Hegemoni Asing dalam Euforia Pasar Smart

Hegemoni Asing dalam Euforia Pasar Smartphone di Indonesia
Menjelaskan Dinamika Pasar Smartphone Indonesia dengan Perspektif Ketergantungan
Umar Abdul Aziz
12/332991/SP/25217
Sebagai negara pasca kolonial yang sangat terlambat dalam melakukan industrisasi
teknologi tingkat tinggi, membuat Indonesia harus rela untuk menjadi negara eksportir bahan
baku dan importir barang-barang mewah. Termasuk ponsel, konsekuensi tidak adanya
pengalaman dan teknologi elektrik terutama ponsel, membuat Indonesia menjadi salah satu
negara importir ponsel terbesar di dunia.
Lima belas tahun yang lalu, telepon seluler atau ponsel masih dianggap sebagai
barang yang sangat mewah untuk dimiliki. Pada masa tersebut ponsel masih dikategorikan
sebagai barang tersier, yang artinya baru dipenuhi ketika barang primer dan sekunder telah
terpenuhi. Namun saat ini ponsel telah menjadi barang primer bagi banyak kalangan
masyarakat di Indonesia. Ponsel bukan saja mengalami pergeseran urgensinya dimata
masyarakat. Namun ponsel juga mengalami revolusi yang sangat pesat dari segi hardwere
dan softwere. Ponsel pertama yang beratnya 800 gram, kini telah tersedia ponsel yang
beratnya hanya 40 gram. Begitu juga mengenai fitur, ponsel yang awalnya hanyalah sebuah
pesawat telepon rumahan yang Mobile, kini telah tersedia smartphone yaitu ponsel pintar
dengan jutaan aplikasi/fitur yang tersedia. Membeli smartphone bukanlah hal yang sulit, kini
hampir di setiap wilayah di Indonesia telah tersedia banyak counter penjualan smartphone.
Harga smartphone di Indonesiapun sangat beragam, mulai dari yang berharga Rp.200.000

sampai Rp. 12.000.000. Setiap jenisnya memiliki pangsa pasar yang berbeda-beda.
Keunggulan dan kemudahan membuat smartphone menjadi sangat diminati dan
digemari masyarakat Indonesia. Kemenperin menuturkan bahwa diperkirakan jumlah ponsel
di Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 250.100.000 unit.1 Jumlah itu melebihi jumlah

1

http://www.kemenperin.go.id/artikel/9003/12-Perusahaan-Asing-&-Lokal-Antri-Mau-Bangun-PabrikPonsel, diakses 1/7/2014 Jam 21.00

1

penduduk di Indonesia yang berdasar pada sensus BPS 2010 sebanyak 237.556.363
penduduk. Pada tahun 2014 ini tentu saja jumlahnya jauh lebih naik lagi, apalagi jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Karena tentu saja perkembangan pasar
ponsel melebihi peningkatan jumlah penduduk.
Banyaknya unit smartphone yang beredar sekilas seolah tidak menimbulkan masalah
yang krusial. Seolah adalah hal yang aneh memang ketika kita mempermasalahkan
banyaknya jumlah smartphone yang beredar di Indonesia. Apalagi jika kita melihat dari
perspektif pasar, kenaikan jumlah ponsel dan penggunanya dapat berartikan naiknya taraf
hidup masyarakat. Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap smartphone-pun dapat

menjadi peluang untuk lapangan kerja baru, karena akan melahirkan lapangan-lapangan kerja
pendukung seperti provider, counter penjualan, servis, accecoris, dll.
Namun tahukah kita bahwa bahan-bahan baku pembuat ponsel adalah berbagai jenis
logam dan silikon yang di ekspor dari Indonesia? Tahukah kita bahwa lebih dari 90%
smartphone yang beredar di Indonesia adalah merek dari luar negeri dan di produksi pula di
luar negeri? Sehingga dapat kita katakan bahwa lebih Indonesia telah mengimpor lebih dari
230 juta unit smartphone. Parahnya lagi dari setiap smartphone yang diimpor sama sekali
tidak ada yang dikenakan pajak/cukai. Sehingga pemasukan negara dari impor smartphone
sangat kecik, kalau tidak mau dikatakan nihil.
Kita seolah dibuat abai terhadap persoalan smartphone ini, bahkan kita digiring untuk
terus terbawa arus dan mendukung liberalisasi pasar smartphone di Indonesia. Padahal
apabila kita cermati lebih mendalam, Indonesia sebagai sebuah negara dan entitas masyarakat
sangat terhegemoni dengan euforia pasar smartphone. Tanpa menyadari betapa banyak
kerugian yang kita peroleh, dan berapa untungnya para kapital asing dalam pasar smartphone
ini? Apakah saat ini Indonesia hanya dimanfaatkan sebagai salah satu pasar utama
smartphone di dunia? Apakah banyak keuntungan rill yang kita peroleh dari pasar
smartphone saat ini, kalaupun ada, apakah keuntungan-kerugian yang Indonesia peroleh itu
berimbang? Permasalahan ini haruslah kita dalami lebih lanjut agar persoalan yang
dikhawatirkan tadi benar-benar dapat terpetakan, tidak langgeng, dan akan sangat baik kalau
ditemukan solusinya.


2

Demi menjawab persoalan tersebut, kita dapat mengajukan sebuah argumen utama,
yaitu bahwa pasar smartphone telah banyak merugikan masyarakat Indonesia. Argumen
utama tersebut kemudian didukung oleh beberapa argumen lain, yaitu sebagai berikut;
Pertama, Indonesia adalah salah satu eksportir bahan baku pembuat komponen ponsel.
Kedua, komunitas ekonomi dunia telah melakukan “kejahatan” dengan melakukan konvensi

pembebasan bea impor barang mewah seperti smartphone. Ketiga , tidak adanya pengenaan
bea masuk terhadap smartphone membuat Indonesia sangat dirugikan, dan perusahaan
smartphone sangat diuntungkan. Keempat, korporasi produsen smartphone telah menghisap
keuntungan yang sangat besar dari pasar smartphone. Kelima, bentuk upaya untuk
menyelesaikan persoalan adalah membangun industri smartphone dalam negeri beserta
industri pendukung lainnya yang kuat.
Landasan Teori
Kali ini kita akan menggunakan pendekatan strukturalis dengan teori ketergantungan
yang banyak di kembangkan oleh Raul Prebisch, Dos Santos, dan Gunder Frank.
Seorang ahli ekonomi yang bekerja untuk sebuah lembaga PBB yaitu ECLA
(Economic Commission for Latin America ) Raul Prebisch berpendapat bahwa ada hubungan

perekonomian yang tidak seimbang antara negara maju dengan negara berkembang. Hal itu
disebabkan karena, pertama ; perdagangan internasional yang bebas. Kedua; adanya
hambatan industrialisasi. Hambatan industrialisasi ini disebabkan karena pembagian kerja
yang tidak seimbang, negara maju sebagai negara industri. Sedangkan negara berkembang
sebagai negara pertanian dan penyedia bahan baku. Kedua , negara-negara maju juga sering
melakukan kebijakan proteksi terhadap hasil pertanian dalam negeri. Hal ini tentu
menyulitkan ekspor negara berkembang. Ketiga , dengan pengembangan teknologi negara
maju bahkan dapat memproduksi jail pertanian dengan teknologi tinggi. Negara maju juga
terus mengembangkan dan memproduksi bahan baku sintetis. Kebijakan ini tentunya
membuat negara berkembang terancam kehilangan pasar atau setidaknya kehilangan posisi

3

tawar pada pasar internasional. Posisi tawar yang rendah akan membuat negara pinggiran
sangat rentan untuk dieksploitasi.2
Sedangkan menurut Theoino Dos Santos, klasifikasi ketergantungan dapat dipetakan
menjadi 3,3 yaitu:
Ketergantungan Kolonial, ditandai dengan adanya dominasi politik antara negara
penjajah/penguasa kepada negara yang terjajah. Hal ini jelas membuat negara pinggiran jauh
dari kata mandiri atau berdaulat secara politik. Fenomena yang muncul justru kebijakan

politik hanya akan menguntungkan negara penguasa.
Ketergantungan Industri Keuangan ditandai dominasi modal besar negara pusat di
negara pinggiran. Ekspansinya ke negara jajahan dilakukan dengan investasi untuk
mengembangkan industri komoditas primer yang nanti tujuannya untuk diekspor ke luar
negeri/kembali ke negara pusat.
Ketergantungan Teknologi Industri adalah konsekuensi dari terlambatnya negara
pinggiran dalam melakukan industrialisasi. Hal ini dapat menimbulkan dua kemungkinan,
pertama; negara pinggiran terpaksa harus mengimpor barang mewah dalam bentuk siap
pakai, karena tidak dapat memproduksinya sendiri. Kedua; negara maju menjual alat
produksi danmenanamkan modal untuk industri di negara pinggiran namun dengan menjual
dengan harga yang mahal dan membeli hasil industri dengan harga murah. Buruh yang
dipekerjakan di negara pinggiranpun akan terancam terekploitasi.
Menurut Andre Gunder Frank dalam argumennya tentang Teori Ketergantungan,
menurutnya liberalisme hanya akan menyebabkan terbentuknya dua jenis negara yaitu negara
pusat dan negara pinggiran. Barang-barang industri dihasilkan oleh negara pusat, sedangkan
hasil-hasil pertanian dihasilkan oleh negara pinggiran. Keduanya melakukan transaksi
perdagangan yang seharusnya mencapai keuntungan, namun dalam prakteknya tidak.
Dengan melakukan ekspor barang-barang hasil pertanian ke negara pusat, maka pendapatan

2


Dalam Barner, Wener. 1962. The Economics of Prebich. Economic and Development and Cultural Change.
International Journal (J-Stor) Vol 10 No 2 Part 1
3
Budiman, Arief.1995.Teori Pembangunan dunia Ketiga.Jakarta:PT Gramedia

4

negara pinggiran semakin meningkat dan berakibat pada peningkatan pendapatan rakyat di
negara pinggiran. Namun dengan meningkatnya pendapatan, maka kebutuhan akan barangbarang mewah dari negara industri juga mengalami peningkatan, sehingga impor barang
mewah di negara pinggiran meningkat.4
Masih menurut Guner Frank Peningkatan nilai tukar barang-barang mewah dengan
hasil pertanian, menyebabkan tidak berimbangnya neraca perdagangan dan menjadikanya
defisit. Selain itu, negara industri juga sering melakukan proteksi atas hasil pertanian yang
mereka hasilkan, sehingga negara pinggiran sulit mengekspor hasil pertanianya ke negara
pusat. Penemuan teknologi baru juga mendorong sintesis bahan mentah industri, sehingga
negara pusat tidak perlu mengimpor bahan bakar mentah dari negara pinggiran. Hal ini
menyebabkan gerak ekonomi negara pinggiran menjadi terhenti. Negara-negara pinggiran
ini dijadikan daerah koloni dari negara-negara kapitalis yang berfungsi sebagai penyedia raw
material bagi kebutuhan industrinya. Dan akhirnya negara-negara pinggiran ini akan menjadi

konsumen bagi produk-produk industri negara-negara kapitalis.
Indonesia sebagai negara eksportir bahan baku terbesar
Indonesia bukanlah negara tanpa kontribusi dalam pasar smartphone. Sebab
Indonesia adalah negara eksportir bahan-bahan baku pembuat ponsel smartphone. Setiap
smartphone adalah hasil rancangan dari OriginalEquipment Manufacture (OEM). OEM
ini diproduksi oleh perusahaan-perusahaan manufaktur seperti Samsung Manufacturer,
Foxxon, intel, dll. Bentuk dari OEM ini adalah seperti baterai, LCD, kamera, processor,

kartu grafis, dll. Komoditas-komoditas OEM inilah yang diolah dari bahan baku pembuat
ponsel. Ada beberapa komponen bahan baku pembuat ponsel smartphone diantaranya
adalah, 45% Bahan Sintetis, 20% Tembaga, 20% Logam Lain ( 30 Jenis Logam seperti
emas, timah, Nikel, alumunium, ), 10% Keramik, 5% Non-Logam.5

4

Ibid. Budiman, Arief.
http://tekno.kompas.com/read/2008/05/29/16411313/yuk.menghitung.emas.di.ponsel.bekas, diakses
1/7/2014 Jam 21.00
5


5

Dari berbagai komponen bahan baku diatas, bahan baku seperti tembaga, timah,
aluminium, nikel, dan keramik adalah bahan baku ekspor Indonesia yang cukup besar.
Kementrian Perindustrian sesumbar bahwa ada sekitar 30% tembaga yang beredar di
pasar dunia adalah hasil produksi Indonesia. Kemudian sekitar 20% timah dan 20% nikel
yang beredar di dunia juga adalah hasil produksi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan
dalam negeri yang aktif sebagai eksportir bahan baku adalah PT Aneka Tambang
(Antam), PT Timah, dan lain-lain.
Dari jumlah bahan baku yang diekspor, kita memang tidak dapat memastikan
berapa persen yang betul-betul diolah oleh perusahaan manufaktur untuk dirancang
menjadi smartphone. Namun poin terpenting di sini adalah Indonesia tidak semestinya
bangga dengan statusnya sebagai negara eksportir tembaga, nikel, timah terbesar di dunia.
Karena hal itu menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat mengandalkan industri bahan
baku. Melakukan ekspor bahan mentah dapat berartikan kita tidak mengolah lebih jauh
dahulu bahan baku tersebut. Karena masih sangat “mentah”, membuat harga bahan baku
tentu tidak semahal barang jadi yang siap konsumsi oleh masyarakat.
Konvensi gila tentang pembebasan bea Ponsel Smartphone
Ketika kita mendengar ponsel black market, kita pasti menduga bahwa ponsel ini
adalah ponsel yang tidak membayar pajak masuk. Hal ini berartikan bahwa baik Ponsel

legal maupun ilegal sama-sama tidak membayar bea masuk. Pnosel legal hanya dikenakan
PPNBM sebesar 10%, sedangkan ponsel ilegal tidak. Ponsel smartphone di impor ke
Indonesia hanyalah membayar biaya administrasi, administrasi untuk garansi resmi, dan
PPN.6
Pembebasan biaya impor ini menurut Kementrian Perindustrian adalah karena
Indonesia telah meratifikasi

konvensi internasional tentang pembebasan bea

impor(masuk) barang mewah seperti smartphone. Hal ini tentu saja sangat dipertanyakan,

6

http://industri.kontan.co.id/news/ppnbm-ponsel-diterapkan-negara-rugi-rp-5-triliun, diakses 1/7/2014
Jam 21.00

6

mengapa pasar internasional sampai-sampai membuat konvensi seperti ini? Lebih
anehnya lagi sebagai negara importir barang elektronik terbesar, mengapa pemerintah

Indonesia mau meratifikasi konvensi tersebut? Hal ini memang sangat mencengangkan
dan membingungkan, mengapa kebijakan ini diambil pemerintah. Apabila kita
mencermati UU 43 tahun 2009 dan UU 47 tahun 2013 tidak disebutkan secara pasti
mengenai pembebasan pajak impor ponsel. Karena lebih detailnya, hal ini diatur dalam
peraturan Kemenkeu, namun sayangnya, peraturan Kemenkeu yang mengatur tentang
pembebasan bea impor ponsel.
Habis akalnya pemerintah terhadap pengendalian smartphone
Setelah blundernya dalam meratifikasi dan mengundangkan tentang pembebasan
bea impor smartphone. Banyak pihak yang mendesak agar pemerintah tidak habis akal
untuk menerapkan pembea-an lain untuk smartphone setelah bea impor tidak bisa banyak
diharapkan. Ada beberapa wacana, yang paling santer adalah meningkatkan biaya
PPNBM menjadi 20%.7 PPNBM ini berartikan ponsel akan dikenakan pajak
penjualannya, bukan impornya. Ada pula wacana pemberian cukai untuk ponsel impor.
Kedua wacana ini telah dibicarakan sejak tahun 2012. Namun sampai sekarang belum ada
keseriusan dan ketegasan pemerintah mengenai ini. Pemerintah membuat berbagai alasan
untuk tidak membuat kebijakan baru. Alasan yang paling sering diutarakan adalah
kebijakan ini dapat meningkatkan angka smartphone Black Market di Indonesia. Data
yang lansir oleh Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) bahwa pada tahun 2013 ada
55 Juta ponsel impor yang masuk, 80% diantaranya masuk secara legal, 20% masuk dan
bahkan dijual secara ilegal. Pemerintah dan APSI mengkhawatirkan apabila kenaikan

PPNBM atau cukai impor diterapkan, ponsel impor ilegal semakin besar jumlahnya,

7

http://m.bisnis.com/finansial/read/20130211/9/135738/impor-ponsel-pengenaan-cukai-lebih-tepat,
diakses 1/7/2014 Jam 21.00

7

bahkan bisa mencapai 50%.

8

Hal itu telah terjadi pada produk smartphone merek

Samsung, Blackberry dan Apple yang persentase unit yang ilegalnya sekitar 40-50%.

Kekhawatiran ini sebetulnya dapat diantisipasi oleh pemerintah dengan
menerapkan sistem IMEI yaitu International Mobile Equipment Identity. Sistem identitas
ponsel ini mengatur bahwa hanya ponsel yang didaftarkan IMEI saja yang dapat
beroperasi. Sistem ini telah digunakan oleh beberapa negara maju seperti Amerika
Serikat, Inggris, China, Singapura, dll.9 Namun tetap saja pemerintah berkilah bahwa
penerapan IMEI di Indonesia akan sulit dan menemui hambatan. Sikap pemerintah ini
memang sangat pengecut. Keraguannya dalam mengambil kebijakan telah membuat
negara merugi. Sedangkan importir akan selalu diuntungkan karena akan tetap bebas
dalam melakukan ekspansi pasar di Indonesia.
Keuntungan yang tidak masuk akal dari penjualan smartphone
APSI mengklaim bahwa penjualan ponsel telah berkontribusi menambah
pendapatan negara pada bidang PPNBM sebesar Rp.50 Triliun pada tahun 2013. Entah,
apakah klaim ini benar atau tidak. Karena dari Kementrian Perdagangan, Kementrian
Keuangan dan Kementrian Industri tidak membuka secara gamblang PPNMBM dari
ponsel. Jumlah itu sangat kecil, jauh dibandingkan yang diperoleh oleh importir,
distributor, atau bahkan vendor smartphone. Kalau saja APSI mengklaim bahwa
penerimaan negara dari PPNB yang 10% adalah Rp 50 Triliun. Kita dapat perkirakan
keuntungan dari importir maupun distributor ponsel yang lazimnya mengambil profit 530%. Hal ini berartikan keuntungan yang diperoleh oleh distributor dan importir bisa lebih
dari Rp 100 Triliun.

8

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/04/10/1950518/Blackberry.dan.iPhone.Ponsel.yang.Paling.B
anyak.Dijual.di.Pasar.Gelap, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
9
http://www.tabloidpulsa.co.id/news/8859-berantas-ponsel-ilegal-pemerintah-bakal-wajibkan-penggunadaftarkan-nomor-imei, diakses 1/7/2014 Jam 21.00

8

Keuntungan itu belum seberapa bila kita bandingkan dengan keuntungan yang
diperoleh oleh produsen smartphone. Hal itu sangat jelas, karena produsen ponsel
biasanya meraup keuntungan 100% dari total biaya produksi. Misalkan Samsung Galaxy
Note 3, Tech Inside memprediksi Samsung mengambil untung Rp. 5-6 Juta dari setiap
unit yang dijual dengan harga Rp. 8,5 Juta.10 Samsung hanya membutuhkan biaya
produksi sebesar $232,50/unit Samsung Galaxy Note 3. Ponsel pintar tersebut kemudian
dilepas dengan harga pasaran sekitar $899/unit. Tidak hanya pada ponsel Samsung, hal
yang sama akan kita temui pada produk Apple. Tech Inside juga merilis bahwa ongkos
produksi Iphone 5S hanya sebesar $194. Namun Apple menjual produknya tersebut
dipasaran dengan kisaran harga sebesar $849.11 Hitungan matematis diatas memang
belum memperhitungkn biaya shipping, PPN, biaya marketing, riset, dll, namun apabila
kita melihat selisih antara ongkos produksi dengan harga pemasaran, kita dapat lihat
bahwa selisihnya mencapai 300%. Dapatkah kita bayangkan berapa profit yang diperoleh
oleh vendor smartphone dengan selisih produksi diatas jika kita kalikan dengan jumlah
penjualan ponsel yang mencapai 55 Juta pada 2013?12
Keuntungan bagi tiap produsen ponsel akan terus meningkat, karena sejauh ini
tren penjualan ponsel terutama smartphone meningkat sangat tajam. Dapat kita perhatikan
bersama pada gambar berikut:

10

http://m.liputan6.com/tekno/read/710011/wuih-samsung-untung-rp-6-juta-dari-tiap-unit-galaxy-note-3,
diakses 1/7/2014 Jam 21.00
11
http://icity.indosat.com/t5/Apple-iOS/Perbandingan-harga-iPhone-5s-di-Indonesia-dan-Amerika/tdp/126897, http://www.techinsights.com/apple-iphone-5s/, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
12
Masuk ke Indonesia secara legal atau ilegal adalah urusan importir, bukan urusan vendor. Jadi dijual
secara legal maupun ilegal, vendor ponsel akan terus mearih keuntungan yang sangat tinggi

9

Pada tahun 2008 pemilih ponsel di Indonesia “baru” berjumlah 30% dari populasi.
Lima tahun kemudian pada tahun 2013 jumlahnya naik drastis menjadi 84%. Pemilik
smartphone di Indonesia naik dua kali lipat dari 12% pada bulan Maret 2012 menjadi 24%
pada bulan Maret 2013.
Survey persentase kepemilikan
ponsel dan smartphone diatas
dapat menampilkan realita yang
berbeda

dengan

dihasilkan

data

Litbang

yang

Kompas

tentang kepemilikan smarphone
di Indonesia. Riset tersebut dapat
kita lihat disamping ini:
Berdasar pada survei Litbang
Kompas, berartikan ada banyak
masyarakat

Indonesia

yang

memiliki ponsel lebih dari satu.
Apabila kita olah lebih lanjut dari data diatas, berartikan ada 18% penduduk yang
memiliki smartphone lebih daris satu.

10

Penjelasan panjang lebar mengenai poin ini tidak lain untuk menunjukkan berapa
besar keuntungan yang diperoleh oleh produsen ponsel dari pasarnya di Indonesia.
Apalagi dengan angka pertumbuhan penjualan ponsel terutama smartphone yang akan
terus tumbuh mulai 6-8%.13
Membangun pabrik manufaktur ponsel Internasional di Indonesia, perlukah?
Menanggapi persoalan diatas pemerintah kelihatannya masih sangat kikuk untuk
membuat terobosan memutuskan rantai ketergantungan yang ada. Dapat kita lihat
pemerintah masih ragu dalam tarik-menarik asing. Pada pembuatan kebijakan
peningkatan PPNBM saja pemerintah tidak selesai membahasnya dalam 2 tahun. Apalagi
untuk terobosan-terobosan baru yang lebih besar?
Pemerintah juga saat ini sedang menjajaki hadirnya pabrik manufaktur produsen
ponsel Internasional di Indonesia. Misalkan Apple, komponen dari smartphone Apple
Foxconn sudah hampir bisa dipastikan akan mendirikan pabrik di Indonesia. Hanya
permasalahan tempat dimana pabrik akan didirikan yang sampai saat ini belum dapat
ditentukan. Berita mengenai pembangunan pabrik Foxconn sebagai perusahaan perakit
komponen elektronik terbesar dunia di Indonesia sudah mulai muncul sejak 2012. Sebagai
perusahaan produsen komponen elektronik terbesar, Foxconn memiliki pelangganan dari
perusahaan-perusahaan besar diantaranya Sony, HTC, Nintendo, dan juga Apple sebagai
pelanggan terbesarnya.
Hal berbeda justru terjadi pada pabrikan Samsung. Samsung telah berwacana
membangun pabrik ponsel di Indonesia sejak tahun 2011. Namun sampai tahun 2014 ini hal
tersebut belum terealisasi. Bahkan Samsung sepertinya lebih tertarik untuk membuka dan
mengembangkan pabriknya di Vietnam. Hal itu dipilih karena Vietnam membeikan tax
Holiday selama 30 tahun dan upah pekerja yang tidak tinggi. Menanggapi hal tersebut,

Menko Perekonomian Indonesia, Chairul Tanjung menyilakan jika Samsung tidak

13

http://www.the-marketeers.com/archives/berkembangnya-masyarakat-digital-baru-di-indonesia.html,
diakses 1/7/2014 Jam 21.00

11

membangun pabriknya di Indonesia. Namun dalam waktu kedepan Indonesia akan
menerapkan Pajak Penjualan atas Barang Mewan (PPNBM) terlebih untuk ponsel yang
diimpor dari luar negeri. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan kembali bagi Samsung
apakah akan membangun pabrik ponsel di Indonesia atau tidak. Mengingat pasar ponsel
apalagi smartphone di Indonesia adalah yang terbesar di ASEAN.14
Namun tentu saja wacana pendirian pabrik manufaktur di Indonesia ini harus kita
kritisi. Kita jangan sampai tergiur dalam rayuan manis pertumbuhan ekonomi, penyerapan
tenaga kerja, modernisasi, dll. Perlu kita cermati apakah wacana pembangunan pabrik di
Indonesia akan menjamin kesejahteraan pekerjanya? Karena Fahmi Panimbang dalam
bukunya menyebutkan bahwa saat ini perusahaan yang bergerak di industri manufaktur
belum memberikan kesejahteraan kepada para pekerjanya.15 Misal perusahaan seperti
Samsung memiliki psinsip tanpa serikat buruh, seperti yang dikatakan chairman Samsung,
Lee Kun Hee; “Apa yang Samsung tidak kenali bukanlah serikat buruh itu sendiri, melainkan
pentingnya serikat buruh. Dengan kata lain, Samsung memiliki prinsip manajemen yang

tidak membutuhkan serikat buruh”. Ketidakpedulian Samsung terhadap pekerja juga dapat
dilihat dari pabrik elektronik Samsung yang berada di Jababeka, Bekasi. Pabrik tersebut
dioperasikan oleh 2800 pekerja, 800 diantaranya adalah pekerja kontrak/sementara, dan 800
diantaranya lagi adalah outsourcing.
Kasus pelanggaran hak pekerja oleh Samsung hanyalah sebuah ilustrasi.
Pelanggaran-pelanggaran juga dilakukan oleh perusahaan lain. Pabrik manufaktur Apple
yaitu Jabil Circuit pernah diramaikan dengan isu pekerja dibawah umur, diskriminasi
pekerja, jatah uang lembur yang belum dibayar, minimnya pelatihan dan pembekalan teknis
di bawah standar, dan pelanggaran-pelanggaran lain.16 Dari dua kasus diatas kita dapat lihat
bahwa ada bagian yang tidak boleh luput dari pemerintah untuk mempertimbangkan pabrik
manufaktur di Indonesia. Jangan sampai pendirian pabrik hanya memberikan pertumbuhan

14

http://bisnis.liputan6.com/read/2055669/ct-tantang-samsung-realisasikan-pembangunan-pabrik-di-ri,
diakses 1/7/2014 Jam 21.00
15
La or Rights i High Te h Ele tro i s : Case Studies of Workers’ Struggles i Sa su g Ele tro i s a d Its
Asian Suppliers, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
16
http://www.tabloidpulsa.co.id/news/10457-apple-selidiki-tuduhan-pelanggaran-hak-buruh-di-china,
diakses 1/7/2014 Jam 21.00

12

ekonomi saja, namun tidak memberikan kesejahteraan atau bahkan pelanggaran hak
pekerjanya.
Industri substitusi impor, membuat brand asli dalam negeri, mungkinkah?
Indonesia sebetulnya memiliki BUMN yang bernama PT Industri Telekomunikasi
Indonesia (PT Inti). Pada tahun 2011, PT Inti menjalin hubungan kerja sama industri dengan
PT Konten Utama Indonesia untuk memproduksi ponsel nasional yaitu dengan merek IMO.
Saat ini sudah ada puluhan tipe ponsel/tablet yang memiliki brand IMO. Namun sayangnya
popularitas dari ponsel nasional ini masih sangat jauh dibanding dengan merek besar lain.
Hal ini terjadi antara tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk memasarkan produk IMO
apalagi membuat IMO menguasai pasar ponsel dalam negeri.
Berbicara mengenai produk dalam negeri, Indonesia tidak hanya merugi dalam hal
produsen ponsel. Namun perangkat-perangkat pendukungnya sekalipun Indonesia tidak
memiliki kemandirian. Misal yang paling mudah accecoris seperti case, cover, protector, dll,
hampir semuanya kita mengimpor dari China. Belum lagi yang tidak kalah pentingnya adalah
operator telepon. Saat ini Indonesia saat ini sangat tidak mandiri dalam hal operator telepon.
Tidak mandirinya Indonesia dalam operator telepon tidak hanya merugikan Indonesia dari
segi laba ekonomi saja. Namun juga kerentanan terhadap tindakan penyadapan dan jual beli
informasi telekomunikasi warga negara Indonesia.
SingTel memiliki 35% saham di PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dan
memiliki 65% saham Indosat. SingTel adalah perusahaan telekomunikasi asal Singapura. Dia
juga anak usaha dari Temasek Holdings Pte, konglomerasi milik Pemerintah Singapura. Di
awal tahun 2000, ketika saham Telkomsel ditawarkan kepada asing, Temasek melalui
SingTel adalah satu-satunya investor yang paling getol memburu saham anak usaha PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) ini.17
Usahanya tak sia-sia. Semula mereka mengempit 22,3%, kemudian April 2001
menambah kepemilikan sahamnya menjadi 35% dengan menyuntikkan dana tambahan
investasi senilai US$ 429 juta. Penambahan ini sekaligus meningkatkan total investasi

17

http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2051084/susahnya-mendepak-singtel-ditelkomsel#.U7n2HvmSy1U, diakses 1/7/2014 Jam 21.00

13

SingTel pada Telkomsel menjadi US$ 1,031 miliar dan merupakan investasi terbesar
perusahaan Singapura di Indonesia. Setahun sebelumnya, Temasek berhasil membeli 41,49%
saham Pemerintah Indonesia di PT Indosat Tbk senilai Rp 5,62 triliun (Rp 12.950 per saham).
Saham ini dibeli oleh Asia Mobile Holding Pte Ltd, anak usaha Singapore Technologies
Telemedia Pte Ltd (STT), yang menjadi bagian Temasek. Namun, pada bulan Juni 2008,
Temasek menjual 40,8% sahamnya di Indosat kepada Qatar Telecom (Qtel) senilai US$ 1,8
miliar atau Rp 16,8 triliun (dengan kurs Rp 9.300 saat itu). Lewat transaksi ini, Temasek
menangguk untung hampir tiga lipat.
Bagaimana saham mereka di Telkomsel? Temask sangat kekeh dalam memegang
sahamnya. Betul, kalau dilihat dari untung rugi, SingTel tak ingin melego 35% sahamnya di
Telkomsel. Maklum saja, setiap tahun perusahaan ini memberikan keuntungan yang sangat
besar. Sepanjang Januari-September 2013, Telkomsel memberi kontribusi pendapatan
sebesar Rp 43,99 triliun, atau 72% dari total omzet Telkom sebesar Rp 61,5 triliun.
Pendapatan Telkomsel itu naik 10,4% dibandingkan dengan pendapatan Januari-September
2012 yang mencapai Rp39,86 triliun. Naiknya pendapatan Telkomsel tak lepas dari jumlah
pelanggan yang terus meningkat. Populasi pelanggan Telkomsel per 30 September 2013
mencapai 127,9 juta nomor atau naik 5,3% dari populasi pelanggan per 30 September 2012.
Selain itu, pelanggan data Telkomsel mencapai 55,3 juta nomor atau meningkat 9,4%. Pada
tahun 2013 ini Telkomsel mencatatkan laba bersih sebesar Rp. 15,7 Triliun.18
Kembali pada kemungkinan dan harapan diatas, mungkinkah Indonesia memiliki
industri substitusi dalam negeri yang kuat. Jawabannya adalah sangat mungkin. Indonesia
(sebetulnya) adalah negara yang kuat dan (seharusnya) memiliki posisi tawar kepada pasar
yang kuat. Tinggal apakah pemerintah/negara serius atau tidak dalam menggarap dan
membangun industri dalam negeri yang kuat.
Kesimpulan

18

http://www.antaranews.com/berita/403747/laba-bersih-telkom-tembus-rp15725-triliun, diakses
1/7/2014 Jam 21.00

14

Sampailah kita pada akhir tulisan ini. Kita telah bahas berbagai masalah dalam pasar
ponsel, terutama smartphone di Indonesia. Mulai dari kerugian Indonesia yang hanya sebagai
eksportir bahan baku, konvensi impor yang merugikan Indonesia, keuntungan produsen
ponsel asing yang sangat besar, serta masih lemahnya industri ponsel dan pendukungnya di
dalam negeri. Pilihan Indonesia tidaklah banyak, apalagi ditengah kondisi liberalisasi dengan
akan hadirnya ASEAN Acenomic Community, dan AFTA. Indonesia hanya dihadapkan pada
dua pilihan, menyerah dan tak berdaya pada pasar asing atau bangkit membangun industri
dalam negeri yang kuat. Apabila pilihan kedua ini tidak dipilih, maka jangan harap kita- dapat
berdikari dan berjaya dalam pasar ponsel-smartphone yang terus digemari hampir seluruh
masyarakat Indonesia.

Daftar Pustaka
Outhwaite, William. 2008. Pemikiran Sosial Modern(Ed.2). Jakarta: Prenada Media
Group
Dalam Barner, Wener. 1962. The Economics of Prebich. Economic and Development
and Cultural Change. International Journal (J-Stor) Vol 10 No 2 Part 1

Budiman, Arief.1995.Teori Pembangunan dunia Ketiga .Jakarta:PT Gramedia
Labor Rights in High Tech Electronics : Case Studies of Workers’ Struggles in Samsung
Electronics and Its Asian Suppliers
Tempo. 2012. Laporan Khusus: Kelas Konsumen Baru Indonesia . No 1226 Edisi 2026 Februari 2012
Litbang Kompas. 2012. Fokus: Kelas Menengah. Kompas Edisi Jumat/8 Juni 2012
http://www.kemenperin.go.id/artikel/9003/12-Perusahaan-Asing-&-Lokal-AntriMau-Bangun-Pabrik-Ponsel, diakses 1/7/2014 Jam 21.00

15

http://tekno.kompas.com/read/2008/05/29/16411313/yuk.menghitung.emas.di.ponse
l.bekas, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
http://industri.kontan.co.id/news/ppnbm-ponsel-diterapkan-negara-rugi-rp-5-triliun,
diakses 1/7/2014 Jam 21.00
http://m.bisnis.com/finansial/read/20130211/9/135738/impor-ponsel-pengenaancukai-lebih-tepat, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/04/10/1950518/Blackberry.dan.iPhon
e.Ponsel.yang.Paling.Banyak.Dijual.di.Pasar.Gelap, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
http://icity.indosat.com/t5/Apple-iOS/Perbandingan-harga-iPhone-5s-di-Indonesiadan-Amerika/td-p/126897, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
http://www.techinsights.com/apple-iphone-5s/, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
http://www.the-marketeers.com/archives/berkembangnya-masyarakat-digital-barudi-indonesia.html, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
http://bisnis.liputan6.com/read/2055669/ct-tantang-samsung-realisasikanpembangunan-pabrik-di-ri, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
http://www.tabloidpulsa.co.id/news/10457-apple-selidiki-tuduhan-pelanggaran-hakburuh-di-china, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2051084/susahnya-mendepak-singtel-ditelkomsel#.U7n2HvmSy1U, diakses 1/7/2014 Jam 21.00
http://www.antaranews.com/berita/403747/laba-bersih-telkom-tembus-rp15725triliun, diakses 1/7/2014 Jam 21.00

16