INDUSTRI KELAPA SAWIT LIMBAH CAIR DAN TE

INDUSTRI KELAPA SAWIT, LIMBAH CAIR DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN
LIMBAH CAIR SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBANGKIT LISTRIK
(Penilaian Manajemen Teknologi Pengolahan Limbah Cair (POME) Kelapa Sawit)
Robby Cahyanto/NPM.1406598554

1.

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak
industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan
besar sehingga banyak hutan dan perkebunan dikonversi menjadi perkebunan kelapa
sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Tabel 1. Luas Perkebunan dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2014
Provinsi

Luas (ha)

Riau
Sumatera Utara

Kalimantan Tengah
Sumatera Selatan
Kalimantan Barat
Kalimantan Timur
Jambi
Kalimantan Selatan
Sumber: BPS, 2012-2014.

2.296.849
1.392.532
1.156.653
1.111.050
959.226
856.091
688.810
499.873

Produksi
(metrik ton/
tahun)

7.037.636
4.753.488
3.312.408
2.852.988
1.898.871
1.599.895
1.857.260
1.316.224

Provinsi

Luas (ha)

Aceh
Sumatera Barat
Bengkulu
Kep. Babel
Lampung
Sulawesi Tengah
Sulawesi Barat

Jumlah

413.873
381.754
304.339
211.237
165.251
147.757
101.001
10.956.231

Produksi
(metrik ton/
tahun)
853.855
1.082.823
833.410
538.724
447.978
259.361

300.396
29.344.479

Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agrobased industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti Indonesia,
Malaysia dan Thailand. Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat
pesat, karena terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya
kebutuhan masyarakat. Kebun dan industri kelapa sawit menyerap lebih dari 4,5 juta
petani dan tenaga kerja dan menyumbang sekitar 4,5 persen dari total nilai ekspor
nasional (Suharto, 2007). Hal ini telah menjadikan Indonesia sebagai Negara pengekspor
Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia.

Tabel 2. Luas Perkebunan dan Produksi Kelapa Sawit Dunia Tahun 2013-2014
Negara

Luas dan Jumlah Produksi
Produksi
Luas (ha)
(metric ton/

Uraian perkebunan


Indonesia

10.956.231

tahun
29.344.479

Malaysia

5.000.000

18.790.000

Nigeria

2.300.000

null


Thailand

5.700.000

1.300.000

Kolombia

1.000.000

nul

Data FAO menunjukkan produksi meningkat lebih dari 400%
antara tahun 1994 dan 2004, lebih dari 8.660.000 metrik
ton. Ditahun 2014 meningkat 300% dari tahun 2004.
Meskipun Indonesia memproduksi minyak sawit, namun
Malaysia adalah eksportir terbesar di dunia mengekspor 18
juta ton produk minyak sawit pada tahun 2011 ke Cina,
Pakistan, Uni Eropa, India dan Amerika Serikat sebagai
importir utama CPO Malaysia.

Pada tahun 1934, Nigeria pernah menjadi produsen terbesar
di dunia. Terdapat produsen kecil dan skala besar
berpartisipasi dalam industri
Pemerintah Thailand mengusulkan untuk memperluas
penggunaan lahan sawit 10.000.000 hektar di 2027
Sebesar 35% dari produk yang diekspor sebagai biofuel.
Beberapa Afro-Kolombia mengklaim bahwa beberapa
perkebunan baru telah diambil alih dari mereka setelah
mereka diusir karena kemiskinan dan perang saudara,
sementara pasukan bersenjata mengintimidasi orang-orang
yang tersisa untuk pergi dari tanahnya

Sumber: http://www.narrada-sigma.com/tag/negara-penghasil-kelapa-sawit/

Panen rata-rata tahunan minyak sawit mentah Indonesia meningkat sebesar tiga persen
pada 10 tahun terakhir, sedangkan wilayah yang ditanami kelapa sawit meningkat
selama sembilan tahun terakhir. Produksi minyak sawit mentah Indonesia tahun 2014
mencapai 29 juta metrik ton lebih.
Dampak lain perkembangan pesat produksi minyak sawit mentah adalah limbah cair
kelapa sawit, yang sering disebut sebagai Palm Oil Mill Effluent atau POME. POME

adalah limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, hasil pengolahan minyak sawit.
Meski tak beracun, limbah cair tersebut dapat menyebabkan bencana lingkungan bila
dibuang ke kolam terbuka, dan akan melepaskan sejumlah besar gas metana dan gas
berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. Proses pengolahan minyak
sawit menghasilkan sejumlah besar limbah cair (55-67 persen), yang dapat mencemari
air karena mengandung 20.000 - 30.000 mg/l Biological Oxygen Demand (BOD).

2.

Potensi Limbah Cair Hasil Pengolahan Kelapa Sawit

Industri berbasis kelapa sawit merupakan investasi yang relatif menguntungkan. Kelapa
sawit memiliki potensi menghasilkan minyak sekitar 7 ton/hektar. Namun perlu
diperhatikan pula limbah yang ditimbulkan bila tidak dilaksanakan dengan baik. Limbah
industri dapat digolongkan kedalam tiga golongan yaitu limbah cair, limbah padat, dan

2

limbah gas yang dapat mencemari lingkungan. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh
Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) berkisar 5 ton limbah cair dengan BOD 20.000 60.000 mg/l dalam 1 ton CPO, atau 600-700 liter/ton dari tandan buah segar (TBS) yang

diolah. Limbah ini merupakan sumber pencemaran yang potensial bagi manusia dan
lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk mengolah limbah melalui pendekatan
teknologi pengolahan limbah (end of the pipe).
Limbah cair industri kelapa sawit yang paling utama adalah POME atau Palm Oil Mill
Effluent. Upaya pemanfaatan limbah cair PMKS yang ... dengan proses digester anaerob
untuk memproduksi biogas.
Sedangkan limbah padatnya terdiri dari tandan kosong, pelepah, batang dan serat
mesocarp. Serat mesocarp dan tandan kosong merupakan limbah yang diperoleh ketika
proses produksi berlanjut, sementara pelepah dihasilkan ketika dilakukan pemangkasan
pelepah. Limbah batang sawit dihasilkan ketika proses replantasi, penggantian tanaman
tua dengan tanaman yang lebih muda.
POME memiliki kandungan organik yang sangat tinggi, sehingga jika dibuang langsung ke
lingkungan akan menimbulkan masalah pencemaran yang cukup berat serta emisi gas
rumah kaca (GRK). Namun jika emisi ini ditangkap dengan menggunakan teknologi
fermentasi anaerobic, biogas yang ada bisa menggantikan fungsi Liqued Petroleum Gas
(LPG). Satu ton EFB/TBS bisa menghasilkan emisi sebanyak 23.25 kg CH4 yang jika
dikonversikan sepenuhnya ke dalam LPG, maka akan ada sekitar 58 rumah yang bisa
menggunakan biogas setiap bulan dengan rata-rata konsumsi 17,25 kg (Nugro, 2003).
Sebagian besar limbah cair kelapa sawit (POME) ini diolah dalam bentuk kolam pond.
Namun setelah teknologi biogas sudah mulai diaplikasikan untuk POME, opsi pond ini

mulai ditinggalkan karena dirasa tidak memiliki kinerja sebaik teknologi fermentasi
anaerobic untuk menghasilkan biogas. selain karena masalah lahan, masalah
kemampuan penurunan kandungan organic dan utilisasi methane juga menjadi
pertimbangan. Biogas ini kini dirasa menjadi salah satu solusi yang bisa mengurangi
beban penggunaan bahan bakar fosil dan juga mengurangi beban pencemaran
lingkungan.

3

Limbah padat dan cair dari industri kelapa sawit memiliki potensi yang sangat baik untuk
dikembangkan. Beberapa aplikasi teknologi sederhana sudah ada yang berhasil cukup
baik, namun sebenarnya jika dilakukan upgrade teknologi, limbah-limbah tersebut bisa
menghasilkan produk yang bernilai lebih tinggi lagi. Sebagai contoh, di beberapa
industri, limbah POME yang ditreatment lebih dulu digunakan sebagai pupuk untuk
perkebunan. POME ini jika dikonversi menjadi biogas maka nilai tambahnya akan lebih
tinggi (seperti uraian sebelumnya). Contoh lainnya adalah tandan kosong yang selama
ini hanya digunakan sebagai mulsa (material penutup tanaman budidaya yang
dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma
dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik) dan juga
pupuk akan meningkat nilainya jika diproses menjadi komposit, fiber untuk bahan

bangunan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan data produksi yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit rata-rata 26
juta metrik ton/tahun, maka Indonesia memiliki potensi bahan baku dari POME sebesar
604,5 juta metrik ton/tahun. Potensi POME ini equivalen dengan volume LPG sebesar
tersebut, yang dapat memenuhi 35 milyar lebih rumah. Potensi POME terbesar berapa
di Pulau Sumatera yaitu 65% dari potensi POME di Indonesia (20,2 juta metrik
ton/tahun).
3.

Proses Limbah Caik PMKS menjadi POME

Limbah cair dalam sistem kolam terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
a. Kolam

Pendinginan.

Agar

proses Limbah cair pabrik kelapa
sawit memiliki temperatur 75-90oC.
b. Kolam Pengasaman Pada kolam
pengasaman

akan

terjadi

penurunan pH dan pembentukan
karbondioksida.

Proses

pengasaman ini dibiarkan selama
30 hari.
c. Kolam Pembiakan Bakteri Pada fase ini terjadi pembiakan bakteri, bakteri tersebut
berfungsi untuk pembentukan methane, karbondioksida dan kenaikan pH. Proses

4

pembiakan bakteri hingga limbah tersebut dapat diaplikasikan memerlukan waktu
30-40 hari.
3.1. Fat Pit
Limbah dari PKS dialirkan masuk
kedalam fat pit. Pada fat pit ini
terjadi

pemanasan

dengan

menggunakan steam dari BPV.
Pemanasan ini diperlukan untuk
memudahkan pemisahan minyak
dengan

sludge

sebab

pada fat

pit ini masih dimungkinkan untuk
melakukan

pengutipan

minyak

dengan menggunakan skimmer. Limbah dari fat pit ini kemudian dialirkan ke
kolam cooling pond yang berguna untuk mendinginkan limbah yang telah dipanaskan.
3.2. Cooling Pond
Selain untuk mendinginkan limbah, cooling pond juga berfungsi untuk mengendapkan
sludge. Setelah dari cooling pond I limbah kemudian masuk ke cooling pond II untuk
dilakukan proses pendinginan yang sama dengan cooling pond I. Limbah dari cooling
pond II kemudian dialirkan ke kolam anaerobic 1, 2, 3.
3.3. Kolam Anaerobic
Pada

kolam anaerobic ini

terjadi

perlakuan biologis terhadap limbah
dengan

menggunakan

metagonik

yang

telah

bakteri
ada

di

kolam. Unsur organik yang terdapat
dalam limbah cair digunakan bakteri
sebagai

makanan

dalam

proses

mengubahnya menjadi bahan yang
tidak

5

berbahaya

bagi

lingkungan. Pada kolam anaerobic terjadi penurunan BOD dan kenaikan pH minimal
6. Ketebalan scum pada kolam anaerobic tidak boleh > 25 cm, jika ketebalannya telah
melebihi 25 cm maka itu merupakan tanda bahwa bakteri sudah kurang berfungsi.
3.4. Maturity Pond
Setelah dari kolam anaerobic, limbah
masuk ke kolam maturity pond yang
berfungsi untuk pematangan limbah
(serta kenaikan pH dan penurunan
BOD). Di maturity pond ini terdapat
pompa

yang

berfungsi

mensirkulasikan limbah kembali ke
kolam anaerobic (ditunjukkan
garis

putus-putus

oleh

pada flow

process). Kegunaan sirkulasi adalah
untuk membantu menurunkan suhu
dan

menaikkan

pH

di

kolam anaerobic 1, 2, 3.

3.5. Kolam Aplikasi
Setelah

dari maturity

pond limbah

kemudian masuk ke kolam aplikasi
yang merupakan tempat pembuangan
akhir limbah. Limbah yang terdapat
pada kolam aplikasi ini digunakan
untuk pupuk tanaman kelapa sawit
(land application).

Ada beberapa pilihan dalam pengelolaan limbah cair PMKS setelah diolah di kolam
pengelolaan limbah (IPAL) diantaranya adalah dibuang ke badan sungai atau
diaplikasikan ke areal tanaman kelapa sawit yang dikenal dengan land application.
Pembuangan limbah cair ke badan sungai bisa dilakukan dengan syarat telah memenuhi
baku mutu yang ditetapkan oleh peraturan perundangan.

6

Alternatif ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya:
1)

Pengelolaan limbah cair sehingga menjadi layak dibuang ke badan sungai (BOD
dibawah 100 ppm ), secara teknis bisa dilakukan tetapi memerlukan biaya dan
teknologi yang tinggi di samping waktu retensi efluen yang panjang di kolam-kolam
pengelolaan.

2)

Tidak ada nilai tambah baik bagi lingkungan maupun bagi perusahaan.

3)

Merupakan potensi sumber konflik oleh masyarakat karena perusahaan dianggap
membuang limbahnya ke badan sungai adalah berbahaya walaupun limbah
tersebut mempunyai BOD di bawah 100 ppm.

Model alternatif lainnya dalam pengelolaan efluen adalah dengan mengaplikasikan ke
areal pertanaman kelapa sawit (land application), sebagai sumber pupuk dan air irigasi.
Banyak lembaga penelitian yang melaporkan bahwa efluen banyak mengandung unsur
hara yang cukup tinggi. Potensi ini menjadi semakin penting artinya dewasa ini karena
harga pupuk impor yang meningkat tajam serta kerap terjadinya musim kemarau yang
berkepanjangan.

Pemanfaatan limbah cair PMKS melalui land application telah menjadi hal yang rutin
dilakukan di perkebunan besar dengan hasil yang baik, yaitu dapat meningkatkan
produksi kelapa sawit tanpa menimbulkan dampak negatif yang berarti terhadap
lingkungan.

4.

Penerapan Teknologi Pengolahan POME dan Lingkungan Hidup PTP Nusantara VIII

PTP. Nusantara VIII mempunyai pabrik minyak kelapa sawit (PMKS). Letaknya di
Kabupaten Lebak dan Pandeglang, Propinsi Banten. Kapasitas PKS. Kertajaya adalah
sebesar 30 ton TBS per jam. Karena pengoperasian pabrik hanya berjalan 2 (dua) shift
per hari, maka lama waktu operasi hanyalah 16 jam per hari. Jumlah limbah cair yang
dihasilkan dalam satu hari adalah sekitar 300 m3.

Proses Pengolahan Limbah Cair
1.) Limbah cair yang berasal dari Unit Sludge Separator dan Unit Pencucian (klarifikasi)
dialirkan ke bak Fatpit. Limbah dalam Fatpit dipanaskan dengan menggunakan
steam pada temperatur 85 – 95 oC. Pada temperature tersebut minyak yang masih

7

terkandung dalam air limbah akan mudah lepas. Minyak yang dapat diambil
kembali (oil recovery) dari unit ini sebesar 0,8 – 1,2 %. Waktu tinggal (Detention
Time) Td = 16 Jam. Dimensi unit ini adalah luas 6 x 40 m2 dan kedalaman 0,8 m (bila
dihitung dari data waktu tinggal dan debit Q sebesar 18 ton/jam). BOD dari Fatpit
ini adalah 30.000 – 40.000 ppm dengan pH sekitar 4 – 5.

2.) Proses kedua adalah anaerobik
yang

diakomodasikan

dalam

bak berjumlah 4 buah dan
dioperasikan secara berurutan.
Limbah cair yang masuk ke
dalam bak anerobik ini adalah
limbah cair dari fatpit dan
limbah cair Unit Kondensat
Sterilisasi,

Pencucian

Hydro

Cyclone dan dari Unit Demineralisasi. Waktu tinggal (total) Td = 40 hari (bila
dihitung dari pembagian volume dengan debit diperoleh Td = 38,4 hari), dengan
dimensi untuk setiap baknya adalah luas 20 x 40 m2 dan kedalaman sekitar 3 – 4
meter. Kualitas BOD dari air limbah yang keluar dari proses anaerobik ini sekitar
3000 ppm dengan pH antara 5 – 6. Bak anaerobik ini merupakan bak terbuka dan
dikatakan berproses anaerobik karena kedalaman baknya yang sampai 4 meter.
3.) Proses terakhir adalah aerobik yang diakomodasikan dalam 4 buah bak (pond). Luas
total unit aerobik ini adalah 75 x 40 m2 dengan kedalaman 1,5 meter. Waktu
Tinggal Td = 60 hari (bila dihitung dari pembagian volume dengan debit diperoleh
Td 62,5 hari). Proses aerobik dianggap dapat terlaksana hanya dengan kontak udara
di permukaan kolam, tanpa aerator mekanik atau blower. BOD limbah yang keluar
dari unit ini sekitar 200 - 230 ppm dengan pH sekitar 7.
4.) Dalam pengoperasiannya direncanakan sebagian dari air limbah yang keluar dari
unit anaerobik dipergunakan untuk menyiram tanaman.

Secara umum pengolahan limbah cair dari PMKS dapat dikatakan sangat tidak
memenuhi syarat sebagai unit/instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Pengoperasian dan
pemeliharaan pada unit Fatpit tidak dijalankan secara benar, sehingga endapan lumpur

8

yang begitu banyak mengisi seluruh sub unit terakhir dari bagian fatpit tersebut. Kolamkolam anaerobik mau pun aerobik tidak dipelihara dengan baik, sehingga endapan
lumpur yang semakin lama semakin banyak menjadikan seluruh pengolahan pada
kolamkolam tersebut berjalan secara anerobik.
Proses pengolahan secara aerobic tidak dilakukan dengan penghembusan udara dari
dasar kolam atau pun dengan pengadukan di permukaan kolam. Jadi jelas bahwa
pengolahan secara aerobik sudah tidak berjalan optimal, jadi hanya pada sebagian kecil
permukaan kolam aerobic saja yang masih berjalan dengan proses aerobik.

5.

Penerapan Teknologi Pengolahan POME dan Lingkungan Hidup PTP Nusantara IV

P.T. Perkebunan Nusantara IV Bah Jambi terletak di Propinsi Sumatera Utara dan
tersebar di beberapa Daerah Tingkat II, yaitu Kabupaten Simalungun, Deliserdang,
Asahan, Labuan Batu, Langkat, Tobasa, Tapanuli Selatan dan Kota Medan. PTPN. IV Bah
Jambi mempunyai areal yang sangat luas dan mengelola komoditi kelapa sawit, kakao
dan teh. Luas Perkebunan Kelapa Sawit sebesar 120.780 Ha dan Pabrik Kelapa Sawit
yang beroperasi untuk mengolah seluruh panen dari perkebunan kelapa sawit berjumlah
16 buah. Sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, PTP Nusantara IV
Bah Jambi telah melaksanakan pengendalian limbah cair dari pabrik kelapa sawit, yaitu
dengan memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk setiap pabrik kelapa
sawit2).

IPAL yang dimiliki oleh ke 16 pabrik kelapa sawit umumnya adalah dengan sistem yang
konvensional, yaitu yang terdiri dari beberapa unit kolam anaerobik, fakultatif dan
aerobik. Masing-masing IPAL dari setiap pabrik kelapa sawit mempunyai kolamkolam
yang memiliki kedalaman, luas dan volume yang berbeda-beda. Dengan demikian waktu
tinggal atau WPH (Waktu Penahanan Hidrolysis)-nya juga berbedabeda.

Luas kolam yang terkecil adalah 6.800 m2, sedangkan yang terbesar adalah 42.500 m2.
Sementara itu Volume kolam bervariasi dari 19.200 m3 sampai 125.500 m3 dan Waktu
Tinggal yang terkecil 36 hari dan yang terbesar ialah 192 hari. Untuk mengevaluasi
seluruh IPAL yang ada dalam PTP. Perkebunan IV menjadi sangat sulit. Berdasarkan
laporan dari pengelola IPAL di Bah Jambi, seluruh IPAL yang dimilikinya mampu

9

beroperasi dan dapat menurunkan kadar BOD hingga 250 ppm (Standar kualitas limbah
cair berdasarkan Keputusan Menteri No. Kep-51/Men LH-10/1995). Berdasarkan
ketentuan yang berlaku sekarang, BOD yang boleh dilepas ke lingkungan adalah 100
ppm. Dengan demikian semua IPAL harus diperbaiki atau dimodifikasi , sehingga mampu
menurunkan BOD hingga 100 ppm. Perlu diketahui pula, bahwa konstruksi kolam-kolam
tersebut tidak memenuhi syarat yang berlaku, karena tidak menggunakan dasar yang
kedap air, tetapi hanya tanah biasa. Jadi kolam-kolam tersebut hanya merupakan kolam
galian biasa. Berdasarkan informasi yang masih sangat terbatas ini, maka dapat
disimpulkan bahwa sistem IPAL di area PTP. Nusantara IV Bah Jambi perlu di evaluasi
kembali, diperlukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan peraturan yang baru.

6.

Sistem Pengolahan Limbah Cair

Gambaran bahwa masih banyak PMKS yang belum melaksanakan pengolahan yang
benar terhadap limbah cair yang dihasilkannya. Banyak PKS yang hanya menggunakan
kolam-kolam galian dan menyebutkan bahwa kolam-kolam tersebut adalah kolam
anaerobik dan yang lainnya adalah kolam aerobik. Namun kenyataannya di lapangan,
kolam-kolam tersebut tidak dioperasikan dan dipelihara dengan benar. Akibatnya
keberadaan kolamkolam tersebut menjadi hanya formalitas belaka. Karena itu, saat ini
sudah harus dibutuhkan suatu sistem yang baku tentang pengolahan limbah cair dari
suatu PMKS.

Berdasarkan data tentang komposisi limbah cair PMKS, diketahui bahwa beban BOD
merupakan 80% lebih dari jumlah limbah yang dihasilkan. Dengan demikian, limbah cair
PMKS didominasi oleh limbah organik dan sistem pengolahannya pun akan didominasi
oleh proses biologis. Hal itu tidak berarti bahwa proses fisika dankimia tidak
dipergunakan, tetapi diterapkan hanya pada proses awal dan akhir saja.

Proses pengolahan diawali dengan pengendapan awal yang diakomodasikan dalam unit
Oil Separation Tank. Dalam tangki pengendap awal ini juga terjadi pemisahan minyak
yang masih banyak terdapat dalam limbah cair yang dibuang, sehingga dengan
pengambilan minyak dalam limbah cair ini jelas akan meningkatkan efisiensi proses
produksi secara keseluruhan. Karena umumnya limbah cair kelapa sawit bersifat asam,

10

maka proses selanjutnya adalah proses netralisasi. Setelah penetralan proses
selanjutnya adalah proses utama yaitu proses anaerobik. Dalam tangki reactor
anaerobik ini dihasilkan gas bio yang akan ditampung dalam tangki Gas Holder dan
selanjutnya gas bio (gas methan) tersebut untuk dimanfaatkan guna keperluan proses
pemanasan dalam pabrik CPO. Lumpur aktif yang terdapat dalam proses anaerobic
disirkulasi melalui tangki sirkulasi. Proses sirkulasi ini dapat digunakan pula sebagai
optimalisasi proses anaerobik dan juga untuk pengendalian jumlah lumpur dalam tangki
reaktor anaerobik.

Proses selanjutnya adalah proses aerobik dengan penghembusan udara atau dengan
system pengadukan di sekitar permukaan air limbah yang akan diolah. Setelah proses
aerobic selanjutnya adalah pengendapan lumpur. Seperti juga pada proses anaerobik
yang menggunakan sirkulasi lumpur aktif, demikian pula dengan proses aerobik.
Sebagian lumpur aktif yang mengendap pada bagian bawah tangki pengendap disirkulasi
kembali ke dalam tangki reactor aerobik. Sebagai proses akhir adalah pengeringan
lumpur dalam unit pengeringan lumpur (drying bed).

7.

Kesimpulan dan Saran

1.) Dari PMKS-PMKS yang ada di PTP Nusantara IV dan VIII menunjukkan bahwa , maka
system pengolahan limbah cair PKS dengan mengalirkan limbah cair tersebut ke
beberapa kolam-kolam yang luas. Sebagai perbandingan , yaitu luas lahan
perkebunan kelapa sawit pada paling sedikit 30.000 Ha dan luas total yang
dibutuhkan untuk pengolahan limbah cair sekitar5 Ha.
2.) Pengolahan limbah cair PMKS system anaerobik telah menunjukkan hasil yang baik,
yaitu dengan kebutuhan luas lahan yang sangat sedikit (lebih kecil dari 1 Ha)
sebagai secara kualitas sudah memenuhi baku mutu lingkungan.
3.) Aplikasi pemanfaatan limbah cair PMKS untuk menyuburkan lahan kelapa sawit
harus terus dimonitor, sehingga tidak melampaui kemampuan daya dukung lahan
perkebunan itu sendiri. Apabila jumlah limbah cair yang dialirkan ke lahan
perkebunan melampaui batas kemampuannya, maka yang terjadi adalah
pencemaran air tanah.

11

4.) Dari hasil matrik manajemen penilaian didapatkan informasi bahwa pengolahan
limbah cair (POME) sangat memberikan prospek yang bagus untuk dumber bahan
baku pembangkit listrik dan cukup ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
P. Nugro Rahardjo. 2003. Ide tifikasi Masalah Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah
Pabrik Minyak Kelapa Sawit PT. Kertajaya , Majalah A alisa “iste , Kedeputian
Analisa Sistem, BPPT.
Anonymous. 1994. Pe golaha Li bah Pabrik Kelapa “awit , Pusat Pe elitia Kelapa
Sawit, Medan, 1994.
Anonymous. 1992. Pe ge dalia da Pengoperasian Limbah Pabrik Kelapa “awit .
Pusat Penelitian Perkebunan (RISPA).
P. Nugro Rahardjo. 1997. Tek ologi Pengolahan Limbah Cair Industri Minyak Mentah
Kelapa “awit , Lapora Teknis, Jakarta.

12

Matrik Penilaian Manajemen
Kegiatan Pengolahan Limbah Cair (POME) dari Proses Industri Pemngolahan Minyak
Kelapa Sawit dengan menggunakan Bak Penampungan dan Pengolahan Konvensional
No
1
1.1
1.2
1.3
1.4
2
2.1
2.2
2.3
2.4
3
3.1
3.2
3.3
3.4
4
4.1

4.2
4.3
4.4
5
5.1
5.2
5.3
5.4
6
6.1
6.2
6.3
6.4
7
7.1
7.2

7.3
7.4

13

Dimensi Utama dan Elemen Kunci
Penilaian Teknologi
Pembobotan
Kepuasan Terhadap
Ketergantungan Sumberdaya
Tenaga kerja/SDM asing yang
digunakan
Berbagi kepemilikan sumber daya
dengan pihak asing
Keterbatasan karena teknologi
otomatis yang sudah usang
Kegagalan dalam menggunakan
SDM untuk lompatan
Kecanggihan Komponen Teknologi
Kecanggihan fasilitas fisik
Kecanggihan kemampuan manusia
Kecanggihan dalam
mendokumentasikan fakta
Kecanggihan Kerangka Organisasi
Akumulasi Kemampuan Teknologi
Status kemampuan pemanfaatan
Status kemampuan kompilasi
Status kemampuan akuisisi
Status kemampuan generasi
Prospek Restrukturisasi Strategis
Teknologi jangka panjang
(extender) ke strategi yang
mengeksploitasi
Teknologi penguras (exploiter) ke
strategi pengikut (follower)
Teknologi pengikut ke strategi
pemimpin
Mempertahankan strategi
pemimpin teknologi
Pengembangan Teknologi
Infrastruktur
Kekuatan hubungan segitiga
Kelangsungan rantai inovasi
Efek katalitik lembaga mentor
Peran mendukung lembaga guider
Dinamika iklim Teknologi
Intensitas persaingan dengan para
pesaing
Sifat kerjasama dari klaster
Tekanan dari preferensi pelanggan
Inovasi kondusifitas budaya
Kehebatan Risiko Teknologi
Penekanan pada keuntungan
jangka pendek dan cepat
Kurangnya kebutuhan untuk
menyeimbang kan dan melakukan
spesialisasi
Kemungkinan dampak terhadap
kerusakan lingkungan
Tingkat tekanan internasional yang
berlaku

Kasus
Terburuk
0

Posisi Aktual Dengan Jarak Yang
Memungkinkan Dibagi Atas Empat Klas
123
345
567
789
Mengkha Menggang
Dpt
Masuk
watirkan
gu
Ditoleransi
Akal
8
7
7
7
Rendah

Sedang

Tinggi

Paling
Tinggi

5
6
6

Dasar

5
Sekunder

Suram

Sulit

Lanjut
6
6
6
6
Menjanji
kan

Unggul

Cerah
8

8
8
8
Lemah

RataRata

Baik

Tidak
Berarti

Lemah

Sedang

Ekstrim

Sangat
Besar

Sedang

Sangat
Baik
8
8
8
8
Luar
Biasa
8
8
8
8
Kecil

6
6

7
7

Kasus
Terbaik
10