EFEKTIVITAS PEMASANGAN KATETER VENA SENTRAL DENGAN PANDUAN ELEKTROKARDIOGRAMINTRA-ATRIAL DALAM MENURUNKAN KEJADIAN MALPOSISI KATETER DIBANDINGKAN DENGAN FORMULA ANDROPOLOUS DI RSUP SANGLAH DENPASAR.

(1)

TESIS

EFEKTIVITAS PEMASANGAN KATETER VENA SENTRAL

DENGAN PANDUAN ELEKTROKARDIOGRAM

INTRA-ATRIAL DALAM MENURUNKAN KEJADIAN MALPOSISI

KATETER DIBANDINGKAN DENGAN FORMULA

ANDROPOLOUS DI RSUP SANGLAH DENPASAR

PEREGRINUS ADHITIRA PRAJOGI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

TESIS

EFEKTIVITAS PEMASANGAN KATETER VENA SENTRAL

DENGAN PANDUAN ELEKTROKARDIOGRAM

INTRA-ATRIAL DALAM MENURUNKAN KEJADIAN MALPOSISI

KATETER DIBANDINGKAN DENGAN FORMULA

ANDROPOLOUS DI RSUP SANGLAH DENPASAR

PEREGRINUS ADHITIRA PRAJOGI NIM 1114108205

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

ii

EFEKTIVITAS PEMASANGAN KATETER VENA SENTRAL

DENGAN PANDUAN ELEKTROKARDIOGRAM

INTRA-ATRIAL DALAM MENURUNKAN KEJADIAN MALPOSISI

KATETER DIBANDINGKAN DENGAN FORMULA

ANDROPOLOUS DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister,Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

PEREGRINUS ADHITIRA PRAJOGI NIM 1114108205

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 20 APRIL 2016

Pembimbing I,

dr. I Made Subagiartha, SpAn.KAKV, SH NIP. 196011161988031003

Pembimbing II,

dr. I PutuAgus Surya Panji, SpAn.KIC NIP. 197607052008121003

Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Dr.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK NIP. 19580521 198503 1 002

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 19590215 198510 2 001


(5)

iv

Tesis ini Telah Diuji Pada Tanggal 20 April 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

No 1604/UN14.4/HK/2016 Tanggal 15 April 2016

Ketua: dr. I Made Subagiartha, SpAn.KAKV, SH

Anggota: 1. dr. I PutuAgus Surya Panji, SpAn.KIC

2. Prof. Dr. dr. Made Wiryana, Sp.An, KIC, KAO 3. dr. Ketut Sinardja, Sp.An, KIC


(6)

(7)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dokter spesialis di Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK UNUD/RSUP Sanglah

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, rasa hormat serta penghargaan setinggi-tingginya kepada semua guru, para senior, dan teman-teman sejawat yang telah memberikan masukan, dukungan, dorongan, koreksi dan nasehat terhadap keseluruhan proses pendidikan spesialisasi dan penulisan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak lain tesis ini tidak dapat diselesaikan dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD., KEMD, Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K)., M.Kes, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Dr. dr. Gede Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, Ketua Program Studi Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, dr. A .A. Sri Saraswati, M.Kes, Direktur RSUP Sanglah dr. I Nyoman Semadi, Sp.B., Sp.BTKV., Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dr. Ni Luh Dharma Kerti Natih, MHSM., Kepala Instalasi Rekam Medik RSUP Sanglah.


(8)

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pembimbing, rasa kagum dan hormat setinggi-tingginya karena telah berkenan memberikan kesempatan, dukungan, bimbingan dan motivasi selama mengikuti pendidikan spesialisasi ini, Prof. Dr. dr. Made Wiryana, Sp.An., KIC KAO, Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana, dr. I Ketut Sinardja, Sp.An., KIC, Kepala Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana, Dr. dr. Putu Pramana Suarjaya, SpAn., M.Kes., KMN., KNA, Ketua Litbang Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana, dr. I M. G. Widnyana, Sp.An., M.Kes., KAR, Sekretaris Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana, dr. I B. Gde Sujana, Sp.An., MSi, Sekretaris Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana serta Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana periode sebelumnya di saat awal penulis menjadi seorang residen anestesi, dr. I Gede Budiarta, Sp.An., KMN, Sekretaris Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana periode sebelumnya di saat awal penulis menjadi seorang residen anestesi, dr. I Made Subagiartha,Sp.An, KAKV, SH, selaku pembimbing I untuk tesis ini, dr. I Putu Agus Surya Panji, Sp.An., KIC, selaku Pembimbing II untuk tesis ini, dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid., konsultan statistik untuk tesis ini.


(9)

viii

Kepada semua guru di Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana dr. I Wayan Sukra, Sp.An., KIC., dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, Sp.An., KAR., Dr. dr. I Wayan Suranadi, Sp.An., KIC., Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp.An., KAR., dr. I Wayan Aryabiantara, Sp.An., KIC., dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, Sp.An., dr. I Ketut Wibawa Nada, Sp.An. KAKV., dr. I G. N. Mahaalit Aribawa, Sp.An. KAR., dr. I G. A. G. Utara Hartawan, Sp.An. MARS., dr. Pontisomaya Parami, Sp.An. MARS., dr. I Putu Kurniyanta Sp.An., dr. Kadek Agus Heryana Putra, Sp.An., dr. Cynthia Dewi Sinardja, Sp.An. MARS, dr. Made Agus Kresna Sucandra, Sp.An., dr. I. B. Krisna Jaya Sutawan Sp.An., dan dr. Tjahya Aryasa Sp.An., saya haturkan hormat yang setinggi-tingginya, penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua bimbingan, nasihatnya dan tiada mengenal waktu selalu memberikan dasar-dasar ilmu anestesi untuk diterapkan nantinya. Kepada semua teman-teman residen anestesi, saya mengucapkan terimakasih atas dukungan dan kerjasama, dalam menjalani pendidikan yang penuh suka duka ini.

Indahnya dunia ini tidak akan penulis rasakan tanpa orang tua dan keluarga yang telah melahirkan dan membesarkan penulis. Sembah bakti dan rasa terimakasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada orangtua tercinta drg. Hakim Prajogi dan drg. Meity Quendangen yang telah membesarkan, membimbing, mendidik, memberikan dorongan semangat dan kasih sayang yang tidak ada hentinya kepada saya. Istri saya terkasih, dr. Maria Jessica Henfry Sulay, yang senantiasa menemani,


(10)

mendukung dan mendoakan saya dalam suka duka, memberikan senyum dan kehangatan setiap saat.

Kepada ibu Ni Ketut Santi Diliani, SH., dan seluruh staf karyawan di Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter spesialis ini.

Kepada para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini, penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuannya selama menjalani pendidikan ini.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada para pasien atas kesempatan yang telah diberikan untuk penulis menerapkan ilmu dan mendapatkan pengalaman.

Akhirnya penulis menghaturkan doa semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak, yang tertulis di atas maupun yang tidak tertulis, yang telah membantu selama proses pendidikan dan penyelesaian tesis ini baik secara langsung dan tidak langsung.

Denpasar, April 2016


(11)

x

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMASANGAN KATETER VENA SENTRAL DENGAN PANDUAN ELEKTROKARDIOGRAM INTRAATRIAL DALAM MENURUNKAN KEJADIAN MALPOSISI KATETER DIBANDINGKAN

DENGAN FORMULA ANDROPOLOUS DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Posisi kateter vena sentral yang tidak tepat dapat mengakibatkan kesalahan pada penilaian volume dan mengakibatkan tamponade jantung, aritmia maligna dan komplikasi serius lainnya. Posisi kateter yang diharapkan pada pemasangan dari vena jugularis interna dan vena subclavia adalah berada di pertengahan vena cava superior. EKG intraatrial digunakan sebagai panduan selama pemasangan kateter vena sentral (CVC) dapat menurunkan angka kejadian malposisi kateter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas EKG intraatrial dalam menurunkan kejadian malposisi kateter dibandingkan dengan formula Andropolous yang menggunakan tinggi badan.

Delapan puluh pasien yang memerlukan pemasangan CVC dimasukkan kedalam salah satu dari dua kelompok secara random (n=40). CVC dipasang dengan panduan EKG intraatrial (kelompok EKG) dan formula Andropolous (kelompok Andropolous). Angka kejadian malposisi, aritmia, durasi pemasangan, dan kedalaman akhir kateter dinilai dengan foto thoraks.

Kejadian malposisi kateter pada kelompok EKG lebih rendah dari kelompok Andropolous (p<0,05). Aritmia yang terjadi selama prosedur juga lebih rendah pada kelompok EKG sedangkan durasi pemasangan tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok.

Disimpulkan bahwa EKG intraatrial efektif menurunkan angka kejadian malposisi kateter tanpa meningkatkan durasi pemasangan secara signifikan. Kata kunci: elektrokardiogram intraatrial, kateter vena sentral, malposisi, aritmia


(12)

ABSTRACT

INTRAATRIAL ELEKTROCARDIOGRAM’S EFFECTIVENESS AS

GUIDANCE ON CENTRAL VENOUS CATHETER PLACEMENT IN REDUCING CATHETER MALPOSITION

COMPARED WITH ANDROPOLOUS’ FORMULA

AT SANGLAH DENPASAR PUBLIC HOSPITAL

Central venous catheter (CVC) malposition has associated with volume replacement error, cardiac tamponade, malignant arrhythmias and other serious complications. Internal jugular and subclavia vein CVCs are ideally positioned at the middle of superior caval vein. Intraatrial elektrokardiogram (EKG) as CVC placement guide can reduce catheter malposition. Our research was conducted to know intraatrial EKG effectiveness in reducing catheter malposition compared with Andropolous’s formula that used body height as guidance.

Eighty patient had been randomly assigned to either intraatrial EKG group (n=40) or Andropolous group (n=40). Catheter malposition, arrhythmias, placement duration, and catheter final depth had been evaluated using thorax x-ray.

Overall, catheter malposition at EKG group were lower than Andropolous group. Arrhythmias during procedure were also lower at EKG group, whereas placement duration were not significantly different between two groups.

Intraatrial EKG guidance is effective in reducing catheter malposition without lenghtening duration of CVC placement significantly and should be considered to increase placement safety.

Keywords: intraatrial electrocardiogram, central venous catheter, malposition, arrhythmias


(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM……… i

PRASYARAT GELAR………. ii

LEMBAR PENGESAHAN………... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI………. iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………. v

UCAPAN TERIMAKASIH……….. vi

ABSTRAK………. x

ABSTRACT……… xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5


(14)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kateter Vena Sentral... 7

2.1.1 Indikasi………... 7

2.1.2 Kontraindikasi……... 8

2.1.3 Tipe- tipe kateter vena sentral... 8

2.2 Teknik Pemasangan... 9

2.2.1 Teknik seldinger………... 11

2.2.2 Komplikasi……….……... 12

2.3 Penentuan Letak Ujung Kateter………... 15

2.4 Adaptor Elektrokardiogram... 20

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir ………... 23

3.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 25

3.3 Hipotesis Penelitian ... 25

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ... 26

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 27

4.4 Penentuan Sumber Data……….. 27

4.4.1 Populasi penelitian ... 27


(15)

xiv

4.4.3 Perhitungan jumlah sampel ... 29

4.4.4 Teknik pengambilan sampel ... 30

4.4.5 Alokasi sampel …….……….. 30

4.5 Variabel Penelitian... 30

4.5.1 Identifikasi variabel ... 30

4.5.2 Definisi operasional variabel ... 30

4.6 Instrumen Penelitian... 35

4.7 Alur Penelitian ... 36

4.7.1 Persiapan ... 36

4.7.2 Penapisan kasus ... 36

4.7.3 Alokasi sampel ... 36

4.7.4 Perlakuan... 37

4.7.5 Penilaian dan pencatatan ... 38

4.8 Analisis Data ……….……… 40

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian... 42

5.2 Akurasi Posisi Kateter………... 45

5.3 Aritmia…………... 47

5.4 Durasi………….……….. 48


(16)

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Perbandingan Akurasi Posisi Kateter... 53

6.2 Perbandingan Kejadian Aritmia Antar Kelompok Penelitian… 55

6.3 Perbandingan Durasi Pemasangan Antar Kelompok Penelitian……… 55

6.4 Perbandingan Kedalaman Kateter Akhir Antar Kelompok……… 56

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan………... 57

7.2 Saran………... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pemasangan melalui vena jugular interna... 11

Gambar 2.2 Posisi kateter yang direkomendasikan………... 16

Gambar2.3 Posisi normal kateter vena jugularis interna kanan... 17

Gambar 2.4 EKG intraatrial yang menunjukan gelombang P atrial... 20

Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep ... 25

Gambar 4.1 Bagan rancangan penelitian ... 26

Gambar 4.2 Skema pemasangan adaptor EKG... 32

Gambar 4.3 Lokasi penusukan vena jugularis interna (1), vena subclavia (2)… 33 Gambar 4.3 Bagan Alur Penelitian………...………… 39

Gambar 5.1 Perbandingan Durasi Pemasangan……… 49


(18)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 2.1 Formula Peres dkk ………... 17 Tabel 2.2 Formula Andropoulus dkk... 17 Tabel 4.1 Karakteristik Pasien ………... 40 Tabel 4.2 Hasil analisis perbandingan akurasi posisi kateter………. 41 Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Kelompok

Penelitian……… 43

Tabel 5.2 Hasil Analisis Perbandingan Akurasi Posisi Kateter..… 45 Tabel 5.3 Hasil Analisis Perbandingan Posisi Kateter Akhir Pada Rontgen

Thoraks……….. 46

Tabel 5.4 Hasil Analisis Perbandingan Kejadian Aritmia……….. 47 Tabel 5.5 Hasil Analisis Perbandingan Durasi Pemasangan……… 48 Tabel 5.6 Hasil Analisis Perbandingan Kedalaman Kateter Akhir.. 50


(19)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

VCS :Vena cava superior CVC : Central venous catheter

TVS : Tekanan vena sentral USG : Ultrasonography

TEE : Transesophageal echocardiography

EKG : Elektrokardiogram

RA : Right atrium

RTI : Ruang terapi intensif RSUP : Rumah sakit umum pusat Kg : Kilogram


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.Surat Keterangan Kelaikan Etik... 60

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian……… 61

Lampiran 3. Penjelasan dan Informasi Penelitian ... 62

Lampiran 4. Surat Pernyataan Persetujuan Uji Klinik... 64

Lampiran 5. Lembar Penelitian... 65

Lampiran 6. Pencatatan Hasil Evaluasi……….. ... 67

Lampiran 7. Data Hasil Penelitian……….. 69


(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengunaan kateter vena sentral (Central venous catheter - CVC) untuk berbagai kepentingan telah menjadi prosedur rutin di dunia kedokteran seluruh dunia. Pemasangan CVC paling sering dilakukan di ruang terapi intensif dan kamar operasi. Prosedur ini tidak lepas dari komplikasi yang dapat mengakibatkan morbiditas bagi pasien sakit kritis.

Pemilihan pasien yang sesuai indikasi, jenis kateter, lokasi pemasangan serta prosedur pemasangan yang benar dan sistematik dapat mengurangi komplikasi pemasangan kateter vena sentral, dimana risiko terjadinya komplikasi yang dilaporkan adalah sebesar 26%. Komplikasi yang terjadi akibat prosedur pemasangan kateter vena sentral dibagi menjadi mekanik, infeksi, trombosis atau emboli. Komplikasi mekanik biasanya adalah hasil langsung dari prosedur pemasangan dan dapat diketahui dalam waktu singkat setelah pemasangan kateter. Salah satu komplikasi mekanik yang sering terjadi adalah aritmia atrial, insiden komplikasi ini adalah 41%. Aritmia yang terjadi biasanya tidak mengakibatkan efek yang serius, dan insiden terjadinya aritmia ventricular maligna adalah rendah. Penyebab dari komplikasi ini adalah karena kabel penuntun atau kateter yang mengalami malposisi. (Pepe, 2005)

Malposisi dari kateter adalah bila ujung kateter tidak berada pada vena cava superior maupun inferior, terjadi simpul pada kateter yang dapat menghambat


(22)

2

pelepasan kateter, ujung kateter masuk terlalu dalam ke jantung, mengakibatkan aritmia, merusak katup jantung kanan atau mengakibatkan tamponade jantung, dan posisi dari ujung kateter terlalu dekat dengan dinding vena, mengakibatkan hambatan saat aspirasi maupun saat memberikan cairan (Pittiruti, M., 2002)

Posisi kateter yang tidak tepat (malposisi) dapat memberikan hasil pengukuran tekanan vena sentral yang tidak benar, berakibat pada pemberian cairan yang tidak tepat sampai dengan robeknya pembuluh darah. Angka kejadian malposisi CVC berkisar 3,6 - 14%. (Joshi, dkk., 2008)

Malposisi dari kateter dapat dideteksi dengan rontgen thoraks paska tindakan. Rontgen thoraks merupakan kriteria standar yang digunakan untuk mendeteksi komplikasi paska pemasangan kateter vena sentral namun adanya rentang waktu antara pemasangan kateter dan prosedur rontgen, radiasi dan biaya tambahan bagi pasien dan rumah sakit, merupakan kekurangan dari prosedur ini. (Weekes, dkk., 2014; Cortellaro, dkk., 2014)

Komplikasi selama pemasangan CVC dapat dikurangi dengan pemakaian alat seperti ultrasonography (USG) dan transesophageal echocardiography (TEE). Penggunaan USG dapat mengurangi komplikasi selama pemasangan tetapi tidak dapat menentukan letak ujung kateter di jantung sedangkan TEE dapat mendeteksi secara akurat letak ujung CVC pada VCS, namun ketersediaan alat ini sebagai alat diagnostic sangat terbatas dan TEE termasuk tindakan yang invasif. (Venugopal, dkk., 2013)


(23)

3

Penempatan ujung CVC sedekat mungkin dengan jantung sangat diperlukan untuk keberhasilan terapi. Dalam berbagai kasus, posisi ujung CVC 2-3 cm dari perbatasan VCS dan atrium kanan dianggap optimal. Posisi ini memberikan ruang yang cukup untuk ujung kateter bergerak tanpa mencederai dinding atrium secara langsung. (Pittiruti, M., 2002)

Pemasangan CVC tanpa alat pemandu sering dilakukan karena ketersediaan fasilitas yang terbatas. Ada beberapa formula yang digunakan untuk menentukan kedalaman kateter tanpa alat bantu. Formula untuk CVC yang diinsersi dari vena subclavia dan jugularis interna kanan telah dipublikasikan oleh Peres, dkk. dan Andropolous, dkk. dimana tinggi badan pasien dipakai sebagai acuan untuk menentukan kedalaman CVC. Formula Perez sering menyebabkan insersi kateter vena sentral yang terlalu dalam, dimana dari hasil penelitian Joshi, dkk, didapatkan sensitifitas formula ini hanya sebesar 52 %. Formula Andropolous dikatakan memiliki tingkat sensitifitas yang lebih tinggi (98% melalui vena cava superior dan 99,4% melalui vena jugularis interna kanan) dibandingkan formula Perez namun pada kenyataannya malposisi kateter tetap terjadi. Penelitian yang telah dilakukan oleh Joshi, dkk. telah membandingkan EKG intraatrial dengan formula Perez, sedangkan Gebhard, dkk. membandingkannya dengan rekomendasi kedalaman CVC dari literatur, namun belum ada penelitian yang menggunakan formula Andropolous sebagai pembanding walaupun sensitifitas dari formula ini dalam menentukan kedalaman kateter tinggi. (Joshi, dkk., 2008) ( Andropolous, dkk. 2001)


(24)

4

Konfirmasi letak ujung CVC di RSUP Sanglah dilakukan paska pemasangan, yaitu dengan rontgen thoraks. Dari rontgen thoraks dapat terlihat letak dari ujung CVC, ada tidaknya malposisi kateter, pnemothoraks maupun kinking dari kateter (Venugopal, dkk., 2013). Namun tidak pada semua pasien dapat dilakukan pemeriksaan ini karena kondisi pasien yang kritis, selain itu rontgen thoraks juga memberikan radiasi pada pasien dan lingkungan sekitarnya sehingga tidak seharusnya dilakukan secara rutin untuk mengkonfirmasi posisi CVC paska pemasangan. (Salimi F., dkk., 2015)

Pemasangan CVC dengan panduan elektrokardiogram (EKG) pertama kali diperkenalkan oleh Hellerstein dkk tahun 1949. Mereka mendeteksi letak dari CVC di dalam atrium dengan adanya gelombang P intraatrial (P-atriale). Dengan panduan perubahan gelombang P pada EKG letak kateter dapat dipastikan berada di vena cava superior dan diluar atrium kanan. EKG intraatrial dikatakan memiliki tingkat keakuratan 95-99 % selain itu hasil dari prosedur dapat dilihat langsung selama pemasangan sehingga jika terjadi malposisi dapat langsung diketahui. (Venugopal dkk, 2013) (Joshi dkk, 2008)

Pemasangan kateter vena sentral dengan panduan EKG belum rutin dilakukan di Indonesia, khususnya di rumah sakit umum pusat Sanglah, Denpasar. Hal ini terjadi karena kurangnya fasilitas dan pengetahuan mengenai EKG intraatrial.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh panduan EKG intraatrial saat pemasangan CVC terhadap kejadian malposisi kateter dibandingkan dengan panduan berdasarkan formula Andropolous.


(25)

5

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemasangan kateter vena sentral dengan panduan elektrokardiogram intraatrial lebih efektif menurunkan frekuensi malposisi kateter vena sentral dibandingkan formula Andropolous?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui keefektifan elektrokardiogram intraatrial dalam menurunkan frekuensi malposisi kateter pada pasien di RSUP Sanglah

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui keakuratan elektrokardiogram intraatrial dalam menentukan posisi kateter vena sentral.

2. Untuk mengetahui keakuratan formula Andropolous dalam menentukan posisi kateter vena sentral.

3. Untuk membandingkan keefektifan elektrokardiogram intraatrial dan formula Andropolous dalam menentukan posisi kateter vena sentral.


(26)

6

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat praktis

Pemakaian elektrokardiogram intraatrial sebagai pemandu dalam pemasangan kateter vena sentral diharapkan dapat memperbaiki prosedur standar pemasangan kateter vena sentral di RSUP Sanglah

1.4.2 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti mengenai keefektifan intraatrial dan formula Andropolous dalam menentukan posisi kateter vena sentral dan perbandingan keakuratan masing–masing teknik sehingga dapat digunakan sebagai pedoman untuk penelitian selanjutnya.


(27)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kateter Vena Sentral

2.1.1 Indikasi

Pemasangan kateter vena sentral (CVC) diperlukan untuk pemberian cairan, nutrisi, obat-obatan dengan konsentrasi pekat dan iritatif. Untuk resusitasi, cairan intravena dengan volume besar dapat secara cepat diberikan melalui kateter vena sentral dengan ukuran 8,5 Fr karena kecepatan aliran yang tinggi. Kesulitan pemasangan kateter vena perifer pada pasien dengan syok karena vasokonstriksi perifer merupakan salah satu indikasi pemasangan CVC. Pemberian obat-obatan pada resusitasi jantung paru lebih efektif melalui kateter vena sentral dibandingkan vena perifer karena obat –obatan tersebut langsung mempengaruhi jantung dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Indikasi lainnya adalah pemberian agen intravena yang dapat mengiritasi dan mengakibatkan sklerosis vena perifer seperti larutan kalium klorida, nutrisi parenteral total, obat kemoterapi dan vasopressor. Pengukuran tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonal, hemodialisis dan plasmapharesis adalah indikasi-indikasi lain pemasangan kateter vena sentral. (Pepe, 2005)


(28)

8

2.1.2 Kontraindikasi

Pada prinsipnya tidak ada kontraindikasi absolut pemasangan kateter vena sentral. Salah satu keadaan yang merupakan kontraindikasi pemasangan adalah pada pasien dengan koagulopati berat atau trombositopenia. Pada pasien-pasien dengan keadaan ini, vena femoral dan vena jugularis interna merupakan lokasi yang dianjurkan untuk pemasangan CVC karena perdarahan dari lokasi ini dapat dikontrol dengan penekanan namun tetap ada risiko untuk terjadinya hematoma yang besar dan mengganggu jalan nafas. Lokasi lain yang memungkinkan adalah melalui vena perifer karena kontrol perdarahan yang lebih mudah. Pemasangan di vena subklavia dihindari karena pembuluh darah ini tidak dapat ditekan secara manual bila terjadi perdarahan. Bila pemilihan akses lokasi yang memungkinkan pada pasien dengan koagulopati tidak dapat dilakukan maka pasien perlu dioptimalisasi terlebih dahulu dengan produk darah sampai kanulasi dapat dilakukan dengan aman. (Pepe, 2005)

Kontraindikasi lain dari pemasangan CVC yaitu infeksi pada lokasi pemasangan, adanya fistula arteriovena ipsilateral untuk hemodialisa, trombosis vena disekitar lokasi pemasangan.

2.1.3 Tipe- tipe kateter vena sentral

Beberapa tipe kateter vena sentral tersedia untuk berbagai tujuan pemasangan. CVC dapat single-lumen atau multi-lumen, pemasangan dari vena sentral atau perifer,


(29)

9

terlapisi antibiotic atau tidak, temporer atau jangka panjang, tunneled atau

percutaneous. (Pepe, 2005)

2.2 Teknik Pemasangan

Pemasangan CVC dapat dilakukan dengan pendekatan bedah (cutdown) atau

percutaneous. Pendekatan bedah dapat digunakan pada vena sefalika, jugularis

interna maupun eksterna, dan femoral. Pendekatan ini dapat mengurangi kemungkinan komplikasi seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan kilothoraks, namun ketersediaan dokter bedah dan kamar operasi meningkatkan biaya. Komplikasi pendekatan percutaneous yang semakin rendah dengan teknik yang ada saat ini, membuat klinisi lebih memilih menggunakan pendekatan percutaneous. Salah satu teknik percutaneous adalah teknik Seldinger. Teknik Seldinger telah menjadi pendekatan standar pemasangan kateter vena sentral. Teknik ini menggunakan penuntun melalui jarum akses, dimana penuntun ini akan memfasilitasi masuknya kateter kedalam vena. ( Pepe, 2005)

Pemilihan lokasi pemasangan CVC adalah salah satu faktor yang dapat mengurangi risiko komplikasi mekanik dari prosedur pemasangan. Lokasi yang sedapat mungkin dihindari adalah lokasi pemasangan yang pernah dicoba dan gagal, atau ada deformitas tulang, bekas operasi, radiasi atau jaringan parut. Sebuah meta-analisis yang membandingkan pemasangan CVC pada vena jugularis interna dan subklavia menunjukan bahwa pemasangan pada vena jugularis interna lebih sering


(30)

10

terjadi penusukan pada arteri, namun lebih sedikit masalah yang berkaitan dengan malposisi kateter. (Pepe, 2005)

Pemasangan pada vena jugularis interna kanan lebih dipilih dibanding vena jugularis interna kiri karena tingkat keberhasilan yang lebih tinggi (90-99%) dengan komplikasi yang lebih sedikit. Kateter yang dipasang melalui vena jugularis interna kiri harus melewati vena brachiocephalica kiri sebelum memasuki VCS dengan sudut 90o, sehingga ujung distal dapat menempel pada dinding lateral kanan dari VCS, dimana akan meningkatkan potensi cedera vascular. (Venugopal dkk, 2013)

Pendekatan prosedur yang paling aman adalah dengan mempertimbangkan kemampuan dan pengalaman dari klinisi, serta melihat postur tubuh dan fungsi pembekuan darah pasien. Penggunaan ultrasonography (USG) dapat meningkatkan keberhasilan insersi CVC terutama pada vena jugularis interna ataupun pada operator yang kurang berpengalaman. (Pepe, 2005; McGee dkk., 2004)

Untuk memfasilitasi pemasangan kateter, pasien diposisikan supinasi dengan diganjal vertical diantara kedua tulang scapula pada pemasangan di vena subklavia supaya segitiga deltopectoral terbuka dan memungkinkan akses yang lebih paralel ke vena. Untuk pemasangan pada vena jugularis interna, ganjalan diletakkan horizontal antara scapula supaya leher dalam posisi hiperekstensi. Posisi trendelenburg 10-15o dapat dilakukan untuk mengisi dan memperlebar vena sentral, sedangkan posisi reverse trendelenburg dapat membantu pemasangan kateter pada vena femoralis dan


(31)

11

pemasangan di vena subclavia serta jugularis interna pada pasien morbid obese yang euvolemik karena dinding dada dapat dijauhkan dari lokasi pemasangan. (Pepe, 2005) 2.2.1 Teknik Seldinger

Gambar2.1 Pemasangan melalui vena jugular interna (Pepe, 2005)

Teknik Seldinger adalah pendekatan standar yang digunakan untuk berbagai jenis kateter dan lokasi pemasangan. Setelah anestesi lokal diberikan pada lokasi insersi, jarum dimasukan secara perlahan sesuai acuan anatomi, sambil mempertahankan tekanan negatif. Adanya darah yang teraspirasi merupakan tanda masuknya jarum ke pembuluh darah. Penuntun dimasukkan melalui jarum sampai dengan panjang maksimal 20 cm (berhubungan dengan perbatasan atriocaval). Jarum dikeluarkan


(32)

12

perlahan, meninggalkan penuntun ditempatnya. Insisi ± 0,5 cm dibuat dengan pisau ditempat penuntun masuk, diikuti dengan dilator, untuk memperlebar tempat insersi. Kateter dimasukan kedalam vena melalui penuntun (guidewire) lalu penuntun dikeluarkan. Panjang kateter yang dimasukkan seharusnya mencukupi supaya ujung kateter berada pada perbatasan atriocaval. Aspirasi dilakukan pada setiap ujung kateter untuk memastikan posisi kateter pada vena setelah itu setiap kateter harus dibilas dengan salin murni atau yang mengandung heparin. Kateter difiksasi ke kulit dengan jahitan dan ditutup secara steril untuk menghindari infeksi. Paska tindakan, foto rontgen thoraks harus dilakukan untuk mengkonfirmasi posisi kateter berada di perbatasan atrial-caval dan menghindari komplikasi intratorakal. (Pepe, 2005)

2.2.2 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu : mekanik, infeksi, thrombosis atau emboli.

Komplikasi mekanik biasanya adalah hasil langsung dari prosedur pemasangan dan dapat diketahui dalam waktu singkat. Salah satu yang sering terjadi adalah aritmia atrial; insiden komplikasi ini adalah 41%. Aritmia yang terjadi biasanya tidak mengakibatkan efek yang serius; insiden terjadi aritmia ventricular maligna adalah rendah. Komplikasi terjadi karena kabel penuntun atau kateter yang terlalu dalam sampai ke atrium kanan. (Pepe, 2005)


(33)

13

Komplikasi mekanik lain yang sering adalah tertusuknya arteri, biasanya terjadi pada penusukan di vena femoralis dan jugularis interna, namun bila arteri subklavia tertusuk, perdarahan yang terjadi susah dikendalikan dengan tekanan sehingga sering mengakibatkan hematoma ekstrapleural ataupun hemothoraks. Pnemothoraks yang terjadi akibat kateterisasi vena sentral biasanya dapat ditangani dengan observasi ketat serta kontrol rontgen thoraks kecuali bila pasien mendapat ventilasi mekanik dengan tekanan positif. Adanya udara di mediastinum atau subkutan (emfisema) adalah tanda terjadi robekan pada pleura. Gangguan hemodinamik dan respirasi yang terjadi setelah pemasangan CVC pada vena jugularis interna dan subklavia harus segera dicurigai suatu pnemothoraks tipe tension dan segera dilakukan dekompresi. (Pepe, 2005; McGee dkk., 2004)

Emboli udara dapat terjadi dengan insidens 0,1%, dikarenakan pada saat pemasangan atau pelepasan kateter ujung kateter terhubung dengan udara. Hal ini dapat dihindari dengan prosedur yang benar seperti penggunaan posisi trendelenburg, pembilasan kateter dengan cairan salin, serta penutupan semua ujung kateter sebelum pemasangan. Bila emboli terjadi, pasien harus segera diposisikan trendelenburg dengan sudut yang curam serta posisi miring kekiri, diberikan oksigen 100% dan dukungan hemodinamik bila diperlukan. Aspirasi udara dari kateter dapat dilakukan meskipun kemungkinan berhasilnya kecil. (Pepe, 2005)

Malposisi dari kateter, yang didefinisikan sebagai posisi ujung kateter yang tidak tepat. kateter yang tersumbat, thrombosis, emboli, maupun perforasi vena dengan


(34)

14

hemothoraks atau cairan infus di rongga mediastinum, atau bahkan perforasi atrium kanan dengan tamponade dapat terjadi bila ujung kateter tidak parallel dengan lumen vena cava superior. Hal-hal tersebut dapat dideteksi dengan rontgen thoraks paska tindakan dan bila terjadi harus segera dilakukan tindakan reposisi atau penggantian kateter dengan penuntun.

Kateterisasi juga dapat mencederai sistem limfatik yaitu duktus thoracicus yang memasuki vena diperbatasan antara vena subklavia kiri dan vena jugularis interna kiri. Cedera ini biasanya tidak disadari sampai terjadi efusi pleura dengan kilothoraks pada foto rontgen. Komplikasi ini dapat ditangani dengan drainase dan pembatasan diet namun dapat juga memerlukan operasi ligasi untuk kontrol definitif. (Pepe, 2005) Komplikasi emboli dan trombosis dapat terjadi setelah pemasangan kateter terutama pada pasien dengan keganasan (insiden sampai dengan 36%). Trombosis lebih sering terjadi pada vena jugularis interna dan femoralis dibandingkan dengan vena subklavia. Trombosis vena dalam pada ekstrimitas atas merupakan 15% dari kasus thrombosis vena dalam di ruang terapi intensif dan semuanya berkaitan dengan kanulasi vena subklavia dan jugularis interna. Faktor risiko terjadinya trombosis meningkat pada pemasangan CVC di vena jugularis interna, tanpa dilakukan heparinisasi, serta pemberian emulsi lipid. Walaupun sering tanpa gejala namun trombosis yang terjadi perlu segera diketahui dan ditangani sebab merupakan risiko terjadinya emboli paru. (Pepe, 2005)


(35)

15

2.3 Penentuan Letak Ujung Kateter

Angka kejadian malposisi CVC berkisar 3,6-14%. Walaupun penggunaan USG dapat mengurangi komplikasi selama pemasangan, USG tidak dapat menentukan letak ujung kateter di jantung. Hanya TEE yang dapat mendeteksi secara akurat letak ujung CVC pada perbatasan vena cava superior dan atrium kanan ( RA) namun ketersediaan alat ini sebagai alat diagnostik sangat terbatas. (Venugopal, dkk., 2013)

CVC dikatakan mengalami malposisi bila ujung kateter tidak berada pada vena cava superior maupun inferior, terjadi simpul pada kateter. Hal ini dapat menghambat pelepasan kateter, ujung kateter masuk terlalu dalam ke jantung, mengakibatkan aritmia, merusak katup jantung kanan atau mengakibatkan tamponade jantung, posisi dari ujung kateter terlalu dekat dengan dinding vena, mengakibatkan hambatan saat aspirasi maupun saat pemberian cairan (Pittiruti M., 2002)

Penempatan ujung CVC sedekat mungkin dengan jantung sangat diperlukan untuk keberhasilan terapi. Dalam berbagai kasus, posisi ujung CVC ± 2 cm dari perbatasan vena cava superior dan atrium kanan dianggap optimal. Posisi ini memberikan tempat yang cukup untuk ujung kateter bergerak tanpa mencederai dinding atrium secara langsung (Pittiruti M., 2002)


(36)

16

Gambar 2.2 Posisi kateter yang direkomendasikan di (A) vena cava superior atau (B) Vena cava inferior. (Pittiruti M., 2002)

Gambar 2.3 Posisi normal kateter vena jugularis interna kanan. Ujung kateter idealnya berada pada ketinggian karina. (Melakorde K, 2009)


(37)

17

Formula untuk menentukan kedalaman CVC yang diinsersi dari vena subklavia dan jugularis interna kanan telah dipublikasi oleh Peres dkk dan Andropoulos dkk dimana tinggi pasien dipakai sebagai nilai untuk menentukan kedalaman CVC.

Tabel 2.1 Formula Peres, dkk.

Insersi Formula

Sisi kanan:

Vena subklavia L= (H/10)-2

Vena jugularis interna L= H/10

Sisi kiri :

Vena jugularis eksterna L= H/10+4

Tabel 2.2 Formula Andropolous, dkk.

Tinggi ( cm) Formula

Vena subklavia dan jugularis interna kanan

H ≤ 100 cm L= (H/10) -1

H ≥ 100 cm L= (H/10) -2

Keterangan: H= Tinggi badan (cm), L= panjang kateter (cm)

Nilai yang didapat dari kedua formula pada pasien yang lebih tinggi dari 100 cm dan diinsersikan dari vena jugularis interna kanan berbeda dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Pada pasien dengan proporsi badan yang tidak biasa misalnya leher yang


(38)

18

pendek maupun panjang, bagian tubuh atas yang lebih panjang memerlukan penentuan secara individual kasus perkasus. (Pittiruti M., 2002)

Prosedur diagnostik yang rutin dilakukan untuk penilaian paska prosedur adalah rontgen thoraks. Rontgen digunakan untuk memastikan letak ujung kateter dan mendeteksi malposisi serta komplikasi yang terjadi. (Venugopal, dkk., 2013)

Lokasi ujung distal kateter diharapkan setinggi karina atau vertebra thorakal 4-5 dimana di lokasi ini ujung kateter berada diluar atrium, 2-3 cm dari perbatasan cavoatrial. (Venugopal dkk, 2013). Perbatasan antara VCS dan RA pada rontgen thoraks adalah pada perpotongan garis lateral kanan dari VCS dengan batas superior dari RA (siluet jantung). Panjang VCS ± 6 cm dan karina terletak di tengah dari VCS, bila ujung kateter berada setinggi karina maka kateter terletak di VCS, namun bila lebih dari 3 cm dibawah karina maka kateter terletak di intraatrial. (Schuster, 2000)

Karina digunakan sebagai marka untuk penentuan posisi ujung kateter pada rontgen thoraks karena karina berada ditengah rongga thoraks sehingga kemungkinan untuk terjadinya distorsi gambar dan kesalahan pengukuran lebih kecil. (Ryu, 2007; Stonelake, 2006)

Ryu, dkk telah melakukan penelitian untuk penentuan kedalaman ujung CVC yang dipasang di vena jugularis interna kanan dan vena subklavia kanan dengan mengukur jarak dari tempat insersi ke sternal notch ditambah jarak vertikal dari


(39)

19

didapatkan bahwa pengukuran tersebut berkorelasi dengan posisi ujung CVC pada rontgen thoraks dan dapat digunakan untuk menentukan kedalaman CVC bila tidak ada penunjang lainnya. (Ryu, dkk., 2007)

Metode lain untuk menentukan letak kateter adalah dengan panduan EKG intraatrial yang memiliki tingkat keakuratan 95-100% (Venugopal, dkk., 2013)

2.4 Adaptor Elektrokardiogram

Pemasangan CVC dengan panduan EKG pertama kali diperkenalkan oleh Hellerstein dkk tahun 1949. Mereka medeteksi letak dari CVC di dalam atrium dengan adanya gelombang P intraatrial (P-atriale). (Joshi, dkk., 2008)

Adaptor EKG (Certodyn - Universal adapter, B. Braun Melsungen, Germany) digunakan setelah CVC (Certofix Trio, B. Braun Melsungen, Germany) telah terpasang dengan penuntun masih didalam kateter. Ujung penuntun ditarik sampai batas marka yang mengindikasikan ujung penuntun berada pada ujung kateter. Adaptor dihubungkan dengan penuntun melalui elektroda merah acuan yang ditempel di sisi kanan dinding dada. Elektroda monitor disisi kanan dinding dada diletakkan di adaptor. Adaptor ini memiliki tuas untuk mengubah lead II menjadi lead II yang dimodifikasi untuk merekam EKG intraatrial. Dengan mendorong maju kateter dengan penuntunnya, konfigurasi gelombang P dapat terlihat di monitor EKG. Tinggi dari gelombang P akan meningkat perlahan dan menjadi sama atau bahkan lebih dari gelombang R. Bila kateter didorong lagi gelombang P akan menjadi bifid, namun


(40)

20

pada saat ini kateter harus ditarik sampai gelombang P menjadi normal lagi. Panjangnya kateter disaat gelombang P menjadi normal adalah kedalaman kateter yang diharapkan. (Joshi, dkk., 2008)

Gambar 2.4 EKG intraatrial yang menunjukan gelombang P atrial ( Gelombang P yang lebih besar dari gelombang R) ( Joshi, 2008)

Joshi dkk mengatakan bahwa EKG intra atrial dapat dipergunakan untuk menilai posisi kateter yang benar dengan sederhana dan ekonomis pada saat pemasangan sehingga rontgen thorak paska pemasangan untuk evaluasi posisi kateter vena sentral dapat ditunda. (Joshi, dkk., 2008)

Gebhard, dkk. dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pemasangan kateter vena sentral dengan panduan EKG lebih banyak menghasilkan posisi kateter yang tepat dibandingkan dengan pemasangan tanpa panduan EKG ( 96% vs 76%). Namun panduan dengan EKG tidak dapat membedakan apakah kateter berada di intravena


(41)

21

atau intraarteri karena hasil P-atrial yang dihasilkan sama bila ujung kateter berada pada bayangan pericardium. (Schummer, dkk., 2004).

Schummer, dkk. pada tahun 2003 telah meneliti mengenai pemasangan kateter vena sentral dengan panduan EKG pada vena jugularis interna kanan dan kiri. Mereka menyimpulkan bahwa EKG tidak dapat dipakai untuk memandu pemasangan kateter melalui vena jugularis interna kiri. Salah satu penyebabnya adalah karena sudut antara kateter dan dinding lateral dari vena cava superior lebih dari 40% dilihat dari rontgen thoraks, sehingga walaupun posisi awal ujung kateter dengan panduan EKG adalah benar, namun sering sekali tidak dapat diaspirasi dengan lancar sehingga perlu dimasukkan lebih jauh sampai dengan intraatrial. (Schummer, dkk., 2003)


(1)

Gambar 2.2 Posisi kateter yang direkomendasikan di (A) vena cava superior atau (B) Vena cava inferior. (Pittiruti M., 2002)

Gambar 2.3 Posisi normal kateter vena jugularis interna kanan. Ujung kateter idealnya berada pada ketinggian karina. (Melakorde K, 2009)


(2)

Formula untuk menentukan kedalaman CVC yang diinsersi dari vena subklavia dan jugularis interna kanan telah dipublikasi oleh Peres dkk dan Andropoulos dkk dimana tinggi pasien dipakai sebagai nilai untuk menentukan kedalaman CVC.

Tabel 2.1 Formula Peres, dkk.

Insersi Formula

Sisi kanan:

Vena subklavia L= (H/10)-2

Vena jugularis interna L= H/10

Sisi kiri :

Vena jugularis eksterna L= H/10+4

Tabel 2.2 Formula Andropolous, dkk.

Tinggi ( cm) Formula

Vena subklavia dan jugularis interna kanan

H ≤ 100 cm L= (H/10) -1

H ≥ 100 cm L= (H/10) -2

Keterangan: H= Tinggi badan (cm), L= panjang kateter (cm)

Nilai yang didapat dari kedua formula pada pasien yang lebih tinggi dari 100 cm dan diinsersikan dari vena jugularis interna kanan berbeda dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Pada pasien dengan proporsi badan yang tidak biasa misalnya leher yang


(3)

pendek maupun panjang, bagian tubuh atas yang lebih panjang memerlukan penentuan secara individual kasus perkasus. (Pittiruti M., 2002)

Prosedur diagnostik yang rutin dilakukan untuk penilaian paska prosedur adalah rontgen thoraks. Rontgen digunakan untuk memastikan letak ujung kateter dan mendeteksi malposisi serta komplikasi yang terjadi. (Venugopal, dkk., 2013)

Lokasi ujung distal kateter diharapkan setinggi karina atau vertebra thorakal 4-5 dimana di lokasi ini ujung kateter berada diluar atrium, 2-3 cm dari perbatasan cavoatrial. (Venugopal dkk, 2013). Perbatasan antara VCS dan RA pada rontgen thoraks adalah pada perpotongan garis lateral kanan dari VCS dengan batas superior dari RA (siluet jantung). Panjang VCS ± 6 cm dan karina terletak di tengah dari VCS, bila ujung kateter berada setinggi karina maka kateter terletak di VCS, namun bila lebih dari 3 cm dibawah karina maka kateter terletak di intraatrial. (Schuster, 2000)

Karina digunakan sebagai marka untuk penentuan posisi ujung kateter pada rontgen thoraks karena karina berada ditengah rongga thoraks sehingga kemungkinan untuk terjadinya distorsi gambar dan kesalahan pengukuran lebih kecil. (Ryu, 2007; Stonelake, 2006)

Ryu, dkk telah melakukan penelitian untuk penentuan kedalaman ujung CVC yang dipasang di vena jugularis interna kanan dan vena subklavia kanan dengan mengukur jarak dari tempat insersi ke sternal notch ditambah jarak vertikal dari sternal notch ke karina pada rontgen thoraks. Dimana dari penelitian tersebut


(4)

didapatkan bahwa pengukuran tersebut berkorelasi dengan posisi ujung CVC pada rontgen thoraks dan dapat digunakan untuk menentukan kedalaman CVC bila tidak ada penunjang lainnya. (Ryu, dkk., 2007)

Metode lain untuk menentukan letak kateter adalah dengan panduan EKG intraatrial yang memiliki tingkat keakuratan 95-100% (Venugopal, dkk., 2013)

2.4 Adaptor Elektrokardiogram

Pemasangan CVC dengan panduan EKG pertama kali diperkenalkan oleh Hellerstein dkk tahun 1949. Mereka medeteksi letak dari CVC di dalam atrium dengan adanya gelombang P intraatrial (P-atriale). (Joshi, dkk., 2008)

Adaptor EKG (Certodyn - Universal adapter, B. Braun Melsungen, Germany) digunakan setelah CVC (Certofix Trio, B. Braun Melsungen, Germany) telah terpasang dengan penuntun masih didalam kateter. Ujung penuntun ditarik sampai batas marka yang mengindikasikan ujung penuntun berada pada ujung kateter. Adaptor dihubungkan dengan penuntun melalui elektroda merah acuan yang ditempel di sisi kanan dinding dada. Elektroda monitor disisi kanan dinding dada diletakkan di adaptor. Adaptor ini memiliki tuas untuk mengubah lead II menjadi lead II yang dimodifikasi untuk merekam EKG intraatrial. Dengan mendorong maju kateter dengan penuntunnya, konfigurasi gelombang P dapat terlihat di monitor EKG. Tinggi dari gelombang P akan meningkat perlahan dan menjadi sama atau bahkan lebih dari gelombang R. Bila kateter didorong lagi gelombang P akan menjadi bifid, namun


(5)

pada saat ini kateter harus ditarik sampai gelombang P menjadi normal lagi. Panjangnya kateter disaat gelombang P menjadi normal adalah kedalaman kateter yang diharapkan. (Joshi, dkk., 2008)

Gambar 2.4 EKG intraatrial yang menunjukan gelombang P atrial ( Gelombang P yang lebih besar dari gelombang R) ( Joshi, 2008)

Joshi dkk mengatakan bahwa EKG intra atrial dapat dipergunakan untuk menilai posisi kateter yang benar dengan sederhana dan ekonomis pada saat pemasangan sehingga rontgen thorak paska pemasangan untuk evaluasi posisi kateter vena sentral dapat ditunda. (Joshi, dkk., 2008)

Gebhard, dkk. dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pemasangan kateter vena sentral dengan panduan EKG lebih banyak menghasilkan posisi kateter yang tepat dibandingkan dengan pemasangan tanpa panduan EKG ( 96% vs 76%). Namun panduan dengan EKG tidak dapat membedakan apakah kateter berada di intravena


(6)

atau intraarteri karena hasil P-atrial yang dihasilkan sama bila ujung kateter berada pada bayangan pericardium. (Schummer, dkk., 2004).

Schummer, dkk. pada tahun 2003 telah meneliti mengenai pemasangan kateter vena sentral dengan panduan EKG pada vena jugularis interna kanan dan kiri. Mereka menyimpulkan bahwa EKG tidak dapat dipakai untuk memandu pemasangan kateter melalui vena jugularis interna kiri. Salah satu penyebabnya adalah karena sudut antara kateter dan dinding lateral dari vena cava superior lebih dari 40% dilihat dari rontgen thoraks, sehingga walaupun posisi awal ujung kateter dengan panduan EKG adalah benar, namun sering sekali tidak dapat diaspirasi dengan lancar sehingga perlu dimasukkan lebih jauh sampai dengan intraatrial. (Schummer, dkk., 2003)