HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAN MASYARAKAT

HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAN MASYARAKAT
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Studi Kepemimpinan Islam
Dosen Pembimbing: Dr. Drs. Muntoha S.H.,M.Ag

Disusun Oleh:

Arief Pradama Iswanto (13410073)
Kelas : D

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia umumnya, dilahirkan seorang diri, tetapi tidak dapat hidup tanpa
manusia lain (makhluk sosial). Menurut kodrat alam manusia sebagai makhluk sosial
di manapun mereka berada, selalu hidup bersama dan berkelompok. Kelompokkelompok manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu disebut masyarakat.

Aristoteles (384-322 SM) mengatakan bahwa manusia itu “Zoon Politicon” artinya
bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya ingin selalu berkumpul dengan
sesamanya. Dalam menghadapi alam sekeliling, ia harus hidup berkawan dengan
manusia-manusia lainnya dan pergaulan ini akan mendatangkan kepuasan bagi
jiwanya. Masyarakat di seluruh pelosok dunia sekarang ini telah hidup dalam suatu
habitat global, transparant, tanpa batas, saling mengait (linkage), dan saling
ketergantungan (interdependence). Hukum mempunyai peranan sangat besar dalam
pergaulan hidup di tengah – tengah masyarakat. Hal ini dapat di lihat dari ketertiban,
ketentraman, dan tidak terjadinya ketegangan di dalam masyarakat, karena hukum
mengatur menentukan hak dan kewajiban serta melindungi kepentingan individu dan
kepentingan sosial.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah hubungan manusia dengan hukum?
2. Bagaimanakah peranan masyarakat dalam pemberlakuan hukum?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui hubungan manusia dengan hukum hukum.
2. Untuk mengetahui peranan masyarakat dalam pemberlakuan hukum.

BAB II
PEMBAHASAN


2

A. Hubungan antara manusia dengan hukum
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam
ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “ Ubi societas ibi jus ” (di mana
ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu
bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan
yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat
itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Manusia, disamping bersifat sebagai makhluk individu, juga berhakekat dasar sebagai
makhluk sosial, mengingat manusia tidak dilahirkan dalam keadaaan yang sama (baik fisik,
psikologis, hingga lingkungan geografis, sosiologis, maupun ekonomis) sehingga dari
perbedaan itulah muncul inter dependensi yang mendorong manusia untuk berhubungan
dengan sesamanya. Berdasar dari usaha pewujudan hakekat sosialnya di atas, manusia
membentuk hubungan sosio-ekonomis di antara sesamanya, yakni hubungan di antara
manusia atas landasan motif eksistensial yaitu usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya (baik
fisik maupun psikis).1
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur
tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order)

yang bernama: masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial
masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari
dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur (kekuasaan). Dari sinilah hukum tercipta.
Untuk menciptakan keteraturan maka dibuatlah hukum sebagai alat pengatur, dan agar
hukum tersebut dapat memiliki kekuatan untuk mengatur maka perlu suatu entitas lembaga
kekuasaan yang dapat memaksakan keberlakuan hukum tersebut sehingga dapat bersifat
imperatif. Sebaliknya, adanya entitas kekuasaan ini perlu diatur pula dengan hukum untuk
menghindari terjadinya penindasan melalui kesewenang-wenangan ataupun dengan penyalah
gunaan wewenang. Mengenai hubungan hukum dan kekuasaan ini, terdapat adagium yang
populer: “Hukum tanpa kekuasaan hanyalah angan-angan, dan kekuasaan tanpa hukum
adalah kelaliman.”
Komponen hukum yang pertama adalah substansi atau isi hukum yang bersangkutan.
Suatu hukum agar benar-benar mampu menciptakan keadilan bagi masyarakat, maka isi dari
hukum itu sendiri harus benar-benar berfungsi sebagai manifestasi nilai-nilai dan rasa
keadilan serta nilai-nilai normatif yang diidealkan masyarakat. Disamping itu, agar hukum
tersebut dapat berjalan, substansi hukum tersebut juga tidak boleh bertentangan dengan
1 R. Soeroso, S.H., Pengantar Ilmu Hukum.2006..Jakarta: Sinar Grafika. hal.298.

3


substansi hukum lain yang telah ada. Sehingga suatu hukum agar dapat bekerja, maka ia
harus bersifat koheren dengan keseluruhan sistem norma sosial yang ada dalam lingkungan
masyarakat yang bersangkutan.
Komponen yang kedua adalah struktur, yaitu lembaga yang memiliki kewenangan
untuk menegakkan hukum. Sebuah hukum, sebaik apapun substansi yang dikandungnya
tidak akan mampu berjalan jika tidak ada lembaga yang memiliki kekuasaan untuk
menjalankan hukum tersebut. Lembaga yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan hukum
ini terdiri dari setiap subyek yang memiliki kewenangan untuk itu, mulai dari instansi
penyidik seperti aparat kepolisian, instansi penuntut umum seperti kejaksaan, dan
pengadilan.
Komponen yang ketiga sekaligus yang terakhir adalah komponen kultur atau budaya
dari masyarakat hukum yang bersangkutan. Suatu hukum yang ideal adalah hukum yang
merupakan produk langsung dari budaya masyarakat yang bersangkutan, sehingga sistem
nilai yang diusung oleh produk hukum tersebut akan sesuai (karena merupakan manifestasi)
dengan kesadaran nilai ( value consciousness ) yang dimiliki masyarakat.
Dari penjabaran ini, maka diketahui bahwa kerja hukum sebagai alat pengaturan
masyarakat adalah bersifat sistemis. Yakni kerja sinergis yang sempurna antara komponenkomponen yang dibutuhkan agar tujuan hukum dapat terlaksana dan mencapai sasarannya
(memberikan keadilan bagi individu-individu dalam masyarakat) yang satu sama lain tidak
dapat dipisah-pisahkan, yaitu: substansi hukum yang baik, struktur hukum yang kokoh
(memiliki kekuatan dan berintegritas), serta kultur yang kondusif (kesesuaian ideologi

hukum dengan budaya masyarakat yang bersangkutan) untuk penegakan hukum tersebut.
Pada akhirnya, bagaimana hukum itu dibuat dan untuk apa hukum itu ditujukan
berpulang sepenuhnya pada kesadaran (kehendak) manusia yang bersangkutan itu sendiri.
Hukum dapat bersifat membebaskan umat manusia dari ketertindasan, namun sebaliknya
hukum juga dapat juga digunakan sebagai sarana penindasan. Karena hukum hanyalah
berfungsi sebagai alat (tool), yaitu alat manusia untuk menciptakan keteraturan dengan
pewujudan keadilan atas interaksi antar manusia tersebut, dan di atas dunia ini tidak ada satu
alat pun yang tidak dapat disalah gunakan. Begitu pula dengan hukum.
Kemudian masyarakat membentuk suatu system yang disebut dengan masyarakat
hukum. Kemudian membentuk budaya hukum. Maksud disini yaitu untuk menunjuk tradisi
hukum yang digunakan untuk mengatur kehidupan didalam suatu masyarakat. Dengan
masyarakat yang sadar akan hukum,persamaan dan kesadaran akan tinggi guna menjunjung
tinggi rasa keadilan dan menghargai orang lain.
4

Kesatuan hukum yang membentuk masyarakat hukum itu dapat berupa individu,
kelompok, organisasi atau badan hukum Negara, serta kesatuan-kesatuan lainnya sedangkan
alat yang dipergunakan untuk mengatur hubungan antar kesatuan hukum tersebut itu disebut
hukum, yaitu suatu kesatuan system hukum yang tersusun atas berbagai komponen serta
diakui oleh suatu Negara sebagai pengesahannya tersebut.2

Berikut tujuan adanya hukum bagi kehidupan masyarakat yaitu:
1. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti, hukum berfungsi
menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk, sehingga segala
sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin: hukum dapat
memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa yang
benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi
pelanggarnya.
3. Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari hukum
dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Hukum
adalah alat untuk membuat masyarakat yang lebih baik.
4. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh melakukan
pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih
sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi negara.
5. Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti contoh persengekataan harta waris dapat
segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam hukum
perdata.
6. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubunganhubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.
Menurut J.F. Glastra Van Loon, fungsi dan penerapan hukum di masyarakat adalah:



Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup.



Menyelesaikan pertikaian.

2 Lili Rasjidi dkk. Hukum Sebagai Suatu Sistem.2003. Bandung:Mandar Maju.

5



Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan-aturan jika perlu dengan
kekerasan.



Memelihara dan mempertahankan hak tersebut.




Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan
masvarakat.



Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum dengan cara merealisasi fungsifungsi di atas.

Sedangkan menurut Prof.Dr. Soerjono Soekanto fungsi hukum di Indonesia adalah :


Alat ketertiban dan ketentraman masyarakat.



Sarana untuk mewujudkan keadilan social lahir bathin.




Sarana penggerak pembangunan.
Fungsi kritis hukum dewasa ini adalah Daya kerja hukum tidak semata-mata

pengawasan pada aparatur pemerintah (petugas), tetapi termasuk juga aparatur penegak
hukum. Dengan demikian hukum harus memiliki fungsi-fungsi yang sedemikian rupa,
sehingga dalam masyarakat dapat diwujudkan ketertiban, keteraturan, keadilan dan
perkembangan : Agar hukum dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, maka bagi
pelaksanaan penegak hukum dituntut kemampuan untuk melaksanakan atau menerapkan
hukum, dengan seninya masing-masing, antara lain dengan menafsirkan hukum sedemikian
rupa sesuai keadaan dan posisi pihak-pihak. Bila perlu dengan menerapkan analogis atau
menentukan kebijaksanaan untuk hal yang sama, atau hampir sama, serta penghalusan hukum
(Rechtsfervinjing). Di samping itu perlu diperhatikan faktor pelaksana penegak hukum,
bahwa yang dibutuhkan adalah kecekatan, ketangkasan dan keterampilannya. Ingat
adagium :The singer not a song atau The most important is not the system, but the man
behind the system Dalam hal ini si penyanyi adalah semua insan di mana hukum berlaku,
baik warga masyarakat maupun para pejabat, termasuk para penegak hukum (Soejono
Dirdjosisworo, 1983 : 155).

B. Peran mayarakat dalam pemberlakuan hukum

Hukum mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan
manusia (seluruh manusia tanpa terkecuali). Oleh karena itu maka hukum harus
6

dilaksanakan agar kepentingan manusia tersebut dapat terlindungi. Dalam pelaksanaannya,
hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, akan tetapi dapat juga terjadi
pelanggaran-pelanggaran hukum dalam prakteknya. Dalam hal ini hukum yang telah
dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum ini menjadi
kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu :
kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan
(Gerechtigkeit).
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat
ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang
harus berlaku; fiat justitia et pereat mundus ( meskipun dunia ini runtuh hukum harus
ditegakkan ). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Masyarakat mengharapkan
adanya kepastian hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih
tertib. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan
hukum. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan
hukum, keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil.
Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu sistem hukum untuk menciptakan

kehidupan masyarakat yang harmonis dan teratur. Kenyataannya hukum atau peraturan
perundang-undangan yang dibuat tidak mencakup seluruh perkara yang timbul dalam
masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Dalam usaha menyelesaikan suatu perkara adakalanya hakim menghadapi masalah belum
adanya peraturan perundang-undangan yang dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan
perkara yang bersangkutan, walaupun semua metode penafsiran telah digunakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berlakunya hukum dalam masyarakat, sehingga
hukum tersebut berlaku efektif atau tidak. berikut hal-hal yang mempengaruhi berlakunya
hukum dalam masyarakat :
1. Kaidah Hukum di dalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan antara tiga macam hal
mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, hal itu diungkapkan sebagai berikut :
 Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada
kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah
ditetapkan.
 Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif.

7

Artinya, kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa
walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah itu
berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.
 kaidah hukum berlaku secara filosofis, sesuai dengan cita hukum sebagai nilai
positif yang tertinggi.
2. Penegak hukum
Penegak hukum atau orang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup
yang sangat luas. Sebab, menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan bawah.
artinya, dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum, petugas seharusnya harus
memiliki suatu pedoman diantaranya peraturan tertulis tertentu yang menyangkut ruang
lingkup tugas-tugasnya.
3. Sarana/Fasilitas
Fasilitas/sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu. ruang
lingkup sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor
pendukung. misalnya, bila tidak ada kertas dan karbon yang cukup serta mesin tik yang
cukup baik, bagaimana tugas dapat membuat berita acara mengenai suatu kejahatan.
bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan
dan alat-alat komunikasi yang proporsional. kalau peralatan yang dimaksud sudah ada,
maka faktor-faktor pemeliharaannya juga sangat penting.
4. Warga Masyarakat
Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat.
warga masyarakat dimaksud, adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan
perundang-undangan, derajat kepatuhan. secara sederhana dapat dikatakan, bahwa
derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan.3

3 Lawrence M. Friedman. Sistem Hukum. Terj.M. Khozim. 2013.Bandung: Nusa Media

8

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk menciptakan keteraturan maka dibuatlah hukum sebagai alat pengatur, dan
agar hukum tersebut dapat memiliki kekuatan untuk mengatur maka perlu suatu entitas
lembaga kekuasaan yang dapat memaksakan keberlakuan hukum tersebut sehingga dapat
bersifat imperatif. Manusia pastinya harus memiliki suatu hukum yang mengatur
manusia itu sendiri, bisa bersifat memaksa dan tegas, lalu hukum tersebut pastinya
mengatur moral manusia itu sendiri karena pada dasarnya hukum dibuat untuk mendidik
manusia agar berprilaku adil terhadap semua.
Hukum mempunyai peranan sangat besar dalam pergaulan hidup di tengahtengah masyarakat. Hal ini dapat di lihat dari ketertiban, ketentraman, dan tidak
terjadinya ketegangan di dalam masyarakat, karena hukum mengatur menentukan hak
dan kewajiban serta melindungi kepentingan individu dan kepentingan sosial.
B. Saran
Sebaiknya dalam membuat suatu hukum dalam masyarakat diperhatikan berbagai
aspek, kemudian disesuaikan dengan keadaan masyarakat tersebut, sehingga tidak
terjadi ketegangan di dalam masyarakat dan terciptalah pengaturan hak dan kewajiban
serta perlindungan terhadap kepentingan individu dan kepentingan sosial.

9

DAFTAR PUSTAKA

Friedman, Lawrence M.,. 2013. Sistem Hukum.cet.5.terj:M.Khozim.Bandung: Nusa Media.
Rasjidi,Lili dkk. 2003. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung:Mandar Maju.
Soeroso, R.2006.Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta: Sinar Grafika.

10