Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Perspe

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM
PERSPEKTIF HADITS
I. PENDAHULUAN
Lingkungan hidup, sebagai karunia Allah SWT, berupa sistem dari ruang, waktu,
materi, keanekaragaman, dan alam pikiran serta prilaku manusia, merupakan daya dukung
bagi kehidupan dan kesejahteraan bagi manusia dan seluruh makhluk lainnya.
Islam merupakan agama yang berisi ajaran dan petunjuk serta pedoman bagi para
pemeluknya tentang bagaimana manusia harus bersikap dan berprilaku dalam kehidupan.
Petunjuk dan pedoman ini secara sempurna telah digariskan oleh ajaran Islam dalam kitab
suci Nya, Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW. Petunjuk ini mengatur manusia
bagaimana harus hidup bahagia dan sejahtera, didunia dan di akhirat. Di samping itu
petunjuk ini juga mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, sang penciptanya,
hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan alam semesta termasuk
bumi yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah dan Pengasih bagi
kesejahteraan hidupnya. Karenanya, Islam secara jelas mengajarkan tanggung jawab
manusia bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan makhluk hidup lainnya.
Pendidikan lingkungan hidup, yakni pendidikan yang berhubungan dengan
pengetahuan lingkungan di sekitar manusia dengan berbagai unsurnya, memiliki posisi
penting dalam rangka menjaga keserasian dan kelangsungan lingkungan hidup itu sendiri.
Makalah singkat ini merupakan upaya penulis untuk memperkaya wacana konsepsi
pendidikan lingkungan hidup dalam perspektif hadits Nabi SAW.

Rumusan Masalah
Berdasarkan kebutuhan akan konsepsi tentang pendidikan lingkungan dapat dirumuskan
beberapa permasalahan mendasar sebagai berikut :
1. Adakah hadits-hadits yang memiliki muatan-konsepsi lingkungan hidup ?
2. Bagaimanakah konsepsi pendidikan lingkungan hidup dalam perspektif hadits ?
Sehubungan dengan beberapa permasalahan tersebut di atas, penulis berupaya untuk
mengungkapnya secara sistematis dalam pembahasan berikut. Namun, dengan

keterbatasan rujukan dan kemampuan penulis, sumbang saran para pembaca tentunya akan
sangat berharga bagi upaya memahami topik yang penting ini.

II.

PEMBAHASAN
LINGKUNGAN HIDUP
Istilah lingkungan, sebagai ungkapan singkat dari lingkungan hidup merupakan alih

bahasa dari istilah asing environment (Inggeris) dan al-bi`ah (Arab). Ilmu yang mengkaji
tentang lingkungan hidup ini disebut ekologi.1 Jadi ilmu lingkungan hidup adalah ilmu
yang mempelajari tentang kenyataan lingkungan hidup, dan bagaimana mengelolanya

untuk menjaga kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya. (Soerjani, 1984)
Al-Qur’an dan hadits secara bersama-sama telah memberikan perhatian yang cukup
memadai bagi permasalahan lingkungan. Perhatian hadits terhadap lingkungan akan dapat
diperoleh, diantaranya, dalam hadits-hadits yang berkaitan dengan aspek kesehatan.
Secara formal, lingkungan hidup dapat dipandang sebagai suatu sistem yang
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk, termasuk di
dalamnya manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. (UU No. 4 tahun 1984, Bab I Pasal 1
ayat 1). Atau dengan kata lain, lingkungan hidup merupakan sistem dari ruang, materi,
waktu, keanekaragaman, dan alam pikiran serta prilaku manusia.
Ruang merupakan konsep lingkungan hidup yang utama. Dalam Al-Qur’an,
berbagai ayat memberikan paparan bahwa penciptaan ruang antara bumi dan langit
merupakan ungkapan kebesaran Allah Al-Khaliq.

1 Kata ekologi, pertama kali diusulkan oleh Ernst Haeckel (jerman) pada tahun 1869, berasal dari
bahasa Yunani oikos, berarti “rumah” atau “tempat untuk hidup”. Secara harfiah, ekologi adalah pengkajian
organisme-organisme “di rumah”. Biasanya ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organismeorganisme atau kelompok-kelompok organisme terhadap lingkungannya, atau ilmu hubungan timbal balik
antara organisme-organisme hidup dan lingkungannya. Lihat Eugene P. Odum. Fundamentals of Ecology
(Dasar-dasar Ekologi). Terj. Samingan Tjahjono. Edisi ketiga. Gadjah Mada Universiy Press. Yogyakarta.

1998 halaman 3-4. Ungkapan definisi menurut E.P. Odum ini tidak jauh berbeda dengan yang diungkap oleh
J.Y. Ewusie, bahwa “ekologi adalah kajian megenai antar-aksi timbal balik jasad individu, diantara dan di
dalam populasi spesies yang sama, atau di antara komuntas populasi yang berbeda-beda, dan berbagai faktor
nir-hidup (abiotik) yang banyak jumlahnya yang merupakan lingkungan efektif tempat hidup jasad, populasi
atau komunitas itu.” Dalam pandangan Ewusie ini, ekologi merupakan kajian dalam tiga tingkatan, yaitu
individu, populasi dan komunitas. Lihat, Ewusie, J. Yanney. Elements of Tropical Ecology (Pengantar
Ekologi Tropika). Terj. Usman Tanuwidjaja. Penerbit ITB. Bandung. 1990 alaman 3-6.
1

Sementara itu, materi, merupakan bagian pokok dari konsep lingkungan hidup yang
banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Dalam konsep lingkungan hidup, disebutkan bahwa
materi mengalami transformasi, perubahan bentuk perwujudannya, tetapi tidak hilang
ataupun musnah. Dalam beberapa ayat disebutkan berbagai bentuk transformasi tersebut,
diantaranya :
Air sebagai sumber kehidupan, dengan tumbuh-tumbuhan akan kamu peroleh
buah-buahan dan minyak, dengan binatang akan kamu peroleh susu dan sebagian
yang untuk kamu makan. Kesemuanya ini untuk dinikmati dan disyukuri oleh
manusia. (Q.S. 23 : 17-23
Akhirnya, semua itu akan kembali kepada asalnya dan kembali kepada kehendak
Penciptanya. Jadi, jelas bahwa di dalam alam lingkungan terjadi siklus biogeokimia2 yang

memiliki kesesuaian dengan ajaran Islam. Transformasi sebagaimana tersebut pada ayat di
atas dapat dibandingkan dengan ungkapan hadits berikut :

2 Yang dimaksud dengan “Bio” adalah organisme hidup, dan “geo” berarti batu, udara dan air dari
bumi. Geokimia adalah ilmu pengetahuan alam yang penting yang membahas komposisi kimiawi bumi
dengan pertukaran unsur antara pelbagai bagian dari kulit bumi dan lautannya, sungai-sungai dan perairan
lainnya. Biogeokimia, istilah yang dibuat terkenal oleh G.E. Hutchinson (1944), adalah pengkajian tentang
pertukaran atau perubahan yang terus menerus dari bahan-bahan antara komponen biosfer yang hidup (biotik)
dan tak hidup (abiotik). Termasuk dalam pembahasan biogeokimia adalah siklus air, siklus sedimen, oksigen,
nitrogen, fosfor, nitrogen, dan lain sebagainya. Pembahasan lengkap tentang ini dapat dirujuk pada Eugene P.
Odum. Fundamentals of Ecology (Dasar-dasar Ekologi). Terj. Samingan Tjahjono. Edisi ketiga. Gadjah
Mada Universiy Press. Yogyakarta. 1998 halaman 107 – 131.
2

‫ ِّحديِ ه ص‬
َّ‫صللى‬
‫ ِّ ص‬:ِّ ‫ه‬
‫ه ِّ ص‬
‫سىَّ ِّصر ب‬
‫ص ب‬

‫موُ ص‬
‫عن ن ه‬
‫ي ِّالل ل ه‬
‫ث ِّأببي ِّ ه‬
‫ي ِّ ص‬
‫ن ِّالن لب ب ي‬
‫ض ص‬
‫ع ب‬
‫م ِّ ص‬
‫مث ص ص‬
‫قاَ ص‬
‫علز‬
‫ه ِّ ص‬
‫ه ِّ ص‬
‫ه ِّب ب ب‬
‫عل صي ن ب‬
‫ل ِّإ ب ل‬
‫ماَ ِّب ص ص‬
‫و ص‬
‫ي ِّالل ل ه‬

‫ل ِّ ص‬
‫ن ِّ ص‬
‫سل ل ص‬
‫الل ل ه‬
‫ه ِّ ص‬
‫عث صن ب ص‬
‫ص‬
‫وال ن ب ن‬
‫ل ِّ ص‬
‫ج ل‬
َ‫ضا‬
‫ب ِّأ صنر ض‬
‫غي ن ث‬
‫ل ِّ ب‬
‫صاَ ص‬
‫ه ص‬
‫و ص‬
‫ن ِّال ن ه‬
‫م ص‬
‫م ِّك ص ص‬

‫ث ِّأ ص‬
‫مث ص ب‬
‫دىَ ِّ ص‬
‫ص‬
‫عل ب‬
‫ء ِّ ص ص‬
‫ت ِّال نك صصل ص‬
‫هاَ ِّ ص‬
‫ف ص‬
‫ة ِّ ص‬
‫طاَئ ب ص‬
‫ص‬
‫ة ِّطصي يب ص ة‬
‫ف ة‬
‫ماَ ص‬
‫فأن نب صت ص ب‬
‫قب بل ص ب‬
‫ت ِّ ب‬
‫كاَن ص ن‬
‫من ن ص‬

‫ت ِّال ن ص‬
‫ص‬
‫ص‬
‫و ص‬
‫ع ن‬
‫ماَءص‬
‫سك ص ب‬
‫جاَ ب‬
‫ن ِّ ب‬
‫كاَ ص‬
‫د ه‬
‫هاَ ِّأ ص‬
‫ش ص‬
‫وال ن ه‬
‫م ص‬
‫من ن ص‬
‫ت ِّال ن ص‬
‫ب ِّأ ن‬
‫ب ِّال نك صبثيصر ِّ ص‬
‫ص‬

‫س ص‬
‫س ِّ ص‬
‫فن ص ص‬
‫ص‬
‫ف ص‬
‫وُا‬
‫وصر ص‬
‫رهبوُا ِّ ب‬
‫ف ص‬
‫و ص‬
‫من ن ص‬
‫ه ِّب ب ص‬
‫ع ِّالل ل ه‬
‫هاَ ِّاللناَ ص‬
‫ع ن‬
‫وُا ِّ ص‬
‫ق ن‬
‫هاَ ِّ ص‬
‫ش ب‬
‫ص‬

‫ب ِّ ص‬
‫س ه‬
‫طاَئ ب ص‬
‫ك‬
‫هاَ ِّأ ه ن‬
‫ف ض‬
‫ي ِّ ب‬
‫م ب‬
‫ماَ ِّ ب‬
‫ة ِّ ب‬
‫عاَ ة‬
‫قي ص‬
‫صاَ ص‬
‫من ن ص‬
‫ن ِّصل ِّت ه ن‬
‫خصرىَ ِّإ بن ل ص‬
‫وأ ص‬
‫ص‬
‫ه ص‬
‫ء ِّوصل ِّت هن نبت ِّك ص ص ض‬

‫فذصل ب ص‬
‫ف ه‬
‫ن ِّ ص‬
‫ل ِّ ص‬
‫مث ص ه‬
‫ه‬
‫ه ِّ ب‬
‫ن ِّالل ل ب‬
‫في ِّ ب‬
‫ب ه‬
‫م ن‬
‫ق ص‬
‫ل ِّ ص‬
‫ك ِّ ص‬
‫ص‬
‫ماَ ض ص‬
‫ديِ ب‬
‫ه ِّ ص‬
‫ون ص ص‬
‫مث ص ه‬
‫م‬
‫و ص‬
‫ه ِّب ب ب‬
‫ف ص‬
‫ماَ ِّب ص ص‬
‫ف ص‬
‫م ن‬
‫ن ِّل ص ن‬
‫ل ِّ ص‬
‫و ص‬
‫عل ل ص‬
‫عل ب ص‬
‫ي ِّالل ل ه‬
‫ه ِّب ب ص‬
‫ع ه‬
‫م ِّ ص‬
‫م ِّ ص‬
‫ص‬
‫عث صن ب ص‬
‫ه‬
‫فع ِّبذصل ب ص ن‬
‫م ِّيِ ص ن‬
‫قب ص ن‬
‫ه‬
‫ل ِّ ه‬
‫ت ِّب ب ب‬
‫ذيِ ِّأنر ب‬
‫ه ِّال ل ب‬
‫دىَ ِّالل ل ب‬
‫ه ص‬
‫سل ن ه‬
‫ك ِّصرأ ض‬
‫ول ص ن‬
‫يِ صنر ص ن ب‬
‫ساَ ِّ ص‬
ِّ ِّ *
“Diriwayatkan daripada Abu Musa r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Perumpamaan
Allah Azza Wa Jalla mengutusku menyampaikan petunjuk dan ilmu adalah seperti titisan
hujan yang telah membasahi bumi. Manakala bumi tersebut sebahagian tanahnya ada
yang subur sehingga dapat menyerap air serta menumbuhkan rerumput dan sebahagian
lagi berupa tanah-tanah keras yang dapat menahan air, lalu Allah memberi manfaat
kepada manusia sehingga mereka dapat meneguk air, memberi minum dan menggembala
ternaknya di tempat itu. Ada juga titisan air hujan tersebut jatuh di tanah yang lain, iaitu
tanah gersang yang sama sekali tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan
rumput rampai. Manakala itu semua adalah perumpamaan orang yang bijak pandai
tentang agama Allah dan memanfaatkannya setelah aku diutus oleh Allah. Maka baginda
tahu dan mahu mengajar apa yang diketahuinya dan juga perumpamaan orang yang
keras kepala yang tidak mahu menerima petunjuk Allah yang keranaNya aku diutuskan “
(H.R. Bukhari & Muslim)

Waktu sebagai sumber alam juga tidak merupakan besaran yang berdiri sendiri,
yang mana lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh faktor waktu. Struktur dan fungsi
semua komponen dalam lingkungan hidup ini akan bergerak dalam dimensi waktu.
Fenomena tertentu di mana faktor waktu berperan besar dalam dinamika populasi suatu
makhluk hidup.
Keanekaragaman merupakan konsep pokok tentang keserasian dan keseimbangan
lingkungan hidup. Keanekaragaman yang tinggi adalah ciri kemantapan sistem, yakni
3

apabila pada sistem itu terdapat berbagai jenis makhluk hidup, sebanyak yang
dimungkinkan, maka keadaan sistem itu mantap, karena semua komponennya mengisi
struktur yang ada dan fungsi masing-masing dengan sebaik-baiknya. (Soerjani, 1984)
PERSPEKTIF HADITS TENTANG PENDIDIKAN LINGKUNGAN
Secara ideal, agama Islam sebagai suprastruktur ideologis masyarakat muslim,
diyakini memiliki nilai-nilai yang cukup intens dalam hal permasalahan lingkungan.
Cukup banyak ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah SAW yang berbicara
mengenai lingkungan. Baik dengan ungkapan langsung, tidak langsung, ataupun dengan
penceritaan kasus yang bermuatan ekologis. Namun kenyataannya, secara faktual tampilan
prilaku ekologis di permukaan masyarakat muslim tampak masih beragam. Ada yang
cukup tinggi, sedang dan rendah. Bahkan, yang disebut terakhirlah justru yang banyak
mewarnai mayoritas kehidupan komunitas muslim.
Menurut Mujiyono Abdillah (1999) fenomena ini dapat dilihat dari tingginya
volume produk limbah buangan domestik (rumah tangga), tingginya kerentanan terhadap
berjangkitnya penyakit menular, meluasnya lahan pertanian tepi dan menipisnya areal
perhutanan, serta masih bertahannya pola hidup tidak sehat di lingkungan masyarakat
Islam. Kondisi seperti ini, dapat diduga, disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan,
kesadaran, dan kearifan masyarakat dalam menyikapi permsalahan lingkungan
Wawasan lingkungan hidup dititahkan dalam bentuk perbuatan ihsan dan larangan
melakukan kerusakan di muka bumi. Sebagaimana syariah mengatur hubungan vertikal
dan horizontal, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah diwujudkan dalam bentuk hubungan
antara manusia dengan Rabb nya, yang bermakna kesalehan pribadi yang membutuhkan
disiplin pribadi yang tinggi. Muamalah merupakan bentuk hubungan antara manusia
dengan sesamanya, serta alam semesta di sekitarnya, yang mana membutuhkan kesalehan
sosial dalam disiplin pribadi dan solidaritas sosial yang kuat.
Solidaritas sosial dan kedisiplinan yang tinggi perlu ditanamkan dan dikembangkan
sedini mungkin, yaitu latihan untuk melestarikan lingkungan. Dalam kaitannya dengan
pelestarian lingkungan, kiranya hadits Nabi SAW perlu dikaji dan dikembangkan lebh jauh.
Sebuah hadits yang berasal dari Abu Hurairah dapat menjadi salah satu contoh
pentingnya menjaga dan memelihara lingkungan. Rasululah SAW bersabda:

4

“Takutlah kamu kepada dua hal yang dilaknati”, Mereka bertanya, “apa yang dua
hal itu?” Rasulullah SAW menjawab: Orang yang membuang hajat di jalanan atau tempat
perteduhan.”
Bahkan menurut riwayat Abu Daud ada 3 tempat yang sangat terkutuk untuk buang
air, yaitu : buang air di sumber air/mata air; buang air di tengah jalan; dan membuang air
di tempat-tempat perteduhan”3
Dalam riwayat lain, Imam Nasa`i dalam sunan nya memuat juga tentang larangan
membuang air di lubang. Tentang hadits ini, Al-Sindi menjelaskan bahwa pelarangan
dimaksud karena lubang tersebut menjadi tempat tinggal jin, ular, ataupun makhluk
lainnya.4 Begitu pula, terdapat larangan buang air pada air yang tergenang dan air yang
mengalir.5
Hadits-hadits di atas menyiratkan bahwa Islam telah mempelopori prinsip menjaga
kesehatan dan kebersihan lingkungan, sekaligus sebagai upaya preventif bagi berjangkitnya
penyakit-penyakit menular yang dapat mewabah dikarenakan tidak terjaminnya kesehatan
lingkungan.
Dengan demikian, terlihat bahwa kerangka pendidikan lingkungan hidup dalam
perspektif hadits memiliki karakteristik yang khas, yaitu dengan memasukkan pendekatan
keagaamaan. Hal ini dapat terlihat dari adanya ancaman ataupun janji balasan bagi
perbuatan-perbuatan tertentu.
Visi pendidikan lingkungan hidup dalam perspektif Islam didasari oleh visi
lingkungan yang utuh menyeluruh, holistik integralistik. Visi lingkungan yang holistik
integralistik diproyeksikan akan mampu menjadi garda depan dalam pengembangan
kesadaran lingkungan guna melestarikan keseimbangan ekosistem. Sebab seluruh
komponen dalam ekosistem diperhatikan kepentingannya secara proporsional, tidak ada
yang lebih dipentingkan dan tidak ada pula yang diterlantarkan oleh visi lingkungan Islam
yang holistik integralistik.
1. Pemeliharaan Lingkungan
3 Tentang perteduhan ini, Al-Khithabi menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan perteduhan
adalah perteduhan yang dijadikan orang sebagai tempat berteduh dan persinggahan, dan tidak semua
perteduhan dilarang secara mutlak.
4 Al-Nasā`iy. Sunan Al-Nasā`iy bi Syarh Al-Hāfizh Jalāluddin Al-Suyuthi wa Hāsyiyah Al-Imām AlSindiy. Jilid 1. Dar al-Fikr. Beirut. 1995 halaman 50 - 53
5 Al-Qardlawi, loc.cit
5

‫‪Permasalahan utama yang menjadi perhatian para pemerhati lingkungan adalah‬‬
‫‪berkaitan dengan upaya-upaya pemeliharaan lingkungan. Di dalam Al-Qur’an akan dapat‬‬
‫‪ditemui beberapa ayat yang memberikan penekanan pada upaya-upaya pemeliharan‬‬
‫‪lingkungan dan sekaligus larangan dari berbuat kerusakan di muka bumi.‬‬
‫‪Demikian pula halnya dengan hadits nabawi. Sebagai contoh dapat dikemukakan‬‬
‫‪sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud berikut ini :‬‬

‫خبرناَ ْأ عبوُ ْأ أ‬
‫حدث عناَ ْنصر ْبن ْع عل ني ْأ ع‬
‫ن‬
‫ب‬
‫ن ْا‬
‫ع‬
‫ة ْ‬
‫م‬
‫ساَ‬
‫ع‬
‫ب‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ب‬
‫أ‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ب‬
‫ع‬
‫ي‬
‫ع د ع ع ب أ ب أ‬
‫ن‬
‫جريج ْع عن ْع أث بماَن ْبن ْأ ع‬
‫سل ع‬
‫ن‬
‫ب‬
‫د ْ‬
‫عيِ‬
‫س‬
‫ن ْ‬
‫ع‬
‫ن ْ‬
‫ماَ‬
‫يِ‬
‫بي ْ‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ن‬
‫ب‬
‫ع‬
‫ب‬
‫ع‬
‫أ‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ن‬
‫ع ع ب ن‬
‫أ ع بج‬

‫ر ْب بن ْ أ ب‬
‫ي‬
‫حب ب ن‬
‫د ْالل د ن‬
‫ن ْع عب ب ن‬
‫م ن‬
‫ن ْ أ‬
‫ن ْ أ‬
‫م ع‬
‫ح د‬
‫أ‬
‫ش ي‬
‫م ْع ع ب‬
‫ه ْب ب ن‬
‫مطعن ج‬
‫جب عيِ ب ن ن‬
‫د ْب ب ن‬
‫سوُ أ‬
‫ل ْعقاَ ع‬
‫عقاَ ع‬
‫ن‬
‫ه ْع عل عيِ ب ن‬
‫ل ْالل د ن‬
‫ه ْوع ع‬
‫ل ْعر أ‬
‫م ْ ع‬
‫سل د ع‬
‫صدلىَّ ْالل د أ‬
‫ه ْ ع‬
‫م ب‬
‫ب‬
‫سئ ن ع‬
‫ل ْأ عأبوُ‬
‫سد بعر ة‬
‫ع ْ ن‬
‫صوُد ع‬
‫قعط ع ع‬
‫ه ْنفي ْالدناَرن ْ أ‬
‫ه ْعرأ ع‬
‫س أ‬
‫ب ْالل د أ‬
‫ة ْ ع‬
‫قاَ ع‬
‫ل ْهع ع‬
‫معبعنىَّ ْهع ع‬
‫ث‬
‫ث ْفع ع‬
‫دي أ‬
‫ح ن‬
‫دي ن‬
‫ح ن‬
‫ذا ْال ب ع‬
‫ذا ْال ب ع‬
‫ن ْ ع‬
‫عدُاأودُ ْع ع ب‬
‫ست عظ ن ل‬
‫ل‬
‫م ب‬
‫سد بعر ة‬
‫ة ْنفي ْفععل ج‬
‫ع ْ ن‬
‫ن ْقعط ع ع‬
‫ة ْي ع ب‬
‫صرر ْي ععبنني ْ ع‬
‫أ‬
‫خت ع ع‬
‫م ب‬
‫ر ْ ع‬
‫ن ْال د‬
‫حقي‬
‫م ْع عب عةثاَ ْوعظ أل ب ة‬
‫ل ْعوال بب ععهاَئ ن أ‬
‫سنبيِ ن‬
‫ب نعهاَ ْاب ب أ‬
‫ماَ ْب نغعيِ ب ن‬

‫ب‬
‫يع أ‬
‫حد دث ععناَ‬
‫ه ْنفي ْالدناَنر ْ ع‬
‫صوُد ع‬
‫كوُ أ‬
‫ه ْعرأ ع‬
‫س أ‬
‫ب ْالل د أ‬
‫ن ْل ع أ‬
‫ه ْنفيِعهاَ ْ ع‬
‫ن ْ ع‬
‫حد دث ععناَ‬
‫ن ْ ع‬
‫م ب‬
‫م أ‬
‫خاَل ن ج‬
‫ب ْعقاَعل ْ ع‬
‫خل ع أ‬
‫د ْوع ع‬
‫سل ع ع‬
‫ع‬
‫شنبيِ ج‬
‫ة ْي ععبنني ْاب ب ع‬
‫د ْب ب أ‬
‫ن ْأ عنبي‬
‫ق ْأ ع ب‬
‫ماَ ع‬
‫ع عب ب أ‬
‫ن ْع أث ب ع‬
‫معب ع‬
‫خب ععرعناَ ْ ع‬
‫مرر ْع ع ب‬
‫د ْالدردزا ن‬
‫ن ْب ب ن‬
‫ن ْع أبروع ع‬
‫ن ْث ع ن‬
‫ل ْ ن‬
‫قيِ ج‬
‫ن ْعر أ‬
‫ماَ ع‬
‫أ‬
‫سل عيِ ب ع‬
‫ف ْع ع ب‬
‫م ب‬
‫ج ج‬
‫ن ْع ع ب‬
‫ن ْاللزب عيِ برن‬
‫ة ْب ب ن‬
‫م‬
‫دي ع‬
‫ه ْع عل عيِ ب ن‬
‫ح ن‬
‫ع ْال ب ع‬
‫ي عبرفع أ‬
‫ه ْوع ع‬
‫سل د ع‬
‫صدلىَّ ْالل د أ‬
‫ي ْ ع‬
‫ث ْإ نعلىَّ ْالن دب ن ي‬
‫نع ب‬
‫حوُعه أ‬
‫‪6‬‬

Hadits di atas berisi larangan memotong pohon sidrah, sehingga “Barangsiapa yang
memotong pohon sidrah maka Allah SWT menghunjamkan kepalanya tepat ke dalam
neraka”. Pohon sidrah adalah pohon yang terkenal dengan sebutan al-sidr, yang biasanya
tumbuh di padang pasir, tahan terhadap panas dan tidak memerlukan air. Pohon tersebut
banyak digunakan sebagai tempat berteduh oleh para musafir, orang yang mencari lahan
peternakan, pengembala, dan juga orang lain mempunyai tujuan tertentu.6
Ancaman neraka bagi orang yang memotong pohon sidrah menunjukkan perlunya
menjaga kelestarian lingkungan alam. Karena keseimbangan antara makhluk satu dengan
lainnya perlu dijaga, sedangkan perbutan memotong pohon sidrah adalah salah satu bentuk
perbuatan yang mengancam unsur-unsur alam yang sangat penting untuk keselamatan
hidup manusia dan makhluk hidup lainnya,
Sebagian ulama hadits menyalah artikan hadits diatas, dengan menakwilkan hadits
tersebut dengan mengatakan bahwa yang dimaksud pohon sidrah adalah yang tumbuh di
kawasan Tanah Haram. Seolah-olah mereka menganggap terlalu berlebihannya bentuk
hukuman api neraka bagi perbuatan sekedar menebang pohon. Dalam hal ini, menarik
untuk diungkap bahwa Abu Daud memiliki pengertian tepat mengenai hadits tersebut.
Beliau pernah ditanya tentangnya, dan menjawab, “ barangsiapa menebang pohon Sidrah
di padang sahara yang dipakai untu berteduh oleh musafir dan binatang ternak, dengan
tanpa tujuan yang dapat dibenarkan dan dengan unsur kesengajaan serta zhalim, maka
Allah akan meluruskan kepalanya ke dalam api neraka.”7
2. Usaha Penghijauan
Sebagai salah satu upaya pelestarian lingkungan, reboisasi (penghijauan)
merupakan aspek penting yang tidak dapat ditinggalkan. Perhatian sunnah Nabi terhadap
upaya-upaya penghijauan ini sangatlah besar.

Hadits Nabi SAW mengkategorikan

penanaman pohon sebagai perbuatan yang sangat mulia dan menjadikannya sebagai salah
6 Abu Daud, Al-Imam Al-Hafizh Abu Sulaiman Al-Asy’ats Al-Sijistani. Sunan Abu Dāwud. Juz 1
tahqiq: Muhammad Abdul Aziz Al-Khalidi. Dar al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.. Beirut. 1996.dalam Kitab al-Adab
Bab Qith’ al-sidr.
7 Lihat Abu Daud, Al-Imam Al-Hafizh Abu Sulaiman Al-Asy’ats Al-Sijistani. Sunan Abu Dāwud
Juz I . tahqiq: Muhammad Abdul Aziz Al-Khalidi. Dar al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.. Beirut. 1996; hadits ke 25
dan 26

7

‫‪satu cara yang utama dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab, bila pohon itu‬‬
‫‪dapat dimanfaatkan oleh orang lain, oleh burung atau binatang ternak, perbuatan itu akan‬‬
‫‪dicatat sebagai sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir.‬‬
‫‪Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir RA, bahwa‬‬

‫‪Berkaitan dengan ini,‬‬
‫‪Rasulullah SAW bersabda:‬‬

‫ع‬
‫ن‬
‫مل ن ن‬
‫حد دث ععناَ ْع عب ب أ‬
‫حد دث ععناَ ْأنبي ْ ع‬
‫ر ْ ع‬
‫ع‬
‫د ْال ب ع‬
‫ن ْن أ ع‬
‫ك ْع ع ب‬
‫حد دث ععناَ ْاب ب أ‬
‫ميِ ب ج‬
‫عع ع‬
‫سوُ أ‬
‫ل ْعقاَ ع‬
‫ر ْعقاَ ع‬
‫ه‬
‫ل ْالل د ن‬
‫ن ْ ع‬
‫ل ْعر أ‬
‫صدلىَّ ْالل د أ‬
‫ه ْ ع‬
‫طاَجء ْع ع ب‬
‫جاَب ن ج‬
‫ساَ ْإ ندل ْ ع‬
‫ن‬
‫ماَ ْ ن‬
‫ع عل عيِ ب ن‬
‫كاَ ع‬
‫س ْغ عبر ة‬
‫م ب‬
‫ه ْوع ع‬
‫ن ْ أ‬
‫م ْ ع‬
‫سل د ع‬
‫م ْي عغبرن أ‬
‫م ب‬
‫سل ن ج‬
‫ماَ ْأ أك ن ع‬
‫ة‬
‫صد عقع ر‬
‫سرن ع‬
‫صد عقع ة‬
‫ق ْ ن‬
‫ل ْ ن‬
‫ماَ ْ أ‬
‫ه ْل ع أ‬
‫من ب أ‬
‫ة ْوع ع‬
‫ه ْل ع أ‬
‫من ب أ‬
‫ع‬
‫ه ْ ع‬
‫ه ْ ع‬
‫ع‬
‫ماَ ْأ عك ع ع‬
‫ت‬
‫صد عقع ر‬
‫ع ْ ن‬
‫سب أ أ‬
‫ل ْال د‬
‫ماَ ْأك عل ع ب‬
‫ة ْوع ع‬
‫وُ ْل ع أ‬
‫من ب أ‬
‫وع ع‬
‫ه ْ ع‬
‫ه ْفعهأ ع‬
‫ة ْوعل ْيرزؤ أ ع‬
‫د ْإ ندل ْ ع‬
‫ه‬
‫كاَ ع‬
‫ح ر‬
‫ه ْأ ع‬
‫ن ْل ع أ‬
‫صد عقع ر ع ع ب ع أ‬
‫وُ ْل ع أ‬
‫ه ْ ع‬
‫الط ديِ بأر ْفعهأ ع‬

‫ة‬
‫صد عقع ر‬
‫ع‬
‫حدث عناَ ْابن ْنميِر ْحدث عناَ ْأ ع‬
‫ب‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ع‬
‫ك ْ‬
‫ل‬
‫م‬
‫ل‬
‫د ْا‬
‫ب‬
‫ع‬
‫ناَ ْ‬
‫ث‬
‫د‬
‫ح‬
‫بي ْ‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ع‬
‫ع د ع ب أ أ ع ب ج ع د ع‬
‫ن‬
‫أ‬
‫ب‬
‫د‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ب‬
‫عع ع‬
‫سوُ أ‬
‫ل ْعقاَ ع‬
‫ر ْعقاَ ع‬
‫ه‬
‫ل ْالل د ن‬
‫ن ْ ع‬
‫ل ْعر أ‬
‫صدلىَّ ْالل د أ‬
‫ه ْ ع‬
‫طاَجء ْع ع ب‬
‫جاَب ن ج‬
‫ساَ ْإ ندل ْ ع‬
‫ن‬
‫ماَ ْ ن‬
‫ع عل عيِ ب ن‬
‫كاَ ع‬
‫س ْغ عبر ة‬
‫م ب‬
‫ه ْوع ع‬
‫ن ْ أ‬
‫م ْ ع‬
‫سل د ع‬
‫م ْي عغبرن أ‬
‫م ب‬
‫سل ن ج‬
‫ماَ ْأ أك ن ع‬
‫ة‬
‫صد عقع ر‬
‫سرن ع‬
‫صد عقع ة‬
‫ق ْ ن‬
‫ل ْ ن‬
‫ماَ ْ أ‬
‫ه ْل ع أ‬
‫من ب أ‬
‫ة ْوع ع‬
‫ه ْل ع أ‬
‫من ب أ‬
‫ع‬
‫ه ْ ع‬
‫ه ْ ع‬
‫ع‬
‫وماَ ْأ ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ت‬
‫ه‬
‫ف‬
‫ه ْ‬
‫ن‬
‫م‬
‫ع ْ‬
‫ب‬
‫س‬
‫ل ْال‬
‫ك‬
‫صد عقع ر‬
‫ب‬
‫ن‬
‫أ‬
‫أ‬
‫د‬
‫ماَ ْأك عل ع ب‬
‫ة ْوع ع‬
‫وُ ْل ع أ‬
‫أ‬
‫ع ع‬
‫ه ْ ع‬
‫أ‬
‫ع‬
‫ة ْوعل ْيرزؤ أ ع‬
‫د ْإ ندل ْ ع‬
‫ه‬
‫كاَ ع‬
‫ح ر‬
‫ه ْأ ع‬
‫ن ْل ع أ‬
‫صد عقع ر ع ع ب ع أ‬
‫وُ ْل ع أ‬
‫ه ْ ع‬
‫الط ديِ بأر ْفعهأ ع‬

‫صد ععقة ر‬
‫ع‬
‫‪8‬‬

‫‪8 Muslim, Al-Imam Abu Al-Husain Ibn Al-Hajajj Al-Qusyairy Al-Naisyaburiy. Shahih Muslim:‬‬
‫‪Syarah Al-Nawāwiy.‬‬
‫‪Jilid 3 Tahqiq: Muhmammad Fuad Abdul Baqi. Maktabah Dahlan. Bandung. Tt‬‬
‫‪halaman 1188 - 1189‬‬
‫‪8‬‬

‫‪“Barangsiapa di antara orang Islam yang menanam tanaman maka hasil‬‬
‫‪tanamannya yang dimakan akan menjadi sedekahnya, dan hasil tanaman‬‬
‫‪yang dicuri akan menjadi sedekahnya. Dan barangsiapa yang merusak‬‬
‫”‪tanamannya, maka akan menjadi sedekahnya sampai hari kiamat.‬‬

‫‪3. Sumberdaya Hewani‬‬
‫‪Berkaitan dengan pemeliharaan sumberdaya hewani, sebagai contoh adanya‬‬
‫‪perhatian hadits terhadap sumberdaya hewani ini, dapat diutarakan hadits yang‬‬
‫‪diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Rasulullah SAW bersabda :‬‬

‫ع‬
‫منعيِ أ‬
‫حد دث ععناَ‬
‫ن ْإ نب بعرا ن‬
‫م ْ ع‬
‫ع‬
‫ر ْإ ن ب‬
‫هيِ ع‬
‫س ع‬
‫معب ع‬
‫حد دث ععناَ ْأأبوُ ْ ع‬
‫ل ْب ب أ‬
‫م ج‬

‫ب‬
‫س ب‬
‫فعيِاَ أ‬
‫أ‬
‫ن ْع ع ب‬
‫صهعيِ ب ج‬
‫ن ْ أ‬
‫ن ْندُيعناَجر ْع ع ب‬
‫وُ ْاب ب أ‬
‫رو ْهأ ع‬
‫ن ْع ع ب‬
‫م ج‬
‫ع ع‬
‫ر ْعقاَ ع‬
‫رو‬
‫ن ْ ع‬
‫د ْالل د ن‬
‫س ن‬
‫عاَ ن‬
‫ت ْع عب ب ع‬
‫ل ْ ع‬
‫ن ْع ع ب‬
‫معب أ‬
‫ه ْب ب ع‬
‫م ج‬
‫م ج‬
‫موُبلىَّ ْاب ب ن‬
‫سوُ أ‬
‫ل ْعقاَ ع‬
‫قوُ أ‬
‫م‬
‫يع أ‬
‫ه ْع عل عيِ ب ن‬
‫ل ْالل د ن‬
‫ه ْوع ع‬
‫ل ْعر أ‬
‫سل د ع‬
‫صدلىَّ ْالل د أ‬
‫ه ْ ع‬
‫قه ْ ع‬
‫ن ْقعت ع ع‬
‫م‬
‫ص أ‬
‫ر ْ ع‬
‫ه ْي عوُب ع‬
‫ح ي ن ع‬
‫ه ْع عن ب أ‬
‫ه ْالل د أ‬
‫سأل ع أ‬
‫ع‬
‫ل ْع أ ب‬
‫م ب‬
‫فوُةرا ْب نغعيِ ب ن‬
‫قه ْعقاَ ع ع‬
‫ه ْفعت عأ بك أل أع‬
‫ة ْنقيِ ع‬
‫ه‬
‫م ن‬
‫ال ب ن‬
‫ن ْت عذ بب ع ع‬
‫ل ْأ ب‬
‫ماَ ْ ع‬
‫ح أ‬
‫ح ل أ‬
‫ل ْوع ع‬
‫قعيِاَ ع‬
‫حد دث ععناَ ْ أ‬
‫رو‬
‫جعب ع‬
‫شعبب ع أ‬
‫ر ْ ع‬
‫ن ْ ع‬
‫م أ‬
‫م ع‬
‫ع‬
‫ن ْع ع ب‬
‫ح د‬
‫حد دث ععناَ ْ أ‬
‫ة ْع ع ب‬
‫د ْب ب أ‬
‫م ن‬
‫ف ج‬
‫ب ْ ع ع‬
‫ن‬
‫ن ْ ع‬
‫حد ي أ‬
‫عاَ ن‬
‫ر ْي أ ع‬
‫صهعيِ ب ج‬
‫ن ْ أ‬
‫ث ْع ع ب‬
‫ن ْندُيعناَجر ْع ع ب‬
‫م ج‬
‫موُبلىَّ ْاب ب ن‬
‫بب ن‬
‫ع‬
‫ه ْع عل عيِ بهن‬
‫د ْالل د ن‬
‫ع عب ب ن‬
‫رو ْأ د‬
‫صدلىَّ ْالل د أ‬
‫ن ْع ع ب‬
‫ي ْ ع‬
‫ن ْالن دب ن د‬
‫م ج‬
‫ه ْب ب ن‬
‫ع‬
‫م ْعقاَ ع‬
‫ص أ‬
‫ن ْذ عب ع ع‬
‫وع ع‬
‫فوُةرا ْأبو ْقعت عل ع أ‬
‫ل ْ ع‬
‫سل د ع‬
‫ح ْع أ ب‬
‫م ب‬
‫ه ْنفي ْغ عيِ برن‬
‫قه ْ ع‬
‫ع‬
‫ه ْعقاَ ع‬
‫يجء ْعقاَ ع‬
‫ع‬
‫ه‬
‫ح ن‬
‫ل ْإ ندل ْب ن ع‬
‫مررو ْأ ب‬
‫ح ي ن ع‬
‫سأل ع أ‬
‫سب أ أ‬
‫ل ْع ع ب‬
‫ش ب‬
‫مةن‬
‫م ْال ب ن‬
‫ه ْي عوُب ع‬
‫قعيِاَ ع‬
‫ه ْع عن ب أ‬
‫الل د أ‬

‫‪9‬‬

“Setiap orang yang membunuh burung pipit atau binatang yang lebih besar
dari burung pipit tanpa ada kepentingan yang jelas, dia akan dimintai
pertanggung jwabannya oleh Allah SWT pada hari kiamat.”. Ditanyakan
kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, apa kepentingan itu?” Rasulullah
SAW menjawab apabila burung itu disembelih untuk dimakan”
Dalam hadits yang lain yang berasal dari Syarid RA, diriwayatkan bahwa beliau
berkata:

‫ف‬
‫ن ْ ع‬
‫داأدُ ْأ عأبوُ ْع أب عيِ بد ع ع‬
‫وُا ن‬
‫ح ن‬
‫خل ع ج‬
‫ح د‬
‫د ْال ب ع‬
‫حد دث ععناَ ْع عب ب أ‬
‫ع‬
‫ة ْع ع ب‬
‫د ْال ب ع‬
‫حوُع أ‬
‫صاَل ننح‬
‫حد دث ععناَ ْ ع‬
‫عاَ ن‬
‫ن ْ ن‬
‫مرر ْابل ع ب‬
‫ن ْ ع‬
‫مهبعرا ع‬
‫ن ْ ع‬
‫ل ْع ع ب‬
‫ي ععبنني ْاب ب ع‬
‫د ْعقاَ ع‬
‫ن ْال د‬
‫ت‬
‫س ن‬
‫ري ن‬
‫ل ْ ع‬
‫معب أ‬
‫ن ْع ع ب‬
‫ن ْندُيعناَجر ْع ع ب‬
‫ش ن‬
‫م ن‬
‫رو ْب ب ن‬
‫بب ن‬
‫سوُ ع‬
‫قوُ أ‬
‫ال د‬
‫ه‬
‫د ْي ع أ‬
‫ل ْالل د ن‬
‫س ن‬
‫ري ع‬
‫ت ْعر أ‬
‫ل ْ ع‬
‫صدلىَّ ْالل د أ‬
‫معب أ‬
‫ه ْ ع‬
‫ش ن‬
‫ن ْقعت ع ع‬
‫قوُ أ‬
‫ج‬
‫ص أ‬
‫م ْي ع أ‬
‫ع عل عيِ ب ن‬
‫فوُةرا ْع عب عةثاَ ْع ع د‬
‫ه ْوع ع‬
‫ل ْ ع‬
‫سل د ع‬
‫ل ْع أ ب‬
‫م ب‬
‫قوُ أ‬
‫ج د‬
‫ب‬
‫ه ْي ع أ‬
‫ة ْ ن‬
‫م ن‬
‫م ْال ب ن‬
‫إ نعلىَّ ْالل د ن‬
‫ل ْعياَ ْعر ي‬
‫ه ْع عدز ْوع ع‬
‫ل ْي عوُب ع‬
‫من ب أ‬
‫قعيِاَ ع‬
‫من ب ع‬
‫م ْي ع ب‬
‫فععةج‬
‫إن د‬
‫قت أل بنني ْل ن ع‬
‫ن ْفأعلةناَ ْقعت عل عنني ْع عب عةثاَ ْوعل ع ب‬

“Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membunuh seekor
burung pipit tanpa ada maksud yang jelas, maka burung tadi akan dating
kepada Allah SWT sambil mengadukan,”Wahai Tuhanku, sesungguhnya fulan
telah membunuhku tnpa maksud yang jelas, dan bukan pula untuk mengambil
manfaat yang jelas.”
Berdasarkan kedua hadits tersebut, para ahli fikih telah mengharamkan perbuatan
membunuh hewan tanpa ada maksud untuk dimakan. Bagi para penyayang binatang,
kedua hadits tersebut dapat disimpulkan kewajiban menghormati ciptaan Allah yang hidup,
dan menjaga kelestariannya, serta tidak mengganggu kehidupannya kecuali karena
keperluan tertentu.
Dengan alasan yang sama, para pakar lingkungan berpendapat mengenai
pentingnya menjaga alam lingkungan, melarang perbuatan semena-semena terhadap alam,
menimbulkan kekacauan dan kerusakan tanpa ada kepentingan atau keperluan yang

10

mendesak. Sebagai sumber kekayaan alam, sumberdaya hewani tidak dibenarkan untuk
dirusak, sehingga pembunuhan hewan tanpa alasan yang jelas sama dengan merusak
kekayaan alam.
4. Pelestarian sumberdaya hayati
Berkaitan dengan upaya pelestarian sumberdaya hayati dari kepunahan, dapat
diutarakan sebuah hadits berikut :

‫ن‬
‫د ْ ع‬
‫زي أ‬
‫سد دردُ ْ ع‬
‫ع‬
‫م ع‬
‫حد دث ععناَ ْ أ‬
‫حد دث ععناَ ْأيوُن أ أ‬
‫س ْع ع ب‬
‫حد دث ععناَ ْي ع ن‬
‫ل ْعقاَ ع‬
‫ل ْعقاَ ع‬
‫ل‬
‫مغع د‬
‫د ْالل د ن‬
‫ن ْع عب ب ن‬
‫ال ب ع‬
‫ح ع‬
‫ن ْ أ‬
‫ف ج‬
‫ن ْع ع ب‬
‫ه ْب ب ن‬
‫س ن‬
‫ع‬
‫سوُ أ‬
‫ن‬
‫ه ْع عل عيِ ب ن‬
‫ل ْالل د ن‬
‫م ْل عوُبعل ْأ د‬
‫ه ْوع ع‬
‫عر أ‬
‫سل د ع‬
‫صدلىَّ ْالل د أ‬
‫ه ْ ع‬
‫أ‬
‫ع‬
‫أ‬
‫قت بل نعهاَ ْعفاَقبت أألوُا‬
‫ت ْب ن ع‬
‫م ر‬
‫ة ْ ن‬
‫ال بك نعل ع‬
‫مبر أ‬
‫م ْعل ع‬
‫ن ْابل ع‬
‫ب ْأ د‬
‫م ب‬
‫م ن‬
‫ع‬
‫م‬
‫ن‬
‫من بعهاَ ْابل ب‬
‫سوُععدُ ْال بب عنهيِ ع‬
“Kalau seandainya anjing bukan termasuk ummat dari berbagai ummat yang
ada, pasti aku suruh kalian membunuhnya, Karena itu, bunuhlah anjing
yang berwarna hitam pekat.”9
Hadits ini mengungkapkan tentang hakikat alam yang telah ditetapkan Al-Qur’an,
yaitu bahwa setiap makhluk – termasuk yang tidak berakal- memiliki keberadaan social
tersendiri yang berbeda satu dengan yang lainnya. Di samping itu, juga terjadi hubungan
dan saling ketergantungan antar sesama makhluk.

Maka, tidaklah mengherankan jika ada

hadits yang menjelaskan tentang anjing, meskipun sebagian orang tidak suka kepada
binatang ini, atau tidak senang kepada beberapa jenis binatang tertentu, sebagian ornag
berpikir tidak akan memelihara ataupun membutuhkan anjing sama sekali. Karenanya,
mereka tidak memiliki rasa simpati sedikitpun kepada anjing.
Dengan demikian, hadits di atas menujukkan bahwa Nabi SAW tidak senang akan
musnahnya berbagai ummat, dan lenyapnya spesies makhluk tertentu sehingga mereka
9 Abu Daud, op.cit,
11

punah dan tidak tersisa sedikitpun. Apapun makhluk Allah pastilah memiliki hikmah
tesendiri dan bentuk kemaslahatan tertentu. Karenanya, tidak ada alas an untuk membunuh
semua jenis anjing.

PENUTUP
Permasalahan lingkungan hidup merupakan permasalahan yang senantiasa
menjadi perhatian manusia, termasuk pada masa Rasululah SAW. Karenanya, menjadi
suatu hal yang wajar bila haidts-hadits Nabi SAW juga memiliki muatan-muatan konsepsi
tentang upayapemeliharan dan pelestarian lingkungan hidup..
Namaun, berbeda dengan pendekatan Barat dan sekuler yang banyak terdapat pada
konspesi Barat, perspektif Hadits tentang lingkungan tidak terlepas dari moral keagamaan.
Karenanya permasalahan lingkungan tidak semata-mata hanya dipandang sebagai
permasalahan dunia an sich.

12

DAFTAR BACAAN
Abdillah, Mujiyono.

Agama Ramah Lingkungan : Perspektif Al Qur’an.

Penerbit

Paramadina. Jakarta. 2001
Abu Daud, Al-Imam Al-Hafizh Abu Sulaiman Al-Asy’ats Al-Sijistani. Sunan Abu Dāwud.
tahqiq: Muhammad Abdul Aziz Al-Khalidi. Dar al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.. Beirut.
1996.
Al-Nasā`iy. Sunan Al-Nasā`iy bi Syarh Al-Hāfizh Jalāluddin Al-Suyuthi wa Hāsyiyah AlImām Al-Sindiy. Dar al-Fikr. Beirut. 1995
Al-Baqiy, Muhammad Fuad.

Mu'jam Mufahras li Alfāzh Al-Qur'ān Al-Karim, Dar Al-

Fikr, Beirut, 1987
Al Bayan. Hadits Riwayat Bukhori & Muslim. Program Qur’an-Hadits versi 6.5. CD
Room. Sakhr. Riyadh. 1996
Al-Qardlawi, Yusuf.

Al-Muntaqa min Kitāb al-Targhib wa al –Tarhib li al-Mundziriy.

(Seleksi Hadits-hadits Shahih tentang Targhib dan Tarhib). terj. Aunur Rafiq
Shaleh Tamhid. Cetakan Pertama. Robbani Press. Jakarta. 1996.
Al-Qardlawi, Yusuf.

Al-Sunnah Mashdaran li al-Ma’rifah wa al-Hadlārah (Fiqih

Peradaban : Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan). terj. Faizah Firdaus.
Cetakan. Ke 1. Dunia Ilmu. Surabaya. 1997.
Al-Zabidiy, Al-Imam Zainuddin Ahmad Ibn Abdul Lathif. Al-Tajrid Al-Shahih li Ahāditsi
Al-Jāmi’ Al-Shahih (Ringkasan Shahih AL Bukhari). Terj. Cecep Syamsul Hari &
Tholib Anis. Cetakan. Ke 3. Mizan. Bandung. 1999.
Ewusie, J. Yanney.

Elements of Tropical Ecology (Pengantar Ekologi Tropika). Terj.

Usman Tanuwidjaja.

Penerbit ITB. Bandung. 1990

Maktabah Alfiyah Hadits Syarif. CD Room Kutubuttis’ah. Sakhr. Riyadl.
Muslim, Al-Imam Abu Al-Husain Ibn Al-Hajajj Al-Qusyairy Al-Naisyaburiy. Shahih
Muslim: Syarah Al-Nawāwiy. Tahqiq: Muhmammad Fuad Abdul Baqi. Maktabah
Dahlan. Bandung. Tt
Muslim, Al-Imam Abu Al-Husain Ibn Al-Hajajj Al-Qusyairy Al-Naisyaburiy. Shahih
Muslim bi Syarah Al-Nawāwiy. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Beirut. 1995
Odum, Eugene P. Fundamentals of Ecology (Dasar-dasar Ekologi). Terj. Samingan
Tjahjono. Edisi ketiga. Gadjah Mada Universiy Press. Yogyakarta. 1998

13

Soerjani, Mohamad. Ajaran Agama Islam dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, makalah
Seminar, 1984

14