Pengaruh Financial Distress dengan Menggunakan Altman Z-Score, Beta Saham dan Inflasi terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2012.
i ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh financial distress yang diukur dengan Altman Z-Score, risiko sistematis yang diukur dengan beta saham dan makro ekonomi yang diukur dengan inflasi terhadap return saham pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008-2012. Dari 133 perusahaan manufaktur yang terdaftar, diambil sampel sebanyak 75 perusahaan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis regresi data panel. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh keseluruhan variabel adalah sebesar 28,7%. Secara parsial variabel-variabel yang berpengaruh terhadap returnsaham yaitu financial distress dengan Altman Z-Score, beta saham dan inflasi.
Kata kunci: ReturnSaham, Financial Distress¸Altman Z-Score, Risiko Sistematis, Beta Saham danInflasi.
(2)
ii ABSTRACT
The purpose of this research is to examine of financial distress as measured by the Altman Z-Score, systematic risk as measured by beta stocks and macroeconomic measured by inflation on stock returns Manufacturing Company listed on the Stock Exchange 2008-2012 period. From 133 companies listed, 75 companies are taken as sample by using purposive sampling technique. Panel data regression analysis shows thatthe overall effect of variables is equal to 28.7%. Partially, the variables that affect the stock returns are financial distress with Altman Z-Score, beta stocks and inflation.
Keywords: Stock return, Financial distress, Altman Z-Score, Systematic risk, Beta stocks and Inflation
(3)
vi DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 17
1.3. Tujuan Penelitian ... 17
1.4. Manfaat Penelitian ... 18
1.5. Sistematika Penulisan ... 18
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN... 21
2.1 Kajian Kepustakaan ... 21
2.1.1 Teori Agensi ... 21
2.1.2 Teori Trade-Off ... 23
2.1.3 Return Saham ... 25
2.1.4 Risiko Saham ... 27
2.1.5 Risiko Finansial dan Kesulitan Keuangan (Financial Distress) ... 30
2.1.5.1 Model Prediksi Kebangkrutan Altman ... 33
2.1.6 Risiko Pasar / Beta Saham (β) ... 37
2.1.6.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM) ... 38
2.1.6.2 Security Market Line (SML) ... 41
2.1.6.3 Pengujian Empiris terhadap CAPM ... 43
2.1.7 Risiko Inflasi ... 45
2.2 Penelitian Terdahulu ... 47
BAB III RERANGKA PEMIKIRAN, MODEL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 52
3.1 Rerangka Pemikiran ... 52
3.1.1 Financial Distress dengan model Altman Z-Score dan Return Saham ... 53
3.1.2 Beta Saham dan Return Saham ... 56
3.1.3 Inflasi dan Return Saham ... 59
(4)
vii
3.2.1 Model Penelitian ... 60
3.2.2 Hipotesis Penelitian ... 61
BAB IV OBYEK DAN METODE PENELITIAN ... 63
4.1. Obyek Penelitian (Populasi) dan Teknik Pengambilan Sampel ... 63
4.2. Metode Penelitian ... 66
4.2.1. Metode Penelitian yang Digunakan ... 66
4.2.2. Operasionalisasi Variabel ... 67
4.2.3. Teknik Analisis ... 69
4.2.3.1Pemilihan Model Regresi Data Panel ... 71
1.Pemilihan antara Model PLS (The Pooled OLS Method) dengan FEM (Fixed Effect Method) ... 71
2. Pemilihan antara Model FEM (Fixed Effect Method) dengan REM (Random Effect Method) ... 72
4.2.3.2. Uji Asumsi Klasik ... 72
4.2.3.3. Pengujian Hipotesis ... 75
1. Koefisien Determinasi (��) ... 75
2. Uji Serempak (Uji F) ... 76
3. Uji Signifikasi Parsial (Uji t) ... 77
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 78
5.1 Hasil Penelitian ... 78
5.1.1 Gambaran Umum Deskriptif Statistik Variabel Penelitian ... 78
1. Variabel Return Saham ... 78
2. Variabel Altman Z-Score ... 83
3. Variabel Beta Saham... 91
4. Variabel Inflasi... 95
5.1.2 Pemilihan Model Regresi Data Panel ... 99
5.1.3 Uji Asumsi Klasik ... 101
5.1.3.1 Uji Normalitas ... 101
5.1.3.2 Uji Multikolinearitas ... 104
5.1.3.3Uji Heteroskedastisitas ... 106
5.1.3.4Uji Autokorelasi ... 107
5.1.4 Pengujian Hipotesis ... 108
5.1.4.1 Koefisien Determinasi ... 110
5.1.4.2 Uji Serempak (Uji F) ... 111
5.1.4.3 Uji Parsial (Uji t) ... 113
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 116
5.2.1 Analisis Pengaruh Variabel Altman Z-Score terhadap Return Saham ... 116
5.2.2 Analisis Pengaruh Variabel Beta Saham terhadap Return Saham . 117 5.2.3 Analisis Pengaruh Variabel Inflasi terhadap Return Saham ... 120
5.2.4 Analisis Pengaruh Variabel Altman Z-score, Beta Saham, dan Inflasi terhadap Return Saham ... 121
(5)
viii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 126
6.1 Kesimpulan ... 126
6.2 Saran ... 127
DAFTAR PUSTAKA ... 129 LAMPIRAN 1 - TABEL RETURN SAHAM PERUSAHAAN (Ri) PERIODE 2008-2012 ... L-1 LAMPIRAN 2 - GRAFIK RETURN SAHAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR PERIODE 2008-2012 (1,2 DAN 3) ... L-4 LAMPIRAN 3 - ALTMAN Z-SCORE PERIODE 2008-2012 ... L-6 LAMPIRAN 4 - GRAFIK ALTMAN Z-SCORE PERUSAHAAN
MANUFAKTUR PERIODE 2008-2012 (1,2, DAN 3) ... L-8 LAMPIRAN 5 - TREND KESEHATAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR PERIODE 2008-2012... L-10 LAMPIRAN 6 - BETA SAHAM (β) PERIODE 2008-2012 ... L-13 LAMPIRAN 7 - GRAFIK BETA SAHAM (β) (1,2,DAN 3) ... L-15 LAMPIRAN 8 - DATA OUTLIER YANG DISISIHKAN ... L-17 LAMPIRAN 9 - DATA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
PERIODE 2008-2012 (dalam Juta Rupiah) ... L-19 LAMPIRAN 10 - HASIL PERHITUNGAN METODE ALTMAN Z-SCORE PERUSAHAAN MANUFAKTUR PERIODE 2008-2012 ... L-35 LAMPIRAN 11 - RATA-RATA HARGA SAHAM CLOSING PRICE HARIAN DALAM SATU TAHUN PERIODE 2007-2012 (dalam Rupiah) ... L-51 LAMPIRAN 12 - BI RATE BULANAN PERIODE DESEMBER 2007 HINGGA DESEMBER 2012 ... L-63 LAMPIRAN 13 - IHSG BEI BULANAN PERIODE DESEMBER 2007
(6)
ix DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Tingkat Inflasi dan IHSG periode 2008-2012... 14
Tabel 2.2. Penelitian terdahulu... 47
Tabel 4.1. Prosedur Pemilihan Sampel ... 64
Tabel 4.2. Daftar Sampel ... 64
Tabel 4.3. Operasionalisasi Variabel ... 68
Tabel 5.1. Statistik Deskriptif Variabel Return saham ... 78
Tabel 5.2. Statistik Deskriptif Variabel Altman Z-Score ... 83
Tabel 5.3. Persentase Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z-Score Perusahaan Manufaktur periode 2008-2012... 86
Tabel 5.4. Statistik Deskriptif Variabel Beta Saham ... 91
Tabel 5.5. Statistik Deskriptif Variabel Inflasi ... 95
Tabel 5.6. Uji Chow test atau Likelihood ratio test ... 100
Tabel 5.7. Hasil Uji Normalitas Financial Distress dengan menggunakan Altman Z-Score, Beta saham dan Inflasi terhadap return saham ... 102
Tabel 5.8. Hasil Uji Normalitas Taksiran Model Regresi X–Y ... 102
Tabel 5.9. Hasil Uji Multikolinearitas Financial Distress dengan menggunakan Altman Z-Score, Beta saham dan Inflasi terhadap return saham ... 105
Tabel 5.10. Hasil Uji Glejser Model Financial Distress dengan menggunakan Altman Z-Score, Beta saham dan Inflasi terhadap return saham ... 106
Tabel 5.11. Hasil Uji Durbin-Watson regresi Financial Distress dengan menggunakan Altman Z-Score, Beta saham dan Inflasi terhadap return saham 107 Tabel 5.12. Hasil Koefisien Regresi Financial Distress dengan Menggunakan Altman Z-Score, Beta Saham Dan Inflasi terhadap return saham ... 109
Tabel 5.13. Nilai Koefisien Determinasi Regresi Financial Distress dengan menggunakan Altman Z-Score, Beta saham dan Inflasi terhadap return saham 111 Tabel 5.14. Uji F-statistik Regresi Financial Distress dengan menggunakan Altman Z-Score, Beta saham dan Inflasi terhadap return saham ... 112
Tabel 5.15. Uji Parsial (Uji t) Variabel Financial Distress dengan menggunakan Altman Z-Score (X1) ... 114
Tabel 5.16. Uji Parsial (Uji t) Variabel Beta Saham (X2) ... 114
(7)
x Tabel 5.18. Rangkuman Hasil Penelitian ... 116
(8)
xi DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Security Market Line (SML) (Hartono, 2013:528) ... 42
Gambar 3.1. Hubungan Risiko dan Return (Tandelilin, 2001) ... 57
Gambar 3.2. Model Penelitian ... 61
Gambar 5.1. Grafik Normal P-Plot (Asumsi Normalitas) ... 104 Gambar 5.5. Diagram Daerah Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin Watson
(9)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Dalam 20 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai rata-rata 6%. Pertumbuhan ini masuk dalam kategori 4 negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia (BI, 2013). Pertumbuhan ekonomi yang pesat membutuhkan inftrastruktur keuangan yang memadai seperti institusi perbankan dan pasar modal. Untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi tersebut dibutuhkan modal yang sangat besar.
Pasar modal menjadi alternatif pendanaan dalam mengembangkan perusahaan di Indonesia, karena dengan pasar modal dapat diperoleh dana dalam jumlah yang besar dibandingkan dana dari perbankan. Saham merupakan salah satu sekuritas diantara sekuritas-sekuritas lainnya yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi. Risiko tinggi tercermin dari ketidakpastian tingkat pengembalian (return) yang akan diterima oleh investor di masa datang. Hal ini sejalan dengan definisi investasi menurut Sharpe (1978:2), bahwa investasi merupakan pengorbanan di masa sekarang untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi pada masa yang akan datang, dimana nilai pada masa yang akan datang mengandung unsur ketidakpastian.
Satu-satunya pasar modal di Indonesia saat ini adalah Bursa Efek Indonesia (BEI) yang merupakan penggabungan dari Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
(10)
2 Surabaya. Telah banyak perusahaan yang melakukan go public di BEI, dimana pada tahun 2013 terdapat 483 perusahaan tercatat. Di BEI, perdagangan saham dilakukan berdasarkan hukum permintaan dan penawaran.
Dalam berinvestasi, seorang investor yang rasional akan menginvestasikan dananya dengan memilih saham-saham yang efisien, yang dapat memberikan return maksimal dengan tingkat risiko tertentu atau return tertentu dengan risiko yang seminimal mungkin.Semua investor pasti menginginkan return investasi yang semakin tinggi dari waktu ke waktu. Return atau tingkat pengembalian merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Harga saham yang selalu bergerak membuat tingkat pengembalian saham atau return tidak menentu tiap waktunya.Returnyang diterima oleh investor pun terbagi dalam dua komponen utama, yaitu Yield dan Capital Gain (Loss). Yield mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi. Capital Gain (Loss) mencerminkan kenaikan atau penurunan harga suatu surat berharga yang bisa memberikan keuntungan atau kerugian bagi investor. Tingkat pengembalian (return) yang diharapkan dari seorang investor dapat dihitung dari data yang telah ada maupun harapan investor dimasa mendatang. Return dapat dihitung dengan menghitung jumlah pengembalian yang diterima dikurangi jumlah yang diinvestasikan dibagi dengan jumlah yang diinvestasikan.
Dalam dunia bisnis hampir semua investasi mengandung risiko. Ketidakpastian akan tingkat penghasilan merupakan inti dari investasi, yaitu
(11)
3 investor harus selalu mempertimbangkan unsur ketidakpastian yang merupakan risiko investasi. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Sartono (2001) menyebutkan risiko merupakan probabilitas tidak tercapainya tingkat keuntungan yang diharapkan atau kemungkinan perbedaan terjadinya tingkat pengembalian hasil yang diterima dengan tingkat pengembalian hasil yang diharapkan.Menurut Hartono (2013) risiko adalah penyimpangan suatu deviasi dari outcome yang diterima dengan yang diekspektasi. Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya. Sehingga, dapat dikatakan risiko merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam analisis investasi karena setiap pilihan investasi selalu mengandung risiko, dan risiko inilah yang mempengaruhi keuntungan investor (Aruzzi et al., 2003).
Menurut Tandelilin (2001), terdapat beberapa sumber risiko yang bisa mempengaruhi besarnya returnsuatu investasi, diantaranya adalah: a) Risiko suku bunga, b) Risiko pasar, c) Risiko inflasi, d) Risiko bisnis, e) Risiko finansial, f) Risiko likuiditas, g) Risiko nilai tukar mata uang dan h) risiko negara.
Selain risiko diatas tersebut, dalam manajemen investasi dikenal pembagian risiko dalam dua jenis, yaitu risiko sistematis dan non sistematis. Risiko non sistematis dari suatu perusahaan tidak berkorelasi dengan perusahaan lainnya. Sebaliknya risiko sistematis berkorelasi terhadap setiap saham, artinya faktor risiko sistematis dimaksud dapat mengurangi besarnya tingkat keuntungan yang akan diperoleh investor.
(12)
4 Kondisi perekonomian Indonesia yang masih belum stabil mempengaruhi kondisi perusahaan-perusahaan yang berada di Indonesia, termasuk perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2008, Indonesia terkena dampak krisis keuangan global yang berdampak pada hampir semua industri dan hal itu menyebabkan turunnya nilai mata uang rupiah yang diikuti dengan kenaikan suku bunga, sehingga dampak tersebut telah melambungkan utang perusahaan sehingga keadaan ini mengakibatkan kondisi keuangan perusahaan menjadi tidak stabil dan mungkin saja perusahaan mengalami kondisi rawan terhadap kebangkrutan atau sering disebut financial distress. Sehingga penting bagi para investor untuk mempertimbangkan risiko kebangkrutan dalam mengambil keputusan investasinya, serta seberapa besar pengaruh risiko kebangkrutan ini terhadap return perusahaan. Selain itu saat terjadinya krisis ekonomi global tahun 2008, Indonesia mengalami tingginya laju inflasi dan terjadinya kenaikan harga minyak dunia yang diikuti dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, sehingga pada tahun 2008 dan tahun-tahun berikutnya banyak perusahaan yang mengalami kerugian termasuk perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan penurunan pada return saham yang diperoleh pemegang saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Risiko perusahaan dari sudut pandang investor dapat berasal dari risiko bisnis dan risiko finansial (Brigham, 2011). Dalam penelitian ini lebih memilih untuk fokus pada risiko finansial. Risiko finansial perusahaan dapat digambarkan dari struktur modal, yaitu penggunaan utang atas modal sebagai dasar investasi
(13)
5 perusahaan. Risiko finansial akan muncul jika perusahaan menggunakan saham dan utang untuk mendanai usahanya, karena perusahaan harus melakukan pembayaran tetap terhadap kreditur atas bunga dan uang yang dipinjamnya, disamping perusahaan juga harus menyediakan pembayaran untuk pemegang saham.
Risiko finansial merupakan risiko yang berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan utang dalam pembiayaan modalnya. Dalam hal ini semakin tingginya proporsi utang di dalam struktur modal mengakibatkan risiko kebangkrutan yang akan terjadi juga semakin besar. Risiko kebangkrutan tersebut dapat dihindari namun mengakibatkan semakin tingginya biaya yang terjadi dari usaha untuk menghindari terjadinya risiko kebangkrutan. Disinilah terjadinya trade-off dimana untuk meminimalisir kerugian yang dapat timbul dari penggunaan utang secara berlebih harus dilakukan pengorbanan dari timbulnya biaya untuk menghindari financial distress atau risiko kebangkrutan. Bila dikaitkan dengan agency cost, semakin tinggi proporsi penggunaan utang dalam struktur modal menyebabkan semakin tinggi biaya yang dikeluarkan oleh pemegang saham untuk mengawasi pihak manajemen agar tidak terjadi mis-manajamen yang dapat menyebabkan timbulnya financial distress atau risiko kebangkrutan. Kraus dan Litzenberger (dalam Jensen, 1984) berpendapat bahwa jika porsiutang dalam struktur modal perusahaan meningkat, maka kemungkinan kebangkrutanjuga meningkat. Brigham dan Gapenski (1996) mengatakan bahwa semakin besarpembiayaan dari utang, dan semakin besar beban bunga tetap,
(14)
6 semakin besarprobabilitas bahwa penurunan earning akan mengarah kepada kesulitan keuangan,karena itu semakin tinggi probabilitas financial distress.
Penggunaan tingkat utang yang relatif besar menimbulkan biaya tetap berupabeban bunga yang besar pula. Agar perusahaan dapat membayar kewajiban bunga yangbesar maka perusahaan harus dapat menghasilkan laba (EBIT) yang lebih besar darikewajiban bunga tersebut dan jika EBIT yang dihasilkan lebih kecil dari kewajibanbunga, maka perusahaan akan mengalami masalah dalam cashflow yang berakibatkepada keterlambatan pembayaran kewajiban, dan jika hal ini berlangsung secara terusmenerus kondisi ini disebut financial distress.
Selanjutnya ketika menjelang akhir tahun 2009, pada 1 desember 2009, PT. Bursa Efek Indonesia melakukan penghapusan pencatatan efek (delisting) terhadap beberapa emiten atas perusahaan yang tercatat sebagai berikut: PT Sara Lee Body Care Indonesia Tbk (PROD), PT. Sekar Bumi Tbk (SKBM), PT Tunas Alfin Tbk. Adapun hal yang mendasari keputusan delisting diantaranya perusahaan tercatat itu mengalami kondisi atau peristiwa yang secara seginifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan itu, baik secara finansial atau secara hukum atau terhadap kelangsungan perusahaan itu sebagai perusahaan terbuka dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai. Dari beberapa kasus faktual diatas, dapat diambil kesimpulan bagaimana memprediksi kesulitan keuangan (financial distress) menjadi lebih penting untuk dipelajari daripada mempelajari kebangkrutan, ini ini dikarenakan kondisi kesulitan keuangan (financial distress) datang lebih dahulu sebelum kebangkrutan. Hal ini menandakan sebuah kemungkinan untuk
(15)
7 memperbaiki kondisi financial distress sebelum perusahaan tersebut divonis bangkrut atau pailit atau gagal bayar atau bahkan sebelum financial distress itu sendiri terjadi.
Informasi bahwa sebuah perusahaan akan mengalami financial distress sangat bermanfaat. Dengan adanya prediksi ini, perusahaan dapat melakukan tindakan manajerial untuk mencegah permasalahan sebelum terjadi kebangkrutan. Jajaran manajemen dapat mengambil tindakan dengan melakukan merger ataupun akuisisi agar perusahaan mampu membayar utang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik. Pada sisi investor, model prediksi financial distress juga dapat memberi tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang.
Financial distress yaitu kondisi yang menunjukkan arus kas perusahaan sangat rendah dan perusahaan sedang menderita kerugian akan tetapi belum sampai mengakibatkan kebangkrutan (Purnanandam, 2008). Financial distress merupakan tahap dimana kondisi keuangan perusahaan mengalami penurunan sebelum terjadinya kebangkrutan. Financial distress dapat dimulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek) sebagai indikasi financial distress yang paling ringan, sampai kepernyataan kebangkrutan yang merupakan financial distress yang paling berat. Kondisi financial distress akan berdampak kepadaterjadinya penurunan firm value, penurunan kualitas hubungan dengan pelanggan,pegawai dan dengan kreditur serta terjadinya demotivasi pada karyawansehingga menurunkan job security (Endang, 2013).
(16)
8 Terjadinya financial distress banyak dikaitkan dengan kinerja perusahaan. Menurut Deng dan Wang (2006), pada penelitian yang dilakukan di Cina, menyatakan bahwa financial distress sebagai suatu “kondisi- kondisi keuangan yang abnormal”. Kondisi keuangan abnormal yang dimaksud yaitu kondisi pada saat perusahaan mengalami rugi bersih selama dua tahun terakhir atau nilai saham perusahaan lebih kecil daripada nilai nominalnya pada laporan keuangan tahun terakhir, serta pendapatan yang dihasilkan lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan
Salah satu sumber informasi mengenai kemungkinan kondisi financial distressperusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan melalui perhitungan rasio keuangan. Peneliti mula-mula Ramser dan Foster (1931), Fitzpatrick (1932), Winakor danSmith (1935) dan Merwin (1942) (dalam Aksoy dan Ugurlu, 2005) berfokus pada perbandingan antara rasio keuanganperusahaan yang gagal dan perusahaan yang tidak gagal dan disimpulkan bahwa rasiokeuangan perusahaan gagal adalah lebih buruk dari perusahaan yang tidak gagal. Penggagas utama lainnya terkait dengan penelitian risiko kebangkrutan perusahaan (financial distress) yaitu Beaver (1996) yang menyajikan pendekatan variabel tunggal (univariat)dari analisis diskriminan yang kemudian diperluas menjadi pendekatan variabel ganda(multivariat) oleh Altman (1968). Dalam penelitian Altman tersebut,teknik statistik multivariat ini menggabungkan efek dari beberapa variabel dalam modelyang mengklasifikasikan perusahaan yang pailit dan perusahaan yang tidak pailit.Menggunakan 33 sampel perusahaan yang pailit dan 33 perusahaan yang tidak pailitdalam kurun waktu 20 tahun(1946 sampai dengan 1965).Dalam penelitian ini, financial distress suatu perusahaan diproxy-kan oleh
(17)
9 model prediksikebangkrutan Altman, atau yang biasa disebut dengan Altman’s Bankruptcy Prediction Model (Z-Score).
Beberapa bukti empiris untuk mengkaji hubungan financial distressterhadap return saham menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Dichev (1998) secara langsung menyelidiki hubungan di antara distress riskdan return, dengan mempergunakan bankruptcy risk sebagai satu proksi untuk distress risk. Pada penelitiannya ini Dichev menggunakan Altman Z-Score dan model Ohlson untuk melakukan prediksi risiko kebangkrutan yang dihadapi oleh perusahaan. Sampel yang digunakannya adalah industrial firm yang terdaftar di NYSE-AMEX dan Nasdaq pada periode 1981-1995. Dichev menggunakan regresi cross section yang dikembangkan oleh Fama-McBeth (1973). Dichev melakukan regresi imbal hasil saham terhadap variabel risiko kebangkrutan. Dari penelitiannya ini Dichev menemukan bahwa risiko kebangkrutan tidak memberikan imbal hasil yang lebih tinggi untuk perusahaan yang termasuk dalam kelompok saham Nasdaq karena hubungan yang nampak dari variabel Z dan imbal hasil saham tidak signifikan. Kemudian ditemukan juga bahwa perusahaan yang memiliki risiko kebangkrutan tinggi menghasilkan keuntungan yang signifikan lebih rendah dibandingkan rata-rata keuntungan sejak tahun 1980. Penelitian yang lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Utama dan Lumondang (2009), dimana penelitian ini menemukan bahwa imbal hasil sahamtidak dipengaruhi oleh bankruptcy risk (Z-Score maupun O-Score).Penelitian Malik et al. (2013) menyelidiki hubungan antara financial distressdan kinerja pasar perusahaan dalam bentuk kinerja saham dengan menggunakan model prediksi kebangkrutan Z-Score sebagai proxyuntuk distress
(18)
10 risk dan subsequent realized returndari perusahaan distress yang terdaftar di Bursa Efek Karachi, Pakistan. Penelitian ini menggunakan regresi data panel.Dari penelitiannya ini, Malik et al. menemukan bahwadistress risk secara signifikan tidak mempengaruhi expected stock returndalam kasus perusahaan distress yang terdaftar di Bursa Efek Karachi. Penelitian yang sama dengan Malik et al. juga dilakukan oleh Samad et al. (2009). Variabel dan pengolahan serta alat ukur yang digunakan juga sama dengan penelitian Malik et al.Bedanya Samad et al. melakukan penelitian pada perusahaan distress yang terdaftar di Bursa Securities Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distress risk secara signifikan tidak mempengaruhi expected stock return.
Seperti yang telah diuraikan di muka, Altman’s Bankruptcy Prediction Model (Z-Score)dapat digunakan untuk menilai tingkat financial distresssuatu perusahaan. Semakin tinggi Z-Score menandakan semakin rendahrisikofinancial distress perusahaan tersebut. Hal ini menandakan semakin rendahnya risiko kebangkrutan perusahaan tersebut, sehingga akan berdampak pada respon positif terhadap nilai perusahaan (value firm)dan besarnya biaya modal. Sementara indikator nilai perusahaan selain direfleksikan oleh harga pasar dan nilai intrinsik, dalam analisis lebih lanjut dapat dikembangkan ke dalam nilai-nilai return saham yang melihat fluktuasi harga dalam bentuk capital gain dan dividen.
Jika kita ingin mengetahui kontribusi dari suatu saham terhadap risiko dari sekumpulan saham dengan diversifikasi yang baik, maka tidaklah baik untuk berpikir tentang berapa besar risiko dari saham itu secara sendiri-sendiri bila dimiliki secara terpisah, melainkan kita perlu mengukur risiko pasarnya atau
(19)
11 sering disebut dengan risiko sistematik, dan hal ini membawa kita untuk mengukur betapa sensitifnya terhadap pergerakan pasar. Risiko sistematik adalah risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi, Risikoini sering disebut juga dengan risiko pasar atau beta (β).
Risiko pasar (beta) yang besar akan memberikan informasi bagi investor untuk berhati-hati dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Para investor berhati-hati (cenderung menunggu) ketika kondisi pasar tidak stabil, sehingga permintaan saham oleh pasar menurun. Minat investor yang menurun akan berdampak pada penurunan harga saham. Lebih lanjut hal ini akan berpengaruh terhadap return saham yang diharapkan. Kemampuan untuk mengestimasi return suatu sekuritas merupakan hal yang sangat penting dan diperlukan oleh investor. Oleh karena itu kehadiran Capital Asset Pricing Model (CAPM) yang dapat digunakan untuk mengestimasi return suatu sekuritas dianggap sangat penting di bidang keuangan. CAPM merupakan abstraksi dari dunia nyata dan didasarkan pada beberapa asumsi yang disederhanakan.Asumsi ini benar-benar menyederhanakan beberapa masalah sehingga terkesan kurang realistis. Namun banyaknya asumsi-asumsi tersebut justru membuat CAPM dapat ditelusuri secara matematis.
Dalam teori portofolio Markowitz, diasumsikan bahwa investor membuat keputusan investasi berdasarkan dua parameter, yaitu pengembalian yang diharapkan dan varians pengembalian. Teori ini juga disebut model dua parameter. Investor akan menghindari risiko dengan membentuk portofolio yang efisien yakni dengan menggunakan kombinasi dari portofolio pasar dan suku
(20)
12 bunga bebas risiko. Berdasarkan hal ini, diturunkan suatu model yang dapat menunjukkan penetapan harga atas aktiva berisiko. Dalam pemodelan CAPM, beta merupakan koefisien dari fungsi positif dan linier return pasar terhadap return saham, dimana beta adalah satu-satunya variabel yang diperlukan untuk menjelaskan return saham (Howton dan Peterson, 1998).
Penelitian yang berkenaan dengan model penentuan harga (pricing model)telah banyak dilakukan sebelumnya. Kehandalan CAPM dalam penetapan harga atas aktiva dimana beta adalah variabel yang signifikan menjelaskan naik turunnya return saham, mendapat banyak pertentangan. Fama & French (1992), memperlihatkan bukti bahwa size dan ratio ofbook-to-market equity mampu menerangkan secara lebih signifikan terhadap perubahan return saham apabila dibandingkan dengan beta. Hasil temuan dari Fama & French (1992) bertentangan dengan pemodelan CAPM (Howton dan Peterson, 1998). Hal inipun diperkuat oleh penelitian dari Asgharian and Hansson (1998), Hodoshima et al.(2000), Sandoval dan Saens (2004) dan Michailidis et al. (2007), Zein (2012), Suharli (2005) dan Nugroho (2003) dimana mereka menemukan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara beta pasar dengan return saham.
Tetapi, Kothari et al. (1995) melakukan penelitian yang menggunakan model yang sama dengan Fama & French (1992), namun dengan jenis data yang berbeda, memberikan hasil yang kontradiktif. Fama & French (1992) menggunakan data bulanan sedangkan Kothari et al. (1995) menggunakan data tahunan, hasilnya memperlihatkan adanya pengaruh yang kuat antara beta dengan return saham. Hasil ini memperlihatkan pengaruh beta bersifat sensitif terhadap
(21)
13 cara estimasinya. Temuan yang sama ditemukan dari hasil penelitian Black, Jensen dan Scholes (1972), Fama dan MacBeth (1973), serta Sugiarto (2011), dimana mereka menemukan bahwa beta berpengaruh positif dan signifikan terhadap excess return.
Returnsaham tidak hanya dipengaruhi oleh risiko internal perusahaan dan risiko pasar semata, namun dipengaruhi juga oleh faktor makro ekonomi.Analisis makro ekonomi perlu dilakukan karena adanya kecenderungan hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada lingkungan ekonomi makro dengan kinerja suatu pasar modal. Perubahan kinerja pasar modal akan mencerminkan apa yang terjadi pada perubahan perekonomian makro. Perubahan kinerja pasar modal tidak bisa dipisahkan dengan perubahan yang terjadi pada prospek berbagai perusahaan yang ada di pasar yang selanjutnya bisa mempengaruhi aliran kas yang bisa diperoleh dari suatu perusahaan di masa datang. Dengan demikian, jika ingin mengestimasi aliran kas, bunga atau premi risiko dari suatu sekuritas maka kita harus mempertimbangkan analisis ekonomi makro. Salah satu variabel makro yang mempengaruhi return saham yaitu inflasi.
Inflasi merupakansuatu keadaan yang menunjukkan meningkatnya harga-harga barang dan jasa secara meluas, atau suatu keadaan turunnya nilai mata uang karena meningkatnya jumlah uang yang beredar tidak diimbangi dengan peningkatan persediaan barang. Pada kondisi inflasi yang tinggi harga barang-barang atau bahan baku memiliki kecenderungan untuk meningkat. Peningkatan harga barang-barang dan bahan baku akan menjadikan biaya produksi menjadi tinggi sehingga akan berpengaruh pada penurunan jumlah permintaan yang
(22)
14 berakibat pada penurunan penjualan, sehingga akan mengurangi pendapatan dan laba perusahaan, dan berdampak buruk pada kinerja perusahaan yang tercermin pada turunnya return saham. Inflasi yang tinggi juga berdampak pada melonjaknya biaya modal perusahaan. Perusahaan akan mengalami persaingan investasi sehingga terdapat kecenderungan investor untuk berinvetasi di pasar uang. Hal ini dapat mengakibatkan harga saham di pasar modal mengalami penurunan secara signifikan. Harga saham yang turun secara signifikan menyebabkan return saham yang akan diterima investor menurun. Di samping itu, angka inflasi yang tinggi biasanya akan mendorong BI (Bank Indonesia) untuk menaikkan suku bunga. Biasanya lalu diikuti oleh perbankan dengan menaikkan suku bunga pinjaman. Hal ini menjadikan beban biaya tambahan bagi perusahaan, terutama yang menggunakan pinjaman dari bank untuk biaya operasi atau ekspansi. Beban biaya tambahan tersebut akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Efeknya harga saham menjadi turun. Penurunan harga saham tersebut akan mengakibatkan turunnya return bagi pemegang saham. Oleh karena itu angka inflasi yang terlalu besar menjadi momok bagi investor, karena bila BI berusaha meredam inflasi dengan menaikkan suku bunga, ujung-ujungnya harga saham cenderung turun.Oleh karena itu tingkat inflasi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses investasi.
Tabel 1.1. Tingkat Inflasi dan IHSGperiode 2008-2012
Tahun Tingkat Inflasi (%)
IHSG (Closing Price)
2008 11,06 1.355
(23)
15
2010 6,98 3.704
2011 3,79 3.822
2012 4,30 4.317
Sumber : BI, BEI berbagai tahun
Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (ISHG) yang rendah (1.355) pada tahun 2008 bersesuaian dengan tingginya tingkat inflasi (11,06%), dikarenakan pada tahun 2008 terjadi krisis subprime mortage di AS. dan IHSG yang tinggi (4.317) pada tahun 2012 bersesuaian dengan rendahnya tingkat inflasi (4,30%). Harga saham yang turun secara signifikan menyebabkan return saham yang akan diterima investor menurun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan terbalik antara tingkat inflasi dengan returnsaham.Kondisi terbaik bagi bursa saham adalah saat pertumbuhan ekonomi tinggi dan inflasi rendah. Jika ini terjadi maka laju bursa saham juga akan sangat menjanjikan.Namun tidak selamanya hal ini terjadi, yang lebih sering terjadi adalah Indonesia tetap bertumbuh dengan kadar inflasi yang cenderung tinggi. Hal ini memang menjadi ciri khas negara berkembang.
Kebanyakan investor begitu takut mendengar inflasi meningkat, karena dikhawatirkan harga saham akan turun. Dengan demikian apakah inflasi selalu buruk? Tidak juga. Inflasi bisa mendorong adanya pertumbuhan ekonomi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, jika inflasi tidak terkendali (hiperinflasi), uang semakin
(24)
16 tidak berharga, daya beli semakin merosot dan tidak ada orang yang mau bekerja atau berusaha karena tidak ada gunanya.
Kenyataan empiris di AS pada periode 1953-1971 menemukan bukti bahwa tingkat pengembalian investasi pada saham berkorelasi negatif dengan inflasi (Fama, 1981). Hipotesa tersebut menyiratkan bahwa tingkat pengembalian investasi pada saham lebih dulu terkait dengan aktivitas ekonomi riil daripada dengan inflasi. Temuan inipun diperkuat dengan penelitian dari Siklos dan Kwok (1999),Floros (2004), Ugur (2005), Yeh dan Chi (2009), Pesaran et al. (2001), Den Haan (2000), Crosby (2001), Spyros (2001), Ahmed dan Mustafa (2012) yang menemukan hubungan negatif antara inflasi dan return saham. Di sisi yang lain, studi yang dilakukan oleh Boudoukh dan Richardson (1993), Graham (1996), Choudhry (2001), Patra dan Posshakwale (2006) dan Lee et al. (2000) menyimpulkan bahwa inflasi berkorelasi secara positif dengan tingkat pengembalian investasi pada saham. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Sebagaimana yang telah diuraikan diatas,financial distressdengan menggunakan Altman Z-Score, beta saham dan inflasi adalah beberapa faktor yang diduga memiliki hubungan dengan return saham yang dihasilkan. Maka, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji dan menguji model konseptual pengaruh financial distressdengan menggunakan Altman Z-Score, beta saham dan inflasi terhadap return saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012.
(25)
17 1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Atas dasar uraian teori dan hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan adanya research gap dan perlunya perluasan penelitian yang didukung oleh teori yang mendasari, maka diajukan permasalahan faktor-faktor yang mempengaruhi return saham dimana terdapat tiga variabel yang diduga berpengaruh terhadap return saham. Secara rinci permasalahan penelitian ini dapat diajukan empat pertanyaan penelitian (research questions) sebagai berikut :
1) Bagaimana pengaruh financial distressdengan menggunakan Altman Z-Scoreterhadap return saham selama periode 2008-2012 pada sektor manufaktur di BEI ?
2) Bagaimana pengaruh beta saham terhadap return saham selama periode 2008-2012 pada sektor manufaktur di BEI ?
3) Bagaimana pengaruh inflasi terhadap return saham selama periode 2008-2012 pada sektor manufaktur di BEI ?
4) Bagaimana financial distressdengan menggunakan Altman Z-Score, beta saham dan inflasi secara bersamaan mempunyai pengaruh terhadap returnsaham selama periode 2008-2012 pada sektor manufaktur di BEI ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Mengetahui pengaruh financial distressdengan menggunakan Altman Z-Score terhadap return saham sektor manufaktur selama periode 2008-2012 di BEI
(26)
18 2) Mengetahui pengaruh beta saham terhadap return saham sektor manufaktur
selama periode 2008-2012 di BEI
3) Mengetahui pengaruh inflasi terhadap return saham sektor manufaktur selama periode 2008-2012 di BEI
4) Mengetahui pengaruhfinancial distressdengan menggunakan Altman Z-Score, beta saham dan inflasi secara simultan terhadap returnsaham selama periode 2008-2012 pada sektor manufaktur di BEI.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat antara lain:
1) Bagi investor, penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan investasi saham.
2) Bagi perusahaan, penelitian ini dapat memberi petunjuk mengenai faktor-faktor risiko yang mempengaruhi tingkat pengembalian hasil (return)saham.
3) Bagi akademisi, penelitian ini memberikan bukti empiris mengenai faktor-faktor risiko yang mempengaruhi tingkat pengembalian hasil (return) saham
1.5. Sistematika Penulisan
(27)
19 Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisi gambaran singkat mengenai hal-hal yang mendorong dilakukannya penelitian yang berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Kepustakaan
Bab ini berisi tinjauan kepustakaan, dan penelitian terdahulu. Bab III : Rerangka Pemikiran, Model, dan Hipotesis Penelitian
Bab ini berisi tentang rerangka pemikiran, model penelitian dan hipotesis penelitian.
Bab IV : Metode Penelitian
Bab ini berisi uraian mengenai populasi dan teknik pengambilan sampel, metode penelitian yang terdiri dari metode penelitian yang digunakan dan teknik analisis, serta gambaran mengenai operasionalisasi variabel.
Bab V : Pembahasan Hasil Penelitian
Bab ini menjelaskan deskripsi hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian serta implikasi manajerial.
(28)
20 Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari keseluruhan hasil yang telah di peroleh dalam penelitian ini. Selain itu juga menjelaskan saran untuk penelitian-penelitian selanjutnya, sehingga dapat mengembangkan penelitiannya.
(29)
126 BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah Altman Z-Score sebagai financial distress, beta saham sebagai risiko sistematis dan inflasi dapat mempengaruhi return saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2012. Dari hasil pengujian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Financial distress dengan alat ukur Altman Z-Scoreberpengaruh positif terhadap return saham. Artinya informasi kinerja perusahaan dari segi financial distress disini digunakan Altman Z-Scoremempengaruhi reaksi pasar/investor.
2) Risiko sistematis dengan alat ukur beta saham (β) berpengaruh dengan arah negatif terhadap return saham. Artinya informasi kinerja perusahaan dari segi risiko sistematis disini digunakan beta saham mempengaruhi reaksi pasar/ investor namun dengan arah koefisien negatif (berlawanan).
3) Tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham. Artinya informasi makro keuangan disini digunakan inflasi dapat mempengaruhi reaksi pasar/ investor.
(30)
127 Keterbatasan Penelitian
1) Penelitian atau data observasi yang digunakan hanya pada perusahaan manufaktur di BEI saja, sehingga belum dapat mewakili seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI.
2) Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Keunggulan metode ini adalah peneliti dapat memilih sampel yang tepat, sehingga peneliti akan memperoleh data yang memenuhi kriteria untuk diuji. Namun perlu disadari bahwa metode purposive sampling ini berakibat pada kurangnya kemampuan generalisasi dari hasil penelitian ini.
3) Penelitian ini hanya menghasilkan nilai koefisian determinasi yang sangat kecil, yaitu sebesar 28,7%. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen masih sangat lemah. Berarti selain financial distress dengan menggunakan Altman Z-Score, beta saham dan inflasi yang telah digunakan dalam penelitian ini, masih terdapat beberapa variabel lain yangdiduga lebih mampu digunakan sebagai prediktor terhadap return saham.
6.2 Saran
Dari kesimpulan yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:
1)Bagi calon investor yang akan melakukan investasi di pasar modal, hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
(31)
128 keputusan investasi. Sebaiknya investor maupun calon investor adalah agar lebihmemperhatikan indikator-indikator lain sebagai pertimbangan dalam melakukan keputusaninvestasi di sektor manufaktur untuk mendapatkan return yang maksimal, misalnya tingkat likuiditas, tingkat profitabilitas, ukuranperusahaan, dan rasio-rasio yang berhubungan dengan investasi, seperti book-to-market value dan dividend payout ratio. Selain itu investor ataupun calon investor harus lebihberhati-hati saat melakukan investasi sebab pasar modal merupakan pasar yang sangat rentanterhadap perubahan yang terjadi di bidang lainnya, seperti bidang sosial, politik dankeamanan baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri, sehingga membuat pasar sahammenjadi tidak stabil.
2) Bagi penelitian selanjutnya, dengan penelitian ini diharapkan peneliti selanjutnya dapat memperbesar populasi, tidak hanya di satu sektor saja, guna menambah daya generalisasi dari hubungan beta terhadap return saham. Selain itu, sebaiknya peneliti selanjutnya menggunakan data beta disesuaikan untuk pasar modal berkembang, guna menghindari bias yang terjadi pada beta akibat perdagangan yang tidak sinkron yang terjadi di pasar yang tipis(thin market) di Bursa Efek Indonesia. Sehingga hasil penelitiannya menjadi lebih relevan untuk dijadikan acuan dalam berinvestasi bagi investor ataupun calon investor di Indonesia.
(32)
129
DAFTAR PUSTAKA
Agnes Sawir. (2003). Analisis kinerja keuangan dan perencanaan keuangan perusahaan. Jakarta: PT Gramedia pustaka utama.
Ahmed, R. dan Mustafa, K. (2012) “Real Stock Returns and Inflation in
Pakistan”. Research Journal of FinanceB and Accounting. 3,(6), 97-102.
Aksoy, Ugurlu. (2005)“Prediction of Corporate Financial Distress in an Emerging Market: The Case of Turkey”. Journal of Economics. l13, 277-295.
Altman, E. (1968) “Financial ratios, discriminant analysis, and the prediction of
corporate bankruptcy”. Journal of Finance. 23, 589-609.
Ang, Robert. (1997). Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta:Media Staff. Indonesia
Aruzzi, M.Iqbal dan Bandi. 2003. “Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Rasio Profotabilitas dan Beta Akuntansi terhadap Beta Saham Syariah di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi VI
Asgharian, H. dan Hansson, B. (1998). “Cross Sectional Analysis of the Swedish Stock Market”.
http://www.nek.lu.se/publications/workpap/Paper/WP02_19.pdf. diakses 8 Maret 2014
(33)
130 Endang A, 2013,Rasio Keuangan, Financial Distress Perusahaan: Suatu
Tinjauan,Jurnal Arthavidya, Tahun 14 Nomor 1, hlm. 41-51
Baldwin, C.Y. dan Scott P. M. (1983) “ The resolution of claims in financial distress: The case of Massey-Ferguson”. Journal of Finance. 38, (2), 505-516.
Baltagi, B.H. (2005). Econometric Analysis of Panel Data. 3rd ed. Chichester: John Wiley & Sons Ltd.
Basu, S. (1983) “The relationship between earnings yield, market value and return for NYSE common stocks: further evidence”. Journal of Financial Economics. 12, 129-156.
Beaver, W.H. (1966) “Financial Ratios as predictors of failure”. Journal of
Accounting Research. 4, 71-111.
Beza, B dan Na’im, A. (1998) “The Information Content of Annual Earnings
Announcements A Trading Volume Approach”. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia. 1,(2).
BI. (2013). Perekonomian Global. http://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-
tahunan/perekonomian/Documents/LPI%202013%20ID%20-%20Bagian%20I%20Perekonomian%20Global.pdf. Diakses pada tanggal 1 Maret 2014.
(34)
131 Black, F., Jensen, M.C. dan Scholwes, M. (1972) , “The Capital Asset Pricing Model: Some Empirical Tests”, in Jensen, M., Studies in The Theory of Capital Markets, Praeger, New York.
Boediono. (2000). Ekonomi Moneter. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE.
Boudoukh, J. dan Richardson, M. (1993) “Stock Returns and Inflation: A Long
-Horizon Perspective”. American Economics Review. 83, 1346-1355.
Brigham, E. F., Gapenski, L. C.. 1996, Intermediate Financial Management, Fifth
Edition.
Brigham, Eugene F., Gapenski, Louis C., dan Ehrnart, Michel C. 1999. Financial Management Theory and Practice. Orlando: The Dryden Press
Brigham, et. al. (1999). Intermediate Financial Management. 5th Edition. New Jersey: The Dryden Press.
Brigham, Eguene F dan Joel F. Houston. 2011. Manajemen keuangan. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Choudhry, T. (2001) “Inflation and rates of return on stocks: evidence from high
inflation countries”. Journal of International Financial Markets,
Institutions and Money. 11, 75-96.
Corrado, C.J. dan Jordan, B.D. (2000) . Fundamentals of Investment Analysis. Fourth Edition. Singapore: Mc Graw Hill.
(35)
132
Crosby, M. (2001) “Stock returns and inflation”. Australia economics papers ,
June. 156-165.
Den Haan, W.J. (2000) “The comovement between output and prices”. Journal of
Monetary Economics. 46, (1), 3-30.
Dichev, Ilia. (1998) “Is the risk of backruptcy a systematic risk?”. Journal of
Finance. 53, (3), 1131-1147.
Djohanputro, Bramantyo, 2006. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro. Cet.I. Penerbit
PPM: Jakarta.
Drukker, D.M. (2003) “Testing for serial correlation in linier panel-data models”.
The statajournal. 3, (2), 168-177.
Elton, E.J. dan Gruber, M.J. (1995). Modern Portfolio Theory and Investment Analysis. Fifth Edition, New York: John Wiley & Sons.
Fama, E. dan French, K.R. (1992) “The Cross Section of Expected Stock
Returns”. The Journal of Finance. 47, (2), 427-465
Fama, E. (1981) “Stock Returns, Real Activity, Inflation and Money”. American
Economic Review. 71, (4), 545-565.
Fama, E. dan MacBeth, J. (1973) “Risk, Return, and Equilibrium: Empirical
Test”. Journal of Political Economy. 81, (3), 607-636.
Fama, E. (1991) “Efiicient Capital Markets: II”. The Journal of Finance. 46, (5), 1575-1617.
(36)
133 Finance.yahoo.com, [Online] [Februari 2014].
Floros, C. (2004) “Stock returns and inflation in Greece”. Applied Econometrics
and international Development. 4, (2), 55-68.
Geske, R. dan Roll, R. (1983) “The monetary and fiscal linkage between stock
returns and inflation”. Journal of Finance. 38, 1–33.
Ghozali, I. (2009). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.
Graham, F.C. (1996) “Inflation, Real Stock Returns, and Monetary Policy”.
Applied Financial Economics. 6, 29-35.
Gujarati, D.N. (2006). Dasar-Dasar Ekonometrika, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hampton, J. J. (1998). Financial Decision Making, Concept problem and cases, Fourth Edition. New Jersey: Prentice Hall International Edition.
Hanafi, H.M. dan Halim, A. (2007). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.
Hartono, J. (2013). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE UGM.
Hartono, J. (2004). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-pengalaman. Yogyakarta: BPFE-UGM.
(37)
134 Hill, N. T., S. E. Perry, dan Andes, S. (1996) “Evaluating Firms in Financial
Distress: An Event History Analysis”. Journal of Applied Business
Research. 12, (3), 60-71.
Hodoshima, J. et al. (2000) “Cross-Sectional Regression Analysis of Return and
Beta in Japan”. Journal of Ecmics and Business. 52, 515-533.
Hoechle, D. (2007) “Robust Standard errors for panel regressions with cross
-sectional dependence”. The Stata Journal. 7, (3), 281-312.
Hofer, C. W. (1980) “Turnaround Strategies”, Journal of Business Strategy. 1,
19-31.
Horne, J.C.V. dan Wachoviz Jr, J.M. (1998). Fundamental of Financial Management. 8th ed, New Jersey: Prentice Hall International
Howton, S.W. dan Peterson, D.R. (1998) “An examination of cross-sectional
realized stock returns using a varying risk beta model”. The Financial Review. 33, (3), 199-212.
Husnan, S. (2009). Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Husnan, S. (1998). Dasar-Dasar tiori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Ketiga. Jogjakarta: UPP AMP YKPN.
Jensen, C. M., The Theory of Corporate Finance : A Historical Overview, New York:McGraw-Hill Inc., 1984
(38)
135 Juanda, B. dan and Junaidi (2012). Ekonometrika Deret Waktu Teori dan Aplikasi.
Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Jones, C. P. (2004). Investment. New York : Prentice-Hall.
Keown, J. A., Scott, F. D. Jr., Martin, D.J dan Petty, W.J. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jakarta. Salemba Empat. Buku 1. Penerjemah Chaerul D. Djakman. Pearson education Asia Pte, Ltd.
Kothari, et al. (1995) “Price and Return Models”. Journal of Acoounting and Economics. 20, (2), 155-192.
Lau, A. H. (1987) “A five-state financial distress prediction model”. Journal of
Accounting Research. 25, (1), 127-138.
Lee, S.R., Tang, D.P. dan Wong, K.M. (2000) “Stock returns during the German
hyperinflation”. The Quarterly review of economics and finance. 40,
375-386.
Lintner, J. (1965) “The Valuation of Risk Assets and the Selection of Risky
Investments in Stock Portfolios and Capital Budgets”. Review of
Economics and Statistics. 73, 13-37.
Malik, U.S., Aftab, M. dan Noreen, U. (2013) “Distress risk and Stock Returns in
an Emerging Market”. Research Journal of Finance and Accounting. 4,
(39)
136 McCue, M. (1991) “Use of Cash Flow to Analyze Financial Distress in California
Hospitals.” Hospital and Health Services Administration. 36, (2), 223-241.
Michailidis, G., Tsopoglou, S. dan Papanastasiou, D. (2007) “The Cross Sectional
of Expected Stock Returns for the Athens Stock Exchange”. International
Research Journal of Finance and Economics. 1, (1), 63-96.
Mossin, J. (1966) “Equilibrium in a Capital Asset Market”. Econometric. 34, (4),
768-83.
Nopirin (1990) Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE.
Nugroho, B.H. (2003) “Pengaruh Beta, Size, book value to market equity, dan
earning yields terhadap return saham”. Perspektif, 8, (2), 211-222.
Nur, E.D.P. (2007) “Analisis Pengaruh Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) terhadap Kesulitan Keuangan Perusahaan (Financial
Distress): Suatu Kajian Empiris”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 9, (1),
108
Patra, T. dan Poshakwale, S. (2006) “Economic variables and stock market
returns; evidence from The Athens stock exchange”. Applied financial
economics. 16, 993-1005.
Pesaran, M. H., Shin, Y., dan Smith, R. (2001) “Bound Testing Approaches to the
Analysis of Level Relationships”. Journal of Applied Econometrics. 16,
(40)
137 Platt, H. D. dan Platt, M.B. (2002) “Predicting Corporate Financial Distress: Reflections on Choice-based Sample Bias, Journal of Economics and Finance, 26, 184-199.
Pohan, Aulia, (2008). Kerangka Kebijakan Moneter dan Implikasinya di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Purnanandam, A. (2008) “Financial distress and Corporate RiskManagement:
Theory and Evidence”. Journal of Financial Economics. 87, 706-739.
Ross SA, Westerfield RW and Jordan BD.2008. Corporate Finance 6th ed. New York: Mc-Grow-Hill.
Samad, F., Yosof, M.A.M. dan Shaharudin, R.S. (2009) “Financial distress risk
and stock returns: Evidence from the Malaysian Stock Market”. Journal of
International Finance and Economics, 9, (2), 19-38.
Samuelson, P.A. dan Nordhaus, W.D. (2005). Economics, United States: McGraw-Hill Inc.
Sandoval, A. E dan Saens, N. R. (2004) “The Conditional Relationship Between
Portfolio Beta and Return: Evidence from Latin America”. Cuadernos de
Economfa, 41, (4), 65-89.
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan dan Teori. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE Siahmat, Dahlan. 1999. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Intermedia
(41)
138 Sharpe, W. F. (1964) “Capital Asset prices: A theory of market equilibrium under
conditions of risk”. Journal of Finance. 19, (3), 425-442.
Siklos, P. Dan Kwok, B. (1999) “Stock returns and inflation: a new test of
competing hypotheses”. Applied financial economics, 9, (6), 567-581.
Spyros, I. (2001) “Stock returns and inflation; evidence from emerging markets”. Applied economics letter. 8, 447-450.
Sugiarto, A. (2011) “Analisis pengaruh beta, size perusahaan, DER dan PBV
Ratio terhadap Return saham”. Jurnal Dinamika Akuntansi. 3, (1), 8-14.
Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.
Suharli, M. (2005) “Studi Empiris terhadap dua faktor yang mempengaruhi return
saham pada industri food & beverages di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal
Akuntansi & Keuangan, 7, (2), 99-116.
Suk, K.S. (2007) “Dinamika Pemodelan Financial Distress Perusahaan Publik di
Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan (Integrity). 1, (3), 187-204.
Supardi dan Mastuti, S. (2003) “Validitas Penggunaan Z-Score Altman Untuk
Menilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Publik di Bursa Efek Jakarta”. Kompak, 7, 10. Januari-April.
Tandelilin, Eduardus. (2001). Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: BPFE.
(42)
139 Ugur, S., dan Ramazan, S. (2005) “Inflation, Stock Returns, and Real Activity in
Turkey” The Empirical Economics Letters. 4, (3), 181-192.
Utama, C.A. dan Lumondang, A. (2009) “Pengaruh Bankruptcy risk, size dan book-to-market perusahaan terhadap imbal hasil”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. 6, (2), 152-176.
Van Horne dan Wachowicz, Jr. (1992). Fundamental of financial management. 9th ed. USA: Prentice Hall.
Wang, Zong-Jun dan Deng, Xiao-Lan (2006) “Corporate governance and financial
distress”. The Chinese economy. 39, (5), 5-27
Weston J. F. dan Eugene F. B. (1993). Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jilid 2. Edisi Kesembilan. Terjemahan oleh Alfonsus Sirait, Jakarta: Erlangga
Whitaker, R. (1999) “The Early Stages of Financial Distress”. Journal of
Economics and Finance. 23, (2), 123-133.
Widarjo, W. dan Setiawan, D. (2009) “Pengaruh Rasio Keuangan terhadap
Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif”. Jurnal Bisnis dan
Akuntansi. 11, (2), 107-119. http://journal.unnes.ac.id. (diakses tanggal 12 Februari 2014).
Wilopo, 2000, Prediksi Kebangkrutan Bank, SNA III, hal 45-61
www.bps.go.id, [Online] [Februari 2014].
(43)
140 Yeh, C.C dan Chi, C. F. (2009) “The Co-Movement and Long-Run Relationship between Inflation and Stock Returns: Evidence from 12 OECD Countries”. Journal of Economics and Management. 5, (2), 167-186.
Zein, N. (2012) “Pengaruh Beta dan Price to Book Value terhadap return sekuritas portofolio perusahaan: Studi pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Keuangan & Bisnis. 4, (1), 70-81.
(1)
135 Juanda, B. dan and Junaidi (2012). Ekonometrika Deret Waktu Teori dan Aplikasi.
Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Jones, C. P. (2004). Investment. New York : Prentice-Hall.
Keown, J. A., Scott, F. D. Jr., Martin, D.J dan Petty, W.J. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jakarta. Salemba Empat. Buku 1. Penerjemah Chaerul D. Djakman. Pearson education Asia Pte, Ltd.
Kothari, et al. (1995) “Price and Return Models”. Journal of Acoounting and Economics. 20, (2), 155-192.
Lau, A. H. (1987) “A five-state financial distress prediction model”. Journal of Accounting Research. 25, (1), 127-138.
Lee, S.R., Tang, D.P. dan Wong, K.M. (2000) “Stock returns during the German hyperinflation”. The Quarterly review of economics and finance. 40, 375-386.
Lintner, J. (1965) “The Valuation of Risk Assets and the Selection of Risky Investments in Stock Portfolios and Capital Budgets”. Review of Economics and Statistics. 73, 13-37.
Malik, U.S., Aftab, M. dan Noreen, U. (2013) “Distress risk and Stock Returns in an Emerging Market”. Research Journal of Finance and Accounting. 4, (17), 81-85.
(2)
136 McCue, M. (1991) “Use of Cash Flow to Analyze Financial Distress in California Hospitals.” Hospital and Health Services Administration. 36, (2), 223-241.
Michailidis, G., Tsopoglou, S. dan Papanastasiou, D. (2007) “The Cross Sectional of Expected Stock Returns for the Athens Stock Exchange”. International Research Journal of Finance and Economics. 1, (1), 63-96.
Mossin, J. (1966) “Equilibrium in a Capital Asset Market”. Econometric. 34, (4), 768-83.
Nopirin (1990) Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE.
Nugroho, B.H. (2003) “Pengaruh Beta, Size, book value to market equity, dan earning yields terhadap return saham”. Perspektif, 8, (2), 211-222.
Nur, E.D.P. (2007) “Analisis Pengaruh Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) terhadap Kesulitan Keuangan Perusahaan (Financial Distress): Suatu Kajian Empiris”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 9, (1), 108
Patra, T. dan Poshakwale, S. (2006) “Economic variables and stock market returns; evidence from The Athens stock exchange”. Applied financial economics. 16, 993-1005.
Pesaran, M. H., Shin, Y., dan Smith, R. (2001) “Bound Testing Approaches to the Analysis of Level Relationships”. Journal of Applied Econometrics. 16, 289-326.
(3)
137 Platt, H. D. dan Platt, M.B. (2002) “Predicting Corporate Financial Distress: Reflections on Choice-based Sample Bias, Journal of Economics and Finance, 26, 184-199.
Pohan, Aulia, (2008). Kerangka Kebijakan Moneter dan Implikasinya di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Purnanandam, A. (2008) “Financial distress and Corporate RiskManagement: Theory and Evidence”. Journal of Financial Economics. 87, 706-739.
Ross SA, Westerfield RW and Jordan BD.2008. Corporate Finance 6th ed. New York: Mc-Grow-Hill.
Samad, F., Yosof, M.A.M. dan Shaharudin, R.S. (2009) “Financial distress risk and stock returns: Evidence from the Malaysian Stock Market”. Journal of International Finance and Economics, 9, (2), 19-38.
Samuelson, P.A. dan Nordhaus, W.D. (2005). Economics, United States: McGraw-Hill Inc.
Sandoval, A. E dan Saens, N. R. (2004) “The Conditional Relationship Between Portfolio Beta and Return: Evidence from Latin America”. Cuadernos de Economfa, 41, (4), 65-89.
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan dan Teori. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE Siahmat, Dahlan. 1999. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Intermedia
(4)
138 Sharpe, W. F. (1964) “Capital Asset prices: A theory of market equilibrium under
conditions of risk”. Journal of Finance. 19, (3), 425-442.
Siklos, P. Dan Kwok, B. (1999) “Stock returns and inflation: a new test of competing hypotheses”. Applied financial economics, 9, (6), 567-581.
Spyros, I. (2001) “Stock returns and inflation; evidence from emerging markets”. Applied economics letter. 8, 447-450.
Sugiarto, A. (2011) “Analisis pengaruh beta, size perusahaan, DER dan PBV Ratio terhadap Return saham”. Jurnal Dinamika Akuntansi. 3, (1), 8-14.
Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.
Suharli, M. (2005) “Studi Empiris terhadap dua faktor yang mempengaruhi return saham pada industri food & beverages di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Akuntansi & Keuangan, 7, (2), 99-116.
Suk, K.S. (2007) “Dinamika Pemodelan Financial Distress Perusahaan Publik di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan (Integrity). 1, (3), 187-204.
Supardi dan Mastuti, S. (2003) “Validitas Penggunaan Z-Score Altman Untuk Menilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Publik di Bursa Efek Jakarta”. Kompak, 7, 10. Januari-April.
Tandelilin, Eduardus. (2001). Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: BPFE.
(5)
139 Ugur, S., dan Ramazan, S. (2005) “Inflation, Stock Returns, and Real Activity in
Turkey” The Empirical Economics Letters. 4, (3), 181-192.
Utama, C.A. dan Lumondang, A. (2009) “Pengaruh Bankruptcy risk, size dan book-to-market perusahaan terhadap imbal hasil”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. 6, (2), 152-176.
Van Horne dan Wachowicz, Jr. (1992). Fundamental of financial management. 9th ed. USA: Prentice Hall.
Wang, Zong-Jun dan Deng, Xiao-Lan (2006) “Corporate governance and financial distress”. The Chinese economy. 39, (5), 5-27
Weston J. F. dan Eugene F. B. (1993). Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jilid 2. Edisi Kesembilan. Terjemahan oleh Alfonsus Sirait, Jakarta: Erlangga
Whitaker, R. (1999) “The Early Stages of Financial Distress”. Journal of Economics and Finance. 23, (2), 123-133.
Widarjo, W. dan Setiawan, D. (2009) “Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 11, (2), 107-119. http://journal.unnes.ac.id. (diakses tanggal 12 Februari 2014).
Wilopo, 2000, Prediksi Kebangkrutan Bank, SNA III, hal 45-61
www.bps.go.id, [Online] [Februari 2014].
(6)
140 Yeh, C.C dan Chi, C. F. (2009) “The Co-Movement and Long-Run Relationship between Inflation and Stock Returns: Evidence from 12 OECD Countries”. Journal of Economics and Management. 5, (2), 167-186.
Zein, N. (2012) “Pengaruh Beta dan Price to Book Value terhadap return sekuritas portofolio perusahaan: Studi pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Keuangan & Bisnis. 4, (1), 70-81.