BAB IV Retribusi bab iv retribusi

BAB IV
SKENARIO OPTIMALISASI
POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH

4.1. Dinas Kelautan dan Perikanan
4.1.1. Potensi Penerimaan PAD Sektor Kelautan dan Perikanan
A.

Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan
Perikanan (UPTD BPTKP)
Perhitungan potensi penerimaan PAD yang berasal dari UPTD BPTKP didasarkan pada

beberapa asumsi menurut unit kerja. Untuk perhitungan penerimaan PAD di BAT Cangkringan,
BAT Wonocatur, BAT Bejiharjo, BAT Sendangsari, BAP Samas, dan BAL Sundak digunakan
dasar perhitungan potensi reproduksi per induk untuk masing-masing komoditas yang dikelola
oleh masing-masing unit kerja. Jumlah potensi produksi benih didasarkan pada beberapa Standar
Nasional Indonesi (SNI) terkait produksi benih seperti: (1) SNI No. 01- 6485.3 - 2000 terkait
Produksi benih ikan gurame (Osphronemus goramy) kelas benih, (2) SNI : 01- 6484.2 - 2000
terkait Benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), dan (3) Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya
KKP No. 1106/DPB.0/HK.150/XII/2006 tentang Standar Sarana, Fasilitas Fisik dan Operasional
Balai Benih Ikan (BBI) dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Direktorat Jenderal Perikaan

Budidaya KKP. Jumlah stok induk betina yang dimiliki oleh masing-masing unit kerja adalah
sebagai berikut:
 UK BAT Cangkringan
Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Cangkringan pada tahun 2013 adalah
sebanyak 1.959 ekor terdiri atas induk lele sebanyak 315 ekor, gurami sebanyak 32 ekor,
tawes (70 ekor), nila merah (1.218 ekor), nila hitam (272 ekor), mas (52 ekor), patin (10
ekor), grass carp (22 ekor).
 UK BAT Wonocatur

173

Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Wonocatur pada tahun 2013 adalah sebanyak
932 ekor yang terdiri atas induk lele (220 ekor), tawes (7 ekor), nila merah (380 ekor), nila
hitam (283 ekor), dan ikan mas (42 ekor)
 UK BAT Bejiharjo
Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Bejiharjo pada tahun 2013 adalah sebanyak
676 ekor yang terdiri atas induk lele (114 ekor), tawes (7o ekor), nila merah (333 ekor),
nila hitam (87 ekor), dan ikan mas (72 ekor)
 UK BAT Sendangsari
Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Sendangsari pada tahun 2013 adalah sebanyak

852 ekor yang terdiri atas induk lele (114 ekor), gurami (200 ekor), tawes (19 ekor), nila
merah (275 ekor), nila hitam (215 ekor), dan ikan mas (28 ekor)
 UK BAP Samas
Jumlah induk udang galah betina yang dimiliki UK BAP Samas pada tahun 2013 adalah
sebanyak 3.417ekor
 UK BAL Sundak
Jumlah induk bandeng betina yang dimiliki UK BAL Sundak pada tahun 2013 adalah
sebanyak 42 ekor
Untuk BAP Congot, estimasi potensi didasarkan pada analisis usaha pembesaran udang
vanamei di lokasi BAP. Perhitungan secara detail usaha budidaya udang dilakukan terhadap satu
unit tambak, dari dikonversi untuk 5 tambak yang dikelola. Estimasi potensi penerimaan sewa
pasar ikan dan jasa laboratorium di BAT Cangkringan diasumsikan sama dengan realisasi pada
tahun 2013, sedangkan hasil samping uji coba didasarkan pada penerimaan rata-rata selama
periode 2008-2013.
Potensi penerimaan total PAD dari pengelolaan optimal pada kondisi saat ini untuk UPTD
BPTKP adalah sebesar Rp2.050.655.819 (Tabel 4.1). Berdasarkan nilai potensi tersebut, tingkat
realisasi dari potensi baru sebesar 34,6% dari potensi PAD dari bidang usaha budidaya perikanan.
Jika diasumsikan UPTD mampu mengelola 60% dari potensi yang ada, maka total nilai yang dapat
diterima diperkirakan sebesar Rp1.230.573.491. Nilai 60% potensi penerimaan tersebut jika
dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp697.778.300,

maka terdapat selisih sebesar Rp520.677.191 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan atau

174

dengan tingkat pemanfaatan (realisasi) sebesar 57,7% dari potensi yang ada. Potensi penerimaan
terbesar berasal dari UK BAP Congot yaitu sebesar Rp720.000.000, diikuti UK BAT Cangkringan
sebesar Rp513.209.086, UK BAT Sendangsari sebesar Rp295.951.181, dan UK BAT Wonocatur
sebesar Rp139.860.104. Diantara unit penghasil tersebut, UK BAP Samas telah dikelola secara
optimal dengan tingkat realisasi yang hampir sama dengan potensinya, yaitu dengan realisasi
sebesar Rp136.806.667 (90,8% potensi PAD). Untuk hasil produksi berupa benih, potensi
penerimaan dalam estmasi hanya memperhitungkan nilai produksi dengan tarif sesuai PERDA
yang belaku saat ini. Nilai potensi akan berubah dan lebih tinggi jika harga per satuan produksi
meningkat (perubahan Perda terkait retribusi mengalami revisi/perubahan). Bahasan berikut akan
secara detail membahas masing-masing unit penghasil (UPTD dan Dinas). Contoh terhitungan
terlampir pada laporan ini.

Tabel 4.1.
Potensi Penerimaan PAD UPTD BPTKP
No.


UPT / Satker

PAD (Rp)

(a)

(b)

A.

Perikanan Budidaya

709.896.300

1.

UK BAT
261.074.000
Cangkringan
UK BAT

31.485.500
Wonocatur
UK BAT Bejiharjo 41.609.500

Sumbangan
(%)
(c)

Potensi/tahun
(Rp)
(d)

Persen dari
Potensi (%)
(e = %d)

2.050.955.819

98,3


513.509.086

24,6

139.860.104

6,7

96,8

2.
3.

34,6

35,6

50,8

4,3


22,5
120.908.377

5,8

5,7
4.
5.

UK BAT
Sendangsari
UK BAP Samas

44.084.000

34,4
295.951.181

6,0

124.210.000

14,2
136.806.667

14,9
6,6

16,9
6.

UK BAP Congot

111.080.300

90,8
720.000.000

34,5


56.904.604

2,7

67.015.800

3,2

15,1
7.

UK BAL Sundak

30.075.000

15,4

4,1
8.


Hasil Samping Uji
66.278.000
Coba
Sumber: Analisis Data, 2014

Realisasi
Potensi (%)
(f=b/d)%)

9,0

52,9
98,9

175

1.

Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Cangkringan
Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Cangkringan diperkirakan sebesar


Rp513.509.086. Jika dalam beberapa tahun ke depan, UK BAT Cangkringan mampu mengelola
60% dari potensi tersebut, diperkirakan potensi penerimaan sebesar Rp308.105.452. Jika nilai
potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013
yang berjumlah Rp250.774.000, maka terdapat selisih sebesar Rp47.031.452 antara nilai potensi
dengan realisasi penerimaan (pemanfaatan sebesar 84.7 dari potensi). Potensi penerimaan di UK
BAT Cangkringan berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp216.417.953 dimana nilai
tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak 15.120.000 ekor dan calon induk sebanyak
196 kg. Potensi penerimaan untuk komoditas nila merah adalah sebesar Rp87.596.806 (produksi
benih: 2.932.200 ekor dan produksi calon induk: 244 kg), sedangkan potensi untuk komoditas
gurami adalah sebesar Rp72.261.218 (produksi benih: 307.200 ekor dan produksi calon induk: 50
kg). Selain itu, penerimaan UK BAT Cangkringan termasuk biaya sewa pasar ikan sebesar
Rp2.500.000 dan biaya pengujian di laboratorium BPTKP sebesar Rp7.800.000. Rincian
mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Cangkringan ditampilkan pada
Tabel 4.2.

Tabel 4.2.
Potensi Penerimaan PAD UK BAT Cangkringan
Jenis Ikan
Lele
Gurami
Tawes
Nila Merah
Nila Hitam
Mas
Patin
Grasscarp
Jumlah*

Induk Betina
(ekor)
315
32
70
1.218
272
52
10
22
1.959

Telur
(butir)

Benih
(ekor)

-

15.120.000
307.200
419.000
2.923.200
652.400
2.512.000
496.000
211.200
21.933.800

Calon
induk (Kg)

Konsumsi
(kg)

196
50
40
32
244
739
534
663
253
32
18
18
1.316
1.466
60% Potensi

Nilai (Rp)
216.417.953
63.817.915
72.261.218
87.596.806
28.790.515
34.324.678
503.209.086
301.925.451

Sumber: Analisis Data, 2014
Keterangan: * Jumlah belum termasuk potensi penerimaan biaya sewa pasar ikan sebesar
Rp2.500.000 dan biaya pengujian di laboratorium BPTKP yang berada di UK
BAT Cangkringan sebesar Rp7.800.000.
176

2.

Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Wonocatur
Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Wonocatur adalah sebesar

Rp83.916.062. Nilai tersebut berasal dari 60% potensi penerimaan secara keseluruhan yang
berasal dari UK BAT Wonocatur yang berjumlah sebesar Rp139.860.104. Jika nilai 60% potensi
penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang
berjumlah Rp31.485.500, maka terdapat selisih sebesar Rp52.430.562 antara nilai potensi dengan
realisasi penerimaan. Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Wonocatur berasal dari komoditas
lele dengan nilai sebesar Rp75.032.800 dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih
sebanyak 10.568.000 ekor. Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas ikan mas
yaitu sebesar Rp26.030.108 (produksi benih: 2.000.000 ekor dan produksi calon induk: 100 kg),
diikuti potensi untuk komoditas nila hitam sebesar Rp22.993.211 (produksi benih: 680.000 ekor
dan produksi calon induk: 595 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari
UK BAT Wonocatur ditampilkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3.
Potensi Penerimaan PAD UK BAT Wonocatur
Jenis Ikan

Induk Betina
(ekor)

Telur
(butir)

Benih
(ekor)

Calon
induk (Kg)

Konsumsi
(kg)

Nilai (Rp)

Lele
Tawes

220
7

-

10.568.000
344.000

33

-

75.032.800
3.951.747

Nila Merah

380

-

912.000

39

-

11.852.239

Nila Hitam
Mas
Jumlah

283
42
932

-

680.000
2.000.000
14.504.000

595
10
676
60% Potensi

22.993.211
26.030.108
139.860.104
83.916.062

Sumber: Analisis Data, 2014
3.

Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Bejiharjo
Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Bejiharjo secara keseluruhan

diperkirakan berjumlah sebesar Rp120.908.377. Jika UK BAT Bejiharjo mampu mengelola 60%
potensi penerimaan tersebut diperkiran akan diperoleh potensi penerimaan sebesar Rp72.545.026.
Jika nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada
tahun 2013 yang berjumlah Rp41.609.500, maka terdapat selisih sebesar Rp30.935.526 antara nilai

177

potensi dengan realisasi penerimaan. Sehingga, terdapat peluang peningkatan target penerimaan
di tahun-tahun mendatang di UK BAT Bejiharjo.
Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Bejiharjo berasal dari komoditas lele dengan nilai
sebesar Rp50.700.477 dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak
5.480.000 ekor, calon induk sebanyak 49 kg, dan ikan konsumsi sebanyak 1 kg. Potensi
penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas ikan mas yaitu sebesar Rp30.240.805 (produksi
benih: 3.440.000 ekor, produksi calon induk: 28 kg, dan ikan konsumsi: 1 kg), diikuti potensi
untuk komoditas tawes sebesar Rp20.810.801 (produksi benih: 3.360.000 ekor, produksi calon
induk: 8 kg, dan ikan konsumsi: 2 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal
dari UK BAT Bejiharjo ditampilkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4.
Potensi Penerimaan PAD UK BAT Bejiharjo

Jenis Ikan
Lele
Tawes
Nila Merah
Nila Hitam
Mas
Jumlah

Induk Betina
(ekor)
114
70
333
87
72
676

Telur
(butir)

Benih
(ekor)

-

5.480.000
3.360.000
800.000
208.000
3,.440.000
13.288.000

Calon
induk (Kg)

Konsumsi
(kg)

49
8
29
40
28
153

1
2
11
1
15
60% Potensi

Nilai (Rp)
50.700.477
20.810.801
14.586.179
4.570.116
30.240.805
120.908.377
72.545.026

Sumber: Analisis Data, 2014
4.

Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Sendangsari
Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Sendangsari adalah sebesar

Rp177.570.708, jika BAT mampu mengelola 60% dari potensi penerimaan yang berjumlah
sebesar Rp295.570.708. Jika nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi
penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp44.084.000, maka terdapat selisih sebesar
Rp133.486.708 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan.
Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Sendangsari berasal dari komoditas lele dengan
nilai sebesar Rp151.241.605 dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak
5.480.000 ekor, calon induk sebanyak 100kg, dan ikan konsumsi sebanyak 27 kg. Potensi
178

penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas gurami yaitu sebesar Rp105.536.026 (produksi
benih: 708.932 ekor, produksi calon induk: 180 kg, dan ikan konsumsi: 25 kg), diikuti potensi
untuk komoditas ikan mas sebesar Rp15.637.632 (produksi benih: 1.352.000 ekor, produksi calon
induk: 139 kg, dan ikan konsumsi: 25 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang
berasal dari UK BAT Sendangsari ditampilkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5.
Potensi Penerimaan PAD UK BAT Sendangsari
Induk Betina
(ekor)
114
200
19

1.211.068
-

Nila Merah

275

-

660.000

200

-

12.379.700

Nila Hitam
Mas

215
28

-

516.000
1.352.000

25
139

11
25

5.951.864
15.637.632

Jumlah

852

1.211.068

9.644.932

645
88
60% Potensi

295.951.181
177.570.708

Jenis Ikan
Lele
Gurami
Tawes

Telur
(butir)

Benih
Calon
Konsumsi
(ekor)
induk (Kg)
(kg)
5.480.000
100
27
708.932
180
25
928.000
1
-

Nilai (Rp)
151.241.605
105.536.026
5.204.354

Sumber: Analisis Data, 2014
5.

Unit Kerja Budidaya Air Payau (UK BAP) Samas
Total potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Samas diperikrakan sebesar

adalah sebesar Rp136.806.667. Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan
realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp124.210.000, maka hanya terdapat
selisih sebesar Rp12.596.667 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Komoditas yang
dihasilkan dari UK BAP Samas adalah komoditas udang galah. Potensi penerimaan PAD sebesar
Rp136.806.667 berasal dari produksi benih sebanyak 4.100.000 ekor, penjualan induk afkir
sebanyak 68 kg, penjualan induk glondongan sebanyak 303 kg, dan udang galah konsumsi
sebanyak 28 kg. Data potensi tersebut sesungguhnya telah mengambil hampir 90% potensi
penerimaan, sehingga target penerimaan tahunan PAD dari UK BAP Samas hanya berkisar pada
angka estimasi tersebut. Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP
Samas ditampilkan pada Tabel 4.6.

179

Tabel 4.6.
Potensi Penerimaan PAD UK BAP Samas
Udang Galah
Benih (ekor)
Induk afkir (kg)
Induk Glondongan (kg)
Glondongan Konsumsi (kg)
Jumlah
Sumber: Analisis Data, 2014
6.

Jumlah
4.100.000
68
303
28

Nilai (Rp)
114.800.000
2.733.333
18.160.000
1.113.333
136.806.667

Unit Kerja Budidaya Air Payau (UK BAP) Congot
Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Congot adalah sebesar

Rp720.000.ooo. Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan
PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp111.080.300, maka terdapat selisih sebesar Rp
608.919.700 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Komoditas yang dihasilkan dari UK
BAP Congot dalam perhitungan ini hanya komoditas udang vanamei. Potensi penerimaan PAD
tersebut diperoleh dari total nilai penjualan per siklus per petak sebesar Rp48.000.000. Dengan
asumsi jumlah petak tambak yang operasional untuk udang sebanyak 5 unit, maka jumlah
penerimaan per siklus sebanyak Rp240.000.000. Dalam satu tahun secara rata-rata tambak
berproduksi 3 siklus produksi, dengan demikian jumlah penerimaan per tahun dipekirakan sebesar
Rp720.000.ooo. Hasil perhitungan ini dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan perhitungan jika
menggunakan harga yang ditentukan oleh PERDA terkait retribusi jasa usaha. Sehingga dengan
basis tarif PERDA, pada tahun ini sekurang-kurangnya tambak udang congot mampu memberikan
kontribusi sebesar Rp360.000.000.
Selain udang, tambak congot juga menghasilkan produksi bandeng. Berdasarkan
pengalaman BAP Congot, 1 petak tambak (sekitar 2000 m2/petak) aktif untuk produksi bandeng
dengan jumlah tebaran nener 40.000 ekor. Hasil produksi dari 3 siklus panen petak tersebut
diperoleh sebesar 1.712 kg per tahun. Dengan harga sesuai ketentuan PERDA senilai Rp15.000
per kg, maka diperoleh penerimaan sebesar Rp25.755.000 per petak per tahun.

180

Tabel 4.7.
Potensi Penerimaan PAD UK BAP Congot Berdasarkan kondisi Existing
No
Rincian
1. Luas tambak per petak
2. Rata-rata padat Tebar
3. Jumlah Tebar
4. Panen
5. Harga jual PERDA (Rp/kg)
6. Harga jual pasar (Rp/kg)
7. Total nilai penjualan
a. Sesuai harga jual PERDA (5)
b. Sesuai harga pasar (6)
8. Jumlah siklus produksi per tahun
9. Potensi penerimaan per siklus per petak per tahun
a. Sesuai harga jual PERDA (a = 4*5*8)
b. Sesuai harga pasar (b=4*6*8)
10. Jumlah petak tambak yang dikelola
9. Potensi penerimaan per tahun
a. Sesuai harga jual PERDA (a = 4*5*10)
b. Sesuai harga pasar (b=4*6*10)
Sumber: Analisis Data, 2014
7.

Satuan
m2/petak
ekor/m2
ekor
Kg
Rp
Rp
Rp/siklus
Rp/siklus
Rp/siklus
Siklus/tahun

Nilai
2.374
84
199.416
800
30.000
60.000
24.000.000
48.000.000
3

Rp/siklus/petak
Rp/siklus/petak
petak

72.000.000
144.000.000
5

Rp/tahun
Rp/tahun

360.000.000
720.000.000

Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak
Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAL Sundak adalah sebesar Rp56.904.604.

Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun
2013 yang berjumlah Rp30.075.000, maka terdapat selisih sebesar Rp26.829.604 antara nilai
potensi dengan realisasi penerimaan. Komoditas yang dihasilkan dari UK BAP Samas adalah
komoditas bandeng. Potensi penerimaan PAD sebesar Rp56.904.604 berasal dari produksi benih
sebanyak 2.400.000 ekor dan penjualan induk afkir sebanyak 17 kg. UK BAL memiliki potensi
untuk bekerjsasama dengan pembudidaya, termasuk dengan BAP Congot untuk menghasilkan
PAD melalui penjualan benih, khususnya nener. Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang
berasal dari UK BAP Samas ditampilkan pada Tabel 4.8.

181

Tabel 4.8.
Potensi Penerimaan PAD UK BAL Sundak
Bandeng
Benih (ekor)
Induk afkir (kg)
Induk Glondongan (kg)
Glondongan Konsumsi (kg)
Jumlah
Sumber: Analisis Data, 2014

B.

Jumlah
2.400.000
17
-

Nilai (Rp)
56.637.937
266.667
56.904.604

Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelabuhan Perikanan Pantai (UPTD PPP) Sadeng
dan LPPMHP Yogyakarta
Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UPTD PPP didasarkan pada beberapa asumsi

menurut jenis penerimaan. Penerimaan untuk izin usaha perikanan (SIPI) dihitung berdasarkan
jumlah kapal yang menjadikan PPP Sadeng sebagai pangkalan utamanya. Jumlah kapal yang
berukuran antara 11-30 GT sebanyak 28 unit yang terdiri atas 13 kapal gillnet berukuran 11-20
GT, 2 kapal gillnet berukuran 21-30 GT, dan 13 kapal purse seine berukuran 21-30 GT. Asumsi
penerimaan SIUP didasarkan pada realisasi penerimaan pada tahun 2013. Potensi penerimaan
sewa tempat terbuka, tempat tertutup, air bersih, surat keterangan asal ikan, dan pengujian di
LPPMHP diasumsikan sama dengan realisasi tahun 2013. Asumsi yang digunakan untuk
menghitung potensi penerimaan PAD dari retribusi jasa tambat dan labuh adalah sebagai berikut
 Kapal motor berukuran < 10 GT diasumsikan hanya melakukan trip harian sebanyak 20
kali trip per bulan (10 hari di pelabuhan).
 Kapal motor berukuran >10 GT diasumsikan hanya melakukan trip mingguan sebanyak
4 kali dengan labuh ke dermaga sebanyak 8 hari per bulan.
 Kapal motor pendatang yang masuk ke PPP Sadeng diasumsikan sebanyak 20 kapal per
tahun dengan lama tambat 4 hari per bulan.
 Ukuran kapal motor pendatang yang masuk ke pelabuhan diasumsikan 10 GT per kapal.
Potensi penerimaan PAD di UPTD PPP dan LPPMHP Yogyakarta adalah sebesar
Rp35.863.500 (tabel 4.9). Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi
penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp23.702.000, maka terdapat selisih sebesar
Rp12.161.500 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan.
182

Tabel 4.9.
Potensi Penerimaan PAD UPTD PPP dan LPPMHP Yogyakarta

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jenis Penerimaan
Realisasi PAD (Rp)*
SIUP dan SIPI Kapal
1.900.000
Tambat Labuh
3.329.000
Sewa tempat terbuka/tertutup
3.500.000
Sewa kamar nelayan andun
2.500.000
Air bersih
2.500.000
PAS Masuk
1.500.000
SKA Ikan
2.500.000
Pengujian di LPPMHP
5.973.000
Jumlah
23.702.000
Keterangan: * Realisasi penerimaan PAD tahun 2013
Sumber: Analisis Data, 2014

C.

Potensi PAD
(Rp)
4.000.000
13.390.500
3.500.000
2.500.000
2.500.000
1.500.000
2.500.000
5.973.000
35.863.500

Potensi Penerimaan PAD Dinas Kelautan dan Perikanan
Potensi penerimaan PAD Dinas kelautan adalah sebesar Rp2.086.819.319 (tabel 4.10).

Tingkat realisasi pemanfaatn potensi tersebut saat ini sebesar Rp733.598.300 atau sebesar 35,2%
potensi yang ada. Jika Dinas Kelautan dan Perikanan mampu mengelola 60% dari potensi tersebut
dalam beberapa tahun ke depan, maka potensi penerimaan yang dapat diperoleh diperkirakan
sebesar Rp1.252.091.591. Nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi
penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp721.480.300, maka terdapat selisih sebesar
Rp 518.493.291 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Pengelolaan secara professional
UK BAP Congot akan memberikan potensi penerimaan yang besar. Perhitungan potensi tambak
congot pada Tabel 4.7 sesungguhnya menggunakan data produksi dengan potensi yang lebih
rendah dari potensi rata-rata tambak di sekitar area budidaya (rata-rata produktivitas tambak di
sekitar lokasi produksi adalah 8,62 ton/ha/tahun, sedangkan UK BAP Congot hanya 3,37
ton/ha/tahun).

183

Tabel 4.10.
Potensi Penerimaan PAD Dinas Kelautan dan Perikanan

No.

A.
1.

UPT / Satker
(a)
Perikanan Budidaya

(d)

Persen
dari
Potensi
(%)
(e = %d)

(f=b/d)%)

96,8
35,6
4,3
5,7
6,0
16,9
15,1
4,1
9,0

2.050.955.819
513.509.086
139.860.104
120.908.377
295.951.181
136.806.667
720.000.000
56.904.604
67.015.800

98,3
24,6
6,7
5,8
14,2
6,6
34,5
2,7
3,2

34,6
50,8
22,5
34,4
14,9
90,8
15,4
52,9
98,9

5.973.000

13.390.500
3.500.000

0,3
0,3
1,2
0,6
0,2

100,0
100,0
61,1
24,9
100,0

PAD (Rp)

Sumbangan
(%)

Potensi/tahun
(Rp)

(b)

(c)

709.896.300
261.074.000
31.485.500
41.609.500
44.084.000
124.210.000
111.080.300
30.075.000
66.278.000
5.973.000

Realisasi
Potensi
(%)

8.

UK BAT Cangkringan
UK BAT Wonocatur
UK BAT Bejiharjo
UK BAT Sendangsari
UK BAP Samas
UK BAP Congot
UK BAL Sundak
Hasil Samping Uji Coba

B.

Laboratorium

1.

Pengujian di LPPMHP

5.973.000

C.

Perikanan Tangkap

15.829.000

1.

3.329.000
3.500.000
2.500.000

0,3

2.500.000

0,1

100,0

6.

Tambat Labuh
Sewa tempat
terbuka/tertutup
Sewa kamar nelayan
andun
Air bersih
PAS Masuk
SKA Ikan

0,8
0,8
2,2
0,5
0,5

2.500.000
1.500.000
2.500.000

2.500.000
1.500.000
2.500.000

D.

Diskanlut

1.

SIUP dan SIPI Kapal

1.900.000

0,3
0,2
0,3
0,3
0,3

0,1
0,1
0,1
0,2
0,2

100,0
100,0
100,0
47,5
47,5

733.598.300

100,0

100,0

35,2

2.
3.
4.
5.
6.
7.

2.
3.
4.
5.

TOTAL (A+B+C)

1.900.000

5.973.000
25.890.500

4.000.000

4.000.000
2.086.819.319

Sumber: Analisis Data, 2014

4.1.2. Kendala dan Strategi Optimalisasi PAD Sektor Kelautan dan Perikanan
Sumber penerimaan PAD perikanan berasal dari tiga sumber kegiatan pokok, yaitu:
perikanan budidaya, perikanan tangkap dan pasca panen hasil perikanan. Perikanan budidaya
menjadi penyumbang terbesar PAD sektor perikanan dan kelautan di DIY sampai saat ini.
Perikanan budidaya menyumbang 97% PAD perikanan, disusul perikanan tangkap (2%),
laboratorium (pasca panen hasil perikanan) (1%) (Gambar 4.1).
184

Gambar 4.1. Proporsi Penerimaan PAD masing-masing Kegiatan di Dinas Kelautan dan
Perikanan DIY (dalam %)
15,829,000
2%

5,973,000 1,900,000
0%
1%

697,778,300
97%

A.

UPTD BPTKP

B.

UPTD PPP

C.

LPPMHP

D. Kantor Dinas

Sumber: Analisis Data, 2014
Masing-masing kegiatan perikanan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai
penghasil penerimaan PAD. Tabel 4.11 menyajikan data distribusi potensi dan unit-unit penghasil
PAD yang potensial dikembangkan dan tantangan dalam pengelolaannya.

185

Tabel 4.11.
Sumber-Sumber Potensial Penerimaan PAD Perikanan, Permasalahan dan Prasyarat Peningkatan PAD

UPT / Satker

PAD (Rp)

Sumbangan
(%)

(a)

(b)

©

(d)

Persen
dari
Potensi
(%)
(e = %d)

709.896.300

96,8

2.050.955.819

98,3

A. Perikanan
Budidaya
(UPTD
BPTKP)

Potensi (Rp)

Realisasi
Potensi
(%)
(f=b/d)%)

34,6

Potensi dan kendala pengembangan

Perikanan budidaya, baik pembenihan
maupun pembesaran ikan/udang masih
terbuka untuk pengembangan dan tetap
menjadi unit penghasil utama PAD. Data
produksi benih dan induk saat ini, baru
memanfaatakan setengah dari potensi yang
ada. Produktivitas per induk dan produktivitas
lahan juga masih perlu dioptimalkan. Kualitas
hasil produksi (benih dan induk) masih perlu
ditingkatkan. Kendala yang dihadapi antara
lain: keterbatasan jumlah dan kualitas SDM,
sarana produksi yang terbatas, dan kebijakan
pelelangan untuk saprokan tertentu. Sistem
pelelangan untuk pengadaan pakan dan induk
menghambat perolehan sarana prasarana
produksi yang berkualitas. Seluruh UK BAT
mengelola komoditas yang cukup beragam
sehingga kurang terspesialisasi. Kendala
keterbatasan anggaran untuk pengelolaan
kegiatan produksi juga sering muncul
sehingga menekan produktivitas induk yang
dikelola.

186

UPT / Satker

UK BAT
Cangkringan

PAD (Rp)

261.074.000

UK BAT
Wonocatur

31.485.500

UK BAT
Bejiharjo

41.609.500

Sumbangan
(%)

35,6

4,3

5,7

Potensi (Rp)

Persen
dari
Potensi
(%)

Realisasi
Potensi
(%)

24,6

50,8

6,7

22,5

5,8

34,4

513.509.086

139.860.104

120.908.377

Potensi dan kendala pengembangan

Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) dengan Luas
lahan 7,5 Ha, dimanfaatkan untuk kolam 4,5
Ha, sehingga lahan masih dapat dioptimalkan
untuk produksi benih dan calon induk. BBIS
memiliki jumlah karyawan yang terbatas
yaitu 12 orang yang terdiri atas 10 orang
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 2 orang
tenaga honorer (PTT) pada tahun 2013.
Jumlah tersebut dengan kualifikasi yang
beragam sehingga sering menjadi kendala
pengembangan. Kendala keterbatasan
anggaran untuk pengelolaan kegiatan
produksi juga sering muncul.
BBI memiliki lahan seluas 1,155 hektar, yang
terdiri atas lahan untuk perkolaman 0,575 ha,
lahan hatchery, gudang pupuk dan kapur serta
bangunan kantor 0,192 ha dan untuk lain-lain
0,388 ha. Optimalisasi pemanfaatan lahan
masih dapat dilakukan untuk meningkatkan
peluang pemanfaatan potensi yang baru
dimanfaatkan kurang dari 25%. Komoditas
yang diusahakan juga terlalu beraram.
Luas lahan yang dikelola seluas 1,8 Ha yang
terdiri atas bangunan dan gedung kantor
seluas 0,7 Ha dan kolam seluas 1,1 Ha.
Tenaga kerja yang mengelola berjumlah 4
orang (hanya 1 orang PNS dan 3 orang tenaga
honorer). Ketersedaian dan kualitas air yang
baik menjadi faktor pembatas kegiatan
produksi. Komoditas yang diusahakan
187

UPT / Satker

PAD (Rp)

Sumbangan
(%)

Potensi (Rp)

Persen
dari
Potensi
(%)

Realisasi
Potensi
(%)

Potensi dan kendala pengembangan

beragam dan tidak terfokus. Keterbatasan
SDM pengelola memerlukan strategi
penyediaan SDM untuk mendukung produksi.

UK BAT
Sendangsari

UK BAP Samas

44.084.000

124.210,000

6,0

16,9

295.951.181
14,2

14,9

6,6

90,8

136.806.667

UK BAT Sendangsari memiliki areal seluas
2,5 Ha yang meliputi bangunan kolam seluas
1,7 Ha dan sisanya seluas 0,8 Ha digunakan
untuk bangunan kantor, gudang, dan
pekarangan. Masih terdapat lahan yang belum
dimanfaatkan. Sebagian besar kolam berupa
kolam tanah dan bocor. Sarana pengelolaan
air (bak pengendapan) tidak berfungsi karena
rusat. Supply air terbatas mengikuti pola
tanam pada pertanian. Tenaga kerja pengelola
berjumlah 6 orang.
UK BAP Samas adalah satu-satunya balai
benih penghasil udang galah di DIY, bahkan
secara nasional menjadi salah sat sentra
(rujukan). UK BAP Samas memiliki lahan
seluas 5,5 Ha yang dikelola oleh 13 orang
PNS (dengan sebaran tingkat pendidikan 3
orang S1, 2 orang D3, 2 orang SMA, dan 6
orang SMP). Serangan virus yang terjadi
tahun 2012 telah mulai dapat dikelola,
sehingga ke depan dapat memberikan
sumbangan PAD yang sesuai target. Unit ini
telah dikelola secara optimal.
188

UPT / Satker

PAD (Rp)

Sumbangan
(%)

UK BAP Congot

111.080.300

15,1

Potensi (Rp)

Persen
dari
Potensi
(%)

Realisasi
Potensi
(%)

34,5

15,4

720.000.000

Potensi dan kendala pengembangan

UK BAP Congot mempunyai lahan seluas 5,5
Ha dengan kolam seluas 1 Ha, yang dikelola
4 orang karyawan. Unit ini dapat menjadi
sumber penghasilan utama PAD sektor
perikanan. Produktivitas usaha saat ini masih
rendah, dibandingkan potensinya. Untuk
udang produktivitas hanya 3 ton/ha,
sedangkan petambak di sekitar lokasi telah
mencapai lebih dari 8 ton/ha (bahkan
beberapa petambak dapat mencapai lebih dari
15 ton/ha). Permasalahan teknis yang
dihadapi adalah sumber air payau yang
terbatas. Tarif yang berlaku juga sangat
rendah, sehingga tidak sesuai dengan harga
jual komoditas yang dihasilkan (Tarif
PERDA = Rp30.000/kg udang vanamei,
padahal harga pasar secara rata-rata dapat
melampaui Rp60.000/kg). Biaya produksi per
kg udang juga masih tergolong tinggi,
dibandingkan rata-rata di tingkat masyarakat
(lebih dari Rp50.000/kg di UK BAP dan
189

UPT / Satker

PAD (Rp)

Sumbangan
(%)

Potensi (Rp)

Persen
dari
Potensi
(%)

Realisasi
Potensi
(%)

Potensi dan kendala pengembangan

dimasyarakat hanya kurang dari
Rp30.000/kg). Berdasarkan data
produksi/panen yang dilaporkan, jika dihitung
sintasan (survival rate) udang sampai panen
hanya kurang dari 30%, dan tergolong sangat
rendah. Kendala SDM (jumlah dan kualitas)
serta kendala teknis pengelolaan (salinitas
dan oksigen terlarut rendah) masih dihadapi.

UK BAL
Sundak

30.075.000

4,1

56.904.604
2,7

52,9

UK BAL Sundak berada di pantai Sundak,
Kabupaten Gunungkidul, dengan lahan seluas
23.009 m2. Unit ini secara operasional
dikelola oleh 5 orang terdiri dari satu orang
pimpinan dan 4 orang petugas. UK BAL
Sundak merupakan satu-satunya unit balai
budidaya laut di DIY, tetapi kurang
berkembang karena kegiatan budidaya laut
dan payau belum cukup berkembang di DIY.
Tahun-tahun terakhir budidaya payau
berkembang pesat di pesisir DIY, terutama
budidaya udang sehingga membuka peluang
bagi UK ini untuk berkembang pesat
memanfaatkan peluang tersebut.
190

PAD (Rp)

Sumbangan
(%)

Hasil Samping
Uji Coba

66.278.000

9,0

67.015.800

B. Perikanan
Tangkap
(UPTD PPP
Sadeng)

15.829.000

2,2

25.890.500

Tambat Labuh

3.329.000

UPT / Satker

Sewa tempat
terbuka/tertutup

3.500.000

0,5
0,5

Potensi (Rp)

Persen
dari
Potensi
(%)

Realisasi
Potensi
(%)

3,2

98,9

1,2

61,1

0,6

24,9

0,2

100,0

Potensi dan kendala pengembangan

Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang
cukup memadai (TPI berlistrik dengan
sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana
pokok dan sarana penunjang pelabuhan
tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD.
PAD berasal dari pemanfaatan aset, jasa-jasa
pelabuhan, dan kegiatan produksi seperti
produksi es. UPTD PPP belum mampu
memberikan kontribusi besar karena usaha
perikanan tangkap baru pada tahap awal
untuk perikanan lepas pantai. Kesadaran
masyarakat pengguna PPP untuk membayar
retribusi menjadi kendala optimalisasi
penerimaan PAD. Investasi pada perikanan
yang masih terbatas juga menjadi kendala.

13.390.500
3.500.000

191

UPT / Satker

Sewa kamar
nelayan andun
Air bersih
PAS Masuk
SKA Ikan
C. Laboratorium
(LPPMH)

PAD (Rp)

2.500.000
2.500.000
1.500.000
2.500.000
5.973.000

Pengujian di
LPPMHP

5.973.000

D. Dislautkan

1.900.000

SIUP dan SIPI
Kapal
TOTAL
(A+B+C+D)

Sumbangan
(%)

0,3
0,3
0,2

Potensi (Rp)

Persen
dari
Potensi
(%)

Realisasi
Potensi
(%)

0,1

100,0

0,1

100,0

0,1

100,0

0,1

100,0

0,3

100,0

0,3

100,0

0,2

47,5

0,2

47,5

100,0

35,2

Potensi dan kendala pengembangan

2.500.000
2.500.000
1.500.000

0,3

2.500.000

0,8

5.973.000

0,8

5.973.000

0,3

4.000.000

1.900.000

0,3

4.000.000

733.598.300

100,0

2.086.819.319

Mitra bisnis terbatas dan kesadaran
masyarakat masih kurang untuk melakukan
analisis pangan ikani. Investasi pada industry
pengolahan ikan masih terbatas.

Kapal ikan belum teregistrasi dengan baik.
Usaha budidaya yang berkembang pesat juga
belum dikelola dengan sistem perizinan yang
jelas. Investasi perikanan belum berkembang
dengan baik

192

Perikanan budidaya masih akan menjadi sumber penerimaan utama PAD sektor kelautan
dan perikanan DIY. Secara umum, UPTD BPTKP masih dapat meningkatkan pemanfaatan potensi
aset untuk kegiatan produksi perikanan (yang secara potensial juga dapat menjadi sumber PAD).
Potensi penerimana sektor ini cukup besar untuk terus dikembangkan baik melalui kegiatan
produksi benih, calon induk, maupun ikan konsumsi. Kapasitas produksi benih dan induk saat ini
masih belum secara optimal dilakukan dan secara rata-rata baru memanfaatakan setengah dari
potensi yang ada. Produktivitas per induk dan produktivitas lahan juga masih dapat ditingkatkan
karena pemanfaatannya masih belum optimal. Kualitas hasil produksi (benih dan induk) juga saat
ini masih belum optimal. Beberapa kendala yang dihadapi secara umum antara lain: keterbatasan
jumlah dan kualitas SDM, sarana produksi yang terbatas, dan adanya kebijakan makro yang secara
potensial menghambat produksi ikan secara baik seperti sistem pelelangan untuk saprokan tertentu
(induk dan pakan) yang menyebabkan perolehan induk/calon induk atau pakan yang kurang sesuai
standar yang dibutuhkan. Tantangan lain adalah seluruh UK BAT saat ini mengelola komoditas
yang beragam dan hampir sama jenisnya, sehingga kurang fokus (terspesialisasi). Disisi lain,
sumberdaya manusia untuk mengelola ikan yang cukup beragam tersebut terbatas. Selain itu,
sistem insentif yang minim dan kurang apreasi yang lebih baik atas capaian lebih dapat
menurunkan etos kerja unit penghasil. Tarif yang diberlakukan pada PERDA saat ini juga jauh
lebih rendah dari harga pasar, sehingga mengurangi potensi penerimaan PAD bidang perikanan
dan kelautan.
Secara spesifik, beberapa unit unit penghasil (UK BAT/BAP/BAL) menghadapi kendala,
baik kendala teknis maupun non-teknis. Masalah teknis yang yang dihadapi antara lain
permasalahan kualitas dan kuantitas air dikarenakan sumber air yang terbatas pada musim tertentu
seperti dihadapi oleh UK BAT Sendangsari dan Bejiharjo serta UK BAP Congot; tidak adanya
bak pengendapan untuk mengolah air masuk ataupun limbah seperti di UK BAT Sendangsari; dan
kerusakan saluran air dan kolam (kolam bocor). Masalah non-teknis yang dihadapi berupa
keterampilan tenaga teknis yang minim dan fasilitas yang kurang memadai. Jumlah SDM
pengelola juga terbatas pada beberapa unit penghasil. Permasalahan spesifik juga dihadapi oleh
UK BAL Sundak, yang menjadi satu-satunya unit balai budidaya laut di DIY. Kegiatan produksi
yang menghasilkan PAD kurang berkembang karena kegiatan budidaya laut (dan payau) belum
cukup berkembang di DIY, sehingga hasil produksi masih kurang diminati seperti hasil produksi
nener (benih bandeng).
193

Potensi penghasil PAD yang secara signifikan dapat menjadi penyumbang terbesar
kegiatan perikanan di DIY dapat diperoleh dari pengelolaan kegiatan produksi di UK BAP Congot.
UK BAP Congot memiliki lahan seluas 5,5 Ha dan baru dimanfaatkan 1 Ha. Produktivitas usaha
(tambak udang vanamei) saat ini masih rendah, yaitu hanya 3 ton/ha per tahun, sedangkan
petambak di sekitar lokasi telah mencapai lebih dari 8 ton/ha (bahkan beberapa petambak dapat
mencapai lebih dari 10 ton/ha). Permasalahan teknis yang dihadapi adalah sumber air payau yang
terbatas, sehingga salinitas yang dibutuhkan udang kurang sesuai. Tarif yang berlaku untuk UK
BAP ini juga sangat rendah, sehingga tidak sesuai dengan harga jual komoditas udang yang
dihasilkan (Tarif PERDA = Rp30.000/kg udang vanamei, padahal harga pasar secara rata-rata
dapat melampaui Rp60.000/kg). Biaya produksi per kg udang juga masih tergolong tinggi,
dibandingkan rata-rata di tingkat masyarakat (lebih dari Rp50.000/kg di UK BAP dan
dimasyarakat hanya kurang dari Rp30.000/kg). Untuk mengelola UK BAP ini juga hanya terdapat
4 orang karyawan.
Berbeda dengan beberapa UK lainnya, UK BAP Samas telah dikelola pada tingkat sesuai
potensinya. UK BAP ini merupakan satu-satunya balai benih penghasil udang galah di DIY,
bahkan secara nasional menjadi salah satu sentra (rujukan) terkait dengan produksi benur udang
galah. Serangan virus yang terjadi dalam tahun-tahun terakhir (terutama tahun 2012) telah mulai
dapat dikelola, sehingga ke depan dapat memberikan sumbangan PAD yang sesuai target (atau
potensi optimumnya).
Untuk kegiatan perikanan tangkap, potensi penerimaan masih terbuka terutama terkait
pengurusan perizinan, pemanfaatan fasilitas dan jasa dalam pelabuhan serta kegiatan produksi
seperti pabrik es. Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup memadai (TPI berlistrik
dengan sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan sarana penunjang pelabuhan
tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD. PPP Sadeng belum mampu memberikan kontribusi
besar karena usaha perikanan tangkap baru pada tahap awal untuk perikanan lepas pantai, yang
merupakan kegiatan yang dapat ditarik retribusi ooleh provinsi (terutama kapal di atas 10GT).
Kesadaran masyarakat pengguna PPP untuk membayar retribusi juga menjadi kendala optimalisasi
penerimaan PAD.
Untuk laboratorium, penerimaan retribusi PAD di LPPMHP masih sangat terbatas karena
mitra UPI (Unit Pengolahan Ikan) yang sangat terbatas jumlahnya dan kesadaran untuk menguji
produk perikanan yang masih rendah. LPPMHP hanya akan memiliki PAD yang besar jika unit
194

pengolahan ikan yang melakukan uji laboratorium atas produknya, baik untuk kepentingan ekspor
maupun perdagangan yang membutuhkan sertifikat berkembang. Jika UPI tidak berkembang,
maka PAD LPPMHP akan tetap kecil.
Secara ringkas sumber permasalahan dalam merealisasi potensi PAD melingkupi aspek
teknis, sarana prasarana, SDM, dan kebijakan. Tabel 4.2 menyajikan informasi terkait prasyarat
(kondisi) untuk optimalisasi penerimaan PAD sektor peirkanan dan kelautan. Beberapa aspek pada
uraiaan tersebut secara ringkas meliputi aspek berikut:


Perbaikan kebijakan tarif retribusi



Optimalisasi penggunaan lahan dan sarana prasarana seperti lahan yang belum digunakan
untuk produksi



Perbaikan dan peningkatan sarana prasarana perikanan (kolam ikan, pelabuhan,
laboratorium)



Registrasi kapal ikan



Pengembangan produksi es



Penyediaan broodstok



Peningkatan kualitas induk



Fasilitasi pemasaran produk



Peningkatan ketersedian dan kualitas SDM (pemulia ikan dibutuhkan)



Peningkatan iklim dan daya tarik investasi



Peninjauan kebali kebijakan (ex. pelelangan saprokan, seperti pakan ikan dan calon induk
ikan)



Sistem penganggaran yang lebih memadai untuk kegiatan UPTD.

195

Tabel 4.12.
Matrik Potensi Penerimaan dan Prasyarat Optimalisasi Potensi Penerimaan PAD Sektor Kelautan dan Perikanan
No.
A.

1.

UPT / Satker
Perikanan
Budidaya
(BPTKP)

UK BAT
Cangkringan

Sumber-sumber Penerimaan potensial

Prasyarat untuk Realisasi Potensi
Perbaikan dan peyediaan sarana prasarana produksi ikan yang berkualkitas;
Pengembangan hatchery; penambahan/peningkatan kualitas SDM;
Peningkatan produktivitas induk dan lahan. Sistem pengadaan sarana
produksi ikan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan perbenihan yang
berkualitas. Perbaikan tarif dengan merevisi tarif yang berlaku saat ini.
Kebijakan BBI dengan fokus pada komoditas tertentu perlu dikembangkan
untuk memperkuat spesialisasi dan mengoptimalkan SDM yang terbatas.
Penggunaan tenaga harian lepas membantu BBI mengelola permasalahan
ketersediaan SDM. Sistem insentif untuk unit penghasil perlu diperbaiki
untuk meningkatkan semangat dan apreasiasi atas capaian kerja. Peningkatan
anggaran UPTD untuk mengoptimalkan peran sebagai penghasil benih, calon
induk dan induk yang berkualitas.

Sumber penerimaan meliputi: penjualan telur
ikan; Penjualan Benih; Penjualan Calon
Induk; dan Penjualan Ikan Konsumsi

Peningkatan kualitas dan jumlah SDM, terutama pemulia ikan. Perbaikan
tarif, termasuk biaya sewa pasar ikan cangkringan (sekarang hanya
Rp2.500.000). Jasa laboratorium untuk pengujian kualitas air dan penyakit
juga dapat diotimalkan (nilai saat ini hanya Rp7.800.000). BBIS sesuai
fungsinya menghasilkan calon induk unggul perlu memperkuat dan
memperjelas kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian/perguruan tinggi.
Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu ditingkatkan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan potensi.

Jenis ikan penghasil: Ikan mas, Nila hitam,
Nila merah, Tawes, Gurami, Lele,
Grasscarp, Udang galah, dan Lobster

2.

UK BAT
Wonocatur

Sumber penerimaan meliputi: Penjualan
Benih, Penjualan Calon Induk, Penjualan
Ikan Konsumsi.
Jenis ikan penghasil meliputi: Ikan mas, Nila
hitam, Nila merah, Tawes, Lele

3.

UK BAT Bejiharjo

Sumber penerimaan utama berasal dari
penjualan Benih, Penjualan Calon Induk, dan
Penjualan Ikan Konsumsi

SDM pengelola berjumlah 5 orang masih dapat dioptimalkan dengan
memadukan memanfaatkan tenaga harian lepas. Prioritas jenis ikan yang
dikelola perlu ditentukan, sehingga BBI memiliki spesialisasi pada
jenis/komoditas tertentu. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu
ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi.

Dengan keterbatas air dan faktor-faktor lainnya, prioritas jenis ikan yang
dikelola perlu ditentukan. BBI Bejiharjo memiliki potensi untuk spesialisasi

196

No.

UPT / Satker

Sumber-sumber Penerimaan potensial
Jenis ikan penghasil: Ikan mas, Nila hitam
Nila merah, Tawes, dan Lele

4.

5.

UK BAT
Sendangsari

UK BAP Samas

6.

UK BAP Congot

7.

UK BAL Sundak

Sumber penerimaan utama berasal dari:
Penjualan Telur Ikan, Penjualan Benih,
Penjualan Calon Induk dan Penjualan Ikan
Konsumsi
Jenis ikan penghasil PAD antara lain: Ikan
mas, Nila hitam, Nila merah, Tawes, dan
Lele
Sumber penerimaan utama BAP Samas
antara lain Penjualan larva, Penjualan benur,
Penjualan tokolan, Penjualan udang
konsumsi.
Jenis ikan penghasil utama yaitu Udang galah
Sumber penerimaan meliputi: Penjualan
Undang windu, Penjualan udang vanamei,
Penjualan bandeng dan Penjualan udang
galah

Sumber penerimaan meliputi: Penjualan bibit,
Penjualan benur, Penjualan tokolan,
Penjualan ikan konsumsi,
Jenis ikan penghasil, yaitu bandeng dan
udang

Prasyarat untuk Realisasi Potensi
pada komoditas lele. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu
ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi.
Dengan keterbatasan air dan faktor-faktor lainnya, prioritas komoditas ikan
yang dikembangkan adalah gurami. Perbaikan sarana prasarana produksi
dibutuhkan. Kolam-kolam yang bocor/rusak perlu diperbaiki. Pengembangan
kolam permanen akan memudahkan pengelolaan komoditas dan
mengefisienkan penggunaan tenaga kerja. Untuk itu diperlukan dukungan
pembiayaan yang memadai dan SDM yang cukup secara jumlah.

UK BAP Samas selama ini telah secara optimal dikelola dan hanya
dibutuhkan mempertahankan kualitas produksi. Sistem insentif bagi pengelola
perlu ditingkatkan untuk meningkatkan etos kerja dan produktivitas.

Peningkatan produktivitas tambak perlu dilakukan dengan pengelolaan
tambak yang lebih baik, sehingga produksi tambak lebih baik (minimal dua
kali) kondisi saat ini. Kerjasama dengan pengelola profesional perlu
dikembangkan. Tarif retribusi perlu segera diperbaiki, agar tidak kehilangan
potensi penerimaan yang cukup besar. SDM pengelola yang memadai secara
jumlah dibutuhkan, salah satunya dengan pengadaan tenaga lepas harian.
Sistem insentif yang lebih baik perlu dikembangkan, sehingga jika unit
pengelola mampu mencapai target yang lebih tinggi dari yang ditargetkan,
mendapatkan insentif/penghargaan yang lebih baik (penghargaan berbasis
capaian).
UK BAL Sundak telah melalukan kegiatan fokus pada produksi nener
(bandeng), termasuk yang digunakan untuk kegiatan ujicoba produksi di UK
BAP Congot. Potensi PAD dari bandeng belum optimal karena usaha
budidaya bandeng belum berkembang baik di DIY. Perkembangan pesat
budidaya udang vanamei di DIY dapat menjadi salah satu potensi yang dapat
dikembangkan, yaitu melalui produksi udang atau beninya.

197

No.
8.

UPT / Satker
Hasil samping UK

Sumber-sumber Penerimaan potensial
Hasil sampling meliupti: Hasil Samping
Penjualan Riset UK BAT Wonocatur, Hasil
Samping Penjualan Riset UK BAT Bejiharjo,
Hasil Samping Penjualan Riset UK BAL
Sundak, Hasil Samping Penjualan Riset UK
BAT Sendangsari Hasil Samping Penjualan
Riset UK BAT Cangkringan.
Pengujian di LPPMHP

Prasyarat untuk Realisasi Potensi

Peningkatan kualitas layanan dan mendorong investasi baru pada industri
pengolahan perikanan. Peningkatan kesadaran pemeriksaan kualitas bahan
produk pangan ikani yang dihasilkan usaha-usaha pengolahan ikan.

B.

Laboratorium
(LPPMHP)

C.

Perikanan
Tangkap (PPP
Sadeng)

Tambat Labuh
Sewa tempat terbuka/tertutup
Sewa kamar nelayan andun
Air bersih
PAS Masuk
SKA Ikan
Pabrik es

Selain optimalisasi sumber-sumber penerimaan yang sekarang telah
menghasilkan melalui peningkatan kesadaran masyarakat, PPP juga dapat
mengembangkan kegiatan produktif seperti pembangunan pabrik es.
Kebutuhan es saat ini tidak disuplai oleh PPP atau daerah di DIY, tetapi justru
dari Jawa Tenggah. PPP juga perlu menginventarisasi armada penangkapan
ikan yang berijin dan tidak. Sumber potensial PAD untuk perikanan laut ke
depan adalah PPP Tanjung Adikarto, jika sudah beroperasi.

D

Dislautkan DIY
(Dinas)

SIUP dan SIPI Kapal

Perbaikan sistem perizinan perikanan, baik perikanan tangkap maupun
budidaya perlu dilakukan. Registrasi kapal ikan dan alat tangkap yang
digunakan dilakukan untuk mengetahui jumlah pemanfaat sumberdaya ikan.
Penataan izin usaha budidaya udang sesuai kewenangan provinsi juga perlu
dilakukan.

198

4.1.3. Catatan dan Rekomendasi Pengembangan Potensi Sektor Kelautan dan
Perikanan
Sektor kelautan dan perikanan menjadi kegiatan ekonomi yang berkembang pesat dan
diminati oleh masyarakat sebagai sumber penghidupan penting di DIY. Perkembangan pesat
kegiatan produksi perikanan telah menarik perkembangan kegiatan perikanan terkait lainnya
seperti pasar ikan, rumah makan khas ikan,

pemancingan, dan kegiatan hobi terkait

perikanan. Perikanan juga telah menyumbang pembiayaan pembangunan DIY berdasarkan
hasil pendapatan dari pemanfaatan aset, jasa, dan produksi usaha daerah bidang perikanan.
Sehingga, pengembangan usaha perikanan tidak saja penting untuk peningkatan ketahanan
pangan ikani, gizi dan kesehatan masyarakat, serta hobi, tetapi juga sebagai sumbere
pembiayaan pembangunan ekonomi daerah secara umum.
Satuan kerja yang ada di Dinas Kelautan dan Perikanan terdiri atas kesekretariatan,
bidang kelautan dan pesisir, bidang perikanan, dan bidang bina usaha, serta 2 Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) yaitu UPTD Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan
(BPTKP) dan UPTD Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng. Unit kerja penghasil PAD
berasal dari UPTD BPTKP dan UPTD PPP dan LPPHMP.
Sumber penerimaan PAD sektor kelautan dan perikanan DIY berasal dari tiga sumber
kegiatan pokok, yaitu: perikanan budidaya, perikanan tangkap dan pasca panen hasil perikanan.
Sumber penerimaan dari kegitan pokok tersebut berasal dari Retribusi jasa usaha, yang terdiri
atas: (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (sewa penggunaan lahan dan bangunan, jasa
sertifikasi pengawasan mutu hasil perikanan di LPPMHP (bidang bina usaha), dan jasa
pengujian laboratorium di BPTKP), (b) retribusi jasa usaha (pengelolaan pelabuhan perikanan
pantai di PPP Sadeng), (c) retribusi penjualan produksi usaha daerah di unit kerja budidaya air
tawar, payau, dan laut (BPTKP), dan (d) retribusi perizinan tertentu meliputi izin usaha
perikanan (SIUP, SIPI, dan SIKPI) (dikelola kantor dinas). Retribusi penjualan produksi usaha
daerah (yang seluruhnya berasal dari kegiatan pokok perikanan budidaya atau BPTKP)
menyumbang 97% PAD perikanan, disusul perikanan tangkap atau hasil retribusi jasa usaha di
PPP Sadeng sebesar 2% PAD Perikanan, dan penggunaan Laboratorium (retribusi pemakaian
kekayaan daerah di LPPMHP) sebesar 1% PAD Perikanan sebesar Rp733.598.300 pada tahun
2013.
Estimasi potensi penerimaan PAD Dinas kelautan dan Perikanan menunjukkan nilai
sebesar adalah sebesar Rp2.086.819.319. Tingkat realisasi pemanfaatn potensi tersebut saat ini
sebesar Rp733.598.300 atau 35,2% potensi yang ada. Jika Dinas Kelautan dan Perikanan
mampu mengelola 60% dari potensi tersebut dalam beberapa tahun ke depan, maka potensi
-199-

penerimaan yang dapat diperoleh diperkirakan sebesar Rp1.252.091.591. Kenaikan target
sampai pada tingkat 10-20% per tahun masih dapat tercapai, jika usaha dikelola dengan baik.
Perikanan budidaya masih akan menjadi sumber penerimaan utama PAD sektor
kelautan dan perikanan DIY. Secara umum, UPTD BPTKP masih dapat meningkatkan
pemanfaatan potensi aset untuk kegiatan produksi perikanan untuk PAD. Potensi penerimana
sektor ini cukup besar untuk terus dikembangkan baik melalui kegiatan produksi benih, calon
induk, maupun ikan konsumsi. Kapasitas produksi benih dan induk saat ini masih belum secara
optimal dilakukan dan secara rata-rata baru memanfaatakan setengah dari potensi yang ada.
Pengelolaan secara professional UK BAP Congot akan memberikan potensi penerimaan yang
besar, yaitu dengan meningkatkan produktivitas tambak, dari hanya 3,37 ton/ha/tahun menjadi
setara dengan masyarakat sekitar 8,62 ton/ha/tahun atau bahkan pada tingkat optimum
produktivitas budidaya udang vanamei yang secara rata-rata mencapai 20 ton/ha/tahun.
Untuk kegiatan perikanan tangkap, potensi penerimaan masih terbuka terutama terkait
pengurusan perijinan, pemanfaatan fasilitas dan jasa dalam pelabuhan serta pengembangan
kegiatan produksi seperti investasi pabrik es. Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup
memadai (TPI berlistrik dengan sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan
sarana penunjang pelabuhan tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD.
Untuk laboratorium, penerimaan retribusi PAD di LPPMHP masih sangat terbatas
karena mitra UPI yang sangat terbatas jumlahnya dan kesadaran untuk menguji produk
perikanan yang masih rendah. LPPMHP hanya akan memiliki PAD yang besar jika unit
pengolahan ikan yang melakukan uji laboratorium atas produknya, baik untuk kepentingan
ekspor maupun perdagangan yang membutuhkan sertifikat berkembang. Jika UPI tidak
berkembang, maka PAD LPPMHP akan tetap kecil.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengelolan PAD pada unit penghasil UPTD
BPTKP antara lain: tarif yang lebih rendah dari harga pasar, keterbatasan jumlah dan kualitas
SDM, sarana produksi yang terbatas, dan adanya kebijakan makro yang secara potensial
menghabat produksi ikan secara baik seperti sistem pelelangan untuk saprokan tertentu (induk
dan pakan). Tantangan lain adalah seluruh UK BAT saat ini mengelola komoditas yang
beragam dan hampir sama jenisnya, sehingga kurang fokus (terspesialisasi). Di sisi lain,
sumberdaya manusia untuk mengelola ikan di unit penghasil, terutama pada unit budidaya yang
cukup beragam dan terbatas jumlahnya. Selain itu, sistem insentif yang minim berpotensi
menurunkan etos kerja unit pe