Peran komunikasi pimpinan dalam perubaha

“Peran   komunikasi   pimpinan   dalam   mempersuasi
dan  merekatkan   emosi   anggota   organisasi   dalam
menghadapi perubahan organisasi”
Oleh : Farikha Rachmawati dkk
ABSTRAK
Perubahan organisasi seringkali membuat kondisi tidak nyaman bagi anggota organisasi.
Kondisi ini dapat ditandai dengan kecanggungan, ketidaknyamanan, bahkan bisa berujung pada
konflik. Dalam pengelolaan perubahan organisasi adanya ambiguitas, ketidakpastian akan
menjadikan organisasi rentan terhadap konflik yang harus diantisipasi oleh pihak manajemen
(Yuwono & Putra, 2005). Peran komunikasi dalam perubahan organisasi memiliki fungsi
penting yaitu mempersuasi dan merekatkan emosi anggota organisasi. Komunikasi persuasif
digunakan pimpinan organisasi demi memenuhi tujuan organisasi. Komunikasi persuasif (Suparno,
2009) adalah suatu pesan yang disampaikan dengan menggunakan pendekatan pribadi, bersifat
ajakan dan tidak memaksa kepada orang lain sehingga komunikan (penerima pesan) dengan penuh
kesadaran memahami dan merubah sikap sesuai yang diharapkan komunikator. Selain penggunaan
komunikasi persuasif, pengendalian emosi adalah hal penting yang harus dilakukan oleh pimpinan
organisasi dalam menghadapi perubahan organisasi. Menurut Santrock (2007, h. 200) emosi
ditandai oleh perilaku yang mereflesikan (mengekspresikan) kondisi senang atau tidak senang
seseorang atau transaksi yang sedang dialami.
LATAR BELAKANG
Perubahan organisasi seringkali membuat kondisi tidak nyaman bagi anggota organisasi.

Kondisi ini dapat ditandai dengan kecanggungan, ketidaknyamanan, bahkan bisa berujung pada
konflik. Menurut Sopiah (2008, h. 78) dalam Yudhaningsih (2011, h. 44) perubahan organisasi
adalah suatu proses perubahan variabel-variabel sistem yang spesifik yang diidentifikasi melalui
diagnosis organisasi dan tingkat perencanaan. Organisasi mengalami perubahan karena organisasi
selalu menghadapi berbagai macam tantangan. Tantangan itu timbul sebagai akibat pengaruh
lingkungan organisasi. Lingkungan organisasi menurut (Wursanto, 2002) adalah keseluruhan faktor
yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi. Lingkungan dalam hal ini dapat diartikan
sebagai lingkungan internal dan lingkungan eksternal.

Komunikasi
organisasi

[Peran komunikasi dalam perubahan organisasi]

Dalam pengelolaan perubahan organisasi adanya ambiguitas, ketidakpastian akan
menjadikan organisasi rentan terhadap konflik yang harus diantisipasi oleh pihak manajemen
(Yuwono & Putra, 2005). Menurut kami, komunikasi sangat diperlukan dalam memperbaiki
keadaan akibat adanya perubahan organisasi. Sesuai penuturan Paul Latzalwick “We cannot not
communicate”. Prinsip tersebut adalah prinsip yang menunjukkan bahwa komunikasi merupakan
komponen yang paling penting dalam segala hal, termasuk organisasi. Komunikasi yang baik antara

anggota organisasi merupakan aspek penting dalam mendukung perubahan di dalam organisasi
(Prabawanti, 2008). Perubahan organisasi hadir sebagai sebuah proses yang tidak bisa dipungkiri.
Organisasi tidak akan berjalan atau bahkan tidak bisa mengalami perubahan jika tanpa sebuah
proses komunikasi. Komunikasi dapat berperan dalam mempersuasi anggota dan
mengendalikan emosi anggota organisasi dalam menghadapi perubahan organisasi. Jika
dalam perubahan organisasi faktor emosi tidak dipentingkan, maka akan menyebabkan faktor
keberhasilan yang rendah. Namun apabila emosi dalam perubahan organisasi dapat dikendalikan
dengan baik, maka akan terjadi kemungkinan peningkatan keberhasilan yang lebih besar.
KAJIAN PUSTAKA
Komunikasi merupakan komponen penting dalam segala hal, termasuk dalam organisasi.
Komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan
hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat
komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain (Mulyana, 2001,
h. 5). Komunikasi memiliki fungsi-fungsi yang mampu mendorong, menjalankan dan memberikan
solusi terhadap perubahan organisasi. Menurut Effendy dalam (Arofah, 2009) komunikasi adalah
proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui
media. Proses komunikasi (Lubis, 2008, h. 53) adalah proses yang menggambarkan kegiatan
komunikasi agar manusia yang bersifat interaktif, relasional, dan transaksional dimana komunikator
mengirimkan pesan kepada komunikan melalui media tertentu dengan maksud dan tujuan tertentu.

Perubahan organisasi juga tidaklah lepas dari peran komunikasi. Perubahan organisasi
adalah tindakan memproses kembali komponen-komponen organisasi sebagai sarana untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi. Perubahan lingkungan yang bergerak cepat
dalam perubahan organisasi sangat penting dilakukan. Organisasi perlu melakukan perubahan yang
dimulai dari struktur organisasi hingga budaya organisasi tersebut. Akan tetapi tidak semua
organisasi harus melakukan perubahan, ketika suatu organisasi sudah berada dalam posisi

Komunikasi
organisasi

[Peran komunikasi dalam perubahan organisasi]

kemunduran, tidak perlu melakukan perubahan total dari komponen atau budaya organisasi
tersebut, tetapi bisa melakukan evaluasi organisasi dan memperbaiki kesalahan dalam organisasi
tersebut (Kahar, 2008, h.21). Komunikasi dalam hal ini berperan penting sebagai alat untuk
mentransformasikan pengetahuan dari kesalahan yang telah terjadi sebelumnya, sekaligus sebagai
media pembelajaran. Anne Maria (1998, h. 209) dalam (Kahar, 2008) berpendapat bahwa
perubahan organisasi adalah suatu tindakan menyusun kembali komponen-komponen organisasi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi. Mengingat begitu pentingnya perubahan
dalam lingkungan yang bergerak cepat sudah saatnya organisasi tidak menunda perubahan,

penundaan berarti akan menghadapkan organisasi pada proses kemunduran.
PEMBAHASAN
1. Komunikasi dapat diguankan oleh pimpinan organisasi untuk mempersuasi anggota
organisasi dalam perubahan organisasi
Komunikasi mampu mempersuasi anggota organisasi untuk memenuhi tujuan organisasi.
Komunikasi persuasif (Suparno, 2009) adalah suatu pesan yang disampaikan dengan menggunakan
pendekatan pribadi, bersifat ajakan dan tidak memaksa kepada orang lain sehingga komunikan
(penerima pesan) dengan penuh kesadaran memahami dan merubah sikap sesuai yang diharapkan
komunikator.” Komunikasi persuasif menurut pengertian diatas memiliki indikator: 1) memberi
pesan: konstruktif, positif, dan komunikatif, 2) responsif; 3) kritis; 4) menghargai orang lain.
Menurut Pfau dan Perot (2001, h. 2) dalam (Suparno, 2009) yang dimaksud dengan persuasif adalah
“persuasion as the shaping, changing, or reinforcing of receivers responses, including attitudes,
emotions, intentions, and behaviours”. Dapat dikatakan komunikasi persuasif adalah komunikasi
yang bertujuan untuk membentuk, mengubah, dan memaksa sikap, emosi, perhatian, dan perilaku
anggota organisasi.
Komunikasi persuasif yang dilakukan secara baik oleh pimpinan organisasi mampu
memotivasi anggota organisasi untuk mendukung perubahan organisasi. Berdasarkan penelitian
(Suparno, 2009) terdapat hubungan positif secara bersama-sama antara komunikasi persuasif,
motivasi berprestasi, dan pengetahuan manajerial dengan kepemimpinan transformasional di SMP
Negeri Banten. Berdasarkan kasus tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasannya jika

pemimpin organisasi tidak mampu menerapkan komunikasi persuasif maka akan terjadi kegagalan
dalam organisasi. Kepala-kepala sekolah SMP Negeri Banten belum mampu menghadapi tuntutan
peningkatan mutu pendidikan dan perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
sehingga timbul berbagai masalah dikarenakan kepala sekolah kurang mampu menjalankan
komunikasi persuasif. Permasalahan yang muncul diantaranya : rendahnya prestasi belajar siswa,

Komunikasi
organisasi

[Peran komunikasi dalam perubahan organisasi]

rendahnya kedisiplinan siswa dan guru, kurangnya kemampuan guru menguasai teknik
pembelajaran, dan lambannya staf tata usaha dalam melayani kebutuhan siswa. Dengan demikian,
pemimpin organisasi harus senantiasa meningkatkan kemampuan berkomunikasi khususnya secara
persuasif untuk membantu membimbing dan memotivasi anggota organisasi.
Taktik persuasif yang paling efektif adalah softer tactics yaitu menggunakan taktik persuasif
secara lembut agar tidak berdampak pada emosi dan hubungan interpersonal dengan anggota
organisasi. Jika dilakukan secara hard power maka ditakutkan akan menimbulkan ketidaknyamanan
dan tekanan dalam organisasi. Dalam Marianti (2011) dijelaskan bahwa softer tactic terdiri dari
penggunaan taktik ingratiation, personal appeals, inspirational appeals, rational persuasion, dan

consultation dianggap sebagai taktik-taktik yang lebih lembut atau halus (softer tactics) dan
merupakan taktik-taktik yang mendasarkan diri pada personal power. Hughes (dalam Marianti,
2011) menjelaskan softer tactics melalui berbagai cara, diantaranya : 1. Persuasi Rasional yaitu
mempengaruhi orang lain dengan menggunakan alasan yang logis dan bukti-bukti nyata agar orang
lain tertarik. 2. Daya-tarik Inspirasional yaitu mempengaruhi orang lain dengan menggunakan suatu
permintaan atau proposal untuk membangkitkan antusiasme atau gairah pada orang lain dengan
memberikan penjelasan yang menarik tentang nilai-nilai yang diinginkan, kebutuhan, harapan, dan
aspirasinya. 3. Konsultasi yaitu mempengaruhi orang lain dengan mengajak dan melibatkan orang
yang dijadikan target untuk berpartisipasi dalam pembuatan suatu rencana atau perubahan yang
akan dilaksanakan. 4. Mengucapkan kata-kata manis dalam memohon sesuatu. 5. Daya-tarik Pribadi
yaitu mempengaruhi orang lain atau memintanya untuk melakukan sesuatu karena merupakan
teman atau karena dianggap loyal.
Komunikasi persuasif akan sangat baik dilakukan oleh pimpinan secara lembut atau halus
(softer tactics) untuk mendapatkan respon balik (feedback) dari anggota organisasi. Bryant (2006,
h.255) menjelaskan bahwasannya respon individu dalam bernegosiasi sangatlah penting dalam
organisasi. Selain individu perlu mengemukakan pendapatnya, dibutuhkan pula feedback dari
pimpinan organisasi dalam penyelesaian masalah. Hal ini dituliskan oleh Bryant (2006, h.255)
“ such feedback could be used to develop future organizational change strategies, particularly thus
concerning communication and participation that are tailored to meet the unique needs of
management and staff within specific organizational cultures and context”. Maksudnya feedback

dari anggota organisasi mampu mengembangkan masa depan organisasi untuk memudahkan
manajemen organisasi yang disesuaikan dengan budaya dan tujuan organisasi.

Komunikasi
organisasi

[Peran komunikasi dalam perubahan organisasi]

2. Komunikasi berperan untuk mengendalikan emosi melalui komunikasi interpersonal
dalam perubahan organisasi.
Perubahan organisasi seringkali membuat kondisi tidak nyaman bagi anggota organisasi.
Kondisi ini dapat ditandai dengan kecanggungan, ketidaknyamanan, bahkan bisa berujung pada
konflik. Menurut Santrock (2007, h. 200) emosi ditandai oleh perilaku yang mereflesikan
(mengekspresikan) kondisi senang atau tidak senang seseorang atau transaksi yang sedang dialami.
Pengendalian emosi melalui komunikasi interpersonal penting dilakukan dalam mempertahankan
komitmen anggota organisasi saat terjadi perubahan organisasi. Jika suatu organisasi sedang dalam
situasi tidak stabil, maka penting untuk menimbulkan kesan saling memiliki demi menguatkan
komitmen organisasi melalui komunikasi interpersonal. Satu hal yang harus ada untuk tercapainya
kesuksesan motivasi yang diberikan adalah adanya kepercayaan yang dibangun melalui quality
communication antara pemimpin dan bawahan (Nurrohim & Anata, 2009).

Emosi tak dapat dilepaskan dari bagaimana seseorang mengartikan perubahan yang akan
dan sedang terjadi dalam organisasi. Emosi dapat dengan baik memperlihatkan secara verbal
maupun non verbal secara jelas bahwa seseorang akan menerima atau melakukan penolakan jika
ada perubahan dalam organisasi. Berdasarkan penelitian Adey & Bahari (2010, h. 62) kecerdasan
emosi berhubungan secara postif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Komitmen organisasi
akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi pekerja terhadap organisasi
(Yudhaningsih, 2011). Kepentingan menciptakan rasa ikut memiliki agar terdapat komitmen yang
kuat dalam mencapai tujuan organisasi. Frijda ( dalam Yuwono & Putra, 2005, h. 261 ) menyatakan
bahwa emosi dapat berfungsi positif dan mendorong tercapainya perubahan organisasi jika emosi
dikelola dengan wajar. Hal ini disebabkan karena emosi memiliki fungsi adaptif bagi individu yang
bersangkutan. Jika dalam perubahan organisasi faktor emosi tidak dipentingkan, maka akan
menyebabkan faktor keberhasilan yang rendah. Namun apabila emosi dalam perubahan organisasi
dapat dikendalikan dengan baik maka akan terjadi kemungkinan peningkatan keberhasilan yang
lebih besar.

Komunikasi
organisasi

[Peran komunikasi dalam perubahan organisasi]


KESIMPULAN
Berdasarkan bahasan yang sudah dipaparkan diatas, ada dua cara komunikasi yang harus
dilakukan oleh pemimpin kepada anggotaanya ketika ada perubahan organisasi yaitu dengan
mempersuasi dan merekatkan emosi anggota organisasi. Komunikasi dapat menjadi sarana untuk
mempersuasi anggota organisasi agar tujuan dari sebuah organisasi bisa tercapai. Komunikasi
persuasif berperan penting dalam perubahan organisasi. Ketika pemimpin dalam organisasi ingin
membuat sebuah kebijakan dalam organisasi maka cara persuasi dengan softer tactics merupakan
cara yang terbaik untuk mencapai tujuan adanya perubahan organisasi dibandingkan dengan hard
tactics. Komunikasi juga memiliki peranan penting yang sama untuk mengendalikan emosi anggota
organisasi, salah satunya dengan komunikasi interpersonal. Adanya komunikasi interpersonal dari
pemimpin kepada anggota organisasi akan memperlihatkan emosi anggota organisasi yang
menerima atau menolak adanya perubahan organisasi tersebut.

Komunikasi
organisasi

[Peran komunikasi dalam perubahan organisasi]

Referensi
Adey & Bahari. (2010). Hubungan antara kecerdasan emosi, kepuasan kerja, dan komitmen terhadap

organisasi. Jurnal Kemanusiaan. 16, h. 62 -77
Arofah, S. (2009). Pengaruh komunikasi persuasif terhadap kinerja karyawan asuransi jiwa bersama (AJB)
bumiputera 1912 cabang pasuruan kota. (Skripsi manajemen, Universitas Islam Negeri, 2009).
Diakses dari www.lib.uin-malang.ac.id
Bryant, M. (2006). Talking about change : Understanding employee responses through qualitative research,
Management Decision, 44(2), h. 246-258
Kahar, I. (2008). Konsep kepemimpinan dalam perubahan organisasi (organizational change) pada
perpustakaan perguruan tinggi. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, h.21-27
Khumaini, A. (2012, 26 Mei). Kisah Luviana, jurnalis wanita lawan Surya Paloh. Merdeka.com. Diakses
pada 26 Mei 2015, dari m.merdeka.com/peristiwa/kisah-luviana-jurnalis-wanita-lawan-suryapaloh.html
Kusdi. (2011). Budaya organisasi : teori, penelitian, praktik. Jakarta : Salemba empat.
Lin. (2008). Baru Dua Kasus Hacking Diadili. Kompas.com. Diakses pada 26 Mei 2015, dari
http://tekno.kompas.com/read/2008/06/07/15301865/baru.dua.kasus.hacking.diadili
Lubis, F. W. (2008). Peranan komunikasi dalam organisasi. Jurnal Harmoni Sosial. 2(2), h. 53-57
Marianti, M. M. (2011). Kekuasaan dan taktik mempengaruhi orang lain dalam organisasi. Jurnal
Administrasi Bisnis. 7(1), h. 49-61
Mulyana, D. (2005). Ilmu komunikasi: Suatu pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nurrohim, H. & Anatan, L. (2009). Efektivitas komunikasi dalam organisasi. Jurnal Manajemen. 7 (4), h.1-9
Prabawanti, B. (2008). Peran komunikasi sebagai pendukung perubahan organisasi. Bina Ekonomi Majalah
Ilmiah Fakultas Ekonomi Unpar. 12(1), h. 78-86

Purhantara, W. (2009). Organizational development based change management. Jurnal Ekonomi &
Pendidikan. 6(2), h.154-166
Santrock, J. W. (2007). Life span developement. Jakarta: Erlangga.
Suparno. (2009). Hubungan komunikasi persuasif, motivasi berprestasi dan pengetahuan manajerial dengan
kepemimpinan transformasional kepala smp negeri provinsi banten. Jurnal Tabularasa. 6 (2), h. 135148
Wursanto. (2002). Dasar-dasar ilmu organisasi. Yogyakarta : Andi.
Yudhaningsih, R. (2011). Peningkaan efektifitas kerja melalui komimen, perubahan dan budaya organisasi.
Ragam Jurnal Pengemangan Humaniora. 11(1), h.40-49
Yuwono, C.D.I. & Putra, M.GB.A. (2005). Faktor emosi dalam proses perubahan organisasi. Insan. 7(3).
h.250-263