Peran Penegak Hukum dalam Undang Undang

Peran Penegak Hukum
dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
Oleh :
Mia Kusuma Fitriana, S.H.,M.Hum.

ABSTRAK
Sistem Peradilan Pidana Anak yang disahkan dengan UU No. 11 tahun 2012 memuat
perkembangan sistem perlindungan bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Dengan adanya
konsep Restorative Justice dan Diversi dalam penyelesaian kasus pidana yang melibatkan
Anak sebagai pelaku pidana. Kedua konsep ini merupakan perkembangan yang substansial
dalam pemenuhan hak anak terutama penghindaran perampasan kemerdekaan anak. Dalam
proses penegakkan hukum UUSPPA peranan penegak hukum sangat penting. UUSPPA
memberikan mandat bagi para penegak hukum baik itu dari penyidik, penuntut umum, hakim
hingga Balai Pemasyarakatan untuk melaksanakan undang-undang ini sesuai dengan isinya,
bahkan terdapat sanksi pidana bagi para penegak hukum apabila tidak menjalankan tugasnya
sesuai dengan UUSPPA.
I.

Latar Belakang
Kurang lebih 4.000 anak Indonesia diajukan ke pengadilan setiap tahunnya atas
kejahatan ringan, seperti pencurian. Pada umumnya mereka tidak mendapatkan dukungan,

baik dari pengacara maupun dinas sosial. Banyak anak yang bermasalah dengan hukum
melakukan kejahatan ringan kemudian dipenjara. Seperti hebohnya dunia hukum anak di
Indonesia pada kasus pencurian voucher pulsa Rp. 10.000 yang dilakukan oleh anak lakilaki kelas 1 SMP menjalani proses hukum dan dituntut Pasal 362 KUHP dan diancam
penjara selama 7 tahun.1 Begitu pula dengan kasus pencurian sandal jepit yang dilakukan
oleh seorang anak yang berinisial AL di Palu kemudian diproses secara hukum formal dan
dihadapkan di meja hijau.2
Bagaimanapun tindak pidana yang di lakukan oleh anak-anak, sesuai dengan Konvensi
Hak Anak dinyatakan bahwa tak seorang anak pun boleh menjalani siksaan atau kekerasan
lain, perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau menurunkan martabat.3 Secara
khusus, setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisahkan. Dan orang-orang
dewasa kecuali bila dianggap bahwa tidak melakukan hal ini merupakan kepentingan
terbaik dari anak yang bersangkutan, dan ia berhak mengadakan hubungan dengan
keluarganya melalui surat menyurat atau kunjungan-kunjungan, kecuali dalam keadaankeadaan khusus.4

1 http://wachjoe.wordpress.com/2013/04/17/analisis-uu-no-11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilan-pidana-anak-2/,
access tanggal 7 October 2013.
2 Ibid
3 Konvensi Hak-Hak Anak Internasional Pasal 37
4 Ibid


1

Dalam perkembangannya untuk melindungi anak, terutama perlindungan khusus yaitu
perlindungan hukum dalam sistem peradilan, telah terdapat 2 (dua) undang-undang yang
mengatur khusus tentang peradilan anak. Yang pertama adalah Undang-undang No. 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang berganti menjadi Undang-undang No. 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Walaupun Undang-undang ini baru akan
berlaku 2 tahun sejak di resmikan pada tanggal 30 Juli 2012, yang artinya baru akan efektif
berlaku mulai 30 Juli 2014.
Terdapat beberapa perubahan dan perkembangan, khususnya dalam Undang-undang
No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang baru disahkan oleh
Presiden bersama DPR pada 30 Juli 2012 lalu dibanding dengan Undang-undang No. 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Tujuannya adalah untuk semakin efektifnya
perlindungan anak dalam sistem peradilan demi terwujudnya Sistem Peradilan Pidana yang
Terpadu (“integrated criminal justice system”).
Pasal 28B ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa anak mempunyai hakhak seperti halnya manusia ataupun orang dewasa pada umumnya, yaitu hak atas
kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh, hak untuk berkembang, serta hak atas pelindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam rangka melaksanakan Pasal 28B ayat (2) UndangUndang Dasar 1945, Pemerintah Republik Indonesia telah megesahkan diantaranya :
Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang No. 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, dan yang terakhir Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.
Negara Indonesia yang juga menjadi pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak
(Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip perlindungan hukum
terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap
anak yang berhadapan dengan hukum.
Hal ini dikuatkan dalam Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu
Undang-undang Dasar 1945 setelah amandemen tegas menyatakan dalam Pasal 28B ayat
(2)
yang
berbunyi
:
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
UUSPPA memang mempunyai perkembangan yang dirasa lebih fair and just bagi anak
yang berkonflik dengan hukum. Terutama dengan adanya Restorative Justice dan Diversi
dalam UU no. 11 tahun 2012. Dalam UUSPPA pidana pokok lebih kepada bentuk diversi,
yang dirasa lebih tepat bagi pelaku pidana anak alih-alih pidana penjara yang secara mental
psikologis menakuti anak.
Pelaksanaan Diversi dilatarbelakangi keinginan menghindari efek negatif terhadap jiwa

dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan pidana. 5 Selanjutnya
perkembangan perlindungan terhadap hak anak dalam sistem peradilan dengan adanya
konsep Restorative Justice, yaitu suatu penyelesaian konflik yang terjadi dengan
melibatkan para pihak yang bekepentingan dengan tindak pidana yang terjadi (korban,
pelaku, keluarga korban, keluarga pelaku, masyarakat, dan penengah/moderator).6
5 Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana, Medan, Februari 2010, Dr. Marlina, SH.,
M.Hum
6 Ibid

2

Dengan demikian penerapan, pelaksanaan dan penegakkan hukum atas UU no 11 tahun
2012 akan sangat menentukan terlaksananya perlindungan bagi anak yang berkonflik
dengan hukum. Tentu saja keterlibatan para penegak hukum akan sangat signifikan dalam
aplikasi UUSPPA.
Oleh karena itu akan dianalisis dan dikaji secara lanjut dalam tulisan ini mengenai
perubahan dan perkembangan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak khususnya
mengenai Peranan Penegak Hukum dalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Baik peranan dari Kepolisian, Kejaksaan, Hakim hingga Balai Pemasyarakatan dalam
penegakkan UUSPPA akan dikaji mendalam pada tulisan ini, sehingga akan terdapat

pemahaman yang lebih baik mengenai peranan penegak hukum dalam UUSPPA.
II.

Permasalahan
Sebuah upaya yang patut diapresiasi oleh kita bahwa Pemerintah telah mengadakan
reformasi hukum di bidang pembaruan undang-undang atau substansi hukum (legal
substance reform). Terutama mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice
System). Sebagaimana komitmen dari Pemerintah Indonesia terhadap amanat Konstitusi
dan komitmen sebagai negara anggota Konvensi Hak-hak Anak terdapat perubahan dan
pengembangan dalam pengaturan Undang-undang.
Dalam penulisan ini masalah akan lebih dalam mengkaji UU no. 11 tahun 2012
yang mengalami perubahan dan pengembangan terutama mengenai peranan penegak
hukum dalam UUSPPA. Penulisan ini mengangkat permasalahan mengenai beberapa hal
sebagai berikut,
1. Bagaimana peranan Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam UUSPPA ?
2. Bagaimana dengan peranan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) dalam UUSPPA ?

III. Pembahasan
Konsep Keadilan Restoratif dan Diversi yang diusung oleh semangat UUSPPA berdampak
pada lebih signifikannya peranan penegak hukum, masyarakat, keluarga pelaku pidana hingga

keluarga korban. Semua pihak dilibatkan dalam proses Diversi sebagai perwujudan dari
Keadilan Restoratif. Konsep Restorative Justice inilah yang memberikan ruang bagi

penyelesaian kasus pidana dengan pelaku anak untuk suatu menyelesaikan konflik yang
terjadi dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan dengan tindak pidana yang
terjadi (korban, pelaku, keluarga korban, keluarga pelaku, masyarakat, dan
penengah/moderator).
Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara
Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap
pembimbingan setelah menjalani pidana. Dalam sistem ini melibatkan peranan aparat
penegak hukum mulai dari peranan kepolisian, kejaksaan, dan hakim dalam proses
penyelidikan-persidangan hingga putusan. Sedangkan keterlibatan BAPAS lebih intens pada
proses pembimbingan dalam menjalankan pidana sampai dengan setelah menjalani pidana.
Dalam UUSPPA disebutkan bahwa dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan peradilan
adalah melibatkan penegak hukum khusus untuk kasus dengan pelaku pidana anak, diantaranya
Penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak, hakim banding anak hingga hakim kasasi
anak7.

7 UU no. 11 tahun 2012 Pasal 1 ayat 8,9,10, dan 11


3

Setelah adanya putusan maka akan ada keterlibatan beberapa lembaga diantaranya adalah
Lembaga Pembinaan Khusus Anak, yang selanjutnya disingkat LPKA. Lembaga ini adalah
tempat anak menjalani masa pidananya. 8 Adapula Lembaga Penempatan Anak Sementara

yang selanjutnya disingkat LPAS adalah tempat sementara bagi Anak selama proses
peradilan berlangsung. 9 Selanjutnya Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
yang disingkat LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.10 Sedangkan Balai Pemasyarakatan
yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang
melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan,
pengawasan, dan pendampingan. 11
Sistem peradilan anak dilaksanakan berdasarkan asas pelindungan; keadilan;
nondiskriminasi; kepentingan terbaik bagi Anak; penghargaan terhadap pendapat Anak;
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; pembinaan dan pembimbingan Anak;
proporsional; perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan
penghindaran pembalasan.12
Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan
Restoratif yang meliputi 13:

a. penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam UndangUndang ini;
b. persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan
umum; dan;
c. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses
pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan
negeri wajib diupayakan Diversi. Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah
dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya,
Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan
Keadilan Restoratif.14 Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi
harus mempertimbangkan: kategori tindak pidana, umur anak, hasil penelitian
kemasyarakatan dari BAPAS dan adanya dukungan lingkungan keluarga dan
masyarakat.
Hasil kesepakatan Diversi tersebut dapat berbentuk, antara lain: perdamaian dengan
atau tanpa ganti kerugian; penyerahan kembali kepada orang tua/Wali; keikutsertaan .
dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3
(tiga) bulan; atau pelayanan masyarakat.15
Terhadap hasil dari Diversi harus disampaikan ke Pengadilan Negeri untuk proses
Penetapan yang disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik,

Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.
8 Ibid Pasal 1 ayat 20
9 Ibid Pasal 1 ayat 21
10 Ibid Pasal 1 ayat 22
11 Ibid Pasal 1 ayat 24
12 Ibid Pasal 2
13 Ibid Pasal 5
14 Ibid Pasal 8
15 Ibid Pasal 11

4

Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penyidik
menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan
penetapan penghentian penuntutan.16
Akan tetapi apabila proses Diversi tidak mendapatkan hasil atau kesepakatan
diversi tidak dilaksanakan oleh para pihak maka proses peradilan akan dilanjutkan atau
diteruskan.
Dalam penanganan kasus anak, bentuk restorative justice yang dikenal adalah
reparative board/ youth panel yaitu suatu penyelesaian perkara tindak pidana yang

dilakukan oleh anak dengan melibatkan pelaku, korban, masyarakat, mediator, aparat
penegak hukum yang berwenang secara bersama merumuskan sanksi yang tepat bagi
pelaku dan ganti rugi bagi korban atau masyarakat. 17 Disini disebutkan dengan jelas
bahwa salah satu pihak yang berwenang dalam merumuskan sanksi yang tepat kepada
pelaku pidana anak salah satunya adalah penegak hukum. Sehingga kajian mendalam
dalam tulisan ini akan lebih memaparkan mengenai peranan para penegak hukum
dalam UUSPPA.
Untuk mendapatkan gambaran secara jelas peranan penegak hukum dalam
UUSPPA maka akan kita telah satu persatu peranan penegak hukum dalam hal ini
Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan BAPAS.
Pengertian Penyidik diatur dalam KUHAP adalah 18:
a.Pejabat Polisi Republik Indonesia;
b.Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang.
Sedangkan proses penyidikan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum
dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian
Republik Indonesia.
Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik kasus pidana dengan pelaku anak
meliputi: 19
a. telah berpengalaman sebagai penyidik;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
Apabila tidak ada penyidik yang memenuhi persyaratan yang dimaksud maka tugas
penyidikan dilaksanakan oleh penyidik yang melakukan tugas penyidikan tindak
pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
KUHAP juga menyebutkan mengenai Penyelidikan yaitu serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.20
Dalam melakukan penyelidikan terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta
pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana
16 Ibid Pasal 12
17 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Bandung,
Refika Editama, hal. 195.

18 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 6
19 UU no. 11 tahun 2012 Pasal 26 ayat 3
20 KUHAP Pasal 1 angka 5
5

dilaporkan atau diadukan. Apabila dianggap perlu maka Penyidik dapat meminta
pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama,
Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya.
Dalam kasus pidana anak Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling
lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai. Dalam hal proses Diversi berhasil
mencapai kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara Diversi beserta
Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
Keterlibatan para ahli baik pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja
Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya adalah
sebagai salah satu perwujudan asas-asas dalam sistem peradilan pidana anak yaitu
perlindungan, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak, pembinaan dan pembibingan anak.
Terlebih lagi dalam UUSPPA juga menjamin hak anak atas kemerdekaan yang
mana diatur bahwa penangkapan anak untuk kepentingan penyidikan hanya
diperbolehkan maksimal 24 jam dan wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus
anak atau dititipkan kepada LPKS. Penyidikan yang dilakukan wajib melalui
koordinasi dengan Penuntut Umum.
Akan tetapi apabila ada jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa Anak
tidak akan melarikan diri ataupun menghilangkan/merusak barang bukti dan tidak akan
mengulangi tindak pidananya maka penahanan tidak boleh dilakukan. Penahanan
hanya dapat dilakukan apabila anak telah berumur 14 tahun atau lebih dan diduga
melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 tujuh tahun atau lebih.
Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan
kepada Anak dan orang tua/Wali mengenai hak memperoleh bantuan hukum. Apabila
pejabat tidak memberitahu mengenai hak anak untuk memperoleh bantuan hukum
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud, penangkapan atau penahanan
terhadap Anak batal demi hukum.
Penyidik memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanan dan penegakkan
UUSPPA. Karena penyidik inilah yang merupakan aparat pertama dalam satu
rangkaian proses hukum. Tindakan awal dari penyidik merupakan fondasi awal dalam
penyelesaian suatu kasus. Oleh karena itu peran penyidik sangat signifikan dalam
penegakkan UUSPPA berjalan dengan semestinya.
Penuntut umum sebagai pihak yang akan menindaklanjuti hasil penyelidikan
penyidik yaitu 21 :
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak
sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
KUHAP juga mengatur mengenai Penuntutan. Yang dimaksud dengan Penuntutan
adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan
Negeri yang berwenang dalam hal dan cara yang diatur dalam undang-undang ini
21 Ibid Pasal 1 angka 6

6

dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan 22.
Dalam melakukan fungsinya tersebut, berdasarkan Pasal 14 KUHAP Penuntut
Umum mempunyai wewenang :
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik pembantu;
b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan memberikan petunjuk
dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh
penyidik;
d. Membuat surat dakwaan;
e. Melimpahkan perkara ke pengadilan;
f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu
perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun
kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. Melakukan penuntutan;
h. Menutup perkara demi kepentingan hukum;
i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai
penuntut umum menurut ketentuan undang-undang;
j. Melaksanakan penetapan hakim.
Sedangkan Penuntutan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penuntut Umum yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh
Jaksa Agung. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana
dimaksud meliputi23:
a. telah berpengalaman sebagai penuntut umum;
b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
Apabila belum terdapat Penuntut Umum yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud maka, tugas penuntutan dilaksanakan oleh penuntut umum yang melakukan
tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah
menerima berkas perkara dari Penyidik. Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai
kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta kesepakatan
Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Apabila Diversi gagal,
Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara Diversi dan melimpahkan perkara
ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan.
Peranan Penuntut umum dalam rangkaian proses penyelesaian perkara pidana anak
sangat penting karena penuntutan yang dibuat oleh jaksa/penuntut umum inilah yang

22 Ibid Pasal 1 angka 7
23 UU no 11 tahun 2012 Pasal 41 ayat 2

7

nantinya akan dijadikan dasar bagi hakim dalam pemeriksaan perkara danpada
akhirnya memutuskan perkara.
Apabila dalam penuntutan telah melaksanakan asas-asas dan sesuai dengan tujuan
UUSPPA yaitu semangat Restorative justice dan Diversi , maka proses penuntutan yang
merupakan landasan awal bagi pemeriksaan perkara oleh hakim akan memainkan peran
yang penting bagi hakim dalam menghasilkan putusan yang berpihak pada kepentingan
anak.
Setelah Penuntut Umum menyerahkan hasil penuntutan kepada hakim maka,
selanjutnya tugas hakim untuk memeriksa hingga memutus perkara. Pengertian hakim
menurut KUHAP adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh UndangUndang untuk mengadili. 24 Selain di dalam KUHAP, pengertian hakim juga terdapat
dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
dalam pasal tersebut disebutkan bahwa hakim adalah pejabat yang melakukan
kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.
Hakim dalam penyelesaian kasus pidana anak adalah Hakim yang ditetapkan
berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh
Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan negeri yang bersangkutan melalui
ketua pengadilan tinggi. 25
Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Anak dalam UUSPPA meliputi:26
a. telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum;
b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
Apabila belum terdapat Hakim yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
maka, tugas pemeriksaan di sidang Anak dilaksanakan oleh hakim yang melakukan
tugas pemeriksaan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat pertama dengan hakim
tunggal. Akan tetapi Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara
Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya.
Dalam proses pemeriksaan perkara Hakim wajib mengupayakan Diversi paling
lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri sebagai Hakim.
Proses Diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi pengadilan negeri. Apabila proses
Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Hakim menyampaikan berita acara Diversi
beserta kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
Bilamana Diversi tidak berhasil dilaksanakan, perkara dilanjutkan ke tahap
persidangan.
24 KUHAP Pasal 1 angka 8
25 UU no 11 tahun 2012 Pasal 43 ayat 1
26 Ibid Pasal 43 ayat 2

8

Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk
umum, kecuali pembacaan putusan.27 Dalam sidang Anak, Hakim wajib memerintahkan
orang tua/Wali atau pendamping, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan
Pembimbing Kemasyarakatan untuk mendampingi Anak. Apabila orang tua/Wali
dan/atau pendamping tidak hadir, sidang tetap dilanjutkan dengan didampingi Advokat
atau pemberi bantuan hukum lainnya dan/atau Pembimbing Kemasyarakatan. Apabila
Hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud maka, sidang Anak batal
demi hukum. 28
Dalam hal Anak Korban dan/atau Anak Saksi tidak dapat hadir untuk memberikan
keterangan di depan sidang pengadilan, Hakim dapat memerintahkan Anak Korban
dan/atau Anak Saksi didengar keterangannya29:
a. di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan di daerah hukum setempat dengan dihadiri oleh
Penyidik atau Penuntut Umum dan Advokat atau pemberi bantuan hukum
lainnya; atau
b. melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual
dengan didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau
pendamping lainnya.
Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim memberikan kesempatan kepada orang
tua/Wali dan/atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi Anak.
Akan tetapi dalam hal tertentu Anak Korban diberi kesempatan oleh Hakim untuk
menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan.
Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari
Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara. Dalam hal
laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud tidak dipertimbangkan
dalam putusan Hakim, putusan batal demi hukum. Pembacaan putusan pengadilan
dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh Anak.
Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan
membahayakan masyarakat, paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman
pidana penjara bagi orang dewasa. Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak
berumur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan bagi Anak yang telah menjalani 1/2 (satu
perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan
pembebasan bersyarat. Yang perlu di ingat dan diketahui bahwa Pidana penjara
terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.
Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.30
Anak yang ditahan ditempatkan di LPAS dan berhak memperoleh pelayanan,
perawatan, pendidikan dan pelatihan, pembimbingan dan pendampingan, serta hak lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. LPAS wajib
menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemenuhan hak lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk
menentukan penyelenggaraan program pendidikan dan Bapas wajib melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan program sebagaimana dimaksud.31 LPKA wajib
27
28
29
30
31

Ibid
Ibid
Ibid
Ibid
Ibid

Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal

54
55 ayat 3
58 ayat 3
81
84

9

menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan
hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk
menentukan penyelenggaraan program pendidikan dan pembinaan dengan pengawasan
dari Bapas. Bapas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program pendidikan
dan pembinaan tersebut.
Kedudukan hukum dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) dalam peraturan
perundangan Indonesia dapat ditemukan dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS
adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan.32 Adapun Klien
Pemasyarakatan dirumuskan sebagai seseorang yang berada dalam bimbingan
BAPAS33.
Berdasarkan prinsip-prinsip Konvensi Hak-Hak Anak dan Undang-Undang
Perlindungan Anak yang meliputi Non Diskriminasi, Kepentingan yang terbaik untuk
anak, Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, Penghargaan terhadap
anak, maka bagi anak yang berkonflik dengan hukum Balai Pemasyarakatan melalui
Pembimbing Kemasyarakatan mempunyai kekuatan untuk menentukan keputusan
yang terbaik bagi anak, melaui rekomendasi dalam Penelitian Kemasyarakatan
maupun dalam pembimbingan.
Sebagaimana disebutkan dalam UUSPPA bahwa Anak yang berstatus Klien Anak
menjadi tanggung jawab Bapas. Klien Anak berhak mendapatkan pembimbingan,
pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Bapas juga berkewajiban menyelenggarakan
pembimbingan, pengawasan dan pendampingan, melakukan evaluasi pelaksanaan
pembimbingan, pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peranan Penegak Hukum sebagaimana dipaparkan dalam penulisan ini tidak dapat
dipungkiri memainkan peranan yang penting. Akan tetapi peran penting para penegak
hukum dalam penegakkan UUSPPA dimungkinkan adanya penyalahgunaan
wewenang. Oleh karena itu demi menjamin pelaksanaan UUSPPA dijalankan
sebagaimana mestinya maka dalam bab XII disebutkan mengenai sanksi pidana bagi
para penegak hukum. Pasal – pasal mengenai sanksi pidana tersebut adalah:
Pasal 96
“Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Pasal 97
“Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Pasal 98
“Penyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun.”
Pasal 99

32 Undang-undang No 12 tahun 1995, pasal 1 ayat 4
33 Ibid Pasal 1 ayat 9

10

“Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun.”
Pasal 100
“Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.”
Pasal 101
Pejabat pengadilan yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun.
Bab XII ini merupakan salah satu poin menarik dalam Undang-undang No. 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah tentang adanya Ketentuan
Pidana yang tercantum dalam bab XII Pasal 96 s/d 101 bagi kalangan pelaksana
peradilan. Yang mana sebelumnya tidak diatur dalam UU no.3 tahun 1997.
Dengan adanya ketentuan pidana bagi para penegak hukum baik itu dari penyidik,
penuntut umum, hakim maupun pejabat pengadilan maka diharapkan pelaksanaan
UUSPPA akan terlaksana sesuai dengan ketentuan undang-undang dan jauh dari segala
kemungkinan penyalahgunaan kewenangan dari para penegak hukum. Dengan
demikian pelaksanaan UUSPPA mempunyai kepastian hukum sekaligus jaminan
terpeliharanya hak-hak anak.
IV.

Kesimpulan
Peranan Penegak Hukum dalam UUSPPA dari sisi Penyidik dan Penuntut Umum
lebih memainkan peranannya dalam membentukan penuntutan perkara yang bobotnya
sesuai dengan usia, kesalahan dan tingkat kejahatan pidana yang dilakukan dengan
mempertimbangankan juga kepentingan masyarakat dan juga hak anak dengan
berupaya menggunakan penyelesaian Restorative Justice dan Diversi. Hakim
memainkan peranan sebagai pemutus perkara yang menghasilkan suatu putusan yang
tetap menjaga dan memelihara hak anak akan tetapi tetap memberi efek jera kepada
anak dengan jenis-jenis hukuman yang diatur dalam UUSPPA. Dalam proses
penyidikan dan peradilan pun BAPAS mempunyai peran yang sangat penting karena
penelitian dan rekomendasi dari BAPAS akan menjadi bahan pertimbangan hukum bagi
penuntut hukum dan hakim dalam memutuskan perkara.

11

Daftar Pustaka

Konvensi Hak-Hak Anak Internasional Pasal 37
Marlina, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana, Medan, USU
Press, 2010,
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative
Justice, Bandung, Refika Editama, 2011.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
UU no. 11 tahun 2012 Tentang Undang-undang Sistem Peradilan Anak
Undang-undang No 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
http://wachjoe.wordpress.com/2013/04/17/analisis-uu-no-11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilanpidana-anak-2/, access tanggal 7 October 2013.

12