Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep stres
1.1 Definisi stres
Stres dapat didefinisikan sebagai keadaan yang kita alami ketika ada
sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan
kemampuan untuk mengatasinya. Stres adalah keseimbangan antara
bagaimana kita memandang tuntutan-tuntutan dan bagaimana kita berpikir
bahwa kita dapat mengatasi semua tuntutan yang menentukan apakah kita
tidak merasakan stres, merasakan distres atau eustres (Looker & Gregson,
2005).
Nasir & Muhith (2011) menyatakan bahwa stres adalah reaksi dari
tubuh (respons) terhadap lingkungan yang dapat memproteksi diri kita
yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang membuat kita
tetap hidup. Stres merupakan kondisi yang tidak menyenangkan dimana
manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau
diluar batasan kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Stres adalah suatu abstraksi. Orang tidak dapat melihat pembangkit
stres (stressor). Yang dapat dilihat ialah akibat dari pembangkit stres
(Munandar, 2001). Secara sederhana stres sebenarnya merupakan suatu

bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap

7

8

suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan
mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2009).
1.2 Jenis stres
Ada dua jenis stres, yaitu stres baik (eustres) dan stres buruk (distres).
Stres yang baik atau eustres adalah sesuatu yang positif. Stres dikatakan
berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi sebuah
tuntutan untuk menjadikan dirinya sendiri maupun orang lain mendapatkan
sesuatu yang baik (Nasir & Muhith, 2011).
Stres yang baik terjadi apabila individu menganggap setiap stimulus
yang datang adalah sebagai hal yang memberikan pelajaran bagi dirinya
(Nasir & Muhith, 2011). National Safety Council (2003) mengatakan
bahwa stres yang baik merupakan sebuah motivasi yang positif dan dapat
memberikan inspirasi pada individu. Promosi jabatan dan cuti yang
dibayar


adalah

contoh

dari

stres

baik.

Situasi

eustress

dapat

membangkitkan rasa percaya diri, menjadi terkontrol dan mampu
mengatasi dan menangani tugas-tugas, tantangan dan tuntutan (Looker &
Gregson, 2005).

Setiap stres yang datang dapat dijadikan sebagai suatu yang positif
dengan cara mencari penyelesaian dari masalah yang dianggap sebagai
stresor tersebut. Salah satunya dengan mencari dukungan dari orang lain
untuk membantu menyelesaikan masalah. Apabila masalah tersebut tetap
tidak dapat diselesaikan maka cukup dengan diambil hikmahnya saja
(Nasir & Muhith, 2011).

9

Stres yang buruk atau distres adalah stres yang bersifat negatif. Distres
muncul apabila individu menganggap sebuah tuntutan adalah merupakan
ancaman bagi dirinya sehingga respon yang digunakan selalu negatif.
Distres akan menempatkan pikiran dan perasaan kita pada tempat dan
suasana yang serba sulit (Nasir & Muhith, 2011).
Distres dipicu oleh sebuah tuntutan yang tidak sesuai dengan
kenyataan, atau apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang
dihadapi (Nasir & Muhith, 2011). Bukan hanya itu, Looker & Gregson
(2005) mengatakan bahwa distres juga dapat muncul karena terlalu
sedikitnya tuntutan yang merangsang individu yang dapat menyebabkan
kebosanan dan frustasi. Situasi tersebut umumnya muncul ketika

seseorang memasuki masa pensiun atau pekerjaan mereka tidak sesuai
dengan kemampuan yang mereka miliki.
1.3 Sumber stresor
Stresor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang
mengakibatkan terjadinya respons stres seperti lingkungan, baik secara
fisik, psikososial maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat
berupa fasilitas-fasilitas seperti air minum, makanan atau tempat-tempat
umum sedangkan lingkungan psikososial dapat berupa suara atau sikap
kesehatan atau orang yang ada disekitarnya, sedangkan lingkungan
spiritual dapat berupa tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah
atau lainnya (Hidayat, 2009).

10

Stres yang dialami manusia juga dapat berasal dari berbagai sumber,
yaitu pertama, sumber stres dalam diri sendiri, pada umumnya
dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda,
dalam hal ini adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai
dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu
stres (Hidayat, 2009).

Pendorong dan penarik konflik menghasilkan dua kecenderungan
yang berkebalikan, yaitu approach dan avoidance. Kecenderungan ini
menghasilkan tipe dasar konflik yaitu, (1) Approach-approach conflict,
muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan yang sama-sama baik. (2)
Avoidance-avoidance conflict, muncul ketika kita dihadapkan pada satu
pilihan antara dua situasi yang tidak menyenangkan. (3) Approachavoidance conflict, muncul ketika kita melihat kondisi yang menarik dan
tidak menarik dalam satu tujuan atau situasi (Weiten, 1992 dalam Nasir &
Muhith, 2011)
Kedua, sumber stres di dalam keluarga, bersumber dari masalah
keluarga ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga, masalah
keuangan serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga (Hidayat ,
2009). Selain itu hadirnya anggota baru, sakit, dan kematian dalam
keluarga juga memungkinkan munculnya stres (Nasir & Muhith, 2011)
Ketiga, sumber stres di dalam masyarakat dan lingkungan, dapat
terjadi di lingkungan atau masyarakat pada umumnya, seperti lingkungan
pekerjaan, secara umum disebut sebagai stres pekerja karena lingkungan

11

fisik, dikarenakan kurangnya hubungan interpersonal serta kurangnya

adanya pengakuan di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang
(Hidayat, 2009).
1.4 Tahapan stres
Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan,
menurut Van Amberg (1979 dalam Hidayat, 2009) tahapan stres dapat
terbagi menjadi enam tahap. Tahap pertama merupakan tahap yang ringan
dari stres yang ditandai dengan adanya semangat bekerja besar,
penglihatannya

tajam

tidak

seperti

biasanya,

merasa

mampu


menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, kemudian merasa senang
akan pekerjaannya dan semakin bersemangat, tapi tanpa disadari cadangan
energinya semakin menipis (Hawari, 2004).
Tahap kedua, pada stres tahap ini seseorang akan merasa letih sewaktu
bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah sesudah makan siang,
cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak
nyaman, denyut jantung berdebar-debar, otot-otot punggung dan tengkuk
semakin tegang dan tidak bisa santai (Hidayat, 2009). Hal tersebut
disebabkan oleh cadangan energi yang tidak cukup karena kurangnya
waktu untuk istirahat (Hawari, 2004).
Tahap ketiga, tahap ini terjadi apabila seseorang terus memaksakan
diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan yang terjadi pada
stres tahap 2 (Hawari, 2004). Keluhan yang biasanya muncul pada tahap
ini adalah pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang

12

air besar tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak
tenang, gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun

tengah malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak
memiliki tenaga (Hidayat, 2009).
Tahap keempat, pada tahap ini seseorang akan mengalami gejala
seperti segala pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula
tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons
secara adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari,
adanya gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah,
kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan
ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya (Hawari,
2004 & Hidayat, 2009).
Tahap kelima, stres tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik
secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan
sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan
ketakutan dan kecemasan semakin meningkat (Hidayat, 2009). Serta
Hawari (2004) mengatakan bahwa seseorang yang mengalami stres pada
tahap 5 akan merasa mudah bingung dan panik.
Tahap keenam, tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang
mengalami panik dan perasaan takut mati. Gejala yang dialami oleh
seseorang pada tahap ini adalah detak jantung semakin keras, susah
bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan

terjadi kolaps atau pingsan (Hidayat, 2009).

13

1.5 Tingkatan stres
Potter & Perry (2005) membagi stres menjadi tiga tingkatan, yaitu
stres ringan, stres sedang dan stres berat. Stres ringan disebabkan oleh
stresor yang dihadapi oleh setiap orang secara teratur, seperti terlalu
banyak tidur, kemacetan lalulintas, kritikan dari atasan. Stres ini biasanya
berlangsung beberapa menit atau jam.
Stres sedang berlangsung lebih lama, dari beberapa jam hingga
beberapa hari dan disebabkan oleh perselisihan yang tidak terselesaikan
dengan rekan kerja, anak yang sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari
anggota keluarga. Stres berat merupakan situasi kronis yang dapat
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, contohnya
disebabkan oleh perselisihan perkawinan terus menerus, kesulitan finansial
yang berkepanjangan dan penyakit fisik jangka panjang (Potter & Perry,
2005).
1.6 Tanda dan gejala stres
Anoraga (2009) membagi gejala stres dari ringan sampai berat yang

meliputi:
a.

Gejala badan seperti sakit kepala (cekot-cekot, vertigo), sakit maag,
mudah kaget (berdebar-debar), banyak keluar keringat dingin,
gangguan pola tidur, lesu letih, kaku leher belakang sampai punggung,
dada terasa panas/nyeri, rasa tersumbat di kerongkongan, gangguan
psikoseksual, nafsu makan menurun, mual, muntah, bermacammacam gangguan menstruasi, keputihan, pingsan dan lain-lain.

14

b.

Gejala emosional seperti mudah lupa, sulit konsentrasi, sulit
mengambil keputusan, cemas, was-was, mimpi buruk, murung, mudah
marah, mudah menangis, gelisah, dan putus asa dan sebagainya.

c.

Gejala sosial seperti banyak merokok / minum / makan, sering

memeriksa pintu dan jendela, menarik diri dari pergaulan sosial,
mudah bertengkar, membunuh dan lainnya.
Looker & Gregson (2005) membagi tanda-tanda stres menjadi dua,

yaitu tanda stres yang baik (eustres) dan stres yang buruk (distres). Tandatanda distres dibagi menjadi tanda fisik dan mental.
a.

Tanda fisik yang biasa dirasakan seperti merasakan detak jantung
berdebar-debar, sesak napas, mulut kering, nausea, diare, sembelit,
perut gembung, ketegangan otot, kegelisahan, hiperaktif, menggigit
kuku, mengetok jari, meremas-remas tangan, lelah, capek, lesu, sulit
tidur, merasa sedih, sakit kepala, sering sakit seperti flu, berkeringat
khususnya di telapak tangan dan bibir atas, merasa gerah, tangan dan
kaki dingin, sering ingin kencing, makan berlebihan, kehilangan selera
makan, lebih banyak merokok.

b.

Tanda mental yang muncul seperti cemas, kecewa, menangis, rendah
diri, merasa putus asa dan tanpa daya, histeris, menarik diri, gelisah,
depresi, tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, frustasi,
bosan, merasa salah, tertolak, terabaikan, kehilangan ketertarikan pada
penampilan sendiri, kesehatan, makanan, seks, harga diri rendah,
polifasis (mengerjakan banyak hal sekaligus), tergesa-gesa, sulit

15

berpikir jenih, berkonsentrasi dan membuat keputusan, rentan berbuat
kesalahan dan melakukan kecelakaan, punya banyak hal untuk
dikerjakan dan tidak tahu di mana memulainya sehingga mengakhiri
segala sesuatunya tanpa hasil dan beralih dari satu tugas ke tugas
lainnya, marah, melawan, agresif, pelupa, kurang kreatif, irasional,
menunda-nunda pekerjaan, dll.
Tanda-tanda eustres atau stres yang baik seperti euforik, terangsang,
tertantang, bersemangat, membantu, memahami, ramah, akrab, mencintai,
bahagia, tenang, terkontrol, yakin, kreatif, efektif, efisien, jelas dan
rasional dalam pikiran dan keputusan, bekerja keras, senang, produktif,
riang, dan sering tersenyum (Looker & Gregson, 2005).
2. Stres kerja
2.1 Definisi stres kerja
The National Institute for Occupational Safety and Health (2008)
mendefinisikan stres kerja sebagai suatu kondisi fisik dan emosional yang
berbahaya yang terjadi ketika pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai
dengan kemampuan, sumber daya dan kebutuhan pekerja. Muchinsky
(2003) berpendapat bahwa stres kerja merupakan respon terhadap
rangsangan yang hadir pada pekerjaan yang mengakibatkan hal negatif
pada fisik ataupun psikologis seorang pekerja.
Anoraga (2009) mengatakan stres kerja adalah ketegangan pada
manusia yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan sosial pekerjaan.
Stres kerja timbul karena ada ketidakseimbangan antara manusia dan

16

lingkungan. Suara gaduh, suhu udara yang tinggi atau terlalu rendah
adalah salah satu contoh ketidakseimbangan pada lingkungan yang
menimbulkan stres pada karyawan.
2.2 Penyebab stres kerja
Griffin (2004) membagi penyebab stres kerja menjadi 4 kategori
antara lain tuntutan tugas, tuntutan fisik, tuntutan peran dan tuntutan
interpersonal.
a.

Tuntutan tugas merupakan penyebab stres yang terkait dengan tugas
itu sendiri. Pekerjaan yang menuntut seseorang untuk membuat
keputusan secara cepat, membuat keputusan tanpa informasi yang
lengkap dan keharusan membuat keputusan yang relatif serius adalah
sejumlah situasi yang dapat menyebabkan terjadinya stres kerja.

b.

Tuntutan fisik merupakan penyebab stres yang terkait dengan
lingkungan kerja. Bekerja di luar kantor dengan suhu yang sangat
panas atau dingin, atau bahkan di dalam kantor yang tidak ber-AC
dapat menyebabkan terjadinya stres. Desain kantor yang buruk yang
membuat karyawan kurang memiliki privasi atau menghambat
interaksi sosial, ruangan kerja yang berisik, pencahayaan yang buruk,
dan ruang kerja yang sempit juga bisa menimbulkan stres. Yang lebih
berbahaya adalah ancaman aktual terhadap kesehatan.

c.

Tuntutan peran merupakan penyebab stres yang terkait dengan
ketidakjelasan peran atau konflik peran yang dialami oleh individu
dalam kelompok. Contohnya seorang karyawan baru yang merasa

17

perannya tidak jelas karena bimbingan dan pelatihan yang buruk dari
organisasi akan mengalami stres.
d.

Tuntutan interpersonal merupakan stresor yang terkait dengan
hubungan antar individu di dalam organisasi. Hubungan yang baik
dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan tidak akan menimbulkan
tekanan. Tetapi ketika kelompok menekan individu atau terjadi
konflik maka akan menimbulkan stres. Gaya kepemimpinan juga
dapat menyebabkan stres. Seorang karyawan yang merasa sangat
ingin berpartisipasi dalam pembuatan keputusan akan merasa stres
jika atasannya menolak untuk menyediakan ruang partisipasi.
Dewe (1989, dalam Abraham & Shanley, 1997) melakukan survei

pada 1801 perawat dan mengkaji stres mereka, dan mendapatkan bahwa
ada 5 sumber stres kerja antara lain:
a.

Beban kerja berlebihan, misalnya merawat terlalu banyak pasien
mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi,
merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman
dalam bekerja dan menghadapi masalah keterbatasan tenaga.

b.

Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misalnya mengalami
konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak
menghargai sumbangsih yang dilakukan dan gagal membentuk tim
kerja dengan staf.

c.

Kesulitan terlibat dalam merawat pasien kritis, misalnya menjalankan
peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru

18

dan

bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan

cepat.
d.

Berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien, misalnya terlibat
dalam ketidaksepakatan pada program tindakan dan sulit bekerjasama
dengan pasien.

e.

Merawat pasien yang gagal untuk membaik, misalnya pasien lansia,
pasien nyeri kronis atau mereka yang meninggal selama dirawat.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi stres berdasarkan penelitian
Martina (2012) yaitu: pertama, jenis kelamin; stres kerja sedang lebih
banyak dialami oleh perempuan (95,5%). Hal ini disebabkan karena
respon fisiologis yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada saat
perempuan mengalami stres, tubuh akan memberikan respon fisiologis
berupa aktivitas dari beberapa hormon dan neurotransmitter di dalam otak.
Lebih lanjut lagi perempuan lebih menderita stres dari pada laki-laki
disebabkan karena prolaktin perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki.
Hormon ini memberikan umpan balik negatif pada otak sehingga dapat
meningkatkan trauma emosional dan stres fisik.
Kedua, status perkawinan; stres kerja sedang banyak dialami oleh
perawat yang sudah menikah (90%). Hal ini disebabkan karena
permasalahan yang sering terjadi di keluarga. Kondisi yang membutuhkan
perhatian khusus seperti pada saat anak atau pasangan sakit sementara

19

harus tetap bekerja sehingga dapat menjadi stres tersendiri bagi perawat
yang sudah berkeluarga.
Ketiga, tingkat pendidikan; tingkat stres kerja berdasarkan tingkat
pendidikan yang berbeda menunjukkan hasil yang sama. Keempat, lama
masa kerja; tingkat stres kerja berdasarkan lama kerja menunjukkan bahwa
perawat dengan masa kerja 6 bulan – 3 tahun mempunyai tingkat stres
yang paling tinggi.
2.4 Dampak stres kerja
Dampak dari stres bisa positif ataupun negatif. Apabila stres yang
muncul dalam batas normal dan tidak dianggap sebagai tuntutan oleh
seorang individu maka dapat menjadi keuntungan bagi sebuah perusahaan
karena dapat memicu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan
dengan sebaik-baiknya. Dampak negatif yang muncul bisa bersifat
psikologis, perilaku dan medis (Griffin, 2004).
Dampak negatif yang bersifat psikologis dari stres berhubungan
dengan kesehatan mental seseorang. Dampak ini meliputi gangguan tidur,
depresi, masalah keluarga, gangguan seksual (Griffin, 2004). Selain itu
Lubis (2006, dalam Prihatini, 2007) mengatakan bahwa dampak stres kerja
yang bersifat psikologis meliputi gangguan psikis yang ringan hingga
berat. Gangguan psikis yang ringan seperti mudah gugup, tegang, marahmarah, apatis dan kurang konsentrasi.Gangguan psikis berat yaitu seperti
depresi dan ansietas.

20

Dampak negatif dilihat dari segi perilaku yaitu terjadi perubahan
pada individu yang menimbulkan tindakan yang merusak atau berbahaya
seperti merokok, minum alkohol, terlibat narkoba. Perilaku lain yang
dipicu oleh stres adalah kecelakaan, kekerasan terhadap diri sendiri dan
orang lain serta gangguan makan (Griffin, 2004).
Dampak negatif dilihat dari segi medis yaitu seperti serangan jantung
dan stroke. Begitu juga sakit kepala, sakit punggung, bisul, serta gangguan
kulit seperti jerawat dan gatal-gatal. Stres kerja juga mengakibatkan
hipertensi, tukak lambung, asma, gangguan menstruasi dan lain-lain
(Lubis, 2006 dalam Prihatini, 2007).
Stres individu juga memiliki dampak langsung kepada perusahaan.
Bagi seorang karyawan, stres bisa berdampak pada kualitas kerja yang
buruk dan produktivitas yang rendah. Bagi seorang manajer, stres bisa
berdampak pada keputusan yang buruk dan gangguan hubungan kerja.
Individu yang kesulitan mengatasi stres di lingkungan kerja mungkin akan
pura-pura sakit dan tidak masuk kerja atau bahkan meninggalkan
perusahaan. Kepuasan kerja, moral, dan komitmen bisa memburuk akibat
level stres yang berlebihan. Begitu juga dengan motivasi untuk bekerja
(Griffin, 2004).
3. Stres kerja di ruang intensif
Pasien dalam keadaan sakit yang kritis (critically ill) bisa mengarah ke
kegagalan sistem organ sehingga membutuhkan bantuan untuk sistem
respirasinya, kardiovaskuler, renal, nutrisi, dan organ vital lainnya. Untuk

21

pasien yang demikian diperlukan perawatan intensif di unit pelayanan intensif
(Djojodibroto, 1997).
Pelayanan intensif harus dilakukan oleh perawat yang terlatih secara
formal dan mempunyai pengetahuan cukup mengenai intensive care serta
bekerja selama 24 jam (Djojodibroto, 1997). Hal ini dimungkinkan karena
perawat di ruangan intensif dihadapkan pada pasien dengan kondisi jiwa yang
terancam, sehingga membutuhkan perhatian, pengetahuan dan keterampilan
khusus untuk dapat memberikan tindakan dengan cepat dan tepat (Putrono,
2002 dalam Saribu, 2012).
Sumber stres yang dialami oleh perawat di ruangan intensif adalah
kondisi pasien yang kritis dan ditambah lagi ruangan tersebut dilengkapi
dengan berbagai fasilitas yang memerlukan keahlian khusus seperti monitor
jantung, respirator dan suasana kerja yang tenang memberikan kesan yang
serius.

Selain

itu,

kritikan

sepihak

dari

keluarga

pasien

tanpa

mempertimbangkan beban dan situasi kerja perawat juga dapat menyebabkan
stres pada perawat (Putrono, 2002 dalam Saribu, 2012).
4. Stres kerja di ruang rawat inap
Unit rawat inap merupakan sebuah unit pelayanan yang digunakan
sebagai tempat untuk perawatan umum pasien setelah pasien masuk ke rumah
sakit. Pada sebuah rumah sakit, terdapat berbagai macam spesifikasi unit rawat
inap tergantung management rumah sakit, ada yang terbagi berdasarkan kelaskelas tertentu, misalnya kelas 1, 2, 3 ataupun juga VIP. Beberapa rumah sakit
juga membedakan antara unit penyakit dalam, anak dan perawatan medis

22

secara umum. Perawat yang bekerja di unit rawat inap juga harus memiliki
kompetensi, apalagi jika perawat tersebut bekerja di sebuah unit rawat inap
dengan beraneka ragam sikap dan perilaku yang berbeda dari setiap pasien,
maka perawat di tempat ini dituntut untuk mampu memenuhi segala kebutuhan
pasien di unit tersebut sesuai dengan kebutuhan, bekerja cepat, mandiri dan
juga secara profesional atau dengan teamwork dalam melakukan asuhan
keperawatan yang akan mereka berikan kepada pasien (Rihulay, 2012).
Pada unit ini, seorang perawat bekerja berdasarkan program-program
kegiatan yang terjadwal setiap harinya, namun kecendrungan untuk mengalami
stres kerja juga dapat dialami oleh seorang perawat yang bertugas di unit rawat
inap. Misalnya, perawat yang bertugas sedikit, kondisi kerja tidak kondusif dan
rekan kerja yang tidak dapat bekerja sama dengan baik. Selain itu pula, di
bagian rawat inap seorang perawat seharusnya ada di samping pasien setiap
saat, apalagi jika pasien yang membutuhkan observasi terus menerus. Hal
inilah yang dapat memicu terjadinya stres kerja pada perawat di unit rawat inap
(Rihulay, 2012).