Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Umum Dalam Hukum Kepailitan

BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

A.

Pengertian Sita dalam Hukum Perdata
Penyitaan berasal dari terminology beslag (Belanda), 17 dan istilah Indonesia

beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan.Kamus hukum ekonomi
memberi pengertian penyitaan adalah penitipan barang sengketa kepada pihak
ketiga,

yang

ditunjuk

oleh

pihak-pihak

yang


bersengketa

atau

oleh

pengadilan.Pihak ketiga wajib menyerahkan barang sengketa itu kepada pihak
yang dinyatakan berhak setelah terdapat keputusan pengadilan. 18
M. Yahya Harahap sendiri memberi pengertian penyitaan adalah :
• Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berda ke
dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a
defendant),
• Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official)
berdasarkan perintah pengadilan atau hakim.
• Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang
disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai
alat pembayaran atau pelunasan utang debitur atau tergugat, dengan
jalan menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut,


17

Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (dalam) M. Yahya
Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan
Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 282.
18
Sri Rejeki Hartono, Paramita Prananingtyas, dan Fahima, Kamus Hukum Ekonomi,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal.169.

Universitas Sumatera Utara

• Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses
pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.
Sedangkan menurut Wildan Suyuthi, sita (beslag) adalah tindakan hukum
Pengadilan atas benda bergerak ataupun benda tidak bergerak milik Tergugat atas
pemohonan Penggugat untuk diawasi atau diambil untuk menjamin agar tuntutan
Penggugat/Kewenangan Penggugat tidak menjadi hampa. Dalam pengertian lain
dijelaskan, bahwa sita adalah mengambil atau menahan barang-barang (harta
kekayaan dari kekuasaan orang lain) dilakukan berdasarkan atas penetapan dan

perintah Ketua Pengadilan atau Ketua Majelis. 19
Memperhatikan pengertian tersebut, dapat dikemukakan beberapa esensi
fundamental sebagai landasan penerapan penyitaan yang perlu diperhatikan. 20
1.

Sita merupakan tindakan eksepsional
Memang hukum acara memperbolehkan dilakukan tindakan penyitaan

terhadap harta kekayaan debitur atau tergugat sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 227 jo. Pasal 197 HIR. Pasal 720 Rv pun mengatur kebolehan
penyitaan. Bahkan hukum materil sendiri membenarkannya.Misalnya, Pasal
1131

KUH

Perdata

menegaskan,

seluruh


harta

debitur

menjadi

tanggungangan pembayaran utangnya kepada kreditor.Namun demikian
perlu diingat, penyitaan merupakan tindakan hukum yang bersifat
eksepsional.HIR sendiri menempatkan Pasal 226, Pasal 227 tersebut pada

19

Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi: Praktek Kejurusitaan Pengadilan, PT. Tatanusa, Jakarta,
2004, hal. 20.
20
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 282-285.

Universitas Sumatera Utara


bagian Keenam, yang diberi judul Tentang Beberapa Hal Mengadili
Perkara yang Istimewa.Jadi, menurut judul ini, penyitaan termasuk salah
satu acara mengadili yang bersifat istimewa. Letak sifat istimewa atau
eksepsional penyitaan adalah :
a. Penyitaan memaksakan kebenaran gugatan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 227 HIR maupun Pasal 720 Rv,
penggugat dapat meminta agar diletakkan sita terhadap harta kekayaan
tergugat.

Atas

permintaan

tersebut,

hakim

diberi

wewenang


mengabulkan pada tahap awal, sebelum dimulai proses pemeriksaan
perkara. Dengan demikian, tanpa memperdulikan kebenaran dalil
gugatan yang diajukan kepada tergugat, hakim atau pengadilan
bertindak memaksakan kepada tergugat kebenaran dalil penggugat,
sebelum kebenaran itu diuji dan dinilai berdasarkan fakta-fakta melalui
proses pemeriksaan. Inilah salah satu sifat eksepsional tindakan
penyitaan.Kepada hakim diberi kewenangan meletakkan sita terhadap
harta kekayaan tergugat melalui sistem pemaksaan kebenaran dalil
gugatan penggugat, sebelum gugatan itu sempurna diperiksa dan
dinilai.
b. Penyitaan membenarkan putusan yang belum dijatuhkan
Sekiranya pun tindakan dilakukan hakim, sesudah proses
pemeriksaan pokok perkara berlangsung, hal itu tetap diambil
mendahului

putusan.

Seolah-olah


kepada

tergugat

dipaksakan

kebenaran putusan yang menyatakan dirinya wanprestasi atau

Universitas Sumatera Utara

melakukan Perbuatan Melawan Hukum, sebelum putusan yang
bersangkutan diambil dan dijatuhkan.Meskipun demikian, oleh
undang-undang memberi wewenang kepada hakim meletakkan sita
sebagai tindakan eksepsional hakim dapat menghukum tergugat berupa
tindakan menempatkan harta kekayaan di bawah penjagaan, meskipun
putusan tentang kesalahannya belum dijatuhkan.Dengan demikian,
sebelum putusan diambil dan dijatuhkan, tergugat telah dijatuhi
hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan
tergugat.


2.

Sita merupakan tindakan perampasan
Ditinjau dari segi nilai HAM, penyitaan tidak berbeda dengan

perampasan harta kekayaan tergugat. Padahal salah satu hak asasi yang
paling mendasar adalah hak mempunyai milik dan Pasal 28 H ayat (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo. Pasal 36
ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menegaskan, pada prinsipnya seseorang tidak boleh dirampas hak milik
dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.
Akan tetapi, meskipun hak itu bersifat universal namun berdasarkan
landasan eksepsional yang diberikan undang-undang kepada hakim,
tindakan perampasan itu dijustifikasi hukum acara, sehingga tindakan itu sah
dan bertanggung jawab atas perkara yang disengketakan berdasarkan
putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap. Hal ini sejalan dengan apa

Universitas Sumatera Utara

yang diatur di dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia dapat
dibatasi melalui sebuah undang-undang.

3.

Penyitaan berdampak psikologis
Salah satu hal perlu mendapat perhatian ialah dampak psikologis yang

timbul dari penyitaan. Dari segi pelaksaan, penyitaan sifatnya terbuka untuk
umum, hal ini dikarenakan:


Pelaksanan secara fisik, dilakukan di tengah-tengah kehidupan
masyarakat sekitarnya;



Secara resmi disaksikan oleh dua orang saksi maupun oleh kepala
desa, namun dapat dan boleh pula disaksikan atau ditonton oleh
anggota masyarakat luas;




Secara administratif yustisial, penyitaan barang tertentu harus
diumumkan dengan jalan mendaftarkan dalam buku register
kantor yang bersangkutan, agar diketahui umum sesuai dengan
asas publisitas.

Berdasarkan hak-hal tersebut, penyitaan berdampak psikologis yang
sangat merugikan nama baik atau kredibilitas seseorang baik secara pribadi,
apabila sebagai pelaku bisnis. Tindakan penyitaan meruntuhkan kepercayaan
orang atas bonafiditas korporasi dan bisnis yang dijalankan, padahal belum
tentu penyitaan yang dilakukan dibenarkan dan dikuatkan sampai akhir
proses penyelesaian perkara. Sekiranya pun pada akhirnya

penyitaan

Universitas Sumatera Utara

dinyatakan tidak sah dan diperintahkan untuk diangkat, sangat sulit bagi

tersita memulihkan dan mengembalikan citra yang baik kepada kondisi
semula.

B.

Tujuan dari Sita dan Jenis-jenis Sita dalam Hukum Perdata
Tujuan dari sita adalah upaya untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan

hakim dikemudian hari atas barang-barang milik tergugat baik benda bergerak
maupun benda tetap selama proses perkara belangsung. Dengan demikian barangbarang yang disita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan, disewakan atau
dipindahtangankan kepada pihak lain oleh pihak penggugat yang beritikad buruk
(bad faith). 21 Dengan mengaitkan tujuan penyitaan dengan ketentuan Pasal 199
HIR, 214 Rbg dan Pasal 231 KUH Perdata, terjamin perlindungan yang kuat
penggugat atas terpenuhinya pelaksanaan putusan pengadilan pada saat eksekusi
dijalankan.
Ada tujuan lain yang tidak kalah penting dalam penyitaan, selain dari
memberi kepastian kepada penggugat bahwa gugatannya telah dijamin dan
mempunyai arti dan nilai apabila gugatannya dikabulkan oleh pengadilan, yaitu
adanya sita, berarti sudah ada secara pasti objek eksekusi atas kemenangan
penggugat, atau disimpulkan objek eksekusi sudah pasti. Hal ini menjaga agar
kemenangan penggugat tidak ilusioner (hampa) sehingga kemenangan penggugat
ada suatu materinya, yakni barang yang disita tersebut :

21

Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata, Djambatan, Jakarta, 2005, hal. 89.

Universitas Sumatera Utara

1.

Dapat langsung diserahkan kepada pihak penggugat, jika sengketa
perkara merupakan hak milik.

2.

Atau jika barang yang disita dapat di eksekusi melalui penjualan
lelang, jika perkara yang sengketakan merupakan perselisihan hutangpiutang atau tuntutan ganti rugi berdasarkan PMH atau wanprestasi. 22

Dikenal ada dua macam sita yaitu sita terhadap benda milik penggugat
(kreditur) dan sita terhadap barang milik tergugugat (debitur).
1.

Sita jaminan terhadap benda milik penggugat (kreditur)
Sita jaminan dilakukan terhadap benda milik penggugat yang dikuasai

oleh tergugat atau orang lain/pihak ketiga.Sita jaminan ini tidak
dimaksudkan untuk menjamin suatu tagihan utang yang berupa uang,
melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari penggugat (pemohon
atau kreditur) dan berakhir dengan penyerahan (levering) benda yang disita
itu.Sita jaminan terhadap benda milik penggugat sendiri dikenal ada dua
macam yaitu sita revindikasi dan sita marital. 23
a. Sita revindikasi/revindicatoir beslag (Pasal 226 HIR dan 260 Rbg)
Sita revindikasi adalah sita yang dimohonkan, baik secara tertulis
atau lisan, oleh pemilik suatu benda bergerak yang sedang dikuasai
oleh tergugat atau pihak lain, melalui pengadilan negeri di tempat
orang yang menguasai benda tersebut tinggal. 24 Tidak perlu dugaan
alasan untuk dapat mengajukan permohonan sita revindikasi bahwa

22

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 285-287.
Muhammad Nasir, Op. Cit., hal. 90.
24
Ibid., hal. 90.
23

Universitas Sumatera Utara

seseorang yang berutang selama belum dijatuhkan putusan, mencari
akal akan menggelapkan atau melarikan barang tersebut. 25
Benda-benda yang dijadikan sengketa yang dikuasai debitur dan
telah dipindahtangankan kepada pihak ketiga dapat disita jika ada alat
bukti yang autentik atau akta di bawah tangan yang sah dan debitur
telah terjadi wanprestasi 3 (tiga) bulan berturut-turut serta telah
mendapatkan peringatan sampai 3 (tiga) kali berturut-turut secara
tertulis ternyata juga tetap tidak mau memenuhi prestasinya, maka
penyitaan terhadap barang bergerak yang berada di tangan pihak ketiga
dan atau telah dipindahtangankan kepada pihak ketiga oleh debitur
tanpa persetujuan kreditor dapat diajukan permohonan penyitaan
kepada pengadilan negeri. 26
Dari ketetuan ini dapat disimpulkan juga bahwa yang
mengajukan sita revindikasi adalah setiap pemilik benda bergerak yang
sedang dikuasai oleh orang lain. 27 Demikian pula dijelaskan di dalam
Pasal 1145 KUH Perdata dan Pasal 232 KUH Dagang bahwa setiap
orang yang memiliki hak reklame, yaitu hak menjual benda bergerak
untuk meminta kembali benda yang dijualnya, bila pembeli benda
tersebut tidak membayar dengan harga yang telah disepakati, untuk
mengajukan permohonan sita revindikasi. Sita revindikasi ini hanya
dapat dimohonkan terhadap benda-benda yang bergerak saja,

25

Pasal 227 ayat (1) HIR dan Pasal 261 ayat (1) Rbg.
Pasal 728 Rv.
27
Pasal 1977 ayat (2) dan Pasal 1751 KUH Perdata.
26

Universitas Sumatera Utara

sedangkan terhadap benda-benda penggugat yang tidak bergerak dan
berada di tangan orang lain, hanya dapat dikenakan sita penjagaan
saja. 28
Pasal 226 ayat (7) HIR yang menegaskan apabila gugatan
penggugat ditolak dan sita revindikasi telah diletakkan atas
barang.Penolakan gugatan harus dibarengin dengan amar yang berisi
perintah pencabutan penyitaan.Jadi perintah pencabutan sita dalam
amar putusan, yang bersifat asesor atas penolakan gugatan
penggugat.Lalai

mencantumkan

amar

perintah

pencabutan,

mengakibatkan putusan mengandung kontorversi.
Pada satu sisi, gugatan ditolak atas alasan barang sengketa bukan
milik penggugat. Namun pada sisi lain, barang sengketa secara formil
masih melekat sita revindikasi. Koreksi atas kekeliruan itu ditinjau
secara formil masih melekat sita revindikasi. Koreksi atas kekeliruan
itu ditinjau dari tekhnis yustisial, hanya dapat dilakukan melalui
melalui proses banding atau kasasi. Namun tragisnya, selama
kekeliruan belum dikoreksi oleh peradilan tingkat banding atau kasasi,
selama itu secara formil masih tetap melekat sita revindikasi.Hal
tersebut tentunya sangat merugikan penggugat, karena seolah-olah
barang itu bukan miliknya, tetapi milik penggugat. 29

28

Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal.

148.
29

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 338-339.

Universitas Sumatera Utara

b. Sita marital/maritaal beslag
Sita marital adalah sita yang ditujukan untuk menjamin agar
barang yang disita tidak dialihkan atau diasingkan oleh pihak lawan,
dan bukan ditujukan untu menjamin tagihan utang atau penyerahan
barang.Sita marital ini dapat dimohonkan kepada pengadilan negeri
oleh seorang istri yang tunduk kepada KUH Perdata, selama sengketa
perceraiannya diperiksa di pengadilan, terhadap barang-barang
tersebut. 30
Harta bersama yang didapat selama perkawinan yang dikuasai
oleh pihak istri, seorang suami bisa mengajukan gugatan ke
pengadilan. Secara yuridis sudah barang tentu bisa, walaupun tidak ada
peraturan perundang-undangan yang mengatur bahwa suami dapat
mengajukan gugatan tentang harta bersama yang didapat selama dalam
perkawinan dikuasai oleh istri, suami dapat mengajukan gugatan ke
pengadilan agar harta bersama yang dikuasai oleh istri selama dalam
proses permohonan perceraian dapat diadakan penyitaan sambil
menunggu

adanya

keputusan

tentang

permohonan

perceraian

dikabulkan dan keputusan pengadilan in kracht van gewijsde. 31
Perbedaan dan persamaan anatar sita revidikasi dan sita marital,
yaitu:
1)
30
31

Perbedaannya

Pasal 190 KUH Perdata dan Pasal 823 Rv.
Sarwono, Op. Cit., hal. 151.

Universitas Sumatera Utara

Dalam sita revindikasi jaminan yang disita hanya terhadap
benda-benda bergerak milik penggugat (kreditor) yang berada di
tangan tergugat (debitur), sedangkan sita marital yang disita
benda-benda bergerak maupun tidak bergerak milik suami istri
yang merupakan harta bersama yang didapat selama dalam
perkawainan.
2)

Persamaannya
Sita revidikasi dan sita marital keduanya bertujuan untuk

menyelamatkan objek sengketa yang berupa benda-benda baik
menyelamatkan objek sengketa yang berupa benda-benda baik
bergerak maupun tidak bergerak yang berada di tangan tergugat
agar tidak dihilngkan dan digelapkan oleh tergugat selama dalam
proses persidangan berlangsung.
2.

Sita jaminan terhadap benda bergerak milik debitur.
Sita jaminan atau conservatoir beslag adalah sita jaminan terhadap

benda-benda milik tergugat baik terhadap benda bergerak maupun tidak
bergerak yang dijadikan jaminan untuk pelunasan utang atau pemenuhan
prestasi. 32
Dalam sita jaminan, yang dapat menjadi objek permohonan sita
adalah:
a. Benda bergerak milik debitur;
b. Benda tidak bergerak milik debitur; dan

32

Ibid., hal 152-153.

Universitas Sumatera Utara

c. Benda bergerak milik debitur yang berada di tangan pihak ketiga. 33
Pasal 227 ayat (1) HIR dan Pasal 261 ayat (1) Rbg menentukan bahwa
sita jaminan hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri
karena adanya permintaan kreditur atau penggugat. Secara faktual dalam
proses pengadilan, penggugat mengajukan permohonan sita jamina ini
kepada hakim yang memeriksa perkara tersebut, yang selanjutnya hakim
membuat penetapan. Hal ini disebabkan karena sita jaminan itu telah
menjurus dalam pemeriksaan perkara pokok. Oleh karena itu, hakim yang
memeriksa perkara tersebut itulah yang dapat memerintahkan sita jaminan
dengan surat penetapannya.
Permohonan sita jaminan bukanlah suatu tuntutan hak yang bebas dan
berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan dengan pokok perkara. Namun
demikian, ada beberapa kemungkinan kombinasi antara sita jaminan dengan
pokok perkara yaitu:
a. Sita jaminan diajukan secara bersama-sama dengan pokok perkara.
b. Sita jaminan diajukan secara terpisah dengan pokok perkara. 34
Berbeda dengan pemeriksaan sita revindikasi yang sifatnya sumir,
pada sita pemeriksaan sedikit lebih rumit karena upaya pembuktian unsur
adanya sangka yang beralasan, bahwa tergugat sedang berdaya upaya untuk
menghilangkan

benda-bendanya

untuk

menghindari

gugatan

penggugat.SEMA No. 5 Tahun 1975 mengatur, bahwa dalam setiap
penetapan sita jaminan disebut alasan-alasan yang menyebabkan sita
33
34

Putusan Mahkamah Agung No. 476/K/1974 tanggal 14 Novembe 1974.
Muhammad Nasir, Op. Cit., hal. 94.

Universitas Sumatera Utara

jaminan tersebut dikabulkan yang berarti bahwa sebelum dikeluarkan
penetapan yang megabulkan sita jaminan tersebut, maka harus diadakan
‘penelitian’ terlebih dahulu tentang ada tidaknya alasan yang dikemukakan
pemohon. Prof. Sudikno menyebutkan bahwa pihak tersita perlu didengar
keterangannya, sebelum pemberi permohonan sita jaminan tersebut.
Sayangnya SEMA tersebut tidak menjelaskan apa maksud penelitian
tersebut. 35

C.

Prinsip-prinsip Pokok Sita dalam Hukum Perdata
Terdapat beberapa prinsip pokok penyitaan yang mesti ditaati. Menurut M.

Yahya Harahap berikut beberapa prinsip pokok penyitaan dalam perdata yang
bersifat umum: 36
1.

Sita berdasarkan permohonan
Menurut Pasal 226 dan Pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv maupun

berdasarkan SEMA No.5 Tahun 1975, pengabulan dan perintah pelaksaan
sita, bertitik tolak dari permintaan atau perohonan penggugat. Perintah
penyitaan tidak dibenarkan berdasarkan ex-officio hakim.
2.

Permohonan berdasarkan alasan
Seperti yang sudah dijelaskan, penyitaan merupakan hukuman dan

perampasan harta kekayaan tergugat sebelum putusan berkekuatan hukum
tetap.Oleh karena itu, penyitaan sebagai tindakan yang bersifat eksepsional,
harus benar-benar dilakukan secara cermat berdasarkan alasan yang kuat.
35

Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 240.
36
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 287-325.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv memperingatkan hal itu, agar penggugat
dalam pengajuan sita menunjukkan kepada hakim sejauh mana isi dan dasar
gugatan dihubungkan dengan relevansi dan urgensi penyitaan dalam perkara
yang bersangkutan.
3.

Penggugat wajib menunjukkan barang objek sita
Hukum membebankan kewajiban kepada penggugat untuk menyebut

secara jelas dan satu per satu barang objek yang hendak disita.Permintaan
sita yang diajukan secara umum terhadap semua atau sebagian harta
kekayaan tergugat dianggap tidak memenuhi syarat. Permintaan sita yang
demikian tidak terang, sebab tidak diketahui persis apa saja harta kekayaan
tergugat, sehingga tidak jelas barang apa dan mana yang hendak disita.
Selain dirinci dan disebutkan satu per satu barang milik tergugat yang
hendak disita, rincian itu harus dibarengin dengan penyebutan identitas
barang secara lengkap.
4.

Permintaan dapat diajukan sepanjang pemeriksaan sidang
Sebagai pedoman, dapat diikuti Putusan Mahkamah Agung No. 371

K/Pdt/1984 yang menyatakan, meskipun sita jaminan tidak tercantum dalam
gugatan maupun dalam petitum gugatan, dan baru diajukan belakangan
dalam surat tersendiri, jauh setelah gugatan didaftarkan, cara yang demikian
tidak bertentangan dengan tata tertib beracara, karena undang-undang
memperbolehkan pengajuan sita jaminan dapat dilakukan permintaannya
sepanjang proses persidangan berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu, pengabulan sita dalam kasus yang seperti itu tidak
bertentangan dengan ultra petitum partium yang digariskan Pasal 178 ayat
(3) HIR.Memperhatikan putusan di atas dihubungkan dengan ketentuan
Pasal 227 ayat (1) HIR dapat disimpulkan sita dapat diminta selama belum
dijatuhkan putusan pada tingkat peradilan pertama atau dapat diajukan
selama putusan belum dieksekusi.
5.

Pengabulan berdasarkan pertimbangan objektif
Agar penyitaan tidak bercorak sewenang-wenang, perlu ditegakkan

prinsip

yaitu

pengabulan

sita

harus

berdasarkan

pertimbangan

objektif.Prinsip ini berkaitan dengan asas permohonan sita harus
berdasarkan alasan yang cukup dan objektif.Bertitik tolak dari prinsipprinsip tersebut, dalam penetapan pengabulan sita, haruslah jelas dan terang
tercantum pertimbangan yang rasional dan objektif.
Dalam penetapan sita terdapat pertimbangan mengenai alasan yang
diajukan penggugat berupa:
a. Kaitan antara sita dengan dalil gugatan sangat erat sedemikian
rupa, sehingga penyitaan benar-benar urgen, sebab kalau sita
tidak diletakkan di atas harta kekayaan tergugat, kepentingan
penggugat tidak terlindungi.
b. Penggugat dapat menunjukkan berdasarkan fakta atau paling tidak
berupa indikasi adanya dugaan atau persangkaan bahwa tergugat
berdaya upaya untuk menggelapkan atau menghilangkan harta

Universitas Sumatera Utara

kekayaan

selama

proses

pemeriksaan

berlangsung,

guna

menghindari pemenuhan gugatan.
Supaya pertimbangan penetapan pengabula sita dapat diutarakan
berdasarkan fakta atau indikasi yang lebih objektif dan rasioal, pengadilan
dapat menempuh cara melalui proses pemeriksaan insidentil atau melalui
proses pemeriksaan pokok perkara.
6.

Larangan menyita milik pihak ketiga
Proses penyelesaian suatu perkara, tidak boleh menimbulkan kerugian

kepada pihak ketiga yang tidak ikut menjadi pihak dalam perkara. Prinsip
kontrak partai (party contract) yang digariskan Pasal 1340 KUH Perdata
yang menegaskan perjanjian hanya mengikat kepada para pihak yang
membuatnya, berlaku juga dalam proses penyelesaian perkara. Hanya
mengikat kepada para pihak penggugat dan tergugat. Tidak boleh merugikan
pihak ketiga atau pihak lain yang tidak terlibat sebagai pihak dalam perkara
yang bersangkutan.
Sehubungan dengan itu, pengabulan dan pelaksaan sita dalam suatu
perkara hanya terbatas terhadap harta kekayaan tergugat dan tidak boleh
melampaui terhadap harta kekayaan pihak ketiga.Kewajiban hakim untuk
meneliti apakah harta kekayaan yang diajukan penggugat untuk disita,
benar-benar milik tergugat.

Universitas Sumatera Utara

7.

Penyitaan berdasarkan perkiraan nilai objektif dan proposional dengan
jumlah tuntutan.
Sedapat mungkin jumlah barang yang disita tidak melebihi jumlah

tuntutan penggugat.Penyitaan ekstrem melampaui jumlah gugatan, dianggap
sebagai tindakan undue process atau tidak sesuai dengan hukum acara dan
dapat dikatagorikan sebagai tindakan sewenang-wenang. Untuk menghindari
tindakan penyitaan yang belebihan, perlu diperhatikan pedoman sebagai
berikut:
a. Dalam sengketa milik, penyitaan terbatas pada barang yang
disengketakan.
b. Dalam sengketa utang yang dijamin dengan barang tertentu, barang
yang boleh disita hanya terbatas pada barang jaminan.
c. Sita dilakukan terhadap semua harta kekayaan tergugat sampai
terpenuhi jumlah tuntutan.
d. Apabila

terjadi

pelampauan

segera

dikeluarkan

penetapan

pengangkatan sita.
8.

Mendahulukan penyitaan barang bergerak
Berdasarkan Pasal 227 ayat (1) HIR dan 720 Rv, permintaan dan

pengabulan maupun pelaksanaan sita jaminan atas tuntutan pembayaran
utang atau ganti ugi, tunduk pada prinsip:
a. Pertama-tama yang disita adalah barang bergerak (roerende
goederen, movable goods). Kalau nilai barang bergerak yang

Universitas Sumatera Utara

disita diperkirakan sudah cukup menutupi pelunasan pembayaran
tuntutan, penyitaan harus dihentikan sampai disitu.
b. Apabila diperkirakan penyitaan terhadap barang bergerak belum
mencukupi jumlah tuntutan, baru boleh dilakukan penyitaan
terhadap

barang

tidak

bergerak

(onroerende

goederen,

unmovable goods).
9.

Dilarang menyita barang tertentu
Ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR atau Pasal 211 RBG merupakan

pengecualian terhadap asas yang diatur di dalam Pasal 1131 KUH
Perdata.Menurut ketentuan ini, seluruh harta kekayaan debitur dapat
dijadikan objek pelunasan pembayaran utangnya. Ketentuan Pasal 197 ayat
(8)HIR memuat ketentuan pengecualian, berupa larangan meletakkan sita
terhadap barang jenis tertentu.
Tentang hal ini, dapat dikemukakan salah satu Putusan Mahkamah
Agung 37 yang menyatakan, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat
(8) HIR, Pasal 211 RBG, Pengadilan Negeri dapat menyita semua harta
kekayaan tergugat, baik yang bergerak atau tidak bergerak. Akan tetapi,
dalam ketentuan pasal itu sendiri terdapat pengecualian, meliputi hewan dan
perkakas yang sungguh-sungguh digunakan sebagai alat pencari nafkah
sehari-hari.

37

Putusan Mahkamah Agung No. 1076 K/Pdt/1984 tanggal 10 Juli 1984 jo. Pengadilan
Tinggi No. 6431 tanggal 27 Desember 1983 jo. Pengadilan Negeri Medan No. 157/ 1983 tanggal 1
September 1983.

Universitas Sumatera Utara

10.

Penjagaan sita tidak boleh diberikan kepada penggugat
Penjagaan barang sitaan berpedoman kepada ketentuan Pasal 197 ayat

(9) HIR atau Pasal 212 RBG.Dalam ketentuan ini, ditegakkan prinisp,
penjagaan barang sitaan tetap berada di tangan tergugat atau tersita.Prinsip
ini juga ditegaskan juga dalam SEMA No. 5 Tahun 1975 yang melarang
barang yang disita kepada pengggugat atau pemohon sita.Pada huruf (g)
SEMA tersebut menegaskan agar barang-barang yang disita tidak diserahkan
kepada penggugat atau pemohon sita. Tindakan hakim yang demikian akan
menimbulkan kesan seolah-olah penggugat sudah pasti akan dimenangkan
dan seolah-olah pula putusannya uitvoerbaar bij vooraad (serta merta).
11.

Kekuatan mengikat sita sejak diumumkan
Pengumuman berita acara sita merupakan syarat formil untuk

mendukung keabsahan dan kekuatan mengikat sita kepada pihak
ketiga.Selama belum diumumkan, keabsahan dan kekuatan formilnya baru
mengikat kepada para pihak yang bersengketa, belum mengikat kepada
pihak ketiga.Berarti selama penyitaan belum diumumkan, pihak ketiga yang
melakukan transaksi atas barang itu, dapat dilindungi sebagai pembeli atau
pemegang jaminan maupun penyewa yang beritikad baik.
Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 199 ayat (1) HIR.Terhitung sejak
hari

pengumuman

atau

pemberitahuan

peyitaan,

tersita

dilarang

memindahkan, mengagunkan atau menyewakan kepada pihak ketiga.Setiap
perjajian yang bertentangan dengan larangan itu, tidak dapat dipergunakan
pihak ketiga sebagai dasar mengajukan upaya derden verzet.Apabila juru

Universitas Sumatera Utara

sita lalai mendaftarkannya, penyitaan hanya mengikat kepada para pihak
yang berperkara saja, tetapi tidak mengikat kepada pihak ketiga, sehingga
pihak ketiga yang beritikad baik memperoleh barang barang itu dari tersita,
harus dilindungi. Untuk itu Mahkamah Agung melalui SEMA No.05 Tahun
1975 mengingatkan semua jajaran pengadilan, agar setiap penyitaan
didaftarkan atau dicatatkan sesuai dengan ketentuan Pasal 198 HIR/Pasal
214 RBG dengan cara menyampaikan salinan berita acara kepada kantor
pendaftaran tanah atau pada kantor pejabat yang berwenang untuk itu.
12.

Dilarang memindahkan atau membebani atau menyewakan barang
sitaan
Menurut Pasal 199 ayat (1) HIR, terhitung sejak hari pemberitahuan

atau pengumuman barang yang disita pada kantor pendaftaran yang
ditentukan untuk itu, hukum melarang:


Memindahkan barang sita kepada pihak orang lain.
Maksudnya tersita atau tergugat dilarang menjual, mengibahkan,

menukarkan atau menitipkan barang sita kepada orang lain.


Membebankan barang itu kepada orang lain.
Hal ini berarti, melarang tergugat untuk menjamin atau

mengagunkan barang sitaan, baik dalam bentuk agunan biasa atau hak
tanggungan, fidusia atau gadai (pand).


Menyewakan barang sitaan kepada orang lain.
Demikian larangan yang melekat pada barang sitaan sejak

tanggal berita acara penyitaan dengan jalan mencatat penyitaan di

Universitas Sumatera Utara

kantor yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 198 ayat (1)
HIR. Sejak tanggal pengumuman itu, kekuatan mengikat penyitaan
menjangkau kepada pihak ketiga.
13.

Sita penyesuaian
Sesuai dengan prinsip Pasal 463 Rv, tidak dibenarkan meletakkan sita

terhadap barang yang sudah disita, tetapi yang dapat diletakkan ialah sita
penyesuaian (vergelijkende beslag). Kalau begitu, apabila atas permintaan
penggugat atau kreditor telah diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag),
sita revindikasi (revindicatoir beslag), atau sita marital (marital beslag)
maka:
a. Pada waktu yang bersamaan, tidak dapat diminta dan dilaksanakan
penyitaan terhadap barang itu atas permintaan penggugat atau
kreditor lain, sesuai dengan asas bahwa pada waktu yang
bersamaan hanya diletakkan satu kali saja penyitaan terhadap
barang yang sama.
b. Permintaan sita yang kedua dari pihak ketiga, harus ditolak atau
tidak dapat diterima atas permintaan penggugat atau kreditor
terdahulu.
c. Yang dapat dikabulkan kepada pemohon yang belakangan hanya
berbentuk sita penyesuaian (vergelijkende beslag).

Universitas Sumatera Utara

14.

Larangan menyita barang milik Negara
Dalam salah satu putusan Mahkamah Agung 38 terdapat penegasan,

antara lain pada prinsipnya barang-barang milik Negara tidak dapat
dikenakan sita jaminan atau sita eksekusi, atas alasan barang-barang milik
Negara dipakai dan diperuntukan melaksanakan tugas kenegaraan. Larangan
penyitaan ini diatur di dalam Pasal 50 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara:
Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada
pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada
instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik
negara/daerah;
e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang
diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
15.

Terhadap barang yang disita dalam perkara perdata, dapat disita dalam
perkara pidana
Prinsip ini ditegaskan di dalam Pasal 39 ayat (2) yang berbunyi “Benda

yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat

38

Putusan Mahkamah Agung No. 2539 K/Pdt/1985 tanggal 30 Juli 1985

Universitas Sumatera Utara

juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara
pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).”
Undang-undang menetapkan, penyitaan pidana memiliki urgensi
publik yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan individu dalam
perkara perdata. Karena itu, kepentingan penggugat sebagai pemohon dan
pemegang sita revindikasi, sita jaminan, sita umum dalam kepailitan harus
dikesampingkan demi melindungi kepentingan umum, dengan jalan menyita
barang itu

dalam perkara pidana, apabila barang yang bersangkutan

memenuhi katagori yang dideskripsikan Pasal 39 ayat (1) KUHAP.

D.

Sita Penyesuaian terhadap Barang yang Telah Disita
Pasal 201 HIR dan Pasal 219 Rbg menyatakan apabila ada dua permohonan

pelaksanaan putusan atau lebih diajukan sekaligus terhadap seorang debitur, maka
hanya dibuatkan satu berita acara penyitaan saja. Dari dua pasal tersebut dapatlah
disimpulkan bahwa tidak dapat diadakan sita rangkap terhadap barang yang sama.
Asas larangan sita rangkap ini dikenal dengan asas saisie sur saisie ne vaut, lebih
tegas dimuat dalam pasal 463 Rv.
Pencatatan sita tambahan dalam berita acara sita ini disebut dengan sita
penyesuaian. Istilah dalam bahasa Belanda adalah Vergelijkend beslag,
terjemahan baku belum ada. Ada yang memakai istilah sita perbandingan, ada
pula yang menerjemahkan dalam sita persamaan.Penulis sendiri dalam skripsi ini
menggunakan istilah sita penyesuaian.

Universitas Sumatera Utara

Tata cara sita penyesuaian dapat kita lihat pada Putusan MA pada tanggal 19
Agustus 1982 No.1326 k/Sip/1981, dimana tata caranya adalah :
1. Membuat catatan dalam berita acara.
2. Isi catatan berisikan tentang penjelasan status barang yang hendak disita
sedang dalam sita jaminan atau sedang dalam keadaan dianggunkan.
Kedudukan hukum pemegang sita penyesuaian terhadap barang yang disita
atau diagunkan kepada orang lain adalah sebagai berikut:
1.

Berada setingkat di bawah pemegang sita atau agunan.

2.

Pengambilan pemenuhan atas pembayaran tuntutan dari barang
tersebut, diberikan prioritas utama kepada pemegang sita atau agunan,
baru menyusul pemegang sita penyesuaian dengan acuan penerapan
apabil hasil penjualan hanya mencukupi untuk melunasi tuntutan
pemegang sita atau agunan, tanpa mengurangi pembagian hasil
penjualan secara berimbang dalam eksekusi serentak berdasarkan Pasal
202 HIR, Pasal 219 dan Pasal 220 Rbg dan pemegang sita atau agunan
tidak berkedudukan sebagai kreditor yang mempunyai hak privilege
atas barang tersebut. Sekiranya hasil penjualan barang melebihi
tuntutan pemegang sita atau agunan, maka hasil sisa kelebihan itu
menjadi hak pemegang sita penyesuaian.

3.

Selama sita atau agunan belum diangkat atau dicabut, kedudukannya
tetap berstatus sebagai pemegang sita penyesuaian.

Universitas Sumatera Utara

4.

Apabila sita jaminan atau agunan terdahulu diangkat, posisi, hak dan
kedudukan pemegang sita penyesuaian, dengan sendirinya menurut
hukum berubah menjadi pemegang sita jaminan. 39

Kedudukan seseorang terhadap barang yang didasarkan atas sita
penyesuaian adalah hanya bersifat pencatatan akan permohonan sita saja, yang
dituangkan dalam berita acara. Selama sita jaminan yang terdahulu (yang
pertama) belum diangkat, kedudukan hanya tercatat saja.Tetapi bila telah
diangkat, status sita penyesuaian menjadi status sita jaminan.
Sehingga hak penuh atas barang sitaan lahir apabila sita jaminan yang
terdahulu atau anggunan telah diangkat.Apabila barang tersebut dilelang untuk
dieksekusi, pemegang sita penyesuaian terbatas pada sisa yang ada. Hal ini karena
pemegang sita penyesuaian tidak mempunyai hak yang sama (berimbang) atau
fond- fond gewijs atas hasil penjualan lelang.

39

M. Yahya Haraha, Op. Cit., hal. 321-322.

Universitas Sumatera Utara