PENGEMBANGAN ASESMEN UNTUK MENGUKUR PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMA.

(1)

DAFTAR ISI

PERYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

ABSTRAK vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Perumusan Masalah penelitian 5

C. Tujuan Penelitian 6

D. Manfaat Penelitian 7

E. Kerangka Penelitian 8

BAB II

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PEMAHAMAN KONSEP 11

A. Alat Ukur Pemahaman Konsep Fisika 11

B. Tes Pemahaman Konsep Fisika 15

C. Pengembangan Asesmen Pemahaman Konsep Fisika 23

D. Miskonsepsi Tentang Konsep Listrik 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47


(2)

C. Pengembangan Instrumen Penelitian 51

D. Pengumpulan Data 53

E. Analisis Data 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 64

A. Hasil Penelitian 64

B. Pembahasan Hasil Penelitian 110

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 130

A. Kesimpulan Hasil Penelitian 130

B. Implikasi Hasil Penelitian 133

C. Rekomendasi 134

D. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian 135

DAFTAR PUSTAKA 137

LAMPIRAN-LAMPIRAN 141


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tes Ebatnas, UAN/UN dan Ujian Sekolah 12

Tabel 2.2 Proporsi Tes SPMB 13

Tabel 3.1 Cluster SMA Negeri Kota Bandung 49

Tabel 3.2 SMA yang Menjadi Tempat Pengambilan Sampel Penelitian 50 Tabel 3.3 Panduan untuk Menginterpretasikan Indeks Kesukaran 56 Tabel 3.4 Panduan untuk Menginterpretasikan Indeks Pembeda 57 Tabel 4.1 Persentase Siswa Memahami Pertanyaan dan Pilihan Jawaban TPK 66 Tabel 4.2 Karakteristik Tes Pemahaman Konsep dan Tes Hitungan 67 Tabel 4.3 Sebaran Butir Soal Menurut Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda 67

Tabel 4.4 Sebaran Pilihan Jawaban Siswa 69

Tabel 4.5 Perbandingan Skor tiap Butir Soal TPK dan TH 71

Tabel 4.6 Menentukan Butir Soal yang Diterima 73

Tabel 4.7 Butir Soal yang akan Digunakan 74

Tabel 4.8 Pemahaman Konsep Siswa 76

Tabel 4.9 Karakteristik Butir Soal Menurut Analisis Butir 81

Tabel 4.10 Sebaran Jawaban Siswa 82

Tabel 4.11 Rangkuman Pemahaman Konsep Siswa Terhadap Listrik Dinamis 103

Tabel 4.12 Deskripsi Hasil TPK dan TH 106

Tabel 4.13 Skor Rata-rata TPK dan TH untuk Tiap Tujuan 106 Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas Sebaran Skor TPK dan TH 107 Tabel 4.15 Hasil Uji Perbedaan Skor Rata-rata TPK dan TH 107


(4)

Tabel 4.16 Perbandingan Hasil TPK dan TH Menurut Gender 108 Tabel 4.17 Hasil Uji Perbedaan TPK dan TH Menurut Gender 109

Tabel 4.18 Hasil Uji Korelasi 110

Tabel 4.19 Perbandingan TPK dan TH Soal no. 10 113

Tabel 4.20 Perbandingan TPK dan TH Soal no. 12 114

Tabel 4.21 Perbandingan TPK dan TH Soal no. 4 dan 26 116

Tabel 4.22 Perbandingan TPK dan TH Soal no. 17 119


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Penelitian 9

Gambar 3.1 Diagram Alir Pengembangan Tes 48


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 3-1, Kisi-kisi Tes Pemahaman Konsep 141

Lampiran 3-2, Tes Pemahaman Konsep 143

Lampiran 3-3, Kisi-kisi Tes Hitungan 159

Lampiran 3-4, Tes Hitungan 161

Lampiran 3-5, Lembar Validasi TPK 178

Lampiran 3-6, Lembar Validasi TH 182

Lampiran 3-7, Lembar Penilaian Kejelasan Pertanyaan dan Pilihan Jawaban 186

Lampiran 4-1, Hasil Validasi Isi TPK 187

Lampiran 4-2, Hasil Validasi Isi TH 191

Lampiran 4-3, Rekapitulasi Analisis TPK 195

Lampiran 4-4, Rekapitulasi Analisis TH 197

Lampiran 4-5, Tes Pemahaman Konsep 199

Lampiran 4-6, Tes Hitungan 214

Lampiran 4-7, Hasil Perhitungan Analisis Butir 229

Lampiran 4-8, Skor Perolehan Siswa Terhadap TPK dan TH 231

Lampiran 4-9, Deskriptive Statistics 253

Lampiran 4-10, Perbandingan Skor TPK dan TH 255

Lampiran 4-11, Uji Normalitas TPK dan TH 259

Lampiran 4-12,, Uji Perbedaan Rata-rata 261

Lampiran 4-13, Deskriptive Statistics Menurut Gender 271

Lampiran 4-14, Uji Perbedaan Menurut Gender 272


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Salah satu tujuan pendidikan fisika di sekolah adalah agar peserta didik dapat memahami sejumlah (a modest amount) konsep dan dapat menerapkan atau mengaplikasikan konsep-konsep itu secara fleksibel (Reif, 1995). Seperti diketahui untuk dapat mendeskripsikan dan menerangkan gejala alam, orang membangun konsep (Holton & Rollev, 1958; Mannoia, 1980). Konsep-konsep itu biasanya diberi label dengan istilah-istilah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari tetapi diberi “arti khusus”. Sebagai contoh, untuk mendeskripsikan interaksi antar benda, fisikawan membangun konsep “gaya”. Dalam sehari-hari dikenal ungkapan-ungkapan seperti “gaya bicara”, “gaya bahasa”, atau “gaya kupu-kupu” dalam berenang. Kata gaya dalam ungkapan sehari-hari dapat berarti ragam atau cara melakukan, yang berbeda dengan arti gaya dalam fisika. Contoh lain untuk mendeskripsikan gerak benda-benda, fisikawan membangun konsep ‘kecepatan” dan “laju”. Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak membedakan arti laju dan kecepatan, sedang dalam fisika laju dibedakan dari kecepatan. Jadi, dapat dikatakan bahwa memahami atau menguasai konsep fisika dapat diartikan dapat menangkap “arti khusus” yang tersirat dalam istilah yang menjadi label itu. “Arti khusus” dari konsep itu sering disebut “arti fisis” sebuah konsep. Diharapkan, bila peserta didik telah memahami atau bahkan menghayati “arti khusus” sebuah konsep, maka yang bersangkutan dapat menerapkan konsep itu secara fleksibel


(8)

atau dalam situasi yang berbeda-beda, terutama dengan situasi ketika konsep itu diajarkan oleh guru.

Di sekolah, kemampuan peserta didik untuk memahami arti khusus dari konsep fisika biasanya diukur dengan soal-soal yang umumnya bersifat kuantitatif. Jika dikaji soal-soal yang biasa digunakan dalam Evaluasi Bersama Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) atau Ujian Nasional (UN) dari tahun 1991 hingga 2008 sebagian besar bersifat kuantitatif dan sedikit yang bersifat kualitatif. Soal-soal EBTANAS yang bersifat kualitatif paling banyak 24% dari 50 butir soal terdapat pada tes EBTANAS tahun 1995 dan 1998. Soal-soal UN 2008 yang bersifat kualitatif hanya 7,5% dari 40 butir soal. Diasumsikan jika peserta didik sudah dapat mengerjakan soal-soal fisika yang bersifat kuantitatif, maka berarti sudah dapat menangkap arti khusus dari konsep fisika.

Penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Pak (2002), menunjukkan banyak mahasiswa tahun pertama di Departemen Pendidikan Fisika Seoul National University, mengalami kesulitan konseptual terhadap mekanika dasar (basic mechanics). Padahal mahasiswa tersebut telah mengerjakan banyak soal latihan tradisional (bersifat hitungan) ketika persiapan masuk ke perguruan tinggi. Soal yang pernah dikerjakan oleh para mahasiswa tersebut berkisar 300 sampai 2900 dengan rata-rata berkisar pada 1500. Selain itu investigasi yang dilakukan oleh Mazur (Allain, 2001) menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa terhadap masalah konseptual lebih rendah dari pada skor rata-ratanya terhadap masalah hitungan. Hal ini mungkin disebabkan karena pekerjaan memecahkan soal itu seperti pekerjaan mekanis yang hanya “memasukkan” angka dalam rumus tertentu


(9)

tanpa memahami atau menghayati “arti fisis” yang terkandung dalam konsep atau rumus itu. Hal ini sering terjadi terutama bila konstruksi soal itu kurang baik.

Penelitian ini mencoba mengembangkan alat ukur untuk mengetahui apakah peserta didik di sekolah menengah dapat memahami konsep atau arti fisis dari konsep-konsep fisika. Alat ukur yang dikembangkan diharapkan dapat mengungkap pemahaman konsep fisika siswa SMA lebih mendalam dibandingkan soal-soal yang digunakan selama ini. Alat ukur ini dikembangkan melalui penelitian dan pengembangan.

Alat ukur pemahaman konsep yang dikembangkan oleh para peneliti pendidikan fisika berupa tes pilihan ganda bersifat pemahaman. Instrumen ini ternyata menjadi modal yang berharga bagi komunitas Physics Education Research (PER), seperti digunakan secara luas di dalam penelitian aspek pengembangan kurikulum (Allain, 2001). Tes pemahaman konsep yang terkenal adalah Force Concept Inventory disingkat FCI (Hestenes, et al.,1992) dan Test of Understanding Graphs-Kinematics disingkat TUG-K (Beichner, 1994). FCI dan TUG-K telah digunakan secara luas dan telah memberikan cara baru mengevaluasi pemahaman konsep siswa (Engelhardt & Beichner, 2004).

Tes serupa juga telah dikembangkan dalam bidang termodinamika, listrik dan magnet. Tes dalam bidang termodinamika dikembangkan oleh Yeo dan Zadnik (2001). Tes ini dikenal dengan sebutan Thermal Concept Evaluation disingkat TCE. TCE yang didesain secara khusus untuk menguji sekitar pemahaman konsep termodinamika bagi siswa berumur 15–18 tahun. Pertanyaan-pertanyaan TCE adalah berkisar kejadian sehari-hari yang dialami siswa (Yeo &


(10)

Zadnik, 2001). Tes untuk konsep listrik dan magnet yang dikenal adalah Conceptual Survey of Electricity and Magnetism disingkat CSEM (Maloney, et al., 2001) dan Determining and Interpretating Resistive Electric Circuits Concepts disingkat DIRECT (Engelhardt & Beichner, 2004). DIRECT digunakan untuk mengevaluasi pemahaman siswa tentang konsep rangkaian listrik resistive arus searah, sedangkan CSEM merupakan kombinasi tes konsepsi alternatif dan pengetahuan siswa, dan tidak dikembangkan untuk tes konsepsi alternatif itu sendiri.

Para peneliti dalam mengidentifikasi konsepsi anternatif atau miskonsepsi siswa didasarkan pada hasil tes dan hasil interviu. Interviu dilakukan terhadap beberapa peserta tes sekitar pilihan jawaban dan alasan atas pilihan jawabannya. Cara lain untuk mendapatkan informasi pemahaman konsep siswa dengan meminta siswa memberikan alasan secara tertulis atas pilihan jawabannya. Dengan mengetahui pemahaman konsep siswa dan kesulitan yang dialami siswa, guru diharapkan dapat membantu siswa mengatasi kesulitan dan permasalahannya dalam mempelajari fisika. Membiasakan siswa memahami konsep lebih baik daripada menghafal rumus fisika. Jika siswa memahami konsep atau sejumlah konsep, maka ia dapat menggunakannya untuk menganalisis dan menalar tentang keadaan yang lebih kompleks (Dufresne & Gerace, 2004).

Pertanyaan-pertanyaan dalam tes pemahaman konsep bersifat kualitatif. Pertanyaan-pertanyaan kualitatif dimaksudkan untuk memperkenalkan konsep dan mengurangi penggunaan rumus matematika yang rumit. Mengurangi penggunaan rumus matematika yang rumit diharapkan dapat menghilangkan kesan bahwa


(11)

fisika sangat sulit. Tes pemahaman konsep diharapkan dapat memotivasi siswa tidak hanya menghafal rumus fisika tetapi juga belajar memahami konsep dengan benar.

B. Perumusan Masalah Penelitian

Latar belakang di atas menunjukkan perlu dikembangkan asesmen untuk mengetahui apakah peserta didik di sekolah menengah dapat memahami konsep atau arti fisis dari konsep-konsep fisika. Yang menjadi perhatian dalam pengembangan alat ukur ini adalah bagaimana bentuk asesmen dan bagaimana prinsip-prinsip pengembangannya. Untuk dapat mencapai rencana penelitian ini dikembangkan tes pemahaman konsep tentang konsep listrik dinamis. Ada beberapa alasan memilih konsep listrik: (1) Konsep listrik banyak diterapkan dalam bidang teknologi elektronika. Reif (1995) menyatakan bahwa menghafal atau pemahaman yang buruk terhadap konsep fisika hanya sedikit memberikan manfaat dalam kemajuan teknologi yang perubahannya begitu cepat dan kompleks.; (2) Konsep listrik memerlukan pemahaman konsep bidang lainnya seperti gaya, gerak dan energi (Maloney, et al., 2001); (3) Banyak siswa fisika lebih sukar memahami konsep rangkaian listrik daripada konsep mekanika dasar (Pfister, 2004); (4) Hasil penelitian yang dilakukan Rosenthal & Henderson (2006) menunjukkan bahwa siswa yang mengambil fisika dasar (introductory physics) sering gagal mengembangkan model konsep koheren tentang rangkaian listrik.


(12)

Berkaitan dengan upaya mengembangkan asesmen yang dapat mengukur dengan akurat pemahaman konsep atau arti fisis konsep-konsep fisika siswa SMA, maka yang menjadi masalah utama dalam penelitian ini adalah asesmen yang bagaimana yang dapat mengukur pemahaman konsep fisika siswa SMA? Agar penelitian menjadi lebih terarah maka masalah utama ini diuraikan dalam beberapa sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mengkonstruksi tes pemahaman konsep listrik dan kemampuan berpikir kualitatif bagi siswa SMA ?

2. Bagaimana karakteristik butir soal dan perangkat tes tersebut ?

3. Adakah perbedaan yang signifikan antara hasil tes pemahaman konsep dengan hasil tes hitungan?

4. Adakah hubungan pemahaman konsep siswa dengan kemampuannya mengerjakan soal hitungan ?

5. Adakah perbedaan yang signifikan menurut gender mengerjakan tes ini ? 6. Bagaimana prinsip-prinsip pengembangan tes pemahaman konsep fisika dan

kemampuan berpikir kualitatif bagi siswa SMA ?

7. Miskonsepsi siswa apa saja yang dapat diungkap dengan tes ini ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan asesmen yang dapat digunakan mengukur pemahaman konsep fisika siswa dan berdasarkan


(13)

pengembangan asesmen ini diperoleh prinsip dan cara mengembangkan asesmen pemahaman konsep fisika. Tujuan khusus penelitian ini adalah

1. Mengembangkan tes pemahaman konsep listrik dan kemampuan berpikir kualitatif bagi siswa SMA.

2. Menyelidiki karakteristik butir soal dan perangkat soal tes tersebut. 3. Membandingkan hasil tes pemahaman konsep dengan hasil tes hitungan 4. Melihat hubungan pemahaman konsep siswa dengan kemampuannya

mengerjakan soal hitungan

5. Membandingkan hasil tes pemahaman konsep siswa menurut gender.

6. Mengembangkan prinsip-prinsip menyusun tes pemahaman konsep fisika dan kemampuan berpikir kualitatif bagi siswa SMA.

7. Mengidentifikasi miskonsepsi siswa terhadap konsep listrik dinamis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan informasi prinsip-prinsip pengembangan asesmen dan bentuk tes pemahaman konsep fisika bagi siswa SMA, dan juga memberikan informasi miskonsepsi siswa terhadap konsep listrik dinamis. Penelitian ini dapat memberikan manfaat teoritis dengan diperolehnya prinsip-prinsip pengembangan asesmen pemahaman konsep fisika berserta karateristik tes pemahaman konsep fisika. Manfaat praktis hasil penelitian ini bagi peneliti pendidikan fisika dan guru-guru fisika adalah diperolehnya tes pemahaman konsep yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, yang dapat digunakan sebagai instrumen penelitian dan digunakan untuk mediagnosis pemahaman konsep siswa


(14)

sebelum dilakukan proses belajar mengajar. Manfaat praktis bagi siswa adalah terlatihnya siswa dalam memahami konsep dan berpikir kualitatif. Bagi penulis buku teks fisika SMA memberikan contoh-contoh soal yang relevan dengan pemahaman konsep siswa.

E. Kerangka Penelitian

Kerangka berpikir dalam merencanakan penelitian ini didasarkan terhadap: (1) Tujuan pendidikan fisika; (2) alat ukur yang digunakan untuk mengukur tujuan pendidikan fisika; dan (3) Cara belajar siswa dan cara guru mengajar. Kerangka berpikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1. Tujuan pembelajaran fisika adalah untuk memperbaiki kemampuan siswa menerapkan konsep-konsep fisika untuk menyelesaikan soal kualitatif dan kuantitatif (Dufresne & Gerace, 2004). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tujuan pendidikan fisika adalah tes tertulis yang kebanyakan butir soalnya bersifat kuantitatif atau hitungan. Siswa yang dapat mengerjakan soal hitungan diasumsikan memahami konsep. Untuk mengetahui apakah siswa betul-betul memahami konsep diperlukan tes khusus untuk menguji pemahaman konsep siswa.

Tes yang digunakan selama ini telah memberikan dampak terhadap cara siswa belajar dan cara guru mengajar. Guru sering kali memberikan contoh soal yang bersifat hitungan kepada siswa dan siswa cendrung belajar menghafal rumus dan cara-cara mengerjakan berbagai variasi soal serta kurang memahami konsep. Siswa akan termotivasi belajar memahami konsep dan meningkatkan kemampuan berpikir kualitatifnya, apabila soal-soal yang diberikan kepadanya bersifat


(15)

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Penelitian

pemahaman konsep. Pemahaman konsep yang dimaksud di sini adalah kemampuan siswa di dalam memahami arti fisis dan mengaplikasikan konsep

Dampaknya Siswa menghafal

rumus

Cara siwa belajar dan cara guru mengajar

Siswa kurang memahami konsep

Tes Pemahaman Konsep Valid &

Reliabel

Pengembangan Alat Ukur Pemahaman Konsep Guru dapat mengungkap dan mengatasi kesulitan konseptual siswanya Memotivasi siswa belajar memahami konsep atau memahami arti fisis

Soal-soal Tes Fisika (UN & SPMB) Bersifat kuantitatif atau hitungan Tujuan Pendidikan Fisika: Memahami

konsep dan mengaplikasikan secara fleksibel

Berarti memahami konsep

Alat ukur yang digunakan

Dapat Mengerjakan


(16)

kemampuan dasar menginterpretasikan konsep-konsep ilmiah, mendeskripsikan konsep secara efektif dan mengorganisasikannya secara efektif (Reif, 1995). Kemampuan berpikir kualitatif yang dimaksud adalah kemampuan membandingkan dan memprediksi secara kualitatif, seperti menyatakan lebih besar, lebih kecil, sama besar, sama terang dan lebih terang.


(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini mencoba mengembangkan alat ukur untuk mengetahui apakah peserta didik di sekolah menengah dapat memahami konsep atau arti fisis dari konsep-konsep fisika. Alat ukur ini dalam bentuk tes pilihan ganda beralasan. Pengembangannya dilakukan melalui penelitian dan pengembangan (Research and Development) yang disingkat R & D.

Model pengembangan tes pemahaman konsep ditunjukkan dalam Gambar 3.1. Dalam penelitian ini dikembangkan tes pemahaman konsep (TPK) untuk mengukur pemahaman konsep siswa dan sebagai pembanding dikembangkan tes hitungan (TH) untuk mengukur kemampuan siswa menyelesaikan soal hitungan. Validasi tes dilakukan dengan meminta pertimbangan dari tiga pakar fisika. Selanjutnya perangkat tes yang telah memenuhi validitas isi diujicoba di lapangan yang melibatkan 354 siswa. Uraian tentang validasi pakar dan hasil uji coba dapat dilihat pada bagian IV.A.1.

Perangkat tes yang terdiri dari butir soal hasil pemilahan berdasarkan analisis butir diujikan kepada jumlah sampel yang lebih besar, yakni melibatkan 605 siswa. Hasil uji ini dilakukan analisis butir dan uji reliabilitas. Skor TPK dan skor TH dibandingkan dan dilakukan uji perbedaan rata-rata dan juga dilakukan uji korelasi. Uji perbedaan rata-rata dimaksudkan untuk mengetahui apakah skor TPK dan skor TH berbeda secara signifikan. Perbandingan ini dimaksudkan


(18)

untuk mengetahui efektivitas TPK mengukur pemahaman konsep siswa. Uji korelasi dimasudkan untuk mengetahui hubungan antara pemahaman konsep fisika siswa dengan kemampuan siswa menyelesaikan soal hitungan.

Gambar 3.1 Diagram Alir Pengembangan Tes Merumuskan kompetensi

dan Indikator-indikator Studi Literatur dan Analisis tes UAN fisika

Menyusun pertanyaan-pertanyaan dalam format essay

Uji Validitas isi Menyusun tes pilihan ganda

Revisi

Uji coba pada lingkup terbatas

Analisis Butir & Uji reliabilitas

Uji coba pada lingkup yang lebih luas

Perangkat Tes valid dan Reliabel


(19)

B. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2007/2008. Populasi penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri sekota Bandung. Penentuan lokasi penelitian dan sampel didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, dipilih siswa kelas XI karena kelas ini sudah pernah mendapatkan materi listrik dinamis.

Tabel 3.1

Cluster SMA Negeri Kota Bandung

Data Passing grade masuk ke SMA Negeri Kota Bandung tahun 2005

Cluster Nama Sekolah Daya Tampung Pendaftar NKU Max NKU Min

1 SMAN NEGERI 3 324 1172 31.36 29.50

1 SMAN NEGERI 5 358 917 29.96 28.50

1 SMAN NEGERI 8 357 1199 30.91 28.47

1 SMAN NEGERI 2 350 948 30.49 28.04

2 SMAN NEGERI 20 249 554 29.45 27.66

2 SMAN NEGERI 4 287 908 30.84 27.37

2 SMAN NEGERI 1 321 1071 29.45 27.30

2 SMAN NEGERI 24 284 980 30.56 27.04

3 SMAN NEGERI 14 200 887 29.14 26.54

3 SMAN NEGERI 22 324 711 28.85 26.44

3 SMAN NEGERI 12 288 759 29.21 26.37

3 SMAN NEGERI 11 311 1038 29.53 26.01

4 SMAN NEGERI 9 322 912 29.59 25.93

4 SMAN NEGERI 10 352 974 29.45 25.88

4 SMAN NEGERI 6 251 1033 28.47 25.77

4 SMAN NEGERI 7 288 609 28.40 25.53

4 SMAN NEGERI 23 322 805 28.97 25.31

5 SMAN NEGERI 13 283 871 29.54 24.95

5 SMAN NEGERI 15 320 540 29.51 24.55

5 SMAN NEGERI 25 297 425 28.69 24.50

5 SMAN NEGERI 19 284 416 27.47 24.44

5 SMAN NEGERI 17 428 682 29.86 24.27

6 SMAN NEGERI 18 244 405 27.45 23.93

6 SMAN NEGERI 21 249 342 29.96 23.86

6 SMAN NEGERI 16 428 501 29.60 23.66


(20)

Kedua, dipilihnya kelas XI, karena kelas X ketika penelitian berlangsung belum mendapatkan materi listrik dinamis dan kelas XII dipersiapkan untuk ujian nasional. Ketiga, dipilih sekolah SMA Negeri di Bandung, untuk dapat mengurangi kendala biaya, tenaga, dan waktu dari dan ke lokasi penelitian dibandingkan memilih daerah lainnya. Kota Bandung merupakan daerah yang pendidikannya sudah maju dan jumlah SMA Negeri cukup banyak. Semua sekolah mendapat materi fisika yang sama sesuai kurikulum yang berlaku.

Pada saat sekarang ini di kota Bandung terdapat 27 SMA Negeri. SMA sekota Bandung dikelompokkan menurut cluster. Penentuan cluster tahun 2005 SMAN 27 belum dimasukkan, sehingga yang terdaftar dalam cluster 26 sekolah. Ke 26 SMA Negeri beserta Cluster menurut NKU Max dan NKU Min siswa yang diterima tahun 2005 disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.2

SMA yang Menjadi Tempat Pengambilan Sampel Penelitian

Kelompok Cluster Sekolah Jml

Peserta Tes

Tinggi

1 I 88

2 II 79

2 III 60

Sedang

3 IV 70

3 V 73

4 VI 76

Rendah 5 VII 79

6 VIII 80


(21)

Setiap cluster diambil secara acak dua sekolah. Setiap sekolah diambil dua kelas IPA. Kelas yang menjadi sampel penelitian ditetapkan oleh pihak sekolah. Penentuan kelas berdasarkan kesediaan guru yang mengajar di kelas XI IPA. Karena adanya kendala maka cluster 1, 4, 5, dan 6 hanya satu sekolah yang dapat menjadi tempat pengambilan sampel penelitian. Kendala yang dihadapi yakni beberapa guru Fisika tidak berkenan kelasnya dipakai penelitian dengan alasan masih harus menyelesaikan materi pelajaran yang akan diujikan pada semester II. Meskipun tidak semua cluster diwakili oleh dua sekolah namun semua cluster sudah terwakili. Keenam cluster ini dikelompokkan menjadi tiga kategori kelompok yakni kelompok tinggi yang terdiri dari cluster 1 dan 2. Kelompok sedang terdiri dari cluster 3 dan 4, dan kelompok rendah terdiri dari cluster 5 dan 6. Jumlah siswa peserta tes untuk masing-masing sekolah yang menjadi tempat pengambilan sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2.

C. Pengembangan Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua instrumen. Instrumen tersebut meliputi tes pemahaman konsep dan tes hitungan. Kedua tes ini dalam bentuk tes pilihan ganda mencakup konsep listrik dinamis. Beberapa butir soal tes pemahaman konsep diadaptasi dari Determining and Interpreting Resistive Electric Circuit Concepts Test (DIRECT) (Engelhardt & Beichner, 2004). Sebagian besar tes disusun sendiri. Secara singkat jenis instrumen dan kegunaannya dipaparkan berikut ini.


(22)

1. Tes Pemahaman Konsep (TPK)

TPK dimaksudkan untuk mengungkap pemahaman konsep siswa dan miskonsepsi siswa terhadap konsep listrik dinamis. Disamping itu tes ini juga digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kualitatif siswa. Kemampuan berpikir kualitatif yang dimaksud adalah kemampuan membandingkan dan memprediksi secara kualitatif, seperti menyatakan lebih besar, lebih kecil, sama besar, sama terang dan lebih terang

Pemahaman konsep fisika siswa merupakan kemampuan siswa dalam menangkap arti fisis sebuah konsep dan menerapkannya secara fleksibel. Pertanyaan-pertanyaan tes ini bersifat pemahaman dan untuk menjawabnya siswa tidak perlu melakukan perhitungan atau menggunakan matematika.

Penyusunan tes pemahaman konsep diawali dengan mengidentifikasi konsep-konsep dasar yang akan dijadikan subjek penyelidikan. Untuk listrik dinamis berkisar pada konsep arus listrik, beda potensial, hambatan, konsep energi listrik dan rangkaian listrik arus DC. Berdasarkan konsep yang ingin diteliti maka dikembangkan kisi-kisi dan selanjutnya disusun butir-butir tes pemahaman konsep. Jumlah butir soal mula-mula 34. Kisi-kisi dan nomor butirnya dapat dilihat pada Lampiran 3-1 dan butir-butir tesnya dapat dilihat pada Lampiran 3-2.

Tes ini kemudian diberikan kepada tiga pakar untuk diperiksa validitas isinya. Jika butir soal dinyatakan valid oleh dua atau tiga pakar maka butir soal tersebut memenuhi syarat validitas isi. Hasil uji validitas isi menunjukkan semua soal valid. Untuk mengetahui apakah pertanyaan-pertanyaan dan pilihan jawaban yang diajukan dalam tes dipahami siswa, diminta 43 siswa mengisi lembar


(23)

penilaian kejelasan pertanyaan dan pilihan jawaban TPK. Pada umumnya siswa memahami pertanyaan dan pilihan jawaban setiap butir soal.

2. Tes Hitungan (TH)

Tes hitungan dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa mengerjakan soal-soal hitungan. Hasil tes ini sebagai pembanding hasil tes pemahaman konsep. Dari hasil ini dapat diketahui apakah siswa yang mampu mengerjakan soal hitungan juga memahami konsep dengan benar.

Berdasarkan kegunaan TH maka dikembangkan kisi-kisi tes dan selanjutnya menyusun butir-butir soal. Butir-butir TH disusun berdasarkan TPK, yakni TPK diubah menjadi TH. Isi pertanyaan TH sama dengan TPK, bedanya pada TH dimasukkan angka-angka. Kisi-kisi dan nomer butir soal TH dapat dilihat pada Lampiran 3-3 dan butir-butir tesnya dapat dilihat pada Lampiran 3-4. Tes hitungan juga terdiri dari 34 butir soal, masing-masing soal memerlukan kemampuan matematik dan pemahaman konsep listrik untuk menjawabnya. Sebelum TH diberikan kepada siswa dilakukan uji validitas isi terlebih dahulu.

D. Pengumpulan Data

Data penelitian ini meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa skor TPK dan skor TH yang diperoleh siswa. Data kualitatif berupa tanggapan siswa terhadap tes pemahaman konsep, alasan siswa atas pilihan jawabannya dan tanggapan para pakar (dosen dan guru fisika) terhadap TPK dan TH. Para pakar diminta memberikan tanggapan terhadap tes pemahaman


(24)

konsep dan tes hitungan berkenaan dengan validitas isi. Data tanggapan siswa terhadap tes pemahaman konsep dikumpulkan melalui lembar kejelasan pertanyaan dan pilihan jawaban. Data tanggapan para pakar terhadap tes yang berhubungan dengan validitas isi dikumpulkan melalui lembar validasi isi.

E. Analisis Data

Analisis data dilakukan dalam dua aspek berbeda. Aspek pertama melakukan analisis butir soal dan keseluruhan tes. Analisis ini meliputi validitas isi, indeks kesukaran butir soal, indeks pembeda butir soal, koefisien korelasi biserial titik, dan koefisein reliabilitas tes. Aspek yang kedua yaitu menganalisis pemahaman konsep siswa terhadap setiap butir soal, membandingkan pemahaman konsep siswa menurut gender, dan membandingkan skor yang diperoleh siswa terhadap tes pemahaman konsep dengan skor yag diperoleh siswa terhadap tes hitungan, serta korelasi antara skor tes pemahaman konsep dengan skor tes hitungan.

1. Validitas Isi

Validitas isi dilakukan dengan meminta pertimbangan pakar terhadap tes pemahaman konsep dan tes hitungan. Ada tiga pakar yang diminta untuk memberikan pertimbangan. Satu orang pakar dari Jurusan Fisika ITB, satu orang dari Jurusan Fisika UNPAR, dan satu orang guru Fisika SMA. Baik untuk tes pemahaman konsep fisika maupun untuk tes hitungan, diminta ketiga pakar memberikan pertimbangan terhadap kesesuaian tiap butir soal dengan konsep yang diukur dan indikator/tujuan pembelajaran. Para pakar diminta untuk


(25)

menuliskan pertimbangannya dalam lembar validasi isi (Lampiran 3-5 dan 3-6). Tiap butir soal diminta para pakar memberikan nilai 2 jika butir soal sesuai dengan konsep yang diukur dan indikator dan nilai 1 jika butir soal tidak sesuai dengan konsep yang diukur dan indikator. Kriteria suatu butir soal memenuhi validitas isi jika dua atau tiga pakar memberikan nilai 2.

Menguji kejelasan pertanyaan dan pilihan jawaban tes dilakukan dengan meminta 43 siswa memberikan nilai menyangkut pemahaman siswa terhadap pertanyaan dan pilihan jawaban setiap butir soal. Keempat puluh tiga siswa ini diminta membaca satu persatu soal TPK dan menuliskan hasil penilaiannya dalam lembar penilaian kejelasan pertanyaan dan pilihan jawaban (Lampiran 3-7). Jika siswa memahami maksud pertanyaannya maka diisi “ya”. Jika tidak memahami maksudnya diisi “tidak”. Demikian juga untuk pilihan jawaban, jika siswa memahami maksud pilihan jawabannya maka diisi “ya” dan jika tidak memahami maksud pilihan jawabannya maka diisi “tidak”.

2. Indeks Kesukaran Butir Soal (Item difficulty index)

Indeks kesukaran butir soal (P) adalah ukuran mengenai tingkat kesukaran setiap butir soal tes. Taraf kesukaran butir soal dihitung dengan persamaan,

N N

P= i , (3.1) dengan Ni adalah jumlah siswa yang menjawab dengan benar soal ke-i, dan N

adalah jumlah total peserta tes. Dan indeks kesukaran butir soal rata-rata

( )

P dari semua butir soal

( )

Pi dapat ditentukan dengan persamaan berikut


(26)

= = K i 1 i P K 1 P (3.2)

dengan K adalah jumlah butir soal. Rentang nilai indeks kesukaran butir soal adalah 0 sampai 1. Operasi perhitungan indeks kesukaran butir soal dilakukan dengan program exel 2003. Panduan yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan indeks kesukaran ditunjukkan dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Panduan untuk menginterpretasikan indeks kesukaran

Indeks Kesukaran Evaluasi Kesukaran Butir soal

0,85 – 1,00 0,60 – 0,85 0,35 – 0,60 0,00 – 0,35

Sangat mudah

mudah (Moderately Easy)

Sukar (Moderately Difficult) Sangat Sukar

Sumber: Allain (2001)

3. Indeks Pembeda Butir Soal (Item discrimination index)

Indeks pembeda butir soal (D) adalah ukuran daya pembeda setiap butir soal. Daya pembeda butir soal mengindikasikan tentang sebuah butir soal tes membedakan siswa yang mengetahui materi dengan baik dengan siswa yang tidak mengetahui materi dengan baik. Indeks pembeda butir soal dapat ditentukan dengan persamaan berikut,

l u p

p

D= − , (3.3)

dengan pu adalah proporsi kelompok atas yang menjawab benar, pl adalah

proporsi kelompok bawah yang menjawab benar. Karena jumlah peserta tes lebih dari 100 orang maka diambil 27% skor teratas sebagai kelompok atas dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah. Operasi perhitungan indeks pembeda


(27)

butir soal dilakukan dengan program exel 2003. Panduan untuk menginterpretasikan indeks pembeda ditunjukkan dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Panduan untuk Menginterpretasikan Indeks Pembeda Indeks

Pembeda

Evaluasi Daya Pembeda Butir soal

0,40 ke atas 0,30 – 0,39 0,10 – 0,29 0,01- 0,10

Negatif

Daya pembeda sangat Baik (Excellent Discrimination) Daya Pembeda Baik (Good Discrimination)

Daya Pembeda Cukup (Fair Discrimination) Daya Pembeda Buruk (Poor Discrimination)

Kunci jawaban tidak ada atau menimbulkan pengertian ganda (item may be miss-keyed or intrinsically ambiguous)

Sumber: Allain (2001)

Untuk mengidentifikasi butir soal yang memerlukan revisi, dapat menggunakan kriteria Ebel, butir soal yang perlu direvisi yang mempunyai nilai D kurang daripada 0,20 (Crocker & Algina, 1986). Kriteria nilai D menurut Ebel (Crocker & Algina, 1986): 1) Jika D≥ 0,40, butir soal berfungsi memuaskan (quite satisfactorily); 2) Jika 0,30 ≤ D ≤ 0,39, sedikit atau tanpa revisi diperlukan; 3) Jika 0,20 ≤ D ≤ 0,29, butir soal marginal dan membutuhkan revisi; 4) Jika D ≤ 0,19, butir soal harus dieleminasi atau direvisi seluruhnya. 4. Koefisien Korelasi Biserial Titik (Point Biserial Correlation Coefficient)

Pengembang tes yang ingin mengetahui hubungan antara skor tiap butir soal tes yang diberi skor 0 dan 1 dengan skor total tes yang nilainya berdistribusi kontinu digunakan korelasi biserial titik (point biserial correlation) (Crocker &


(28)

reliabilitas untuk masing-masing butir soal. Koefisien korelasi biserial titik adalah ukuran konsistensi setiap butir soal tes dengan tes keseluruhan (Ding, et al., 2006). Koefisein korelasi biserial titik dapat dihitung dengan persamaan,

P 1 P X X r X i pbi − =

σ , (3.4)

dengan X adalah skor total rata-rata bagi siswa yang menjawab benar, X adalah i

skor total rata-rata untuk seluruh sampel, σX adalah standar deviasi skor total seluruh sampel dan P adalah indeks kesukaran.

Koefisein korelasi biserial titik rata-rata dapat ditentukan sebagai berikut

( )

=

= K i 1 i

pbi

pbi r

K 1

r , (3.5)

dengan K adalah jumlah butir soal tes, dan

( )

i

pbi

r adalah koefisein biserial titik untuk butir soal ke-i. Operasi perhitungan koefisein korelasi biserial titik butir

soal dilakukan dengan program exel 2003. Rentang nilai rpbi adalah –1 sampai +1.

Kriteria yang diadopsi secara luas untuk mengukur konsistensi atau reliabilitas butir soal tes adalah rpbi ≥ 0,2 ( Ding, et al., 2006).

5. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah suatu petunjuk konsistensi tes mengukur apa yang harus dikukur (Engelhardt & Beichner, 2004). Nilai reliabilitas suatu tes dinyatakan dengan koefisien reliabiltas. Koefisien reliabilitas ditentukan dengan metode belah dua atau split-half methode. Butir soal tes dibelah dua, yakni membelah atas butir soal-butir soal genap dan butir soal-butir soal ganjil. Kedua belahan tes kemudian diberi skor secara terpisah untuk masing-masing peserta tes.


(29)

Koefisien korelasi antara skor belahan genap dan ganjil dihitung dengan rumus product moment. Secara konseptual koefisien korelasi ini adalah koefisien ekivalensi untuk separuh tes. Untuk mendapat koefisien korelasi keseluruhan tes dapat menggunakan rumus Spearman Brown. Rumus Spearman Brown ditulis sebagai

AB AB '

ρ 1

ρ 2 ρˆ

+ =

xx (3.6)

dengan ρˆxx' adalah koefisien reliabilitas keseluruhan tes dan ρAB adalah korelasi antara dua bagian tes (Crocker & Algina, 1986). Operasi perhitungan koefisein reliabilitas dilakukan dengan program exel 2003.

Koefisien reliabilitas merupakan koefisien korelasi (r) dan untuk menentukan signifikansinya dapat dengan membandingkan dengan koefisien korelasi tabel (rtabel ). Jika r ≥ rtabel pada taraf kesalahan 5%, berarti koefisien korelasi signifikan pada taraf 5% (Crocker & Algina, 1986). Untuk jumlah peserta tes 354 diperoleh rtabel = 0,11. Dengan demikian jika koefisien reliabilitas lebih besar atau sama dengan 0,11 maka tes dikatakan reliabel.

6. Analisis Jawaban Siswa terhadap Tes Pemahaman Konsep

Jawaban siswa dianalisis secara diskriptif dan kualitatif. Fokus analisis menyangkut pemahaman siswa terhadap konsep listrik dinamis. Engelhardt & Beichner (2004) mengungkap miskonsepsi siswa terhadap konsep arus listrik searah melalui wawancara dan catatan yang dibuat siswa ketika wawancara. Wawancara dilakukan dengan mengajukan kembali pertanyaan-pertanyaan DIRECT (Determining and Interpreting Resistive Electric Circuit Concepts Test)


(30)

kepada siswa untuk meminta alasan atas jawaban yang diberikan siswa. Engelhardt & Beichner (2004) menyatakan bahwa nilai daya beda rata-rata rendah dapat mengindikasikan bahwa tes sungguh-sungguh mengungkap miskonsepsi siswa. Cara memaknai jawaban siswa terhadap tes pilihan ganda, Dufresne, et al. (2002) melakukannya dengan cara mengkonstruksi dua soal identik yang konstruksinya serupa dengan soal yang akan dianalisis. Dufresne, et al. (2002) mencoba memaknai jawaban siswa atas soal no. 1 FCI dengan cara membuat dua soal yang dikonstruksi sekitar persoalan yang sama dengan soal no. 1 FCI. Berdasarkan uraian ini maka untuk mengungkap pemahaman konsep siswa dan memaknai jawaban siswa dilakukan berdasarkan alasan yang diberikan siswa atas pilihan jawabannya dan konsistensi pilihan jawaban siswa terhadap dua soal identik.

7. Memilih Butir Soal yang dapat Digunakan

Memilih butir soal yang diterima atau ditolak dilakukan melalui tiga analisis, yaitu (1) Analisis butir menyangkut tingkat kesukaran, daya beda dan koifisien korelasi biserial titik; (2) Analisis pilihan jawaban siswa; (3) Perbandingan skor TPK dan TH. Analisis (1) dan (2) berkaitan dengan konstruksi soal sedangkan analisis (3) perbedaan antara skor TPK dan skor TH. Karena TPK dikembangkan dengan maksud mengukur pemahaman konsep dan terbedakan dengan TH, maka meskipun salah satu dari analis (1) dan (2) ditolak dan analisis (3) diterima butir soal dipertimbangkan diterima. Dengan demikian pertimbangan yang digunakan mengambil keputusan butir soal diterima atau ditolak adalah jika


(31)

dua atau tiga analisis menyatakan butir soal tersebut diterima maka butir soal tersebut diterima.

Butir soal dapat diterima atau ditolak melalui analisis butir didasarkan pada kriteria nilai daya pembeda, tingkat kesukaran dan kofisien biserial. Butir soal yang memiliki perbedaan menyolok antara skor TPK dan TH diterima. Analisis pilihan jawaban siswa didasarkan pada sebaran pilihan jawaban siswa terhadap setiap butir soal. Analisis ini didasarkan pada bahwa pengecoh dikatakan dapat berfungsi dengan baik jika dipilih paling sedikit 5% dari peserta tes (Arikunto, 2005). Adapun kriteria yang digunakan untuk memutuskan apakah butir soal diterima atau tidak sebagai berikut. Jika ada dua atau lebih pilihan jawaban dipilih oleh kurang dari 5% peserta tes maka soal ditolak; jika hanya satu pilihan jawaban dipilih kurang dari 5% maka soal diterima; dan jika peserta tes yang memilih jawaban benar sangat besar dibandingkan dengan peserta tes yang memilih salah satu pilihan jawaban salah meskipun ada dua atau lebih pilihan jawaban dipilih oleh kurang dari 5% maka soal direvisi.

8. Analisis Komparatif

Analisis komparatif dilakukan untuk membandingkan skor tes pemahaman konsep dengan skor tes hitungan, dan membandingkan skor tes pemahaman konsep dan skor tes hitungan menurut gender.

Membandingkan skor tes pemahaman konsep dengan skor tes hitungan menggunakan uji t, untuk data berdistribusi normal dan uji Wilcoxon untuk data yang tidak berdistribusi normal. Membandingkan skorl tes pemahaman konsep


(32)

dan skor tes hitungan menurut gender digunakan uji t untuk data yang berdistribusi normal. Untuk data yang tidak berdistribusi normal digunakan uji Mann-Whitney. Kedua uji ini dilakukan pada taraf signifikan 5%. Normalitas data diuji dengan uji Kolmogorov-Sminov. Semua uji persyaratan statistik dan analisis komparatif dilakukan menggunakan program SPSS versi 12.0 for windows.

Uji perbedaan skor TPK dan TH dilakukan karena para siswa SMA sudah terlatih dalam menyelesaikan soal-soal hitungan daripada soal-soal yang bersifat kualitatif. Uji perbedaan antara skor TPK dengan skor TH dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan TPK mengukur pemahaman konsep siswa. Jika berbeda secara signifikan antara skor TPK dengan skor TH, maka TPK efektif mengukur pemahaman konsep siswa. Uji perbedaan menurut gender dilakukan mengingat bahwa jumlah siswa perempuan yang miskonsepsi terhadap konsep listrik lebih banyak daripada laki-laki (Engelhardt & Beichner, 2004). Siswa perempuan memiliki kesadaran lebih tinggi untuk melakukan analisis soal daripada siswa laki-laki (Mundilarto, 2001). Uji perbedaan menurut gender dimaksudkan untuk mengetahui apakah kemampuan siswa perempuan berbeda dengan kemampuan siswa laki dalam menjawab tes pemahaman konsep dan tes hitungan.

9. Korelasi Hasil Tes Pemahaman Konsep dan Hasil Tes Hitungan

Hasil tes pemahaman konsep dan hasil tes hitungan untuk masing-masing siswa dihitung skor totalnya. Kedua skor ini dikorelasikan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pemahaman konsep siswa tentang konsep listrik dinamis dengan kemampaun siswa memecahkan soal hitungan konsep listrik


(33)

dinamis. Surya (Kreativitas Pendidikan, 2006) menyatakan bahwa rumus dalam fisika pada dasarnya adalah penurunan dari sebuah konsep. Siswa yang mampu menyelesaikan soal hitungan berarti juga memahami konsep; oleh karena itu untuk mengetahui apakah ada hubungan atau tidak antara pemahaman konsep siswa tentang konsep listrik dinamis dengan kemampaun siswa memecahkan soal hitungan konsep listrik dinamis maka dilakukan uji statistik.

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi pearson untuk data yang berdistribusi normal dan korelasi spearman untuk data yang tidak berdistribusi normal. Kedua uji korelasi ini menggunakan taraf signifikan 1%. Analis statistik korelasi mengunakan program SPSS versi 12.0 for windows.


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan Hasil Penelitian

Berdasarkan kajian-kajian teoritis dan hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian secara umum dapat disimpulkan bahwa tes pemahaman konsep dapat mengukur pemahaman konsep siswa dengan efektif, dan perbandingan antara skor tes pemahaman konsep dan skor tes hitungan menunjukan bahwa siswa yang dapat mengerjakan soal hitungan dengan benar belum tentu memahami konsep, sebaliknya siswa yang memahami konsep akan dapat menjawab soal hitungan dengan benar.

Dari kesimpulan umum, dapat ditarik beberapa kesimpulan: Pertama, beberapa miskonsepsi siswa yang ditemukan dalam literatur dapat memudahkan menyusun pertanyaan untuk menguji pemahaman konsep siswa. Pertanyaan dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat mendorong siswa untuk menjawab sesuai pemahaman konsep yang diyakininya. Pilihan jawaban yang salah (pengecoh) dapat dikonstruksi berdasarkan miskonsepsi siswa yang ditemukan dalam literatur-literatur dan hasil wawancara. Wawancara dilakukan dengan mengajukan soal-soal dalam bentuk esai kepada siswa. Jawaban salah terhadap soal esai yang dikemukakan oleh banyak siswa dapat dijadikan pengecoh. Untuk mengetahui miskonsepsi siswa dalam menjawab tes pemahaman konsep (TPK) dalam bentuk pilihan ganda dapat dengan meminta siswa memberikan penjelasan secara lisan atau tertulis atas pilihan jawabannya.


(35)

Kedua, TPK yang dikembangkan dalam penelitian ini valid dan reliabel untuk mengukur pemahaman konsep siswa tentang listrik dinamis. Sifat pertanyaan tiap butir soal menekankan pemahaman konsep dan penerapan konsep secara fleksibel. Soal-soal yang dapat mengungkap pemahaman konsep siswa adalah soal-soal yang bukan hafalan. Soal hitungan yang digabung dengan pertanyaan pemahaman konsep juga dapat digunakan untuk mengungkap pemahaman konsep siswa.

Ketiga, ada perbedaan yang signifikan antara hasil TPK dengan hasil TH. Skor rata-rata hitungan lebih tinggi daripada skor rata-rata pemahaman konsep. Siswa yang dapat mengerjakan soal hitungan dengan benar belum tentu memahami konsep. Perbedaan skor rata-rata antara TPK dan TH adalah kecil, karena beberapa soal hitungan memerlukan pemahaman konsep untuk dapat menyelesaikannya. Adanya perbedaan hasil TPK dan TH yang signifikan menunjukan bahwa TPK dapat berfungsi dengan efektif untuk mengukur pemahaman konsep siswa. Hasil TPK dan TH, antara perempuan dan siswa laki-laki menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.

Keempat, hasil uji korelasi menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pemahaman konsep dengan menyelesaikan soal hitungan untuk seluruh siswa, namun pada kelompok tinggi dan rendah tidak ada hubungan yang signifikan. Tidak ada hubungan yang signifikan pada kelompok tinggi dan rendah menunjukan banyak siswa mengalami kesulitan konseptual.

Kelima, Berdasarkan beberapa komentar para pakar, hasil penilaian siswa, analisis butir, dan analisis jawaban siswa ada beberapa prinsip pengembangan tes


(36)

pemahaman konsep yang dapat diperhatikan: (1) Soal harus sesuai dengan tujuan pembelajaran; (2) Soal harus menanyakan konsep, bukan kecermatan siswa mengenali sesuatu; (3) Setiap butir soal harus memotivasi siswa untuk berupaya menggunakan pemahaman konsep yang diyakininya untuk menjawabnya; (4) Pilihan jawaban harus sesuai nalar tetapi bertitik tolak dari konsep yang betul untuk jawaban benar dan konsep yang keliru untuk jawaban salah, dan pernyataan pilihan jawaban tidak disertai alasan; (5) Dua soal identik untuk mengukur tujuan yang sama, pilihan jawabannya harus bersesuaian satu dengan yang lain.

Keenam, Konsistensi jawaban siswa atas soal-soal TPK dapat mengindikasikan adanya miskonsepsi siswa. Siswa dalam menjawab setiap soal lebih sering menggunakan konsep arus listrik baik untuk soal berkaitan beda potensial maupun energi. Siswa menganggap bahwa arus listrik yang mengalir pada setiap rangkaian sama tanpa memperhatikan susunan rangkaiannya. Selain itu siswa menganggap arus listrik dikonsumsi (dipakai), lampu yang dekat baterai akan menggunakan arus terlebih dahulu kemudian sisanya diberikan kepada lampu berikutnya.

Ketujuh, kesulitan siswa memahami konsep fisika karena kurang termotivasi belajar memahami konsep. Siswa lebih tertarik menghafal rumus daripada memahami arti fisisnya. Soal fisika dapat merupakan gabungan antara kualitatif dan hitungan. Soal kombinasi kualitatif dan hitungan dapat melatih siswa belajar memahami konsep dan meningkatkan kemampuannya menyelesaikan soal hitungan.


(37)

B. Implikasi Hasil Penelitian

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan di atas ada beberapa implikasi hasil penelitian ini yang dapat dikemukakan. Pertama, tes ujian nasional dan ujian sekolah fisika lebih banyak bersifat hitungan. Untuk dapat lulus ujian nasional para siswa berusaha latihan soal sebanyak-banyaknya. Siswa berusaha menghafal rumus dan cara mengerjakan berbagai soal fisika. Cara belajar seperti ini mengakibatkan siswa tidak memahami konsep. Perbandingan skor TPK dan TH menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Skor total TPK lebih rendah daripada skor TH. Ini berarti siswa yang dapat menjawab dengan benar TH belum tentu memahami konsep. Disamping itu terdapat hubungan yang signifikan antara memahami konsep dengan kemampuan menyelesaikan soal hitungan. Hal ini memberikan implikasi perlunya memasukan soal-soal pemahaman konsep dalam tes ujian nasional sehingga dapat mengurangi siswa menghafal rumus. Untuk itu perlu mensosialisasikan kepada guru-guru agar membiasakan siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan konsep. Siswa dibiasakan belajar memahami konsep. Jika siswa memahami konsep dengan benar diharapkan dapat mengerjakan berbagai soal fisika dengan benar.

Kedua, hasil penelitian menunjukkan TPK dapat mengungkap pemahaman konsep siswa. Ini memberikan implikasi perlunya guru-guru fisika menerapkan TPK untuk mengungkap kesulitan konseptual siswanya. Dengan mengetahui kesulitan konseptual siswa akan memudahkan guru mengatasinya. Karena TPK ini khusus untuk listrik dinamis maka untuk bidang fisika lainya guru-guru dapat menyusun sendiri tes pemahaman konsep. Hal ini memberikan implikasi perlunya


(38)

guru-guru fisika mengetahui prinsip-prinsip pengembangan tes pemahaman konsep.

C. Rekomendasi

Berdasarkan hasil dan pengalaman yang diperoleh dalam penelitian ini, diajukan beberapa rekomendasi yang bermanfaat di dalam upaya memperbaiki instrumen asesmen hasil pembelajaran fisika dan upaya meningkatkan minat siswa memahami konsep fisika dengan benar. Pertama, tes ujian sekolah maupun ujian nasional sebaiknya memasukkan soal-soal pemahaman konsep. Soal-soal pemahaman konsep mengajak siswa untuk menganalisis dan memahami konsep dengan benar. Disamping itu dengan soal-soal seperti ini dapat mengurangi kebiasaan siswa menghafal pelajaran fisika. Fisika harus dipahami bukan untuk dihafal.

Kedua, untuk dapat mengetahui kesulitan siswa mempelajari fisika, sebaiknya sebelum memulai pembelajaran, siswa diberikan soal-soal pemahaman konsep terlebih dahulu. Dengan mengetahui kesulitan siswa memahami konsep fisika, guru dapat merencanakan pembejaran yang lebih tepat dan efektif untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa. Jika pembelajaran dimulai dengan pemahaman konsep dan memberikan pertanyaan konsep, akan mengurangi kesan bahwa fisika membosankan dan sulit.

Ketiga, penelitian ini dilakukan pada populasi terbatas dan jangka waktu yang terbatas. Oleh karena itu masih perlu dilakukan penelitian sejenis dengan variasi populasi yang lebih luas serta jangka waktu yang lebih lama, dan untuk


(39)

konsep fisika yang lainnya (mekanika, termal, optik dan magnet). Disamping penelitian pengembangan asesmen pemahaman konsep masih perlu dilakukan penelitian pengembangan bahan ajar untuk mengatasi kesulitan konseptual siswa.

D. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menekankan pada pengembangan asesmen yang dapat mengukur pemahaman konsep fisika siswa SMA. Pengembangan asesmen dilakukan dengan mengembangkan tes pemahaman konsep (TPK). Pengembangan TPK dilakukan dengan cara membandingkan TPK dan TH. Selama ini belum ada yang melakukan penelitian pengembangan TPK dengan cara seperti ini. Cara ini adalah salah satu kelebihan penelitian ini. Kelebihan lainnya penelitian ini memberikan wawasan cara baru untuk mengungkap pemahaman konsep siswa tentang fisika khususnya listrik dinamis. Disamping itu hasil penelitian ini langsung dapat diterapkan di SMA.

Penelitian dilakukan di SMA kelas XI, di mana siswa memperoleh materi listrik di SMP kelas IX dan di SMA kelas X. Banyak siswa yang telah lupa dengan rumus-rumus listrik dinamis, sehingga skor TH rendah. Ini adalah salah satu keterbatasan penelitian ini dan sekaligus merupakan kelebihan. Dari hasil ini terungkap bahwa siswa dengan mudah melupakan konsep-konsep dasar listrik dinamis. Seharusnya konsep ini masih diingat oleh siswa jika mereka belajar memahami konsep dengan baik.

Keterbatasan lainnya, pengujian tes dilakukan dua kali dan variasi populasi yang terbatas, meskipun demikian hasil analisis butir dan uji reliabilitas


(40)

tes menunjukkan bahwa TPK dan TH valid dan reliabel. Analisis butir dalam penelitian ini menggunakan teori klasik yang parameter-parameternya bergantung pada sampel, sehingga jika diujikan pada sampel yang berbeda karakteristiknya tidak akan memberikan hasil yang sama. Dengan kata lain TPK hanya berlaku pada sampel yang serupa dengan sampel penelitian.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Allain, R. (2001). “Investigasi the Relationship Between Student Difficulties with the Concept of Electric Potential and the Concept of Rate Change”. Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of North Carolina State University, 163 halaman. tersedia: http//:www.ncsu.edu/PER. [6 Agustus 2007]

Anastasi, A. (1982). Psychological Testing Fifth Edition, New York: Macmilian Publishing.

Arikunto, S. (2005). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Jakarta: Bumi Aksara.

Bao, L , et al.(2002). “Model Analysis of Fine Structures of Student Models : An Example With Newton’s Third Law”. American Journal Physics. 70, (7), 766- 778.

Beaty, B. (2007). “Electricity” Miskonceptions Spread by K-6 Texbooks. [Online]. Tersedia: http://amasci.com/miscon/eleca.html.[22 Juni 2007]

Beichner, R. J. (1994). “Testing Student Interpretation of Kinematics Graphs”. American Journal Physics. 62, (8) , 750-762.

Crocker, L. and Algina, J. (1986). Introduction To classical and Modern Test Theory, New York: CBS Colleg Publishing.

DEPDIKNAS. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliah. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Ding, L., et al. (2006). “Evaluating an electricity and magnetism assessment tool: Brief electricity and magnetism assessment”. Physical Review Special Topics- Physics Education Research. 2, 010105, 1-7.

Dufresne, R.J and Gerace, W.J. (2001). “Assessing – To – Learn: Formatif Assessment In Physics Instruction”. Physics Teacher. 42, 428-434.

Dufresne, R.J., et al. (2002).Making Sense of Students’ Answers To Multiple – Choice Questions”. Physics Teachers. 40, 174-180.


(42)

Engelhardt, P.V. and Bechner, R.j. (2004). “Studens’ Undrestanding of Direc Current Resistive Electrical Circuits”. American Journal Physics. 72, (1), 98-115.

Eryilmaz, A. (2002). “Effects of Conceptual Assignments and Conceptual Change Discussions on Students’ Misconceptions and Achievement Regarding Force and Motion”. Journal of Research in Science Teaching. 39, (10), 1001-1015.

Grayson, D.J. (2004). “Concept Substitution: A teaching Strategy for Helping Students Disentangle Related Physics Concepts”. American Journal Physics. 72, (8), 1126-1133.

Gronlund, N. E. and Linn, R. L. (1990). Mesurement and Evaluation in Teaching 6th Edition, New York: Macmillan Publishing Company.

Henderson, C. (2002). “Common Concerns About the Force Concept Inventori”. Physics Teacher, 40. 542-547.

Hestenes, D., et al. (1992). “Force Concept Inventory”. Physics Teacher. 30, 141-158.

Holton, G. and Rollev, D.H.D (1958), Foundations of Modern Physical Science, Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

Jacobs, L.C and Chase, C.I. (1992). Developing and Using Tests Effectively, San Francisko: Jossey-Bass Inc., Publishers.

Jumadi. (2002). “Pengembangan Model Evaluasi Terpadu Dalam Penilaian Hasil Belajar IPA”. Disertasi Doktor pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Jupri, Al. (2007). “menafsirkan” Konsep-konsep Fisika, Bagaimana?. 7 halaman. Tersedia: http://mathematics.wordpress.com. [01 November 2008]

Kim, E. and Pak, S.J. (2002). “Students Do Not Overcome Conceptual Difficulties After Solving 1000 Traditional Problems”. American Journal Physics. 70, (7), 759-765.


(43)

Kreativitas Pendidikan (2006, 02 Februari). Pembelajaran Fisika yang Mudah dan Menantang. Kompas [Online], 1 halaman. Tersedia:

http://www.kompas.com. [13 Agustus 2008]

Maloney, D.P, et al. (2001). “Surveying Students’ Conceptual Knowledge of Electricity and Magnetism”. American Journal Physics. 69, (7), S12-S23. Mannoia,V.J. (1980). What is Science ?. London: University Press of America,

Inc.

Mundilarto. (2001). “Pola Pendekatan Siswa Dalam Memecahkan Soal Fisika”. Disertasi Doktor pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Planinic, M., (2006), “Assessment of Difficulties of Some Conceptual Areas From Electricity and Magnetisme Using the Conceptual Survey of Electricity and Magnetism”. American Journal Physics. 74, (12), 1143-1147.

Pfister, H. (2004). “Ilustrating Electric Circuit Concepts with the Glitter Circuit”. Physics Teacher. 42, 359-363.

Reif, F. (1995). Millikan Lecture 1994: “Understanding and Teaching Important Scientific Thought Processes”. American Journal Physics. 63, (1), 17-32. Rosenthal, A. S. and Henderson, C. (2006). “Teaching About Circuits at The

Introductory Level: An Emphasis on Potential Difference”. American Journal Physics. 74, (4), 324-328.

Savinaine,A. and Scott, P. (2002). “The Force Concepts Inventory: A tool For Monitoring Student Learning”. Physics Education. 37, (1), 45-52.

Simanungkalit, S. (2001). Fisika dan Kartun. 3 halaman. Tersedia: http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi. [01 November 2008]

Singh, C. and Rosengrant, D.(2003). “Multiple-Choice of Energi and Momentum Concepts”.American Journal Physics. 71, (6), 607-617.

Stiggins, R. J. (1994), Student-Centered Classroom Assessessment, New York: Merrill.


(44)

Wieman, C. and Perkins, K. (2005). “Transforming Physics Education”. Physics Today.36-41. Tersedia : http://www.physicstoday.org [6 Agustus 2007] Wildaiman. (2005, 31 Januari). Pro-kontra UAN, Sekolah, Bimbel dan Mutu

Pendidikan, Pikiran Rakyat [Online], 5 halaman.Tersedia: http://www.pikiran_rakyat.com. [ 3 September 2006].

Yeo, S. and Zadnik, M. (2001). “Introduction Thermal Concept Evaluastion: Assessing Students’ Understanding”. Physics Teacher. 39, 496-504.


(1)

135 konsep fisika yang lainnya (mekanika, termal, optik dan magnet). Disamping penelitian pengembangan asesmen pemahaman konsep masih perlu dilakukan penelitian pengembangan bahan ajar untuk mengatasi kesulitan konseptual siswa.

D. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menekankan pada pengembangan asesmen yang dapat mengukur pemahaman konsep fisika siswa SMA. Pengembangan asesmen dilakukan dengan mengembangkan tes pemahaman konsep (TPK). Pengembangan TPK dilakukan dengan cara membandingkan TPK dan TH. Selama ini belum ada yang melakukan penelitian pengembangan TPK dengan cara seperti ini. Cara ini adalah salah satu kelebihan penelitian ini. Kelebihan lainnya penelitian ini memberikan wawasan cara baru untuk mengungkap pemahaman konsep siswa tentang fisika khususnya listrik dinamis. Disamping itu hasil penelitian ini langsung dapat diterapkan di SMA.

Penelitian dilakukan di SMA kelas XI, di mana siswa memperoleh materi listrik di SMP kelas IX dan di SMA kelas X. Banyak siswa yang telah lupa dengan rumus-rumus listrik dinamis, sehingga skor TH rendah. Ini adalah salah satu keterbatasan penelitian ini dan sekaligus merupakan kelebihan. Dari hasil ini terungkap bahwa siswa dengan mudah melupakan konsep-konsep dasar listrik dinamis. Seharusnya konsep ini masih diingat oleh siswa jika mereka belajar memahami konsep dengan baik.

Keterbatasan lainnya, pengujian tes dilakukan dua kali dan variasi populasi yang terbatas, meskipun demikian hasil analisis butir dan uji reliabilitas


(2)

tes menunjukkan bahwa TPK dan TH valid dan reliabel. Analisis butir dalam penelitian ini menggunakan teori klasik yang parameter-parameternya bergantung pada sampel, sehingga jika diujikan pada sampel yang berbeda karakteristiknya tidak akan memberikan hasil yang sama. Dengan kata lain TPK hanya berlaku pada sampel yang serupa dengan sampel penelitian.


(3)

137 DAFTAR PUSTAKA

Allain, R. (2001). “Investigasi the Relationship Between Student Difficulties with the Concept of Electric Potential and the Concept of Rate Change”. Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of North Carolina State

University, 163 halaman. tersedia: http//:www.ncsu.edu/PER. [6 Agustus

2007]

Anastasi, A. (1982). Psychological Testing Fifth Edition, New York: Macmilian Publishing.

Arikunto, S. (2005). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Jakarta: Bumi Aksara.

Bao, L , et al.(2002). “Model Analysis of Fine Structures of Student Models : An Example With Newton’s Third Law”. American Journal Physics. 70, (7), 766- 778.

Beaty, B. (2007). “Electricity” Miskonceptions Spread by K-6 Texbooks. [Online]. Tersedia: http://amasci.com/miscon/eleca.html.[22 Juni 2007]

Beichner, R. J. (1994). “Testing Student Interpretation of Kinematics Graphs”.

American Journal Physics. 62, (8) , 750-762.

Crocker, L. and Algina, J. (1986). Introduction To classical and Modern Test

Theory, New York: CBS Colleg Publishing.

DEPDIKNAS. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran

Fisika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliah. Jakarta: Pusat

Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Ding, L., et al. (2006). “Evaluating an electricity and magnetism assessment tool: Brief electricity and magnetism assessment”. Physical Review Special

Topics- Physics Education Research. 2, 010105, 1-7.

Dufresne, R.J and Gerace, W.J. (2001). “Assessing – To – Learn: Formatif Assessment In Physics Instruction”. Physics Teacher. 42, 428-434.

Dufresne, R.J., et al. (2002).Making Sense of Students’ Answers To Multiple – Choice Questions”. Physics Teachers. 40, 174-180.


(4)

Engelhardt, P.V. and Bechner, R.j. (2004). “Studens’ Undrestanding of Direc Current Resistive Electrical Circuits”. American Journal Physics. 72, (1), 98-115.

Eryilmaz, A. (2002). “Effects of Conceptual Assignments and Conceptual Change Discussions on Students’ Misconceptions and Achievement Regarding Force and Motion”. Journal of Research in Science Teaching. 39, (10), 1001-1015.

Grayson, D.J. (2004). “Concept Substitution: A teaching Strategy for Helping Students Disentangle Related Physics Concepts”. American Journal

Physics. 72, (8), 1126-1133.

Gronlund, N. E. and Linn, R. L. (1990). Mesurement and Evaluation in Teaching

6th Edition, New York: Macmillan Publishing Company.

Henderson, C. (2002). “Common Concerns About the Force Concept Inventori”.

Physics Teacher, 40. 542-547.

Hestenes, D., et al. (1992). “Force Concept Inventory”. Physics Teacher. 30, 141-158.

Holton, G. and Rollev, D.H.D (1958), Foundations of Modern Physical Science,

Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

Jacobs, L.C and Chase, C.I. (1992). Developing and Using Tests Effectively, San Francisko: Jossey-Bass Inc., Publishers.

Jumadi. (2002). “Pengembangan Model Evaluasi Terpadu Dalam Penilaian Hasil Belajar IPA”. Disertasi Doktor pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Jupri, Al. (2007). “menafsirkan” Konsep-konsep Fisika, Bagaimana?. 7 halaman. Tersedia: http://mathematics.wordpress.com. [01 November 2008]

Kim, E. and Pak, S.J. (2002). “Students Do Not Overcome Conceptual Difficulties After Solving 1000 Traditional Problems”. American Journal


(5)

139 Kreativitas Pendidikan (2006, 02 Februari). Pembelajaran Fisika yang Mudah dan

Menantang. Kompas [Online], 1 halaman. Tersedia: http://www.kompas.com. [13 Agustus 2008]

Maloney, D.P, et al. (2001). “Surveying Students’ Conceptual Knowledge of Electricity and Magnetism”. American Journal Physics. 69, (7), S12-S23. Mannoia,V.J. (1980). What is Science ?. London: University Press of America,

Inc.

Mundilarto. (2001). “Pola Pendekatan Siswa Dalam Memecahkan Soal Fisika”.

Disertasi Doktor pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Planinic, M., (2006), “Assessment of Difficulties of Some Conceptual Areas From Electricity and Magnetisme Using the Conceptual Survey of Electricity and Magnetism”. American Journal Physics. 74, (12), 1143-1147.

Pfister, H. (2004). “Ilustrating Electric Circuit Concepts with the Glitter Circuit”.

Physics Teacher. 42, 359-363.

Reif, F. (1995). Millikan Lecture 1994: “Understanding and Teaching Important Scientific Thought Processes”. American Journal Physics. 63, (1), 17-32.

Rosenthal, A. S. and Henderson, C. (2006). “Teaching About Circuits at The Introductory Level: An Emphasis on Potential Difference”. American

Journal Physics. 74, (4), 324-328.

Savinaine,A. and Scott, P. (2002). “The Force Concepts Inventory: A tool For Monitoring Student Learning”. Physics Education. 37, (1), 45-52.

Simanungkalit, S. (2001). Fisika dan Kartun. 3 halaman. Tersedia: http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi. [01 November 2008]

Singh, C. and Rosengrant, D.(2003). “Multiple-Choice of Energi and Momentum Concepts”.American Journal Physics. 71, (6), 607-617.

Stiggins, R. J. (1994), Student-Centered Classroom Assessessment, New York: Merrill.


(6)

Wieman, C. and Perkins, K. (2005). “Transforming Physics Education”. Physics

Today.36-41. Tersedia : http://www.physicstoday.org [6 Agustus 2007]

Wildaiman. (2005, 31 Januari). Pro-kontra UAN, Sekolah, Bimbel dan Mutu Pendidikan, Pikiran Rakyat [Online], 5 halaman.Tersedia: http://www.pikiran_rakyat.com. [ 3 September 2006].

Yeo, S. and Zadnik, M. (2001). “Introduction Thermal Concept Evaluastion: Assessing Students’ Understanding”. Physics Teacher. 39, 496-504.