Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Umum Dalam Hukum Kepailitan
ABSTRAK
Syahariska Dina
M. Hayat, S.H.
Sinta Uli, S.H., M.Hum.
Pada prinsipnya penyitaan merupakan suatu tindakan mengambil alih harta
kekayaan seseorang yang telah dilegalisasi oleh undang-undang. Salah satu sita
yang dikenal dalam bidang hukum perdata adalah sita umum dalam hukum
kepailitan yang diatur di dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sita umum dalam
kepailitan dalam prakteknya sering dihadapkan pada sita pidana.Salah satu kasus
dimana terjadi pergesekan antara sita umum dalam kepailitan dengan sita pidana
adalah kasus PT. Sinar Central Rejeki.Dimana pada kasus ini terjadi
persengketaan antara Bareskrim Polri dengan Kurator PT. Sinar Central Rejeki.
Untuk itu dalam skripsi yang berjudul: “Tinjauan Yuridis terhadap Sita Umum
dalam Hukum Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkkamah Agung No. 157
K/Pdt. Sus/2012)” akan mengangkat beberapa permasalahan yaitu bagaimana
prosedur pelaksanaan kepailitan dan sita umum, bagaimana penerapan sita dan
akibat sita dalam ilmu hukum serta bagaimana sita umum dalam hukum kepailitan
ditinjau dari Putusan Mahkamah Agung No. 157 K/Pdt. Sus/2012.
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian yang bersifat normatif yaitu penelitian yang mencakup asas-asas
hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan
hukum.Data yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan data sekunder yaitu
data data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, bukan langsung dari wawancara
dan/atau survei di lapangan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tertier.Analisis data yang digunakan peneliti
menggunakan tekhnik analisis data kualitatif dengan menarik kesimpulan dari
perspektik peneliti berdasarkan data yang tersedia.
Setelah dilakukan kajian yang mendalam, maka dapat dilihat bahwa sita
perdata maupun sita pidana memiliki makna yang sama. Namun
pada
kenyataannya, penerapan sita dalam ilmu hukum khususnya bidang hukum
perdata dan pidana memiliki perbedaan yang sangat krusial. Untuk prosedur
pelaksanaan sita umum dalam kepailitan sendiri, dapat dilihat di dalam UndangUndang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Sedangkan apabila terjadi pergesekan antara sita pidana atas
sita umum dalam kepailitan, penulis sepakat bahwa untuk Pasal 39 ayat (2)
KUHAP harus lebih didahulukan dibandingkan dengan dengan Pasal 31 ayat (2)
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004. Hal ini merujuk pada asas kepentingan
hukum publik (pidana) lebih diutamakan dibandingkan dengan hukum privat
(perdata).
Universitas Sumatera Utara
Syahariska Dina
M. Hayat, S.H.
Sinta Uli, S.H., M.Hum.
Pada prinsipnya penyitaan merupakan suatu tindakan mengambil alih harta
kekayaan seseorang yang telah dilegalisasi oleh undang-undang. Salah satu sita
yang dikenal dalam bidang hukum perdata adalah sita umum dalam hukum
kepailitan yang diatur di dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sita umum dalam
kepailitan dalam prakteknya sering dihadapkan pada sita pidana.Salah satu kasus
dimana terjadi pergesekan antara sita umum dalam kepailitan dengan sita pidana
adalah kasus PT. Sinar Central Rejeki.Dimana pada kasus ini terjadi
persengketaan antara Bareskrim Polri dengan Kurator PT. Sinar Central Rejeki.
Untuk itu dalam skripsi yang berjudul: “Tinjauan Yuridis terhadap Sita Umum
dalam Hukum Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkkamah Agung No. 157
K/Pdt. Sus/2012)” akan mengangkat beberapa permasalahan yaitu bagaimana
prosedur pelaksanaan kepailitan dan sita umum, bagaimana penerapan sita dan
akibat sita dalam ilmu hukum serta bagaimana sita umum dalam hukum kepailitan
ditinjau dari Putusan Mahkamah Agung No. 157 K/Pdt. Sus/2012.
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian yang bersifat normatif yaitu penelitian yang mencakup asas-asas
hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan
hukum.Data yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan data sekunder yaitu
data data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, bukan langsung dari wawancara
dan/atau survei di lapangan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tertier.Analisis data yang digunakan peneliti
menggunakan tekhnik analisis data kualitatif dengan menarik kesimpulan dari
perspektik peneliti berdasarkan data yang tersedia.
Setelah dilakukan kajian yang mendalam, maka dapat dilihat bahwa sita
perdata maupun sita pidana memiliki makna yang sama. Namun
pada
kenyataannya, penerapan sita dalam ilmu hukum khususnya bidang hukum
perdata dan pidana memiliki perbedaan yang sangat krusial. Untuk prosedur
pelaksanaan sita umum dalam kepailitan sendiri, dapat dilihat di dalam UndangUndang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Sedangkan apabila terjadi pergesekan antara sita pidana atas
sita umum dalam kepailitan, penulis sepakat bahwa untuk Pasal 39 ayat (2)
KUHAP harus lebih didahulukan dibandingkan dengan dengan Pasal 31 ayat (2)
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004. Hal ini merujuk pada asas kepentingan
hukum publik (pidana) lebih diutamakan dibandingkan dengan hukum privat
(perdata).
Universitas Sumatera Utara