Ekoleksikon Kebambuan Guyub Tutur Bahasa Bali di Penglipuran, Bangli.
TESIS
EKOLEKSIKON KEBAMBUAN GUYUB TUTUR
BAHASA BALI DI PENGLIPURAN,
BANGLI
NI KADEK DESIANI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
TESIS
EKOLEKSIKON KEBAMBUAN GUYUB TUTUR
BAHASA BALI DI PENGLIPURAN,
BANGLI
NI KADEK DESIANI NIM 1490161037
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(3)
EKOLEKSIKON KEBAMBUAN GUYUB TUTUR
BAHASA BALI DI PENGLIPURAN,
BANGLI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Linguistik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI KADEK DESIANI NIM 1490161037
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(4)
iv
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 22 Agustus 2016
Panitia Penguji Tesis
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 4452/UN14.4/HK/2016, Tanggal 22 Agustus 2016
Ketua : Prof. Dr. Aron Meko Mbete Anggota :
1. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. 2. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum. 3. Dr. Drs. I Putu Sutama, M.S.
4. Dr. I Made Netra, M.Hum.
(5)
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini: nama : Ni Kadek Desiani
NIM : 1490161037
program studi : Magister Linguistik, Konsentrasi Linguistik Murni judul tesis : Ekoleksikon Kebambuan Guyub Tutur Bahasa Bali di
Penglipuran, Bangli
Dengan ini, menyatakan bahwa karya ilmiah/tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas Republik Indonesia No. 17 tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 22 Agustus 2016
(6)
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-Nya sehingga tesis dengan judul “Ekoleksikon Kebambuan Guyub Tutur Bahasa Bali Di Penglipuran, Bangli” dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tesis ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memeroleh gelar magister pada Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana, Universitas Udayana. Upaya dan usaha yang penulis lakukan dalam menyelesaikan semua proses studi tidak terlepas dari dukungan semua pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusya kepada semua yang telah berjasa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada yang berikut.
Prof. Dr. Aron Meko Mbete, guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, selaku dosen pembimbing I yang telah dengan sabar, tekun, dan kritis dalam mengarahkan, memberikan motivasi, bimbingan, serta masukan kepada penulis selama proses penyusunan proposal sampai pada penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang setulus-tulusnya juga penulis ucapkan kepada Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. selaku dosen pembimbing II yang juga telah memberikan banyak bimbingan, masukan, perbaikan, dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan tepat waktu;
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD.KEMD. selaku Rektor Universitas Udayana dan Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu pada Program Magister Pascasarjana Universitas Udayana. Tanpa izin dan kerja sama beliau semua, penulis tidak akan mampu menyelesaikan program magister dengan baik dan tepat waktu;
Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A. dan Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Linguistik Universitas Udayana yang telah memberikan arahan dan petunjuk kepada penulis.
(7)
vii
Selama proses penyusunan proposal sampai pada penulisan tesis, beliau memberikan perbaikan secara langsung baik sebagai pimpinan program studi dan sebagai dosesn dalam kegiatan belajar mengajar;
Para penguji tesis yaitu, Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum., Dr. I Putu Sutama, M.S., dan Dr. I Made Netra, M.Hum. yang telah memberikan kritikan, masukan, saran, dan koreksi dalam proses perbaikan proposal dan tesis. Semua masukan yang diberikan tersebut sangat membantu penulis untuk menyempurnakan tesis sehingga dapat tersususn secara sistematis ;
Bapak dan ibu dosen staf pengajar di Program Magister Linguistik Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu sebagai bekal pengetahuan untuk dapat menunjang pengerjaan tesis dan memeroleh gelar magister di bidang linguistik. Selain itu, semua pengetahuan dan arahan yang telah diberikan akan penulis terapkan untuk diri sendiri dan lingkungan sebagai bentuk pengabdian seutuhnya kepada masyarakat;
Ibu Dr. Ir. Pande Ketut Diah Kencana, M.S. sebagai pihak dari Puslit Bambu LPPM Universitas Udayana dan Bapak Ida Bagus Ketut Arinasa sebagai Peneliti Madya Bidang Botani di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali-LIPI yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data mengenai bambu. Dalam proses penelitian, beliau mengarahkan untuk menemukan informasi spesies bambu yang sukar untuk dideskripsikan, menunjukkan lokasi spesies bambu yang lebih luas, serta memberikan buku referensi yang sesuai dengan topik dalam tesis.
Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) atau Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebagai pihak yang telah memberikan beasiswa tesis dalam negeri. Biaya ini secara khusus diberikan untuk membiayai tesis yang penulis kerjakan. Semua tahap yang dilalui dibantu dengan dana yang telah penulis gunakan secara maksimal sehingga pengerjaan tesis dapat berjalan dengan lancar. Para staf akademik, yaitu Bapak I Ketut Ebuh, S.Sos., Bapak I Nyoman Sadra, S.S., Ibu I Gusti Ayu Putu Supadmini, dan Ibu Nyoman Adi Triani, S.E. yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan masalah administrasi. Selain itu, peneliti juga dibantu oleh Ibu Sumerti dan Ibu Sukartini sebagai petugas
(8)
viii
perpustakaan. Beliau selalu ramah dalam membantu penulis mencari buku-buku yang dibutuhkan dalam proses perkuliahan dan penyusunan tesis;
Teman-teman angkatan 2014 Program Magister Linguistik yang selalu berbagi suka duka, memberikan motivasi, dan arahan selama perkuliahan. Tidak hanya itu, kami juga saling membantu untuk memberikan informasi dan dukungan agar tetap semangat dalam menyelesaikan tesis. Begitu juga kepada Gek Wulan, kakak tingkat sekaligus teman yang lebih dulu menyelesaikan tesis dalam kajian ekolinguistik sehingga saran dan arahan dalam proses penulisan yang diberikan sangat bermanfaat bagi penulis. Selain itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih juga kepada Beli Guna yang selalu bersedia membantu ketika penulis bertanya segala hal tentang bahasa Bali;
Almarhum Aiptu I Nyoman Suarna sebagai seorang ayah. Walaupun beliau telah mendahului kami, kehadirannya selalu penulis rasakan. Prinsip kerja keras, kedisiplinan, dan semangat untuk tidak pernah putus asa yang diberikan dalam menjalani kehidupan selalu penulis gunakan sebagai pedoman dan motivasi. Begitu pun kepada ibu Jumirah,S.Pd. sebagai seorang ibu yang selalu mendampingi dan dengan sabar mendengarkan keluh kesah penulis, memberi dukungan material dan nonmaterial, serta selalu setia mendoakan penulis selama proses studi. Pelda (Pur) I Wayan Silo sebagai ayah yang saat ini mendampingi keluarga dan I Putu Purwo Prayogo, S. ST. Par. sebagai kakak kandung yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis baik dalam keadaan suka maupun duka. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada I Made Dwi Putra Janu Prakasa, S.Pd. sebagai kekasih yang selalu setia dan sabar dalam memberikan dukungan, semangat, dan bimbingan. Ni Ketut Suarni sebagai bibi yang juga selalu memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis. Tidak lupa juga kepada seluruh keluarga besar di Jawa dan di Bali yang selalu mendukung, memberi perhatian, dan kasih sayang kepada penulis;
Bapak I Wayan Supat selaku kelian adat dan kelian banjar di Desa Penglipuran, Bapak I Wayan Liwat selaku kepala lingkungan Desa Penglipuran, Ni Wayan Nomi selaku Ketua PKK Desa Penglipuran, Bapak I Wayan Lanus sebagai informan inti, serta Ni Nengah Erayanti yang telah membantu penulis
(9)
ix
dalam proses pengumpulan data, serta seluruh informan wawancara yang senantiasa selalu membantu, memberikan izin, arahan, motivasi, dan informasi dalam proses pencarian dan pengumpulan data;
Berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi. Semoga Tuhan senantiasa memberkati kita.
Denpasar, 22 Agustus 2016
Penulis,
(10)
x ABSTRAK
EKOLEKSIKON KEBAMBUAN GUYUB TUTUR BAHASA BALI DI PENGLIPURAN, BANGLI
Hubungan ekologi kebambuan dengan guyub tutur Penglipuran menghasilkan kajian ekolinguistik kebambuan. Lingkungan tersebut memengaruhi pengetahuan kebahasaan dan konsep yang dimiliki guyub tutur yang dapat menggambarkan realitas lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Penelitian ini mengungkap teori ekolinguistik yang mengkaji aspek leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan. Data dikumpulkan melalui pengamatan, wawancara, kuesioner, dan data kamus. Data diklasifikasikan sesuai dengan kelompoknya, yaitu leksikon yang termasuk dalam biotik, abiotik, dan pengelompokkan berdasarkan kategori/kelas kata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori leksikon yang diperoleh berupa kategori nomina, verba, dan adjektiva, kemudian ungkapan metaforis dan mitos kebambuan yang ditemukan adalah bentuk tuturan yang digunakan dalam keseharian guyub tutur. Analisis mengenai pengetahuan guyub tutur terhadap ketiga hal yang dikaji dimulai dengan pengelompokan leksikon dan pembahasan mengenai persentase pengetahuan yang dilengkapi dengan deskripsi.
Terdapat leksikon nomina, verba dan adjektiva yang dibagi menjadi sepuluh kelompok leksikon yang berasal dari 224 leksikon. Kelompok leksikon nomina terdiri atas leksikon bagian tanaman bambu (17 leksikon), leksikon jenis atau spesies bambu (16 leksikon), leksikon binatang atau hewan di sekitar tanaman bambu (19 leksikon), dan leksikon tumbuhan di sekitar tanaman bambu (19 leksikon) yang merupakan kelompok leksikon biotik. Kemudian, terdapat leksikon nomina kerajinan bambu (8 leksikon), leksikon manfaat bambu bagi lingkungan rumah (38 leksikon), leksikon manfaat bambu dalam upacara agama Hindu (23 leksikon), dan leksikon alat pemotong dan pengolah bambu (8 leksikon) yang merupakan leksikon abiotik. Selanjutnya terdapat leksikon verba kebambuan (38 leksikon), dan leksikon adjektiva kebambuan (38 leksikon). Selain lesikon tersebut, ditemukan tiga ungkapan metaforis dan empat mitos kebambuan.
Berdasarkan kebertahanan dan penyusutan pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur, ditemukan persentase penyusutan pengetahuan sebanyak +11% dan ditemukan pula faktor-faktor yang memengaruhi keadaan tersebut. Faktor kebertahanan yang ditemukan adalah kondisi lingkungan alam, kesetiaan bahasa, bambu sebagai sumber penghidupan guyub tutur, perilaku konservatif guyub tutur, pengguaan alat dan perlengkapan yang terbuat dari bambu dan keberadaan mitos kebambuan. Di sisi lain, penyusutan pengetahuan diakibatkan oleh perubahan lingkungan alam, kurangnya proses transfer bahasa dari generasi tua ke generasi muda, penggunaan bahasa lain, kehidupan sosial, dan keikutsertaan guyub tutur.
(11)
xi ABSTRACT
BAMBOO’S ECOLEXICON OF BALINESE COMMUNITY
IN PENGLIPURAN, BANGLI
The relation between bamboo ecology and the community in Penglipuran deliver a study of bamboo ecoliguistics. That environment influent the language knowledge and the community concept that describe the reality of the natural environment and social environment. The research reveals ecolinguistics theory which examines aspects of lexicons, metaphor and myths. Data collected through observation, interviews, questionnaires, and dictionary. Data are classified according to the group, which is included in the lexicon of biotic, abiotic, and grouping by category or class of words.
The result of this study showed that there are some lexicon categories, those are noun, verb, and adjective, then the metaphor and the myth are the form of story that found in daily conversation. The analysis of Balinese community knowledge on those three components is begun with the lexicon grouping and explanation of knowledge percentage that couple with the description.
There are lexicons of nouns, verbs, and adjectives which are divided into ten groups of lexicon from 224 bamboo lexicons. The groups of nouns are the lexicon of bamboo‟s part (17 lexicons), the lexicon of bamboo‟s species (16 lexicons), lexicons related to animals around the bamboo plant (19 lexicons), and the lexicons related to plants around the bamboo plant (19 lexicons) which are the groups of biotic lexicons. Then, the lexicon of bamboo‟s handicraft (8 lexicons), the lexicon related to the bamboo‟s utilization in the community house (38 lexicons), the lexicon related to the bamboo‟s utilization for Hindu ceremony (23 lexicon), and the lexicon of cutting and processing tools (8 lexicons) which are the groups of abiotic lexicons. Furthermore, there are lexicon of verbs (38 lexicons), and lexicons of adjectives (38 lexicons). Besides, there are three metaphors and four myths that related to bamboo found in Balinese community.
Base on the survival and the reduction knowledge of the lexicons, metaphor, and the myth of bamboo, there is +11% reduction of knowledge and there are also some influencing factors that can be divided into the survival and the reduction factors. The survival factors are the nature condition, language loyalty, bamboo as the source of livelihood, conservative behavior, the using of tools and equipment made from bamboo, and the existence of bamboo myth. Besides, the reduction factors are caused by the change in natural environment, the lack of language transfer process from older generation to the younger generation, the use of other language, the social life, and the participation of language community.
(12)
xii DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMAKASIH ... vi
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR BAGAN DAN DIAGRAM ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Umum ... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.4.1 Manfaat Teoretis ... 8
1.4.2 Manfaat Praktis ... 9
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN ... 12
2.1 Kajian Pustaka ... 12
2.2 Konsep ... 23
2.2.1 Kebambuan ... 23
2.2.2 Leksikon dan Pengetahuan Leksikon ... 26
2.2.3 Ungkapan Metaforis ... 27
2.2.4 Mitos ... 29
2.2.5 Bahasa Bali dan Guyub Tutur Penglipuran, Bangli ... 30
2.2.6 Kebertahanan Bahasa dan Pemertahanan Bahasa ... 32
2.3 Landasan Teori ... 34
2.3.1 Ekolinguistik ... 34
2.3.2 Semantik Leksikal ... 41
2.3.3 Linguistik Kebudayaan ... 48
(13)
xiii
BAB III METODE PENELITIAN ... 52
3.1 Rancangan Penelitian ... 52
3.2 Lokasi Penelitian ... 53
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 54
3.3.1 Jenis Data ... 54
3.3.1 Sumber Data ... 55
3.4 Instrumen Penelitian ... 57
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 60
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ... 61
3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 64
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA PENGLIPURAN DAN SATUAN-SATUAN LINGUAL EKOLEKSIKON KEBAMBUAN BAHASA BALI ... 66
4.1 Kabupaten Bangli dan Desa Penglipuran ... 66
4.2 Sejarah Desa Penglipuran ... 69
4.3 Topografi dan Demografi Desa Penglipuran ... 70
4.4 Uraian Singkat tentang Bahasa Bali dalam Ekoleksikon Kebambuan ... 73
4.4.1 Ruas-ruas Fonetis Konsonan dan Vokal Bahasa Bali ... 74
4.4.1.1 Ruas-ruas Fonetis Konsonan Bahasa Bali ... 74
4.4.1.2 Ruas-ruas Fonetis Vokal Bahasa Bali ... 80
4.4.2 Gugus Fonem ... 83
4.4.3 Pola Persukuan Bahasa Bali ... 84
4.4.4 Morfologi Ekoleksikon Kebambuan Bahasa Bali ... 85
4.4.4.1 Pengimbuhan ... 86
4.4.4.2 Pengulangan ... 87
4.4.5 Klasifikasi Leksikon Kebambuan (Bentuk dan Kategori) ... 87
4.4.5.1 Bentuk Leksikon ... 88
4.4.5.2 Kategori Leksikon ... 92
BAB V TINGKAT PENGETAHUAN, KEBERTAHANAN, DAN PENYUSUTAN LEKSIKON, UNGKAPAN METAFORIS, DAN MITOS KEBAMBUAN GUYUB TUTUR BAHASA BALI DI PENGLIPURAN, BANGLI, ... 102
5.1 Tingkat Pengetahuan, Kebertahanan, dan Penyusutan Leksikon Kebambuan Guyub Tutur Bahasa Bali di Penglipuran ... 102
5.1.1 Pengetahuan tentang Leksikon Bagian Tanaman Bambu ... 107
5.1.2 Pengetahuan tentang Leksikon Jenis/Spesies Bambu ... 124
5.1.3 Pengetahuan tentang Leksikon Binatang/Hewan di Sekitar Tanaman Bambu ... 144
5.1.4 Pengetahuan tentang Leksikon Tumbuhan di Sekitar Tanaman Bambu . 162 5.1.5 Pengetahuan tentang Leksikon Hasil Kerajianan Bambu ... 181
5.1.6 Pengetahuan tentang Leksikon Kebambuan yang Berhubungan dengan Lingkungan Rumah ... 190
(14)
xiv
5.1.7 Pengetahuan tentang Leksikon Kebambuan yang Berhubungan dengan
Hal-hal dalam Upacara Adat/Agama Hindu ... 220
5.1.8 Pengetahuan tentang Leksikon Alat Pemotong dan Pengolah Bambu .... 240
5.1.9 Pengetahuan tentang Leksikon Verba Kebambuan ... 248
5.1.10 Pengetahuan tentang Leksikon Adjektiva Kebambuan ... 256
5.1.11 Pengetahuan tentang Ungkapan Metaforis Kebambuan ... 260
5.1.12 Pengetahuan tentang Mitos Kebambuan ... 264
BAB VI FAKTOR-FAKTOR KEBERTAHANAN DAN PENYUSUTAN TINGKAT PENGETAHUAN LEKSIKON, UNGKAPAN METAFORIS, DAN MITOS KEBAMBUAN ... 273
6.1 Faktor Kebertahanan Pengetahuan Leksikon, Ungkapan Metaforis, dan Mitos Kebambuan Guyub Tutur Bahasa Bali di Penglipuran ... 274
6.2 Faktor Penyusutan Pengetahuan Leksikon, Ungkapan Metaforis, dan Mitos Kebambuan Guyub Tutur Bahasa Bali di Penglipuran ... 281
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 288
7.1 Simpulan ... 288
7.2 Saran ... 290
(15)
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kriteria Nilai Kompetensi ... 59
Tabel 4.1 Ruas-ruas Fonetis Konsonan Bahasa Bali ... 75
Tabel 4.2 Distribusi Ruas-ruas Fonetis Konsonan Bahasa Bali pada Leksikon Kebambuan ... 75
Tabel 4.3 Ruas-ruas Fonetis Vokal Bahasa Bali ... 80
Tabel 4.4 Distribusi Ruas-ruas Fonetis Vokal Bahasa Bali pada Leksikon Kebambuan ... 81
Tabel 4.5 Leksikon Kebambuan yang Merupakan Bentuk Tunggal ... 88
Tabel 4.6 Leksikon Kebambuan yang Merupakan Kata Ulang ... 91
Tabel 4.8 Khazanah Leksikon Nomina Bernyawa di Lingkungan Kebambuan Penglipuran ... 93
Tabel 4.9 Khazanah Leksikon Nomina Tak Bernyawa di Lingkungan Kebambuan Penglipuran ... 94
Tabel 4.10 Khazanah Leksikon Kebambuan Berkategori Verba ... 96
Tabel 4.11 Leksikon Verba Kebambuan yang Berasal dari Perpindahan Kategori 97
Tabel 4.12 Khazanah Leksikon Kebambuan Berkategori Adjektiva Bertaraf ... 99
Tabel 5.1. Data Pengetahuan Leksikon Bagian Tanaman Bambu ... 109
Tabel 5.2 Data Pengetahuan Leksikon Jenis/Spesies Bambu ... 125
Tabel 5.3 Data Pengetahuan Leksikon Binatang/Hewan di sekitar Tanaman Bambu ... 145
Tabel 5.4 Data Pengetahuan Leksikon Tumbuhan di sekitar Tanaman Bambu .... 163
Tabel 5.5 Data Pengetahuan Leksikon Hasil Kerajinan Bambu ... 183
Tabel 5.6 Data Pengetahuan Leksikon Kebambuan yang Berhubungan dengan Lingkungan Rumah ... 192
Tabel 5.7 Data Pengetahuan Leksikon Kebambuan yang Bermanfaat bagi Upacara Adat/Agama Hindu ... 222
Tabel 5.8 Data Pengetahuan Leksikon Alat Pemotong dan Pengolah Bambu ... 242
Tabel 5.9 Deskripsi Verba Kebambuan ... 248
Tabel 5.10 Data Pengetahuan Leksikon Verba Kebambuan ... 251
Tabel 5.11 Deskripsi Adjektiva Kebambuan ... 256
Tabel 5.12 Data Pengetahuan Leksikon Ajektiva Kebambuan ... 258
Tabel 5.13 Data Pengetahuan Mengenai Ungkapan Metaforis Kebambuan ... 261
(16)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Denah Bangunan dalam Lingkungan Rumah Desa Penglipuran ... 72
Gambar 5.1 akah ... 111
Gambar 5.2 bongkol ... 112
Gambar 5.3 embung ... 112
Gambar 5.4 punyan tiing ... 113
Gambar 5.5 buku ... 114
Gambar 5.6 socan tiing ... 114
Gambar 5.7 klupak ... 115
Gambar 5.8 medang ... 116
Gambar 5.9 ancang ... 116
Gambar 5.10 don ... 117
Gambar 5.11 dodongan ... 118
Gambar 5.12 tundun tiing ... 119
Gambar 5.13 basang tiing ... 119
Gambar 5.14 suèt ... 120
Gambar 5.15 tutul ... 121
Gambar 5.16 laudan ... 122
Gambar 5.17 muncuk ... 122
Gambar 5.18 tiing tali ... 127
Gambar 5.19 tiing buluh ... 128
Gambar 5.20 tiing jajang aya ... 129
Gambar 5.21 tiing tamlang ... 130
Gambar 5.22 tiing jajang batu ... 131
Gambar 5.23 tiing jajang papah ... 132
Gambar 5.24 tiing jajang bali ... 133
Gambar 5.25 tiing tali suèt ... 134
Gambar 5.26 tiing jajang abu ... 135
Gambar 5.27 tiing jajang taluh ... 136
Gambar 5.28 tiing jajang panteg ... 137
Gambar 5.29 tiing selem ... 138
Gambar 5.30 tiing gading ... 139
Gambar 5.31 tiing petung ... 140
Gambar 5.32 tiing ampèl ... 141
Gambar 5.33 tiing tutul ... 142
Gambar 5.34 a lingseh ... 143
Gambar 5.35 sèlongan ... 147
Gambar 5.36 samblung ... 148
Gambar 5.37 kèkèr ... 149
Gambar 5.38 kedis kukur ... 150
Gambar 5.39 kedis cerukcuk ... 150
Gambar 5.40 kedis tii-tii ... 151
Gambar 5.41 celepuk ... 152
(17)
xvii
Gambar 5.43 lelawah ... 153
Gambar 5.44 lipi gadang ... 154
Gambar 5.45 lipi saab ... 154
Gambar 5.46 sumangah ... 155
Gambar 5.47 semut api ... 156
Gambar 5.48 sidem ... 157
Gambar 5.49 lasan ... 157
Gambar 5.50 sengèrèt ... 158
Gambar 5.51 kupu-kupu ... 159
Gambar 5.52 balang kèkèk ... 159
Gambar 5.53 nyungah ... 160
Gambar 5.54 jaka ... 165
Gambar 5.55 sénté ... 166
Gambar 5.56 uyah-uyah ... 167
Gambar 5.57 kula-kula ... 167
Gambar 5.58 beleng ... 168
Gambar 5.59 dinding ai ... 169
Gambar 5.60 embotan sampi ... 170
Gambar 5.61 embotan gamongan ... 171
Gambar 5.62 paku jukut ... 172
Gambar 5.63 paku kedis ... 172
Gambar 5.64 gadung ... 173
Gambar 5.65 tawa-tawa ... 174
Gambar 5.66 padang kawet bulu ... 175
Gambar 5.67 sasak kuning ... 175
Gambar 5.68 mubu ... 176
Gambar 5.69 oong tiing ... 177
Gambar 5.70 oong bulan ... 177
Gambar 5.71 oong dalu ... 178
Gambar 5.72 oong crukcuk ... 179
Gambar 5.73 tapel ... 185
Gambar 5.74 bokor bunga ... 186
Gambar 5.75 kapar ... 186
Gambar 5.76 konjèn ... 187
Gambar 5.77 keroncongan ... 188
Gambar 5.78 asbak... 188
Gambar 5.79 kembal/katung ... 189
Gambar 5.80 sokasi baléan ... 189
Gambar 5.81 tali tutus ... 196
Gambar 5.82 sepit ... 197
Gambar 5.83 semprong ... 198
Gambar 5.84 sinduk ... 198
Gambar 5.85 penumpengan ... 199
Gambar 5.86 ngiu ... 200
Gambar 5.87 bodag ... 200
(18)
xviii
Gambar 5.89 srèmèg ... 202
Gambar 5.90 bumbung ... 202
Gambar 5.91 cèkèl ... 203
Gambar 5.92 bonjor ... 204
Gambar 5.93 keranjang ... 204
Gambar 5.94 guungan ... 205
Gambar 5.95 lengatan ... 206
Gambar 5.96 ambèn ... 206
Gambar 5.97 bedèg ... 207
Gambar 5.98 umah siap ... 207
Gambar 5.99 raab/gentèng ... 208
Gambar 5.100 juan ... 208
Gambar 5.101 jan ... 209
Gambar 5.102 ancat ... 210
Gambar 5.103 penyemuhan ... 210
Gambar 5.104 saang ... 211
Gambar 5.105 katung ... 211
Gambar 5.106 capil ... 212
Gambar 5.107 paguan ... 212
Gambar 5.108 pengancan ... 213
Gambar 5.109 kulkul ... 214
Gambar 5.110 jolagan/ dolagan ... 214
Gambar 5.111 tongos lulu ... 215
Gambar 5.112 ngaad ... 216
Gambar 5.113 bedil-bedilan ... 216
Gambar 5.114 bangol ... 217
Gambar 5.115 gandèk ... 218
Gambar 5.116 tulup ... 218
Gambar 5.117 jukut embung ... 219
Gambar 5.118 layangan ... 219
Gambar 5.119 lumpian ... 224
Gambar 5.120 katik saté ... 225
Gambar 5.121 semat ... 225
Gambar 5.122 kelatkat ... 226
Gambar 5.123 kelatkat sudamala ... 226
Gambar 5.124 tiing pènjor ... 227
Gambar 5.125 sanggah cucuk ... 228
Gambar 5.126 sanggah pènjor ... 228
Gambar 5.127 kulkul caru ... 229
Gambar 5.128 tulud ... 230
Gambar 5.129 dangsil ... 230
Gambar 5.130 sanan ... 231
Gambar 5.131 taring ... 232
Gambar 5.132 keplug-keplugan ... 232
Gambar 5.133 sanggar tawang ... 233
(19)
xix
Gambar 5.135 jengkuung ... 235
Gambar 5.136 sanggaran ... 235
Gambar 5.137 asagan ... 236
Gambar 5.138 calung ... 237
Gambar 5.139 oncor ... 237
Gambar 5.140 sokasi ... 238
Gambar 5.141 wakul ... 239
Gambar 5.142 blakas ... 243
Gambar 5.143 tiuk ... 243
Gambar 5.144 dapak ... 244
Gambar 5.145 regaji ... 244
Gambar 5.146 pengutik ... 245
Gambar 5.147 arit ... 246
Gambar 5.148 paet ... 246
(20)
xx
DAFTAR BAGAN DAN DIAGRAM
Bagan
2.1 Model Penelitian ... 50
Bagan 5.1 Relasi Meronimi Leksikon Bagian Tanaman Bambu ... 123
Bagan 5.2 Relasi Hiponimi Leksikon Jenis Bambu ... 143
Bagan 5.3 Relasi Hiponimi Leksikon Binatang/Hewan di Sekitar Tanaman Bambu ... 161
Bagan 5.4 Relasi Hiponimi Leksikon Tumbuhan di Sekitar Tanaman Bambu ... 180
Bagan 5.5 Relasi Hiponimi Leksikon sok ... 240
Bagan 5.6 Relasi Hiponimi Leksikon tiuk ... 247
Bagan 5.7 Relasi Hiponimi Leksikon Verba Kebambuan ... 255
Diagram 5.1 Tingkat Pengetahuan Informan ... 105
(21)
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Lokasi Penelitian 2. Narasumber/Informan 3. Instrumen Penelitian
4. Daftar Leksikon, Ungkapan Metaforis, dan Mitos Kebambuan 5. Dokumentasi Penelitian
(22)
xxii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN
Def : definit Dem : demonstratif
N : nomina
{N-} : nasal
V : verba
Adj : adjektiva Konj : konjungsi Prep : preposisi
Ps : penjelas (kata penjelas) Pref : prefiks
Suf : sufiks
LAMBANG
: hubungan langsung
: hubungan timbal balik/ saling berhubungan {...} : morfem
„…‟ : makna
/…/ : fonemis
[…] : fonetis
+ : termasuk/ ditambah
(23)
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk melanjutkan kehidupan yang lebih kompleks. Lebih dari itu bahasa memiliki fungsi sebagai perantara budaya, sosial, nilai, norma, serta ekologis suatu masyarakat (Tulalessy, 2012). Dewasa ini, kajian ilmu bahasa mulai berubah seiring dengan perubahan lingkungan, terlebih lagi isu mengenai lingkungan semakin menarik untuk diperbincangkan. Permasalahan bahasa yang berkaitan dengan lingkungan ini dikaji dalam ilmu ekolinguistik. Secara umum, ekolinguistik didefinisikan sebagai studi tentang interaksi antarbahasa yang ada dengan lingkungannya (Haugen, 1972, dalam Mühlhaüsler, 2001) Ekologi bahasa merupakan bidang linguistik yang membedah makna saling memengaruhi antara bahasa dan lingkungan yang bekerja melalui kognisi, hati, (sikap positif, negatif, tingkat kesetiaan, dan politik) yang terwujud dalam pola interaksi verbal (tuturan dan tulisan) dalam komunikasi antarpenutur. Berdasarkan hal tersebut perlu disadari bahwa bahasa merupakan suatu kekayaan budaya dan kekayaan lingkungan alamnya yang dinyatakan dalam bahasa dan secara khusus dalam leksikon-leksikonnya.
Bahasa dan lingkungan merupakan suatu sistem yang hidup dan berkembang saling berdampingan. Dalam ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai organisme yang hidup secara bersistem dalam suatu lingkungan. Sejalan dengan hal tersebut, bahasa juga dianggap sebagai suatu sistem yang dapat
(24)
2
berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan manusia dan bergeser tanpa henti dari waktu ke waktu (Mbete, 2008). Dalam ilmu bahasa, perubahan tersebut dapat dilihat dari berbagai segi. Salah satu hal sederhana yang dapat menunjukkan adanya perubahan adalah tataran leksikal.
Perubahan yang terjadi dalam bahasa sangat bergantung pada keadaan lingkungan dan guyub tutur yang ingin mempertahankannya. Sebagai sesuatu yang berkembang, bahasa memerlukan lingkungan untuk hidup yaitu masyarakat, keadaan, jangka waktu, serta ekosistem yang senantiasa memakainya sehingga memungkinkan bahasa tersebut tidak terancam, hidup, terpelihara, dan terwariskan. Hubungan antara bahasa dan lingkungan mencetuskan konsep bahasa lingkungan dan lingkungan bahasa (Mbete, 2011). Bahasa lingkungan merupakan bahasa yang menggambarkan lingkungan, sedangkan lingkungan bahasa adalah lingkungan atau tempat bahasa itu hidup, seperti manusia, lingkungan alam, dan lingkungan sosial bahasa. Berbicara mengenai daya hidup bahasa, tiada lain adalah mempermasalahkan sikap, perilaku, dan terutama tingkat kecerdasan bahasa dan budaya generasi penerus sesuai dengan ruang dan lahan fungsionalnya dalam kehidupan. Bahasa yang hidup diharapkan bukan hanya bahasa yang berada pada pikiran atau kognisi, melainkan harus terwujud performansi yang komunikatif, produktif, dan kreatif baik lisan maupun tulisan.
Kenyataan bahwa keberadaan dan perkembangan bahasa yang sangat bergantung pada lingkungannya terjadi dalam bahasa Bali (BB) yang merupakan salah satu bahasa yang terus mengalami perkembangan. Bahasa ini adalah bahasa yang digunakan oleh guyub tutur di Provinsi Bali sebagai bahasa daerah. Sebagai media komunikasi, bahasa Bali digunakan sesuai dengan variasi fungsinya.
(25)
3
Maksudnya adalah dalam fungsinya sebagai alat komuniasi di bidang lingkungan kebambuan yang dibahas dalam penelitian ini. Keberadaan bahasa ini, khususnya yang berhubungan dengan kebambuan, hidup dan berkembang di salah satu daerah di Kabupaten Bangli, yaitu di Desa Penglipuran. Guyub tutur yang kaya akan leksikon yang berhubungan dengan ranah ekologi kebambuan ini tentunya memiliki leksikon-leksikon yang dapat memperkaya kehidupan bahasa tersebut beserta ranah pakainya yang menggambarkan adanya integritas budaya yang berbeda dengan guyub tutur lain di sekitarnya. Akan tetapi, sedikit demi sedikit keadaan tersebut telah mengalami perubahan. Pengetahuan mengenai leksikon kebambuan yang menjadi ciri kekayaan ragawi dan seharusnya terjaga dengan baik saat ini telah banyak dilupakan oleh penuturnya seiring dengan masuknya pengaruh budaya maupun bahasa lain. Kekayaan alam yang menjadi ciri guyub tutur ini memberikan kontribusi besar terhadap keberadaan leksikon kebambuan yang sangat kaya, tetapi perkembangan aspek kehidupan menyebabkan adanya perubahan tersendiri.
Tanaman bambu di daerah Bangli, khususnya di wilayah Desa Penglipuran hidup di suatu daerah perhutanan yang terbagi menjadi daerah milik pemerintah desa dan milik pribadi masyarakat. Tanaman bambu di daerah ini masih lestari dan keberadaannya masih sangat terjaga, begitu juga dengan spesies-spesies bambu yang berada di daerah tersebut. Walaupun keberadaan tanaman bambu masih terjaga, tetapi bukan berarti keadaan ini sama sekali tidak akan dipengaruhi oleh pihak luar. Rusaknya lingkungan hutan bambu tentunya akan memberikan pengaruh negatif terhadap keberadaan flora dan fauna di sekitarnya secara tidak langsung hal tersebut akan berpengaruh pada kekayaan lingkungan dan hal-hal lain yang berhubungan
(26)
4
dengan kebambuan. Menyadari hal tersebut, tanggung jawab untuk mempertahankan kekayaan alam kebambuan pun semakin ditingkatkan karena kekayaan ini merupakan warisan nenek moyang dan guyub tutur Penglipuran masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap keberadaan bambu.
Perkembangan pengetahuan bahasa Bali, khususnya mengenai leksikon-leksikon kebambuan telah mengalami penurunan seiring dengan pengaruh lingkungan dan kalangan generasi muda yang telah jarang menggunakannya. Seiring dengan penurunan pengetahuan tersebut, ditemukan pula leksikon kebambuan yang telah jarang didengar. Hal tersebut juga dapat terjadi karena leksikon kebambuan terbatas digunakan hanya pada komunitas tertentu dan jarang digunakan dalam ranah tulis-menulis. Istilah kebambuan dalam penelitian ini berkaitan dengan pelbagai bagian dan hal-hal tentang bagian dari tumbuhan tersebut, keanekaragaman hayati, keadaan, lingkungan, ungkapan, dan persepsi (ideologi dan mitos) tanaman bambu di kalangan guyub tutur. Semua itu dapat menggambarkan adanya hubungan antara manusia dan lingkungan alam kebambuan.
Berhubungan dengan ruang lingkup kebambuan yang dibahas dalam penelitian ini, asumsi dasar dalam penelitian ini adalah terjadinya gejala penyusutan pengetahuan leksikon kebambuan yang disebabkan oleh perubahan lingkungan fisik dan lingkungan kebahasaan selain oleh kuatnya dominasi bahasa kedua seperti bahasa Indonesia dan bahasa asing. Selain pengetahuan mengenai leksikon, ungkapan-ungkapan yang digunakan sehari-hari seperti ungkapan-ungkapan metaforis hingga mitos-mitos mengenai kebambuan di daerah ini juga diasumsikan telah mengalami penyusutan. Perihal penyusutan dalam hal ini adalah berkurangnya pengetahuan dan penggunaan
(27)
5
ungkapan metaforis serta berkurangnya pengetahuan mengenai mitos kebambuan terutama di kalangan generasi muda. Namun, di luar penyusutan pengetahuan yang diasumsikan, tentunya masih terdapat kebertahanan pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, serta mitos kebambuan karena pada dasarnya masih terdapat banyak tanaman bambu di lingkungan Desa Penglipuran yang masih dimanfaatkan oleh guyub tutur.
Melihat fenomena ini, tentunya generasi tua merasa khawatir akan kebertahanan atau keberlanjutan bahasa dan budaya di kalangan generasi muda. Untuk itu, sangat perlu dilakukan upaya penyadaran bagi setiap elemen masyarakat. Dalam hal ini, guyub tutur Penglipuran agar sedini mungkin melestarikan kekayaan alam berupa flora dan fauna yang ikut memberikan kontribusi positif bagi kelangsungan hidup guyub tutur setempat.
Penelitian ini mengungkap keberadaan leksikon-leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan dalam guyub tutur bahasa Bali dan lingkungan sekitarnya. Melalui perspektif ekolinguistik, penelitian ini mengkaji hubungan timbal balik antara bahasa dan ekologi kebambuan. Penelitian ini juga memiliki batasan pada kategori leksikon seperti nomina, verba, dan adjektiva bahasa Bali. Selain data berupa leksikon, pengetahuan mengenai ungkapan metaforis beserta mitos kebambuan diuraikan untuk menjelaskan bahwa lingkungan kebambuan juga berhubungan baik dengan ranah tutur maupun gaya bicara dan sistem kepercayaan guyub tutur.
Penelitian ekolinguistik kebambuan guyub tutur bahasa Bali merupakan penelitian yang menarik karena belum terdapat penelitian sebelumnya yang secara
(28)
6
khusus membahas objek penelitian ini. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan beberapa penelitian yang disebutkan pada kajin pustaka. Penelitian tersebut adalah penelitian bahasa Bali pada kajian ekolinguistik yang telah dilakukan oleh Rasna (2010) dan Erawati (2013), serta penelitian ekolinguistik lain yang meneliti berbagai ranah, seperti penelitian Adisaputera (2010), Sukhrani (2010), Tulalessy (2012), dan Dafincy Tangkas (2013). Terbatasnya hasil penelitian ekolinguistik dalam guyub tutur bahasa Bali dapat melandasi pernyataan bahwa penelitian ekolinguistik kebambuan masih perlu untuk diteliti sebagai upaya dalam mengembangkan khazanah ekolinguistik yang telah ada. Faktor lain yang juga mendasari pentingnya penelitian ini adalah pembahasan yang berbeda mengenai pengetahuan leksikon dalam bidang ekolinguistik yang dipadukan dengan pembahasan mengenai pengetahuan ungkapan metaforis beserta mitos kebambuan yang juga terdapat pada ranah tutur guyub tuturnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, analisis kuantitatif-kualitatif dalam kajian linguistik makro yaitu ekolinguistik digunakan dalam penelitian ini. Hal itu dilakukan untuk memeroleh fakta sejauh mana tingkat pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, serta mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran, Bangli.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut.
(29)
7
1. Leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan bahasa Bali apa sajakah yang ditemukan di Penglipuran, Bangli?
2. Bagaimanakah tingkat pengetahuan, kebertahanan, dan penyusutan terhadap leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran, Bangli?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi kebertahanan dan penyusutan tingkat pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran, Bangli?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sesuatu yang perlu diperjelas agar arah penelitian dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menginventarisasikan data mengenai perangkat leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan bahasa Bali, khususnya yang digunakan oleh guyub tutur Penglipuran sebagai dokumentasi kebahasaan serta pelestarian terhadap budaya dan bahasa Bali. Selain itu, temuan penting yang diupayakan untuk dicapai adalah pengadaan kamus kecil leksikon kebambuan yang diperuntukkan bagi generasi muda agar leksikon yang berhubungan dengan istilah kebambuan, budaya, dan lingkungan sekitar dapat diakrabi kembali dan dilestarikan dengan baik.
(30)
8
1.3.2 Tujuan Khusus
Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai, yaitu sebagai berikut.
1. Mengetahui leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan bahasa Bali yang ditemukan di Penglipuran, Bangli.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan, kebertahanan, dan penyusutan pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran, Bangli.
3. Menemukan faktor yang melatarbelakangi kebertahanan dan penyusutan pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran, Bangli.
1.4Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan, penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat. Secara garis besar manfaat tersebut terbagi menjadi dua yaitu manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan tentang bahasa lokal, khususnya bahasa Bali serta memberikan sumbangan fakta dan informasi untuk memperkaya pengetahuan, khususnya dalam bidang ekolinguistik (linguistik makro). Hal tersebut dikarenakan penelitian ekolinguistik ini dipadukan dengan teori semantik leksikal yang didasarkan pada bahasa dan lingkungannya berupa kekayaan alamiah lokal yang meliputi leksikon
(31)
9
bahasa, khususnya leksikon kebambuan. Selain itu, pembahasan ini juga diperkaya dengan pemaparan mengenai ungkapan metaforis dan mitos kebambuan yang tentunya dapat menambah pengetahuan dalam bidang bahasa dan sosial budaya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dalam penelitian ini ada beberapa manfaat praktis yang dapat diperoleh yaitu sebagai berikut.
1. Secara praktis, penelitian ini berupaya mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan mendokumentasikan leksikon-leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan yang berhubungan dengan lingkungan alam dan sosial budayanya. 2. Hasil penelitin ini dapat dimanfaatkan sebagai solusi terhadap pencegahan
penyusutan pengetahuan kebahasaan khususnya leksikon dan ungkapan metaforis kebambuan dalam guyub tutur Penglipuran.
3. Hasil penelitian yang berupa fakta mengenai pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran dapat direkomendasikan sebagai bahan bacaan dan bahan pembelajaran khususnya yang berbasis linkungan sehingga generasi muda dapat lebih memahami dan mencintai lingkungan, budaya, dan bahasanya.
4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kembali pada guyub tutur Penglipuran, para pengambil kebijakan, dan para pihak yang terkait untuk memanfaatkan dan mengedepankan ciri kelokalan sebagai acuan dalam perencanaan dan pemberdayaan, serta mempertahankan ciri kelokalan sebagai
(32)
10
kekayaan alam, budaya, dan ciri kekhususan bagi etnik dan sebagai guyub tutur bahasa Bali.
5. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan makna-makna sosial-ekologis bahasa Bali, khususnya leksikon yang menggambarkan realitas linkungan alam dan sosial budaya yang nantinya dapat memperkaya bahasa khususnya bahasa Bali.
6. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan baik dalam pembuatan kamus maupun bahan bacaan sebagai media pembelajaran bahasa Bali sehingga pengetahuan bahasa, budaya, dan lingkungan dapat dipertahankan dan dapat dilestarikan.
1.5Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pembahasan mengenai leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali dalam guyub tutur Penglipuran. Penelitian ini merupakan penelitian ekolinguistik yang berkaitan dengan lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan budaya tentang tanaman bambu dalam guyub tutur Penglipuran, Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli, Bali. Leksikon yang dimaksud adalah berupa nomina, verba, dan adjektiva dalam bahasa Bali yang mempresentasikan dan menggambarkan hubungan manusia dengan alamnya. Selain itu, ungkapan metaforis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ungkapan metaforis atau ungkapan perbandingan yang berkaitan dengan hal-hal kebambuan dan digunakan dalam ranah tutur guyub tuturnya serta mitos kebambuan yang ditemukan di Penglipuran terkait dengan kepercayaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan kebambuan. Namun, berdasarkan kenyataan saat ini,
(33)
11
pengetahuan guyub tutur, khususnya generasi muda terhadap hal-hal tersebut telah mengalami penyusutan. Hal inilah yang mendasari adanya kajian yang berhubungan dengan pengetahuan, kebertahanan dan penyusutan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan yang dibatasi pada hal-hal sebagai berikut.
1. Permasalahan bentuk leksikon kebambuan dalam bahasa Bali yang dikaji adalah yang mempresentasikan lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya. Kategori leksikon yang dimaksud adalah nomina, verba, dan adjektiva yang berhubungan dengan bambu, flora dan fauna yang berada di sekitarnya, alat pengolah dan pemotong bambu, serta hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan bambu bagi guyub tutur setempat.
2. Penjelasan mengenai pengetahuan ungkapan metaforis dan mitos kebambuan yang ditemukan di Penglipuran untuk menjelaskan bahwa lingkungan kebambuan juga berhubungan dengan gaya bicara, ranah tutur, dan sistem kepercayaan guyub tutur. 3. Penemuan dan penjelasan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kebertahanan dan penyusutan pengetahuan sosial-alami pada guyub tutur Penglipuran difokuskan pada faktor internal dan eksternal yang terjadi pada guyub tutur bersangkutan.
(1)
khusus membahas objek penelitian ini. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan beberapa penelitian yang disebutkan pada kajin pustaka. Penelitian tersebut adalah penelitian bahasa Bali pada kajian ekolinguistik yang telah dilakukan oleh Rasna (2010) dan Erawati (2013), serta penelitian ekolinguistik lain yang meneliti berbagai ranah, seperti penelitian Adisaputera (2010), Sukhrani (2010), Tulalessy (2012), dan Dafincy Tangkas (2013). Terbatasnya hasil penelitian ekolinguistik dalam guyub tutur bahasa Bali dapat melandasi pernyataan bahwa penelitian ekolinguistik kebambuan masih perlu untuk diteliti sebagai upaya dalam mengembangkan khazanah ekolinguistik yang telah ada. Faktor lain yang juga mendasari pentingnya penelitian ini adalah pembahasan yang berbeda mengenai pengetahuan leksikon dalam bidang ekolinguistik yang dipadukan dengan pembahasan mengenai pengetahuan ungkapan metaforis beserta mitos kebambuan yang juga terdapat pada ranah tutur guyub tuturnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, analisis kuantitatif-kualitatif dalam kajian linguistik makro yaitu ekolinguistik digunakan dalam penelitian ini. Hal itu dilakukan untuk memeroleh fakta sejauh mana tingkat pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, serta mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran, Bangli.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut.
(2)
1. Leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan bahasa Bali apa sajakah yang ditemukan di Penglipuran, Bangli?
2. Bagaimanakah tingkat pengetahuan, kebertahanan, dan penyusutan terhadap
leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran, Bangli?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi kebertahanan dan penyusutan tingkat pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran, Bangli?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sesuatu yang perlu diperjelas agar arah penelitian dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menginventarisasikan data mengenai perangkat leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan bahasa Bali, khususnya yang digunakan oleh guyub tutur Penglipuran sebagai dokumentasi kebahasaan serta pelestarian terhadap budaya dan bahasa Bali. Selain itu, temuan penting yang diupayakan untuk dicapai adalah pengadaan kamus kecil leksikon kebambuan yang diperuntukkan bagi generasi muda agar leksikon yang berhubungan dengan istilah kebambuan, budaya, dan lingkungan sekitar dapat diakrabi kembali dan dilestarikan dengan baik.
(3)
1.3.2 Tujuan Khusus
Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai, yaitu sebagai berikut.
1. Mengetahui leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan bahasa Bali yang
ditemukan di Penglipuran, Bangli.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan, kebertahanan, dan penyusutan pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran, Bangli.
3. Menemukan faktor yang melatarbelakangi kebertahanan dan penyusutan
pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran, Bangli.
1.4Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan, penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat. Secara garis besar manfaat tersebut terbagi menjadi dua yaitu manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan tentang bahasa lokal, khususnya bahasa Bali serta memberikan sumbangan fakta dan informasi untuk memperkaya pengetahuan, khususnya dalam bidang ekolinguistik (linguistik makro). Hal tersebut dikarenakan penelitian ekolinguistik ini dipadukan dengan teori semantik leksikal yang didasarkan pada bahasa dan lingkungannya berupa kekayaan alamiah lokal yang meliputi leksikon
(4)
bahasa, khususnya leksikon kebambuan. Selain itu, pembahasan ini juga diperkaya dengan pemaparan mengenai ungkapan metaforis dan mitos kebambuan yang tentunya dapat menambah pengetahuan dalam bidang bahasa dan sosial budaya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dalam penelitian ini ada beberapa manfaat praktis yang dapat diperoleh yaitu sebagai berikut.
1. Secara praktis, penelitian ini berupaya mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan mendokumentasikan leksikon-leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan yang berhubungan dengan lingkungan alam dan sosial budayanya. 2. Hasil penelitin ini dapat dimanfaatkan sebagai solusi terhadap pencegahan
penyusutan pengetahuan kebahasaan khususnya leksikon dan ungkapan metaforis kebambuan dalam guyub tutur Penglipuran.
3. Hasil penelitian yang berupa fakta mengenai pengetahuan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali di Penglipuran dapat direkomendasikan sebagai bahan bacaan dan bahan pembelajaran khususnya yang berbasis linkungan sehingga generasi muda dapat lebih memahami dan mencintai lingkungan, budaya, dan bahasanya.
4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kembali pada guyub tutur Penglipuran, para pengambil kebijakan, dan para pihak yang terkait untuk memanfaatkan dan mengedepankan ciri kelokalan sebagai acuan dalam perencanaan dan pemberdayaan, serta mempertahankan ciri kelokalan sebagai
(5)
kekayaan alam, budaya, dan ciri kekhususan bagi etnik dan sebagai guyub tutur bahasa Bali.
5. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan makna-makna
sosial-ekologis bahasa Bali, khususnya leksikon yang menggambarkan realitas linkungan alam dan sosial budaya yang nantinya dapat memperkaya bahasa khususnya bahasa Bali.
6. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan baik dalam pembuatan kamus maupun bahan bacaan sebagai media pembelajaran bahasa Bali sehingga pengetahuan bahasa, budaya, dan lingkungan dapat dipertahankan dan dapat dilestarikan.
1.5Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pembahasan mengenai leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan guyub tutur bahasa Bali dalam guyub tutur Penglipuran. Penelitian ini merupakan penelitian ekolinguistik yang berkaitan dengan lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan budaya tentang tanaman bambu dalam guyub tutur Penglipuran, Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli, Bali. Leksikon yang dimaksud adalah berupa nomina, verba, dan adjektiva dalam bahasa Bali yang mempresentasikan dan menggambarkan hubungan manusia dengan alamnya. Selain itu, ungkapan metaforis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ungkapan metaforis atau ungkapan perbandingan yang berkaitan dengan hal-hal kebambuan dan digunakan dalam ranah tutur guyub tuturnya serta mitos kebambuan yang ditemukan di Penglipuran terkait dengan kepercayaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan kebambuan. Namun, berdasarkan kenyataan saat ini,
(6)
pengetahuan guyub tutur, khususnya generasi muda terhadap hal-hal tersebut telah mengalami penyusutan. Hal inilah yang mendasari adanya kajian yang berhubungan dengan pengetahuan, kebertahanan dan penyusutan leksikon, ungkapan metaforis, dan mitos kebambuan yang dibatasi pada hal-hal sebagai berikut.
1. Permasalahan bentuk leksikon kebambuan dalam bahasa Bali yang dikaji adalah yang mempresentasikan lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya. Kategori leksikon yang dimaksud adalah nomina, verba, dan adjektiva yang berhubungan dengan bambu, flora dan fauna yang berada di sekitarnya, alat pengolah dan pemotong bambu, serta hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan bambu bagi guyub tutur setempat.
2. Penjelasan mengenai pengetahuan ungkapan metaforis dan mitos kebambuan yang
ditemukan di Penglipuran untuk menjelaskan bahwa lingkungan kebambuan juga berhubungan dengan gaya bicara, ranah tutur, dan sistem kepercayaan guyub tutur.
3. Penemuan dan penjelasan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi
kebertahanan dan penyusutan pengetahuan sosial-alami pada guyub tutur Penglipuran difokuskan pada faktor internal dan eksternal yang terjadi pada guyub tutur bersangkutan.