PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMA.

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Fisika

Oleh

MEI INDAH SARI 0800244

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

BERBASIS PROYEK UNTUK

MENINGKATKAN PEMAHAMAN

KONSEP FISIKA SISWA SMA

Oleh: Mei Indah Sari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam

© Mei Indah Sari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA

SMA

Oleh

MEI INDAH SARI NIM 0800244

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Drs. Purwanto, M.A. NIP. 195708231984031001

Pembimbing II,

Drs. Yuyu Rachmat Tayubi, M.Si. NIP. 195806081987031003

Mengetahui, Ketua Jurusan

Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Dr. Ida Kaniawati M.Si. NIP. 196807031992032001


(4)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMA

Mei Indah Sari NIM: 0800244

Pembimbing I: Drs. Purwanto, M.A. Pembimbing II: Drs. Yuyu Rachmat Tayubi, M.Si

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang peningkatan pemahaman konsep fisika siswa sebagai impak penerapan model pembelajaran fisika berbasis proyek. Hal ini dilatarbelakangi dari proses pembelajaran fisika di sekolah menengah yang pada umumnya didominasi oleh guru dengan capaian pemahaman konsep yang rendah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Pre Experiment dengan desain penelitian One Group Pretest-Posttest Design. Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA Swasta di Kota Bandung. Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data adalah lembar observasi keterlaksanaan model dan tes pemahaman konsep berbentuk tes tertulis jenis pilihan ganda konsep usaha dan energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penerapan model pembelajaran fisika berbasis proyek pada pemahaman konsep siswa secara umum meningkat dengan kategori peningkatan sedang. Hal ini diindikasikan oleh rata-rata skor gain yang dinormalisasi <g> hasil pemahaman konsep siswa sebesar 0,33. Rata-rata skor gain yang dinormalisasi <g> untuk setiap indikator pemahaman konsep yang ditinjau yaitu menginterpretasikan sebesar 0,45 meningkat dalam kategori sedang, mencontohkan sebesar 0,51 meningkat dalam kategori sedang dan menjelaskan sebesar 0,24 meningkat dalam kategori rendah.

Kata Kunci: Model Pembelajaran fisika berbasis proyek, usaha dan energi, pemahaman konsep.

ABSTRACT

This research aims to get an overview about the improvement of students' understanding of physics concept as the impact of the application of project-based learning model of physics. It is distributed from the learning process of Physics in high school that is generally dominated by a teacher with a low understanding of the concept. The methods used in this study is Pre Experiment method with research design One Group Pretest-Posttest Design. This research was conducted in one of the private SENIOR HIGH SCHOOL in Bandung. Instruments used in data retrieval are the observation sheet of the implementation of the model and test of concept understanding in the form of written tests of multiple choice concepts of work and energy. The results showed that the effect of the application of project-based learning model of physics on students' understanding generally increased with medium enhancement category. This is indicated by the gain mean score normalized <g> results of students' understanding is 0.33. The gain mean score normalized <g> for each indicator of concept understanding reviewed is interpreted 0.45 incresed in medium category, exemplifying 0.51 incresed in medium category and explain 0.24 increased in low category.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Batasan Masalah ... 6

E. Definisi Operasional ... 7

F. Variabel Penelitian ... 7

G. Tujuan Penelitian ... 8

H. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Fisika dan Pembelajaran Fisika ... 9

B. Model Pembelajaran Berbasis Proyek ... 13

C. Konsep dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Proyek ... 15

D. Dukungan Teoritik Pembelajaran Berbasis Proyek ...22

E. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek ...27

F. Pengembangan Pemahaman Konsep Fisika ...28

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Metode Penelitian ... 34

B. Desain Penelitian ... 34

C. Subjek Penelitian ... 34

D. Prosedur Penelitian ... 36

E. Instrumen Penelitian ... 37


(6)

G. Analisis Data Hasil Uji Coba Tes ... 38

H. Teknik Pengolahan Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

1. Pelaksanaan Penelitian ... 46

2. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Pelajaran Fisika oleh Guru ... .46

3. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Pelajaran Fisika oleh Siswa ... 47

4. Hasil Pemahaman Konsep Siswa Secara Umum. ... 48

5. Profil Setiap Indikator Pemahaman Konsep ... 49

B. Temuan dan Pembahasan ... 52

1. Pelaksanaan Penelitian ... 52

2. Peningkatan Pemahaman Konsep Fisika Siswa ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Belajar Abad Pengetahuan versus Abad Industrial ... 13

Tabel 2.2. Perbedaan Pembelajaran Berbasis Proyek dan Pembelajaran Tradisional ... 21

Tabel 2.3. Proses-proses Kognitif dalam Memahami dan Indikatornya yang Dapat Dikembangkan ... 32

Tabel 2.4. Analisis Hubungan Antara Sintaks Pembelajaran dengan Indikator-indikator Pemahaman Konsep ... 33

Tabel 3.1. Desain Penelitian One Group Pretest-Posttest Design ... 34

Tabel 3.2. Interpretasi Reliabilitas ... 40

Tabel 3.3. Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal ... 41

Tabel 3.4. Hasil Analisis Daya Pembeda Soal ... 41

Tabel 3.5. Interpretasi Taraf Kemudahan ... 42

Tabel 3.6. Hasil Analisis Tingkat Kemudahan Butir Soal ... 43

Tabel 3.7. Rata-rata Nilai Gain yang Dinormalisasi dan Klasifikasinya ... 44

Tabel 3.8. Kriteria Keterlaksanaan Model ... 45

Tabel 4.1. Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Pelajaran Fisika oleh Guru ... 47

Tabel 4.2. Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Pelajaran Fisika oleh Siswa ... 48


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Segitiga Pengkajian Alam ... 11 Gambar 3.1. Langkah-langkah Penelitian ... 36 Gambar 4.1. Rata-rata Skor Tes Awal, Rata-rata Skor Tes Akhir, dan Rata-rata

skor gain yang dinormalisasi <g> Hasil Pemahaman Konsep Siswa ... 49 Gambar 4.2. Perbandingan Rata-rata Tes Awal dan Rata-rata Tes Akhir untuk

Setiap Indikator Pemahaman Konsep...50 Gambar 4.3. Rata-rata Skor Gain <g> pada Setiap Indikator Pemahaman Konsep ... 51


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A ... 65

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, dan Panduan Tugas Proyek Pertemuan Pertama ... 66

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, dan Panduan Tugas Proyek Pertemuan Pertama ... 84

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, dan Panduan Tugas Proyek Pertemuan Pertama ... 101

Lampiran B ... 116

1. Rancangan Instrumen Penelitian ... 117

2. Soal Uji Coba Konsep Usaha dan Energi ... 130

3 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Konsep Usaha dan Energi. ... 134

4. Soal restest-posttest Konsep Usaha dan Energi ... 135

5 Kunci Jawaban Soal prestest-posttest Konsep Usaha dan Energi. ... 141

Lampiran C ... 142

1. Lembar Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Pelajaran Fisika Oleh Guru ... 143

2. Lembar Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Pelajaran Fisika Oleh Siswa ... 145

3. Lembar Indikator Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Pelajaran Fisika Oleh Siswa ... 147

4. Lembar laporan Proses Pengerjaan Proyek Siswa... 150

5. Lembar Rubrik Penilaian Proyek Siswa ... 152

6. Penilain Judgment Instrumen Pemahaman Konsep oleh Ahli .... 154


(10)

1. Analisis Perhitungan Reliabilitas ... 156

2. Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 158

Lampiran E ... 161

1. Rekapitulasi Analisis Tes Awal ... 162

2. Rekapitulasi Analisis Tes Akhir ... 163

3. Rekapitulasi Analisis Gain yang Dinormalisasi <g> ... 164

4. Rekapitulasi Analisis Tes Awal Setiap Indikator... 165

5. Rekapitulasi Analisis Tes Akhir Setiap Indikator ... 168

6. Rekapitulasi Analisis Gain yang Dinormalisasi <g> untuk Setiap Indikator Pemahaman Konsep ... 171

7. Pengolahan Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Pelajaran Fisika oleh Guru dan Siswa ... 174

Lampiran F ... 178

1. Jadual Pelaksanaan Penelitian ... 179

2. Beberapa hasil obeservasi oleh observer tentang Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Pelajaran Fisika ... 181

3. Beberapa Laporan Proses Pengerjaan Proyek Siswa ... 193

4. Surat Tugas Memimbing Skripsi... 197

5. Lembar Bimbingan Skripsi ... 198

6. Lembar Kesediaan Menjadi Penilai Instrumen ... 199

7. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari SMA Percontohan Labschool UPI Bandung ... 202

8. Surat Keterangan Telah melaksanakan Penelitian dari SMA Percontohan Labschool UPI Bandung ... 203

9. Foto-Foto Kegiatan Penelitian ... 204


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecenderungan abad XXI yang ditandai oleh peningkatan kompleksitas peralatan teknologi, dan munculnya gerakan restrukturisasi korporatif yang menekankan kombinasi kualitas teknologi dan manusia, menyebabkan dunia kerja akan memerlukan orang yang dapat mengambil inisiatif, berpikir kritis, kreatif,

dan cakap memecahkan masalah. Hubungan “manusia-mesin” bukan lagi merupakan hubungan mekanistik akan tetapi merupakan interaksi komunikatif yang menuntut kecakapan berpikir tingkat tinggi.

Kecenderungan-kecenderungan tersebut mulai direspon oleh dunia pendidikan di Indonesia, yang semenjak tahun 2000 menerapkan empat pendekatan pendidikan, yakni (1) pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skills), (2) kurikulum dan pembelajaran berbasis kompetensi, (3) pembelajaran berbasis produksi, dan (4) pendidikan berbasis luas (broad-based education). Orientasi baru pendidikan itu berkehendak menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga pendidikan kecakapan hidup, dengan pendidikan yang bertujuan mencapai kompetensi (selanjutnya disebut pembelajaran berbasis kompetensi), dengan proses pembelajaran yang otentik dan kontekstual yang dapat menghasilkan produk bernilai dan bermakna bagi siswa, dan pemberian layanan pendidikan berbasis luas melalui berbagai jalur dan jenjang pendidikan yang fleksibel multi-entry-multi-exit (Depdiknas, 2003).

Pendidikan berorientasi kecakapan hidup, pembelajaran berbasis kompetensi, dan proses pembelajaran yang diharapkan menghasilkan produk yang bernilai, menuntut lingkungan belajar yang kaya dan nyata (rich and natural environment), yang dapat memberikan pengalaman belajar dimensi-dimensi kompetensi secara integratif. Lingkungan belajar yang dimaksud ditandai oleh: (1) Situasi belajar, lingkungan, isi dan tugas-tugas yang relevan, realistik, otentik, dan

menyajikan kompleksitas alami “dunia nyata”; (2) Sumber-sumber data primer digunakan agar menjamin keotentikan dan kompleksitas dunia nyata; (3)


(12)

2

Mengembangkan kecakapan hidup dan bukan reproduksi pengetahuan; (4) Pengembangan kecakapan ini berada di dalam konteks individual dan melalui negosiasi sosial, kolaborasi, dan pengalaman; (5) Kompetensi sebelumnya, keyakinan, dan sikap dipertimbangkan sebagai prasyarat; (6) Keterampilan pemecahan masalah, berpikir tingkat tinggi, dan pemahaman mendalam ditekankan; (7) Peserta didik diberi peluang untuk belajar secara apprenticeship di mana terdapat penambahan kompleksitas tugas, pemerolehan pengetahuan dan keterampilan; (8) Kompleksitas pengetahuan dicerminkan oleh penekanan belajar pada keterhubungan konseptual, dan belajar interdisipliner; (9) Belajar kooperatif dan kolaboratif diutamakan agar dapat mengekspos peserta didik ke dalam pandangan-pandangan alternatif; dan (10) Pengukuran adalah otentik dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. (Simons, 1996).

Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang diselenggarakan di berbagai jenjang pendidikan formal. Fisika sebagai salah satu bagian dari sains merupakan ilmu yang mempelajari alam yang secara khusus difokuskan mempelajari massa dan energi serta interaksinya. Dengan fokus kajian ini membuat ilmu fisika memegang peranan yang sangat luas dalam perkembangan teknologi. Fisika sebagai bagian dari sains mencakup proses dan produk. Proses-proses pada pembelajaran sains memungkinkan pengembangan kompetensi-kompetensi yang bersifat hands-on dan minds-on pada diri peserta didik, seperti penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip alam, penguasaan keterampilan proses sains, penguasaan keterampilan berpikir tingkat dasar dan tingkat tinggi seperi berpikir kritis dan kreatif serta kemampuan pemecahan ma-salah, yang sangat bermanfaat bagi mereka, agar dapat; 1) menanggapi isu lokal, nasional, kawasan dunia dalam berbagai segi, 2) menilai secara kritis perkembangan dalam bidang sains dan teknologi serta impaknya, 3) memberi sumbangan terhadap kelangsungan perkembangan sains (Depdiknas, 2003).

Reorientasi kurikulum tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia sudah mulai memasuki masa revitalisasi pendidikan sains fisika dengan visi baru. Orientasi pendidikan yang memuja academics achievement seperti yang tercermin pada nilai NEM atau NUN mulai tergeser oleh orientasi baru pendidikan


(13)

3

kecakapan hidup (life skills). Pendidikan kita yang semula menganut kurikulum yang sarat isi, bergeser pada kurikulum berbasis kompetensi. Sebagai konsekuensi berikutnya, sekolah dituntut meningkatkan mutu manjemen berbasis sekolah, agar tercipta budaya belajar dan hubungan sinergi dengan masyarakat. Semua ini diharapkan agar pembelajaran fisika di sekolah tidak tercabut dari konteks kehidupan sehari-hari masyarakat, atau agar sekolah tidak menjelma menjadi sosok ”menara gading” yang jauh dari kehidupan sehari-hari.

Dari uraian di atas tampak bahwa penyelenggaraan mata pelajaran fisika di SMA dimaksudkan sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, memiliki kecakapan ilmiah, memiliki keterampilan proses sains. Memiliki keterampilan berpikir kritis dan kreatif dan memiliki kemampuan memecahkan masalah. Agar mata pelajaran fisika dapat benar-benar berperan seperti demikian, maka tak dapat ditawar lagi bahwa pembelajaran fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses pendidikan dan pelatihan berbagai kompetensi tersebut dapat benar-benar terjadi dalam prosesnya. Hal ini lah yang hingga kini dirasa masih menjadi persoalan besar dalam pengajaran fisika di SMA. Menurut beberapa observasi yang dilakukan model pembelajaran fisika yang saat ini banyak digunakan guru-guru fisika sekolah menengah, dipandang masih jauh dari memadai untuk dapat memenuhi berbagai tuntutan tersebut. Bahkan untuk sekedar menanamkan pengetahuan fisika saja masih dirasakan sulit.

Berdasarkan studi pendahuluan yang langsung dilakukan oleh peneliti pada bulan Maret 2012 di salah satu SMA swasta di bandung yang menjadi tempat penelitian, terlihat bahwa yang diamati oleh peneliti pada saat melakukan observasi langsung terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru fisika di sekolah tersebut, menunjukkan bahwa proses pembelajaran fisika didominasi oleh metode ceramah. Pembelajaran dengan metode ini berpusat pada guru dan lebih menekankan pada proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa sehingga tidak memfasilitasi siswa untuk aktif dalam mengembangkan keterampilan berpikir melalui proses penyelidikan untuk menemukan konsep. Pembelajaran dengan metode ceramah kurang memenuhi


(14)

4

tuntutan tujuan mata pelajaran fisika saat ini. Tuntutan pelajaran fisika, tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan konsep saja, tetapi juga dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Pembelajaran yang menggunakan metode tradisional yakni hanya dengan metode ceramah telah berimpak pada rendahnya motivasi dan hasil belajar yang diperoleh siswa. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran agar siswa terlibat aktif dalam proses penyelidikan ilmiah secara langsung untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajarnya. Pembelajaran fisika yang hanya menampilkan produk pelajaran fisika berupa rumus-rumus yang rumit akan membuat siswa cenderung takut dan tidak menyukai fisika.

Beberapa hasil studi lapangan juga dilakukan oleh Herman Yudiana (2010), Santi Berliani (2010), Nurfitriani Solihat (2010), Mukrimatusya’adiah (2011) dan Desy Amaliasari (2011), yang menunjukkan bahwa: pertama, pembelajaran fisika di beberapa sekolah menengah baik tingkat SMP dan SMA yang diobservasi pada umumnya masih menggunakan metode tradisional yakni hanya dengan metode ceramah, dimana pembelajaran cenderung berpusat pada guru dengan proses cenderung bersifat transfer pengetahuan; kedua, rata-rata capaian hasil belajar fisika siswa pada aspek yang dievaluasi tergolong rendah, bahkan pada tataran kognitif sekali pun. Keadaan demikian telah membuat siswa terkesan bosan dan jenuh dengan pembelajaran fisika dan pada akhirnya minat dan motivasi belajar Fisika mereka cenderung menurun.

Untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar fisika serta memfokuskan siswa dalam belajar fisika, maka dalam prosesnya pembelajaran fisika dapat diawali dengan suatu tantangan atau motivasi yang biasanya berupa tantangan untuk memecahkan permasalahan nyata yang sering dihadapi manusia dalam mengarungi kehidupannya. Hal demikian biasa disebut sebagai pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran lain juga menyajikan tantangan di awal pembelajaran yaitu Pembelajaran Berbaris Proyek yang disajikan adalah proyek yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya terutama yang terkait dengan fisika. Misalnya proyek membuat rancangan instalasi listrik rumah tangga sesuai pesanan, proyek merancang suatu struktur bendungan sesuai kondisi area yang


(15)

5

tersedia, atau proyek meneliti kerja fisis dari suatu produk teknologi. Pembelajaran seperti ini disebut sebagai pembelajaran berbasis proyek. Memperhatikan karakteristiknya yang unik dan komprehensif, Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) cukup potensial untuk memenuhi tuntutan pembelajaran seperti yang telah dikemukakan di atas. Pembelajaran Berbasis Proyek membantu peserta didik dalam belajar: (1) pengetahuan dan keterampilan yang kokoh dan bermakna-guna (meaningful-use) yang dibangun melalui tugas-tugas dan pekerjaan yang otentik (CORD, 2001; Hung & Wong, 2000); (2) memperluas pengetahuan melalui keotentikan kegiatan kurikuler yang terdukung oleh proses kegiatan belajar melakukan perencanaan (designing) atau investigasi yang open-ended, dengan hasil atau jawaban yang tidak ditetapkan sebelumnya oleh perspektif tertentu; dan (3) dalam proses membangun pengetahuan melalui pengalaman dunia nyata dan negosiasi kognitif antar personal yang berlangsung di dalam suasana kerja kolaboratif.

Sebelumnya penelitian ini telah dilakukan oleh Shafqat Hussain di Pakistan. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut yaitu dengan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek pada konsep gelombang dan ayunan, bunyi, pemantulan cahaya, pembiasan cahaya dan listrik statis di kelas eksperimen dalam waktu selama empat minggu. Proyek yang ditugaskan kepada siswa yaitu proyek dengan menggunakan alat dan bahan yang tersedia di dalam laboratorium dan pengerjaan proyek dilakukan di laboratorium sekolah.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian

dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek untuk meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMA”.

Materi fisika yang ditinjau dalam penelitian ini adalah materi usaha dan energi. Peneliti memilih materi ini untuk diterapkan dalam model pembelajaran berbasis proyek karena materi ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, namun pada kenyatannya siswa masih banyak kesulitan dalam memahami konsep dan memecahkan permasalahan yang muncul.


(16)

6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian studi pendahuluan pada latar belakang, peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

a. Menurunya motivasi siswa belajar fisika

b. Kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep fisika

c. Proses pembelajaran fisika didominasi oleh metode ceramah

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan di atas maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis proyek terhadap peningkatan pemahaman konsep fisika siswa SMA?”.

Rumusan masalah di atas secara spesifik dapat dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis proyek terhadap peningkatan pemahaman konsep fisika siswa SMA?

2. Bagaimana profil peningkatan pemahaman konsep fisika siswa SMA pada indikator menginterpretasikan, mencontohkan dan menjelaskan sebagai impak penerapan model pembelajaran berbasis proyek ?

D. Batasan Masalah

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada:

1. Peningkatan dihitung dari skor pre test dan skor post test siswa.

2. Pemahaman konsep menurut Anderson untuk indikator menginterpretasi, mencontohkan dan menjelaskan.

3. Konsep fisika yang diteliti yaitu bab usaha dan energi pada kompetensi dasar 1.5 yaitu menganalisis hubungan antara usaha, perubahan energi dengan hukum kekekalan energi mekanik.


(17)

7

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dilakukan pendefinisian secara operasional sebagai berikut :

1. Model pembelajaran fisika berbasis proyek yang dimaksud dalam

penelitian ini yaitu sebagai pola atau desain instruksional yang memiliki tahapan-tahapan: diawali dengan penyajian tugas proyek sebagai motivasi, dilanjutkan dengan kegiatan penanaman konseptual melalui kegiatan berbasis inkuiri, pelaksanaan proyek, diakhiri dengan proses penyajian, evaluasi dan penilaian proyek. Keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis proyek dalam pembelajaran diobservasi oleh beberapa observer dengan menggunakan lembar observasi.

2. Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini sebagai tingkatan

dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika, melainkan benar-benar mengerti makna yang terkandung dalam konsep atau hubungan antar konsep yang ditunjukkan oleh kemampuannya. Tujuh indikator pemahaman konsep menurut Anderson (2001) yaitu menginterpretasi, menjelaskan, mencontohkan, mengklasifikasikan, meringkas, menyimpulkan dan membandingkan. Pada penelitian ini hanya meliputi tiga indikator yaitu menginterpretasikan, mencontohkan, dan menjelaskan. Pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah pembelajaran di ukur dengan tes pemahaman konsep yang berbentuk tes tertulis jenis pilihan ganda.

3. Peningkatan pemahaman konsep siswa akan ditentukan melalui

perhitungan skor gain yang dinormalisasi dari hasil pret est dan post test melalui tes pemahaman konsep berupa pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban dengan interpretasi tingkat peningkatannya Hake (1999).

F. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas yaitu model pembelajaran. 2. Variabel terikat yaitu pemahaman konsep.


(18)

8

G. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang peningkatan pemahaman konsep siswa sebagai impak penerapan model pembelajaran berbasis proyek.

H. Manfaat Penelitian

Data-data hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti tentang potensi model pembelajaran berbasis proyek dalam meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa dan dapat memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis terkait penerapan model pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran fisika yang nantinya dapat dipergunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan seperti guru-guru fisika, mahasiswa-mahasiswa di LPTK, para peneliti dalam bidang pendidikan IPA/Fisika, tenaga-tenaga kependidikan dalam bidang IPA/Fisika dan lain-lain.


(19)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-eksperiment. Metode ini dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yang hanya ingin melihat dampak penggunaan model pembelajaran berbasis proyek terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa. Tidak sampai pada pengujian efektivitasnya jika dibanding dengan penggunaan model pembelajaran lain (Fraenkel dan Wallen, 1993).

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah One Group Pretest-Posttest Design. Dengan desain seperti ini, subyek penelitian adalah satu kelas eksperimen tanpa pembanding. Mula-mula terhadap kelas ini dilakukan pre-test kemampuan pemahaman konsep, kemudian dilanjutkan dengan pemberian perlakuan berupa pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis proyek, setelah itu diakhiri dengan pemberian post-test kemampuan pemahaman konsep dengan tes yang sama dengan pada saat pre-test. Skema One Group Pretest-Posttest Design ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Desain Penelitian One Group Pretest-Posttest Design Kelompok Pretest Treatment Posttest

Eksperimen T1 X T2

C. Subjek Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian dan sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2006: 130-131). Populasi dalam penelitian ini adalah salah satu SMA swasta di Bandung tahun ajaran 2012/2013. Sedangkan sampelnya adalah kelas XI IPA 2 dengan jumlah siswa sebanyak 17


(20)

35

orang yang diambil secara purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan pemilihan kelas tersebut sebagai sampel penelitian adalah karena berdasarkan informasi dari guru fisika di sekolah tersebut bahwa aktivitas, respon belajar, antusiasme dan partisipasi siswa kelas XI IPA 2 dalam pembelajaran fisika cukup bagus, sehingga proses penelitian diharapkan dapat berjalan dengan lancar tanpa banyak kendala teknis seperti siswa kurang serius, siswa kurang antusias dan cenderung main-main.


(21)

36

D. Prosedur Penelitian

Penerapan Model pembelajaran berbasis proyek

pada kelas eksperimen

observasi

Post test

Tes pemahaman konsep

Pengolahan dan analisis data

Kesimpulan Perumusan masalah

Telaah kurikulum Fisika SMA Studi lapangan ke salah satu kelompok di sekolah yang akan

dijadikan lokasi penelitian dan membandingkannya dengan data dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya di sekolah lain

Studi literatur

Pembuatan instrumen:

Tes pemahaman konsep dan lembar observasi keterlaksanaan model

Pembuatan perangkat model pembelajaran berbasis proyek (RPP, skenario, media,

LKS)

Judgement tes

Uji coba dan analisis instrumen tes: uji validitas, uji realibilitas, uji daya pembeda

dan tingkat kesukaran Pre test

Tes pemahaman konsep pada kelas eksperimen


(22)

37

E. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010: 203). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tes pemahaman konsep, lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi aktivitas siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ialah lembar observasi dan tes hasil pemahaman konsep.

1. Observasi Aktivitas Guru

Lembar observasi aktivitas guru ini memuat daftar keterlaksanaan model pembelajaran berbasis proyek yang dilaksanakan. Instrumen observasi ini berbentuk rating scale yang memuat kolom ya dan tidak, dimana observer hanya memberikan tanda cek () pada kolom yang sesuai dengan aktivitas guru yang diobservasi mengenai keterlaksanaan model pembelajaran berbasis proyek yang diterapkan. Pada lembar observasi ini juga terdapat kolom catatan keterangan

untuk mencatat kekurangan-kekurangan dalam setiap fase pembelajaran.

2. Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi aktivitas siswa ini memuat daftar keterlaksanaan model pembelajaran berbasis proyek yang dilaksanakan. Instrumen observasi ini berbentuk rating scale yang memuat kolom ya dan tidak, dimana observer hanya memberikan tanda cek () pada kolom yang sesuai dengan aktivitas guru yang diobservasi mengenai keterlaksanaan model pembelajaran berbasis proyek yang diterapkan sesuai dengan indikator observasi yang terlampir pada Lampiran C.3. Pada lembar obsrvasi ini juga terdapat kolom catatan keterangan untuk mencatat kejadian-kejadian yang dilakukan siswa dalam setiap fase pembelajaran.


(23)

38

3. Tes pemahaman Konsep

Tes digunakan untuk mengukur pemahaman konsep siswa yang dicapai siswa setelah diterapkannya model pembelajaran berbasis proyek. Tes ini mencakup indikator-indikator pemahaman konsep sebagaimana yang dikemukakan oleh Anderson yaitu menginterpretasikan, mencontohkan dan menjelaskan terkait materi Usaha dan Energi. Tes pemahaman konsep dikonstruksi dalam bentuk tes objektif jenis pilihan ganda dengan alternatif pilihan sebanyak lima buah.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan tes pemahaman konsep adalah sebagai berikut :

a. Membuat kisi-kisi tes hasil belajar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran fisika semester 2 (dua) terkait materi Usaha dan Energi.

b. Menyusun tes beserta kunci jawabannya berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.

c. Melakukan judgement terhadap para pakar untuk validasi tes pemahaman konsep.

d. Melakukan uji coba tes pada siswa SMA.

e. Melakukan analisis data hasil uji coba tes pemahaman konsep yang meliputi analisis reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kemudahan soal.

G. Analisis Data Hasil Uji Coba Tes 1. Validitas Soal

Pengujian validitas soal dilakukan secara validitas konstruk dilakukan

dengan melihat kesesuaian isi instrumen dengan indikator pemahaman konsep yang diteliti dengan cara meminta pertimbangan (judgement) oleh ahli, bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang disusun sudah mengukur apa yang hendak diukur (ketepatan). Para ahli diminta memberikan tanggapan pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun. Para ahli memberikan pendapat tentang instrumen yang disusun tanpa perbaikan dan ada yang harus diperbaiki. Jumlah tenaga ahli yang digunakan dalam validitas soal ini adalah sebanyak tiga orang, yang terdiri dari satu orang guru fisika SMA Swasta di Bandung dan dua orang


(24)

39

dosen Pendidikan Fisika. Pengujian validitas isi dilakukan dengan melihat kesesuaian antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang diajarkan (SK, KD dan Indikator).

Hasilnya dari ketiga tenaga ahli yang diminta pertimbangan (judgement), diperoleh kesimpulan bahwa instrumen yang disusun sudah memenuhi validitas isi dan dapat digunakan untuk keperluan penelitian. Namun ada beberapa soal yang perlu diperbaiki. Hasil pertimbangan (judgement) oleh ahli validitas konstruk untuk tes pemahaman konsep selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.6. Selain itu, beberapa catatan dari tenaga ahli sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan instrumen.

2. Analisis Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah) walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda (Munaf, 2001: 59). Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes adalah dengan menggunakan metoda test-retest. Sehingga, untuk perumusan perhitungan reliabilitas tes adalah rumus product moment sebagai berikut:

 

  } ) ( }{ { ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N

rXY .... (pers 3.1)

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi

X = skor rata-rata tes pertama Y = skor rata-rata tes kedua N = jumlah subyek

Metode test-retest disebut juga dengan tes ulang adalah menguji keandalan instrumen pengukuran/hasil pengukuran yang didapatkan dari pengukuran secara berulang. Setiap subjek mendapatkan tes yang sama sebanyak


(25)

40

dua kali. Estimasi reliabilitas ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan hasil pengukuran pertama dan kedua.

Nilai r yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan reliabilitas instrumen dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.2. (Arikunto, 2008: 75).

Tabel 3.2. Interpretasi Reliabilitas

Koefisien korelasi Kriteria

0,80 < r 1,00 Sangat tinggi

0,60 < r 0,80 Tinggi

0,40 < r 0,60 Cukup

0,20 < r 0,40 Rendah

0,00 < r 0,20 Sangat rendah

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan 3.1 maka diperoleh koefisien reliabilitas keseluruhan instrumen tes pemahaman konsep adalah sebesar 0,84. Setelah itu nilai r yang diperoleh diinterpretasikan untuk menentukan reliabilitas instrumen dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.2. Sehingga didapatkan instrumen penelitian tersebut memiliki reliabilitas pada kategori sangat tinggi.

3. Analisis Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2008: 211). Untuk menentukan nilai daya pembeda maka digunakan rumus sebagai berikut :

A B

A B

A B

B B

DP P P

J J

   


(26)

41

Keterangan:

DP = daya pembeda butir soal

BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

Nilai DP yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan daya pembeda butir soal dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.3 (Erman: 161, 2003).

Tabel 3.3. Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal

Nilai DP Kriteria

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 ≤ DP ≤ 0,20 Jelek

0,21 ≤ DP ≤ 0,40 Cukup

0,41 ≤ DP ≤ 0,70 Baik

0,71 ≤ DP ≤ 1,00 Baik Sekali

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan 3.3, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Hasil Analisis Daya Pembeda Soal

Nomor Soal

DP Kategori Keterangan Nomor Soal

DP Kategori Keterangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,23 0,27 0,10 0,40 0,23 0,37 0,33 0,23 0,53 0,53 Cukup Cukup Jelek Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Baik Baik Dipakai Dipakai Tidak Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 0,37 0,37 0,30 0,23 0,37 0,33 0,13 0,60 0,03 0,20 Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Jelek Baik Jelek Jelek Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Tidak Dipakai Tidak Tidak


(27)

42

4. Analisis Tingkat Kemudahan Butir Soal

Taraf kemudahan suatu butir soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut. Taraf kemudahan dihitung dengan menggunakan rumus (Munaf, 2001: 20).

... (pers 3.4)

Keterangan :

= Taraf kemudahan

= Skor rata-rata siswa pada satu nomor butir soal tertentu

= Skor tertinggi yang telah ditetapkan pada pedoman penskoran untuk nomor butir soal dimaksud.

Taraf kemudahan butir soal berkisar antara 0,0 sampai dengan 1,0. Bila butir soal mempunyai taraf kemudahan 0,0 berarti tidak seorangpun peserta tes dapat nmenjawab butir soal tersebut secara benar. Taraf kemudahan 1,0 berarti bahwa semua peserta tes dapat menjawab butir soal itu secara benar. Nilai yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan taraf kemudahan butir soal dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.5. (Munaf, 2001: 21).

Tabel 3.5. Interpretasi Taraf Kemudahan

Nilai Kriteria

0,00 < 0,30 Sukar

0,31 < 0,70 Sedang


(28)

43

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan 3.4, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.6

Tabel 3.6. Hasil Analisis Tingkat Kemudahan Butir Soal

Nomor Soal

TK Kategori Nomor Soal

TK Kategori

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,58 0,57 0,45 0,77 0,58 0,45 0,40 0,58 0,47 0,60 Sedang Sedang Sedang Mudah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 0,62 0,65 0,58 0,75 0,65 0,63 0,33 0,50 0,15 0,33 Sedang Sedang Sedang Mudah Sedang Sedang Sedang Sedang Sukar Sedang

Berdasarkan analisis uji instrumen yang meliputi validitas soal, reliabilitas tes, daya pembeda soal, dan tingkat kemudahan soal. Didapatkan dari jumlah 20 soal instrumen, yang memenuhi kriteria sebanyak 16 soal. Intrumen yang dirancang mencakup tingkat pemahaman Interpretasi sebanyak 7 soal, mencontohkan sebanyak 5 soal dan menjelaskan sebanyak 8 soal. Akan tetapi setelah dilakukan uji coba, ternyata ada beberapa soal yang tidak dipakai atau dibuang. Maka jumlah soal yang dipakai dalam penelitian berjumlah 16 soal, untuk mengukur kemampuan interpretasi sebanyak 5 soal, mencontohkan 5 soal, dan menjelaskan sebanyak 6 soal.

H. Teknik Pengolahan Data 1. Pemberian Skor

Penskoran hasil tes kemampuan konsep siswa menggunakan aturan penskoran untuk tes pilihan ganda yaitu 1 atau 0. Skor 1 jika jawaban tepat, dan skor 0 jika jawaban salah. Skor maksimum ideal sama dengan jumlah soal yang diberikan.


(29)

44

2. Perhitungan Gain yang Dinormalisasi

Setelah skor tes masing-masing siswa baik untuk pre-test maupun post-test diketahui, kemudian dilakukan perhitungan rata-rata nilai gain yang dinormalisasi untuk untuk menentukan peningkatan kemampuan konsep siswa.

Untuk perhitungan rata-rata nilai gain yang dinormalisasi dan pengklasifikasiannya sendiri digunakan persamaan sebagai berikut (Hake, 1998):

(% % )

%

% (100 % )

f i

maks i

S S

G g

G S

    

 

      

... (pers 3.5) Keterangan:

<g> = Rata-rata gain yang dinormalisasi. <G> = rata-rata gain aktual

< Gmaks > = rata-rata gain maksimum yang mungkin terjadi.

<Sf> = Rata-rata skor post test siswa.

<Si> = Rata-rata skor pre test siswa.

Interpretasi nilai rata-rata gain yang dinormalisasi <g> ditunjukan oleh Tabel 3.7. (Hake, 1998).

Tabel 3.7. Rata-rata nilai gain yang dinormalisasi dan klasifikasinya

Gain yang dinormalisasi Klasifikasi <g>  0,7 Tinggi 0,7 > <g>  0,3 Sedang <g> < 0,3 Rendah

3. Pengolahan Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran a. Pengolahan Data Hasil Observasi Aktivitas Guru

Data mengenai pelaksanaan pembelajaran model siklus belajara induktif-empiris merupakan data yang diambil dari observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara mencari persentase keterlaksanaan model pembelajaran


(30)

45

berbasis proyek. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah data tersebut adalah dengan:

 Menghitung jumlah jawaban “ya” dan “tidak” yang observer isi pada

format observasi keterlaksanaan pembelajaran

 Melakukan perhitungan persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan persamaan berikut:

observer menjawab ya atau tidak

% Keterlaksanaan Model = 100% observer seluruhnya 

Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model pembelajaran berbasis proyek pada pelajaran fisika yang dilakukan oleh guru, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.8. (Koswara, 2010).

Tabel 3.8. Kriteria Keterlaksanaan Model

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana

50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana

b. Pengolahan Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Data mengenai aktivitas siswa merupakan data yang diperoleh dari observasi. Data tersebut dianalisis dengan menghitung persentase dengan cara yang sama dengan yang digunakan untuk menganalisis data hasil observasi kegiatan guru. Kriteria penilaian keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3.


(31)

59

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA swasta di Bandung terhadap kelas XI IPA 2, dalam penerapan model pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa pada materi usaha dan energi, maka diperoleh kesimpulan yaitu:

1. Penerapan model pembelajaran fisika berbasis proyek secara umum dapat meningkatkan pemahaman konsep usaha dan energi siswa SMA dengan kategori sedang. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata skor gain yang dinormalisasi <g> untuk pemahaman konsep sebesar 0,33.

2. Profil peningkatan pada setiap indikator pemahaman konsep siswa sebagai impak penerapan model pembelajaran fisika berbasis proyek adalah kemampuan menginterpretasi meningkat dengan kategori sedang, kemampuan mencontohkan meningkat dengan kategori sedang dan kemampuan menjelaskan meningkat dengan kategori rendah.

B. Saran

1. Dalam pelaksanaan penerapan model pembelajaran berbasis proyek ini perlu untuk direkam dengan media seperti video. Baik ketika dalam pembelajaran di kelas maupun dalam pengerjaan proyek yang dilakukan oleh siswa. Hal ini sebagai salah satu bentuk bukti data kualitatif.

2. Observer seharusnya mempelajari terlebih dahulu langkah-langkah pembelajaran sebelum pembelajaran dilakukan agar data observasi akurat.

3. Observer diminta untuk benar-benar memantau seluruh aktivitas siswa. Agar siswa dapat dipastikan mengerjakan langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran berbasis proyek ini dengan baik dan benar.


(32)

60

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Wahyu. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika pada Topik Getaran dan Gelombang. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Ajeyalemi, D. A. (1993). Teacher Strategies Used by Exemplary STS Teachers. What Research Says to The Science Teaching, VII. Washington DC : National Science Teachers Association.

Alamaki, A. (1999). How to Educate Students for a Technological Future: Technology Education in Early Childhood and Primary Education. Annales: Universitatis Turkuensis. [Online]. Tersedia http://www.iteaconnect.org/Conference/PATT/PATT10/Alamaki.pdf [9 Juni 2013].

Anderson, L. W. (2010). Pembelajaran Pengajaran dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arends, Richard, I. (1997), Classroom instruction and management, New York; McGraw-Hill.

Arikunto,S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Barron, et al. (1998). Doing With Understanding:Lessons From Research on Problem and Project-Based Learning. The journal of the learning sciences, 7 (3&4), 271-311.

Barrows, H. S & Tamblyn, R. M.,(1980), Problem based learning : an approach to medical education, New York: Springer Publishing Company, Inc.

Billett, S. 1996, Toward a Model of Workplace Learning : The Learning Curriculum. Studies in Continuing Education, 18 (1), 43-58.

Blumenfeld, et al. (1991). Motivating project-based learning: sustaining the doing, supporting the learning. Educational Psychologist, 26(3&4), 369-398.

Brotosiswoyo, B. S. (2000) Kiat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi, Jakarta:Depdiknas.

Brown, J. S., Collin, A., & Duguid, P., (1988). Situated Cognition and The Culture of Learning. Educational Research, 18(1), 32-42.


(33)

61

Cord. (2001). Contextual Learning Resource. [Online]. Tersedia: http://www.cord.org/lev2.cfm/65. [3 April 2013].

Costa, A.L. (1985), Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking, Alexandria: ASCD.Dodrige, M. (1999). Generic skill reqirements for engineers in the 21st century, ASEE/IEEE Frontiers in Education Conference, Puerto Rico: San Juan.

Darliana. (2008). Kompetensi Ilmiah dan Kelemahan Pendidikan Sains. [Online]. Tersedia:http://www.indricidjie.wordpress.com. [9 Juni 2013].

Depdiknas, (2003). Kurikulum 2004 : standar kompetensi, mata pelajaran Fisika, Sekolah menengah atas dan madrasah aliyah, Jakarta : Depdiknas.

Driver, R & Leach, J. (1993). Constructing Scientific Knowledge in the Classroom. . [Online]. Tersedia: http://www.edr.sagepub.com. [9 Juni 2013].

Fraenkel, J. R & Wallen, N. M. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Educational Series.

Gipps, C. (1994). What We Know about Effective Primary Teaching. Dalam Jill Bourne (Ed.). Thinking Through Primary Practice. London: The Open University.

Hung & Wong. (2000). Evaluationary Munte Carlo: Model Sampling and Change Point Problem. Singapura: The National University. 317-338.

Johnson. (1989). Making Cooperative Learning Work. [Online]. Tersedia:

tandfonline.com. [9 Juni 2013].

Jonassen, D. H. (1991). Objectivism versus Contructivism : Do We Need a New

Philosophical Paradigm? Educational Technology Research and

Development, 39(3), 5-14.

Karim, S. dkk. (1998). Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar untuk Kelas VII Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Liliasari, dkk. (2000). Pengembangan model pembelajaran materi subyek untuk meningkatkan keterampilan berpikir konseptual tingkat tinggi mahasiswa calon guru IPA (studipengembangan berpikir kritis), Penelitian. HB Dikti. Margo, M. C. (1997). Science and Technology, Manila. The Book Media Press.


(34)

62

Martin, M. et.al. (2000). TIMSS 1999. International science report. Boston: Boston University.

Marzuki. (2011). Program Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Generic Sains Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Mayer, R. E. (1992). Cognition and Instruction : Their Historic Meeting Within Educational Psychology. Journal of Educational Psychology, 84(4) 405-412. Mergendoller, J. R & Thomas, J. W. (2000). Managing Project Based Learning :

Principles from The Field. Novato, CA : Buck Institute for Education.

Moore, D. (1999). Toward a Theory of Work-Based Learning. IEE Brief, 23 (January) [Online]. Tersedia: http://www.oaisd.org. [9 Juni 2013].

Moursund, et.al. (1997). Project Based Leraning Vs Traditional Instruction in the Fouth Grade Science Curiculum.

National Science Education Standards. (1996). [Online]. Tersedia:

http://www.nap.edu/catalog/4962.html. [9 Juni 2013].

Nickerson, R. S. (1985), The Teaching of Thinking, New Jersey: Lawrence Erbaum Associate Publishers.

Oakey, J. (1998). My PBL Odyssey. [Online].

Tersedia:http://www.bobpearlman.org. [9 Juni 2013].

Rutherford, F.J & Ahlgren, A. (1990). Science for all Americans. New York: Oxford University Press.

Santyasa, Wayan. (2009). Pengembangan Pemahaman Konsep dan kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa Sma dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi Kelompok. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha. Tidak diterbitkan.

Scardamalia. (1999). Collective Cognitive Responsibility for the Advancement of Knowledge. [Online]. Tersedia: http:// books.google.co.id. [9 Juni 2013]. Simons. (1996). Overview of Problem Based Learning: Defenitions and

Distinction. [Online]. Tersedia:http://www.docs.lib.purdue.edu. [9 Juni 2013].


(35)

63

Suma, K. (2003). Pembekalan Kemampuan-kemampuan fisika bagi calon guru melalui mata kuliah fisika dasar, Disertasi. Bandung: PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Suwarna, I. P. (2005). Model Pembelajaran Listrik Dinamis untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Berpikir Kreatif Siswa SMP. Tesis, Bandung: PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Thiagarajan, S. et.al. (1974). Instructional developement for training teachers of exceptional children. A Source Book. Blomington; central for innovation on teaching the handicapped.

Tools & Resources. (1999). Back Institute for Education. Washington: Creative commons atttibution.

Trilling, B & Hood, P. (1999) Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age, 1-26.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Waras, K. (2001). Pembelajaran Berbasis Proyek: Suatu Pendekatan Inovatif Pendidikan Teknologi dan Kejurusan.Vol II, 1-26. [9 Juni 2013].

Wilson, B. (1995). Project Based Learning: Aninstructional Model and its Constructivisit framework. [Online]. Tersedia: http://uw.calvepublishing.net. [9 Juni 2013].


(1)

berbasis proyek. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah data tersebut adalah dengan:

 Menghitung jumlah jawaban “ya” dan “tidak” yang observer isi pada format observasi keterlaksanaan pembelajaran

 Melakukan perhitungan persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan persamaan berikut:

observer menjawab ya atau tidak

% Keterlaksanaan Model = 100%

observer seluruhnya 

Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model pembelajaran berbasis proyek pada pelajaran fisika yang dilakukan oleh guru, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.8. (Koswara, 2010).

Tabel 3.8. Kriteria Keterlaksanaan Model

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana

50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana

b. Pengolahan Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Data mengenai aktivitas siswa merupakan data yang diperoleh dari observasi. Data tersebut dianalisis dengan menghitung persentase dengan cara yang sama dengan yang digunakan untuk menganalisis data hasil observasi kegiatan guru. Kriteria penilaian keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA swasta di Bandung terhadap kelas XI IPA 2, dalam penerapan model pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa pada materi usaha dan energi, maka diperoleh kesimpulan yaitu:

1. Penerapan model pembelajaran fisika berbasis proyek secara umum dapat meningkatkan pemahaman konsep usaha dan energi siswa SMA dengan kategori sedang. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata skor gain yang dinormalisasi <g> untuk pemahaman konsep sebesar 0,33.

2. Profil peningkatan pada setiap indikator pemahaman konsep siswa sebagai impak penerapan model pembelajaran fisika berbasis proyek adalah kemampuan menginterpretasi meningkat dengan kategori sedang, kemampuan mencontohkan meningkat dengan kategori sedang dan kemampuan menjelaskan meningkat dengan kategori rendah.

B. Saran

1. Dalam pelaksanaan penerapan model pembelajaran berbasis proyek ini perlu untuk direkam dengan media seperti video. Baik ketika dalam pembelajaran di kelas maupun dalam pengerjaan proyek yang dilakukan oleh siswa. Hal ini sebagai salah satu bentuk bukti data kualitatif.

2. Observer seharusnya mempelajari terlebih dahulu langkah-langkah pembelajaran sebelum pembelajaran dilakukan agar data observasi akurat.

3. Observer diminta untuk benar-benar memantau seluruh aktivitas siswa. Agar siswa dapat dipastikan mengerjakan langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran berbasis proyek ini dengan baik dan benar.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Wahyu. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika pada Topik Getaran dan Gelombang. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Ajeyalemi, D. A. (1993). Teacher Strategies Used by Exemplary STS Teachers. What Research Says to The Science Teaching, VII. Washington DC : National Science Teachers Association.

Alamaki, A. (1999). How to Educate Students for a Technological Future: Technology Education in Early Childhood and Primary Education. Annales: Universitatis Turkuensis. [Online]. Tersedia http://www.iteaconnect.org/Conference/PATT/PATT10/Alamaki.pdf [9 Juni 2013].

Anderson, L. W. (2010). Pembelajaran Pengajaran dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arends, Richard, I. (1997), Classroom instruction and management, New York; McGraw-Hill.

Arikunto,S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Barron, et al. (1998). Doing With Understanding:Lessons From Research on Problem and Project-Based Learning. The journal of the learning sciences, 7 (3&4), 271-311.

Barrows, H. S & Tamblyn, R. M.,(1980), Problem based learning : an approach to medical education, New York: Springer Publishing Company, Inc.

Billett, S. 1996, Toward a Model of Workplace Learning : The Learning Curriculum. Studies in Continuing Education, 18 (1), 43-58.

Blumenfeld, et al. (1991). Motivating project-based learning: sustaining the doing, supporting the learning. Educational Psychologist, 26(3&4), 369-398.

Brotosiswoyo, B. S. (2000) Kiat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi, Jakarta:Depdiknas.

Brown, J. S., Collin, A., & Duguid, P., (1988). Situated Cognition and The Culture of Learning. Educational Research, 18(1), 32-42.


(4)

Cord. (2001). Contextual Learning Resource. [Online]. Tersedia: http://www.cord.org/lev2.cfm/65. [3 April 2013].

Costa, A.L. (1985), Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking, Alexandria: ASCD.Dodrige, M. (1999). Generic skill reqirements for engineers in the 21st century, ASEE/IEEE Frontiers in Education Conference, Puerto Rico: San Juan.

Darliana. (2008). Kompetensi Ilmiah dan Kelemahan Pendidikan Sains. [Online]. Tersedia:http://www.indricidjie.wordpress.com. [9 Juni 2013].

Depdiknas, (2003). Kurikulum 2004 : standar kompetensi, mata pelajaran Fisika, Sekolah menengah atas dan madrasah aliyah, Jakarta : Depdiknas.

Driver, R & Leach, J. (1993). Constructing Scientific Knowledge in the

Classroom. . [Online]. Tersedia: http://www.edr.sagepub.com. [9 Juni

2013].

Fraenkel, J. R & Wallen, N. M. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Educational Series.

Gipps, C. (1994). What We Know about Effective Primary Teaching. Dalam Jill Bourne (Ed.). Thinking Through Primary Practice. London: The Open University.

Hung & Wong. (2000). Evaluationary Munte Carlo: Model Sampling and Change Point Problem. Singapura: The National University. 317-338.

Johnson. (1989). Making Cooperative Learning Work. [Online]. Tersedia: tandfonline.com. [9 Juni 2013].

Jonassen, D. H. (1991). Objectivism versus Contructivism : Do We Need a New

Philosophical Paradigm? Educational Technology Research and

Development, 39(3), 5-14.

Karim, S. dkk. (1998). Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar untuk Kelas VII Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Liliasari, dkk. (2000). Pengembangan model pembelajaran materi subyek untuk meningkatkan keterampilan berpikir konseptual tingkat tinggi mahasiswa calon guru IPA (studipengembangan berpikir kritis), Penelitian. HB Dikti. Margo, M. C. (1997). Science and Technology, Manila. The Book Media Press.


(5)

Martin, M. et.al. (2000). TIMSS 1999. International science report. Boston: Boston University.

Marzuki. (2011). Program Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Generic Sains Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Mayer, R. E. (1992). Cognition and Instruction : Their Historic Meeting Within Educational Psychology. Journal of Educational Psychology, 84(4) 405-412. Mergendoller, J. R & Thomas, J. W. (2000). Managing Project Based Learning :

Principles from The Field. Novato, CA : Buck Institute for Education.

Moore, D. (1999). Toward a Theory of Work-Based Learning. IEE Brief, 23 (January) [Online]. Tersedia: http://www.oaisd.org. [9 Juni 2013].

Moursund, et.al. (1997). Project Based Leraning Vs Traditional Instruction in the Fouth Grade Science Curiculum.

National Science Education Standards. (1996). [Online]. Tersedia:

http://www.nap.edu/catalog/4962.html. [9 Juni 2013].

Nickerson, R. S. (1985), The Teaching of Thinking, New Jersey: Lawrence Erbaum Associate Publishers.

Oakey, J. (1998). My PBL Odyssey. [Online].

Tersedia:http://www.bobpearlman.org. [9 Juni 2013].

Rutherford, F.J & Ahlgren, A. (1990). Science for all Americans. New York: Oxford University Press.

Santyasa, Wayan. (2009). Pengembangan Pemahaman Konsep dan kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa Sma dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi Kelompok. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha. Tidak diterbitkan.

Scardamalia. (1999). Collective Cognitive Responsibility for the Advancement of Knowledge. [Online]. Tersedia: http:// books.google.co.id. [9 Juni 2013]. Simons. (1996). Overview of Problem Based Learning: Defenitions and

Distinction. [Online]. Tersedia:http://www.docs.lib.purdue.edu. [9 Juni 2013].


(6)

Suma, K. (2003). Pembekalan Kemampuan-kemampuan fisika bagi calon guru melalui mata kuliah fisika dasar, Disertasi. Bandung: PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Suwarna, I. P. (2005). Model Pembelajaran Listrik Dinamis untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Berpikir Kreatif Siswa SMP. Tesis, Bandung: PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Thiagarajan, S. et.al. (1974). Instructional developement for training teachers of exceptional children. A Source Book. Blomington; central for innovation on teaching the handicapped.

Tools & Resources. (1999). Back Institute for Education. Washington: Creative commons atttibution.

Trilling, B & Hood, P. (1999) Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age, 1-26.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Waras, K. (2001). Pembelajaran Berbasis Proyek: Suatu Pendekatan Inovatif Pendidikan Teknologi dan Kejurusan.Vol II, 1-26. [9 Juni 2013].

Wilson, B. (1995). Project Based Learning: Aninstructional Model and its

Constructivisit framework. [Online]. Tersedia: http://uw.calvepublishing.net.