Hubungan Intensitas Nyeri dengan Insomnia pada Pasien Nyeri Punggung Bawah Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan

 
 
 
 
    



 
 
 

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Insomnia
2.1.1. Definisi
Gangguan tidur merupakan kumpulan dari gejala dengan ciri-ciri adanya

gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu
(Nur’arini, 2011).
Hal yang tampak jelas dari insomnia primer adalah keluhan karena susah
memulai atau mempertahankan tidur atau tidur yang tidak pulas setidaknya
selama 1 bulan (Kriteria A) dan menyebabkan tekanan yang signifikan terhadap
kesehatan atau gangguan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau kegiatan-kegiatan
penting lainnya (Kriteria B). Terganggunya tidur tidak tampak jelas pada
gangguan tidur yang lainnya (Kriteria C) atau kelainan mental (Kriteria D) dan
tidak disebabkan efek psikologis langsung dari obat-obatan atau penyakit (Kriteria
E)P(DSM-IV,1994).
Hal yang tampak dari gangguan tidur akibat adanya penyakit yang diderita
adalah gangguan tidur yang tampak sehingga cukup untuk membuat penderita
membutuhkan tindakan klinis yang independen (Kriteria A) dan digunakan
sebagai

salah satu tanda adanya penyakit. Gejala bisa berupa insomnia,

hypersomnia, parasomnia atau gabungannya. Harus ada bukti yang didapat dari
riwayat, pemeriksaan fisik, atau hasil laboratorium yang menunjukkann gangguan
tidur sebagai penyebab fisiologis langsung dari suatu penyakit (Kriteria B).

Gangguan ini sebaiknya tidak dikarenakan kelainan mental, seperti Adjustment
Disorder, dimana stressor ini adalah penyakit yang serius (Kriteria C). Diagnosis
tidak dibuat jika gangguan tidur muncul hanya selama delirium (Kriteria D).
Gangguan tidur yang disebabkan karena Sleep-Related Breathing Disorder
(contoh: sleep apnea) atau Narcolepsy tidak dimasukkan kedalam kategori ini
(Kriteria E). Gejala gangguan tidur ini harus menyebabkan tekanan stress yang

 
Universitas Sumatera Utara

 

 
 
 
 
    




 
 
 

 

signifikan atau mengganggu kehidupan social, pekerjaan dan lain-lain (DSM-IV,
1994).

2.1.2. Faktor risiko
Beberapa faktor risiko seperti kebiasaan tidur yang sedikit, jadwal tidur
yang berantakan, dan ketakutan akan tidak bisanya tidur menjadi masalah
insomnia dan dapat membuat siklus yang menimbulkan insomnia yang menetap.
Temperamental. Depresi atau sifat yang cenderung khawatir atau gaya pemikiran
yang selalu khawatir, meningkatkan kecenderungan untuk terjaga, dan
kecondongan untuk menahan emosi dapat meningkatkan risiko insomnia.
Lingkungan. Bunyi, cahaya, temperatur yang tidak nyaman, dan ketinggian dapat
meningkatkan faktor risiko insomnia. Genetik dan psikologikal. Wanita dan
penderita yang lanjut usia erat berhubungan dengan insomnia. Terganggunya tidur
dan insomnia dapat diturunkanP(DSM-V, 2013)

2.1.3. Patofisiologi
Beberapa faktor penting pada patofisiologi insomnia adalah gangguan
irama sirkaridan siklus bangun-tidur, irama suhu tubuh, keinginan untuk tidur dna
waktu terjaga. Pada bebrapa penelitian dilaporkan bahwa keluhan yang dirasakan
pasien insomnia bukanlah disebabkan oleh adanya gangguan selama mereka tidur
malam atau karena sleep deprivation, tetapi lebih dikarenakan waktu terjaga
somatik dan kognitifnya selama 24 jam. Input sensori dan proses informasi pada
pasien insomnia tetap berlangsung dan mempengaruhi inisiasi tidur dan
konsolidasi. Gangguan adaptasi dan gangguan fungsi kepercayaan pasien (seperti
khawatir yang berlebihan tentang konsekuensi insomnia yang diderita dan pikiran
tidak realistic tentang gangguan tidurnya) serta kondisi terjaga (arousal) tingkat
kortikal turut terlibat dalam kejadian insomnia (Kelompok Studi Gangguan Tidur
PERDOSSI,P2014)

 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 
 
 
    



 
 
 

 

2.2. Nyeri Punggung Bawah
2.2.1. Definisi
Nyeri punggung bawah adalah gejala penyakit yang cukup sering dialami,
dengan karakteristik nyeri dibagian lumbal atau sacral pada punggung bagian
bawah. Bisa dirasakan pada keadaan tegak, punggung yang diamP(static pain)
atauPketikaPbergerakP(kineticPpain)P(Falvo,P2005).
Nyeri punggung bawah adalah kategori yang paling luas dari gejala nyeri

punggung, di susun menjadi empat kelompok berdasarkan lama gejala sejak awal
dimulai: akut, durasi ≤6 minggu; subakut, durasi ≥6 minggu tapi ≤3 bulan; kronis,
durasi ≥3 bulan; dan acute imposed on chronic, serangan akut pada penderita
yang sudah mengalami nyeri punggung bawah kronisP(Mengel & Schwiebert,
2009).
2.2.2. Prevalensi
Menurut Dennis C. dan Kimberly S. dalam Michael E. dan Alexandra
C.P(2007), mengidentifikasi tujuh studi epidemiologi yang dilakukan di Britania,
Belgium, Jerman dan Swedia yang dilaporkan secara spesifik pada prevalensi
nyeri

punggung

bawah

sebagai

nyeri

terbanyak


yang

dilaporkan.

Dengan insidens 5% dan prevalensi sampai saat ini 60%-90%, nyeri
punggung bawah adalah penyebab kecacatan di Amerika Serikat pada orang
dewasa dibawah 45 tahun. 1% dari seluruh populasi di Amerika Serikat cacat
secara kronis dan 1% lagi cacat sementara akibat nyeri punggung (Jeannette,
Samuel, and Evelyn, 2007).
2.2.3. Etiologi
Nyeri punggung bawah, sulit dimengerti etiologinya, tanpa melihat
prevalensi dan morbiditasnya. Dipercaya bahwa nyeri dan gangguan dari nyeri
punggung bawah adalah hasil yang complex dari interaksi diantara struktur
anatomi dari spinal dan hubungannya dengan neurofisiologi dan biokimia
(Jeannette,PSamuel,PandPEvelyn,2007).
Penyebab keluhan nyeri pinggang inin sangat beragam dan memerlukan
suatu pendekatan yang sistematik dalam upaya mencari penyebab utanmanya.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 
 
 
 
    



 
 
 

 

Sumber nyeri dapat berasal dari persoalan kulit, otot, tulang belakang, organ
visera, ataupun kebiasaanP(habit) seseorang dalam posisi tertentu serta aktifitas

rutin dalam pekerjaan (Sudoyo dkk, 2007).
Nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh karena:
1. Gangguan mekanis akibat postur yang tidak baik, contoh: lordosis

(punggung

condong ke depan)
2. Buruknya posisi tubuh ketika bekerja, menyebabkan terkilir atau otot tegang
3. Luka akibat terjatuh, seperti kecelakaan kendaraan atau olahraga
4. Spondylolisthesis (berubah posisinya tulang punggung lebih ke depan)
5. Spndylolysis (hancurnya atau degenerasi dari tulang punggung)
6. Arthritis atau osteoporosis
7. Infeksi pada tulang punggun atau jaringan di antara tulang punggung
8. Tumor pada tulang punggung, atau hasil metastase kanker dari organ lain
9. Herniasi dari intervertebral disk (referred pain dari organ di tubuh, seperti
ginjal atau uterus) (Falvo, 2005)

2.3. PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index)
2.3.1. Definisi
PSQI adalah instrument klinis yang digunakan untuk mengukur kualitas

tidur. PSQI terdiri dari 19 pertanyaan, dimana berhubungan dengan kualitas tidur,
termasuk estimasi durasi tidur, latensi tidur, frekuensi, dan keparahan dari
gangguan tidur yang diderita. 19 pertanyaan ini digabunng menjadi tujuh
komponen penilaian, setiap komponen mempunyai skala 0-3, kemudian nilai total
dihitung berdasarkan skala global PSQI score, dimana skala berkisar dari 0-21,
nilai yang tinggi menandakan kualitas tidur yang buruk (Daniel et al.,1988).

 
Universitas Sumatera Utara

 

 
 
 
 
    




 
 
 

 

Tabel 2.3. Pembagian Skala PSQI
NO
1
2
3
4
5
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
6
7

8

9

PERTANYAAN
Jam berapa biasanya anda mulai
tidur malam
Berapa lama anda biasanya baru bisa
tertidur tiap malam
Jam berapa anda biasanya bangun
pagi
Berapa lama anda tidur dimalam hari
Seberapa sering masalah-masalah
dibawah ini mengganggu tidur anda?
Tidak mampu tertidur selama 30
menit sejak berbaring
Terbangun ditengah malam atau
terlalu dini
Terbangun untuk ke kamar mandi
Tidak mampu bernafas dengan
leluasa
Batuk atau mengorok
Kedinginan dimalam hari
Kepanasan dimalam hari
Mimpi buruk
Terasa nyeri
Alasan lain ………
Seberapa sering anda menggunakan
obat tidur
Seberapa sering anda mengantuk
ketika melakukan aktifitas disiang
hari
Seberapa besar antusias anda ingin
menyelesaikan masalah yang anda
hadapi
Pertanyaan preintervensi :
Bagaimana kualitas tidur anda
selama sebulan yang lalu

SKALA
Lama di tempat tidur (Efisiensi tidur)
Latensi tidur (lama memulai tidur)
Lama di tempat tidur (Efisiensi Tidur)
Lama tidur malam (Efisiensi Tidur)

Latensi tidur (lama memulai tidur)
Gangguan Ketika Tidur Malam

Penggunaan Obat-obat tidur
Terganggunya aktifitas di siang hari

Kualitas Tidur Subjektif

Pertanyaan postintervensi : Bagaimana
kualitas tidur anda selama seminggu
yang lalu

(Muhibin, 2006) (Slameto, 2010)
2.3.3. Cara Pengukuran
PSQI mengkaji 7 dimensi pada kualitas tidur, yaitu kualitas tidur subjektif,
latensi tidur, lama tidur, gangguan tidur, lama tidur malam, penggunaan obat

 
Universitas Sumatera Utara

 

 
 
 
 
    

10 

 
 
 

 

tidur, dan gangguan aktifitas pada siang hari. Pengukuran pada tiap dimensi
tersebar dalam beberapa pertanyaan dan penilaian yang sesuai dengan standar
baku(Nova, 2012), seperti berikut:
1. Kualitas tidur subyektif  Dilihat dari pertanyaan nomor 9
0 = sangat baik
1 = baik
2 = kurang
3 = sangat kurang
2. Latensi tidur (kesulitan memulai tidur)  total skor dari pertanyaan
nomor 2 dan 5a
Pertanyaan nomor 2:
≤ 15 menit = 0
16-30 menit = 1
31-60 menit = 2
> 60 menit = 3
Pertanyaan nomor 5a:
Tidak pernah

=0

Sekali seminggu

=1

2 kali seminggu

=2

>3 kali seminggu

=3

Jumlahkan skor pertanyaan nomor 2 dan 5a, dengan skor dibawah ini:
Skor 0

=0

Skor 1-2

=1

Skor 3-4

=2

Skor 5-6

=3

3. Lama tidur malam  Dilihat dari pertanyaan nomor 4
> 7 jam

=0

6-7 jam

=1

5-6 jam

=2

< 5 jam

=3

4. Efisiensi tidur  Pertanyaan nomor 1,3,4

 
Universitas Sumatera Utara

 

 
 
 
 
    

11 

 
 
 

 

Efisiensi tidur= ( lama tidur / lama di tempat tidur) x 100%
lama tidur – pertanyaan nomor 4
lama di tempat tidur – kalkulasi respon dari pertanyaan nomor 1 dan 3
Jika di dapat hasil berikut, maka skornya:
>85 %

=0

75-84 %

=1

65-74 %

=2

< 65 %

=3

5. Gangguan ketika tidur malam  Pertanyaan nomor 5b sampai 5j
Nomor 5b sampai 5j dinilai dengan skor dibawah ini:
Tidak pernah

=0

Sekali seminggu

=1

2 kali seminggu

=2

>3 kali seminggu

=3

Jumlahkan skor pertanyaan nomor 5b sampai 5j, dengan skor dibawah ini:
Skor 0

=0

Skor 1-9

=1

Skor 10-18

=2

Skor 19-27

=3

6. Menggunakan obat-obat tidur  Pertanyaan nomor 6
Tidak pernah = 0
Sekali seminggu

=1

2 kali seminggu

=2

>3 kali seminggu= 3
7. Terganggunya aktifitas disiang hari  Pertanyaan nomor 7 dan 8
Pertanyaan nomor 7:
Tidak pernah = 0
Sekali seminggu

=1

2 kali seminggu

=2

>3 kali seminggu= 3
Pertanyaan nomor 8:

 
Universitas Sumatera Utara

 

 
 
 
 
    

12 

 
 
 

 

Tidak antusias = 0
Kecil

=1

Sedang

=2

Besar

=3

Jumlahkan skor pertanyaan nomor 7 dan 8, dengan skor di bawah ini:
Skor 0

=0

Skor 1-2

=1

Skor 3-4

=2

Skor 5-6

=3

Skor akhir: Jumlahkan semua skor mulai dari komponen 1 sampai 7 (Muhubin,
2006 & Slameto, 2010).
Kemudian

dengan

global

PSQI

score

dimulai

dari

0-21,

dimana

Minimum skor =0 (baik), dan maksimum skor = 21 (sangat buruk), dan
interpretasinya: TOTAL > 5 = kualitas tidur buruk
TOTAL ≤ 5 = kualitas tidur baik
(Daniel et al.,1988)

2.4. Short Form McGill Pain Questionnaire (SF-MPQ)
2.4.1. Definisi
Bentuk pendek dari kuesioner nyeri McGill telah dikembangkan.
Komponen utama dari kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan (11 sensori, 4
afektif) dimana skalanya 0 = tidak nyeri, 1 = ringan, 2 = sedang, dan 3 = berat
untuk intensitas nyerinya. Pada kuesioner McGill ini sudah termasuk ke dalam
Present Pain IntensityP(PPI) index dari standar MPQ dan Visual Analague
ScaleP(VAS). Kuesioner nyeri McGill juga sangat berguna dalam banyak situasi
dimana standar MPQ memakan waktu cukup lama untuk diisi, dimana informasi
kualitatifnya baik sedangkan PPI dan VAS kurang baik (Ronald Melzack, 1987).
Short Form McGill Pain QuestionnaireP(SF-MPQ), adalah pengukuran
multidimensi untuk dapat mengetahui tingkat nyeri pada orang dengan nyeri
kronis, termasuk nyeri karena penyakit rematik. Untuk Pain Rating IndexP(PRI),
setiap kata memiliki skor 0P(tidak nyeri) sampai 3P(nyeri berat). Total skor PRI

 
Universitas Sumatera Utara

 

 
 
 
 
    

13 

 
 
 

 

didapatkan dengan menjumlahkan seluruh total skorP(0-45). Belum ada titik point
yang sudah dibuatP(Mian & Kendzerska, 2011).
Visual Analog Scale(VAS) untuk nyeri adalah pengukuran terhadap nyeri
dan digunakan secara luas pada beragam populasi, termasuk pada penderita
rematik. VAS untuk nyeri adalah skala yang dibuat menggunakan garis horizontal
(HVAS) atau verticalP(VVAS), biasanya sepanjang 10 centimeter, dan di setiap
ujungnya terdapat 2 deskripsi verbal. Untuk intensitas nyeri, skala yang dipakai
pada tiap ujung adalah “tidak nyeri”P(skor 0) dan “sangat nyeri”P(skor 10). Titik
point dari VAS yang direkomendasikan adalah: tidak nyeri (0-4 mm), sedikit
nyeri (5-44 mm), nyeri sedangP(45-75mm), dan sangat nyeriP(75-100mm),
sedangkan Present Pain IntensityP(PPI) hanya menggunakan satu pertanyaan
yang diikuti dengan 5 skorP(Mian & Kendzerska, 2011).

Tabel 2.4. Kuesioner PRI dan Dimensi
Rasa
Cekot-cekot
Menyentak
Menikam (Seperti
Pisau)
Tajam (Seperti silet)
Keram
Menggigit
Terbakar
Ngilu
Berat/Pegal
Nyeri sentuh
Mencabik-cabik
Menakutkan
Melelahkan
Memualkan
Menghukum-kejam
(Konsensus, 2011)

DIMENSI
SENSORI

AFEKTIF

 
Universitas Sumatera Utara

 

 
 
 
 
    

14 

 
 
 

 

2.5. Hubungan Intensitas Nyeri Punggung Bawah Kronis dengan Insomnia
Pasien dengan nyeri kronis sangat mungkin untuk mengalami gangguan
tidur dibandingkan pasien yang nyeri. Pada peserta survey yang nyeri sekitar tiga
kali lebih sulit memulai tidur, mempertahankan tidur, bangun pagi lebih awal,
tidur yang tidak pulas atau kualitas tidur yang rendah dibandingkan peserta tidak
nyeri (Roehrs et al., 2009).
Diantara kalangan insomnia, nyeri kronis ditemukan lebih banyak
dibandingkan pada yang nonimsomnia, 25-40% pasien dengan kondisi nyeri
kronis yang bervariasi mengeluhkan insomnia vs 13% dari seluruh populasi,
insomnia ditemukan 4.3 kali lebih sering ditemukan diantara pasien dengan nyeri
kronis pada Ibadan study of ageing pada 2152 peserta, nyeri kronis biasanya
disababkan karena arthritis (predominan rheumatoid), nyeri punggung dan
fibromyalgia (Dikeos, Georgantopoulos, 2011)
Pada penelitian Nicole dkkP(2007), bahwa dari 53% pasien dengan nyeri
punggung bawah kronis mencari obat pereda rasa nyeri di klinik dimana mereka
menderita insomnia berat dan stress yang memerlukan bantuan klinis. Nilai
prevalensi dari insomnia sedikit lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan
dalam penelitian-penelitian yang sebelumnya (65% - 89%). Penemuan ini
mnunjukkan pasien dengan nyeri kronis mempunyai risiko yang tinggi untuk
terkena insomnia dibandingkan pasien yang tidak.

 
Universitas Sumatera Utara