Lembaga Pendidikan Islam (1 docx'

MAKALAH
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Tentang
”Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia”

Oleh:
Kelompok XII
Nadiatul Khairo
Refita Anggara
Rifah Aini

1614070040
1614070026
1614070029

Dosen Pembimbing:
Salmi Wati, M.Ag

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (A)
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG
1439 H/2017 M

1

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena dengan
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia”. Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
Menyelesaikan makalah ini, penulis mendapat sumbangan pemikiran dan
fasilitas dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis
mengucapkan terima kasih.
Padang, 04 Oktober 2017

Penulis

2

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. Formal................................................................................................... 2
1. Pesantren......................................................................................... 2
2. Madrasah......................................................................................... 2
3. Perguruan Tinggi Agama Islam...................................................... 2
B. Non Formal........................................................................................... 3
1. Majelis Ta’lim................................................................................. 3
2. Pesantren Kilat................................................................................ 4
3. Madrasah Diniyyah......................................................................... 5
C. Lembaga Pendidikan Islam Model....................................................... 6
1. Al-Azhar Islamic School : Lembaga Pendidikan Islam
Unggulan dan Mewah .................................................................... 6
2. Sekolah Islam Madania : Pelopor Pluralisme dan
Multikulturalisme........................................................................... 7
3. SMA Insan Cendekia : Memadukan Iptek dan Imtaq..................... 8
4. Zaitun.............................................................................................. 8
5. Sekolah Serambi Mekkah: Gerakan Tarbiyah (Hamka)................. 9

BAB III PENUTUP......................................................................................... 11
A. Kesimpulan........................................................................................... 11
B. Saran..................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan gerakan reformasi di dunia Islam yang menyentuh
seluruh bidang kehidupan umat Islam ; sosial, politik, budaya, pendidikan,
hukum dan lain sebagainya, telah sampai pula ke Indonesia. Gerakan
reformasi tersebut berpengaruh pula pada pengelolaan pendidikan di kalangan
umat Islam. Pada awalnya pendidikan Islam di Indonesia diformat dalam
lembaga pendidikan yang disebut dengan madrasah, pesantren, surau,
meunasah, namun setelah gerakan reformasi pendidikan Islam merasa bahwa
perlu dibentuk format baru lembaga pendidikan Islam yang lain dengan tujuan
dapat menyetarakan umat Islam dalam konteks perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Gerakan reformasi Islam menginginkan agar umat

Islam tidak hanya mempelajari materi pengetahuan agama saja seperti ; alQur’an, al-Hadits, Nahwu, fiqh, ushul fiqh, ilmu kalam, melainkan, harusnya
umat Islam juga harus mampu bersaing dan menguasai ilmu pengetahuan
modern, yang kemudian di kalangan pendidikan Indonesia disebut dengan
ilmu pengetahuan umum seperti sains dan teknologi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Formal di Indonesia?
2. Apa Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Non Formal di Indonesia?
3. Apa Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Model di Indonesia?

1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Formal
1. Pesantren
Pesantren adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di
Indonesia yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang alQur’an dan Sunnah Rasul dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidahkaidah tata bahasa-bahasa Arab. Pesantren merupakan pendidikan islam
tertua di Indonesia yang berfungsi sebagai pusat dakwah dan
pengembangan agama islam. Kata pesantren berasal dari bahsa tamil yang
berarti “guru mengaji” namun ada juga yang menyebut berasal dari bahsa

sansekerta “shstri” yang berarti orang-orang yang mempelajari buku-buku
suci atau orang yang melek huruf.
2. Madrasah
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana
untuk mengenyam proses pembelajaran.1 Dalam bahasa Indonesia
madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga
untuk belajar dan memberi pengajaran.2
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah
wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan
keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu
sendiri.
3. Perguruan Tinggi Agama Islam
Mahmud Yunus mengemukakan bahwa di Padang Sumatera Barat
pada tanggal 9 Desember 1940 telah berdiri perguruan tinggi Islam yang
dipelopori oleh Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI).
PTAIN yang berdiri diresmikan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 1950, baru beroperasi secara praktis pada tahun 1951.
1Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 50

2W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. VII; Jakarta: Balai
Pustaka, 1984), hlm. 889.

2

Dimulailah perkuliahan perdana pada tahun tersebut dengan jumlah siswa
67 orang dan 28 orang siswa persiapan dengan pimpinan fakultasnya
adalah KH. Adnan.
PTAIN ini mempunyai jurusan Tarbiyah, Qadha, dan Dakwah
dengan lama belajar 4 tahun pada tingkat bakalaureat dan doktoral. Mata
pelajaran agama didampingi mata pelajaran umum terutama yang
berkenaan dengan jurusan. Mahasiswa Jurusan Tarbiyah diperlukan
pengetahuan umum mengenai ilmu pendidikan, dan begitu juga jurusan
lainnya diberikan pula pengetahuan umum yang sesuai dengan jurusannya.
B. Non Formal
1. Majelis Ta’lim
Mesjid fungsi utamanya adalah untuk tempat shalat yang lima
waktu ditambah dengan sekali dalam satu minggu shalat Jum’at dan dua
kali dalam satu tahun untuk shalat hari raya. Selain dari mesjid ada juga
tempat ibadah yang disebut dengan langgar bentuknya lebih kecil dari

mesjid dan hanya di gunakan untuk shalat lima waktu, bukan untuk shalat
jum’at.
Selain dari fungsi utama mesjid dan langgar di fungsikan juga
untuk tempat pendidikan di tempat ini dilakukan pendidikan buat orang
dewasa maupun anak-anak. Pengajian buat orang dewasa adalah
penyampaian-penyampaian ajaran Islam oleh mubaligh kepada para
jama’ah dalam bidang yang berkenaan dengan akqidah, ibadah dan akhlak.
Sedangkan pengajian yang dilaksanakan ialah anak-anak berpusat kepada
pengajian Al-Qur’an menitik beratkan kepada kemampuan membaca
dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah bacaan, selain dari itu anak-anak
juga diberikan pendidikan keimanan, ibadah dan akhlak.3
Sistem pengajaran di masjid, sering memakai sistem halaqah, yaitu
guru membaca dan menerangkan pelajaran sedangkan siswa mempelajari
atau mendengar saja, hampir mirip dengan sistem klasikal yang berlaku
sekarang. Salah satu sisi baik dari sistem halaqah ialah pelajar-pelajar
3 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 20-21.

3


diminta terlebih dahulu mempelajari sendiri materi-materi yang akan
diajarkan oleh gurunya, sehingga seolah-olah pelajar menselaraskan
pemahamannya dengan pemahaman gurunya tentang maksud dari teks
yang ada dalam sebuah kitab. Sistem ini mendidik pelajar belajar secara
mandiri.
2. Pesantren Kilat
Perkataan pesantren kilat brasal dari kata santri, dengan awalan
“pe”dan akhiran”an”yang berarti tempat tinggal santri, Soegarda
Poerbakawatja juga menjelaskan peantren berasal dari kata santri, yaitu
seseorang yang belajar agama Islam, dengan demikian pesantren
mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam, dan
kata kilat berarti “cepat sekali”. Dari kedua kata tersebut dapat di artikan
bahwa pesantren kilat adalah tempat para santri belajar agama secara
memadai dalam waktu yang tidak terlalu lama, yaitu jangka waktu tertentu
secara terbatas.
Lamanya kegiatan pesantren kilat berkisar antara satu minggu
sampai dengan satu bulan. Adapun materi yng diajarkan dalam kegiatan
pesantren kilat meliputi membaca Al-Qur’an, keimanan islam, Fiqih
(ibadah), dan Ahklaq. Peserta dalam pesantren kilat dibagi menurut tingkat
kemampuannya, mulai dari kelompok pemula sampai kelompok lanjutan.

Materi yang diajarkan dalam kelompok pemula adalah, belajar membaca
Al-Qur’an dan amalan agama sehari-hari sedangkan dalam kelompok
lanjutan materi yang diajarkan adalah belajar membaca kitab kuning dan
diskusi dalam masalah-masalah islam yang bertemporer. Peserta yang
mengikuti kegiatan pesantren kilat ada yang menginap dan ada juga yang
tidak menginap (ini yang banyak).
Menurut ahmad tafsir menjamurnya pesantren kilat itu pada
dasarnya akibat kemajuan sains dan teknologi, ditambah dengan kesibukan
orang tua murid, sehingga tidak tersedianya waktu untuk mendidik
anaknya dirumah, gejala kekhawatiran terhadap akhlak serta amalan

4

agama anaknya, orang tua tidak menginginkan anaknya menjadi nakal dan
sebagainya.4
3. Madrasah Diniyyah
Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya
mengajarkan ilmu – ilmu agama (diniyah). Madrasah ini dimaksudkan
sebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang
belajar di sekolah umum. Pada tahun 1910 didirikan Madrasah School

(Sekolah Agama) yang dalam perkembangannya berubah menjadi Diniyah
School (Madrasah Diniyah). Dan nama madrasah Diniyah inilah yang
kemudian berkembang dan terkenal.
Madrasah pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M ajaran
agama Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang
ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya.
Pembagian bidang ilmu pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmuilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu alQur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam, maupun ilmu tasawwuf tetapi juga
bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan berbagai
bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan.
Madrasah Diniyah lahir dari ketidak puasan sebagian tokoh
terhadap sistem pendidikan Pesantren, sehingga mereka mencoba untuk
membuat lembaga pendidikan yang sedikit lain dengan Pesantren. Melalui
organisai-organisasi sosial kemasyarakatan mereka mulai mendirikan
lembaga pendidikan misalnya organisasi Muhammadiyah, Persatuan
Muslim Indonesia (Permi), Diniyah, Thawalib, Pendidikan Islam
Indonesia (PII), dan sejumlah sekolah-sekolah yang tidak berafiliasi
kepada organisasi apapun.
Setelah itu Madrasah Diniyah berkembang hampir di seluruh
kepulauan nusantara, baik merupakan bagian dari pesantren maupun surau,
ataupun berdiri di luarnya. Pada tahun 1918 di Yogyakarta berdiri

Madrasah

Muhammadiyah

(kweekschool

Muhammadiyah)

yang

4 Ahmad Tafsir, “Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam”, (Bandung : PT. Remaja
Roda Karya, 2001), cit. ke-4, h.124-125

5

kemudian menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah, sebagai realisasi
dari cita – cita pembaharuan pendidikan Islam yang dipelopori oleh KH.
Ahmad Dahlan.5
C. Lembaga Pendidikan Islam Model
1. Al-Azhar Islamic School6 : Lembaga Pendidikan Islam Unggulan dan
Mewah
Sekolah Islam al-Azhar merupakan sekolah Islam yang berada di
bawah naungan Yayasan Pesantren Islam (YPI) yang berdiri pada tahun
1964 berpusat di Jakarta. Yayasan ini mengelola sekolah dari tingkat TK,
SD, SMP, SMA Islam dengan label al-Azhar. Sekolah Islam ini memiliki
ciri yang cukup menarik yaitu kedekatannya dengan kelompok muslim
perkotaan. Sehingga sekolah Islam ini mampu menampilkan dirinya secara
fisik sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam modern dengan fasilitas
mewah. Sekolah Islam al-Azhar dilengkapi dengan air condtioning (AC),
perpustakaan berbasis teknologi komputer, sarana olah raga, laboratorium,
komputer, internet dan tentu saja sistem belajar yang teroganisir dengan
baik, termasuk kegiatan ekstrakurikuler.7
secara umum sistem pengajaran dibagi menjadi 4 kelas, yaitu: (1)
Kelas umum diperuntukkan bagi orang yang ke al-Azhar untuk
mempelajari al-Qur’an dan penafsirannya; (2) kelas para mahasiswa alAzhar kuliah dengan para dosen yang ditandai dengan mengajukan
pertanyaan dan mengkaji jawabannya; (3) kelas Darul Hikam, kuliah yang
diberikan kepada para muballigh seminggu sekalipada hari Senin yang
dibuka untuk umumdan pada hari Kamis dibuka khusus untuk mahasiswa
pilihan; (4) kelas nonformal, yakni kelas untuk pelajar wanita 8. Pada masa
al-Aziz, al-Azhar juga dilengkapi dengan asrama untuk para fuqaha’

5Headri Amin, “Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren Dan Madrasah Diniyah”,
(Jakarta: Diva Pustaka, 2004), h. 56
6Arief Subhan A., Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20: Pergumulan antara
Modernisasi dan Identitas, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 161
7 Ibid,
8Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 91.

6

(dosen, tenaga pendidik) serta semua urusannya ditanggung oleh
Khalifah9.
Kemajuan sekolah Islam al-Azhar ini dapat dilihat pada tahun
1980-an. Pada masa ini, sekolah Islam al-Azhar mulai kekurangan ruangan
untuk menampung banyaknya calon siswa yang berminat. Sekolah Islam
al-Azhar telah identik dengan sebagai lembaga pendidikan Islam modern
untuk

masyarakat

muslim

perkotaan.

Seiiring

dengan

semakin

meningkatnya popularitas sekolah al-Azhar di kalangan masyarakat
muslim dan terbatasnya

daya tampung sekolah al-Azhar, maka

didirikanlah sekolah al-Azhar di wilayah lain seperti di Kemang pada
tahun 1980-an, di Kelapa Gading pada tahun 1988, di Pondok Labu pada
tahun 1989, di Bumi Serpong Damai (BDS) pada tahun 1992.10
2. Sekolah Islam Madania : Pelopor Pluralisme dan Multikulturalisme
Sekolah Islam Madania merupakan sekolah Islam yang didirikan
pada era 1990-an di bawah naungan Yayasan Madania yang memiliki
hubungan ideologis dengan Yayasan Paramadina yang dirikan oleh tokoh
neo-modernisme Islam Indonesia Nurcholis Madjid.11 Sekolah ini
berlokasi di wilayah pinggiran Jakarta, tepatnya di Parung, Jawa Barat.
Sekolah Madania menerapkan sistem boarding school atau sekolah
berasrama sebagai bentuk adopsi sistem pesantren dalam penyelenggaraan
pendidikan.12 Keunikan dari Sekolah Madania ini, selain dari sistem
pendidikan yang dilaksanakan secara modern, sekolah ini mempromosikan
pluralisme dan multikulturalisme. Secara umum, sekolah Madania
memang menekankan pemebentukan karakter siswa dengan seperangkat
pengetahuan

dan

keterampilan

sebagai

bentuk

respons

terhadap

modernisasi dan globalisasi.13
3. SMA Insan Cendekia : Memadukan Iptek dan Imtaq

9Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam( Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2013), 92.
10 Arief Subhan A. Op.Cit. h. 163
11 Ibid. h. 164
12 Ibid. h. 165
13 Ibid,

7

SMA Insan Cendekia berlokasi di Serpong Banten, berdiri pada
tahun 1996 diprakarsai oleh kelompok birokrat dan ilmuwan yan bekerja
di lingkungan BPPT (Badan Pengkajian, Pengembangan dan Penerapan
Teknologi) yang selama lebih dari satu dekade dipimpin oleh BJ. Habibie
yang juga Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indoneisa (ICMI). 14
Sekolah ini bertujuan untuk mencetak ilmuwan muslim yang memiliki
pemahaman

ke-Islaman

kuat.

Jargonnya

adalah

perpaduan

ilmu

pengetahuan dan teknologi (Iptek) dengan iman dan taqwa (Imtaq). Tujuan
ini diimplemnetasikan dari visi dan misi pendidikan di Sekolah Insan
Cendekia dalam format kurikulum dan sistem pembelajarannya.
Bahkan untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan di sana,
sekolah ini membangun komunkasi dan kerja sama yang intens dengan
Institut Teknologi Bandung ITB) dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Sedangkan dalam rangka membentuk karakter siswa, sekolah ini
menerapkan sistem boarding school sebagaimana sekolah maju yang lain.
Keunikan dari sekolah ini juga adalah adanya jaringan belajar ke luar
negeri anatara lain ke Jerman. Jaringan ini tentu saja tidak lepas dari peran
founding father sekolah ini yaitu BJ. Habibie sebagai alumni dari Jerman.15
4. Zaitun
Ma’had Al-Zaytun yang telah mengorbit dalam jagat raya
pendidikan tingkat sekolah menengah sejak 1999, tahun ini, tepatnya
Agustus 2005, segera memulakan pendidikan tinggi dengan nama
Universitas Al-Zaytun (UAZ). Pengoperasian UAZ ini merupakan
pewujudan sistem pendidikan satu pipa (one pipe education system), yang
sejak awal dicanangkan Syaykh Ma’had Al-Zaytun Dr Abdussalam Panji
Gumilang. Jaminan mutu adalah alasan utama penerapan system
pendidikan satu pipa Al-Zaytun. Sekali bergerak mendidik, kata Syaykh
Ma’had Al-Zaytun, harus berkualitas dan berkelas dunia. “Al-Zaytun,
jangan berbuat yang tidak bermutu. Untuk apa kita mendidik, bila hasilnya
14 Ibid,
15 Ibid,

8

akan sia-sia,” seruan yang sering ditekankan Syaykh Ma’had Al-Zaytun
kepada segenap eksponen dan guru Al-Zaytun.
Al-Zaytun yang lahir dari sebuah gagasan dan konsep brilian telah
memunculkan sebuah paradigma baru pendidikan di negeri ini. Tidak
sekadar mengubah kesan kumuh lembaga pendidikan pesantren menjadi
modern, dan mengubah penampilan dari pakai sarung menjadi berpakaian
lengkap dengan jas dan dasi, tetapi juga mengubah paradigma dan
wawasan menjadi berskala global. Al-Zaytun adalah lembaga pendidikan
Indonesia yang disetting dengan jaminan mutu berskala global. Guna lebih
menjamin kualitas itu, maka one pipe education system dijadikan madzhab
pendidikan Al-Zaytun. Dengan sistem tersebut, santri berpeluang
menempuh pembelajaran di MAZ, selama 20 tahun secara berkelanjutan.
Mulai sekolah dasar, pada umur enam tahun hingga mencapai gelar doktor
(S3) pada usia 25 tahun.
5. Sekolah Serambi Mekkah: Gerakan Tarbiyah (Hamka)
Sekolah

Islam

Modern

yang

mengambil

inspirasi

dari

Muhammadiyah dan merupakan akibat dari munculnya kelas “santri baru”
adalah Sekolah Serambi Mekkah di Sumatera Barat.16 Sekolah ini menjadi
sorotan masyarakat karena pihak manajemen sekolah dapat dikatakan
sebagai sekolah yang memanjakan para siswanya. Di sana disediakan
segala sarana yang memudahkan para siswanya untuk konsentrasi dua
puluh empat di dalam mengikuti kegiatan yang diprogramkan oleh pihak
sekolah, seperti jasa cuci, setrika, dan memasak untuk makanan mereka. 17
Sedangkan hubungan sekolah ini dengan gerakan terbiyah adalah
hubungan genealogis dan ideologis. Karena sekolah ini diprakarsai dan
didesai oleh pihak-pihak yang terlibat secara langsung di dalam gerakan
tarbiyah baik di lingkungan Perguruan Tinggi Umum di Indonesia, apara
alumni Mesir maupun lingkungan Dewan Dakwah Islamiyan Indonesia
(DDII).
16 Ibid, h. 165 – 166
17 Ibid, h. 169

9

Perguruan Serambi mekkah dengan sistem boarding School-nya
menerapkan kurikulum hasil adopsi dari berbagai konsep kurikulum. Dari
Departemen Pendidikan Nasional diambil kurikulum tentang mata
pelajaran umum, dari Departemen Agama diambil kurikulum tentang mata
pelajaran agama, dan dari pesantren diambil tradisi dan budaya
belajarnya.18 Dengan komposisi kurikulum semacam ini, maka pelajar di
sana mendapatkan pengetahuan umum sebagaimana SMA yang diinginkan
oleh Departemen Nasional, sedangkan pengetahuan agamanya dianggap
cukup sebagaimana kurikulum dari Departemen Agama, serta tradisi dan
budaya pesantren juga mereka peroleh dengan sistem boarding school ala
pesantren.

18 Ibid,

10

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Memberikan gambaran tentang lembaga pendidikan Islam tradisional
di Indonesia. Dalam konteks ini, pesantren—lembaga pendidikan tradisional
dan asli Indonesia—dilihat sebagai khazanah yang nanti akan mengalami
perubahan-perubahan akibat modernisasi. Makalah ini memberikan sebuah
pandangan bahwa lembaga pendidikan Islam modern di Indonesia, yaitu
madrasah, madrasah di dalam pesantren, dan sekolah Islam merupakan akibat
dari pertemuan tiga faktor pada awal abad ke-20. Ketiganya adalah
modernisme Islam, proyek pendidikan kolonial Belanda, dan eksperimen
pendidikan Islam modern yang dilakukan kelompok Muslim reformis.
Penyebaran madrasah sebagai simbol modernitas mengantarkan perluasan
lembaga pendidikan Islam.
Dalam Makalah ini disimpulkan bahwa sistem pendidikan Islam tidak
hanya berfungsi sebagai media untuk memelihara dan menjaga tradisi-tradisi
Islam, tetapi lebih dari itu juga media untuk membangun masyarakat Muslim
sekaligus pintu masuk bagi modernisasi masyarakat Muslim.
Madrasah—dan sistem pendidikan Muslim modern lain—merupakan
hasil perjumpaan budaya antara gerakan reformasi pendidikan Islam, sekolahsekolah Belanda, dan tradisi pembelajaran Islam yang sudah berlangsung
berabad-abad.
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah kami.

11

DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam. Depok: PT Raja Grafindo Persada,
2013.
Ahmad Tafsir, “Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam”, Bandung : PT. Remaja
Roda Karya, 2001.
Arief Subhan A., Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20: Pergumulan
antara Modernisasi dan Identitas, Jakarta: Kencana, 2012.
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.
Headri Amin, “Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren Dan Madrasah Diniyah”,
Jakarta: Diva Pustaka, 2004.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Cet. VII; Jakarta: Balai
Pustaka, 1984.

12