URGENSI METODOLOGI STUDI ISLAM INTERDISI (2)

URGENSI METODOLOGI STUDI ISLAM INTERDISIPLENER DI ERA
MILLENIAL
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Study Islam
Dosen pengampu:Prof. Zackiyuddin Baidhawi, M.Ag

Disusun Oleh

:

AMALIA HIDAYATUS SIBYANI
120 101 70015

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PASCA SARJANA)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017

A. PENDAHULUAN
Keberadaan Islam bukanhanyasebagai agama monodimensi. Islam bukan
hanya agama yang didasarkan pada intuisi mistis manusia dan terbatas hanya pada
hubungan antara manusia dengan Tuhan. Ini hanyalah satu dari sekian banyak dimensi

agama Islam. Untuk mempelajari aspek multidimensional dari Islam, metode filosofis
niscaya dipergunakan untuk menemukan sisi-sisi terdalam dari hubungan manusia
dengan Tuhan dengan segenap pemikiran metafisikanya yang umum dan
bebas(Thahir: 2004).

Dimensi lain dari agama Islam adalah masalah kehidupan

manusia di bumi ini. Untuk mempelajari dimensi ini harus dipergunakan metodemetode yang selama ini dipergunakan dalam “ilmu manusia” (Ali: 1991: 47). Thahir
(2004) dalam pengantarnya menjelaskan bahwa agama dengan cara pandang seperti
ini, tidak lagi berwajah tunggal(Single Face) melainkan memiliki banyak wajah
(Multiface).
Keragaman dimensi Islam mengindikasikan bahwa memahami Islam tidak
cukup dengan satu pendekatan atau keilmuan tertentu saja, akan tetapi membutuhkan
banyak pendekatan yang didasarkan pada berbagai disiplin ilmu. Dengan kata lain,
perlu pengkajian secara interdisipliner yang berparadigma dengan menggunakan
berbagai perspektif, tidak hanya secara normatif-teologis. Dalam hal ini pendekatanpendekatan keilmuan yang telah dibahas sebelumnya seperti Historis, Sosial
Sosiologi, Antropologi, Fenomenologi, ,dan seterusnya sangat diperlukan. Namun,
tidak bisa dipungkiri bahwa dalam masyarakat luas masih kuat beranggapan bahwa
“agama” dan “ilmu” adalah dua Entitas yang tidak bisa dipertemukan. Keduanya
mempunyai wilayah sendiri-sendiri, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari

segiobjek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang
dimainkan oleh ilmuwan maupun status teorimasing-masing bahkan sampai

keinstitusi penyelenggaranya. Dengan lain ungkapan, ilmu tidak memperdulikan
agama dan agama tidak memperdulikan ilmu. Begitulah sebuah gambaran praktik
kependidikan dana ktivitas keilmuan di tanah air sekarang ini dengan berbagai
dampak negatif yang ditimbulkan dan dirasakan oleh masyarakat luas. Oleh
karenanya,

anggapan

yang

tidak

tepat

tersebut

perlu


dikoreksi

dan

diluruskan(Abdullah: 2010: 92-94).
Kajian agama termasuk Islam, seperti disebutkan di atas dilakukan oleh
sarjana Barat dengan menggunakan berbagai macam ilmu, sehingga muncul sejarah
agama, psikologi agama, sosiologi agama, antropologi agama, dan lain-lain. Dalam
perjalanan dan pengembangannya, sarjana Barat bukan hanya menjadikan masyarakat
Barat sebagai lapangan penelitiannya, namun juga masyarakat di Negara-negara
berkembang, yang kemudian memunculkan Orientalisme. Sementara itu, agama atau
keagamaan sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji
melalui berbagai sudut pandang Islam khususnya, sebagai agama yang telah
berkembang selama empat belasabad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu
diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan maupun realitas sosial,
politik, ekonomi dan budaya.
Demikianlah, maka pembahasan dalam makalah ini ingin menegaskan
perlunya pengembangan Studi Islam dalam segala aspek kehidupan, dikaji secara
interdisipliner dengan teoretis, praktis-metodis ingin menggambarkan betapa kajian

tentang Islam membuka kemungkinan-kemungkinan baru bagi aplikasi metodologi
dari disiplin keilmuanlain, utamanya pendekatan secara humanities dan social
sciences.

B. PENGERTIAN METODOLOGI STUDY ISLAM

Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta
(sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkahlangkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.
Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut
pengajaran atau penelitian (Mudzhar: 2007: 11).
Menurut istilah“metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni metodhos dan
logos, methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang berkaitan dengan upaya
menyelsaikan sesuatu, sementara logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala dan
wawasan. Dengan demikian metodologi adalah metode atau cara-cara yang berlaku
dalam kajian atau penelitian (Rozak: 2008: 68)
Ketika metodologi digabungkan dengan Study Islam, maka artinyapun juga
akan berbeda. Studi Islam atau Islamic Studies merupakan sebuah kajian mengenai
ajaran-ajaran Islam. Suleiman dan Shihadeh dalam Bidhawy (2011: 2) menawarkan dua
pendekatan mendasar mengenai definisi studi islam, yaitu definisi sempit dan definisi
yang lebih luas. Definisi pertama melihat studi islam sebagai disiplin dengan metodologi,

materi, dan teks-teks kuncinya sendiri. Lebih lanjut penulis menjelaskan bahwa studi ini
berkaitan dengan teks-teks keagamaan klasik dan ilmu-ilmu keagamaan klasik dengan
catatan memperluas ruang lingkupnya berarti akan mengurangi kualitas kajiaanya.
Istilah pendidikan dalam perspektif Islam dapat diderivasi dari dua istilah sentral
yang secara tekstual dan historis telah dipakai sampai sekarang, yaitu tarbiyah dan
ta'dib. Kedua istilah ini mempunyai perbedaan-perbedaan yang cukup mendasar
(Sembodo Ardi Widodo:2003:170). Abdurrahman al-Nahlawi, menurutnya bahwa
pendidikan Islam merupakan suatu proses penataan individual dan sosial yang dapat
menjadikan seseorang tunduk dan taat sekaligus menerapkan Islam secara sempurna
dalam kehidupan individu dan masyarakat. Berdasarkan pengertian ini, pendidikan Islam
bertugas membimbing manusia agar dapat menjalankan amanat yang diembannya.
Amanat itu bersifat individual dan sosial (Abdullah Idi dan Toto :2006:47.)

Pendekatan kedua, mendefinisikan Islamic Studies berdasarkan pernyataan
bahwa Islam perlu dikaji dalam konteks evolusi Islam modern yang penuh teka-teki.
Selain itu, adanya kebutuhan untuk memahami tentang teks-teks dan cara orang-orang
mengalami serta menjalani kehidupan mereka (Baidhawy : 2011: 3). Membatasi bidang
kajiannya akan menimbulkan kesan yang salah tentang seperangkat praktik keagamaan
Islam, sehingga menutupi ralitas yang lebih kompleks.
C. PENDEKATAN DAN METODE LAIN DALAM STUDI AGAMA

Sebagai objek kajian keilmuan atau objek penelitian ilmiah, agama dapat difahami
dan didekati dengan berbagai macam pendekatan (approach). Di samping pendekatan
filosofis, arkeologis, antropologis, sosiologis, psikologis, fenomenologis, menurut
Chumaidy (1971:71).
a. Pendekatan Historis (Sejarah
Metode
perkembangan.
mempergunakan

sejarah

menitikberatkan

pada

Menurut Soerjono Soekanto
analisa

atas


kronologi

pertumbuhan

dan

(1969:30), pendekatan historis

peristiwa-peristiwa

dalam

masa

silam

untuk

merumuskan prinsip-prinsip umum. Metode ini dapat dipakai misalnya, dalam
mempelajari masyarakat Islam dalam hal pengamalan, yang disebut dengan

”masyarakat

Muslim”

atau

”kebudayaan

Muslim”.

Metode

ini

sebaiknya

dikombinasikan dengan metode komparative (perbandingan). Contohnya ialah seperti
yang digunakan oleh Geertz yang membandingkan bagaimana Islam berkembang di
Indonesia (Jawa) dan di Maroko.
b. Pendekatan Antropologis

Antropologi adalah ilmu tentang manusia dan kebudayaan. Ada dua macam
Antropologi, yakni Antropologi Fisik dan Antropologi Budaya. Antropologi budaya
ialah antropologi yang mempelajari kebudayaan atau Antropologi yang ruang

lingkupnya adalah kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan, kebudayaan adalah
”keseluruhan pengetahuan manusia yang diperoleh sebagai mahkluk sosial yang
digunakan untuk memahami dan menginterpretasi pengalaman dan lingkungan, dan
mendasari serta mendorong tingkah lakunya.” Koentjaraningrat, mengemukakan
bahwa kebudayaan mencakup tiga aspek, yaitu: pemikiran, kelakuan dan hasil
kelakuan.
c. Pendekatan Sosiologi
Pendekatan Sosiologi merupakan sebuah pendekatan dalam memahami Islam
dari kerangka ilmu sosial, atau yang berkaitan dengan aspek hubungan sosial manusia
antara yang satu dengan yang lain, atau antara kelompok yang satu dengan yang lain;
d. Pendekatan sosial
Dimensi sosial (muamalah) dalam pandangan Islam ternyata lebih banyak
dibandingkan dengan dimensi ritual (ibadah). Hal ini mendorong kajian ajaran Islam
dengan pendekatan sosial.
e. Pendekatan Holistik
Pendekatan Holistik merupakan gambaran dari beberapa metode yang

dimaksudkan

untuk

melihat

semua

aspek

yang

terdapat

dalam

suatu

pemikiran,sehingga pemahaman menjadi integral dan universal, serta komprehensi


D. URGENSI STUDI ISLAM
Dalam satu hadist rasulallah SAW bersabda:
Sesungguhnya bani israil (kaum yahudi dan nasraani) telah berpecah belah menjadi
72 aliran, dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 aliran, mereka semua akan
masuk neraka kecuali satu aliran saja. Para sahabat bertanya “siapakah mereka itu

wahai rasulallah?” beliau menjawab, “siapa yang mengikuti jejakku dan para
sahabatku.” (HR. tirmidzi al-hakim dan al-Aajumi, diharuskan oleh al-albani)
Dari hadist diatas kita tahu bahwa sejak jauh-jauh hari rasulallah telah
menginformasikan (mensinyalir) tentang adanya perpecahan umat, hadis diatas bukanlah
isapan jempol belaka di Indonesia saja, telah muncul beberapa aliran agama baru yang
muncul dari satu agama, terutama islam sejak puluhan tahun yang lalu pada umumnya,
pelopor sekaligus pemimpinnya mengaku sebagai orang pilihan yang diutus oleh tuhan
sebagai juru selamat atau penyempurna suatu agama bagi umat manusia.
Mereka aliran-aliran baru tersebut mengindikasikan adanya kebutuhan besar
terhadap agama yang benar-benar bias memenuhi kebutuhan rohaniah perubahan
masyarakat akibat modernism, globalisme dan terhadap era post industry yang
menyebabkan krisis kemanusiaan serta kurangnya pengetahuan tentang agamalah yang
menjadi

pangkal-pangkal

utama

munculnya

berbagai

macam

aliran

tersebut.penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak akan terjadi jika manusia
khususnya umat islam memahami dan menguasai metodelogi study Agama, yang dalam
hal ini adalah metodelogi study islam.
Studi terhadap misi ajaran Islam secara komprehensif dan mendalam adalah
sangat diperlukan karena beberapa sebab sebagai berikut :
a. Untuk menimbulkan kecintaan manusia terhadap ajaran Islam yang didasarkan
kepada alasan yang sifatnya bulan hanya normatif , yakni karena diperintah
oleh Allah, dan bukan pula karena emosional semata-mata karena didukung
olehargumentasi yang bersifat rasional, kultural dan aktual. Yitu argumen yang
masuk akal, dapat dihayati dan dirasakan oleh umat manusia.
b. Untuk membuktikan kepada umat manusia bahwa Islam baik secara

normatif maupun secara kultural dan rasional adalah ajaran yang dapat
membawa manusia kepada kehidupan yang lebih baik, tanpa harus
mengganggu keyakinan agama Islam.
c. Untuk menghilangkan citra negatif dan sebagian Masyarakat terhadap ajaran
Islam (Abdullah: 2002: 76).
Dalam studi Islam dengan pendekatan ilmiah-empiris terhadap fenomena
agama yang muncul akan membangun keilmuan Islam pemilahan tersebut akan lebih
menjernihkan fenomena agama secara jelas dalam lingkaran Apllied scences yang
berhubungan dengan persoalan yang berhubungan dengan persoalan agama yang
bersifat Tabbudy eksklusif dan lingkaran pure sciences yang berhubungan dengan
persoalan agama yang bersifat tazquly (Abdullah, 2000 : 17). Perkembangan studi
agama yang nampak terutama pada model pendekatan diatas memberi peluang pesat
munculnya cabang keilmuan keagamaan seperti, sejarah agama, psikologi agama,
antropologi agama, dan lain-lain (Abuddin: 2005: 95).
Jika dilihat dari segi normatif islam lebih merupakan agama yang dapat
berlakukan kepada paradigma ilmu pengetahuan yaitu paradigma analisis, kritis, jika
dilihat dari segi historis islam dapat dikatakan sebagai disiplin ilmu, karena ia
dipraktikan oleh manusia dan tumbuh serta berkembang dalam kehidupan manusia,
sehingga ia bisa disebut sebagai ilmu keislaman atau islamic studies.
Pengertian studi islam di atas berbeda dengan pengertian sains islam. Sains
islam mencakup beberapa atau berbagai pengetahuan modern yang dibangun atas
arahan nilai-nilai islami. Sementara studi islam adalah pengetahuana yang dirumuskan
dari ajaran islam yang dipraktikan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedang
pengetahuan agama adalah pengetahuan yang sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran
tentang akidah ibadah, membaca Al Qur’an dan akhlak.

Kini jelaslah bahwa yang dimaksud dengan metodologi studi islam adalah
sebuah kajian yang sistematis menggunakan pendekatan empiris tentang islam
sebagai ajaran agama dan islam yang berwujud kebudayaan dalam kehidupan umat
islam dengan tujuan untuk dapat lebih memahami islam secara rasional dan dapat
dipraktikan dalam kehidupan umat secara nyata.
E. PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK ERA MILLENIAL
Generasi millenial adalah generasi yang lahir antara tahun 1977- 1994. Fase
penting yang terjadi saat generasi millenial tumbuh adalah perkembangan teknologi
yang memasuki kehidupan sehari-hari. Shiffman & Kanuk (2007:245). Sedangkan ciri
dari generasi ini adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih baik dari
generasi sebelumnya. Terdapat keberagaman dari segi etnik yang lebih baik dari
generasi sebelumnya. Generasi millennial sering dinamai echo-boomers atau
millennium generation. Nama echo boomers hadir karena mereka yang termasuk
dalam generasi ini adalah generasi yang lahir pada masa perang dunia II.Sedangkan
dinamai millennium generation karena mereka merasakan perkembangan teknologi
dan pergantian tahun millennium.
Karakteristik yang terbentuk pada generas millenial adalah kecanduan
internet, percaya diri dan harga diri tinggi dan lebih terbuka dan bertoleransi terhadap
perubahan. Kilber, et al(2014). Penelitian dari Huybers (2011) memperlihatkan gaji,
pemberian pengakuan untuk individu, jadwal kerja yang fleksibel, career
advancement sebagai faktor yang penting bagi generasi millenial. Kepuasan kerja
generasi millennial ditentukan oleh faktor intrinsik seperti kesempatan untuk
kepemilikan organisasi, pemberian pelatihan, persepsi atas dukungan supervisor,

pekerjaan yang bervariasi dan bermakna, dan keseimbangan antara kehidupan –
pekerjaan. Solnet dan Hood (2008).
F. URGENSI METODOLOGI STUDY ISLAM INTERDISIPLINER DI ERA
MILLENIAL
Untuk itu, metodologi mempunyai peranan yang cukup signifikan dan menjadi
salah satu faktor dalam kemajuan dan kemunduran ilmu pengetahuan. Sebab,
metodologi dan pendekatan sebagai cara melihat sesuatu yang menyebabkan stagnasi
atau gerak laju suatu kemajuan, bukan karena banyak tidaknya orang-orang yang
jenius. Metode berfikir yang benar adalah prasyarat utama dalam menemukan
kebenaran dan objektivitas ilmu pengetahuan. Karenanya, metode yang tepat adalah
masalah pertama yang harus dibangun dalam berbagai ilmu pengetahuan, termasuk
dalam kajian (studi) keislaman. Adalah suatu kewajiban bagi para sarjana Islam untuk
berusaha memahami dan mengetahui Islam secara tepat dan metodologis.
Mukti Ali mengingatkan bahwa metodologi adalah masalah yang sangat
penting dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan. Metode kognitif yang benar
untuk mencari kebenaran adalah lebih penting daripada filsafat dan sains.
Interdisipliner (interdisciplinary) adalah interaksi intensif antarsatu atau lebih disiplin,
baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak, melalui program program
penelitian, dengan tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis.
Pendekatan interdisipliner (interdisciplinary approach) ialah pendekatan dalam
pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang
ilmu serumpun yang relevan secara terpadu. Yang dimaksud dengan ilmu serumpun
ialah ilmu-ilmu yang berada dalam rumpun ilmu tertentu, yaitu rumpun Ilmu-Ilmu
Kealaman (IIK), rumpun Ilmu Ilmu Sosial (IIS), atau rumpun Ilmu Ilmu Budaya (IIB)

sebagai alternatif. Ilmu yang relevan maksudnya ilmu ilmu yang cocok digunakan
dalam pemecahan suatu masalah. Adapun istilah terpadu, yang dimaksud yaitu ilmu
ilmu yang digunakan dalam pemecahan suatu masalah melalui pendekatan ini terjalin
satu sama lain secara tersirat (implicit) merupakan suatu kebulatan atau kesatuan
pembahasan atau uraian termasuk dalam setiap sub-sub uraiannya kalau pembahasan
atau uraian itu terdiri atas sub-sub uraian. Ciri pokok atau kata kunci dari pendekatan
indisipliner ini adalah inter (terpadu antarilmu dalam rumpun ilmu yang sama) atau
terpadunya itu.
Baidhawy (2011: 15-16) menunjukan kekeliruan-kekeliruan metodologis umat
Islam sebagai berikut:
a. Kesalahan pemahaman realitas dan bagaimana berhubungan dengannya disebabkan
mangabaikan sepenuhnya apa yang nyata dan apa yang merupakan ideal-ideal nyata
tanpa menerapkan apa yang nyata kepada yang ideal dalam kehidupan sehari-sehari.
b. Kesalahan memahami hubungan antara sebab dengan akibat, khususnya tentang
doktrin yang tergantung kepada Tuhan kemudian dimaknai dengan pengahapusan
peran sebab dalam penciptaanya dan akibatnya.
c. Kekeliruan dalam memahami pandangan komprehensif Islam tentang alam.
Oleh karenanya, pendekatan interdisiliner menjadi sangat penting dalam rangka
memecahkan kebuntuan-kebuntuan umat saat ini. Pendekatan Interdisipliner adalah
kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (Perspektif).
Lebih lanjut penulis menjelaskan studi interdisipliner menghasilkan ahli hukum, ahli
ekonomi, ahli fisika, ahli teknik yang memiliki wawasan dasar Islam; termasuk juga
mampu menampilkan konsep-konsep yang berwawasan Islami (Muhadjir 1994: 182).
Dengan kata lain, interdisipliner merupakan kajian yang menggabungkan beberapa
bidang keilmuan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) tidak mungkin bisa
ditepis lagi. Paradigma interdisipliner menawarkan pandangan dunia manusia beragama

dan ilmuan yang baru yang lebih terbuka mampu membuka dialog dan kerjasama,
transparan, dapat dipertanggungjawabkan kepada public dan berpandangan ke depan.
Hubungannya dengan berbagai disiplin keilmuan menjadi semakin terbuka dan cair,
meskipun blok-blok dan batas-batas wilayah antara budaya pendukung keilmuan yang
bersumber pada teks-teks dan budaya pendukung keilmuan factual-historis-empiris,
yakni ilmu-ilmu sosial dan kealaman serta budaya pendukung keilmuan etis filosofis
masih tetap ada. Hanya saja, cara berfikir dan sikap ilmuan yang membidangi dan
menekuni ilmu-ilmu ini yang perlu berubah. Tegur dan saling menyapa antara ketiganya
dalam birokrasi pendidik, baik dalam level prodi, jurusan maupun fakultas, dan terlebih
lagi dalam diri para ilmuan, dosen, akademisi atau researchers, yang termanifestasikan
dalam keanekaragaman perspektif yang digunakan untuk mengkaji dan menganalisa
persoalan, program penelitian, tatap muka perkuliahan, pengembangan kurikulum serta
evaluasi pembelajarannya menjadi sibghah dan core values yang harus dipegang teguh
dan dikembangkan terus-menerus oleh para pelaku transformasi (M.Amin Abdullah,
2010).
Selain itu, menanggapi karakteristik generasi saat ini, yang cenderung lebih suka
menggunakan smartphone. Hal ini tentunya menimbulkan beberapa dampak, baik negatif
ataupun positif. Negatifnya adalah berkurangnya kepekaan sosial atau dalam istilahnya
adalah anti sosial. Sebab mereka sibuk dengan smartphon yang mereka miliki. Positifnya
adalah mereka lebih mudah mendapatkan informasi dari berbagai bidang. Maka dari itu,
hendaknya sebagai umat Islam harus lebih bijak dalam penggunaan teknologi. Lebih
lanjut penulis menjelaskan penggunaan teknologi haruslah didasarkan pada prinsip
efektivitas dan efisiensi. Selain itu, dalam hal pengkajian teks-teks keagamaan,
hendaknya umat Islam tidak menutup diri dari bidang keilmuan yang lain. hal ini
dimaksudkan dalam rangka untuk mendapat produk hukum yang sesuai dengan tuntutan
zaman saat ini.

Daftar Pustaka
Abdul Rozak. 2008.Metodologi Studi Islam, Bandung : Pustaka Setia
Abdullah ,Muhammad Amin. 2010.Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan
Integratif-Interkonektif,Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Abdullah, Muhammad Amin. 2000. Rekonstruksi Metodologi Studi Agama dalam
Masyarakat Multikultural dan Multireligius, dalam M. Amin Abdullah, dkk. (Ed.),
Antologi Studi Islam Teori dan Metodologi. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press
A. Mukti Ali, “Metodologi Ilmu Agama Islam”, dalam Metodologi Penelitian Agama: Suatu
Pengantar,
Ali ,Mukti. 1991. Metodologi Ilmu Agama Islam,dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim
(Ed.).Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Adi, Ida Rochani.1998. “Pendekatan Interdisipliner dalam Studi Amerika,”
Baidhawy, Zakiyuddin. 2011.Islamic Studies : Pendekatan dan Metode. Yogyakarta: Insan
Madani.
Farizna,

Aldilla.

2017.

Zaman

Generasi

Millenial

(Online),

(https://www.kompasiana.com/121199/59f9bccd5169955a6c2aba62/zamangenerasi-milenial, diakses 25 Desember 2017)
Humaniora, No.7, Januari – Maret 1998, hal. 82-85.
Kasiyan. 2003.“Keilmuan Seni Rupa dan Sastra dalam Perspektif
Interdisipliner,”MakalahSeminar ‘Forum Sastra Banding’ yang diselenggarakan oleh
Unit Pengkajian dan Pengembangan Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta, 28-29
Agustus 2003.
Milner, Max. 1992. Freud danInterpretasi Sastra. (Terjemahan Apsanti Ds.,dkk). Jakarta:
Intermassa.
Mudzahar , Atho. 2007. Pendekatan Studi Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Muhadjir, Noer, 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Bayu Indra Grafika.
Nata, Abuddin. 2005. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Winastiti,

Agnes.

2016.

Genereasi

Millenial

dan

Karakteristiknya

(Online),

(https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20160823145217-445-153268/generasimillenial-dan-karakteristiknya, diakses 25 Desember 2017)
Thahir, LukmanS.StudiIslam Interdisipliner, (Yogyakarta: Qirtas, 2004)