T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Media Sosial sebagai Strategi Konvergensi pada Radio di Salatiga: Studi Kasus Penggunaan Media Sosial pada Radio Suara Salatiga FM, Radio Zenith FM, dan Radio Elisa FM T1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Media massa terus mengalami perubahan. Tidak hanya media cetak, media
siar terutama radio terus mengalami perkembangan. Pada mulanya radio merupakan
hasil penemuan Marconi di tahun 1906, kemudian menjadi radio siaran berkat David
Sarnoff pada tahun 1915. Perkembangan radio di seluruh dunia diawali dengan
munculnya lembaga-lembaga yang bergerak dibidang broadcasting atau penyairan.
Misalnya di Amerika ada lembaga penyiaran yaitu NBC dan CBS yang menganggap
bahwa lembaga mereka adalah pencetus era penyiaran. Pada tahun 1937 siaran CBS
dengan penyiar Orson Welles menjadi awal yang baru dalam dunia radio, yaitu
ditayangkannya sebuah sandiwara radio The Fall of The City. Namun dalam waktu
dua tahun stasiun radio banyak yang telah dikuasai oleh Nazi. Antara tahun 19391945 radio menjadi mesin propaganda, tahun 1930-an radio menjadi “mikrofon”
Hitler dan Goebbels. Tidak hanya di Amerika, di bagian Eropa banyak radio yang
berada di bawah “kuasa perang”. Di Inggris, lembaga BBC hanya menyiarkan satu
acara tunggal. BBC yang hanya mengikuti program pemerintah, pada Januari 1940
lembaga ini membuat sebuah program mengenai angkatan bersenjata sebagai
alternative. Meskipun program tersebut masuk dalam sebuah program ringan, namun
dalam perkembangannya, kegunaan radio di Eropa khususnya Inggris menjadi suatu
hal yang dapat memacu demokrasi dan revolusioner (Briggs & Burke; 2000:67).

Perkembangan radio ini juga dirasakan di Indonesia. Memiliki kegunaan yang
hampir sama dengan radio internasional, radio Indonesia bahkan mempunyai peran
penting dalam sejarah negara. Yaitu radio memiliki peran untuk menyiarkan
kemerdekaan Indonesia pada saat itu. Hingga akhir tahun 1966 Indonesia hanya
memiliki 1 radio yaitu RRI yang dikuasai oleh pemerintah. Pada saat itu, media
dikuasai oleh pemerintah. Sehingga media tidak memiliki kebebasan dalam
menyiarkan sesuatu. Baik media penyiaran swasta maupun non-swasta wajib
mengikuti aturan pemerintah pada saat itu. Peraturan yang diterapkan bagi media saat
itu adalah kewajiban media untuk menyiarkan kembali program berita dari RRI dan
dilarangnya pihak media selain RRI untuk membuat beritanya sendiri. Hal tersebut
sesuai dengan peraturan pemerintah yang dikeluarkan pada tahun 1970, yaitu

Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 1970 tentang radio siaran non pemerintah. Dalam
peraturan tersebut dikatakan bahwa radio siaran non pemerintah harus berfungsi
sosial, yaitu sebagai alat pendidikan dan hiburan.
Sehingga pada masa pemerintahan orde baru media penyiaran swasta hanya
bersifat komersil dan hiburan serta wajib me-relay program berita dari RRI, media
penyiaran juga dipersulit untuk ijin pendiriannya. Sampai pada jatuhnya orde baru di
tahun 1998, media siar khususnya radio akhirnya merasakan era kebebasan. Dengan
diterbitkannya SK No.134/SK/Menpen/1998 mengenai pengurangan kewajiban radio

swasta menyiarkan kembali berita dari RRI, dan media penyiaran swasta ini diijinkan
untuk membuat dan menyiarkan beritanya sendiri. Pada masa reformasi radio baru
mulai bermunculan dengan berbagai konsep. Data dari PRSSNI (Persatuan Radio
Siaran Swasta Indonesia) pada tahun 2011 menunjukan bahwa terjadi peningkatan
pada munculnya radio. Jika di masa orde baru terdapat 700 stasiun radio yang
beroperasi, di akhir tahun 2010 terdapat 2590 lembaga penyiaran yang berproses di
Kemkominfo1
Radio memiliki keunggulan dibandingkan media massa lainnya. Sebagai
media audial atau auditif, radio bisa didengarkan dimana saja sembari melakukan
kegiatan lainnya. Penyampaian pesan yang menggunakan bahasa verbal dan
menstimuli banyak suara serta berusaha untuk memvisualisasikan suara penyiar
ataupun informasi lainnya.
Seiring dengan berkembangnya media cetak dan siar, kini muncul media baru
yang turut berkembang pesat. Sejak tahun 1991, media internet muncul dan di tahun
1997 muncul sebuah blog pertama berita untuk berita. Di tahun 2005 perkembangan
internet sebagai media massa menunjukan lebih dari 200 juta orang di Amerika
menggunakan internet2.
Media baru ini berkembang sampai menimbulkan konsep baru yaitu second
media age. Konsep ini mengatakan bahwa teknologi interaktif dan komunikasi
interaktif akan merubah masyarakat untuk lebih mengikuti perkembangan

komunikasi interaktif. Dalam perkembangan media baru sebagai second age media
ternyata mampu menjadi pendukung bagi media konvensional seperti radio dan
televisi. Didukung dengan pernyataan dari Littlejohn & Foss (2009) yang

1

https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3464/Konvensi+RSKKNI+Produser+TV/0/berita_satk
er
2
melalui buku Rulli Nasrullah: Media Sosial, Prosedur, Trend dan Etika. (2015)

mengatakan bahwa media baru lebih interaktif dan mulai banyak media penyiaran
yang memanfaatkan media baru ini sebagai media pendukung.
Media radio mulai menggunakan internet sebagai media pendukung untuk
menarik dan mendekatkan audience dengan stasiun radio. Melalui internet khususnya
media sosial, audience mampu berinteraksi secara langsung dengan radio. Dengan
munculnya media sosial yang digunakan oleh pihak radio, menimbulkan sebuah
model interaktivitas yang baru. Penggunaan media sosial oleh beberapa radio
diharapkan mampu menarik perhatian pendengar. Terutama dengan kenyataan
sekarang dimana manusia mulai beralih dari analog ke digital.

Di Ibukota banyak radio yang telah menggunakan media sosial sebagai media
pendukung. Contohnya Trax FM Jakarta yang hadir di beberapa media sosial, seperti
Facebook, Twitter, dan Instagram. Hal ini dilakukan untuk terus menarik perhatian
para pendengarnya dan sebagai upaya dalam mempertahankan audience. Melalui
media sosial ini Trax FM selalu meng-update info terbaru mengenai para penyiarnya,
segment acara, bahkan kuis berhadiah. Selain mendekatkan para pendengar dengan
penyiar, media sosial tersebut sangat berguna untuk menarik perhatian para
pendengar.
Tidak hanya di Jakarta, beberapa radio di Salatiga mulai menerapkan media
baru sebagai media pendukung. Media baru ini dipercaya mampu memudahkan
pendengar ikut berinteraksi dalam program atau setidaknya mengetahui jadwal
terbaru dari radio tersebut. Di Salatiga ada beberapa radio yang aktif dalam mengupdate kegiatan programnya di media sosial. Ada beberapa radio komersial yang
aktif menggunakan media sosialnya, yaitu Zenith FM, Radio Elisa, Radio Suara
Salatiga.
Kegiatan memperbarui status media sosial akun radio dengan programprogram yang akan tayang atau hanya sekedar menanyakan sesuatu kepada pengikut
di akun sosial mereka, menunjukan bahwa penggunaan media sosial pada beberapa
radio di Salatiga memiliki peranan untuk mendukung radio tetap bertahan dan
menarik pendengar.
Keaktifan mereka dalam dunia digital membuktikan adanya konvergensi
media yang berlangsung. Media radio yang sebelumnya bersifat analog atau

konvensional kini beralih ke digital, di mana informasi seputar radio akan lebih
mudah didapatkan dalam media sosial. Radio yang dulu kita kenal hanya sebagai
media penyiaran, kini dapat kita nikmati dalam media digital. Merujuk pada definisi
konsep ketiga tentang konvergensi media, Van Dijk menjelaskan bahwa media
mengalami konvergensi antara penyiaran dengan jaringan sebagai medium atau yang

nanti dikenal sebagai revolusi media. Revolusi media yang dimaksud adalah dimana
media yang lebih tua dihadirkan kembali dalam bentuk yang lebih menarik dan
interaktif atau digital. Lebih jelasnya Meike&Young menjelaskan bahwa konvergensi
media diperlukan untuk mempertahankan media konvensional. Selain itu, adanya
konvergensi media menimbulkan populasi industri media yang bersaing dan
berkompetisi. Dimmick dan Rohtenbuhler mengungkapan bahwa media yang
bersaing pasti memiliki 3 faktor penunjang kehidupan media mereka. Salah satunya
adalah types of content, dimana para media akan bersaing dalam segi konten yang
mereka jual. Baik dari segi program atau penyiar bahkan teknologi yang mereka
gunakan juga termasuk dalam konteks ini.
Penggunaan media sosial oleh media konvensional tersebut menarik minat
penulis untuk melakukan penelitian. Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk
melihat peran media sosial dalam mempertahankan media konvensional, khususnya
radio di daerah Salatiga. Peneliti juga ingin mengetahui apakah dengan menggunakan

media sosial media radio dapat bertahan ditengah perkembangan zaman yang
semakin modern dan menuju kearah digital.

1.2 Rumusan Masalah
Dengan latar belakang yang telah disampaikan, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut
“Bagaimana penggunaan media sosial sebagai strategi konvergensi pada radio di
Salatiga”

1.3 Tujuan Penelitian
Menjelaskan penggunaan media sosial sebagai strategi konvergensi pada radio
di Salatiga.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan kontribusi pengetahuan khususnya dalam bidang penyiaran yang
berkaitan dengan peran dan penggunaan media sosial bagi kelangsungan radio lokal.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana
media sosial dapat menjadi media pendukung yang mempertahankan kehidupan radio
terutama radio lokal. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi
penelitian lainnya yang berbasis Media Sosial dan Radio atau pada penelitian sejenis.

1.5 Konsep yang Digunakan


Media Baru
“Mediamorphosis defined as the transformation of communication media,
ussualy brought about by the complex interplay of perceived needs,
competitive and political pressure and social and thecnological innovation”—
Roger Fidler (2002)
Mediamorfosis didefinisikan sebahai transformasi media komunikasi, yang
biasanya dibawakan oleh hal yang kompleks yang dianggap kebutuhan,
kompetitif dan tekanan politik dan sosial dan inovasi teknologi.



Konvergensi Media

“These are two main sense in which media firms can be described as
convergent. The first of these describes the ongoing processes of
consolidation and expansion through which global media firms become
larger….the second sense describes the ways in which media firms are
adopting and adapting the potential of the technological convergence.”Meike & Young (2012;35)
Terdapat dua pokok pikiran dalam media sehingga bisa dideskripsikan
sebagai konvergen. Yang pertama adalah proses yang sedang berlangsung
yaitu konsolidasi dan ekspansi sehingga media menjadi lebih besar. Yang
kedua adalah mendiskripsikan cara media tersebut mengadopsi dan
mengadaptasi potensi dari konvergen teknologi.



Media Analog

“In contrast analog communication relays all the information present in the
original message in the form of continuously saying signals that correspond
to the fluctuations of sound or light energy originated by the source of
communication.”—Straubhaar & LaRose (2004)
Sebaliknya komunikasi analog menyiarkan semua informasi yang hadir dalam

pesan asli disampaikan terus dalam bentuk sinyal yang sesuai dengan
fluktuasi suara atau energy cahaya yang berasal dari sumber komunikasi.


Media Sosial
“Media sosial sebagai konvergensi antara komunikasi personal dalam arti
saling berbagi diantara individu (to be shared one-to-one)dan media public
untuk berbagi kepada siapa saja tanpa ada kekhususan individu”—Meike &
Young (2012) dalam Rulli Nasrullah (p.11)