PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMA.
PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Fisika
oleh :
ROSA SUSANTI (0605518)
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI
INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN
KONSEP FISIKA SISWA SMA
Oleh Rosa Susanti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Rosa Susanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
(4)
I
Rosa Susanti, 2013
Penerapan Pendekatan Demonstrasi Interaktif Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika
PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMA
Rosa Susanti NIM. 0605518
Pembimbing I : Drs. Harun Imansyah, M.Ed. Pembimbing II : Ahmad Aminudin, S.Si., M.Si.
Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA - UPI
ABSTRAK
Proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan standar proses tentunya akan berdampak terhadap peningkatan pemahaman konsep yang baik. Namun berdasarkan temuan di lapangan, proses pembelajaran yang berlangsung masih terpusat pada guru dan kurang melibatkan siswa secara aktif. Hal ini setidaknya akan berdampak pada tingkat pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan. Pembelajaran dengan inquiry, dalam hal ini penerapan pendekatan demonstrasi interaktif, dapat dijadikan solusi dari permasalahan tersebut karena pembelajaran didesain dengan mengutamakan keterlibatan siswa secara aktif dalam sebuah proses berfikir. Melalui penelitian ini disajikan informasi mengenai penerapan pendekatan demonstrasi interaktif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran fisika SMA. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, secara umum pemahaman konsep fisika siswa meningkat dengan kriteria peningkatan sedang dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0,32.
Selain itu, penelitian ini juga menyajikan peningkatan tiga aspek pemahaman konsep pada setiap pertemuannya, yaitu translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi. Pada pertemuan ke-1, masing-masing aspek pemahaman konsep memberikan hasil 0,25 dengan kriteria rendah, 0,75 dengan kriteria tinggi, dan 0,50 dengan kriteria sedang. Pada pertemuan ke-2, masing-masing aspek pemahaman konsep memberikan hasil 1,00 dengan kriteria tinggi, 1,00 dengan kriteria tinggi, dan 0,25 dengan kriteria rendah. Sedangkan pada pertemuan ke-3, masing-masing aspek pemahaman konsep memberikan hasil 0,00 dengan kriteria rendah, 0,88 dengan kriteria tinggi, dan 0,50 dengan kriteria sedang. Secara umum, pendekatan demonstrasi interaktif mampu meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa dengan kriteria peningkatan sedang.
(5)
I
Rosa Susanti, 2013
Penerapan Pendekatan Demonstrasi Interaktif Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika
THE USE OF INTERACTIVE DEMONSTRATION APPROACH TO IMPROVE MASTERY LEVEL OF PHYSICS CONCEPTS OF HIGH
SCHOOL STUDENTS
Rosa Susanti NIM. 0605518
Adviser I : Drs. Harun Imansyah, M.Ed. Adviser II : Ahmad Aminudin, S.Si., M.Si.
Department of Physics Education, Faculty of Mathematics and Science Education, Indonesian University of Education
ABSRACT
Based on standard process, the learning process certainly will impact the level of
students’ material mastery. However, in fact the learning process still focuses on
teacher centered and it less focus on student centered. Unengaged students in learning process will affect the level of students’ mastery toward the concept of material being taught. Inquiry learning namely the implementation of interactive demonstration approach can be used as a solution for this issue because the learning process designed mainly focuses on students’ engagement in thinking process. This research presents some information related to the implication of
interactive demonstration approach in increasing the students’ mastery level of
physics concept of high school students. Based on the research conducted, generally the physic concept mastery of students increased by 0.32 within the middle criteria level. Besides that, this research also shows the improvement of three concept mastery aspects in each meeting such as translation, interpretation, and extrapolation. In the first meeting, each concept mastery aspects gain 0.25 within low criteria level, 0.75 within high criteria level, and 0.50 within middle criteria level. In the second meeting, each concept mastery aspects gain 1.00 within low criteria level, 1.00 within high criteria level, and 0.25 within middle criteria level. While in the third meeting, each concept mastery aspects gain 0.00 within low criteria level, 0.88 within high criteria level, and 0.50 within middle criteria level. Generally, interactive demonstration approach is able to improve the
students’ mastery level of physics concept of high school students within middle criteria level.
(6)
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Variabel Penelitian ... 5
F. Definisi Operasional ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
A. Inquiry Learning ... 7
B. Pengertian Demonstrasi Interaktif ... 8
C. Aspek-aspek penting dalam Pelaksanaan Demonstrasi Interaktif ... 8
D. Proses Penerapan Demonstrasi Interaktif ... 10
(7)
v
F. Pemahaman Konsep ... 13
G. Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19
A. Jenis dan Desain Penelitian ... 19
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20
C. Teknik Pengumpulan Data ... 21
D. Teknik Analisis Instrumen Penelitian ... 22
E. Teknik Pengolahan Data ... 26
F. Prosedur Penelitian ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Pelaksanaan Penelitian ... 30
B. Analisis Keterlaksaan Pembelajaran ... 32
C. Analisis Peningkatan Pemahaman Konsep ... 35
D. Analisis Setiap Aspek Pemahaman Konsep ... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses (BSNP, 2007), dikatakan bahwa:
“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
Proses pembelajaran seperti tuntutan di atas berlaku untuk semua bidang pelajaran, khususnya dalam pembelajaran sains. Pembelajaran sains merupakan salah satu bidang dengan banyak komponen, yang hasilnya akan optimal jika dalam pelaksanaannya merujuk pada tuntutan proses pembelajaran seperti uraian di atas.
Berdasarkan studi pendahuluan melalui metode observasi dan wawancara yang dilakukan pada saat Program Latihan Profesi (PLP) di salah satu SMA di Kota Bandung, ditemukan bahwa:
1. Metode yang digunakan oleh guru pada saat pembelajaran adalah ceramah dan tanya jawab. Akan tetapi ketika melakukan tanya jawab, siswa merespon pertanyaan guru secara tidak tepat dan ketika giliran mereka yang disuruh bertanya, mereka malah diam. Sehingga guru lebih banyak menggunakan metode ceramah. Guru memberikan contoh-contoh soal untuk dikerjakan siswa setelah penjelasan materi, tapi tetap saja guru yang mengerjakan beserta rumus jadinya.
2. Menurut guru di sekolah tersebut, dampak dari kurangnya aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran salah satunya adalah kurangya pemahaman
(9)
2
konsep siswa. Hal ini terjadi karena siswa kadang tidak mau bertanya apabila ada materi yang kurang dimengerti.
3. Pada saat guru menerangkan suatu materi pembelajaran terkadang siswa kurang memperhatikan karena guru terlalu cepat dalam menjelaskan materi dan kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Karena guru kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, maka terlihat kurangnya aktifitas siswa dalam pembelajaran.
4. Dari hasil wawancara dengan guru di sekolah tersebut, didapatkan fakta bahwa nilai pencapaian hasil belajarnya rata-rata siswa adalah 51,56, nilai ini masih di bawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70,00.
Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, ditemukan bahwa sebagian besar proses pembelajaran di kelas masih berorientasi pada guru dan bersifat transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran seperti ini kurang melibatkan siswa sehingga menyebabkan kurangnya interaksi antara siswa dengan guru, dan pada akhirnya membuat aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran juga kurang optimal. Keadaan seperti ini bertolak belakang dengan tuntutan standar proses yang mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran harus ada interaksi antara guru dengan peserta didik dan harus memberikan motivasi kepada siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang kreatif dan mandiri. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa. Rendahnya pemahaman konsep siswa dapat dilihat dari hasil uji coba soal mengenai pemahaman konsep yang hasilnya ternyata masih di bawah nilai KKM sekolah tersebut.
Metode yang diterapkan guru pada pembelajaran di sekolah tersebut memang memiliki kekurangan dan juga kelebihan, untuk melengkapi metode tersebut dibutuhkan pendekatan yang sesuai dengan tuntutan Standar Proses. Pendekatan yang digunakan harus memfasilitasi siswa untuk memahami konsep yang sedang dijelaskan, oleh sebab itu diperlukan pendekatan yang dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.
(10)
3
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dipandang mampu membentuk pemahaman konsep fisika siswa adalah dengan pendekatan inquiry. Inquiri merupakan suatu kegiatan siswa dalam proses pembelajaran dimana mereka dibimbing untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang konsep sains. Menurut Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (2008), inquiry merupakan salah satu pendekatan yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran IPA. Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Carl J. Wenning (2005) yang berjudul Levels of Inquiry: Hierarchies of Pedagogical Practices and Inquiry Processes, terdapat beberapa hierarki dalam pendekatan inkuiri, yakni Discovery Learning, Interactive Demonstration, Inquiry Lesson, Inquiry Lab, dan Hypothetical Inquiry. Secara umum, semua hierarki pendekatan inkuiri diatas mampu meningkatkan pemahaman konsep, tetapi tidak semuanya sesuai dengan kondisi di lapangan. Pendekatan inkuiri yang paling sesuai dengan siswa pada tingkat menengah atau SMA adalah Discovery Learning dan Interactive Demonstration. Kedua pendekatan ini tidak terlalu membutuhkan intelektualitas dan analisa siswa yang tinggi, serta guru masih memiliki kontrol untuk membimbing siswa pada saat kegiatan pembelajaran. Pendekatan inquiry yang dianggap paling cocok untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan pada sekolah ini adalah pendekatan demonstrasi interaktif (interactive demonstration), karena pendekatan demonstrasi interaktif tidak hanya menyajikan sebuah peragaan/demonstrasi, tetapi guru berinteraksi aktif untuk meminta prediksi siswa, menghadirkan respon-respon siswa, mengumpulkan penjelasan lebih lanjut, dan membantu siswa untuk mencari kesimpulan dari fakta-fakta dasar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai Penerapan Pendekatan Demonstrasi
(11)
4
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana peningkatan pemahaman konsep fisika siswa setelah diterapkannya pendekatan demonstrasi interaktif dalam pembelajaran?”.
Agar rumusan tersebut dapat lebih terarah maka dirumuskan dalam bentuk petanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep fisika siswa setelah diterapkannya pendekatan demonstrasi interaktif?
2. Bagaimana peningkatan setiap aspek pemahaman konsep fisika siswa pada setiap pertemuan setelah diterapkannya pendekatan demonstrasi interaktif?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pemahaman konsep yang dimaksud adalah peningkatan pemahaman konsep pada aspek translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi, berdasarkan skor yang diperoleh pada hasil pre-test dan post-test.
2. Pendekatan demonstrasi interaktif pada pembelajaran sains yang berorientasi kepada inquiry untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa SMA.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan batasan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan pemahaman konsep fisika siswa setelah diterapkannya pendekatan demonstrasi interaktif?
2. Mengetahui peningkatan setiap aspek pemahaman konsep fisika siswa pada setiap pertemuan setelah diterapkannya pendekatan demonstrasi interaktif?
(12)
5
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas, yaitu pendekatan demonstrasi interaktif 2. Variabel terikat, yaitu pemahaman konsep
F. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan dalam definisi oprasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka definisi oprasional dari varibel penelitian yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut:
1. Demonstrasi Interaktif merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang diperkenalkan oleh Carl J. Wenning berbasis pada inquiry dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. pelaksanaan demonstrasi, b. mengajukan pertanyaan,
c. memunculkan tanggapan siswa, d. meminta penjelasan lebih lanjut, dan e. menarik kesimpulan.
Pada pelaksanaanya, guru dan siswa dituntut untuk melakukan peragaan. Lalu guru berperan untuk menanyakan dan meningkatkan prediksi siswa, menghadirkan respon-respon, mengumpulkan penjelasan lebih lanjut, dan membantu siswa untuk mencari kesimpulan dari fakta-fakta dasar. Keterlaksanaan pendekatan demonstrasi interaktif dalam penelitian ini ditentukan dengan lembar observasi keterlaksaan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan presentasi keterlaksanaan dalam pembelajaran.
2. Pemahaman konsep dalam penelitian ini meliputi tiga aspek seperti yang dikemukakan oleh Bloom et al. (1981), yaitu translasi (kemampuan menerjemahkan), interpretasi (kemampuan menafsirkan), dan ekstrapolasi (kemampuan meramalkan). Adapun peningkatan pemahaman konsep yang dimaksud adalah peningkatan kuantitas presentase pemahaman konsep siswa setelah diterapkannya pendekatan demonstrasi interaktif berdasarkan hasil pre-test dan post-test yang
(13)
6
kemudian dianalisis nilai gain ternormalisasinya. Nilai gain ternormalisasi <g> yaitu perbandingan gain rata-rata aktual dengan gain rata-rata maksimum yang diinterpretasikan menurut Hake (2001).
(14)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Pada penelitian ini, jenis yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental) yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja yang dinamakan kelompok eksperimen tanpa ada kelompok pembanding atau kelompok kontrol (Arikunto, 2006).
Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre test-post test design, yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja yang dipilih secara random dan tidak dilakukan tes kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan. Desain penelitian one group pre test and post test design ini diukur dengan menggunakan pre test yang dilakukan sebelum diberi perlakuan dan post test yang dilakukan setelah diberi perlakuan untuk setiap seri pembelajaran.
Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat. Untuk menghilangkan bias dari hasil penelitian, maka pre test dan post test akan dilakukan pada setiap seri pembelajaran.
Skema one group pre test-post test design ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Skema one group pre test-post test design
T1 : Tes awal (Pre Test) dilakukan sebelum diberikan perlakuan
X : Perlakuan (Treatment) diberikan kepada siswa dengan menggunakan pendekatan Demonstrasi Interaktif
T2 : Tes akhir (Post Test) dilakukan setelah diberikan perlakuan
Pre Test Treatment Post Test
(15)
20
Karena penelitian ini akan dilaksanakan dalam tiga seri pembelajaran. Setiap seri pembelajaran, sebelum dilakukan treatment diawali dengan pre test dan setelah pembelajaran dilakukan post test, maka skemanya ditunjukkan sebagai berikut :
Tabel 3.2 Skema one group pre test-post test time series design
Pre Test Treatment Post Test T1. T2.T3 X T4 .T5.T6
T1 : Tes awal (Pre Test) pada pembelajaran seri 1 yang dilakukan sebelum
diberikan perlakuan
T2 : Tes awal (Pre Test) pada pembelajaran seri 2 yang dilakukan sebelum
diberikan perlakuan
T3 : Tes awal (Pre Test) pada pembelajaran seri 3 yang dilakukan sebelum
diberikan perlakuan
X : Perlakuan (Treatment) diberikan kepada siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Demonstrasi Interaktif
T4 : Tes akhir (Post Test) pada pembelajaran seri 1 yang dilakukan setelah
diberikan perlakuan.
T5 : Tes akhir (Post Test) pada pembelajaran seri 2 yang dilakukan setelah
diberikan perlakuan.
T6 : Tes akhir (Post Test) pada pembelajaran seri 3 yang dilakukan setelah
diberikan perlakuan.
Pengaruh perlakuan adalah rata-rata selisih pre test dan post test dari kedua seri pembelajaran.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung, waktu pelaksanaan dimulai pada semester 2 tahun ajaran 2012/2013. Sedangkan yang menjadi sampel penelitian ini adalah satu kelas dari keseluruhan populasi yang dipilih secara purposive random
(16)
21
sampling yaitu teknik penetuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang dimaksud adalah kelas yang dijadikan sampel penelitian dianggap dapat mewakili populasi mengingat kelas yang digunakan merupakan kelas dengan program keahlian yang dipilih sekitar 80% siswa di SMA tersebut.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
1. Data Kuantitatif
Data kuantitatif yang diperoleh dari penelitian ini adalah skor tes siswa dan respon siswa. Skor tes diperoleh melalui metode tes dengan menggunakan instrumen soal tes, instrumen ini diukur dengan menggunakan pre-test dan post-test. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrumen tes adalah sebagai berikut :
a. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Fisika SMA kelas X semester 2, materi pokok Listrik Dinamis.
b. Menulis soal tes berdasarkan kisi-kisi dan membuat kunci jawaban. c. Mengkonsultasikan soal-soal instrumen dan melakukan revisi kepada
dosen pembimbing sebagai perbaikan awal.
d. Meminta pertimbangan (judgement) kepada dua orang dosen dan satu orang guru bidang studi fisika terhadap instrumen penelitian, kemudian melakukan revisi soal berdasarkan bahan pertimbangan tersebut.
e. Melakukan uji instrumen di salah satu kelas di sekolah yang menjadi populasi dalam subjek penelitian berlangsung namun pada kelas yang lebih tinggi dibanding dengan kelas penelitian dengan alasan kelas yang lebih tinggi telah mengalami pembelajaran dengan materi pokok yang akan digunakan dalam penelitian.
(17)
22
f. Menganalisis hasil uji instrumen yang meliputi uji validitas butir soal, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan reliabilitas instrumen, kemudian melakukan revisi ulang melalui konsultasi dengan dosen pembimbing.
2. Data Kualitatif
Data kualitatif dalam penelitian ini adalah aktivitas guru selama proses pembelajaran melalui metode observasi dengan instrumen pengumpul data berupa lembar observasi keterlaksaan pendekatan demonstrasi interaktif. Lembar observasi digunakan untuk mengukur aktivitas yang terjadi dalam proses pembelajaran. Format lembar observasi berbentuk tabel yang berisi pernyataan mengenai tahapan-tahapan pembelajaran dan kolom checklist yang akan diisi oleh observer dengan
pilihan “Ya” dan “Tidak”.
D. Teknik Analisis Instrumen Penelitian
Setelah dibuat instrumen berupa tes, maka diadakan uji coba instrumen, tujuannya untuk melihat validitas dan reliabilitas instrumen sehingga ketika instrumen itu diberikan pada kelas eksperimen, instrumen tersebut telah valid dan reliabel.
1. Analisis Validitas Instrumen
Validitas tes merupakan ukuran yang menyatakan kesahihan suatu instrumen sehingga mampu mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2001). Uji validitas tes yang digunakan adalah uji validitas isi (Content Validity) dan uji validitas yang dihubungkan dengan kriteria (criteria related validity). Untuk mengetahui uji validitas isi tes, dilakukan judgement terhadap butir-butir soal yang dilakukan oleh dua orang dosen dan satu orang guru bidang studi fisika.
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dengan demikian, untuk mengetahui validitas yang
(18)
23
dihubungkan dengan kriteria digunakan uji statistik, yakni teknik korelasi Pearson Product Moment, yaitu :
2 2
2
2
Y Y N X X N Y X XY N rxy
(Arikunto, 2006) Keterangan : rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, duavariabel yang dikorelasikan. X = skor tiap butir soal.
Y = skor total tiap butir soal. N = jumlah siswa.
Berikut ini tabel interpretasi validitas :
Tabel 3.3 Interpretasi Validitas Koefisien Korelasi Kriteria validitas
0,80 < r 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < r 0,80 Tinggi 0,40 < r 0,60 Cukup 0,20 < r 0,40 Rendah 0,00 < r 0,20 Sangat rendah (Arikunto, 2006)
2. Analisis reliabilitas instrumen
Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode belah dua (split-half method) atas-bawah karena instrumen yang digunakan berupa soal pilihan ganda. Reliabilitas tes dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
(19)
24
r11 =
) 1 ( 2 2 1 2 1 2 1 2 1 r r (Arikunto, 2006)
Keterangan : r11 = reliabilitas instrumen
r 2 1 2
1 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes dengan r11 yaitu reliabilitas instrumen, r
2 1 2
1 yaitu korelasi antara skor-skor setiap belahan tes. Adapun tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen yang diperoleh digunakan Tabel 3.4 berikut :
Tabel 3.4 Interpretasi Reliabilitas
(Arikunto, 2006)
3. Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal
Tingkat kesukaran suatu butir soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut. Tingkat kesukaran dihitung dengan menggunakan perumusan :
TK = N
N Nt r
X 100 %
(Arikunto, 2006) Keterangan : TK = Tingkat Kesukaran atau Taraf Kemudahan
Nt = Jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok
tinggi
Koefisien Korelasi Kriteria reliabilitas 0,81 r 1,00 Sangat Tinggi 0,61 r 0,80 Tinggi
0,41 r 0,60 Cukup
0,21 r 0,40 Rendah 0,00 r 0,20 Sangat Rendah
(20)
25
Nr = Jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok
rendah
N = Jumlah siswa pada kelompok tinggi ditambah jumlah siswa pada kelompok rendah
Adapun tolak ukur untuk menginterpretasikan tingkat kesukaran butir soal yang diperoleh digunakan Tabel 3.5 berikut :
Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Indeks Tingkat kesukaran
Kriteria Tingkat Kesukaran
0 sampai 15% Sangat sukar, sebaiknya dibuang
6 % - 30 % Sukar
31 % - 70 % Sedang
71 % - 85 % Mudah
85 % - 100 % Sangat mudah, sebaiknya dibuang (Arikunto, 2006)
4. Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu butir soal untuk membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang kemampuanya rendah. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda soal uraian sama dengan soal pilihan ganda yaitu :
B B A A
J B J B
DP
(Arikunto, 2006) Keterangan :
DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
BA = Banyaknya kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar BB = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar JA = Banyaknya peserta kelompok atas
(21)
26
JB= Banyaknya peserta kelompok bawah
Setelah indeks daya pembeda diketahui, maka harga tersebut diinterpretasikan pada kriteria daya pembeda sebagai berikut :
Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda
Indeks Daya Pembeda
Kriteria Daya Pembeda
Negatif Sangat buruk, harus dibuang 0,00 – 0,20 Buruk (poor), sebaiknya dibuang 0,20 – 0,40 Sedang (satisfactory)
0,40 – 0,70 Baik (good)
0,70 – 1,00 Baik sekali (excellent) (Arikunto, 2006)
E. Teknik Pengolahan Data
1. Data Skor Tes
Data yang diperoleh untuk mengukur pemahaman konsep siswa yang diperoleh dari tes awal sebelum pembelajaran dan tes akhir setelah semua pembelajaran dilaksanakan. Hasil-hasil tes pemahaman konsep, akan dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
a. Menentukan Skor
Pemberian skor dari tes diagnostik miskonsepsi ini ditentukan berdasarkan metode Rights Only, yaitu jawaban benar diberi skor satu dan jawaban salah diberi skor nol (tidak memperoleh skor). Skor yang diperoleh setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang benar.
(22)
27
Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus (Arikunto, 2009) sebagai berikut :
Keterangan : S = Skor siswa
∑R = Jumlah jawaban siswa yang benar b. Perhitungan Skor Gain dan Gain yang Dinormalisasi
Skor gain (gain aktual) diperoleh dari selisih skor tes awal dan tes akhir. Perbedaan skor tes awal dan tes akhir ini diasumsikan sebagai efek dari treatment (Panggabean, 1996). Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai gain adalah:
f i
GS S
Keterangan : G = gain Sf = skor tes
Si = skor tes akhir
Keunggulan/tingkat efektivitas pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam meningkatkan penguasaan konsep, akan ditinjau dari perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (normalized gain) yang diperoleh dari penggunaannya. Untuk perhitungan nilai gain yang dinormalisasi dan pengklasifikasiannya akan digunakan persamaan yang dirumuskan oleh R. R. Hake sebagai berikut : (R. R. Hake, 1998)
g % G / % Gmaks. = ( % Sf - % Si ) / (100 - % Si )
disini : g adalah rata-rata gain yang dinormalisasi dari kedua pendekatan pembelajaran yang merupakan rasio dari gain aktual G terhadap gain maksimum yang mungkin terjadi Gmaks, sedangkan Sf
dan Si merupakan rata-rata kelas dari tes akhir dan tes awal. Tinggi
rendahnya gain yang dinormalisasi diklasifikasikan seperti pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Nilai gain dan klasifikasinya
Gain Klasifikasi
(23)
28
0,7 > g 0,3 Sedang g < 0,3 Rendah
(R. R. Hake, 1998) 2. Observasi
Data hasil observasi diperoleh dari lembar observasi aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran. Observasi aktivitas guru dan siswa ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa. Format observasi ini berbentuk rating scale dan
membuat kolom “ya”, atau “tidak”, observasi ini dilakukan untuk
mengukur keterlaksanaan penerapan pendekatan demonstrasi interaktif.
Adapun tahapan analisis data hasil observasi keterlaksanaan adalah sebagai berikut:
a. Menjumlahkan keterlaksanaan indikator yang terdapat pada lembar observasi yang telah diamati oleh observer.
b. Menghitung persentase keterlaksanaannya dengan menggunakan rumus:
100%
Skor Hasil Observasi Persentase
Skor Total
Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model inkuiri yang dilakukan oleh guru, dapat diinterpretasikan pada tabel berikut:
Tabel 3.8 Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Persentase (%) Kategori
0,00 - 24,90 Sangat Kurang
25,00 - 37,50 Kurang
37,60 - 62,50 Sedang
62,60 - 87,50 Baik
87,60 - 100,00 Sangat Baik
(24)
29
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dirangkum dalam alur penelitian sebagai berikut:
Hasil Observasi
Uji coba/judgement instrument dan Revisi Telaah kurikulum
Studi literatur
Masalah
Penyusunan pendekatan Penyusunan instrumen
Analisis Data
Pembahasan Tes Awal
Penerapan Model
Observasi pembelajaran
Tes Akhir
(25)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengolahan dan analisis data penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA di kota Bandung kelas XI semester genap tahun 2012-2013, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Setelah diterapkan pendekatan demonstrasi interaktif, pemahaman konsep fisika siswa meningkat dengan kriteria peningkatan sedang yang diindikasikan oleh nilai gain ternormalisasi sebesar 0,32 dengan kategori sedang. Adapun peningkatan ketiga kemampuan pemahaman konsep menurut Bloom et al. (1981) yaitu translasi (kemampuan menerjemahkan) dengan gain ternormalisasi sebesar 0,53 dengan kategori sedang, interpretasi (kemampuan menafsirkan) dengan gain ternormalisasi sebesar 0,33 dengan kategori sedang, dan ekstrapolasi (kemampuan meramalkan) dengan gain ternormalisasi sebesar 0,32 dengan kategori sedang.
2. Dengan penerapan pendekatan demonstrasi interaktif dapat meningkatkan setiap aspek pemahaman konsep fisika siswa pada setiap pertemuan. Peningkatan setiap aspek pemahaman konsep fisika siswa ditunjukan dengan rata-rata gain ternormalisasi dari hasil soal pre-test dan post-test yaitu:
a. Pertemuan ke-1 aspek translasi memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,25 yang berkategori rendah, aspek interpretasi mamiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,75 yang berkategori tinggi, dan aspek ekstrapolasi memilki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,50 yang berkategori sedang.
b. Pertemuan ke-2 aspek translasi memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 1,00 yang berkategori tinggi, aspek interpretasi juga memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 1,00 yang berkategori
(26)
50
tinggi, sedangkan aspek ekstrapolasi memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,25 yang berkategori rendah.
c. Pertemuan ke-3 aspek yang didapatkan hanya aspek interpretasi yang memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,88 yang berkategori tinggi, sedangkan aspek ekstrapolasi memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,50 yang berkategori sedang.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut diajukan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya.
1. Banyak komponen ketercapaian pembelajaran yang dapat diukur dari proses belajar melalui kegiatan demonstrasi interaktif selain pemahaman konsep siswa, antara lain aktivitas siswa dan minat belajar siswa. Komponen tersebut dapat dijadikan variable yang diukur dalam pembelajaran melalui demonstrasi interaktif.
2. Perlu adanya pengukuran tentang aktivitas siswa dengan melakukan pengukuran secara kualitatif.
(27)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian – Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Menteri Pendidikan Nasional no. 41 tahun 2007 [Online]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/8754386/Permen-Standar-Proses-No-41 (10 Oktober 2010)
Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Direktorat Tenaga Kependidikan (2008). Strategi Pembelajaran MIPA. Jakarta :
Depdiknas.
Echols. John M. 2007. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gross, Jerod L. (2002). Seeing is believing: Classroom Demonstrations as Scientific Inquiry. Illinois: Illinois State University.
Hake, Richard. R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanic with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization [On line] Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002h-Hake.pdf [14 Juni 2010]
Ismail, Z., Idros, S.N.S., Samsudin, Ali. (2007). Kaedah Mengajar Sains. Kuala Lumpur: PTS Profesional Publishing.
(28)
52
O’Brien. (1997). How to use Demonstrasi Interaktif. [Online]. Tersedia: http://serc.carleton.edu/introgeo/demonstrations/how.html (25 Maret 2010)
Olson, Steve & Loucks, Susan (2000). Inquiry and the National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning.[Online]. Tersedia:http://www.kbs.msu.edu/images/stories/docs/K12/KBSinsiders/ 12-37.pdf.
Hasanah, Siti. (2010). Penerapan Metode Interactive Demonstration Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung.Tidak Diterbitkan
Wenning, J.Carl. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. [Online]. Tersedia: www.dlsu.edu.ph/offices/asist/documents/Levels_of_Inquiry.pdf (23 Maret 2010)
(1)
Rosa Susanti, 2013
Penerapan Pendekatan Demonstrasi Interaktif Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMA
0,7 > g 0,3 Sedang g < 0,3 Rendah
(R. R. Hake, 1998) 2. Observasi
Data hasil observasi diperoleh dari lembar observasi aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran. Observasi aktivitas guru dan siswa ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa. Format observasi ini berbentuk rating scale dan membuat kolom “ya”, atau “tidak”, observasi ini dilakukan untuk mengukur keterlaksanaan penerapan pendekatan demonstrasi interaktif.
Adapun tahapan analisis data hasil observasi keterlaksanaan adalah sebagai berikut:
a. Menjumlahkan keterlaksanaan indikator yang terdapat pada lembar observasi yang telah diamati oleh observer.
b. Menghitung persentase keterlaksanaannya dengan menggunakan rumus:
100% Skor Hasil Observasi
Persentase
Skor Total
Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model inkuiri yang dilakukan oleh guru, dapat diinterpretasikan pada tabel berikut:
Tabel 3.8 Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Persentase (%) Kategori
0,00 - 24,90 Sangat Kurang
25,00 - 37,50 Kurang
37,60 - 62,50 Sedang
62,60 - 87,50 Baik
87,60 - 100,00 Sangat Baik
(2)
29
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dirangkum dalam alur penelitian sebagai berikut: Hasil Observasi
Uji coba/judgement instrument dan Revisi Telaah kurikulum
Studi literatur
Masalah
Penyusunan pendekatan Penyusunan instrumen
Analisis Data
Pembahasan Tes Awal
Penerapan Model Observasi pembelajaran
(3)
49
Rosa Susanti, 2013
Penerapan Pendekatan Demonstrasi Interaktif Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMA
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengolahan dan analisis data penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA di kota Bandung kelas XI semester genap tahun 2012-2013, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Setelah diterapkan pendekatan demonstrasi interaktif, pemahaman konsep fisika siswa meningkat dengan kriteria peningkatan sedang yang diindikasikan oleh nilai gain ternormalisasi sebesar 0,32 dengan kategori sedang. Adapun peningkatan ketiga kemampuan pemahaman konsep menurut Bloom et al. (1981) yaitu translasi (kemampuan menerjemahkan) dengan gain ternormalisasi sebesar 0,53 dengan kategori sedang, interpretasi (kemampuan menafsirkan) dengan gain ternormalisasi sebesar 0,33 dengan kategori sedang, dan ekstrapolasi (kemampuan meramalkan) dengan gain ternormalisasi sebesar 0,32 dengan kategori sedang.
2. Dengan penerapan pendekatan demonstrasi interaktif dapat meningkatkan setiap aspek pemahaman konsep fisika siswa pada setiap pertemuan. Peningkatan setiap aspek pemahaman konsep fisika siswa ditunjukan dengan rata-rata gain ternormalisasi dari hasil soal pre-test dan post-test yaitu:
a. Pertemuan ke-1 aspek translasi memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,25 yang berkategori rendah, aspek interpretasi mamiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,75 yang berkategori tinggi, dan aspek ekstrapolasi memilki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,50 yang berkategori sedang.
b. Pertemuan ke-2 aspek translasi memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 1,00 yang berkategori tinggi, aspek interpretasi juga memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 1,00 yang berkategori
(4)
50
tinggi, sedangkan aspek ekstrapolasi memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,25 yang berkategori rendah.
c. Pertemuan ke-3 aspek yang didapatkan hanya aspek interpretasi yang memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,88 yang berkategori tinggi, sedangkan aspek ekstrapolasi memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,50 yang berkategori sedang.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut diajukan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya.
1. Banyak komponen ketercapaian pembelajaran yang dapat diukur dari proses belajar melalui kegiatan demonstrasi interaktif selain pemahaman konsep siswa, antara lain aktivitas siswa dan minat belajar siswa. Komponen tersebut dapat dijadikan variable yang diukur dalam pembelajaran melalui demonstrasi interaktif.
2. Perlu adanya pengukuran tentang aktivitas siswa dengan melakukan pengukuran secara kualitatif.
(5)
51
Rosa Susanti, 2013
Penerapan Pendekatan Demonstrasi Interaktif Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMA
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian – Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Menteri Pendidikan Nasional no. 41 tahun 2007 [Online]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/8754386/Permen-Standar-Proses-No-41 (10 Oktober 2010)
Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Direktorat Tenaga Kependidikan (2008). Strategi Pembelajaran MIPA. Jakarta :
Depdiknas.
Echols. John M. 2007. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gross, Jerod L. (2002). Seeing is believing: Classroom Demonstrations as Scientific Inquiry. Illinois: Illinois State University.
Hake, Richard. R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanic with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization [On line] Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002h-Hake.pdf [14 Juni 2010]
Ismail, Z., Idros, S.N.S., Samsudin, Ali. (2007). Kaedah Mengajar Sains. Kuala Lumpur: PTS Profesional Publishing.
(6)
52
O’Brien. (1997). How to use Demonstrasi Interaktif. [Online]. Tersedia: http://serc.carleton.edu/introgeo/demonstrations/how.html (25 Maret 2010)
Olson, Steve & Loucks, Susan (2000). Inquiry and the National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning.[Online]. Tersedia:http://www.kbs.msu.edu/images/stories/docs/K12/KBSinsiders/ 12-37.pdf.
Hasanah, Siti. (2010). Penerapan Metode Interactive Demonstration Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung.Tidak Diterbitkan
Wenning, J.Carl. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices
and inquiry processes. [Online]. Tersedia:
www.dlsu.edu.ph/offices/asist/documents/Levels_of_Inquiry.pdf (23 Maret 2010)