Hubungan Dan Besar Risiko Kadar Lipid Serum Terhadap Gangguan Fungsi Kognitif Pada Pasien Stroke Iskemik Dan Non Stroke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Stroke Iskemik
II.1.1. Definisi
Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut yang
disebabkan oleh iskemia atau perdarahan, berlangsung selama 24 jam
atau meninggal, tetapi tidak mempunyai bukti yang cukup untuk
diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).
Stroke
iskemik
adalah
episode
disfungsi
neurologis
yang
disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal, atau infark retinal. Dimana
infark susunan saraf pusat (SSP) adalah kematian sel pada otak, medula
spinalis, atau sel retinal akibat iskemia berdasarkan hasil patologi, imaging
atau bukti objektif dari iskemik fokal serebral, medula spinalis atau retinal
pada suatu distribusi vaskular tertentu. Atau adanya bukti klinis
dari
iskemik fokal serebral, medula spinalis atau retinal berdasarkan gejala
yang bertahan ≥ 24 jam atau meninggal dan etiologis lainnya telah
dieksklusikan (Sacco dkk, 2013).
II.1.2. Epidemiologi
Penyakit serebrovaskular menduduki peringkat kedua penyebab
kematian di dunia, angka mortalitasnya meningkat tiap tahunnya sekitar
20%. Pada tahun 2001 sampai 2011 sekitar 795.000 orang di Amerika
Serikat menderita stroke setiap tahunnya dimana sekitar 610.000 adalah
Universitas Sumatera Utara
serangan pertama dan 185.000 stroke berulang dimana stroke merupakan
satu dari 20 penyebab kematian di Amerika Serikat (Enders dkk, 2009;
Goldstein dkk, 2011; Mozaffarian dkk, 2015).
Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat
dengan bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita pada
usia yang lebih muda tetapi tidak pada usia yang lebih tua. Perbandingan
insiden pria dan wanita pada umur 55 – 64 tahun adalah 1,25; pada umur
65 – 74 tahun adalah 1,50; 75 – 84 tahun adalah 1,07; dan pada umur≥
85 tahun adalah 0,76 (Rosamond dkk, 2007).
II.1.3 Faktor Risiko
Faktor- faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : (Sjahrir, 2003)
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Keturunan / genetik
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,
low fruit diet
3. Alkoholik
Universitas Sumatera Utara
4. Obat – obatan: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet,
obat kontrasepsi
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic , Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS), lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain.
II.1.4. Klasifikasi
Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke, berdasarkan atas
gambaran
klinik,
patologi
anatomi,
sistem
pembuluh
darah
dan
stadiumnya: (Misbach dan Jannis, 2011))
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
Universitas Sumatera Utara
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Complete stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
IV. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST) dan Stroke
Data Bank Classifications:
1. Large- artery atherosclerosis (embolus/thrombosis)
2. Kardioembolisme
3. Small- vessel occlusion (lacunar infarct)
4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan
5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan
V. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu :
1. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infarcy (TACI)
3. Lacunar Infarct (LACI)
4. Posterior Circulation Infarct (POCI)
II.1.5. Patofisiologi
Universitas Sumatera Utara
Pada stroke iskemik, hilangnya perfusi ke otak dalam beberapa
detik sampai menit menyebabkan terjadinya kaskade iskemik yang
menyebabkan gambaran pusat sentral area infark irreversible yang
dikelilingi area penumbra (potensial reversible) (Gofir, 2009).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian
inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah
ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di
luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel
otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang
fungsi–fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat
iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di
luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemis akibat adanya aliran
darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah
yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat di reperfusi
dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor
waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsurangsur mengalami kematian (Misbach dan Soertidewi, 2011).
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap, yaitu: (Sjahrir, 2003)
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah otak
b. Pengurangan O 2
c. Kegagalan energi
Universitas Sumatera Utara
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Respon inflamatorik pada stroke iskemik akut mempunyai pengaruh
buruk yang memperberat bagi perkembangan infark serebri. Berbagai
penelitian menunjukkan adanya perubahan kadar sitokin pada penderita
stroke iskemik akut. Mikroglia merupakan makrofag serebral yang
merupakan sumber sitokin utama di serebral. Sitokin adalah mediator
peptida molekuler, merupakan protein atau glikoprotein yang dikeluarkan
oleh suatu sel dan mempengaruhi sel lain dalam suatu proses inflamasi,
contohnya limfokin dan interleukin (IL-1 beta, IL-6, IL-8, TNF-α) yang
merupakan sitokin pro inflamatorik. Produksi sitokin yang berlebihan
mengakibatkan plugging mikrovaskuler serebral dan pelepasan mediator
vasokonstriktif endothelin sehingga memperberat penurunan aliran darah,
juga mengakibatkan eksaserbasi kerusakan blood brain barrier dan
parenkim melalui pelepasan enzim hidrolitik, proteolitik dan produksi
radikal bebas yang akan menambah neuron yang mati (Sjahrir, 2003;
Harukuni dan Bhardwaj, 2006; Farhoudi M dkk, 2013).
Tahap 4 : Apoptosis
II.2. Fungsi Kognitif
Universitas Sumatera Utara
II.2.1. Definisi
Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar
seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi
kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan,
pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan,
menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi (Strub dan Black, 2000).
II.2.2. Domain Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif terdiri dari: (Diatri dkk, 2008)
a. Atensi
Atensi
adalah
kemampuan
untuk
bereaksi
atau
memperhatikan satu stimulus dengan mampu mengabaikan
stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi merupakan hasil
hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas korteks
sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan
mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan. Konsentrasi
merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam
periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan
mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan
fungsi eksekutif.
b. Bahasa
Bahasa
merupakan
perangkat
dasar
komunikasi
dan
modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika
terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori
Universitas Sumatera Utara
verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak
dapat dilakukan.
Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu :
1. Kelancaran
Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan
kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal.
Metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien
adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara
secara spontan.
2. Pemahaman
Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami
suatu
perkataan
atau
perintah,
dibuktikan
dengan
kemampuan seseorang untuk melakukan perintah tersebut.
3. Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan
atau kalimat yang diucapkan seseorang.
4. Penamaan
Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu
objek beserta bagian-bagiannya.
Gangguan bahasa sering terlihat pada lesi otak fokal maupun
difus, sehingga merupakan gejala patognomonik dsifungsi otak.
Penting bagi klinikus untuk mengenal gangguan bahasa karena
Universitas Sumatera Utara
hubungan yang spesifik antara sindroma afasia dengan lesi
neuroanatomi.
c. Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian
informasi, proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal
yang
berpengaruh
dalam
ketiga
proses
tersebut
akan
mempengaruhi fungsi memori. Fungsi memori dibagi dalam tiga
tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara stimulus
dengan recall, yaitu :
1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara
stimulus dengan recall hanya beberapa detik. Disini hanya
dibutuhkan
pemusatan
perhatian
untuk
mengingat
(attention)
2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama
yaitu bebrapa menit, jam, bulan bahkan tahun.
3. Memori
lama
(remote
memory),
rentang
waktunya
bertahun-tahun bahkan seusia hidup.
d. Visuospasial
Kemampuan
visuospasial
merupakan
kemampuan
konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam
gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok.
Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus
parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.
Universitas Sumatera Utara
Menggambar
jam
sering
digunakan
untuk
skrining
kemampuan visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan
dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.
e. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif dari otak dapat didefenisikan sebagai suatu
proses
kompleks
seseorang
dalam
memecahkan
masalah/persoalan baru. Proses ini meliputi kesadaran akan
keberadaan suatu masalah, mengevaluasinya, menganalisa serta
memecahkan / mencari jalan keluar suatu persoalan.
II.2.3. Anatomi Fungsi Kognitif
Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri
dalam menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut
sistem limbik. Sistem limbik terdiri dari amigdala, hipokampus, nukleus
talamik anterior, girus subkalosus, girus singuli, girus parahipokampus,
formasio hipokampus dan korpus mamilare. Alveus, fimbria, forniks,
traktus mamilotalmikus dan striae terminalis membentuk jaras-jaras
penghubung sistem ini (Waxman, 2007).
Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran,
motivasi, emosi, fungsi neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak
berikut ini merupakan bagian dari sistem limbik: (Markam, 2003)
1. Amigdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada
hemisfer kanan predominan untuk belajar emosi dalam keadaan
Universitas Sumatera Utara
tidak sadar, dan pada hemisfer kiri predominan untuk belajar
emosi pada saat sadar.
2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka
panjang,
pemeliharaan
fungsi
kognitif
yaitu
proses
pembelajaran.
3. Girus parahipokampus, berperan dalam pembentukan memori
spasial.
4. Girus singulatus, mengatur fungsi otonom seperti denyut
jantung, tekanan darah dan kognitif yaitu atensi.
5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary
bodies dan septal nuclei. Forniks berperan dalam memori dan
pembelajaran.
6. Hipotalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui
produksi dan pelepasan hormon, tekanan darah, denyut
jantung, lapar, haus, libido dan siklus tidur/bangun, perubahan
memori baru menjadi memori jangka panjang.
7. Talamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon
membentuk dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus
sebagai pusat hantaran rangsang indra dari perifer ke korteks
serebri. Dengan kata lain, talamus merupakan pusat pengaturan
fungsi kognitif di otak/sebagai stasiun relay ke korteks serebri.
8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan
pembelajaran.
Universitas Sumatera Utara
9. Girus dentata, berperan dalam memori baru
10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan
komponen asosiasi.
Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi kognitif antara
lain : (Markam, 2003)
1. Lobus frontalis
Pada lobus frontalis mengatur motorik, prilaku, kepribadian,
bahasa, memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisa
dan sintesis. Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan
sebagai bagian sistem limbik, karena banyaknya koneksi
anatomik dengan struktur limbik dan adanya perubahan emosi
bila terjadi kerusakan.
2. Lobus parietalis
Lobus ini berfungsi dalam membaca, persepsi, memori dan
visuospasial. Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual,
auditori, taktil) dari area sosiasi sekunder. Karena menerima
input dari berbagai modalitas sensori sering disebut korteks
heteromodal dan mampu membentuk asosiasi sensorik (cross
modal association). Sehingga manusia dapat menghubungkan
input visual dan menggambarkan apa yang mereka lihat atau
pegang.
Universitas Sumatera Utara
3. Lobus temporalis
Lobus
temporalis
berfungsi
mengatur
pendengaran,
penglihatan, emosi, memori, kategorisasi benda-benda dan
seleksi rangsangan auditorik dan visual.
4. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer,
visuospasial, memori dan bahasa.
II.2.4. Gangguan Kognitif pada Stroke Iskemik
Penentuan disfungsi kognitif setelah stroke merupakan hal yang
penting karena dapat mempengaruhi pilihan pengobatan. Suatu studi
prospektif case control menilai fungsi kognitif pada onset stroke iskemik
hari ke- 15. Pada analisis bivariat, gangguan fungsi kognitif berhubungan
dengan usia (p˂ 0,003), tingkat pendidikan (p˂ 0,003), depresi (p˂ 0,019),
defisit neurologis pada hari ke- 15 (p˂ 0,028) (Jaillard dkk, 2009).
Studi terbaru menunjukkan bahwa total volume infark menjelaskan
hanya sebagian kecil variabilitas kognitif pada didukung bahwa infark di
daerah strategis memainkan peran penting dalam mekanisme penurunan
kognitif setelah stroke dan dikaitkan dengan tingkat keparahan demensia.
Infark di daerah strategis tersebut, seperti daerah limbik kortikal, daerah
asosiasi heteromodal termasuk korteks frontal dan white matter. Lesi pada
hipokampus dapat mengganggu memori verbal jangka panjang. White
matter lession (WMLs) merupakan manifestasi radiologi dari kerusakan
Universitas Sumatera Utara
parenkim serebral akibat penyakit serebrovaskluar dimana merupakan
prediktor penurunan kognitif dan berhubungan dengan level gangguan
kognitif (Sun dkk, 2014).
Gangguan kognitif yang tampak dalam fase akut stroke sebagian
besar ditentukan oleh efek lokal lesi atau hipoperfusi. Namun sejumlah
disfungsi kognitif akut dapat membaik selama minggu-minggu dan bulan
pertama setelah stroke karena adanya rekanalisasi diikuti oleh reperfusi,
atau plastisitas serebral. Sementara banyak dari gangguan kognitif paska
stroke membaik selama periode sub akut, namun beberapa pasien
menjalani disfungsi kognitif dan fisik yang progresif, meskipun tanpa
terdeteksi kejadian serebrovaskular baru (Danovska dkk, 2012).
Faktor
risiko
vaskular
seperti
hipertensi,
diabetes
melitus,
hiperlipidemia, merokok, atrial fibrilasi meningkatkan risiko gangguan
kognitif dan juga stroke (Sun dkk, 2014).
Hipertensi adalah modifiable risk factor yang paling umum untuk
terjadinya stroke di seluruh dunia. Hipertensi ini juga dikenal sebagai
faktor risiko terhadap perkembangan demensia. Hipertensi menunjukkan
mikrovaskular serebral terhadap tekanan pulsatil dan aliran darah yang
menyebabkan robekan dari endotel vaskular dan sel otot polos yang
menyebabkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid. Gangguan yang timbul
dari perfusi menyebabkan infark lakunar atau iskemik kronik yang
menyebabkan leukoariosis yang berhubungan dengan perkembangan
demensia (Sahathevan dkk, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Karena berperan sebagai faktor risiko vaskular, diabetes dapat
mempengaruhi fungsi kognitif. Stres metabolik yang disebabkan keadaan
hiperglikemia
atau
hipoglikemia
dan
pengaruh
hiperinsulinemia
merupakan penyebab potensial gangguan kognitif. Gangguan kognitif
yang bermakna merupakan outcome dari episode hipoglikemia akut atau
hipoglikemia
kronik
sub
akut
yang
berulang.
Hiperglikemia
juga
berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif. Dihipotesakan
bahwa hiperglikemia dapat beraksi melalui advanced glycation endproducts (AGE) yang ditemukan pada neuritic plaque (NP) dan
intracellular neurofibrillary tangles (NFT) bahkan pada stadium dini
Alzheimer’s disease. Dikatakan bahwa Aβ mengaktifkan diekspresikan
berlebihan reseptor AGE yang terlihat pada otak Alzheimer’s disease,
sehingga menyebabkan peningkatan stres oksidatif dan kerusakan
selular. Hiperglikemia pada stadium preklinik dari diabetes Melitus (DM)
tipe 2 menyebabkan hiperinsulinemia. Diperkirakan peningkatan kadar
insulin menghabat aksi enzim insulin-degrading yang merupakan protease
mayor yang terlibat dalam clearance Aβ. Ada bukti histopatologi dari
hubungan antara DM dan demensia. Hasil studi otopsi dan pencitraan
menunjukkan bahwa pasien diabetes memiliki angiopati amiloid serebral,
NP, dan NFT yang lebih jelas dibandingkan dengan non diabetes; dan
juga memiliki atrofi hipokampus yang lebih besar (Sahathevan dkk, 2012).
Universitas Sumatera Utara
II.2.5 Tes Menilai Fungsi Kognitif
II.2.5.1. Mini Mental State Examination (MMSE)
Sebagai satu penilaian awal, pemeriksaan MMSE adalah tes yang
paling banyak dipakai. Penilaian dengan nilai maksimal 30, cukup baik
dalam mendeteksi gangguan kognitif, menetapkan data dasar dan
memantau penurunan kognitif dalam kurun waktu tertentu. Skor MMSE
normal 24–30. Bila skor kurang dari 24 mengindikasikan gangguan fungsi
kognitif. Namun pada individu yang berpendidikan tinggi bila skor MMSE ≤
27 dicurigai suatu gangguan fungsi kognitif (Kusumoputro dkk, 2003).
Tabel 1. Skor Median MMSE
Lama Pendidikan
Median
0-6 tahun
24
7-9 tahun
26
10-12 tahun
26
> 12 tahun
28
Usia
˂ 20 tahun
27
21-30 tahun
28
31-40 tahun
28
41-50 tahun
26
51-60 tahun
27
>60 tahun
21
Dikutip dari : Sjahrir, H., Ritarwan, K., Tarigan, S., Rambe, A.S., Lubis,
I.D., Bhakti, I. 2001. The Mini Mental State Examination in healthy
individuals in Medan, Indonesia by age and education level. Neurol J
Southeast Asia: 6:19-22.
Mini mental state examination (MMSE) pertama kali diperkenalkan
oleh Folstein dkk pada tahun 1975. Saat ini MMSE digunakan secara luas
sebagai alat skoring standar pada banyak negara dan diartikan kedalam
berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Mini mental state
examination menilai sejumlah domain kognitif, orientasi, atensi dan
Universitas Sumatera Utara
kalkulasi,
immediate
and
short
term
recall,
kemampuan
untuk
menyelesaikan instruksi lisan dan tertulis yang sederhana sebagaimana
konstruksi visual (Sjahrir dkk, 2001).
Sebuah studi yang dilakukan pada 473 orang sehat yang berumur
lebih dari 15 tahun dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang
beragam di Medan didapatkan skor median MMSE berdasarkan usia dan
lama pendidikan dapat dilihat pada tabel 1. (Sjahrir dkk, 2001)
II.2.5.2. Clock Drawing Test (CDT)
Clock drawing test (CDT) merupakan alat skrining cepat terutama
untuk kelainan fungsi kognitif, selain itu dapat digunakan pada pasien
dengan demensia, delirium, atau pasien dengan gangguan neurologi dan
psikiatri. Keuntungan tes ini adalah dapat mengetahui fungsi kognitif,
fungsi motor dan persepsi yang memerlukan penyelesaian yang baik,
orientasi, konseptualisasi waktu, organisasi visuospasial, memori dan
fungsi eksekutif, pemahaman pendengaran, memori penglihatan, program
motorik, pengetahuan tentang numerikal, instruksi semantik, inhibisi
terhadap stimuli yang tidak perlu, konsentrasi dan toleransi terhadap
keadaan frustasi. Menggambar jam dengan baik dan komplit menunjukkan
fungsi-fungsi tersebut bekerja dengan baik, sedangkan secara umum
menggambar jam yang abnormal merupakan petunjuk adanya masalah
yang potensial dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut (Trimble dkk,
2005; Shulman, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Clock drawing test memberikan penilaian fungsi eksekutif dan
visuospasial yang lebih baik (Kusumoputro dkk, 2003).
Pada umumnya, tes ini menilai sejumlah fungsi kognitif, yang
menyerupai MMSE. Banyak area di otak yang terlibat dan harus bekerja
secara simultan untuk menggambar jam dinding, terutama daerah frontal,
temporal dan parietal. Oleh karenanya CDT merupakan suatu instrumen
yang menarik untuk identifikasi dan follow-up pasien-pasien dengan
possible dementia. Tes ini menilai banyak kemampuan kognitif yang
tampaknya terlibat pada awal demensia, seperti memori jangka pendek,
pemahaman instruksi verbal, orientasi spasial, pemikiran abstrak,
merencanakan, konsentrasi eksekutif dan visuospasial (Aprahamian dkk,
2009).
II.3. Lipid
II.3.1. Definisi
Lipid merupakan kelompok heterogen dari senyawa, termasuk
lemak, minyak, steroid, wax, dan senyawa lain yang terkait. Lipid memiliki
sifat (1) relatif tidak larut dalam air dan (2) larut dalam pelarut nonpolar
seperti sebagai eter dan kloroform (Botham dan Mayes, 2012).
II.3.2. Klasifikasi
Universitas Sumatera Utara
Lipid diklasifikasikan menjadi dua yaitu lipid sederhana dan lipid
kompleks: (Botham dan Mayes, 2012)
II.3.2.1. Lipid sederhana meliputi ester asam lemak dengan berbagai
alkohol. Contoh lipid sederhana antara lain :
1. Lemak (fat) merupakan ester asam lemak dengan gliserol.
2. Minyak (oil) adalah lemak dalam keadaan cair.
3. Wax (malam) merupakan ester asam lemak dengan alkohol
monohidrat yang berat molekulnya tinggi.
II.3.2.2. Lipid kompleks merupakan ester asam lemak yang mengandung
gugus-gugus selain alkohol dan satu atau lebih asam lemak, yang dibagi
atas tiga kelompok, yaitu:
1. Fosfolipid adalah lipid yang mengandung suatu residu asam fosfor,
selain asam lemak dan alkohol.
2. Glikolipid adalah lipid yang mengandung asam lemak, sfingosin,
dan karbohidrat.
3. Lipid kompleks lain juga meliputi sulfolipid, aminolipid, dan
lipoprotein.
II.3.3. Lipid Plasma
Lipid plasma terdiri dari trigliserida (16%), fosfolipid (30%),
kolesterol (14%), dan kolesterol ester (36%) dan fraksi yang lebih kecil
dari asam lemak rantai panjang yang tidak teresterifikasi (Free Fatty Acid
atau FFA) (4%). Fraksi yang terakhir ini, FFA, secara metabolik yang
Universitas Sumatera Utara
paling aktif dari lipid plasma. Agar lipid dapat diangkut dalam sirkulasi,
maka susunan molekul lipid harus dimodifikasi, yaitu dalam bentuk
lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Lipoprotein terdiri dari kolesterol
ester dan trigliserida yang mengisi inti dan dikelilingi oleh fosfolipid,
kolesterol non ester dan apolipoprotein. Lipoprotein ini bertugas
mengangkut lipid dari tempat sintesisnya ke tempat penggunaannya
(Botham dan Mayes, 2012).
Tabel 2. Komposisi Lipoprotein Plasma
Diambil dari: Botham, K.M., and Mayes, P.A. 2012. Cholesterol Synthesis,
Transport, & Excretion. In: Rodwell, V.W., Bender, D.A., Botham, K.M.,
Kennelly, P.J., Weil, P.A., editors. Harper’s Illustrated Biochemistry.
30thed. Lange Medical Book. New York. 266-286.
Universitas Sumatera Utara
Empat kelompok utama lipoprotein yang penting secara fisiologis
dan diagnosa klinis adalah (1) kilomikron, berasal dari penyerapan usus
atas trigliserida dan lipid lainnya; (2) very low density lipoproteins (VLDL),
yang berasal dari hati untuk ekspor trigliserida; (3) low density lipoproteins
(LDL), yang mewakili tahap akhir dalam katabolisme VLDL; dan (4) high
density lipoproteins (HDL), yang terlibat dalam transportasi kolesterol dan
juga dalam VLDL dan metabolisme kilomikron. Trigliserida adalah lipid
dominan di kilomikron dan VLDL, sedangkan kolesterol dan fosfolipid
adalah lipid dominan dalam LDL dan HDL, yang dapat dilihat pada tabel 2
(Botham dan Mayes, 2012).
Lipoprotein (a) atau Lp (a) juga merupakan bagian dari lipoprotein
plasma dimana Lp (a) merupakan molekul seperti LDL yang terdiri dari
partikel apoprotein (apo) B-100 yang terhubung oleh jembatan disulfida
ke apo (a). Apolipoprotein (a) sering disingkat menjadi apo (a) adalah
suatu komposisi yang terdiri dari kandungan yang kaya karbohidrat dan
protein yang sangat hidrofilik. Satu molekul apo B-100 yang terdapat pada
Lp(a) berikatan secara kovalen dengan apo (a) melalui ikatan disulfida
tunggal. Apo (a) B-100 merupakan komponen protein utama pada
kolesterol LDL dan VLDL . Partikel lipoprotein (a), pertama kali terdeteksi
oleh Berg pada tahun 1963, adalah kompleks makromolekul berbentuk
bola dengan diameter sekitar 25 nm, dan kepadatan mulai dari 1,05- 1,12
g / mL (Milionis dkk,2000; Maranhao dkk,2014).
Universitas Sumatera Utara
II.3.4. Metabolisme Lipid
II.3.4.1. Jalur Eksogen
Makanan berlemak terdiri atas trigliserida dan kolesterol. Selain
kolesterol yang berasal dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol
dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di
usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati
disebut lemak eksogen. Trigliserida dan kolesterol dalam usus halus akan
diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserida akan diserap
sebagai asam lemak bebas sedangkan kolesterol sebagai kolesterol. Di
dalam usus halus, asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi
trigliserida, sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi
kolesterol
ester
apolipoprotein
dan
akan
keduanya
membentuk
bersama
dengan
lipoprotein
yang
fosfolipid
dikenal
dan
dengan
kilomikron (Adam, 2006).
Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui
duktus torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserida dalam
kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang
berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas (free fatty acid (FFA)=
non- esterified fatty acid (NEFA)). Asam lemak bebas dapat disimpan
sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila
terdapat dalam jumlah yang banyak, sebagian akan diambil oleh hati.
Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserida akan
Universitas Sumatera Utara
menjadi kilomikron remnant yang mengandung ester dan akan dibawa ke
hati (Adam, 2006).
II.3.4.2. Jalur Endogen
Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresikan
dalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang terkandung
dalam VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserida di
VLDL berubah menjadi intermediate density lipoproteins (IDL) yang juga
akan mengalami hidrolisis akan berubah menjadi LDL. Sebagian dari
VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati.
Low density lipoproteins (LDL) adalah lipoprotein yang paling banyak
mengandung kolesterol. Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke
hati dan jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis dan
ovarium yang mempunyai reseptor untuk K-LDL. Sebagian lagi K-LDL
akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SRA) di makrofag. Jumlah kolesterol yang kan teroksidasi tergantung dari
kadar kolesterol yang terkandung di LDL (Adam, 2006).
Beberapa kaadaan mempengaruhi tingkat oksidasi, seperti :
(Adam, 2006)
1. Meningkatnya jumlah LDL kecil padat (small dense LDL), seperti pada
sindrom metabolik dan diabetes mellitus.
2. Kadar K-HDL, makin tinggi kadari K- HDL, akan bersifat protektif
terhadap oksidasi LDL.
Universitas Sumatera Utara
II.3.4.3. Jalur Reverse Cholesterol Transport
High dense lipoprotein (HDL) dilepaskan sebagai partikel kecil
miskin kolesterol yang mengandung apolipoprotin (apo) A, C dan E; dan
disebut HDL nascent. High density lipoproteins nascent berasal dari usus
halus
dan
hati,
mempunyai
bentuk
gepeng
dan
mengandung
apolipoprotein A1. High density lipoproteins nascent akan mendekati
makrofag untuk mengambil kolesterol yang disimpan di makrofag. Setelah
mengambil kolesterol dari makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL
dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat diambil oleh HDL nascent,
kolesterol bebas di bagian dalam makrofag harus dibawa ke permukaan
membran sel makrofag oleh suatu transporter yang disebut adenosin
triphosphate- binding cassette transporter-1 atau disingkat ABC-1 (Adam,
2006).
Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol
bebas akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lecithin
cholesterol acyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol ester
yang dibawa HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah ke hati
dan ditangkap oleh scavenger receptor kelas B tipe 1 dikenal dengan SRB1. Jalur kedua adalah kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan
dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester
transfer protein (CETP). Dengan demikian fungsi HDL sebagai “penyerap”
kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan
Universitas Sumatera Utara
jalur tak langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa kolesterol
kembali ke hati (Adam, 2006).
Jalur metabolisme lipid dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Jalur Metabolisme Lipid
Diambil dari: Sheperd, J. 2001. The Role of The Exogenous Pathway in
Hypercholesterolaemia. Eur Heart J Supplements. 3: 2-5
II.3.5.Hubungan Lipid Serum dengan Fungsi Kognitif
II.3.5.1.Kolesterol Total dengan Fungsi Kognitif
Kolesterol memainkan peran penting dalam pemeliharaan lapisan
ganda lipid dari membran sel dan dapat diharapkan memiliki efek difus.
Perubahan level fundamental kolesterol dapat mempengaruhi fungsi
membran sel, mungkin mengorbankan transmisi sinaptik dalam beberapa
sistem neurotransmitter. Penelitian telah menunjukkan hubungan antara
perubahan dalam kadar kolesterol serum dan sistem 5-hydroxytryptamine
(5-HT). Defisit sistem 5-HT dapat diwujudkan dalam sejumlah gangguan
dalam
peraturan
suasana
hati/
nafsu
makan,
dan
berpotensi
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi fungsi kognitif melalui gangguan transmisi lobus frontal.
Mengingat peran lipid dalam pemeliharaan sel, kolesterol penting untuk
perkembangan dan fungsi otak. Otak adalah organ yang paling kaya
kolesterol (diperkirakan mengandung 20% dari total kolesterol tubuh).
Kolesterol sangat penting dalam mielinasi dan pembentukan sinaps dan
dendrit. Terlalu sedikit kolesterol bisa memiliki efek buruk pada otak,
terutama selama perkembangannya (Chrichton dkk, 2016).
Kadar kolesterol yang rendah juga mungkin bersamaan dengan
adanya penyakit kronis, asupan buruk atau penyerapan nutrisi, serta
adanya keganasan, yang pada gilirannya dapat berhubungan dengan
kinerja kognitif yang lebih buruk. Kolesterol serum yang rendah dan fungsi
kognitif yang menurun mungkin terkait karena sel-sel saraf memerlukan
kolesterol total untuk proses metabolisme normal (Elias dkk, 2005).
Penjelasan ini telah digunakan sebelumnya untuk menjelaskan hasil
penelitian di mana kolesterol total terkait dengan kinerja kognitif yang lebih
baik (Chrichton dkk, 2016).
II.3.5.2.Trigliserida dengan Fungsi Kognitif
Hasil studi molekular baru- baru ini menunjukkan bahwa trigliserida
dapat meningkatkan transport ghrelin dan insulin melewati blood brain
barrier, yang dapat memberikan efek positif dari fungsi kognitif.
Peningkatan kadar trigliserida serum juga mempengaruhi munculnya
peptida orexigenic hypothalamic peptides, dimana memberikan efek dari
Universitas Sumatera Utara
fungsi kognitif. Hal inilah yang membuat trigliserida memainkan peran
penting untuk meningkatkan fungsi kognitif (Yin dkk, 2012).
Trigliserida yang bersirkulasi selama puasa adalah dalam bentuk
VLDL yang disintesa hati dengan menggunakan asam lemak. Oleh karena
itu, kadar trigliserida yang lebih tinggi menandakan jumlah asam lemak
yang bersirkulasi berlimpah, dimana merupakan komponen molekul
penting yang menentukan integritas dan kinerja otak, dan menjaga tingkat
berlimpah asam lemak sangat penting untuk menjaga fungsi otak yang
baik. Selain itu, asam lemak tak jenuh bisa menurunkan produksi sitokin
inflamasi atau menurunkan respon jaringan. Penelitian telah menunjukkan
bahwa asupan tinggi asam lemak tak jenuh bisa melindungi fungsi kognitif
atau mengurangi risiko demensia (Yin dkk, 2012).
Ketiga, trigliserida serum dapat menjadi indikator status gizi, tingkat
normal begitu tinggi dari trigliserida menunjukkan asupan nutrisi dan
energi memadai tapi tidak berlebihan. Lee dkk (2001) dalam Yin dkk
(2012) menunjukkan bahwa status gizi yang baik, penting untuk menjaga
fungsi kognitif. Dalam penelitian ini, adanya nutrisi yang penting dengan
asam lemak penting, termasuk anti oksidan dan vitamin, merupakan dasar
status gizi yang baik dalam mempertahankan fungsi kognitif.
II.3.5.3. High Density Lipoproteins (HDL ) dengan Fungsi Kognitif
High density lipoproteins (HDL) mengandung apolipoprotein E
(APOE) dan memfasilitasi transportasi kolesterol terbalik, yang berarti
Universitas Sumatera Utara
transportasi kolesterol jenis lain dari berbagai jaringan, termasuk otak ke
hati. Apolipoprotein E memiliki peran fisiologis utama dalam regulasi lipid
dan homeostasis lipoprotein, dimana isoform APOE-ε4 merupakan faktor
risiko yang terkenal untuk Alzheimer’s disease. Isoform ε2 dan ε4 telah
terbukti mempengaruhi kadar kolesterol HDL dalam arah yang berlawanan
dan beberapa temuan menunjukkan bahwa hubungan antara APOE-ε4
dan penurunan kadar HDL meningkatkan kerentanan untuk Alzheimer’s
disease. Selanjutnya, HDL rendah dan genotipe APOE-ε4 keduanya
dikaitkan dengan peningkatan kejadian aterosklerosis, kontributor yang
bermakna untuk hipoperfusi serebral, dan stroke. Serebrovaskular dan
perubahan patologis Alzheimer’s disease sering bertepatan dalam kasus
demensia dan dapat bertindak secara sinergis dalam penurunan kognitif.
Beta-amiloid (Aβ), ciri patologis Alzheimer’s disease, mengikat HDL,
mempertahankan kelarutannya dalam cairan serebrospinal (CSF) dan
plasma. Interaksi HDL-Aβ ini mencegah pengendapan Aβ ke dalam otak
dan dapat berfungsi sebagai penanda untuk penyakit neurodegeneratif.
Apolipoprotein E -ε4 telah terbukti mempengaruhi interaksi HDL-Aβ ini dan
telah terlibat sebagai faktor risiko untuk angiopati amiloid serebral, ciri
patologis lain yang menonjol dari Alzheimer’s disease (Ward dkk, 2010).
Stres oksidatif, termasuk peroksidasi lipid, telah terbukti menjadi
mediator dari efek patologis faktor risiko berbagai Alzheimer’s disease.
Intervensi gaya hidup terbukti meningkatkan kadar K-HDL termasuk diet
"sehat", olahraga teratur, mengontrol berat badan, dan berhenti merokok
Universitas Sumatera Utara
juga telah terbukti memberikan efek neuroprotektif. Selain itu, kadar
K-HDL berpotensi dimediasi oleh aktivitas CETP juga berhubungan
dengan umur panjang, meningkatkan kognisi, dan bebas demensia.
Karena HDL adalah lipoprotein yang bertanggung jawab untuk efluks
kolesterol dalam sel otak, kemungkinan kekurangan atau disfungsi K-HDL
dapat menyebabkan tauopathies tertentu atau disgenesis proses sinaptik,
sehingga individu dengan dislipidemia mungkin lebih rentan terhadap
penyakit neurodegeneratif (McGrowder dkk, 2011).
Sifat
neuroprotektif
HDL
termasuk
percepatan
pematangan
sinapsis, pemeliharaan plastisitas sinaptik, meningkatkan metabolisme
Aβ, peningkatan volume hipokampus, dan anti-inflamasi dan kegiatan
antioksidan. Selanjutnya, HDL otak dapat menekan produksi Aβ dengan
menurunkan kolesterol selular melalui aktivasi transportasi kolesterol
terbalik dimediasi oleh ABC transporter. High density lipoproteins dapat
langsung mengikat kelebihan Aβ dan dengan demikian menghambat
oligomerisasinya.
Oligomerisasi
merupakan
langkah
besar
dalam
transformasi peptida beracun monomer ke bentuk gabungan neurotoksik
yang dapat menjelaskan penurunan memori (McGrowder dkk, 2011).
Defisit K-HDL juga dapat mempengaruhi memori melalui penyakit
aterosklerosis dan stroke, ataupun injuri vaskular subklinik yang tidak
terlihat dalam pemeriksaan (Singh-Manoux dkk, 2008).
Universitas Sumatera Utara
II.3.5.4. Low Density Lipoproteins (LDL) dengan Fungsi Kognitif
Mekanisme kadar K-LDL yang tinggi menyebabkan demensia pada
pasien stroke tidak jelas, tetapi kemungkinan berhubungan dengan
aterosklerosis. Kadar K-LDL yang tinggi diketahui berhubungan dengan
penyakit jantung koroner dan aterosklerosis arteri karotis, yang dapat
menyebabkan penurunan fungsi kognitif melalui emboli serebral atau
hipoperfusi. Studi patologi klinik sebelumnya menekankan pada infark
makroskopik
besar,
tapi
kemudian
disarankan
bahwa
penyakit
mikrovaskular dan infark lakunar adalah gambaran patologis umum dari
demensia vaskular. Infark lakunar dan penyakit cerebral white matter
dapat
menyebabkan
corticosubcortical
penurunan
connection.
kognitif
Peranan
kadar
akibat
lipid
terganggunya
pada
penyakit
pembuluh darah kecil dan infark lakunar memerlukan penyelidikan lebih
lanjut (Reitz dkk, 2004).
Selain itu, lipid peroksidase mungkin menjadi faktor utama dalam
proses penuaan dan diet hiperkolesterolemia dapat menyebabkan aktivasi
mikroglia dan plak deposisi β-amiloid. Sebaliknya, pembatasan diet dapat
mengurangi kerentanan otak untuk cedera akut, seperti stroke, dan
mungkin juga perubahan lambat di otak berkaitan dengan usia. Dengan
demikian, oksidasi kolesterol dalam otak mungkin sangat relevan dengan
patogenesis kasus-kasus demensia vaskular dengan campuran patologi
(yaitu, penyakit Alzheimer bersamaan dengan stroke) (Reitz dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Studi yang berbeda telah menemukan bukti lebih rendah kadar
antioksidan pada pasien dengan demensia vaskular. Selain itu, ada bukti
bahwa K-LDL peroksidasi meningkat dengan usia (Reitz dkk, 2004).
II.3.5.5. Lipoprotein (a) dengan Fungsi Kognitif
Mekanisme patofisiologis dimana peningkatan Lp (a) mungkin
berhubungan dengan AD tidak diketahui. Beberapa studi menunjukkan
bahwa alel apolipoprotein E ε2 dikaitkan dengan penurunan konsentrasi
serum Lp (a), namun tidak ada kesepakatan tentang pengaruh
polimorfisme apolipoprotein E pada konsentrasi Lp (a) (Solfrizzi dkk,
2002).
Peningkatan konsentrasi serum lipoprotein pada penyakit Alzeimer
mungkin menarik, karena Lp (a), K-total, K-LDL, dan apolipoprotein B
umumnya terkait dengan penyakit pembuluh darah dan bukti yang
berkembang bahwa faktor vaskular memiliki peran dalam etiologi penyakit
Alzeimer.
Sebuah
penelitian
baru-baru
ini
menyatakan
bahwa
aterosklerosis yang tidak hanya terkait dengan demensia vaskular tetapi
juga dengan penyakit Alzeimer, dengan interaksi yang bermakna antara
polimorfisme apolipoprotein E dan aterosklerosis dalam etiologi penyakit
Alzeimer, dimana Lp (a) ini juga berperan sebagai faktor dalam
pembentukan aterosklerosis. Beberapa mekanisme Lp (a) partisipasi
dalam aterogenesis telah dikemukakan. Salah satunya adalah deposisi
langsung atas lipoprotein ke dinding arteri, sama dengan yang yang terjadi
dengan LDL dan LDL teroksidasi. Fakta bahwa Lp (a) lebih mungkin untuk
Universitas Sumatera Utara
mengalami oksidasi dari LDL sendiri mungkin memfasilitasi ambilan oleh
makrofag melalui reseptors scavenger. Hal ini adalah mekanisme
universal dari aterogenesis, di mana makrofag 'Memanjakan diri' di
kolesterol dari LDL, dan akhirnya dari Lp (a), mengubah diri menjadi sel
foam, prekursor aterosklerosis. Mekanisme pro-aterogenik lain dari Lp (a)
akan berhubungan dengan korelasi terbalik antara kadar lipoprotein dan
reaktivitas vaskular, dalam hal peningkatan kadar Lp plasma (a) akan
mendorong disfungsi endotel (Maranhao dkk, 2014; Solfrizzi dkk, 2002).
Selanjutnya, data klinis dan epidemiologis menunjukkan bahwa
inflamasi kronik muncul sebagai prekursor dari gejala penyakit Alzeimer,
menunjukkan hubungan lain yang mungkin antara peningkatan serum Lp
(a) dan penyakit Alzeimer. Pada pasien dengan lesi otak neuropatologis
khas penyakit Alzeimer, infark otak, dan infark terutama lakunar, lebih
sering mengakibatkan klinis dementia. Dilaporkan bahwa aktivitas
prekursor protein amiloid dan produksi amiloid β meningkat pada
hipokampus setelah iskemik transien yang parah. Karena peningkatan
konsentrasi Lp (a) serum umumnya meningkatkan risiko stroke, hal ini
mungkin memiliki peran dalam menentukan klinis penyakit Alzeimer
(Solfrizzi dkk, 2002).
.
Universitas Sumatera Utara
II.4. Kerangka Teori
NON
STROKE
Reitz dkk, 2004: lipid peroksidase
aktivasi mikroglia plak deposisi Bamiloid
LIPID
SERUM
STROKE
ISKEMIK
AKUT
Reiz dkk, 2004: lebih rendah
kadar
oksidan
pada
demensia vaskular
Yin dkk, 2012: Elias dkk, 2005 Ktotal ↑,TG ↑ indikator gizi fungsi
kognitif ↑
Yin dkk, 2012: TG ↓ produksi
sitokin ↓ risiko demensia
Singh-Manoux dkk, 2008: ↓KHDL
mempengaruhi
memori melalui aterosklerosis
dan stroke
i
Yin dkk, 2012 TG ↑
transpor
ghrelin & insulin efek + kognitif
McGrowder dkk, 2011: HDL sebagai
neuroprotektif, ↑metabolisma Aβ, anti
inflamasi , antioksidan efek +
kognitif
Reiz dkk, 2004: LDL
↑
aterosklerosis hipoperfusi
terganggu corticosubcortical
connection ↓ fs.kognitif
Henderson dkk, 2003: kadar K-total
& K-LDL yang ↑ kinerja yang baik
pada fungsi kognitif. Namun,↑ lipid
aterosklerosis,
FUNGSI
KOGNITIF
FUNGSI
KOGNITIF
Universitas Sumatera Utara
II.5. KERANGKA KONSEP
STROKE ISKEMIK (SI) :
SI dengan Hiperetensi dan DM,
SI dengan Hipertensi
SI dengan DM
NON STROKE
LIPID SERUM:
Ktotal, K-LDL, TG, K-HDL
FUNGSI KOGNITIF:
MMSE , CDT
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Stroke Iskemik
II.1.1. Definisi
Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut yang
disebabkan oleh iskemia atau perdarahan, berlangsung selama 24 jam
atau meninggal, tetapi tidak mempunyai bukti yang cukup untuk
diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).
Stroke
iskemik
adalah
episode
disfungsi
neurologis
yang
disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal, atau infark retinal. Dimana
infark susunan saraf pusat (SSP) adalah kematian sel pada otak, medula
spinalis, atau sel retinal akibat iskemia berdasarkan hasil patologi, imaging
atau bukti objektif dari iskemik fokal serebral, medula spinalis atau retinal
pada suatu distribusi vaskular tertentu. Atau adanya bukti klinis
dari
iskemik fokal serebral, medula spinalis atau retinal berdasarkan gejala
yang bertahan ≥ 24 jam atau meninggal dan etiologis lainnya telah
dieksklusikan (Sacco dkk, 2013).
II.1.2. Epidemiologi
Penyakit serebrovaskular menduduki peringkat kedua penyebab
kematian di dunia, angka mortalitasnya meningkat tiap tahunnya sekitar
20%. Pada tahun 2001 sampai 2011 sekitar 795.000 orang di Amerika
Serikat menderita stroke setiap tahunnya dimana sekitar 610.000 adalah
Universitas Sumatera Utara
serangan pertama dan 185.000 stroke berulang dimana stroke merupakan
satu dari 20 penyebab kematian di Amerika Serikat (Enders dkk, 2009;
Goldstein dkk, 2011; Mozaffarian dkk, 2015).
Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat
dengan bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita pada
usia yang lebih muda tetapi tidak pada usia yang lebih tua. Perbandingan
insiden pria dan wanita pada umur 55 – 64 tahun adalah 1,25; pada umur
65 – 74 tahun adalah 1,50; 75 – 84 tahun adalah 1,07; dan pada umur≥
85 tahun adalah 0,76 (Rosamond dkk, 2007).
II.1.3 Faktor Risiko
Faktor- faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : (Sjahrir, 2003)
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Keturunan / genetik
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,
low fruit diet
3. Alkoholik
Universitas Sumatera Utara
4. Obat – obatan: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet,
obat kontrasepsi
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic , Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS), lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain.
II.1.4. Klasifikasi
Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke, berdasarkan atas
gambaran
klinik,
patologi
anatomi,
sistem
pembuluh
darah
dan
stadiumnya: (Misbach dan Jannis, 2011))
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
Universitas Sumatera Utara
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Complete stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
IV. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST) dan Stroke
Data Bank Classifications:
1. Large- artery atherosclerosis (embolus/thrombosis)
2. Kardioembolisme
3. Small- vessel occlusion (lacunar infarct)
4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan
5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan
V. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu :
1. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infarcy (TACI)
3. Lacunar Infarct (LACI)
4. Posterior Circulation Infarct (POCI)
II.1.5. Patofisiologi
Universitas Sumatera Utara
Pada stroke iskemik, hilangnya perfusi ke otak dalam beberapa
detik sampai menit menyebabkan terjadinya kaskade iskemik yang
menyebabkan gambaran pusat sentral area infark irreversible yang
dikelilingi area penumbra (potensial reversible) (Gofir, 2009).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian
inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah
ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di
luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel
otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang
fungsi–fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat
iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di
luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemis akibat adanya aliran
darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah
yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat di reperfusi
dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor
waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsurangsur mengalami kematian (Misbach dan Soertidewi, 2011).
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap, yaitu: (Sjahrir, 2003)
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah otak
b. Pengurangan O 2
c. Kegagalan energi
Universitas Sumatera Utara
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Respon inflamatorik pada stroke iskemik akut mempunyai pengaruh
buruk yang memperberat bagi perkembangan infark serebri. Berbagai
penelitian menunjukkan adanya perubahan kadar sitokin pada penderita
stroke iskemik akut. Mikroglia merupakan makrofag serebral yang
merupakan sumber sitokin utama di serebral. Sitokin adalah mediator
peptida molekuler, merupakan protein atau glikoprotein yang dikeluarkan
oleh suatu sel dan mempengaruhi sel lain dalam suatu proses inflamasi,
contohnya limfokin dan interleukin (IL-1 beta, IL-6, IL-8, TNF-α) yang
merupakan sitokin pro inflamatorik. Produksi sitokin yang berlebihan
mengakibatkan plugging mikrovaskuler serebral dan pelepasan mediator
vasokonstriktif endothelin sehingga memperberat penurunan aliran darah,
juga mengakibatkan eksaserbasi kerusakan blood brain barrier dan
parenkim melalui pelepasan enzim hidrolitik, proteolitik dan produksi
radikal bebas yang akan menambah neuron yang mati (Sjahrir, 2003;
Harukuni dan Bhardwaj, 2006; Farhoudi M dkk, 2013).
Tahap 4 : Apoptosis
II.2. Fungsi Kognitif
Universitas Sumatera Utara
II.2.1. Definisi
Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar
seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi
kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan,
pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan,
menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi (Strub dan Black, 2000).
II.2.2. Domain Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif terdiri dari: (Diatri dkk, 2008)
a. Atensi
Atensi
adalah
kemampuan
untuk
bereaksi
atau
memperhatikan satu stimulus dengan mampu mengabaikan
stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi merupakan hasil
hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas korteks
sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan
mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan. Konsentrasi
merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam
periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan
mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan
fungsi eksekutif.
b. Bahasa
Bahasa
merupakan
perangkat
dasar
komunikasi
dan
modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika
terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori
Universitas Sumatera Utara
verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak
dapat dilakukan.
Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu :
1. Kelancaran
Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan
kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal.
Metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien
adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara
secara spontan.
2. Pemahaman
Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami
suatu
perkataan
atau
perintah,
dibuktikan
dengan
kemampuan seseorang untuk melakukan perintah tersebut.
3. Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan
atau kalimat yang diucapkan seseorang.
4. Penamaan
Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu
objek beserta bagian-bagiannya.
Gangguan bahasa sering terlihat pada lesi otak fokal maupun
difus, sehingga merupakan gejala patognomonik dsifungsi otak.
Penting bagi klinikus untuk mengenal gangguan bahasa karena
Universitas Sumatera Utara
hubungan yang spesifik antara sindroma afasia dengan lesi
neuroanatomi.
c. Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian
informasi, proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal
yang
berpengaruh
dalam
ketiga
proses
tersebut
akan
mempengaruhi fungsi memori. Fungsi memori dibagi dalam tiga
tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara stimulus
dengan recall, yaitu :
1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara
stimulus dengan recall hanya beberapa detik. Disini hanya
dibutuhkan
pemusatan
perhatian
untuk
mengingat
(attention)
2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama
yaitu bebrapa menit, jam, bulan bahkan tahun.
3. Memori
lama
(remote
memory),
rentang
waktunya
bertahun-tahun bahkan seusia hidup.
d. Visuospasial
Kemampuan
visuospasial
merupakan
kemampuan
konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam
gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok.
Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus
parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.
Universitas Sumatera Utara
Menggambar
jam
sering
digunakan
untuk
skrining
kemampuan visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan
dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.
e. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif dari otak dapat didefenisikan sebagai suatu
proses
kompleks
seseorang
dalam
memecahkan
masalah/persoalan baru. Proses ini meliputi kesadaran akan
keberadaan suatu masalah, mengevaluasinya, menganalisa serta
memecahkan / mencari jalan keluar suatu persoalan.
II.2.3. Anatomi Fungsi Kognitif
Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri
dalam menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut
sistem limbik. Sistem limbik terdiri dari amigdala, hipokampus, nukleus
talamik anterior, girus subkalosus, girus singuli, girus parahipokampus,
formasio hipokampus dan korpus mamilare. Alveus, fimbria, forniks,
traktus mamilotalmikus dan striae terminalis membentuk jaras-jaras
penghubung sistem ini (Waxman, 2007).
Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran,
motivasi, emosi, fungsi neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak
berikut ini merupakan bagian dari sistem limbik: (Markam, 2003)
1. Amigdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada
hemisfer kanan predominan untuk belajar emosi dalam keadaan
Universitas Sumatera Utara
tidak sadar, dan pada hemisfer kiri predominan untuk belajar
emosi pada saat sadar.
2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka
panjang,
pemeliharaan
fungsi
kognitif
yaitu
proses
pembelajaran.
3. Girus parahipokampus, berperan dalam pembentukan memori
spasial.
4. Girus singulatus, mengatur fungsi otonom seperti denyut
jantung, tekanan darah dan kognitif yaitu atensi.
5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary
bodies dan septal nuclei. Forniks berperan dalam memori dan
pembelajaran.
6. Hipotalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui
produksi dan pelepasan hormon, tekanan darah, denyut
jantung, lapar, haus, libido dan siklus tidur/bangun, perubahan
memori baru menjadi memori jangka panjang.
7. Talamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon
membentuk dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus
sebagai pusat hantaran rangsang indra dari perifer ke korteks
serebri. Dengan kata lain, talamus merupakan pusat pengaturan
fungsi kognitif di otak/sebagai stasiun relay ke korteks serebri.
8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan
pembelajaran.
Universitas Sumatera Utara
9. Girus dentata, berperan dalam memori baru
10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan
komponen asosiasi.
Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi kognitif antara
lain : (Markam, 2003)
1. Lobus frontalis
Pada lobus frontalis mengatur motorik, prilaku, kepribadian,
bahasa, memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisa
dan sintesis. Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan
sebagai bagian sistem limbik, karena banyaknya koneksi
anatomik dengan struktur limbik dan adanya perubahan emosi
bila terjadi kerusakan.
2. Lobus parietalis
Lobus ini berfungsi dalam membaca, persepsi, memori dan
visuospasial. Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual,
auditori, taktil) dari area sosiasi sekunder. Karena menerima
input dari berbagai modalitas sensori sering disebut korteks
heteromodal dan mampu membentuk asosiasi sensorik (cross
modal association). Sehingga manusia dapat menghubungkan
input visual dan menggambarkan apa yang mereka lihat atau
pegang.
Universitas Sumatera Utara
3. Lobus temporalis
Lobus
temporalis
berfungsi
mengatur
pendengaran,
penglihatan, emosi, memori, kategorisasi benda-benda dan
seleksi rangsangan auditorik dan visual.
4. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer,
visuospasial, memori dan bahasa.
II.2.4. Gangguan Kognitif pada Stroke Iskemik
Penentuan disfungsi kognitif setelah stroke merupakan hal yang
penting karena dapat mempengaruhi pilihan pengobatan. Suatu studi
prospektif case control menilai fungsi kognitif pada onset stroke iskemik
hari ke- 15. Pada analisis bivariat, gangguan fungsi kognitif berhubungan
dengan usia (p˂ 0,003), tingkat pendidikan (p˂ 0,003), depresi (p˂ 0,019),
defisit neurologis pada hari ke- 15 (p˂ 0,028) (Jaillard dkk, 2009).
Studi terbaru menunjukkan bahwa total volume infark menjelaskan
hanya sebagian kecil variabilitas kognitif pada didukung bahwa infark di
daerah strategis memainkan peran penting dalam mekanisme penurunan
kognitif setelah stroke dan dikaitkan dengan tingkat keparahan demensia.
Infark di daerah strategis tersebut, seperti daerah limbik kortikal, daerah
asosiasi heteromodal termasuk korteks frontal dan white matter. Lesi pada
hipokampus dapat mengganggu memori verbal jangka panjang. White
matter lession (WMLs) merupakan manifestasi radiologi dari kerusakan
Universitas Sumatera Utara
parenkim serebral akibat penyakit serebrovaskluar dimana merupakan
prediktor penurunan kognitif dan berhubungan dengan level gangguan
kognitif (Sun dkk, 2014).
Gangguan kognitif yang tampak dalam fase akut stroke sebagian
besar ditentukan oleh efek lokal lesi atau hipoperfusi. Namun sejumlah
disfungsi kognitif akut dapat membaik selama minggu-minggu dan bulan
pertama setelah stroke karena adanya rekanalisasi diikuti oleh reperfusi,
atau plastisitas serebral. Sementara banyak dari gangguan kognitif paska
stroke membaik selama periode sub akut, namun beberapa pasien
menjalani disfungsi kognitif dan fisik yang progresif, meskipun tanpa
terdeteksi kejadian serebrovaskular baru (Danovska dkk, 2012).
Faktor
risiko
vaskular
seperti
hipertensi,
diabetes
melitus,
hiperlipidemia, merokok, atrial fibrilasi meningkatkan risiko gangguan
kognitif dan juga stroke (Sun dkk, 2014).
Hipertensi adalah modifiable risk factor yang paling umum untuk
terjadinya stroke di seluruh dunia. Hipertensi ini juga dikenal sebagai
faktor risiko terhadap perkembangan demensia. Hipertensi menunjukkan
mikrovaskular serebral terhadap tekanan pulsatil dan aliran darah yang
menyebabkan robekan dari endotel vaskular dan sel otot polos yang
menyebabkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid. Gangguan yang timbul
dari perfusi menyebabkan infark lakunar atau iskemik kronik yang
menyebabkan leukoariosis yang berhubungan dengan perkembangan
demensia (Sahathevan dkk, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Karena berperan sebagai faktor risiko vaskular, diabetes dapat
mempengaruhi fungsi kognitif. Stres metabolik yang disebabkan keadaan
hiperglikemia
atau
hipoglikemia
dan
pengaruh
hiperinsulinemia
merupakan penyebab potensial gangguan kognitif. Gangguan kognitif
yang bermakna merupakan outcome dari episode hipoglikemia akut atau
hipoglikemia
kronik
sub
akut
yang
berulang.
Hiperglikemia
juga
berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif. Dihipotesakan
bahwa hiperglikemia dapat beraksi melalui advanced glycation endproducts (AGE) yang ditemukan pada neuritic plaque (NP) dan
intracellular neurofibrillary tangles (NFT) bahkan pada stadium dini
Alzheimer’s disease. Dikatakan bahwa Aβ mengaktifkan diekspresikan
berlebihan reseptor AGE yang terlihat pada otak Alzheimer’s disease,
sehingga menyebabkan peningkatan stres oksidatif dan kerusakan
selular. Hiperglikemia pada stadium preklinik dari diabetes Melitus (DM)
tipe 2 menyebabkan hiperinsulinemia. Diperkirakan peningkatan kadar
insulin menghabat aksi enzim insulin-degrading yang merupakan protease
mayor yang terlibat dalam clearance Aβ. Ada bukti histopatologi dari
hubungan antara DM dan demensia. Hasil studi otopsi dan pencitraan
menunjukkan bahwa pasien diabetes memiliki angiopati amiloid serebral,
NP, dan NFT yang lebih jelas dibandingkan dengan non diabetes; dan
juga memiliki atrofi hipokampus yang lebih besar (Sahathevan dkk, 2012).
Universitas Sumatera Utara
II.2.5 Tes Menilai Fungsi Kognitif
II.2.5.1. Mini Mental State Examination (MMSE)
Sebagai satu penilaian awal, pemeriksaan MMSE adalah tes yang
paling banyak dipakai. Penilaian dengan nilai maksimal 30, cukup baik
dalam mendeteksi gangguan kognitif, menetapkan data dasar dan
memantau penurunan kognitif dalam kurun waktu tertentu. Skor MMSE
normal 24–30. Bila skor kurang dari 24 mengindikasikan gangguan fungsi
kognitif. Namun pada individu yang berpendidikan tinggi bila skor MMSE ≤
27 dicurigai suatu gangguan fungsi kognitif (Kusumoputro dkk, 2003).
Tabel 1. Skor Median MMSE
Lama Pendidikan
Median
0-6 tahun
24
7-9 tahun
26
10-12 tahun
26
> 12 tahun
28
Usia
˂ 20 tahun
27
21-30 tahun
28
31-40 tahun
28
41-50 tahun
26
51-60 tahun
27
>60 tahun
21
Dikutip dari : Sjahrir, H., Ritarwan, K., Tarigan, S., Rambe, A.S., Lubis,
I.D., Bhakti, I. 2001. The Mini Mental State Examination in healthy
individuals in Medan, Indonesia by age and education level. Neurol J
Southeast Asia: 6:19-22.
Mini mental state examination (MMSE) pertama kali diperkenalkan
oleh Folstein dkk pada tahun 1975. Saat ini MMSE digunakan secara luas
sebagai alat skoring standar pada banyak negara dan diartikan kedalam
berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Mini mental state
examination menilai sejumlah domain kognitif, orientasi, atensi dan
Universitas Sumatera Utara
kalkulasi,
immediate
and
short
term
recall,
kemampuan
untuk
menyelesaikan instruksi lisan dan tertulis yang sederhana sebagaimana
konstruksi visual (Sjahrir dkk, 2001).
Sebuah studi yang dilakukan pada 473 orang sehat yang berumur
lebih dari 15 tahun dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang
beragam di Medan didapatkan skor median MMSE berdasarkan usia dan
lama pendidikan dapat dilihat pada tabel 1. (Sjahrir dkk, 2001)
II.2.5.2. Clock Drawing Test (CDT)
Clock drawing test (CDT) merupakan alat skrining cepat terutama
untuk kelainan fungsi kognitif, selain itu dapat digunakan pada pasien
dengan demensia, delirium, atau pasien dengan gangguan neurologi dan
psikiatri. Keuntungan tes ini adalah dapat mengetahui fungsi kognitif,
fungsi motor dan persepsi yang memerlukan penyelesaian yang baik,
orientasi, konseptualisasi waktu, organisasi visuospasial, memori dan
fungsi eksekutif, pemahaman pendengaran, memori penglihatan, program
motorik, pengetahuan tentang numerikal, instruksi semantik, inhibisi
terhadap stimuli yang tidak perlu, konsentrasi dan toleransi terhadap
keadaan frustasi. Menggambar jam dengan baik dan komplit menunjukkan
fungsi-fungsi tersebut bekerja dengan baik, sedangkan secara umum
menggambar jam yang abnormal merupakan petunjuk adanya masalah
yang potensial dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut (Trimble dkk,
2005; Shulman, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Clock drawing test memberikan penilaian fungsi eksekutif dan
visuospasial yang lebih baik (Kusumoputro dkk, 2003).
Pada umumnya, tes ini menilai sejumlah fungsi kognitif, yang
menyerupai MMSE. Banyak area di otak yang terlibat dan harus bekerja
secara simultan untuk menggambar jam dinding, terutama daerah frontal,
temporal dan parietal. Oleh karenanya CDT merupakan suatu instrumen
yang menarik untuk identifikasi dan follow-up pasien-pasien dengan
possible dementia. Tes ini menilai banyak kemampuan kognitif yang
tampaknya terlibat pada awal demensia, seperti memori jangka pendek,
pemahaman instruksi verbal, orientasi spasial, pemikiran abstrak,
merencanakan, konsentrasi eksekutif dan visuospasial (Aprahamian dkk,
2009).
II.3. Lipid
II.3.1. Definisi
Lipid merupakan kelompok heterogen dari senyawa, termasuk
lemak, minyak, steroid, wax, dan senyawa lain yang terkait. Lipid memiliki
sifat (1) relatif tidak larut dalam air dan (2) larut dalam pelarut nonpolar
seperti sebagai eter dan kloroform (Botham dan Mayes, 2012).
II.3.2. Klasifikasi
Universitas Sumatera Utara
Lipid diklasifikasikan menjadi dua yaitu lipid sederhana dan lipid
kompleks: (Botham dan Mayes, 2012)
II.3.2.1. Lipid sederhana meliputi ester asam lemak dengan berbagai
alkohol. Contoh lipid sederhana antara lain :
1. Lemak (fat) merupakan ester asam lemak dengan gliserol.
2. Minyak (oil) adalah lemak dalam keadaan cair.
3. Wax (malam) merupakan ester asam lemak dengan alkohol
monohidrat yang berat molekulnya tinggi.
II.3.2.2. Lipid kompleks merupakan ester asam lemak yang mengandung
gugus-gugus selain alkohol dan satu atau lebih asam lemak, yang dibagi
atas tiga kelompok, yaitu:
1. Fosfolipid adalah lipid yang mengandung suatu residu asam fosfor,
selain asam lemak dan alkohol.
2. Glikolipid adalah lipid yang mengandung asam lemak, sfingosin,
dan karbohidrat.
3. Lipid kompleks lain juga meliputi sulfolipid, aminolipid, dan
lipoprotein.
II.3.3. Lipid Plasma
Lipid plasma terdiri dari trigliserida (16%), fosfolipid (30%),
kolesterol (14%), dan kolesterol ester (36%) dan fraksi yang lebih kecil
dari asam lemak rantai panjang yang tidak teresterifikasi (Free Fatty Acid
atau FFA) (4%). Fraksi yang terakhir ini, FFA, secara metabolik yang
Universitas Sumatera Utara
paling aktif dari lipid plasma. Agar lipid dapat diangkut dalam sirkulasi,
maka susunan molekul lipid harus dimodifikasi, yaitu dalam bentuk
lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Lipoprotein terdiri dari kolesterol
ester dan trigliserida yang mengisi inti dan dikelilingi oleh fosfolipid,
kolesterol non ester dan apolipoprotein. Lipoprotein ini bertugas
mengangkut lipid dari tempat sintesisnya ke tempat penggunaannya
(Botham dan Mayes, 2012).
Tabel 2. Komposisi Lipoprotein Plasma
Diambil dari: Botham, K.M., and Mayes, P.A. 2012. Cholesterol Synthesis,
Transport, & Excretion. In: Rodwell, V.W., Bender, D.A., Botham, K.M.,
Kennelly, P.J., Weil, P.A., editors. Harper’s Illustrated Biochemistry.
30thed. Lange Medical Book. New York. 266-286.
Universitas Sumatera Utara
Empat kelompok utama lipoprotein yang penting secara fisiologis
dan diagnosa klinis adalah (1) kilomikron, berasal dari penyerapan usus
atas trigliserida dan lipid lainnya; (2) very low density lipoproteins (VLDL),
yang berasal dari hati untuk ekspor trigliserida; (3) low density lipoproteins
(LDL), yang mewakili tahap akhir dalam katabolisme VLDL; dan (4) high
density lipoproteins (HDL), yang terlibat dalam transportasi kolesterol dan
juga dalam VLDL dan metabolisme kilomikron. Trigliserida adalah lipid
dominan di kilomikron dan VLDL, sedangkan kolesterol dan fosfolipid
adalah lipid dominan dalam LDL dan HDL, yang dapat dilihat pada tabel 2
(Botham dan Mayes, 2012).
Lipoprotein (a) atau Lp (a) juga merupakan bagian dari lipoprotein
plasma dimana Lp (a) merupakan molekul seperti LDL yang terdiri dari
partikel apoprotein (apo) B-100 yang terhubung oleh jembatan disulfida
ke apo (a). Apolipoprotein (a) sering disingkat menjadi apo (a) adalah
suatu komposisi yang terdiri dari kandungan yang kaya karbohidrat dan
protein yang sangat hidrofilik. Satu molekul apo B-100 yang terdapat pada
Lp(a) berikatan secara kovalen dengan apo (a) melalui ikatan disulfida
tunggal. Apo (a) B-100 merupakan komponen protein utama pada
kolesterol LDL dan VLDL . Partikel lipoprotein (a), pertama kali terdeteksi
oleh Berg pada tahun 1963, adalah kompleks makromolekul berbentuk
bola dengan diameter sekitar 25 nm, dan kepadatan mulai dari 1,05- 1,12
g / mL (Milionis dkk,2000; Maranhao dkk,2014).
Universitas Sumatera Utara
II.3.4. Metabolisme Lipid
II.3.4.1. Jalur Eksogen
Makanan berlemak terdiri atas trigliserida dan kolesterol. Selain
kolesterol yang berasal dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol
dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di
usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati
disebut lemak eksogen. Trigliserida dan kolesterol dalam usus halus akan
diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserida akan diserap
sebagai asam lemak bebas sedangkan kolesterol sebagai kolesterol. Di
dalam usus halus, asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi
trigliserida, sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi
kolesterol
ester
apolipoprotein
dan
akan
keduanya
membentuk
bersama
dengan
lipoprotein
yang
fosfolipid
dikenal
dan
dengan
kilomikron (Adam, 2006).
Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui
duktus torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserida dalam
kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang
berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas (free fatty acid (FFA)=
non- esterified fatty acid (NEFA)). Asam lemak bebas dapat disimpan
sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila
terdapat dalam jumlah yang banyak, sebagian akan diambil oleh hati.
Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserida akan
Universitas Sumatera Utara
menjadi kilomikron remnant yang mengandung ester dan akan dibawa ke
hati (Adam, 2006).
II.3.4.2. Jalur Endogen
Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresikan
dalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang terkandung
dalam VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserida di
VLDL berubah menjadi intermediate density lipoproteins (IDL) yang juga
akan mengalami hidrolisis akan berubah menjadi LDL. Sebagian dari
VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati.
Low density lipoproteins (LDL) adalah lipoprotein yang paling banyak
mengandung kolesterol. Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke
hati dan jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis dan
ovarium yang mempunyai reseptor untuk K-LDL. Sebagian lagi K-LDL
akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SRA) di makrofag. Jumlah kolesterol yang kan teroksidasi tergantung dari
kadar kolesterol yang terkandung di LDL (Adam, 2006).
Beberapa kaadaan mempengaruhi tingkat oksidasi, seperti :
(Adam, 2006)
1. Meningkatnya jumlah LDL kecil padat (small dense LDL), seperti pada
sindrom metabolik dan diabetes mellitus.
2. Kadar K-HDL, makin tinggi kadari K- HDL, akan bersifat protektif
terhadap oksidasi LDL.
Universitas Sumatera Utara
II.3.4.3. Jalur Reverse Cholesterol Transport
High dense lipoprotein (HDL) dilepaskan sebagai partikel kecil
miskin kolesterol yang mengandung apolipoprotin (apo) A, C dan E; dan
disebut HDL nascent. High density lipoproteins nascent berasal dari usus
halus
dan
hati,
mempunyai
bentuk
gepeng
dan
mengandung
apolipoprotein A1. High density lipoproteins nascent akan mendekati
makrofag untuk mengambil kolesterol yang disimpan di makrofag. Setelah
mengambil kolesterol dari makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL
dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat diambil oleh HDL nascent,
kolesterol bebas di bagian dalam makrofag harus dibawa ke permukaan
membran sel makrofag oleh suatu transporter yang disebut adenosin
triphosphate- binding cassette transporter-1 atau disingkat ABC-1 (Adam,
2006).
Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol
bebas akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lecithin
cholesterol acyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol ester
yang dibawa HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah ke hati
dan ditangkap oleh scavenger receptor kelas B tipe 1 dikenal dengan SRB1. Jalur kedua adalah kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan
dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester
transfer protein (CETP). Dengan demikian fungsi HDL sebagai “penyerap”
kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan
Universitas Sumatera Utara
jalur tak langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa kolesterol
kembali ke hati (Adam, 2006).
Jalur metabolisme lipid dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Jalur Metabolisme Lipid
Diambil dari: Sheperd, J. 2001. The Role of The Exogenous Pathway in
Hypercholesterolaemia. Eur Heart J Supplements. 3: 2-5
II.3.5.Hubungan Lipid Serum dengan Fungsi Kognitif
II.3.5.1.Kolesterol Total dengan Fungsi Kognitif
Kolesterol memainkan peran penting dalam pemeliharaan lapisan
ganda lipid dari membran sel dan dapat diharapkan memiliki efek difus.
Perubahan level fundamental kolesterol dapat mempengaruhi fungsi
membran sel, mungkin mengorbankan transmisi sinaptik dalam beberapa
sistem neurotransmitter. Penelitian telah menunjukkan hubungan antara
perubahan dalam kadar kolesterol serum dan sistem 5-hydroxytryptamine
(5-HT). Defisit sistem 5-HT dapat diwujudkan dalam sejumlah gangguan
dalam
peraturan
suasana
hati/
nafsu
makan,
dan
berpotensi
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi fungsi kognitif melalui gangguan transmisi lobus frontal.
Mengingat peran lipid dalam pemeliharaan sel, kolesterol penting untuk
perkembangan dan fungsi otak. Otak adalah organ yang paling kaya
kolesterol (diperkirakan mengandung 20% dari total kolesterol tubuh).
Kolesterol sangat penting dalam mielinasi dan pembentukan sinaps dan
dendrit. Terlalu sedikit kolesterol bisa memiliki efek buruk pada otak,
terutama selama perkembangannya (Chrichton dkk, 2016).
Kadar kolesterol yang rendah juga mungkin bersamaan dengan
adanya penyakit kronis, asupan buruk atau penyerapan nutrisi, serta
adanya keganasan, yang pada gilirannya dapat berhubungan dengan
kinerja kognitif yang lebih buruk. Kolesterol serum yang rendah dan fungsi
kognitif yang menurun mungkin terkait karena sel-sel saraf memerlukan
kolesterol total untuk proses metabolisme normal (Elias dkk, 2005).
Penjelasan ini telah digunakan sebelumnya untuk menjelaskan hasil
penelitian di mana kolesterol total terkait dengan kinerja kognitif yang lebih
baik (Chrichton dkk, 2016).
II.3.5.2.Trigliserida dengan Fungsi Kognitif
Hasil studi molekular baru- baru ini menunjukkan bahwa trigliserida
dapat meningkatkan transport ghrelin dan insulin melewati blood brain
barrier, yang dapat memberikan efek positif dari fungsi kognitif.
Peningkatan kadar trigliserida serum juga mempengaruhi munculnya
peptida orexigenic hypothalamic peptides, dimana memberikan efek dari
Universitas Sumatera Utara
fungsi kognitif. Hal inilah yang membuat trigliserida memainkan peran
penting untuk meningkatkan fungsi kognitif (Yin dkk, 2012).
Trigliserida yang bersirkulasi selama puasa adalah dalam bentuk
VLDL yang disintesa hati dengan menggunakan asam lemak. Oleh karena
itu, kadar trigliserida yang lebih tinggi menandakan jumlah asam lemak
yang bersirkulasi berlimpah, dimana merupakan komponen molekul
penting yang menentukan integritas dan kinerja otak, dan menjaga tingkat
berlimpah asam lemak sangat penting untuk menjaga fungsi otak yang
baik. Selain itu, asam lemak tak jenuh bisa menurunkan produksi sitokin
inflamasi atau menurunkan respon jaringan. Penelitian telah menunjukkan
bahwa asupan tinggi asam lemak tak jenuh bisa melindungi fungsi kognitif
atau mengurangi risiko demensia (Yin dkk, 2012).
Ketiga, trigliserida serum dapat menjadi indikator status gizi, tingkat
normal begitu tinggi dari trigliserida menunjukkan asupan nutrisi dan
energi memadai tapi tidak berlebihan. Lee dkk (2001) dalam Yin dkk
(2012) menunjukkan bahwa status gizi yang baik, penting untuk menjaga
fungsi kognitif. Dalam penelitian ini, adanya nutrisi yang penting dengan
asam lemak penting, termasuk anti oksidan dan vitamin, merupakan dasar
status gizi yang baik dalam mempertahankan fungsi kognitif.
II.3.5.3. High Density Lipoproteins (HDL ) dengan Fungsi Kognitif
High density lipoproteins (HDL) mengandung apolipoprotein E
(APOE) dan memfasilitasi transportasi kolesterol terbalik, yang berarti
Universitas Sumatera Utara
transportasi kolesterol jenis lain dari berbagai jaringan, termasuk otak ke
hati. Apolipoprotein E memiliki peran fisiologis utama dalam regulasi lipid
dan homeostasis lipoprotein, dimana isoform APOE-ε4 merupakan faktor
risiko yang terkenal untuk Alzheimer’s disease. Isoform ε2 dan ε4 telah
terbukti mempengaruhi kadar kolesterol HDL dalam arah yang berlawanan
dan beberapa temuan menunjukkan bahwa hubungan antara APOE-ε4
dan penurunan kadar HDL meningkatkan kerentanan untuk Alzheimer’s
disease. Selanjutnya, HDL rendah dan genotipe APOE-ε4 keduanya
dikaitkan dengan peningkatan kejadian aterosklerosis, kontributor yang
bermakna untuk hipoperfusi serebral, dan stroke. Serebrovaskular dan
perubahan patologis Alzheimer’s disease sering bertepatan dalam kasus
demensia dan dapat bertindak secara sinergis dalam penurunan kognitif.
Beta-amiloid (Aβ), ciri patologis Alzheimer’s disease, mengikat HDL,
mempertahankan kelarutannya dalam cairan serebrospinal (CSF) dan
plasma. Interaksi HDL-Aβ ini mencegah pengendapan Aβ ke dalam otak
dan dapat berfungsi sebagai penanda untuk penyakit neurodegeneratif.
Apolipoprotein E -ε4 telah terbukti mempengaruhi interaksi HDL-Aβ ini dan
telah terlibat sebagai faktor risiko untuk angiopati amiloid serebral, ciri
patologis lain yang menonjol dari Alzheimer’s disease (Ward dkk, 2010).
Stres oksidatif, termasuk peroksidasi lipid, telah terbukti menjadi
mediator dari efek patologis faktor risiko berbagai Alzheimer’s disease.
Intervensi gaya hidup terbukti meningkatkan kadar K-HDL termasuk diet
"sehat", olahraga teratur, mengontrol berat badan, dan berhenti merokok
Universitas Sumatera Utara
juga telah terbukti memberikan efek neuroprotektif. Selain itu, kadar
K-HDL berpotensi dimediasi oleh aktivitas CETP juga berhubungan
dengan umur panjang, meningkatkan kognisi, dan bebas demensia.
Karena HDL adalah lipoprotein yang bertanggung jawab untuk efluks
kolesterol dalam sel otak, kemungkinan kekurangan atau disfungsi K-HDL
dapat menyebabkan tauopathies tertentu atau disgenesis proses sinaptik,
sehingga individu dengan dislipidemia mungkin lebih rentan terhadap
penyakit neurodegeneratif (McGrowder dkk, 2011).
Sifat
neuroprotektif
HDL
termasuk
percepatan
pematangan
sinapsis, pemeliharaan plastisitas sinaptik, meningkatkan metabolisme
Aβ, peningkatan volume hipokampus, dan anti-inflamasi dan kegiatan
antioksidan. Selanjutnya, HDL otak dapat menekan produksi Aβ dengan
menurunkan kolesterol selular melalui aktivasi transportasi kolesterol
terbalik dimediasi oleh ABC transporter. High density lipoproteins dapat
langsung mengikat kelebihan Aβ dan dengan demikian menghambat
oligomerisasinya.
Oligomerisasi
merupakan
langkah
besar
dalam
transformasi peptida beracun monomer ke bentuk gabungan neurotoksik
yang dapat menjelaskan penurunan memori (McGrowder dkk, 2011).
Defisit K-HDL juga dapat mempengaruhi memori melalui penyakit
aterosklerosis dan stroke, ataupun injuri vaskular subklinik yang tidak
terlihat dalam pemeriksaan (Singh-Manoux dkk, 2008).
Universitas Sumatera Utara
II.3.5.4. Low Density Lipoproteins (LDL) dengan Fungsi Kognitif
Mekanisme kadar K-LDL yang tinggi menyebabkan demensia pada
pasien stroke tidak jelas, tetapi kemungkinan berhubungan dengan
aterosklerosis. Kadar K-LDL yang tinggi diketahui berhubungan dengan
penyakit jantung koroner dan aterosklerosis arteri karotis, yang dapat
menyebabkan penurunan fungsi kognitif melalui emboli serebral atau
hipoperfusi. Studi patologi klinik sebelumnya menekankan pada infark
makroskopik
besar,
tapi
kemudian
disarankan
bahwa
penyakit
mikrovaskular dan infark lakunar adalah gambaran patologis umum dari
demensia vaskular. Infark lakunar dan penyakit cerebral white matter
dapat
menyebabkan
corticosubcortical
penurunan
connection.
kognitif
Peranan
kadar
akibat
lipid
terganggunya
pada
penyakit
pembuluh darah kecil dan infark lakunar memerlukan penyelidikan lebih
lanjut (Reitz dkk, 2004).
Selain itu, lipid peroksidase mungkin menjadi faktor utama dalam
proses penuaan dan diet hiperkolesterolemia dapat menyebabkan aktivasi
mikroglia dan plak deposisi β-amiloid. Sebaliknya, pembatasan diet dapat
mengurangi kerentanan otak untuk cedera akut, seperti stroke, dan
mungkin juga perubahan lambat di otak berkaitan dengan usia. Dengan
demikian, oksidasi kolesterol dalam otak mungkin sangat relevan dengan
patogenesis kasus-kasus demensia vaskular dengan campuran patologi
(yaitu, penyakit Alzheimer bersamaan dengan stroke) (Reitz dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Studi yang berbeda telah menemukan bukti lebih rendah kadar
antioksidan pada pasien dengan demensia vaskular. Selain itu, ada bukti
bahwa K-LDL peroksidasi meningkat dengan usia (Reitz dkk, 2004).
II.3.5.5. Lipoprotein (a) dengan Fungsi Kognitif
Mekanisme patofisiologis dimana peningkatan Lp (a) mungkin
berhubungan dengan AD tidak diketahui. Beberapa studi menunjukkan
bahwa alel apolipoprotein E ε2 dikaitkan dengan penurunan konsentrasi
serum Lp (a), namun tidak ada kesepakatan tentang pengaruh
polimorfisme apolipoprotein E pada konsentrasi Lp (a) (Solfrizzi dkk,
2002).
Peningkatan konsentrasi serum lipoprotein pada penyakit Alzeimer
mungkin menarik, karena Lp (a), K-total, K-LDL, dan apolipoprotein B
umumnya terkait dengan penyakit pembuluh darah dan bukti yang
berkembang bahwa faktor vaskular memiliki peran dalam etiologi penyakit
Alzeimer.
Sebuah
penelitian
baru-baru
ini
menyatakan
bahwa
aterosklerosis yang tidak hanya terkait dengan demensia vaskular tetapi
juga dengan penyakit Alzeimer, dengan interaksi yang bermakna antara
polimorfisme apolipoprotein E dan aterosklerosis dalam etiologi penyakit
Alzeimer, dimana Lp (a) ini juga berperan sebagai faktor dalam
pembentukan aterosklerosis. Beberapa mekanisme Lp (a) partisipasi
dalam aterogenesis telah dikemukakan. Salah satunya adalah deposisi
langsung atas lipoprotein ke dinding arteri, sama dengan yang yang terjadi
dengan LDL dan LDL teroksidasi. Fakta bahwa Lp (a) lebih mungkin untuk
Universitas Sumatera Utara
mengalami oksidasi dari LDL sendiri mungkin memfasilitasi ambilan oleh
makrofag melalui reseptors scavenger. Hal ini adalah mekanisme
universal dari aterogenesis, di mana makrofag 'Memanjakan diri' di
kolesterol dari LDL, dan akhirnya dari Lp (a), mengubah diri menjadi sel
foam, prekursor aterosklerosis. Mekanisme pro-aterogenik lain dari Lp (a)
akan berhubungan dengan korelasi terbalik antara kadar lipoprotein dan
reaktivitas vaskular, dalam hal peningkatan kadar Lp plasma (a) akan
mendorong disfungsi endotel (Maranhao dkk, 2014; Solfrizzi dkk, 2002).
Selanjutnya, data klinis dan epidemiologis menunjukkan bahwa
inflamasi kronik muncul sebagai prekursor dari gejala penyakit Alzeimer,
menunjukkan hubungan lain yang mungkin antara peningkatan serum Lp
(a) dan penyakit Alzeimer. Pada pasien dengan lesi otak neuropatologis
khas penyakit Alzeimer, infark otak, dan infark terutama lakunar, lebih
sering mengakibatkan klinis dementia. Dilaporkan bahwa aktivitas
prekursor protein amiloid dan produksi amiloid β meningkat pada
hipokampus setelah iskemik transien yang parah. Karena peningkatan
konsentrasi Lp (a) serum umumnya meningkatkan risiko stroke, hal ini
mungkin memiliki peran dalam menentukan klinis penyakit Alzeimer
(Solfrizzi dkk, 2002).
.
Universitas Sumatera Utara
II.4. Kerangka Teori
NON
STROKE
Reitz dkk, 2004: lipid peroksidase
aktivasi mikroglia plak deposisi Bamiloid
LIPID
SERUM
STROKE
ISKEMIK
AKUT
Reiz dkk, 2004: lebih rendah
kadar
oksidan
pada
demensia vaskular
Yin dkk, 2012: Elias dkk, 2005 Ktotal ↑,TG ↑ indikator gizi fungsi
kognitif ↑
Yin dkk, 2012: TG ↓ produksi
sitokin ↓ risiko demensia
Singh-Manoux dkk, 2008: ↓KHDL
mempengaruhi
memori melalui aterosklerosis
dan stroke
i
Yin dkk, 2012 TG ↑
transpor
ghrelin & insulin efek + kognitif
McGrowder dkk, 2011: HDL sebagai
neuroprotektif, ↑metabolisma Aβ, anti
inflamasi , antioksidan efek +
kognitif
Reiz dkk, 2004: LDL
↑
aterosklerosis hipoperfusi
terganggu corticosubcortical
connection ↓ fs.kognitif
Henderson dkk, 2003: kadar K-total
& K-LDL yang ↑ kinerja yang baik
pada fungsi kognitif. Namun,↑ lipid
aterosklerosis,
FUNGSI
KOGNITIF
FUNGSI
KOGNITIF
Universitas Sumatera Utara
II.5. KERANGKA KONSEP
STROKE ISKEMIK (SI) :
SI dengan Hiperetensi dan DM,
SI dengan Hipertensi
SI dengan DM
NON STROKE
LIPID SERUM:
Ktotal, K-LDL, TG, K-HDL
FUNGSI KOGNITIF:
MMSE , CDT
Universitas Sumatera Utara