Peraturan Perundangan PP NO 78 TH 1992

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 8 TAHUN 1 9 9 2
TENTANG
OBAT HEWAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat

: a. bahwa unt uk lebih meningkat kan kesehat an dan produksi
pet ernakan diperlukan t ersedianya obat hewan yang memadai baik
dari segi j umlah maupun mut u dalam pembuat an, penyediaan, dan
peredaran;
b. bahwa dengan kemaj uan t eknologi di bidang obat hewan, dewasa
ini banyak dit emukan j enis obat hewan yang baru yang
pengat urannya belum t ert ampung dalam Perat uran Pemerint ah
Nomor 17 Tahun 1973 t ent ang Pembuat an, Peredaran, Persediaan,
Pemakaian Vaksin, Sera, dan Bahan-bahan Diagnost ika unt uk

Hewan;
c. bahwa schubungan dengan hal t ersebut , dipandang perlu mengat ur
kembali ket ent uan mengenai obat hewan dengan Perat uran
Pemerint ah;

Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan
Pokok Pet ernakan dan Kesehat an Hewan (Lembaran Negara Tahun
1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);
3. Perat uran Pemerint ah Nomor 15 Tahun 1977 t ent ang Penolakan,
Pencegahan, Pemberant asan dan Pengobat an Penyakit Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3101);
4. Perat uran Pemerint ah Nomor 22 Tahun 1983 t ent ang Kesehat an
Masyarakat Vet eriner (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
5. Perat uran Pemerint ah Nomor 17 Tahun 1986 t ent ang Kewenangan
Pengat uran, Pembinaan, dan Pengembangan Indust ri (Lembaran

Negara Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3330);
MEMUTUSKAN :

Menet apkan : PERATURAN
HEWAN.

PEMERINTAH

REPUBLIK

INDONESIA

TENTANG

OBAT

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA


-

2

-

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Perat uran Pemerint ah ini yang dimaksud dengan:
1. Obat hewan adalah obat yang khusus dipakai unt uk hewan.
2. Pembuat an adalah proses kegiat an pengolahan, pencampuran dan
pengubahan bent uk bahan baku obat hewan menj adi obat hewan.
3. Penyediaan adalah proses kegiat an pengadaan dan/ at au pemilikan
dan/ at au penguasaan dan/ at au penyimpanan obat hewan disuat u
t empat at au ruangan dengan maksud unt uk diedarkan.
4. Peredaran adalah proses kegiat an yang berhubungan
perdagangan, pengangkut an dan penyerahan obat hewan.

dengan


5. Badan Usaha adalah badan usaha milik Negara at au milik daerah,
swast a at au koperasi.
6. Ment eri adalah Ment eri yang bert anggung j awab dalam bidang
Kesehat an Hewan.
Pasal 2
(1)

Pemerint ah melakukan kegiat an penelit ian dan pengembangan
obat hewan besert a bahan baku obat hewan.

(2)

Pemerint ah mendorong sert a membina pihak swast a unt uk
melakukan kegiat an penelit ian dan pengembangan obat hewan
besert a bahan bakunya.
BAB II
TUJUAN PEMAKAIAN, GOLONGAN
DAN KLASIFIKASI OBAT HEWAN
Pasal 3


Obat hewan menurut t uj uan pemakaiannya digunakan unt uk:
a. menet apkan
diagnosa,
mencegah,
memberant as penyakit hewan;

menyembuhkan

dan

b. mengurangi dan menghilangkan gej ala penyakit hewan;
c. membant u
menenangkan,
merangsang hewan;

memat i-rasakan,

et anasia,


d. menghilangkan kelainan at au memperelok t ubuh hewan;
e. memacu perbaikan mut u dan produksi hasil hewan;
f . memperbaiki reproduksi hewan.

dan

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

3

-

Pasal 4
(1)

Obat hewan digolongkan dalam sediaan biologik, f armaset ik dan
premiks.


(2)

Selain golongan obat hewan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) t erdapat pula golongan obat alami.

(3)

Ket ent uan lebih lanj ut mengenai obat alami
dimaksud dalam ayat (2) diat ur oleh Ment eri.

sebagaimana

Pasal 5
(1)

Sediaan biologik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
dihasilkan melalui proses biologik pada hewan at au j aringan
hewan unt uk menimbulkan kekebalan, mendiagnosa suat u
penyakit

at au menyembuhkan penyakit
dengan proses
imunologik.

(2)

Sediaan f armaset ik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
meliput i ant ara lain vit amin, hormon, ant ibiot ika dan
kemot erapet ika lainnya, obat ant ihist aminika, ant ipiret ika,
anest et ika yang dipakai berdasarkan daya kerj a f armakologi.

(3)

Sediaan premiks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
meliput i imbuhan makanan hewan dan pelengkap makanan
hewan yang dicampurkan pada makanan hewan at au minuman
hewan.
Pasal 6

(1)


Berdasarkan klasif ikasi bahaya yang dit imbulkan
pemakaiannya, obat hewan dibagi menj adi :

dalam

a. Obat keras, yait u obat hewan yang bila pemakaiannya t idak
sesuai dengan ket ent uan dapat menimbulkan bahaya bagi
hewan dan/ at au manusia yang
mengkonsumsi hasil hewan
t ersebut .
b. Obat bebas t erbat as, yait u obat keras unt uk hewan yang
diperlakukan sebagai obat bebas unt uk j enis hewan t ert ent u
dengan ket ent uan disediakan dalam j umlah, at uran dosis,
bent uk sediaan dan cara pemakaian t ert ent u sert a diberi
t anda peringat an khusus.
c. Obat bebas, yait u obat hewan yang dapat dipakai secara bebas
oleh set iap orang pada hewan.
(2)


Ket ent uan lebih lanj ut mengenai klasif ikasi obat hewan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dit et apkan oleh
Ment eri.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

4

-

Pasal 7
(1)

Pemakaian obat keras harus dilakukan oleh dokt er hewan at au
orang lain dengan pet unj uk dari dan di bawah pengawasan dokt er
hewan.


(2)

Pemakaian obat bebas t erbat as at au obat bebas dilakukan oleh
set iap orang dengan mengikut i pet unj uk pemakaian yang t elah
dit et apkan.

BAB III
PEMBUATAN, PENYEDIAAN DAN PEREDARAN OBAT HEWAN
Pasal 8
(1)

Pembuat an obat hewan meliput i proses kegiat an mengolah bahan
baku, bahan set engah j adi, dan/ at au bahan j adi menj adi obat
hewan yang siap dipakai.

(2)

Pembuat an obat hewan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus memenuhi persyarat an mengenai bahan baku, lokasi,
bangunan, pengat uran ruangan, peralat an, t enaga ahli, dan
proses pembuat annya.

(3)

Ket ent uan lebih lanj ut mengenai persyarat an
dimaksud dalam ayat (2) dit et apkan oleh Ment eri.

sebagaimana

Pasal 9
(1)

Obat hewan yang dapat disediakan dan/ at au diedarkan hanya
obat hewan yang t elah t erdaf t ar.

(2)

Ket ent uan lebih lanj ut mengenai pendaf t aran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dit et apkan oleh Ment eri.
Pasal 10

(1)

Obat hewan yang berada dalam persediaan dan/ at au peredaran
harus dikemas dalam wadah dan/ at au bungkus t ert ent u yang
dilengkapi dengan et iket
sert a diberi penandaan dan
dicant umkan kat a "obat hanya unt uk hewan" yang dapat dibaca
dengan j elas.

(2)

Pemberian penandaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus dicant umkan pula pada brosur yang disert akannya.

(3)

Ket ent uan lebih lanj ut mengenai persyarat an penandaan pada
kemasan, wadah, bungkus, et iket dan brosur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dit et apkan oleh Ment eri.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

5

-

Pasal 11
(1)

Badan usaha dan perorangan dilarang menyediakan
mengedarkan obat hewan yang t idak layak pakai.

at au

(2)

Obat hewan yang t idak layak pakai sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliput i :
a. sediaan obat hewan yang t idak lulus penguj ian mut u
berdasarkan st andar mut u yang dit et apkan ot eh Pemerint ah,
baik pada wakt u pendaf t aran, sebelum beredar maupun dalam
peredaran;
b. sediaan obat hewan yang t idak diuj i mut unya, sedangkan
menurut ket ent uan harus diuj i;
c. sediaan obat hewan yang mengalami perubahan f isik;
d. sediaan obat hewan yang t elah kadaluwarsa.

BAB IV
PENDAFTARAN DAN PENGUJIAN MUTU OBAT HEWAN
Pasal 12
(1)

Dalam rangka pengawasan mut u, obat hewan yang akan
diedarkan harus t elah lulus penguj ian mut u yang dilakukan dalam
rangka pendaf t aran.

(2)

Obat hewan yang t elah t erdaf t ar dapat diuj i kembali mut unya
set iap wakt u.

(3)

Ket ent uan lebih lanj ut mengenai syarat dan t at a cara penguj ian
dalam rangka pendaf t aran obat hewan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dit et apkan oleh Ment eri.

(1)

(2)

Pasal 13
Penguj ian mut u obat hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 dilakukan berdasarkan st andar mut u yang dit et apkan oleh
Pemerint ah.
Penguj ian mut u sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh lembaga yang dit unj uk oleh Ment eri.
Pasal 14

(1)

Biaya yang diperlukan unt uk pendaf t aran dan penguj ian mut u
obat hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 12
dibebankan kepada pemilik obat hewan yang besamya dit et apkan
oleh Ment eri.

(2)

Tat acara

pemungut an

dan

besarnya

biaya

pendaf t aran

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

6

-

dit et apkan oleh Ment eri set elah mendapat perset uj uan Ment eri
Keuangan.
(3)

Biaya pendaf t aran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan pendapat an Negara dan harus diset or ke Kas Negara.
BAB V
PERIZINAN
Pasal 15

(1)

Pembuat an dan/ at au penyediaan dan/ at au peredaran obat
hewan oleh Badan usaha at au perorangan dilakukan berdasarkan
izin usaha yang diberikan Ment eri.

(2)

Ket ent uan lebih lanj ut mengenai syarat dan t at a cara pemberian
izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dit et apkan oleh
Ment eri.
Pasal 16

(1)

Lembaga penelit ian at au lembaga pendidikan t inggi yang
melakukan penelit ian dan pengembangan obat hewan unt uk
kepent ingan ilmu penget ahuan, dan inst ansi Pemerint ah yang
dalam pelaksanaan t ugasnya secara t eknis berhubungan dengan
obat hewan, dapat melakukan kegiat annya t anpa izin.

(2)

Ket ent uan lebih lanj ut
mengenai pembuat an dan/ at au
penyediaan dan/ at au peredaran obat hewan yang dilakukan oleh
lembaga penelit ian, lembaga pendidikan t inggi dan inst ansi
Pemerint ah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dit et apkan
oleh Ment eri.
Pasal 17

(1)

Badan usaha at au perorangan pemegang izin usaha pembuat an
dan/ at au penyediaan dan/ at au peredaran obat hewan dapat
mengadakan perluasan usahanya.

(2)

Perluasan usaha pembuat an obat hewan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berupa :
a. menambah j umlah unit produksi; dan/ at au
b. menambah j umlah alat produksi; dan/ at au
c. menambah j enis obat hewan yang diproduksi.

(3)

Perluasan usaha penyediaan dan/ at au peyedaran obat hewan
berupa:
a. menambah

j enis obat

hewan

yang disediakan

dan/ at au

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

7

-

diedarkan; dan/ at au
b. menambah daerah
hewan; dan/ at au

penyediaan

dan/ at au

peredaran

obat

c. membuka cabang usaha penyediaan dan/ at au peredaran obat
hewan di t empat lain.
Pasal 18
Izin usaha yang t elah diberikan kepada badan usaha at au perorangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 berakhir karena:
a. badan usaha yang bersangkut an dibubarkan;
b. pemegang izin usaha perorangan meninggal dunia, dan ahli warisnya
t idak menyat akan kehendaknya unt uk melanj ut kan usaha t ersebut
dalam j angka wakt u 90 (sembilan puluh) hari sej ak meninggalnya
pemegang izin usaha;
c. dicabut oleh Ment eri dalam hal:
1. t idak melakukan kegiat an usaha dalam j angka wakt u 1 (sat u)
t ahun set elah izin usaha diberikan;
2. t idak lagi melakukan kegiat an usaha selama 1 (sat u) t ahun
bert urut -t urut ;
3. t idak memenuhi ket ent uan yang t ercant um dalam izin usaha dan
perat uran perundang-undangan yang berlaku;
4. izin usaha t ersebut t ernyat a t elah dipindaht angankan t anpa
perset uj uan t ert ulis dari Ment eri.
BAB VI
PENGAWASAN
Pasal 19
(1)

Ment eri
melakukan
pengawasan
t erhadap
penyediaan, peredaran dan pemakaian obat hewan.

pembuat an,

(2)

Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) Ment eri dapat menunj uk pej abat pengawas obat
hewan unt uk melaksanakan pengawasan obat hewan.

(3)

Pej abat pengawas obat hewan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) diangkat dan diberhent ikan oleh Ment eri.
Pasal 20

(1)

Dalam melaksanakan pengawasan obat hewan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 pej abat pengawas obat hewan

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

8

-

berwenang unt uk:
a. melakukan pemeriksaan t erhadap dipenuhinya ket ent uan
perizinan usaha pembuat an, penyediaan dan peredaran obat
hewan.
b. melakukan pemeriksaan t erhadap cara pembuat an obat hewan
yang baik;
c. melakukan pemeriksaan t erhadap obat hewan, sarana dan
t empat penyimpanannya dalam penyediaan dan peredaran,
t ermasuk alat sert a cara pengangkut annya;
d. melakukan pemeriksaan t erhadap pemakaian obat hewan;
e. mengambil cont oh bahan baku dan obat hewan guna penguj ian
khasiat dan keamanannya.
(2)

Apabila dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dit emukan penyimpangan, Ment eri at au pej abat pengawas
obat hewan dapat memerint ahkan unt uk :
a. menghent ikan sement ara kegiat an pembuat an obat hewan;
b. melarang peredaran obat hewan;
c. menarik obat hewan dari peredaran;
d. menghent ikan pemakaian obat
dengan ket ent uan.

(3)

hewan yang t idak sesuai

Ket ent uan lebih lanj ut mengenai syarat dan t at a cara
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diat ur oleh Ment eri.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21

Dengan berlakunya Perat uran Pemerint ah ini maka segala perat uran
perundang-undangan sebagai pelaksanaan Perat uran Pemerint ah
Nomor 17 Tahun 1973 t et ap berlaku, sepanj ang t idak bert ent angan
dengan Perat uran Pemerint ah ini at au belum diubah at au dicabut
berdasarkan Perat uran Pemerint ah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Terhit ung mulai t anggal berlakunya Perat uran Pemerint ah ini,
Perat uran Pemerint ah Nomor 17 Tahun 1973 t ent ang Pembuat an,
Persediaan, Peredaran dan Pemakaian Vaksin, Sera dan Bahan-bahan
Diagnost ika Biologis Unt uk Hewan dinyat akan t idak berlaku.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

9

-

Pasal 23
Perat uran Pemerint ah ini mulai berlaku pada t anggal diundangkan.
Agar set iap orang menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan
Perat uran Pemerint ah ini dengan penempat annya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Dit et apkan di Jakart a
pada t anggal 24 Desember 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakart a
pada t anggal 24 Desember 1992
MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

10

-

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 78 TAHUN 1992
TENTANG
OBAT HEWAN
I. UMUM
Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, pembangunan
di bidang pet ernakan mempunyai peranan yang cukup pent ing
sebagai salah sat u usaha menyediakan sumber prot ein hewani di
bidang pangan.
Unt uk dapat menyediakan sumber prot ein hewani yang baik dari
segi j umlah maupun mut u diperlukan usaha peningkat an produksi
pet ernakan. Usaha peningkat an produksi pet ernakan t idak dapat
dipisahkan dari usaha peningkat an kesehat an hewan. Disamping
ket ergant ungan pada f akt or-f akt or lain, penyediaan obat hewan
yang memadai baik dit inj au dari segi j umlah dan mut u merupakan
salah sat u f akt or yang sangat menent ukan di bidang kesehat an
hewan.
Perkembangan yang sangat pesat di bidang pet ernakan pada
umumnya dan kesehat an hewan pada khususnya perlu diimbangi
dengan perkembangan di bidang obat hewan dengan t ingkat yang
sej aj ar. Perkembangan di bidang obat hewan yang sej aj ar pesat nya
dengan perkembangan di bidang kesehat an hewan t ersebut di at as,
perlu diimbangi pula dengan pembinaan dan pengat uran
sebaik-baiknya t erhadap kegiat an pembuat an,
penyediaan,
peredaran dan pemakaiannya.
Perat uran Pemerint ah Nomor 17 Tahun 1973 t ent ang Pembuat an,
Peredaran, Persediaan dan Pemakaian Vaksin, Sera dan Bahanbahan Diagnost ika Biologis Unt uk Hewan, baru mengat ur sebagian
obat hewan yait u berupa sediaan biologik.
Sedangkan di dalam usaha peningkat an kesehat an hewan selain
diperlukan obat hewan yang berasal dari sediaan biologik,
diperlukan pula obat hewan yang berasal dari sediaan f armaset ik
dan sediaan premiks. Pembinaan oleh Pemerint ah kepada pihak
yang berkepent ingan t erhadap pembuat an, penyediaan, peredaran
dan pemakaian obat hewan dalam art i luas yait u meliput i sediaan
biologik, f armaset ik, dan premiks sangat diperlukan agar supaya
penyediaan obat hewan unt uk masyarakat dapat dij amin
kelancarannya pada set iap saat dalam j enis, j umlah dan mut u yang
memadai sert a aman dalam pemakaian, dengan harga yang dapat
dij angkau oleh masyarakat . Keadaan t ersebut akan menunj ang
usaha peningkat an produksi pet ernakan yang diharapkan akan dapat

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

11

-

meningkat kan pendapat an pet ani t ernak dan sekaligus memperbaiki
gizi masyarakat melalui t ersedianya prot ein hewani dalam j umlah
yang cukup dan mut u yang baik. Set iap kesalahan dalam
pembuat an, penyediaan, peredaran dan pemakaian obat hewan
akan menimbulkan dampak negat if yang merugikan masyarakat
pada umumnya dan usaha peningkat an produksi pet ernakan pada
khususnya.
Luas j angkauan pembinaan dan pengat uran dalam Perat uran
Pemerint ah ini meliput i kegiat an pembuat an, penyediaan,
peredaran, dan pemakaian obat hewan yang di dalam
pengert iannya t ermasuk bahan baku yang dalam keadaan aslinya
t elah dapat digunakan sebagai obat hewan dan t uj uan
pemakaiannya khusus di bidang kedokt eran hewan. Mengenai bahan
baku obat hewan yang dapat dipakai baik unt uk keperluan
kesehat an umum maupun unt uk keperluan di bidang kedokt eran
hewan pembinaannya dilakukan secara t erkoordinasi dan t erpadu
oleh Depart emen Kesehat an dan Depart emen Pert anian.
Disamping ket iga j enis obat hewan t ersebut , unt uk obat hewan
digunakan pula obat alami, yait u obat asli baik yang berasal dari
dalam negeri sendiri maupun yang berasal dari negara lain.
Dengan mempert imbangkan segala aspek yang t erkait dalam
pembinaan t erhadap pembuat an, penyediaan, peredaran dan
pemakaian obat hewan, maka perlu dilakukan upaya pengamanan
berupa ket ent uan yang harus dit aat i dalam melakukan kegiat an
pembuat an, penyediaan, peredaran, dan pemakaian obat hewan
sert a persyarat an t eknis lain yang harus dipenuhi baik oleh
produsen, pengedar, maupun pemakaian obat hewan.
Perat uran
Pemerint ah
ini
mengat ur
t ent ang pembuat an,
penyediaan, peredaran dan pemakaian obat hewan dalam art i luas
yang meliput i sediaan biologik, f armaset ik dan premiks dan
merupakan penyempurnaan at as Perat uran Pemerint ah Nomor 17
Tahun 1973.
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Angka 1
Cukup j elas
Angka 2
Dalam pengert ian kegiat an pengolahan, pencampuran dan
pengubahan bent uk dapat bersif at kumulat if maupun
masing-masing berdiri sendiri yang diikut i dengan kegiat an
pengisian dan pengemasan.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

12

-

Pengert ian bahan baku obat hewan pada umumnya adalah
semua bahan at au zat kimia yang berupa bahan akt if , bahan
t ambahan dan bahan penolong yang digunakan unt uk membuat
obat hewan. Namun demikian ada bahan baku sebagai bahan
akt if yang dalam keadaan belum/ t idak dicampur dengan bahan
lain merupakan obat hewan, apabila t elah dikemas dan diberi
penandaan "obat hanya unt uk hewan".
Angka 3
Pengert ian pengadaan meliput i produksi dalam negeri maupun
impor.
Angka 4
Cukup j elas
Angka 5
Cukup j elas
Angka 6
Cukup j elas

Pasal 2
Ayat (1) dan ayat (2)
Penelit ian dan pengembangan obat hewan dan bahan bakunya
bert uj uan unt uk menemukan t eknologi baru yang berkait an
dengan proses pembuat an obat hewan dan bahan bakunya guna
meningkat kan khasiat dan keamanan obat hewan bagi hewan,
maupun kesehat an masyarakat yang mengkonsumsi bahan-bahan
yang berasal dari hewan.
Pembinaan penelit ian dan pengembangan bahan baku yang dapat
dipakai unt uk keperluan di bidang kedokt eran hewan maupun
unt uk keperluan kesehat an umum dilakukan secara t erkoordinasi
oleh Ment eri dan Ment eri lain yang bert anggung j awab di bidang
kesehat an umum.
Pemerint ah j uga mendorong dan memberi bant uan kepada usaha
swast a agar melakukan penelit ian dan pengembangan obat
hewan.

Pasal 3
Huruf a
Diagnosa adalah semua kegiat an baik individu maupun kelompok,
di lapangan maupun di laborat orium dalam upaya menent ukan
j enis at au penyebab suat u penyakit hewan.
Mencegah penyakit hewan adalah semua t indakan unt uk
mencegah t imbulnya, berj angkit nya dan menj alarnya kasus

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

13

-

penyakit hewan.
Menyembuhkan adalah semua t indakan. yang dilaksanakan dengan
cara pemberian obat hewan unt uk mengembalikan kondisi
f isiologi hewan menj adi normal. Sedangkan f isiologi adalah suat u
keadaan dimana semua organ t ubuh hewan dapat berf ungsi
seimbang.
Memberant as penyakit hewan adalah semua t indakan unt uk
menghilangkan t imbulnya at au t erj adinya, berj angkit nya dan
menj alarnya kasus penyakit hewan.
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Et anasia adalah suat u upaya seorang dokt er hewan unt uk
meringankan penderit aan hewan sakit yang t idak dapat
disembuhkan, dengan cara membunuhnya.
Huruf d
Cukup j elas
Huruf e
Cukup j elas
Huruf f
Yang
dimaksud
dengan
reproduksi
hewan
adalah
perkembang-biakan hewan. Memperbaiki reproduksi hewan
berart i memperbaiki berbagai f akt or yang mempengaruhi
perkembang-biakan hewan. Cont oh : menekan penyakit
kemaj iran, menanggulangi penyakit alat perkembang-biakan
hewan besar.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Golongan obat alami meliput i obat asli Indonesia (dalam negeri)
maupun obat asli dari negara lain unt uk hewan yang t idak
mengandung zat kimia sint esis dan belum ada dat a klinis sert a
t idak t ermasuk narkot ika at au obat keras dan khasiat sert a
kegunaannya diket ahui secara empiris (hasil pengalaman at au
percobaan sendiri).
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 5
Ayat (1)

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

14

-

Sediaan biologik t erdiri ant ara lain vaksin, sert a (ant i sera) dan
bahan diagnost ika biologik.
Vaksin adalah sediaan biologik yang digunakan
menimbulkan kekebalan t erhadap sat u penyakit hewan.

unt uk

Sera (ant i sera) adalah sediaan biologik berupa serum darah yang
mengandung zat kebal berasal dari hewan dipergunakan unt uk
mencegah, menyembuhkan at au mendiagnosa penyakit pada
hewan yang disebabkan oleh bakt eri, virus at au j asad renik
lainnya dengan maksud unt uk meniadakan daya t oksinnya.
Bahan diagnost ika biologik adalah sediaan biologik
digunakan unt uk mendiagnosa suat u penyakit pada hewan.

yang

Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Yang dimaksud pelengkap makanan hewan (f eed supplement )
adalah suat u zat yang secara alami sudah t erkandung dalam
makanan hewan t et api j umlahnya perlu dit ingkat kan melalui
pemberian bersama makanan hewan, misalnya vit amin, mineral
dan asam amino.
Yang dimaksud imbuhan makanan hewan (f eed addit ive) adalah
suat u zat yang secara alami t idak t erdapat pada makanan hewan
dan
t uj uan
pemakaiannya
t erut ama
sebagai
pemacu
pert umbuhan. Suat u zat baru dapat dipergunakan sebagai f eed
addit ive set elah melalui pengkaj ian ilmiah, misalnya ant ibiot ika
t ert ent u, ant ara lain basit rasina, virginiamisina dan f lavomisina.

Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud obat keras unt uk hewan misalnya obat hewan
yang mengandung ant ibiot ika yang kalau dipakai secara
berlebihan at au kurang dari dosis yang dit ent ukan akan
menimbulkan bahaya resist ensi (peningkat an kekebalan
t erhadap penyakit ).
Huruf b
Yang dimaksud obat bebas t erbat as unt uk hewan misalnya
golongan sulf a (sulf akuinoksalin). Kecuali ada at uran dosis dan
cara pemakaiannya, obat bebas t erbat as diberi t anda
peringat an khusus misalnya "j angan diberikan pada ayam yang
sedang bert elur".
huruf c
Yang dimaksud obat bebas adalah obat yang dapat dipakai

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

15

-

secara bebas karena t idak ada akibat samping yang dit imbulkan.
Ayat (2)
Penet apan klasif ikasi obat
pengkaj ian secara ilmiah.

hewan

didasarkan

pada

hasil

Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemakaian adalah set iap kegiat an yang
menyangkut penggunaan obat hewan sesuai dengan f ungsi dan
kegunaannya.
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas

Pasal 9
Ayat (1)
Penyediaan dan/ at au peredaran obat hewan t ersebut baik unt uk
obat hewan yang dibuat di dalam negeri maupun obat hewan
yang didat angkan dari luar negeri.
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 10
Ayat (1)
Kemasan adalah bilangan yang menunj ukkan volume at au berat
at au j umlah t ert ent u suat u sediaan obat hewan dalam sat u
wadah baik dibungkus maupun t idak dibungkus at au dalam
beberapa wadah dalam sat u bungkus.
Wadah adalah sat u benda berikut t ut upnya yang dipakai unt uk
t empat obat hewan dan berhubungan langsung dengan obat
hewan yang diwadahinya, sert a t idak ikut diaplikasikan.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

16

-

Bungkus adalah benda yang dipakai unt uk membungkus wadah.
Penandaan adalah pernyat aan berupa t ulisan at au t anda pada
wadah dan/ at au bungkus, et iket dan brosur obat hewan.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 12
Ayat (1)
Pendaf t aran obat hewan yang akan diedarkan t ersebut dilakukan
dalam rangka pengawasan mut u obat hewan. Oleh karena it u
penguj ian mut u obat hewan dilakukan sebagai rangkaian kegiat an
pendaf t aran dalam rangka penyederhanaan perij inan.
Ayat (2)
Penguj ian kembali mut u obat hewan yang t elah t erdaf t ar yang
dilakukan pada set iap wakt u dimaksudkan unt uk menj amin mut u
obat t ersebut , agar t et ap sesuai dengan st andar yang dit et apkan
oleh Pemerint ah.
Ayat (3)
Cukup j elas

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 14
Ayat (1)
Biaya pendaf t aran dan penguj ian mut u obat hewan t idak
semat a-mat a menj adi beban Pemerint ah. Oleh karena kegiat an

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

17

-

pendat aran dan penguj ian mut u obat hewan pada hakekat nya
merupakan pelayanan kepada pemilik obat hewan, maka kepada
pemilik obat hewan yang bersangkut an dibebani biaya
pendaf t aran dan penguj ian mut u.
Biaya t ersebut ant ara lain unt uk keperluan pengadaan bahan
penguj ian mut u obat t ersebut .
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas

Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud izin usaha dalam
t ert ulis dalam bent uk t ert ent u
dit unj uknya yang memberi hak
berusaha di bidang pembuat an
peredaran obat hewan.

ket ent uan ini adalah pernyat aan
dari Ment eri at au pej abat yang
pada yang bersangkut an unt uk
dan/ at au penyediaan dan/ at au

Izin ini merupakan izin khusus yang dikait kan dengan kepent ingan
t eknis obat hewan, di samping izin yang dikeluarkan oleh inst ansi
lain berdasarkan perat uran perundang-undangan yang berlaku,
misalnya SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan).
Ayat (2)
Dalam penet apan syarat dan t at a cara izin usaha diat ur pula
ket ent uan mengenai pemindaht anganan izin usaha.

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Huruf a
Penambahan j umlah unit produksi adalah penambahan bent uk

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

18

-

sediaan dari yang sudah ada, misalnya yang semula hanya
mempunyai unit serbuk kemudian dit ambahkan unit cairan
peroral.
Huruf b
Penambahan j umlah alat produksi t ent u berakibat menambah
kapasit as produksi t erpasang.
Huruf c
Pengert ian penambahan j enis obat hewan yang diproduksi
adalah penambahan j enis obat berdasarkan daya f armakologi.
Ayat (3)
Di dalam rangka perluasan usaha pembuat an dan/ at au
penyediaan dan/ at au peredaran obat hewan, syarat dan t at a
cara unt uk memperoleh izin perluasan usaha baik yang
menyangkut
pembuat an
dan/ at au
penyediaan
dan/ at au
peredaran obat hewan dapat dilakukan dengan berbagai cara
yang masing-masing cara perluasan diperlukan syarat dan t at a
cara berbeda pula.

Pasal 18
Cukup j elas

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas

Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Yang dimaksud dengan cara pembuat an obat hewan yang baik
(good manuf act uring pract ices) adalah sist em yang berkait an
dengan pembuat an obat hewan meliput i:
1. pengat uran ruangan (lay out );

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

19

-

2. pengat uran lalu-lint as orang, bahan baku dan obat hewan
sert a sarana yang t erkait ;
3. kualif ikasi keahlian t enaga kerj a;
4. peralat an;
5. met ode pembuat an, penguj ian mut u dan penyimpanannya;
6. laborat orium penguj ian mut u;
7. t empat penyimpanan bahan baku dan obat hewan.

Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Pemakaian obat hewan yang t idak sesuai dengan ket ent uan
yang berlaku akan menimbulkan dampak negat if t erhadap
hewan maupun manusia yang mengkonsumsi produk hewani
(daging, t elor, dan susu), misalnya pemakaian ant ibiot ika yang
t idak t epat akan menimbulkan resist ensi, alergi, super inf eksi,
kemungkinan t erkena penyakit kanker dan lain-lain. Oleh
karena it u pemakaian obat hewan perlu diawasi.
Huruf e
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Ket ent uan mengenai syarat dan t at a cara pengawasan ini
diperlukan agar dalam pelaksanaan t idak menimbulkan persepsi
yang berbeda di ant ara para pengawas.

Pasal 21
Cukup j elas

Pasal 22
Cukup j elas

Pasal 23
Cukup j elas