TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK INVESTASI EMAS DI BANK SYARIAH DIKAITKAN DENGAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH.
ABSTRAK
TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK INVESTASI EMAS DI BANK SYARIAH DIKAITKAN
DENGAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN UNDANG-UNDANG NO. 21
TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH
Salah satu jenis investasi saat ini yang banyak diminati oleh masyarakat, ialah
investasi emas. Tentunya bagi masyarakat muslim, kini investasi emas banyak
diselenggarakan oleh bank-bank yang berlandaskan prinsip syariah. Bank BRI Syariah
menyelenggarakan investasi emas dengan cara mencicil, namun hal ini cenderung
mengandung unsur riba dan bersifat untung-untungan, serta syariat Islam melarang jual
beli barang jika barang tidak dapat diketahui keberadaannya. Menanggapi hal tersebut,
penulis tertarik untuk memahami dan menganalisis tentang dasar-dasar pengaturan
praktik investasi emas serta pertanggungjawaban Bank Syariah dikaitkan dengan hukum
positif yakni KHES dan Undang-Undang Perbankan Syariah
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis normatif
yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi disamping itu juga
berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang hidup dan berlaku di masyarkat dengan
mengkaji dan menguji data sekunder atau bahan-bahan kepustakaan yang berhubungan
dengan permasalahan investasi atau jual beli emas di Bank Syariah. Spesifikasi penelitian
ini adalah deskriptif-analitis yaitu mendeskripsikan keabsahan investasi emas menurut
perspektif Islam dan pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan. Penelitian
ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang terkumpul
dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode yuridis kualitatif.
Kepemilikan Logam Mulia atau Investasi Emas yang dilakukan dengan cara
mencicil tidak sah berdasarkan Pasal 76 KHES dan KLM pun tidak sesuai dengan
ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Syariah. Pelanggaran terhadap
prinsip-prinsip syariah tersebut maka Bank Syariah dapat dikenakan sanksi administrasi
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 58 Undang-Undang Perbankan Syariah, serta
pengaturan dan pengawasannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK jo Pasal
52 Undang-Undang Perbankan Syariah.
iv
TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK INVESTASI EMAS DI BANK SYARIAH DIKAITKAN
DENGAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN UNDANG-UNDANG NO. 21
TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH
Salah satu jenis investasi saat ini yang banyak diminati oleh masyarakat, ialah
investasi emas. Tentunya bagi masyarakat muslim, kini investasi emas banyak
diselenggarakan oleh bank-bank yang berlandaskan prinsip syariah. Bank BRI Syariah
menyelenggarakan investasi emas dengan cara mencicil, namun hal ini cenderung
mengandung unsur riba dan bersifat untung-untungan, serta syariat Islam melarang jual
beli barang jika barang tidak dapat diketahui keberadaannya. Menanggapi hal tersebut,
penulis tertarik untuk memahami dan menganalisis tentang dasar-dasar pengaturan
praktik investasi emas serta pertanggungjawaban Bank Syariah dikaitkan dengan hukum
positif yakni KHES dan Undang-Undang Perbankan Syariah
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis normatif
yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi disamping itu juga
berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang hidup dan berlaku di masyarkat dengan
mengkaji dan menguji data sekunder atau bahan-bahan kepustakaan yang berhubungan
dengan permasalahan investasi atau jual beli emas di Bank Syariah. Spesifikasi penelitian
ini adalah deskriptif-analitis yaitu mendeskripsikan keabsahan investasi emas menurut
perspektif Islam dan pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan. Penelitian
ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang terkumpul
dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode yuridis kualitatif.
Kepemilikan Logam Mulia atau Investasi Emas yang dilakukan dengan cara
mencicil tidak sah berdasarkan Pasal 76 KHES dan KLM pun tidak sesuai dengan
ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Syariah. Pelanggaran terhadap
prinsip-prinsip syariah tersebut maka Bank Syariah dapat dikenakan sanksi administrasi
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 58 Undang-Undang Perbankan Syariah, serta
pengaturan dan pengawasannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK jo Pasal
52 Undang-Undang Perbankan Syariah.
iv