pada tahun berikutnya (1941), ia me-mulai dakwahnya. Langkah pertama yang di-lakukannya terbatas hanya di lingkungan ke-luarga dan masyarakat sekitarnya. Dalam wak-tu singkat dakwahnya telah menyebar ke be-berapa daerah lain, Pada tahun itu pula ia men-dapatkan bai'at dari para muridnya dan diang-kat sebagai Imam Jama`ah. (Kafrawi Ridwan, dkk.. ed. 1993: 267)

Pada tahun 1953, ia mulai merintis ber-dirinya lembaga pendidikan tradisional di Ba-ngi Kediri yang pada waktu itu masih bersifat pengajian keluarga. Pada tahun itu pula ia melibatkan diri dalam organisasi politik Islam, yakni PSII. Namun selepas tahun 1953 sampai tahun 1970, ia lebih dlkenal sebagai Kyai di pesantren serta tidak lagi menunjukan keter-libatannya dalam kegiatan politik. Baru pada tahun 1971, saat menjelang pemilihan umum II entah karena dorongan apa ia menjadi anggota

Golkar dan bahkan berkampanye untuk keme-nangan golongan tersebut. (Marzani Anwar. 1994: 24)

Pada tahun 1971, ia harus berurusan dengan Kejaksaan Agung karena kegiatan-kegiatannya dianggap mengganggu stabilitas nasional. Sejak itu, ia mengundurkan diri dari pesantrennya dan hingga meninggalnya tidak ada informasi yang jelas mengensi kegiatan-kegiatannya. (Marzani Anwar. 1994: 27) Ia meninggal dunia pada tahun 1982 dalam suatu kecelakaan lalu lintas di Cirebon Jawa Barat. (Tempo. 1982: 10)

b. H. Nurhasyim

Tokoh kedua dari gerakan ini adalak H. Nurhasyim, seorang sarjana Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang sebe-lumnya pernah belajar di pesantren Pondok Modern Gontor Ponorogo.

Pada suatu kesempatan, ia berkenalan dengan H. Nurhasan. Dasar senang diskusi, ke-dua orang itupun terlibat dalam diskusi panjang bertema mencari kebenaran dalam beragama. Kelemahan-kelemahan umat Islam selama ini dicoba digali oleh H. Nurhasan dan sekaligus diungkapkan dengan kambing hitamnya. Nur-hasyim bersama temannya, Drs. Hartanto, terpikat. Ketika H. Nurhasan mencoba me-ngungkapkan ide-ide pembaharuan keagama-annya, Nurhasyim mencoba mendebat, tetapi selalu kandas. Drs. Nurhasyim dan Drs. Hartanto akhirnya bertekuk lutut dihadapan sang Imam H. Nurhasan.

Sejak itu, yakni tahun 1956, Nurhasyim kemudian menyatakan bai'atnya kepada H. Nurhasan. Setelah menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yog-yakarta, Nurhasyim aktif di Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) Kediri. Di samping itu, ia juga berstatus sebagai dosen di Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Ampel Kediri. Mukim-nya di Kediri tersebut semakin menambah hubungan akrabnya dengan H. Nurhasan, se-hingga pada suatu ketika ia menjadi corong utama ajaran H. Nurhasan.

Drs. Nurhasyim dalam kedudukannya sebagai salah seorang Ustad IJ banyak menye-barkan faham tersebut ke luar pesantren. Salah


(7)

satu Cara yang ia tempuh adalah menerbitkan buku yang dikenal dengan nama "Tujuh Fakta Sebagai Keamiran Jama`ah di Indonesia" dan buku "Menunda Bai'at Merugikan Diri Sen-diri".

Mengenai latar belakang kehidupan pri-badi Nurhasyim secara terperinci sulit di-peroleh informasinya, karena pihak-pihak yang kebetalan mengenal secara dekat umumnya menyatakan tidak tahu banyak tentang diri Nurhasyim. (Marzani Anwar. 1994: 28)

2. Pertumbuhan dan perkpmbangan IJ

Pada tahun 1940, H. Nurhasan pulang dari Mekah ke kampung halamannya, Bangi. Pada tahun berikutnya ia mulai mengajar di Iingkungan keluarga dan umat Islam Sekitar-nya. Pengikutnya makin lama makin banyak.

Pada akhir tahun 1941, ia dibai‘at oleh para

pengikutnya sebagai, Imam Jama`ah. Perkum-pulan pengajian mereka itu diberi nama Pon-dok Jama`ah al-Quran dan Hadits. Perkumpul-an inilah yPerkumpul-ang kemudiPerkumpul-an berkembPerkumpul-ang menjadi Darul Hadits dan Islam Jama`ah. (Chadijah Nasution, 1981: 1)

Pada tahun 1950, H. Nurhasan mendiri-kan pondok lagi di Burengan Banjaran Kediri sebagai perluasan dari Pondok Jama`ah al-Quran dan Hadits Bangi. Setelah berdirinya pondok Burengan ini, maka ajaran pondok ini berkembang. Satu demi satu cabangnya didiri-kan. Diantaranya di Yogyakarta, Solo, Ban-dung, Lamongan, Jombang, Malang, Surabaya, Banyuwangi, Palembang, Lampung, Balikpa-pan, Singkang Palopo, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Pulau Buton dan Biak. (Chadijah Nasution, 1981: 2) Selain menjadi pengasuh di pondoknya, H. Nurhasan juga termasuk tenaga pengajar di Madrasah Darul Hadits yang di-dirikan KH. Alwi. Karena pada tahun 1959 KH. Alwi meninggal dan pondoknya bubar, maka ia menumpahkan perhatian untuk me-ngasuh pondoknya saja.

Disamping menerapkan pahamnya de-ngan cara mengajarkannya kepada para siswa-nya, H. Nurhasan juga menyebarkan buku-buku dan brosur yang berisikan ajarannya. Ajaran H. Nurhasan tidak bersikap akomodatif terhadap ajaran-ajaran lain, sehingga

menga-kibatkan kehebohan di kalangan masyarakat. Akhirnya pada tahun 1967, pemerintah Jawa Timur melarang ajaran ltu. Menghadapi lara-ngan itu, pengasuh pondok cepat-cepat ber-tindak menyelamatkan diri. Papan-papan nama pondok tersebut diturunkan dan diganti dengan nama Yayasan Pendidikan Islam Djama`ah (YPID) serta ada pula yang diganti dengan nama Pondok Jama`ah. Selanjutnya mereka menyekarkan brosur-brosur dan mendatangi orang-orang penting untuk memberikan pen-jelasan bahwa Pondok Darul Hadits yang diasuh oleh H. Nurhasan itu tidak pernah ada, yang ada ialah Madrasah Darul Hadits Bandar Lor Kediri yang diasuh oleh KH. Alwi. Madrasah inipun sudah bubar setelah KH. Alwi meninggal pada tahun 1959. Sedang pon-dok yang diasuh oleh H. Nurhasan bukan Darul Hadits, tetapi Pondok Jama`ah yang berada di bawah Yayasan Pendidikan Islam Djamaah (YPID).

Pada tanggal 26 Juli 1967, Penguasa Pelaksana Dwikora Jawa Timur (Paperda) me-larang YPID karena ajaran-ajarannya dianggap bertentangan dengan pokok-pokok ajaran aga-ma Islam dan dalam pengajian-pengajiannya sering melanggar norma kesusilaan dan keso-panan.

Setelah adanya larangan terhadap Pon-dok Darul Hadits dan YPID, para warga pon-dok terus berusaha untuk beramal menurut keyakinannya tanpa disiplin organisasi. Tiba-tiba saat menjelang pemilihan umum II, tepat-nya pada tanggal 2 Desember 1970 Pondok mereka berganti nama menjadi pondok Golkar. Seluruh warga Islam Jama`ah dan cabang-ca-bangnya bernaung di bawah pandi-pandi Gol-kar. (Chadijah Nasution, 1981: 3-6)

Adapun sebab-sebab yang melatarbe-lakangi diambilnya sikap untuk bernaung di bawah Golkar antara lain karena pondok IJ menyadari bahwa kehadirannya banyak men-dapatkan tantangan dari bebarapa pihak, khu-susnya dari kalangan pesantren lainnya di Kediri. Padahal di lain pihak ada sesuatu yang harus diperjuangkan oleh pondok. Maka kaha-diran Golkar sebagai kekuatan politik terbesar


(8)

di Indonesia perlu diperhitungkan dan hal itu dapat dianggap sebagai peluang.

Niat dan langkah yang diambil Pondok IJ disambut baik olah Golkar yang memang butuh massa, sehingga terciptalah kerja sama antara kedua belah pihak atas dasar prinsip dan tujuan yang saling menguntungkan. Eratnya komunikasi timbal balik antar Pondok IJ de-ngan Golkar nampak jelas, terutama pada saat pemilihan umum 1971. (Marzani Anwar. 1994: 29) Dalam Surat keputusan-nya No. Kep. 2707/BAPPILU/SKB/1971 tertanggal 30 Ma-ret 1971. Sekber Golkar Pusat mengintruksikan kepada pimpinan sekber Golkar Tingkat I seluruh Indonesia untuk memberikan bantuan dan pembinaan kepada pondok-pondok al-Djama`ah agar dapat memenuhi tugasnya se-bagai pendukung Go1kar. (Hartono Ahmad Jaiz, ed, 1999: 102)

Walaupun sudah bernaung di bawah Golkar, namum aliran IJ atau Darul Hadits tidak bisa bertahan. Pada tahun yang sama (1971), Jaksa Agung RI, Sugiharto, menge-luarkan SK No. 089/0.A/10/1971 tertanggal 29 oktober 1971 yang berisi pelarangan berhadap kegiatan Darul Hadits. YPID, Jama`ah Quran Hadits dan semua organisasi yang mempunyai paham sama. Alasannya karena ajaran-ajaran-nya dianggap menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan dapat mengganggu stabilitas nasio-nal. (Hartono Ahmad Jaiz, ed, 1999: 100)

Dengan adanya larangan dari Kejaksaan Agung ini, maka secara organisasi IJ atau Darul Hudits sudah tidak ada. Tetapi secara ideologis ajaranya masih terus berkembang dan dikemudian hari menjelma lagi dalam bentuk organisasi baru, yaitu Lembaga Karya-wan Dakwah Islam (LEMKARI).

3. Ajaran-ajaran Islam Jamaah (IJ)

IJ menetapkan ajaran-ajarannya berda-sarkan lima ketentuan atau kaidah, yaibu: a. Mempelajari a1-Quran dan hadits dengan

secara langsung, (Chadijah Nasution, 1981: 10) tidak melalui kitab atau litelatur lain-nya. Dengan Cara seperti ini diharapkan murid-murid mudah dalam memahami isi ayat dan langsung bisa mengamalkannya. (Marzani Anwar. 1994: 28)

Ajaran ini dirumuskan berdasarkan al-Quran dan hadits, diantaranya:

ٓ اَمَو ٓ ٓ ۡسَفٓۖۡ ق ََۡقإٓ قِ ُنٓ مَاَجقرٓ اَقإَٓ ق ۡبَ ٓ قمٓاَ ۡ َسۡرَأ ٓ َ ۡلَأٓأ ٓ

ٓقكقكلٱۡ ٓٓقإ ٓن

َٓن ٓ َ ۡعَتَٓٓۡ ٓت ٓكَ ٣

ٓٓ ٓ

Artinya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nahl: 43)

Kata "ahl az-zikr" dalam ayat di atas diartikan orang yang mempunyai pengetahuan tentang al-Qaran dan hadits. (Chadijah Nasution, 1981: 10)

Artinya: Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang mempelajari al-Quran dan mengajarkan-nya (HR. Bukhari). (Dar a1-Fikr, 1981: 108) b. Sumber hukum Islam terdiri dari al-Quran

yang manqul, hadits yang manqul dan perintah Amir.

A1-Quran dan, hadits yang manqul maksudnya adalah setiap ayat dan hadits yang langsung dipindahkan dari Allah SWT. kepada Malaikat Jibril, dari Jibril kepada Rasulullah SAW., dari Rasulullah SAW. kepada para

sahabat, dari sahabat kepada para tabi‘in dan

seterusnya sampai akhirnya kepada kita se-karang ini melalui sanad yang sahih. Menurut H. Nurhasan, sanad yang terakhir itu adalah dirinya sendiri. Jadi setiap ayat dan hadits yang dipelajari haruslah melalui H. Nurhasan, baik materinya, bacaannya, maupun penafsirannya. Tanpa melalui H. Nurhasan ayat dan hadits itu tidak sah dan tidak boleh dipergunakan oleh kaum muslimin. (Chadijah Nasution, 1981: 12) Ketentuan ini dirumuskan berdasarkan al-Quran dan hadits, diantaranya:

اَ ُيأٓ َيَ ٓ َٓ يقلٱا ٓ ٓ

َ

أٓأ ٓ َم َء ٓأ ٓعيقط َٓ اّٱ ٓ ٓأ ٓعيقطَأَو َٓل ٓسا ٱ ٓ ٓ قِأوٓأَو ٓق َۡ ۡۡٱ ٓ

َٓقإٓٓهوُلٓ َفٓلء َۡ ََٓ قِٓۡ ٓتۡعَ ٰ َنَتٓنق َفٓۖۡ ٓك قم ٓق اّٱ

َٓٓو ٓقل ٓسا ٱ ٓ ٓكٓنقإ ٓۡ ٓت

ٓقبَٓن ٓ قمۡ ٓت ٓق اّٱ َٓٓو ٓقمۡ ََٱۡ ٓ ٓ ق قخٓٱ ٓ َٓسۡحَأَوٓٞ َۡۡخٓ َ ق ٰ َذ ٓٓٓ

ٓ اًيقوۡ َت ٩ ٓٓ ٓ


(9)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar ber-iman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa 59)

Kata Ulil amri minkum pada ayat di atas diartikan dengan amir kamu sekalian, yaitu H. Nurhasan:

Artinya: Abdullah ibn Mubarak berkata: "Isnad itu sebagian dari agama. dan kalaulah tidak ada isnad, tentu orang akan mengatakan semaunya dalam agama ini (HR. Mus1im)

c. Umat Islam herus bersatu dalam suatu jama`ah, yaitu jama`ah yang dipimpin oleh H, Nurhasan. Ketentuan ini dirumuskan berdasarkan al-Quran dan hadits, diantara-nya:

ٓأ ٓ قصَتۡعٱَو ٓ

ٓ ق ۡبَ قِ ٓق اّٱ ٓ َٓوٓ ۚأ ٓقا َفَتََٓوٓ امعيق َََ ٓأ وٓ ٓكۡمٱ

ٓ ٓ َتَ ۡعقن ٓق اّٱ ٓ

ٓققتَ ۡعق قبٓ ٓتۡحَب ۡصَ َفٓۡ ٓكقب ٓ ٓقَٓ َۡۡبٓ َفالَأَفٓمء َ ۡعَأٓۡ ٓت ٓكٓۡمقإٓۡ ٓكۡيَ َع ٓ ۦٓ

ٓ َ قكمٓلةَ ۡفٓحٓاَفَشٓ َٰ َلٓۡ ٓت ٓكَوٓامنَٰوۡخقإ ٓقراانٱ

ٓ ٓ ٓ َ َ نَ َف ٓ اَ ۡ قكم

ٓ ٓ َ ق ٰ َذَك

ٓ ٓ قكَۡبٓي ٓٓ اّٱ ٓ ٓققتٰ َي َءٓۡ ٓكَل ۦٓ

َٓنوٓ َتۡ َتٓۡ ٓكا َعَل ٣

ٓٓ ٓ

Artlnya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahili-yah) bermusuh-musuhan, maka Allah memper-satukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk (QS. Ali Imran: 103)

Kata Jamian dalam ayat di atas diterjemahkan dengan berjamaah, sehingga ditafsirkan wajib

berjamaah yang dalam hal ini di bawah amir H. Nurhasan.(Hartono, 1999: 55)

Artinya: Tidak sah Islam kecuali dengan berjamaah, tidak ada Jama`ah kecuali dengan imarah, tidak ada imrah tanpa bai'at, tidak ada

bai‘at tampa ketaatan. (HR. Ahmad)

Hadits mauquf ini menjadi dalil wajib

ber-jamaah, berba‘iat dan taat pada amir H. Nurhasan. (Hartono, 1999: 55)

d. Pimpinan jamaah yang harus ditaati ialah H. Nurhasan, kemudian secara hirarkis sampai kepada amir-amir di daerah.(Chadijah Nasution, 1981: 13)

Amir menurut pengertian mereka ialah amir mereka sendiri, yaitu H. Nurhasan dan diteruskan oleh keturunannya yang dibai'at. Hal ini ditegaskan dalam diktat mereka bahwa di Indonesia hanya ada satu jama`ah dan satu amir. (Imran AM & Ahmad Taufik, 1979: 48) Ketentuan ini, disamping dirumuskan berda-sarkan al-Qur'an Surat an-Nisa ayat 59 yang dijadikan dalil adanya tiga sumber hukum Islam sebagaimana diuraikan di belakang, juga didasarkan pada hadits:

Artinya: Barang siapa yang taat kepadaku, maka sesungguhnya ia telah taat kepada Allah. Dan barang siapa durhaka kepadaku, maka ia telah durhaku kepada Allah. Barang siapa taat kepada amir, maka ia telah taat kepedaku. Barang siapa durhaka kepada amir, maka ia telah durhaka kepadaku (HR. Bukhari). e. Orang Islam yang belum dibai'at oleh H.

Nurhasan belum sah Islamnya, bahkan ma-sih dianggap kafir dan najis. (Chadijah Nasution, 1981: 13)


(10)

Bai’at menurut warga IJ adalah bai'at

kepada amir mereka sendiri, yaitu H. Nurha-san. Setelah meninggal H. Nurhasan dilan-jutkan oleh keturunannya. (Hartono, 1999: 54) Semua orang yang belum berbai'at hukumnya

masih belum beriman atau masih kafir, Bai’at

harus dilaku-kan di muka amir seorang dengan seorang. Se-orang warga IJ yang telah melaksanakan bai'at di muka amir sudah tidak ada ulasan lagi untuk keluar dari organisasi. Sebagai Jaminan mere-ka akan mendapatkan surga. Karena telah di-bai'at oleh amir, maka dalam segala hal mereka harus tunduk dan patuh pada amir. (Imran AM & Ahmad Taufik, 1979: 70)

Ketentuan ini disamping didasarkan pada hadits riwayat Ahmad tentang kewajiban berjamaah seperti telah disebutkan di atas, juga didasarkan

pada hadits:

Artinya: Barang siapa yang mati tanpa bai`at dilehernya, maka matinya seperti mati jahili-yah (HR. Muslim)

Pengertian hadits ini menurut H. Nur-hasan adalah orang Islam yang tidak melaku-kan bai'at kepadanya menjadi kafir, sama dengan orang jahiliyah sebelum Islam. (Imran AM & Ahmad Taufik, 1979: 55)

Berdasarkan dalil-dalil dan ketentuan tersebut, maka ditetapkanlah bai'at yang isinya: 1) Berjanji akan taat kepada Allah, Rasulullah

dan amir.

2) Berbai’at kepada H. Nurhasan dengan meyakininya sebagai amir yang sah dalam jama`ah.

3) Sanggup melaksanakan lima tugas, yaitu: a) Tetap mempelajari al-Quran dan hadits

secara berjamaah.

b) Tetap mengamalkan al-Quran dan hadits secara berjamaah.

c) Tetap membela al-Quran dan hadits secara berjamaah.

d) Tetap berjamaah menurut tuntutan al-Quran dan hadits.

e) Tetap taat kepada Allah, Rasulullah dan amir menurut tuntutan al-Quran dan hadits.

Di pihak lain ketentuan ini membawa akibat:

1) Tidak sah shalat jika bermakmum di bela-kang seseorang yang belum berbai'at dan belum menjadi anggota Jama`ah.

2) Suami isteri jika salah satunya bukan ang-gota jama`ah, maka harus diceraikan. 3) Orang Islam yang belum menjadi anggota

Jama`ah dianggap najis, meskipun ibunya sendiri.

4) Masjid yang didirikan oleh orang Islam yang bukan anggota jama`ah belum sah sebagai mesjid.

Dengan adanya ketentuan-ketentuan dan ajarannya yang demikian itu, maka aliran IJ berlainan dengan aliran Islam lain. Perbedaan yang menyolok diantaranya:

a. Dalam masalah akidah, mereka tidak mau berpedoman kepada sifat 20 yang sudah popular di kalangan kaum muslimin. Mere-ka mempelajari sifat-sifat Tuhan langsung dari asmaul husna.

b. Dalam masalah fikih, mereka tidak mau berpedoman kepada kitab-kitab fikih yang sudah popular dikalangun kaum muslimin. Mereka langsung mempelajari tiap-tiap ma-salah dari ayat-ayat al-Quran dan hadits. c. Khutbah Jum'at, khtbah Hari Raya Idul Fitri

dan ldul Adha harus diutarakan menurut al-Quran dan hadits dan tidak sah ditambah-tambah dengan bahasa lain. Misalnya baha-sa Indonesia dan bahabaha-sa daerah.

d. Infaq sangat ditekankan untuk membela al-Quran dan hadits secara berjamaah yang diserahkan kepada amir.

e. Mengkultuskan jama`ah dan amirnya mele-bihi segala-galanya, sehingga apa yang di-minta oleh amir harus diberikan. (Chadijah Nasution, 1981: 16)

Dari pokok-pokok pikiran keagamaan sebagaimana terungkap di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:


(11)

a. Pikiran keagamaan IJ pada mulanya lahir dari pemikiran seseorang bernama H. Nur-hasan al-Ubaidah yang megajukan suatu koreksi terhadap kondisi umat. Dalam wak-tu yang sama wak-tumbuh hasrat unwak-tuk mene-ngok kembali model berfikir keagamaan yang berlaku pada masanya.

b. Sebagai hasil koreksi ternadap kondisi umat telah ditemukan beberapa kelemahan. Di sana H. Nurhasan sebagai aktor mencoba mengenalkan pola-apola pemikiran keaga-maan yang baru.

c. Dengan legitimasi ayat-ayat al-Quran dan hadits Nabi, H. Nurhasan merumuskan ke-rangka pikir yang mengacu kepada wadah pembentukan kesatuan umat. Islam yang di-jalin oleh kebersaamaan dalam iman. Pe-nyatuan akan adanya seorang pemimpin keagamaan yang diakui karena ketinggian ilmunya dan ditaati karena kesalihannya serta penyederhanaan arti Islam agar mudah dipahami sekaligus diamalkan. (Marzani Anwar, 1994: 33)

B. Periode LEMKARI

1. Aaal-usu1, pertumbuhan dan perkem-bangannya

Untuk menampung bekas penganut ali-ran IJ yang dibubarkan oleh kejaksaan pada tahun 1971, alumni pondok pasantren Bure-ngan Banjaran Kediri membuat suatu wadah yang diberi nama Lembaga karyawan Islam (LEMKARI) sebagai wadah pendidikan dalam skala nasional dan mempunyai perwakilan di seluruh Indonesia. (Marsini Manan, 1994: 9)

Pembentukan LEMKARI ini tidak ter-lepas dari paranan Golkar yang melihat bahwa para tokoh dan ulama IJ beserta para alumni pondok pesantren Burengan telah nampak de-ngan samangat dan tekad yang kuat untuk me-menangkan Golkar pada Pemilu tahun 1971. Oleh karena itu, Ketika IJ dilarang oleh Ke-jaksaan Agung, para pejabat Golkar dan ber-bagai pihak tarmasuk diantaranya PANGDAM VIII Brawijaya, Mayjen Wijoyo Hiyono, mem-berikan saran, petunjuk, dan arahan kepada para ulama IJ dan alumni pondok pesantren Burengen guna segera membentuk suatu

ya-yasan atau lembaga yang dapat menampung kegiaban-kegiatan keagamaannya. Sesuai de-ngan arahan dari PANGDAM VIII Brawijaya tersebut, maka alumni pondok pesantren Bure-ngan membentuk Lembaga karyawan Islam (LEMKARI) yang diresmikan dengan akte notaris Mudiyono di Surabaya pada tanggal 3 Juni 1972. 38) Secara resmi LEMKARI lahir Satu tahun satelah dilarangnya aliran IJ, te-patnya tanggal 3 Januari 1972. (LEMKARI, 1987: 1)

Semenjak kelahirannya LEMKARI me-ngalami perkembangan yang pada awalnya muncul di Jawa Timur, tapatnya di pondok pe-santren Burengan Banjaran Kediri. Kemudian diikuti dengan munculnya organisasi-organi-sasi yang semacam di daerah tingkat I lainnya, seperti di Jakarta dengan nama Karyawan Dak-wah Islam Indonesia (KADIN), di Jawa Te-ngah dengan nama Yayasan Karyawan Islam (YAKARI) dan di Jawa Barat dengan nama Lembaga Karyawan Dakwah Islam (LKDI). (Lemkari, 1987: 1) Sehubungan dengan semua lembaga di atas bernaung dan selalu mendapat bimbingan dari Golkar Serta sebagian besar berasal dari alum-ni pondok pesantren Burengan, maka ketua umum DPP Golkar, H. Amir Murtono, menya-rankan agar diadakan penertiban dan penye-ragaman nama lembaga. Untuk memenuhi saran tersebut, diada-kanlah reuni alumni pondok pesantren Bure-ngan Banjaran Kediri deBure-ngan mengundang pa-ra pengurus lembaga keagamaan yang sema-cam LEMKARI. Dengan memperhatikan pe-ngarahan DPP Golkar, pada reuni tersebut di-setujui bahwa lembaga-lembaga keagamaan yang telah disebutkan di atas tergabung men-jadi satu dengan nama Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) yang diangkat menjadi lembaga tingkat nasional. Sementara pondok pesantren Burengan Banjaran Kediri diberi na-ma pondok LEMKARI yang pangalolaannya sepenuhnya ditangani oleh perwakilan LEM-KARI Jawa Timur.

Kemudian Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) dirubah namanya menjadi Lem-baga Karyawan Dakwah Islam dengan nama-nama kependekan tetap LEMKARI. Perubahan


(12)

nama itu diputuskan dalam MUBES II LEM-KARI pada tanggal 10-12 Juni 1982. (Lemkari, 1987: 3) Sam-pai dilaksanakannya MUBES III LEMKARI hanggal 2-4 Mei 1956, sudah berdiri perwa-kilan LEMKARI di 19 Propinsi.42) Selanjutnya Lembaga Karyawan Dakwah Is-lam (LEMKARI) dirubah kembali namanya menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Perubahan itu dilakukan pada MUBES IV LEMKARI tanggal 19-20 Nopember 1990. Sampai tahun 1990 ini, LEMKARI telah mem-punyai perwakilan di 26 Propinsi. (MUBES IV Lemkari, 1986: 14)

2. Ajaran-ajaran LEMKARI

Pada akhir tahun 1979, MUI DKI Jakar-ta mengemukakan bahwa IJ yang secara formal dinyatakan terlarang, dalam kenyataannya ma-sih tetap hidup dan berkembang dengan nama lain. Seperti LEMKARI atau KADIN. Orga-nisasi LEMKARI dinyatakan demikian karena berpusat di pondok pesantren Burengan Ban-jaran Kediri, tempat dimana aBan-jaran IJ ditum-buhkan oleh pendirinya. Dengan nama itu, pen-didikan pesantren terus berlanjut dengan para guru yang pernah dididik oleh pendiri. (Marzani Anwar, 1994: 34)

Mengetahui adanya tuduhan tersebut, pengurus LEMKARI membuat bantahan yang isinya menyatakan:

a. LEMKARI bukan IJ dan bukan Darul Hadits serta tidak mengajarkan IJ atau Darul Hadits

b. LEMKARI berkewajiban menampung ang-gota eks pengikut IJ untuk dididik dan di-arahkan dan disadarkan keyakinan agama-nya sesuai dengan ajaran agama pada umumnya.

c. LEMKARI dengan tegas melarang semua anggotanya mengajarkan ajaran IJ atau Darul Hadits.(LEMKARI, 1988: 3)

Pernyataan LEMKARI yang tidak mem-benarkan dirinya dituduh sebagai penerus atau mantel IJ haruslah dipahami dalam konteks po-litis dan bukan dalam konteks ajaran. Mengi-ngat bahwa pernyataan itu lahir sebagai reaksi terhadap pihak luar yang tidak sealiran. Reaksi itu sendiri muncul setelah didahului oleh

ada-nya ketegangan dan perselisihan antara pengi-kut IJ dengan kelompok-kelompok lain di luar IJ. Dalam situasi demikian, sangat wajar saja kalau pengikut IJ merasa perlu mengambil Iangkah politis tertentu untuk menyelamatkan diri.

Langkah-langkah semacam itu Jelas ti-dak dapat dijadikan dasar untuk mengukur hi-dup matinya suatu gerakan keagamaan. Dalam kasus ini, Nampak kecenderungan kuat dari para anggota senior kelompok IJ untuk tetap menjaga intergritas kelompoknya. Mereka me-lakukan berbagai cara dan kebijaksanaan ako-modatif dengan harapan ajaran-ajaran yang dikembangkan selama ini tetap bisa dilesta-rikan. Salah satu langkah yang dapat dikate-gorikan sebagai langkah akomodatif ialah IJ melepaskan beberapa ajarannya yang selama ini dinilai menjadi pangkal kemarahan umat Islam lainnya. Namun menurut pengikut IJ ajaran tersebut bukanlah prinsip, seperti ajaran tentang keamiran, bai'at, kewajiban khutbah dengan bahasa Arab. Semua itu menurut pe-ngakuan beberapa ustad telah dihilangkan.

Walaupun sudah ada pengakuan bahwa LEMKARI itu bukan kelanjutan IJ, namun berdasarkan penelitian Puslitbang Kehidupen Beragama Depag RI dalam kenyataannya ang-gota LEMKARI masih meneruskan ajaran-aja-ran IJ. Beberapa praktek keagamaan yang ber-kembang di lingkungan LEMKARI antara lain: khutbah Jum`at menggunakan bahasa Arab, dalam shalat tidak boleh makmum kepada orang yang tidak sealiran. Kebenaran LEM-KARI sebagai pelanjut ajaran IJ antara lain diperkuat oleh pengakuan salah seorang pinan organisasi tersebut yang sekaligus pim-pinan pondok pesantren Burengan Banjaran Kediri, yaitu ustad Nur Ali. Ia menyatakan bahwa H. Nurhasan dan H. Nurhasyim adalah tokoh yang paling besar jasanya dalam pem-baharuan Islam sebagaimana diperjuangkan LEMKARI. Menurutnya, pesantren LEM-KARI tetap melanjutkan semangat yang diki-barkan H. Nurhasan.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok LEMKARI adalah kelompok IJ dalam bentuk lain, maksudnya sudah


(13)

diper-baharui atau disesuaikan dengan tuntutan mas-yarakat. (Marzani Anwar, 1994: 37-38)

C.Periode LDII

1. Asal-usul, pertumbuhan dan perkemba-ngannya

Sebagaimana telah diuraikan di bela-kang bahwa Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) merupakan mama baru LEMKARI. Perubahan nama Lembaga Karyawan Dakwah Islam (LEMKARI) manjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) diputuskan dalam MU-BES IV LEMKARI yang berlangsung pada tanggal 19-20 Nopember 1990. Menurut pihak LDII, perubahan nama organisasi itu dimak-sudkan agar lebih sesuai dengan lingkup ke-giatan yang diminati dan sifat kekhususan yang melekat pada organisasi serta untuk menghi-langkan kerancuan dengan nama Lembaga Ka-rate Indonesia yang juga disingkat LEMKARI. (Mubes IV Lemkari, 1986: 14) Namun ada dugaan sebagian orang bahwa perubahan nama itu bermuatan politis guna menyelamatkan organisasi, karena pada tahun 1988 kegiatan pesantren LEMKARI Jawa Ti-mur dibakukan olah pemerintah setempat atas usul MUI Jawa Timur yang menilai LEM-KARI tetap melaksanakan ajaran IJ yang sudah dilarang.

Setelah berganti nama menjadi LDII, tu-duhan dari beberapa organisasi keagamaan bahwa LDII tetap merjalankan ajaran IJ masih terdengar. Tuduhan itu timbul karena adanya ekslusifitas para pengikut LDII yang diindika-sikan dari ketidakmauan mereka untuk shalat berjamaah dengan umat Islam lainnya dan ke-cenderungan untuk melakukan pernikahan ha-nya dengan sesama anggota LDII. Tetapi De-partemen Agama sendiri menilai bahwa LDII tidak mengembangkan ajaran sesat. (Kafwari Ridwan, 1993: 266)

Walaupun dituduh bermacam-macam, LDII bisa berkembang dengan pesat. Pada ta-hun 1990 ia telah mempunyai struktur orga-nisasi sebagai berikut: 26 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Tingkat I, 238 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Tingkat II, 1352 Pimpinan Ca-bang (PC) dan 2803 Pimpinan Anak CaCa-bang PAC). Untuk DPD Tirgkat I hanya di Timor

Timur yang belum mempunyai perwakilan. (LPPJ DPP LDII, 1998: 103)

MUBES IV LEMKARI pada tanggal 19-20 Nopember 1990 disamping merubah na-ma organisasi dari LEMKARI menjadi LDII, juga menetapkan kepengurusan LDII periode 1390-1995 beserta program-program umum-nya. Musa kepengurusan LDII menurut pasal 17 Anggaran Dasar LDII adalah lima tahun. Oleh karena itu, sebenarnya pada tahun 1995 LDII harus segera menyelenggarakan Musya-warah Nasional (MUNAS). Namun karena adanya hambatan dam kendala terutama dulam masalah pendanaan bagi penyelenggaraan MUNAS, maka MUNAS V LDII tersabut ditunda. (Munas V LDII, 1994: 3)

Guna melegitimasi kepengurusan DPP LDII sampai menjelang MUNAS V LDII, ma-ka melalui RAKERNAS LDII tahun 1996, DPD Tingkat I LDII seluruh Indonesia yang berjumlah 26 Propinsi telah menyampaikan rekomendasinya kepada DPP LDII untuk tetap melaksanakan tugas-tugas organisasi dan me-netapkan pengisian lowongan kepengurusan antar waktu sampai terselenggarnya MUNAS V LDII. Dengan demikian, DPP LDII periode 1990-1995 memiliki legitimasi dan landasan yuridis untuk melanjutkan tugas organisasi sampai terselenggaranya MUBES V LD1I. (Rakernas, 1996: 90)

MUNAS V LDII ternyata baru dapat di-laksanakan pada tanggal 24 Oktober 1998 yang bertempat di Jakarta. Dalam MUNAS itu di-adakan evaluasi perkembangan organisasi, pe-rubahan AD/ART, penetapan program umum LDII dan pengurus DPP LDII periode 1998-2003. Dalam laporan pertanggungjawabannya, Ketua Umum LDII perode 1990-1998, H. Har-tono Slamet, BA mengemukakan bahwa telah terjadi perkembangan yang pesat dalam tubuh LDII. Indikasinya adalah bertambahnya jum-lah struktur organisasi LDII dibanding dengan 8 tahun ke belakang. Pada tahun 1998 ini, jum-lah struktur organisasi adajum-lah sebagai berikut: 27 DPD Tingkat I, 245 DPD Tingkat II, 1482 PC, dan 2942 PAC. (Munas V LDII, 1990: 105)


(14)

2. Ajaran-ajaran LDII

LDII merupakan Pelanjutan dari LEM-KARI, oleh karena itu ajaran-ajaran LDII tidak jauh berbeda dengan ajaran-ajaran yang di-kembangkan LEMKARI. Sebagaimana dike-mukakan di muka bahwa ajaran LEMKARI merupakan kelanjutan ajaran IJ, tetapi sudah diadakan perubahan dan penyesuaian guna me-nghindari keresahan dalam masyarakat. (Marzani Anwar, 1994: 38)

Kesimpulan di atas dikuatkan oleh pene-litian M. Darori Amin yang menyatakan bahwa belajar jari pengalaman masa lalu yang penuh dengan gejolak dan tantangan, LDII tidak lagi mengangkat ajaran-ajaran yang menyebabkan keresahan dalam masyarakat. Khususnya

ma-salah jama`ah, keamiran, bai’at dan segala ren -tetannya. Kalau dahulu penguasa tunggal ada-lah amir yang mempunyai kekuasaan mutlak, maka setelah terbentuknya LDII, pemegang kekuasaan adalah MUNAS. Begitu pula dalam prinsip-prinsip dakwah LDII yang ditetapkan pada tanggal 13 sepetember 1994, tidak dise-butkan ajaran-ajaran tentang jama`ah, keami-ran dan bai'at. (M. Darori Amin, 1996: 36)

Pelepasan beberapa ajaran di atas di-mungkinkan oleh tiga hal. Pertama, tampilnya generasi di pucuk pimpinan yang memandang ketidakrelevanan ajaran itu dengen masa kini.

Kedua, strategi untuk sementara waktu, kalau kondisi sudah memungkinkan ajaran itu akan diangkat lagi. Ketiga, meninggalnya H. Nur-hasan yang merupakan tokok sentral, sedang-kan penggantinya tidak sekharismatik H. Nur-hasan.

Secara konsepsional, LDII telah ber-usaha untuk membina kerukunan dengan ke-lompok masyarakat lain. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip dakwah LDII yang me-mandang perlu adanya tri kerukunan umat ber-agama, yaitu: menghilangkan fanatisme buta, menghilangkan sikap tidak peduli atas hak dan peranan orang lain dan membentuk sikap la-pang dada, keterbukaan dan toleransi tanpa ha-rus menjadi sinkretis yang dibuat-buat, sehing-ga merusak nilai asehing-gama itu sendiri. (M. Darori Amin, 1996: 37) Namun menurut Puslitbang Kehidupan Beragama De-pag RI, secara

faktual konsep-konsep itu belum dilaksanakan sepenuhnya oleh pengikut LDII. Bahkan laporan dari berbagai daerah menyata-kan masayarakat resah terhadap paham LDII yang dinilai masih mengembangkan ajaran IJ.

Hal itu diindikasikan oleh beberapa hal diantaranya: keengganan mereka untuk mak-mum pada orang di luar jama`ah, melangsung-kan pernikahan hanya dengan sesama anggota-nya, pengajiannya bersikap ekslusif dan ter-tutup, dalam belajar al-Quran masih memakai

konsep manqul, bai’at ke guru merupakan

jaminan masuk surga, orang di luar kelompok dianggap najis dan kafir.

Puslitbang kehidupan beragama Depag RI Juga melaporkan bahwa sesuai hasil peman-tauan, baik dari laporan maupun media massa bahwa LDII masih mengembangkan ajaran IJ. Pembentukkan LEMKARI dan pergantian na-ma LEMKARI menjadi LDII tampaknya be-lum sepenuhnya diikuti dengan meninggalkan ajaran IJ. Di beberapa daerah, masyarakat me-rasa resah terhadap faham yang dikembangkan LDII, sehingga terdapat beberapa instansi, or-ganisasi Islam dan MUI di daerah mengharap-kan adanya suatu bentuk penyelesaian dari Pusat secara tuntas. Senada dengan Puslitbang Kehidupan Beragama Depag RI, M. Darori Amin yang meneliti LDII juga menyimpulkan bahwa secera tertulis LDII sudah tidak me-ngangkat ajaran Jama`ah, keamiran, bai`at dan manqul, tetapi di lapangan masih sering mun-cul ketegangan antara kelompok ini dengan kelompok Islam lainnya karena ajaran mere-ka. (Hartono, 1999: 57-58)

Menurut Ridwan dan Dwi, dua orang ustad LDII, ajaran-ajaran LDII tetap melan-jutkan ajaran-ajaran IJ. Perubahan nama IJ menjadi LEMKARI dan akhirnya menjadi LDII hanyalah sebagai strategi untuk menga-mankan ajaran-ajaran IJ agar tetap bisa diamal-kan. Oleh karena itu, walaupun nama organi-sasinya berubah-rubah namun ajarannya tetap sama, yaitu ajaran IJ. (Ridwan & Dwi, 2000) Pernyataan kedua ustad LDII itu diperkuat oleh keterangan Ba-pak Hartono Slamet, Ketua Umum DPP LDII Periode 1990-1995, yang menyatakan bahwa meskipun ajaran IJ telah


(15)

dilarang oleh peme-rintah pada tahun 1971, namun menurutnya larangan itu tidak sah dan tidak diakui oleh LDII. Oleh karena itu LDII tetap meneruskan ajaran-ajaran IJ, karena dianggap sesuai dengan apa yang diperintah-kan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW. (Hartono, 1998)

Berdasarkan wawancara penyusun de-ngan beberapa tokoh LDII, ditambah dede-ngan penelitian mengenai LDII yang dilakukan oleh pihak lain sebagaimana telah diuraikan di atas, penyusun berkesimpulan bahwa LDII tetap meneruskan ajaran-ajaran IJ. Walaupun menu-rut pengakuan mereka ada beberapa ajaran IJ yang dilepaskan, namum itu hanya bersifat sementara untuk meredakan serangan kelom-pok lain. Apabila keadaan sudah memungkin-kan, maka ajaran-ajaran itu akan diangkat kem-bali.

D.Aktivitas-Aktivitas LDII

Program umum LDII yang ditetapkan dalam MUBES IV LEMKARI masih bersifat global. Oleh karena itu, MUBES IV LEM-KARI memberikan wewenang kepada DPP LDII untuk mengubahnya menjadi program yang spesifik dan lebih operasional melalui forum Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS). Pada kepengurusan DPP LDII periode 1990-1998 telah diadakan tiga kali RAKERNAS, yaitu tahun 1991, 1994, dan tahun 1996. Dalam tiga kali RAKERNAS itulah dibuat pokok prioritas program LDII sebagai penerjemahan dari program umum LDII yang masih global. Pokok prioritas program LDII hasil tiga kali RAKERNAS itulah yang menjadi acuan selu-ruh pengurus LDII, baik di pusat maupun dae-rah dalam menjalankan aktivitas-aktivitasnya sesuai dengan kewenangan dan kondisi wila-yah kerja masing-masing.(Hartono Slamet, 2000)

Dalam bab ini, penyusun akan mengu-raikan aktivitas-aktivitas LDII baik yang dila-kukan oleh DPP LDII sebagai pemimpin dan penyelenggara organisasi tingkat nasional maupun yang dilakukan oleh DPD Tk. I, DPD Tk. II, PC, dan PAC sebagai pemimpin dan pe-nyelenggara organisasi tingkat daerah. Karena

DPP LDII mempunyai 9 bidang, maka penyu-sun akan membagi uraian aktifitas-aktifitas LDII ini berdasarkan kesembilan bidang tar-sebut.

Bidang Keorganisasian

1. Bidang Keanggotan dan Kaderisasi

Berdasarkan hasil RAKERNAS LDII, bidang ini mempunyai 3 program, (RAKER-NAS LDII, 1991: 38) yaitu:

a. Menyelesaikan konsolidasi organisasi sam-pai tingkat PAC.

Menurut Bapak Hartono Slamet, ketua umum LDII periode 1990-1998, ada tiga hal pokok yang diamanatkan MUBES IV LEM-KARI kepada DPP LDII, yaitu: konsolidaai or-ganisasi, pembinaan dan pengembengan pen-didikan dan dakwah, peran serta LDII dalam pembangunan nasional. Berdasarkan pemaha-man ini, maka langkah pertama yang dilakukan oleh DPP LDII adalah mengkonsolidasikan segenap jajaran kepengurusan LDII di semua tingkatan, mulai dari pusat sampai daerah.

Konsolidasi organisasi ini sangat men-desak untuk dilakukan, karena pada MUBES IV LEMKARI tahun 1990 terjadi perubahan organisasi, yakni dari LEMKARI menjadi LDII, yang tentunya menuntut adanya penye-suaian-penyesuaian dalam berbagai hal. Dalam jangka waktu 2 tahun, dari tahun 1990-1992, telah diselesaikan perubahan nama, penye-suaian struktur dan personalia organisasi se-cara bertahap mulai dari struktur organisasi tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kotamadya, kecamatan dan tingkat kelurahan seluruh Indonesia. Pada waktu itu sudah terbentuk 26 DPD Tk.I, 238 DPD Tk. II, 1352 PC dan 2803 PAC. Pada tahun-tahun berikutnya, DPP LDII melakukan pengembangan organlasi dengan membentuk perwakilan baru di berbgai daerah, misalnya pembentukan DPD Tk. I Timor Ti-mur pada tahun 1997. Pengembangan orga-nisasi yang dilakukan oleh DPP LDII cukup berhasil, ini ditandai dengan bertambahnya Jumlah struktur organisaai yang sampai tahun 1998 terdiri dari 27 DPD Tk. I, 245 DPD Tk. II, 1402 PC da 2942 PAC.(Hartono Slamet, 2000)


(16)

b. Meningkatkan tertib administrasi.

Menurut Bapak Hartono Slamet, admi-nistrasi merupakan salah satu hal penting da-lam organisasi. Keberhasilan organisasi dada-lam merealisasikan tujuannya akan sangat terbanbu jika ia mempunyai administrasi yang baik. Be-gitu Juga dengan LDII yang mempunyai struk-tur organisasi yang banyak dan tersebar di se-luruh Indonesia, tentunya memerlukan penga-turan administrasi yang baik, sehingga dapat mempermudah kerja organisasi.

Menyadari hal tersebut, maka di semua DPD Tk. I seluruh Indonesia diadakan kegiatan penataran administrasi. Selama tahun 1990 sampai 1996, seluruh DPD Tk. I yang tersebar di 26 propinsi telah selesai mengadakan ke-giatan penataran administrasi ini.

c. Mengadakan Pembinaan Kader Organisasi.

Sampai tahun 1998, Jumlah anggota LDII tidak diketahui secara pasti. Menurut Ba-pak Hartono Slamet, hal ini karena anggota LDII tidak pernah didata secara tertulis dan di-beri kartu enggota. Pendataan secara tertulis hanya dilakukan terhadap para pengurus LDII mulai dari pengurus DPP, DPD Tk. I, DPD Tk. II, PC dan PAC seluruh Indonesia. Namun me-nurut Ensiklopedi Islam, sampai tahun 1989 Jumlah anggota LDII mencapai 30 Juta orang. Dalam rangka mengadakan pembinaan terhadap anggotanya sehingga menjadi kader yang berkualitas baik dari segi kemampuan intelektual maupun manajeral keorgenisasian-nya, LDII melakukan berbagai upaya, antara Iain:

1) Di semua tingkatan kepengurusan dilaku-kan rotasi kepengurusan dengan merekrut kader-kader muda untuk duduk dalam ke-pengurusan.

2) Mengirimkan kader-kader LDII untuk me-ngikuti berbagai pelatihan yang diseleng-garakan oleh LDII sendiri maupun pihak luar. Misalnya penataran wawasan kebang-saan yang diselenggarakan oleh DPP dan DPD Tk. I seluruh Indonesia, Penataran P4 dan panatara da`i yang diselenggarakan oleh DPD Tk. I seluruh Indonesia serta me-ngirimkan utusan pada kegiatan pelatihan

dakwah yang diselenggarakan oleh IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3) Mengirimkan kader-kader LDII ke pondok pesantren LDII untuk belajar pengetahuan agama. Pondok pesantren LDII telah berdiri di semua DPD TK. I, namun yang paling mapan dan sebagai pusatnya adalah pondok pesantren LDII yang ada di Burengan Ban-jaran Kediri Jawa Timur.

4) Mengirimkan kader-kader LDII untuk men-dadi da`i di suatu daerah tertentu dan seka-ligus mengajarkan ajaran-ajaran LDII.

Adapun aktivitas khusus yang dilakukan oleh DPP LDII dalam rangka pembinaan kader organisasi adalah memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang strategi pengembangan organisasi dan problem solving (pemecahan mesalah) kepada pengurus organisasi di daerah maupun kepada anggota LDII, untuk itu setiap tahun selama 2 bulan pengurus DPP turun ke bawah mengadakan pembinaan sekaligus pe-mantauan berhadap perkembangan kaderisasi organisasi. (Hartono Slamet, 2000)

2. Bidang Penerangan, Penerbitan dan Mass Media

Berdasarkan hasil RAKERNAS LDII, bidang ini mempunyai 4 program, (RAKER-NAS LDII, 1991: 38) yaitu:

a. Mengadakan buku-buku yang menghimpun materi-materi pelajaran agama.

Untuk mempermudah warga LDII dalam mempelajari dan mendalami agama, maka pengurus DPP LDII membuat buku-buku yang berisi himpunan materi-materi pelajaran agama, antara lain: Kitab as-Salah, Kitab al-Imarah, Kitab al-Akhlaq, Kitab al-Hajji. Kitab-kitab ini terutama diperuntukan bagi anggota pemula yang baru masuk LDII. (Dwi, 2000)

b. Menerbitkan buku-buku pedoman orga-nisasi.

Buku-buku pedoman organisasi ini oleh DPP LDII, yaitu:

1) Hasil-Hasil MUBES IV LEMKARI yang diterbitkan tahun 1990

2) Hasil Keputusan RAKERNAS LDII 1991 yang diterbitkan tahun 1991.


(17)

3) Hasil Keputusan RAKERNAS LDII 1994 yang diterbitkan tahun 1994 4) Hasil Keputusan RAKERNAS LDII

1996 yang diterbitkan tahun 1996 c. Menerbitkan Bulletin

Untuk merealisasikan program ini, DPP LDII membuat Bulletin yang dina-makan "Warta LDII". Di samping sebagai wahana komunikasi warga LDII, Juga ber-fungsi sebagai wahana penyebaran infor-masi kegiatan LDII di seluruh Indonesia. Warta LDII Juga memuat kliping-kliping berita LDII dari berbagai media massa lain-nya, seperti Harian Berita Yudha, Pelita, Berita Buana, Angkatan Bersenjata dan se-bagainya. Warta LDII ini tidak dijual kepa-da umum kepa-dan hanya diperuntukkan bagi ka-langan sendiri serta tidak diterbitkan secara kontinu tapi bersifat insidentil sesuai de-ngan kebutuhan. Pada kepengurusan DPP LDII periods 1990-1998 telah diterbitkan 2 edisi, yaitu edisi tahun 1996 dan 1997. (Prayitno: wakil ketua DPP LDII Tk. I DIY, 1999)

d. Menjalin dan meningkatkan hubungan kerjasama dengan instansi pemerintah dan organisasi kemasyarakatan lainnya.

Hubungan LDII dengan pemerintah selama tahun 1990-1998 cukup baik. Hal ini dikarenakan banyak aktivis LDII yang juga aktivis Golkar. Di samping itu secara orga-nisasi, LDII selama Orde Baru menyalur-kan aspirasi politiknya ke Golkar. Sedang-kan Golkar adalah partai politik yang me-megang tampuk pemerintahan. Oleh karena itu, Hubungan LDII dengan instansi peme-rintah tidak mengalami kesulitan.

Bentuk kerjasama antara LDII de-ngan instansi pemerintah antara lain: 1) Kerja sama antara DPP LDII dengan

ABRI, yaitu mengadakan penataran “ Ji-wa, semangat dan nilai-nilai 45 dan

wa-wasan kebangsaan”. Kegiatan ini dila-tarbelakangi oleh tiga hal, yaitu:

a) Konsep wawasan kebangsaan dan pelestarian jiwa, semangat dan nilai-nilai 45 sudah merupakan komitmen moral LDII terhadap Orde Baru dan hal ini telah mewarnai perjalanan dakwah LDII sejak dulu.

b) Akhir-akhir ini ada isyarat dari pe-mimpin bangsa ini bahwa keutuhan dan persatuan bangsa terasa longgar akibat pengeruh globlisasi.

c) Terjadinya proses regenerasi dari

angkatan 45 “kepada generesi selan -jutnya. Dalam proses ini diperlukan kesamaan persepsi tentang visi kene-garaan dan kebangsaan Republik Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan sejak bulan Pebruari sampai akhir Nopember 1995 dan telah mencapai 8 angkatan. Penataran ini selanjutnya dikembangkan oleh DPD TK. I selu-ruh Indonesia dengan mengadakan penataran serupa di wilayah masing-masing. (Warta LDII, 26 Januari 1996: 15)

2) Kerja sama antara DPD LDII Tk. I se-luruh Indonesia dengan Pemda Tk. I wi-layah masing-masing dengan mengada-kan kegiatan penataran P4.

3) Selalu mengundang pejabat terkait keti-ka mengadaketi-kan suatu kegiatan. Misal-nya setiap MUBES dan RAKERNAS, DPP LDII selalu mengundang Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Ka-sospol ABRI untuk memberikan sam-butan dan pengarahan.(RAKERNAS LDII, 1996: 1-14) Di samping itu, pe-ngurus LDII sering mengadakan audien-si dengan beberapa pejabat. Misalnya audiensi pengurus DPP, DPD TK. I dan DPD TK. II seluruh Indonesia dengan Kasospol ABRI, Letjen TNI M. Ma`ruf pada tanggal 28 Nopember 1995. (Warta LDII, 26 Januari 1996: iii)

Di samping menjalin kerja sama de-ngan instansi pemerintah, LDII juga me-ngadakan kerja sama dengan organisasi ke-masyarakatan lainnya. Misalnya kerja sama


(18)

DPP LDII dan MUI dengan mengundang ketua komisi fatwa MUI, Prof. KH. Ibrahim Hosein, untuk memberikan pengarahan pa-da RAKERNAS LDII 1994.(RAKERNAS LDII, 1994: 79) Ditingkat daerah LDII juga sering mengadakan pertemuan dengan MUI di wilayah masing-masing.(Prayitno: wakil ketua DPP LDII Tk. I DIY, 1999)

Organisasi kemasyarakatan lainnya yang sering diajak kerja sama oleh LDII adalah Golkar. Hal ini dikarenakan adanya kaitan historis antara keduanya,(MUBES IV LEMKARI, 1990: 108) berupa bantuan dan perlindungan Golkar ketika LDII me-ngalami serangan dari pihak luar. Bentuk kerja sama lainnya adalah pihak LDII selalu mengundang pejabat Golkar untuk mem-berikan sambutan dan pengarahan pada ber-bagai kegiatan baik di pusat maupun di daerah, misalnya pada setiap RAKERNAS atau RAKERDA. Sebaliknya untuk mem-bantu kemenangan Golkar pada pemilu 1992 DPD LDII Tk. I seluruh Indonesia me-ngadakan penataran Bappilu Golkar untuk membekali para kader LDII yang Juga kader Golkar dalam memenangkan pemilu. (RAKERNAS LDII, 1994: 39)

3. Bidang Penelitian dan Pengembangan

Program bidang ini adalah memantau perkembangan organisasi dan selanjutnya me-ngadakan evaluasi. Untuk memantau perkem-bangan organisasi secara nasional, pengurus DPP LDII mengadakan peninjauan ke daerah-daerah setiap bulan. Dengan turun ke bawah, mereka dapat mengetahui secara jelas perma-salahan yang dihadapi oleh struktur organisasi tingkat bawah. Permasalahan yang ada di daerah itu kemudian dibawa ke pusat untuk di-adakan evaluasi dan diberikan solusinya. Re-alisasi program ini antara lain pemantauan ter-hadap adanya berbagai bentrokan antara warga LDII dengan golongan Islam lainnya, seperti yang terjadi di desa Curug kecamatan Cimang-gis Bogor Jawa Barat pada tanggal 15 Januari 1996 dan di kelurahan Tegal Sari kecamatan Tegal Barat Kodya Tegal pada tanggal 26 Se-ptember 1998. Setelah diadakan evaluasi,

ma-ka DPP LDII menyaranma-kan agar warga LDII yang ada di daerah bentrokan tersebut untuk sementara memindahkan tempat pengajiannya ke tempat yang lebih aman dan senantiasa me-nahan diri serta bertindak sesuai aturan hukum. (RAKERNAS LDII, 1994: 39)

Bidang Keagamaan

1. Bidang pendidikan agama

Berdasarkan hasil RAKERNAS LDII, bidang ini mempunyai 3 program, (RAKER-NAS LDII, 1994: 38) yaitu:

a. Meningkatkan PemahAman ilmu keagama-an dengkeagama-an mendalami kitab suci al-Qurkeagama-an dan Hadits Nabi.

b. Realisesi program ini adalah sebegai beri-kut:

1) Mengadakan kajian dan pendalaman ku-tub as-sittah bagi para muballig dan te-naga pengajar di lingkungan LDII. Kegi-atan ini dilakukan oleh DPD LDII Tk. I seluruh Indonesia.

2) Menyelenggarakan pengajian rutin bula-nan bagi muda mudi yang diselengra-kan di tingkat PAC.

3) Mengadakan pengadian akbar bulanan yang diselenggrakan oleh DPD Tk. II seluruh Indonesia.

4) Pangajian rutin harian yang diselengga-rakan oleh PAC seluruh Indonesia. (Ab-dullah Syam, 25 Oktober 1999)

c. Pembangunan Pondok-pondok Pesantren. Menurut Bapak Hartono Slamet, di seliruh DPD LDII Tk. I seluruh Indonesia sudah banyak berdiri pondok pesantren LDII, namun tidak ada data yang pasti me-ngenai jumlahnya. Pondok pesantren LDII terbesar terletak di Burengan Banjaran Ke-diri Jawa Timur. Untuk lebih mengoptimal-kan fungsi pondok pesantren ini, pada tahun 1994 DPP LDII membuat pedoman penye-lenggaraan pondok pesantren LDII. (Hartono Slamet, 15 Januari 2000)

Dilihat dari sudut kepemilikan, pon-dok pesantren LDII ini ada dua macam: 1) Pondok pesantren yang tanah dan


(1)

dilarang oleh peme-rintah pada tahun 1971, namun menurutnya larangan itu tidak sah dan tidak diakui oleh LDII. Oleh karena itu LDII tetap meneruskan ajaran-ajaran IJ, karena dianggap sesuai dengan apa yang diperintah-kan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW. (Hartono, 1998)

Berdasarkan wawancara penyusun de-ngan beberapa tokoh LDII, ditambah dede-ngan penelitian mengenai LDII yang dilakukan oleh pihak lain sebagaimana telah diuraikan di atas, penyusun berkesimpulan bahwa LDII tetap meneruskan ajaran-ajaran IJ. Walaupun menu-rut pengakuan mereka ada beberapa ajaran IJ yang dilepaskan, namum itu hanya bersifat sementara untuk meredakan serangan kelom-pok lain. Apabila keadaan sudah memungkin-kan, maka ajaran-ajaran itu akan diangkat kem-bali.

D.Aktivitas-Aktivitas LDII

Program umum LDII yang ditetapkan dalam MUBES IV LEMKARI masih bersifat global. Oleh karena itu, MUBES IV LEM-KARI memberikan wewenang kepada DPP LDII untuk mengubahnya menjadi program yang spesifik dan lebih operasional melalui forum Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS). Pada kepengurusan DPP LDII periode 1990-1998 telah diadakan tiga kali RAKERNAS, yaitu tahun 1991, 1994, dan tahun 1996. Dalam tiga kali RAKERNAS itulah dibuat pokok prioritas program LDII sebagai penerjemahan dari program umum LDII yang masih global. Pokok prioritas program LDII hasil tiga kali RAKERNAS itulah yang menjadi acuan selu-ruh pengurus LDII, baik di pusat maupun dae-rah dalam menjalankan aktivitas-aktivitasnya sesuai dengan kewenangan dan kondisi wila-yah kerja masing-masing.(Hartono Slamet, 2000)

Dalam bab ini, penyusun akan mengu-raikan aktivitas-aktivitas LDII baik yang dila-kukan oleh DPP LDII sebagai pemimpin dan penyelenggara organisasi tingkat nasional maupun yang dilakukan oleh DPD Tk. I, DPD Tk. II, PC, dan PAC sebagai pemimpin dan pe-nyelenggara organisasi tingkat daerah. Karena

DPP LDII mempunyai 9 bidang, maka penyu-sun akan membagi uraian aktifitas-aktifitas LDII ini berdasarkan kesembilan bidang tar-sebut.

Bidang Keorganisasian

1. Bidang Keanggotan dan Kaderisasi

Berdasarkan hasil RAKERNAS LDII, bidang ini mempunyai 3 program, (RAKER-NAS LDII, 1991: 38) yaitu:

a. Menyelesaikan konsolidasi organisasi sam-pai tingkat PAC.

Menurut Bapak Hartono Slamet, ketua umum LDII periode 1990-1998, ada tiga hal pokok yang diamanatkan MUBES IV LEM-KARI kepada DPP LDII, yaitu: konsolidaai or-ganisasi, pembinaan dan pengembengan pen-didikan dan dakwah, peran serta LDII dalam pembangunan nasional. Berdasarkan pemaha-man ini, maka langkah pertama yang dilakukan oleh DPP LDII adalah mengkonsolidasikan segenap jajaran kepengurusan LDII di semua tingkatan, mulai dari pusat sampai daerah.

Konsolidasi organisasi ini sangat men-desak untuk dilakukan, karena pada MUBES IV LEMKARI tahun 1990 terjadi perubahan organisasi, yakni dari LEMKARI menjadi LDII, yang tentunya menuntut adanya penye-suaian-penyesuaian dalam berbagai hal. Dalam jangka waktu 2 tahun, dari tahun 1990-1992, telah diselesaikan perubahan nama, penye-suaian struktur dan personalia organisasi se-cara bertahap mulai dari struktur organisasi tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kotamadya, kecamatan dan tingkat kelurahan seluruh Indonesia. Pada waktu itu sudah terbentuk 26 DPD Tk.I, 238 DPD Tk. II, 1352 PC dan 2803 PAC. Pada tahun-tahun berikutnya, DPP LDII melakukan pengembangan organlasi dengan membentuk perwakilan baru di berbgai daerah, misalnya pembentukan DPD Tk. I Timor Ti-mur pada tahun 1997. Pengembangan orga-nisasi yang dilakukan oleh DPP LDII cukup berhasil, ini ditandai dengan bertambahnya Jumlah struktur organisaai yang sampai tahun 1998 terdiri dari 27 DPD Tk. I, 245 DPD Tk. II, 1402 PC da 2942 PAC.(Hartono Slamet, 2000)


(2)

b. Meningkatkan tertib administrasi.

Menurut Bapak Hartono Slamet, admi-nistrasi merupakan salah satu hal penting da-lam organisasi. Keberhasilan organisasi dada-lam merealisasikan tujuannya akan sangat terbanbu jika ia mempunyai administrasi yang baik. Be-gitu Juga dengan LDII yang mempunyai struk-tur organisasi yang banyak dan tersebar di se-luruh Indonesia, tentunya memerlukan penga-turan administrasi yang baik, sehingga dapat mempermudah kerja organisasi.

Menyadari hal tersebut, maka di semua DPD Tk. I seluruh Indonesia diadakan kegiatan penataran administrasi. Selama tahun 1990 sampai 1996, seluruh DPD Tk. I yang tersebar di 26 propinsi telah selesai mengadakan ke-giatan penataran administrasi ini.

c. Mengadakan Pembinaan Kader Organisasi.

Sampai tahun 1998, Jumlah anggota LDII tidak diketahui secara pasti. Menurut Ba-pak Hartono Slamet, hal ini karena anggota LDII tidak pernah didata secara tertulis dan di-beri kartu enggota. Pendataan secara tertulis hanya dilakukan terhadap para pengurus LDII mulai dari pengurus DPP, DPD Tk. I, DPD Tk. II, PC dan PAC seluruh Indonesia. Namun me-nurut Ensiklopedi Islam, sampai tahun 1989 Jumlah anggota LDII mencapai 30 Juta orang. Dalam rangka mengadakan pembinaan terhadap anggotanya sehingga menjadi kader yang berkualitas baik dari segi kemampuan intelektual maupun manajeral keorgenisasian-nya, LDII melakukan berbagai upaya, antara Iain:

1) Di semua tingkatan kepengurusan dilaku-kan rotasi kepengurusan dengan merekrut kader-kader muda untuk duduk dalam ke-pengurusan.

2) Mengirimkan kader-kader LDII untuk me-ngikuti berbagai pelatihan yang diseleng-garakan oleh LDII sendiri maupun pihak luar. Misalnya penataran wawasan kebang-saan yang diselenggarakan oleh DPP dan DPD Tk. I seluruh Indonesia, Penataran P4 dan panatara da`i yang diselenggarakan oleh DPD Tk. I seluruh Indonesia serta me-ngirimkan utusan pada kegiatan pelatihan

dakwah yang diselenggarakan oleh IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3) Mengirimkan kader-kader LDII ke pondok pesantren LDII untuk belajar pengetahuan agama. Pondok pesantren LDII telah berdiri di semua DPD TK. I, namun yang paling mapan dan sebagai pusatnya adalah pondok pesantren LDII yang ada di Burengan Ban-jaran Kediri Jawa Timur.

4) Mengirimkan kader-kader LDII untuk men-dadi da`i di suatu daerah tertentu dan seka-ligus mengajarkan ajaran-ajaran LDII.

Adapun aktivitas khusus yang dilakukan oleh DPP LDII dalam rangka pembinaan kader organisasi adalah memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang strategi pengembangan organisasi dan problem solving (pemecahan mesalah) kepada pengurus organisasi di daerah maupun kepada anggota LDII, untuk itu setiap tahun selama 2 bulan pengurus DPP turun ke bawah mengadakan pembinaan sekaligus pe-mantauan berhadap perkembangan kaderisasi organisasi. (Hartono Slamet, 2000)

2. Bidang Penerangan, Penerbitan dan Mass Media

Berdasarkan hasil RAKERNAS LDII, bidang ini mempunyai 4 program, (RAKER-NAS LDII, 1991: 38) yaitu:

a. Mengadakan buku-buku yang menghimpun materi-materi pelajaran agama.

Untuk mempermudah warga LDII dalam mempelajari dan mendalami agama, maka pengurus DPP LDII membuat buku-buku yang berisi himpunan materi-materi pelajaran agama, antara lain: Kitab as-Salah, Kitab al-Imarah, Kitab al-Akhlaq, Kitab al-Hajji. Kitab-kitab ini terutama diperuntukan bagi anggota pemula yang baru masuk LDII. (Dwi, 2000)

b. Menerbitkan buku-buku pedoman orga-nisasi.

Buku-buku pedoman organisasi ini oleh DPP LDII, yaitu:

1) Hasil-Hasil MUBES IV LEMKARI yang diterbitkan tahun 1990

2) Hasil Keputusan RAKERNAS LDII 1991 yang diterbitkan tahun 1991.


(3)

3) Hasil Keputusan RAKERNAS LDII 1994 yang diterbitkan tahun 1994 4) Hasil Keputusan RAKERNAS LDII

1996 yang diterbitkan tahun 1996 c. Menerbitkan Bulletin

Untuk merealisasikan program ini, DPP LDII membuat Bulletin yang dina-makan "Warta LDII". Di samping sebagai wahana komunikasi warga LDII, Juga ber-fungsi sebagai wahana penyebaran infor-masi kegiatan LDII di seluruh Indonesia. Warta LDII Juga memuat kliping-kliping berita LDII dari berbagai media massa lain-nya, seperti Harian Berita Yudha, Pelita, Berita Buana, Angkatan Bersenjata dan se-bagainya. Warta LDII ini tidak dijual kepa-da umum kepa-dan hanya diperuntukkan bagi ka-langan sendiri serta tidak diterbitkan secara kontinu tapi bersifat insidentil sesuai de-ngan kebutuhan. Pada kepengurusan DPP LDII periods 1990-1998 telah diterbitkan 2 edisi, yaitu edisi tahun 1996 dan 1997. (Prayitno: wakil ketua DPP LDII Tk. I DIY, 1999)

d. Menjalin dan meningkatkan hubungan kerjasama dengan instansi pemerintah dan organisasi kemasyarakatan lainnya.

Hubungan LDII dengan pemerintah selama tahun 1990-1998 cukup baik. Hal ini dikarenakan banyak aktivis LDII yang juga aktivis Golkar. Di samping itu secara orga-nisasi, LDII selama Orde Baru menyalur-kan aspirasi politiknya ke Golkar. Sedang-kan Golkar adalah partai politik yang me-megang tampuk pemerintahan. Oleh karena itu, Hubungan LDII dengan instansi peme-rintah tidak mengalami kesulitan.

Bentuk kerjasama antara LDII de-ngan instansi pemerintah antara lain: 1) Kerja sama antara DPP LDII dengan

ABRI, yaitu mengadakan penataran “Ji-wa, semangat dan nilai-nilai 45 dan

wa-wasan kebangsaan”. Kegiatan ini

dila-tarbelakangi oleh tiga hal, yaitu:

a) Konsep wawasan kebangsaan dan pelestarian jiwa, semangat dan nilai-nilai 45 sudah merupakan komitmen moral LDII terhadap Orde Baru dan hal ini telah mewarnai perjalanan dakwah LDII sejak dulu.

b) Akhir-akhir ini ada isyarat dari pe-mimpin bangsa ini bahwa keutuhan dan persatuan bangsa terasa longgar akibat pengeruh globlisasi.

c) Terjadinya proses regenerasi dari

angkatan 45 “kepada generesi selan

-jutnya. Dalam proses ini diperlukan kesamaan persepsi tentang visi kene-garaan dan kebangsaan Republik Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan sejak bulan Pebruari sampai akhir Nopember 1995 dan telah mencapai 8 angkatan. Penataran ini selanjutnya dikembangkan oleh DPD TK. I selu-ruh Indonesia dengan mengadakan penataran serupa di wilayah masing-masing. (Warta LDII, 26 Januari 1996: 15)

2) Kerja sama antara DPD LDII Tk. I se-luruh Indonesia dengan Pemda Tk. I wi-layah masing-masing dengan mengada-kan kegiatan penataran P4.

3) Selalu mengundang pejabat terkait keti-ka mengadaketi-kan suatu kegiatan. Misal-nya setiap MUBES dan RAKERNAS, DPP LDII selalu mengundang Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Ka-sospol ABRI untuk memberikan sam-butan dan pengarahan.(RAKERNAS LDII, 1996: 1-14) Di samping itu, pe-ngurus LDII sering mengadakan audien-si dengan beberapa pejabat. Misalnya audiensi pengurus DPP, DPD TK. I dan DPD TK. II seluruh Indonesia dengan Kasospol ABRI, Letjen TNI M. Ma`ruf pada tanggal 28 Nopember 1995. (Warta LDII, 26 Januari 1996: iii)

Di samping menjalin kerja sama de-ngan instansi pemerintah, LDII juga me-ngadakan kerja sama dengan organisasi ke-masyarakatan lainnya. Misalnya kerja sama


(4)

DPP LDII dan MUI dengan mengundang ketua komisi fatwa MUI, Prof. KH. Ibrahim Hosein, untuk memberikan pengarahan pa-da RAKERNAS LDII 1994.(RAKERNAS LDII, 1994: 79) Ditingkat daerah LDII juga sering mengadakan pertemuan dengan MUI di wilayah masing-masing.(Prayitno: wakil ketua DPP LDII Tk. I DIY, 1999)

Organisasi kemasyarakatan lainnya yang sering diajak kerja sama oleh LDII adalah Golkar. Hal ini dikarenakan adanya kaitan historis antara keduanya,(MUBES IV LEMKARI, 1990: 108) berupa bantuan dan perlindungan Golkar ketika LDII me-ngalami serangan dari pihak luar. Bentuk kerja sama lainnya adalah pihak LDII selalu mengundang pejabat Golkar untuk mem-berikan sambutan dan pengarahan pada ber-bagai kegiatan baik di pusat maupun di daerah, misalnya pada setiap RAKERNAS atau RAKERDA. Sebaliknya untuk mem-bantu kemenangan Golkar pada pemilu 1992 DPD LDII Tk. I seluruh Indonesia me-ngadakan penataran Bappilu Golkar untuk membekali para kader LDII yang Juga kader Golkar dalam memenangkan pemilu. (RAKERNAS LDII, 1994: 39)

3. Bidang Penelitian dan Pengembangan

Program bidang ini adalah memantau perkembangan organisasi dan selanjutnya me-ngadakan evaluasi. Untuk memantau perkem-bangan organisasi secara nasional, pengurus DPP LDII mengadakan peninjauan ke daerah-daerah setiap bulan. Dengan turun ke bawah, mereka dapat mengetahui secara jelas perma-salahan yang dihadapi oleh struktur organisasi tingkat bawah. Permasalahan yang ada di daerah itu kemudian dibawa ke pusat untuk di-adakan evaluasi dan diberikan solusinya. Re-alisasi program ini antara lain pemantauan ter-hadap adanya berbagai bentrokan antara warga LDII dengan golongan Islam lainnya, seperti yang terjadi di desa Curug kecamatan Cimang-gis Bogor Jawa Barat pada tanggal 15 Januari 1996 dan di kelurahan Tegal Sari kecamatan Tegal Barat Kodya Tegal pada tanggal 26 Se-ptember 1998. Setelah diadakan evaluasi,

ma-ka DPP LDII menyaranma-kan agar warga LDII yang ada di daerah bentrokan tersebut untuk sementara memindahkan tempat pengajiannya ke tempat yang lebih aman dan senantiasa me-nahan diri serta bertindak sesuai aturan hukum. (RAKERNAS LDII, 1994: 39)

Bidang Keagamaan

1. Bidang pendidikan agama

Berdasarkan hasil RAKERNAS LDII, bidang ini mempunyai 3 program, (RAKER-NAS LDII, 1994: 38) yaitu:

a. Meningkatkan PemahAman ilmu keagama-an dengkeagama-an mendalami kitab suci al-Qurkeagama-an dan Hadits Nabi.

b. Realisesi program ini adalah sebegai beri-kut:

1) Mengadakan kajian dan pendalaman ku-tub as-sittah bagi para muballig dan te-naga pengajar di lingkungan LDII. Kegi-atan ini dilakukan oleh DPD LDII Tk. I seluruh Indonesia.

2) Menyelenggarakan pengajian rutin bula-nan bagi muda mudi yang diselengra-kan di tingkat PAC.

3) Mengadakan pengadian akbar bulanan yang diselenggrakan oleh DPD Tk. II seluruh Indonesia.

4) Pangajian rutin harian yang diselengga-rakan oleh PAC seluruh Indonesia. (Ab-dullah Syam, 25 Oktober 1999)

c. Pembangunan Pondok-pondok Pesantren. Menurut Bapak Hartono Slamet, di seliruh DPD LDII Tk. I seluruh Indonesia sudah banyak berdiri pondok pesantren LDII, namun tidak ada data yang pasti me-ngenai jumlahnya. Pondok pesantren LDII terbesar terletak di Burengan Banjaran Ke-diri Jawa Timur. Untuk lebih mengoptimal-kan fungsi pondok pesantren ini, pada tahun 1994 DPP LDII membuat pedoman penye-lenggaraan pondok pesantren LDII. (Hartono Slamet, 15 Januari 2000)

Dilihat dari sudut kepemilikan, pon-dok pesantren LDII ini ada dua macam: 1) Pondok pesantren yang tanah dan


(5)

pengurus LDII bisa secara langsung me-netapkan struktur kepengurusan dan ma-teri pendidikannya.

2) Pondok Pesantren yang tanah dan ba-ngunannya bukan milik LDII, tapi milik Pribadi atau yayasan. Oleh karena itu, sebelum menetapkan struktur kerusan dan materi pendidikannya, pengu-rus LDII terlebih dahulu mengadakan perjanjian dengan pemiliknya yang beri-si persetujuan bahwa pondok pesantren itu pengelolaannya diserahkan kepada LDII.

a) Pembangunan mesdid

Untuk meningkatkan sarana ibadah, khususnya bagi warga LDII, maka diba-ngunlah mesjid di berbagai daerah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dana. Menurut Bapak Hartono Slamet, pemba-ngunan mesjid dilakukan secara gotong oyong oleh warga LDII sendiri. Ada warga yang menyumbang dalam bentuk materi, tetapi ada juga yang menyumbang dalam bentuk tenaga. Kesadaran warga LDII uh-tuk berpartisipasi dalam pembangunan mesjid sangat tinggi, karena didasari hadits Nabi yang berbunyi:

Artinya: Barangsiapa membangun mesjid dengan niat karena Allah, maka Allah akan membangun baginya sebuah rumah di surga (HR. Bukhari).

Menurut Bapak Prayitno, sampai ta-hun 1998, LDII telah membangun lebih dari 1402 mesjid yang tersebar di seluruh Indonesia. (Prayitno, 2000)

PENUTUP Kesimpulan

Asal-usul LDII tidak bisa dilepaskan da-ri LEMKARI dan IJ. Ajaran yang dikembang-kan oleh LDII pun sama dengan ajaran yang dikembangkan LEMKARI, yaitu ajaran IJ

yang sudah diadakan perubahan dan penye-suaian guna menghindari keresahan dalam masyarakat, Meskipun ajaran LDII banyak dikecam, namun LDII bisa berkembang pesat. Buktinya adalah pada tahun 1998 LDII Selah mempunyai Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Tk. I di seluruh Indonesia.

LDII telah menerapkan sistem keorga-nisasian modern yang ditandai dengan adanya tata kerja yang menangani bidang-bidang khu-sus. Namun dalam realitasnya, konsep-konsep tentang organisasi modern itu belum sepenuh-nya dapat dipenuhi, terutama dalam masalah dokumentasi, kesekretariatan, promosi atas da-sar prestasi dan jaminan pensiunan usia tua.

Dilihat dari dasarannya, aktivitas-akti-vitas yang dilakukan LDII ada bersifat intern (khusus ditujukan bagi anggota LDII), tetapi ada Juga yang bersifat ekstern. Sedangkan ka-lau dilihat dari bidang garapannya, aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan LDII tidak terbatas pada bidang agama semata, tetapi juga meliputi bidang-bidang sosial kemasyarakatan lainnya, seperti pendidikan, ekonomi, hukum, keseha-tan dan olah raga.

Saran-saran

1. Kepada umat Islam secara umum, hendak-lah dapat saling menghargai, terutama bila ada perbedaan pemahaman dalam menja-lankan ajaran Islam. Jangan mudah menu-duh sesat kepada ajaran orang lain, apalagi mengkafirkannya sebelum melakukan pe-nelitian yang mendalam.

2. Kepada pengikut LDII, hendaklah tidak bersikap ekslusif dalam pergaulan sosial, walaupun mungkin dalam masalah praktek ibadah ada perbedaan dengan kelompok lain.

3. Kepada pengurus LDII baik di pusat mau-pun di daerah, aktivitas-aktivitas organisasi yang telah dilakukan hendaklah didoku-mentasikan secara tertulis, supaya lebih mempermudah pencariannya bila dibutuh-kan, khususnya bila ada orang yang akan melakukan penelitian.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ahdu1lah, A1y. (1996). Mengenal Ajaran Beberapa Aliran Islam di Indonesia. Surakarta: Pusat Studi Islam dan Kemuhammadiyahan

AM, Imran dan Taufik, Ahmad. (1979). Islam Jama`ah Yang Meresahkan. Bangil: M. Muslimin

Aziz, Abdul, dkk, ed. (1994). Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia. Jakarta: Pustaka Firdaus

Chadijah Nasution. (1981). Islam Jamaah dan Yayasan Tarbiyatul Islamiyah. Yogya-karta: Sekretariat Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga

Gottschalk, Louis. terj. Nugroho Notosusanto Jaiz, (1985). Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press

Hartono Ahmad, ed. (1999). Bahaya Islam Jama`ah, LEMKARI, LDII. Jakarta: Pustaka A1-Kautsar

Kartodirjo, Sartono. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakar-ta: PT. Gramedia Pustaka Utama M. Darori Amin, "Lembaga Dakwah Islam

Indonesia" dalam Abdullah Aly. (1996). Mengenal Ajaran Beberapa Aliran Islam di Indonesia. Surakarta: Pusat Studi Islam dan Kemuhammadiyahan Marsinin, Manan. (1994). Islam jama`ah Dulu,

Kini dan Yang Akan Datang. Jakarta: Universitas YASRI

Marzani Anwar, "Gerakan Islam Jamaah", dalam Abdul Aziz. (1994) Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia. Jakar-ta: Pusbaka Firdaus

Nasution, Chadijah. (1981). Islam Jama`ah dan Yayasan Tarbiyatul Islamiyah. Yogyakarta: Sekretariat Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga

Soekanto, Soerjono. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali Syani, Abdul. (1987). Manajemen Organisasi. Jakarta: PT. Bina Aksara

Direktorium Pusat LEMKARI. (1987). Riwa-yat Singkat Berdirinya LEMKARI. Jakarta: Sekretariat Direktorium Pusat LEMKARI

Dewan Pimpinan Pusat LDII. (1990). Hasil MUBES IV LEMKARI. Jakarta: DPP LDII

---. (1991). Hasil Keputusan RAKERNAS LDII 1991. Jakarta: DPP LDII

---. (1994). Hasil Keputusan RAKERNAS LDII 1994. Jakarta: DPP LDII

---. (1996). Hasil Keputusan RAKERNAS LDII 1996. Jakarta: DPP LDII

---. (1998). Himpunan Ketetapan MUNAS V LDII. Jakarta: DPP LDII

Ridawan, Kafrawi, dkk., ed. (1993). Ensiklo-pedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar baru Van Hoeve

Departemen Agama RI. (1992). Al-Qur`an dan Terjemahannya. Semarang: PT. Tan-jung Mas Inti

Sudarsono. (1992). Kamus Hukum. Jakarta: PT. Bineka Cipta

Tempo, No. 110, April 1982 Amanah, No. 63, 1998 Warta LDII, 26 Januari 1996 ---. 26 April 1997