Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)

(1)

TANGGUNG JAWAB PENGAWASAN BANK INDONESIA

TERHADAP PERBANKAN SYARIAH

MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

(STUDI : KANTOR BANK INDONESIA MEDAN)

SKRIPSI

Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum di Universitas Sumatera Utara Oleh :

NIM. 060200101

HAMDANI PARINDURI

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TANGGUNG JAWAB PENGAWASAN BANK INDONESIA TERHADAP PERBANKAN SYARIAH

MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 (STUDI : KANTOR BANK INDONESIA MEDAN)

SKRIPSI

Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum di Universitas Sumatera Utara Oleh :

NIM. 060200101

HAMDANI PARINDURI

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S NIP. 19620421 198803 1 004

.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Drs. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A.

NIP. 1951031 719800 3 1002 NIP. 19680128 199403 2 001 Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala anugerah dan kesempatan yang diberikan oleh-Nya mulai dari masa perkuliahan sampai dengan tahapan penyelesaian skripsi sekarang ini di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini diberi judul “Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)”.

Sungguh suatu yang luar biasa dimana akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang diharapkan. Skripsi adalah merupakan salah satu unsur yang sangat penting sebagai pemenuhan nilai-nilai tugas akhir dalam mencapai gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum di universitas maupun perguruan tinggi manapun di seleruh Nusantara, termasuk pula di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang sangat berbahagia ini, tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayah dan Mama selaku orang tua yang sangat saya cintai dan nama-nama yang disebutkan dibawah ini. Beliau-beliau tersebut merupakan panutan dan juga motivasi yang mendukung Penulis dari awal masa perkuliahan hingga sekarang sampai selesainya skripsi ini. Penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :


(4)

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan waktu yang telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan studi strata-1 di fakultas hukum universitas Sumatera utara.

2. Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., selaku Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Muhammad Husni, S.H., Hum., selaku Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan atas segala bimbingan, pengetahuan, dan arahan yang telah diberikan mulai dari masa-masa perkuliahan sampai sekarang ini.

6. Dr. Drs. Ramlan Yusuf Rangkut i, M.A., selaku Dosen Pembimbing I atas segala bimbingan, pengetahuan, dan arahan yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

7. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II atas ilmu, bimbingan, pengetahuan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan dengan baik hati dan sabar, yang tidak saja dalam masa penulisan skripsi ini, tetapi juga sejak dalam masa-masa perkuliahan.

8. Mariati Zendrato, S.H., M.Hum., selaku Dosen Wali atas segala bimbingan, nasehat, dan keluangan waktu yang diberikan mulai dari semester I (satu) hinnga sekarang ini.


(5)

9. Dosen-dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (Pak Edy Ikhsan, Pak Ramli Siregar, Pak Husni, Pak Siddik, Bang Naim, Bu Aflah, Bu Zakiah, Bu Suria Ningsih dan dosen-dosen yang tak bisa penulis sebut satu persatu) dengan segala kerendahan hati dan tidak tidak mengurangi rasa hormat bagi beliau-beliau atas jasa-jasanya dalam mendidik dan membimbing serta nasehat-nasehat yang sangat berarti bagi penulis.

10.Sekali lagi kepada kedua orang tua (Ilham Parinduri dan Yusrah Lina Lubis) yang sangat saya cintai dan sayangi, yang serta juga kepada kakek saya (H. Ahmad Ilyas Parinduri), kepada kakak dan abang ipar saya (Nur Ilyani Parinduri, S.S., dan Wim Ikbal Nursal, M.Sc.), kepada adik-adik saya (Sari Aini Parinduri, Ismi Rajab Parinduri, dan Nur Hasnah Parinduri). Mereka semua merupakan motivasi terbesar saya yang selalu setia mendukung baik moril maupun materiil, dan memberi semangat kepada saya selama ini.

11.Keluarga Besar Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPC PERMAHI) Cabang Medan, yang sudah saya anggap sebagai keluarga kedua dalam hidup saya, yang telah mengajarkan kepemimpinan dan memberikan pengalaman hidup yang sangat berharga bagi saya.

12.Sahabat-sahabat saya : Ade Saputra dan Mahdi Reza (sahabat mulai dari SMP) yang telah banyak memberi semangat kepada saya dan juga kepada Yunita, Adelinda Parapat, Afriandi, Toto Purwantoro, Maliki Ramadhan, Habibullah Syaris.

13.Teman-teman satu stambuk : Ismi Beby Lestari harahap, Anggia Nurul Khairina, Khairunnisa Ginting, Putri Nesia Dahlius, M. Prima Dendi


(6)

(sahabat-sahabat saya selama kuliah), Riko Nugraha, Zulfadli Pulungan, Rizky Kurnia, Indra Lesmana, Rahmat Sani (O-Xigenk).

14.Teman-teman mahasiswa program kekhususan hukum perdata dagang : Mustika, Galif Ridha, Faisal Hamid, Muhammad Rommy Ismail, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

15.Saryo, S.H. (Pengawas Muda Bank Kantor Bank Indonesia Medan) yang telah banyak membantu memberikan data-data dan informasi dalam penulisan skripsi saya ini, dan

16.Kepada segenap pihak yang belum Penulis sebut disini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu dari segi manapun sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi yang telah diselesaikan dengan pemikiran dan segenap hati ini tentunya masih perlu untuk diperbaiki karena Penulis mengganggap masih terdapat kekurangan-kekurangan. Untuk itu, dengan kerendahan hati Penulis menerima segala kritik konstruktif maupun saran demi kemajuan kita bersama.

Akhir kata, atas segala perhatian yang telah diberikan untuk sekali lagi saya ucapkan terima kasih. Semoga hasil karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2010 Hormat Penulis,

NIM. 060200101


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penulisan ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL A. Sejarah Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral... 17

B. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral 19 C. Kewenangan Bank Indonesia dalam Perbankan di Indonesia ... 25

1. Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengendalian Moneter ... 27

2. Kewenangan Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran ... 30


(8)

3. Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengawasan

Bank ... 33

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN SYARIAH A. Latar Belakang Berdirinya Bank Syariah ... 44

B. Pengertian Bank Syariah ... 49

C. Persyaratan Pendirian Bank Syariah ... 52

D. Jenis dan Kegiatan Usaha pada Bank Syariah ... 64

E. Perbedaan dan Persamaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 68

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGAWASAN BANK INDONESIA TERHADAP PERBANKAN SYARIAH PADA KANTOR BANK INDONESIA MEDAN A. Riwayat Singkat Kantor Bank Indonesia Medan ... 82

B. Objek Tinjauan Pengawasan Bank Syariah ... 86

1. Laporan Keuangan Bank Syariah ... 86

2. Standard Operating Procedure (SOP) ... 90

3. Sumber Daya Insani (SDI) Syariah ... 93

4. Dewan Pengawas Syariah (DPS) ... 95

5. Struktur Produk Syariah ... 97

C. Kewenangan dalam Pelaksanaan Tugas Pengawasan .... 109

D. Pengaturan Tingkat Kesehatan Bank Syariah ... 112

E. Akibat Hukum Pelanggaran Prinsip Syariah ... 114


(9)

A. Kesimpulan ... 118 B. Saran ... 120


(10)

ABSTRAKSI

Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas dalam pengawasan perbankan syariah sangat penting dan strategis dalam upaya menciptakan sistem perbankan syariah yang sehat dan efisien sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini mengingat karena perbankan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi negara dan mempunyai peran penting dalam mencegah timbulnya pelanggaran bank terhadap prinsip syariah yang akan mengakibatkan risiko-risiko keuangan yang akan diderita oleh bank itu sendiri, masyarakat penyimpan dana, dan merugikan serta membahayakan kehidupan perekonomian. Oleh karena itu, bank harus menjaga tingkat kepercayaan yang tinggi dimasyarakat dan di dunia usaha dengan menyelenggarakan dan mengelola bank dengan prinsip kehati-hatian sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga selalu terpelihara kondisi kesehatannya dan kehalalan produk-produk syariahnya. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah objek tinjauan Bank Indonesia dalam melaksanakan pengawasan pada bank syariah, bagaimana kewenangan Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan peranannya dalam mengatur tingkat kesehatan bank syariah, serta akibat hukum yang diberikan Bank Indonesia terhadap bank syariah yang melanggar prinsip syariah.

Di dalam penulisan skripsi ini akan digunakan metode penelitian kepustakaan yaitu dengan menggunakan data yang diperoleh dari literatur-literatur seperti buku, peraturan perundang-undangan, arikel internet, juga digunakan penelitian lapangan pada Kantor Bank Indonesia Medan, yaitu dengan mengadakan serangkaian tanya jawab secara langsung kepada pihak yang berkompeten yakni Pengawas Bank Muda Kantor Bank Indonesia Medan.

Pengawasan Bank Indonesia terhadap objek yang menjadi tinjauan pengawasan pada bank syariah harus dilakukan dengan teliti dan cermat demi terwujudnya sistem dan tatanan perbankan yang sehat dan istiqomah dalam penerapan prinsip syariah. Pengawasan tersebut meliputi pengawasan tidak langsung (off-site supervision) dan pengawasan langsung (on-site supervision). Bagi bank syariah yang melanggar prinsip syariah, Bank Indonesia berwenang memberikan sanksi hukum sampai kepada pencabutan izin usaha bank.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan sistem perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia kini telah mendapatkan payung hukum tertinggi yang akan melindungi kiprah dan sepak terjang industri perbankan syariah di tanah air. Hal ini dengan diloloskannya Rancangan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi undang-undang yakni Undang-undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008.1

Sebelumnya pengaturan mengenai perbankan syariah dituangkan dalam Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional perbankan syariah, dimana, di sisi lain pertumbuhan dan volume usaha bank syariah berkembang cukup pesat.2

Pengawasan terhadap kegiatan usaha bank baik bank konvensional maupun bank syariah dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini didasarkan pada Pasal 29 ayat 1 undang No. 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang berbunyi : ”Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia”. Berkaitan dengan pembinaan

1

M. Umer Chapra.,Tariqullah Khan., Regulasi dan Pengawasan Bank Syariah (alih bahasa Ikhwan Abidin Basri), PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008, hlm. v.

2

Penjelasan Bagian Umum Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.


(12)

dan pengawasan itu Bank Indonesia mempunyai tugas yang didasarkan pada pasal 8 Undang-undang No. 3 Tahun 2004 perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang berbunyi : ”Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut : a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, c) mengatur dan mengawasi bank”. Dalam pasal 50 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah disebutkan bahwa “Pembinaan dan pengawasan bank syariah dan UUS dilakukan oleh Bank Indonesia”.

Pada prinsipnya, pengaturan penyatuan sistem tata perbankan bagi sebuah negara dilakukan oleh bank sentral, di Indonesia dalam hal ini dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat, dan aman. Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision) terhadap bank-bank syariah di Indonesia, baik bank umum syariah maupun bank konvensional yang buka cabang khusus syariah atau dikenal dengan Unit Usaha Syariah.

Secara umum, peranan bank sentral sangat penting dan strategis dalam upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Perlu diwujudkannya sistem perbankan yang sehat itu, karena dunia perbankan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Sedangkan secara khusus, bank sentral mempunyai peranan yang penting dalam mencegah


(13)

timbulnya risiko-risiko kerugian yang diderita oleh bank itu sendiri, masyarakat penyimpan dana, dan merugikan serta membahayakan kehidupan perekonomian.3

Bank Indonesia yang memegang otoritas pembinaan dan pengawasan bank dibekali dengan kewenangan yang berkaitan dengan perizinan, mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang memberi landasan kerja yang sehat bagi bank serta mengawasi dan memberikan pembinaan kepada bank dalam menjalankan segala usaha bank tersebut dengan tujuan mendorong terwujudnya sistem perbankan yang sehat.

4

Kegiatan pengawasan bank tersebut sebagai pelaksanaan monetary supervision dimaksudkan untuk memonitor dan mengetahui lembaga keuangan bank dalam hal ini mematuhi ketentuan aturan yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter dan menjalankan usaha perbankannya.

5

Bank sentral sebagai pembinaan dan pengawasan bank mengarahkan lembaga keuangan bank yang ada agar dalam kegiatan usahanya selalu berhati-hati sehingga bank tersebut terhindar dari praktek perbankan yang tidak sehat.6

Pada hakikatnya pengaturan dan pengawasan bank dimaksudkan untuk meningkatkan keyakinan dari setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan bank, bahwa bank-bank dari finansial tergolong sehat, bahwa bank dikelola dengan baik dan profesional, serta di dalam bank tidak terkandung segi-segi yang

3

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 163.

4

Jaslen Sardanto Purba, Peranan Bank Indonesia dalam Pengawasan dan Pembinaan Bank di Indonesia (Suatu Tinjauan Yuridis), Skripsi, Fakultas Hukum, USU, Medan, 1998, hlm. 1.

5

Ibid., hlm. 2.

6 Ibid.


(14)

merupakan ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank.

Dengan perkataan lain, tujuan umum dari pengaturan dan pengawasan bank adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek, yaitu perbankan yang dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dalam arti di satu pihak memerhatikan faktor risiko seperti kemampuan, baik dari sistem, finansial, maupun sumber daya manusia.7

Bank sebagai penghimpun dan penyalur dana publik harus memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi di mata masyarakat dan dunia usaha. Reputasi ini merupakan keniscayaan, dan untuk mendapatkannya bukanlah perkara yang mudah. Ia harus diusahakan dengan kerja keras dan dengan disiplin yang tidak mengenal lelah. Namun, ketika kepercayaan telah diraih, maka usaha untuk

Bank perlu dibina dan diawasi mengingat fungsi bank adalah mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat di samping penyediaan pemberian jasa-jasa keuangan lainnya. Bank syariah dalam melaksanakan tugas dan kegiatannya wajib berpedoman pada prinsip-prinsip perbankan syariah yang sehat dan mematuhi ketentuan yang berlaku. Dalam hubungannya dengan prinsip tersebut, bank perlu memahami fungsinya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dan karenanya bank harus menghindari praktek-praktek dan kegiatan yang diperkirakan akan atau dapat membahayakan kelangsungan hidup bank atau kepentingan masyarakat.

7


(15)

mempertahankannya juga bukan pekerjaan mudah. Bisa saja suatu kasus kecil dapat menciderai tingkat kepercayaan itu dan pada gilirannya akan berubah menjadi malapetaka.8

Karena itu, industri perbankan pada hakikatnya adalah industri yang paling banyak diatur dan diawasi (highly regulated and supervised industry). Hal ini tentu saja dapat diterima karena dana yang dihimpun dari masyarakat dan dikembangkan lewat berbagai bentuk pembiayaan dan investasi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada si empunya dalam bentuk return yang positif. Jika hal itu tidak dilakukan maka korbannya bukan hanya mereka yang dananya akan menjadi hilang, melainkan juga bencana ekonomi akan menimpa dan menghancurkan negara yang mengalami krisis perbankan ini. Malapetaka inilah yang sesungguhnya terjadi di negara kita. Pada awalnya, krisis itu berasal dari sektor perbankan dan belasan bank yang akhirnya dilikuidasi sebagai korbannya. Lama-kelamaan krisis itu membesar dan meluas ke berbagai sektor dan berubah menjadi krisis ekonomi yang bersifat multidimensional dengan skala yang jauh Oleh karena itu, setiap pelaku perbankan diharapkan tetap menjaga kepercayaan masyarakat tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan akan terjaga apabila sektor perbankan itu sendiri diselenggarakan dan dikelola dengan prinsip kehati-hatian sehingga selalu terpelihara kondisi kesehatannya.

8


(16)

lebih masif. Krisis itu nyaris meluluhlantakkan negeri Indonesia bahkan mengubah petanya sekaligus.9

Hal ini membawa kita pada satu kenyataan akan pentingnya pengaturan (regulation) dan pengawasan (supervision) bagi lembaga keuangan syariah.

Di samping pentingnya menjaga tingkat kepercayaan yang tinggi di mata masyarakat, perlu adanya transparansi akan produk-produk syariah agar bank syariah tidak mendapat predikat bank syariah yang tidak benar-benar syariah. Bank syariah harus bisa menjelaskan secara rinci produk-produk yang ditawarkannya dengan menjelaskan dasar kehalalannya dan bagaimana bank mengelola produk-produk syariahnya.

10

Sebagai pengawas dan pembina bank, Bank Indonesia bertindak sebagai seorang bapak kepada anaknya. Bila seorang anak keliru dalam melakukan suatu tindakan maka seorang bapak yang baik akan berusaha memberitahukan kepada anaknya perihal kekeliruannya itu bahkan lebih dari itu bapak tersebut akan mengusahakan supaya anaknya tidak keliru dalam mengambil suatu tindakan. Demikian juga halnya Bank Indonesia dalam menjalankan tugas pengawasan perbankan syariah di Indonesia.

Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai peran dalam menentukan dan memberikan arah perkembangan perbankan serta dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indonesia mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan perbankan.

11

9

M. Umer Chapra.,Tariqullah Khan., Op.cit., hlm xi.

10

M. Umer Chapra.,Tariqullah Khan., Loc.cit.

11


(17)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dirumuskan apa yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut :

1. Apa objek tinjauan Bank Indonesia dalam melaksanakan pengawasan pada bank syariah ?

2. Bagaimana kewenangan Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugas pengawasan ?

3. Bagaimana peranan Bank Indonesia dalam mengatur tingkat kesehatan bank syariah ?

4. Apa akibat hukum yang diberikan Bank Indonesia terhadap bank syariah yang melanggar prinsip syariah ?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dalam pembahasan skripsi ini yang berjudul “Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Perbankan Syariah Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)“ adalah untuk membahas hal-hal yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain : 1. Untuk mengetahui objek tinjauan Bank Indonesia dalam melaksanakan

pengawasan pada bank syariah.

2. Untuk mengetahui kewenangan Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugas pengawasan.


(18)

3. Untuk mengetahui peranan Bank Indonesia dalam mengatur tingkat kesehatan bank syariah.

4. Untuk mengetahui akibat hukum yang diberikan Bank Indonesia terhadap bank syariah yang melanggar prinsip syariah.

Selain tujuan yang diperoleh dari penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikiran serta menimbulkan pemahaman mengenai tanggung jawab Bank Indonesia dalam mengawasi perbankan syariah sesuai dengan prinsip syariah.

2. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan masukan dan pemahaman yang mendalam bagi Bank Indonesia dalam mengawasi perbankan syariah dan bagi bank-bank syariah agar dapat menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai dengan prinsip syariah.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Perbankan Syariah Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)“ ini adalah merupakan hasil karya yang belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya.

Skripsi ini disusun melalui referensi buku-buku dan informasi dari media cetak maupun elektronik serta wawancara dengan Pengawas Bank Muda Kantor


(19)

Bank Indonesia Medan. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan, terutama secara ilmiah atau secara akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.12

Di Indonesia masalah yang terkait dengan bank diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998.13

Mengenai jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Perbankan yang membagi bank dalam dua jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Yang dimaksud dengan Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha Dalam Pasal 1 angka (2) Undang-undang tentang Perbankan, bank dirumuskan sebagai :

“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

12

Hermansyah, Op.cit., hlm. 7.

13 Ibid.


(20)

secara konvensional dan/ atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/ atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.14 Di sini terlihat, bahwa di Indonesia belaku dua sistem perbankan, yaitu sistem konvensional yang menggunakan sistem bunga dan sistem syariah yang berdasarkan pada ketentuan Islam.15

Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Berdasarkan Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yakni undang-undang yang bersifat khusus mengatur perbankan syariah di Indonesia menyebutkan bahwa :

16

Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Pembiayaan Rakyat Syariah.17

Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.18

14

Hermansyah, Op.cit., hlm. 20-21.

15

Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm 155.

16

Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

17

Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

18


(21)

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.19

Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/ atau unit syariah.

20

Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.21

Keberadaan bank sebagai lembaga keuangan berada pada kondisi yang begitu dinamis dan kompetitif. Pertimbangan demi pertimbangan yang bernuansa komersial tunduk pada hukum untung dan rugi sehingga sangat diperlukan adanya standar pembinaan dan pengawasan yang melekat, dimana prinsip kepercayaan dapat dipertahankan. Pihak yang memiliki otoritas pembinaan dan pengawasan yang tertinggi adalah Bank Indonesia.22

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,23 yang salah satu tugasnya adalah mengatur dan mengawasi bank.24

19

Pasal 1 angka 9 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

20

Pasal 1 angka 10 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

21

Pasal 1 angka 12 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

22

Arifin Hamid, Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007, hlm. 142.

23


(22)

Pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia atau pihak lainnya yang ditunjuk atas namanya meliputi pengawasan langsung dan tidak langsung. Bank Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai tata cara yang ditetapkannya. Apabila diperlukan, kegiatan penyampaian laporan ini dapat dikenakan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari bank.25

Pengawasan tidak langsung, yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan bank dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.

26

Bank Indonesia dalam mengemban tugas untuk mengatur dan mengawasi bank, sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mengaju kepada ketentuan tersebut sangat jelas bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif. Dalam hal pengawasan dan pengaturan bank, Bank Indonesia selain

24

Pasal 8 Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

25

Didik J. Rachbini, dkk., Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, PT. Mardi Mulyo, Jakarta, 2000, hlm. 179.

26

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 122-123.


(23)

berpedoman pada Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2004, juga mengaju pada Undang-undang No. 10 Tahun 1998,27

1. Penelitian kepustakaan (Library Research)

dan khusus untuk perbankan syariah berpedoman pada Undang-undang No. 21 Tahun 2008.

F. Metode Penelitian

Untuk mencari dan menemukan suatu kebenaran secara ilmiah dan untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi penulisan skripsi ini maka penulis memberanikan diri untuk mengadakan penelitian dengan metode sebagai berikut :

Pada metode penelitian kepustakaan (Library Research) ini, penulis mengumpulkan, membaca, dan mempelajari serta menganalisa secara sistematis sumber bacaan yang meliputi buku-buku, majalah, surat kabar, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan, dan sumber kepustakaan lainnya yang mempunyai relevansi dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

2. Penelitian lapangan (Field Research)

Pada metode ini agar dapat memperoleh data yang lebih akurat, maka penulis melakukan penelitian lapangan dengan mengambil lokasi penelitian pada Kantor Bank Indonesia Medan, dalam hal ini penulis melakukan penelitian hukum empiris yang dilakukan dengan teknik wawancara (interview), yaitu

27

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Cetakan Ketiga), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 104.


(24)

dengan mengadakan serangkaian tanya jawab secara langsung kepada Pengawas Bank Muda Kantor Bank Indonesia Medan. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai tanggung jawab pengawasan Bank Indonesia terhadap perbankan syariah menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Berdasarkan kedua teknik penelitian dan pengumpulan data ini penulis kemudian mengolah data-data dan bahan-bahan dan selanjutnya disajikan sesuai dengan pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Pada dasarnya sistematika adalah gambaran-gambaran umum dari keseluruhan isi penulisan ini, sehingga mudah dicari hubungan antara satu pembahasan dengan pembahasan yang lain (teratur menurut sistem, sistem adalah suatu cara/ metode yang disusun secara teratur)

Skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan.

Berikut ini garis besar/ sistematika dari penulisan ini, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan segala hal yang umum dalam sebuah karya ilmiah yang berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian


(25)

penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA

SEBAGAI BANK SENTRAL

Dalam bab ini diuraikan tinjauan umum tentang Bank Indonesia sebagai bank sentral, yaitu sejarah Bank Indonesia menjadi bank sentral, tujuan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, kewenangan Bank Indonesia sebagai bank sentral.

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN

SYARIAH

Dalam bab ini diuraikan tinjauan umum tentang perbankan syariah, yaitu latar belakang berdirinya bank syariah, pengertian bank syariah, persyaratan pendirian bank syariah, jenis dan kegiatan usaha pada bank syariah, perbedaan dan persamaan antara bank syariah dan bank konvensional.

BAB IV : TANGGUNG JAWAB PENGAWASAN BANK

INDONESIA TERHADAP PERBANKAN SYARIAH PADA KANTOR BANK INDONESIA MEDAN

Dalam bab ini dibahas secara mendalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan judul karya ilmiah yang diajukan. Dalam bab ini diuraikan tentang riwayat singkat Kantor


(26)

Bank Indonesia Medan, objek tinjauan pengawasan bank syariah, kewenangan dalam pelaksanaan tugas pengawasan, pengaturan tingkat kesehatan bank syariah, akibat hukum pelanggaran prinsip syariah.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dari hal-hal yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, juga mencoba memberikan saran-saran yang berguna sebagai pedoman bagi bank Indonesia dalam melaksanakan pengawasan terhadap perbankan syariah.


(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL

A. Sejarah Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral

Untuk memperbaiki keadaan keuangan sebagai warisan VOC dan pemerintahan Raffles, pemerintah Hindia Belanda memerlukan kehadiran lembaga bank, dan pada tanggal 10 Oktober 1827 berdirilah De Javasche Bank.28

Konferensi Meja Bundar yang berlangsung di Den Haag, Belanda tahun 1949, boleh dikatakan merupakan tonggak sejarah lahirnya bank sentral di Indonesia. Salah satu keputusan penting Konferensi Meja Bundar adalah menunjuk De Javasche Bank NV sebagai bank sentral. De Javasche Bank adalah bank komersial dan sirkulasi milik pemerintah kolonial Hindia Belanda yang sudah berdiri sejak tahun 1828. Meskipun De Javasche Bank disepakati dan diputuskan bersama oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda sebagai bank sentral akan tetapi pengaruh kepentingan kolonial dalam menentukan kebijakan masih kental. Posisi De Javasche Bank menjadi dilematis karena suatu negara mempunyai bank sentral yang masih berada di bawah pengaruh kepentingan lain.29

Berdirinya De Javashe Bank telah mengawal sejarah perbankan di Indonesia. Sejak berdirinya, ketentuan-ketentuan yang mengatur bekerjanya De Javasche Bank sering kali mengalami perubahan dan yang terakhir sebelum

28

Ketut Rindjin, Pengantar Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hlm. 29.

29


(28)

nasionalisasi adalah Wet tot Vaststelling van de Javasche Bankwet, Stb. 1922 No. 180.30

Nasionalisasi De Javasche Bank direalisasikan direalisasikan melalui Keputusan Pemerintah No. 118 tertanggal 2 Juli 1951. Titik kulminasi proses nasionalisasi De Javasche Bank terjadi tatkala ditunjuk seorang putra bangsa Indonesia menjadi presiden baru bank tersebut, mengakhiri tradisi sebelumnya yan selalu dijabat oleh seorang Belanda.31

Pada tahun 1953, keluarlah Undang-undang Pokok Bank Indonesia atau Undang-undang No. 11 Tahun 1953 yang dimuat dalam Lembaran Negara No. 40 tahun 1953, dimana isinya antara lain mencabut De Javasche Bank Wet Stb. 1922 No. 180 dan Stb. 1922 No. 181 dan didirikan Bank Indonesia yang merupakan bank sentral sebagai pengganti De Javasche Bank NV sebagai bank nasional kepercayaan negara.32

Berdasarkan Penetapan Presiden No. 17 Tahun 1965, Bank Indonesia bersama-sama dengan Bank Koperasi Tani dan Nelayan, Bank Negara Indonesia, Bank Umum Negara dan Bank Tabungan Negara dilebur ke dalam bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Urusan Bank Sentral No. KCP.65/UBS/1965, bank tersebut menjalankan usahanya masing-masing dengan nama Bank Negara Indonesia Unit I, Unit II, Unit III, Unit IV, Unit V. Bank Negara Indonesia Unit I berfungsi sebagai sirkulasi, bank sentral, dan bank umum. Dan berdasarkan Undang-Undang No. 13

30

Ketut Rindjin, Op.cit., hal 33.

31

Didik J. Rachbini,dkk., Op.cit., hal. 2.

32

Marhaynis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, hlm. 37.


(29)

Tahun 1965, bank unit Indonesia Unit I dipisahkan kembali dari bank tunggal dan didirikan sebuah bank sentral di Indonesia dengan nama Bank Indonesia.33

Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang negara lain, dan kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

B. Tujuan dan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral

Pada Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, peran dan tugas utama Bank Indonesia difokuskan pada tiga sub sistem perekonomian yang terdiri atas moneter, perbankan, dan pembayaran. Pelaksanaan tiga bidang tugas tersebut akan sangat menentukan keberhasilan Bank Indonesia mencapai tujuan utamanya yaitu mempertahankan dan memelihara stabilitas nilai rupiah.

34

a) Lender of LastResort

1. Fungsi Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan moneter

Peran pokok Bank Indonesia yang tetap dan tidak berubah dari ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 adalah sebagai pemberi pinjaman dalam keadaan darurat (lender of last resort) kepada bank yang mengalami krisis kesulitan pendanaan jangka pendek.

Dalam hal ini, Bank Indonesia hanya membantu dengan kriteria mengalami mismatch yang disebabkan oleh risiko kredit dan risiko pembiayaan

33

Thomas Suyatno, dkk., Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm. 7.

34

Abdul Kadir Muhammad & Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 38.


(30)

berdasarkan prinsip syariah, risiko kredit atau risiko pasar. Bank Indonesia memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistematis dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan.35

Untuk mencegah penyalahgunaan kredit dari Bank Indonesia tersebut maka pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibatasi selama-lamanya 90 (sembilan puluh) hari dan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah itu harus dijamin dengan surat berharga yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, bila kredit dari Bank Indonesia tersebut tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia berhak mencairkan agunan yang dikuasainya.36

Formula seperti itu penting diungkapkan secara terbuka agar publik mempunyai kesempatan menilai kondisi suatu bank sebelum dikategorikan

insolvent, bangkrut, mengalami mismatch atau ada indikasi moral hazard

dijajaran pengurus atau pemiliknya. Di samping itu juga untuk menepis berkembangnya isu atau desas-desus tidak jelas yang tidak menguntungkan upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat, transparan dan kompetitif. Selain itu, juga untuk menagkal penilaian subjektif seperti ketakutan yang tidak proporsional

Transaparansi Bank Indonesia akan dinilai dari akuntabilitas yang terukur dalam menerapkan formula atau mengkategorikan lembaga keuangan yang patut memperoleh fasilitas pertolongan darurat.

35

Hermansyah, Op.cit., hlm. 47.

36

Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.


(31)

hanya atas dasar alih penutupan atau pencabutan izin suatu bank akan membawa risiko sistematik berupa domino effect yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan yang menjadi runtuh.37

b) Pengendalian Moneter

Bank Indonesia dalam hal dalam menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah, dimana dalam menetapkannya pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia.

Bank Indonesia menetapkan kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.38

Kewenangan Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar itu antara lain :

Dalam hal nilai tukar, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden. Fungsi Bank Indonesia dalam hal ini adalah hanya terbatas sekedar memberi usulan kepada pemerintah dan hanya bertugas menjalankan kebijakan nilai tukar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

39

1) Devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing dalam sistem nilai tukar tetap (fixed rate)

2) Intervensi pasar dalam sistem nilai tukar mengambang (floating rate)

37

Didik J. Rachbini, dkk., Op. cit., hlm. 173.

38

O. P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000, hlm. 23.

39


(32)

3) Penetapan nilai tukar harian serta lebar peta intervensi dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating rate).

Bank Indonesia juga berwenang melakukan pengendalian moneter melalui operasi pasar terbuka di pasar uang baik berupa rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, pengaturan kredit atau pembiayaan.40

Bank Indonesia memiliki wewenang untuk melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran melaporkan kegiatannya serta menetapkan penggunaan alat pembayaran.

2. Fungsi Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

41

Tuntutan yang mengemuka di masa depan adalah bagaimana Bank Indonesia mampu melengkapi instrumentasi dan keahliannya agar dapat

Kewajiban menyampaikan laporan secara berkala dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat memantau penyelenggaraan sistem pembayaran. Sedangkan, penetapan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan bagi pengguna, termasuk membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehati-hatian.

40

Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

41


(33)

mengikuti atau menselaraskan kepesatan kemajuan teknologi dan derivat sistem pembayaran yang telah berkembang demikian canggih dan mengglobal.42

Bank Indonesia bertugas dalam hal memperluas, memperlancar serta mengatur lalu lintas pembayaran giral antar bank, yaitu kegiatan bayar-membayar dengan warkat bank yang diperhitungkan atas beban dan untuk kepentingan nasabah bank yang telah ditetapkan.

a) Sistem dan Penyelenggaraan kliring

43

Penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank serta penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia, dan Bank Indonesia akan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia dalam menetapkan mekanisme untuk meminimalkan risiko kegagalan pemenuhan kewajiban bank dalam penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.44

Salah satu fungsi bank sentral yang cukup vital adalah kewenangannya dalam menerbitkan uang dari suatu Negara (note issue), dan ini adalah kewenangan yang memonopoli dari bank sentral.

b) Mengeluarkan dan Mengedarkan uang

45

Sesuai amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah. Bank Indonesia mempunyai hak tunggal

42

Didik J. Rachbini, Op. cit., hlm. 178.

43

Thomas Suyatno, Op. cit., hlm. 72.

44

Penjelasan Pasal 18 Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

45

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Buku Kesatu), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 118.


(34)

untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam yang merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia.46

Kewenangan itu adalah mencabut, menarik serta memusnahkan uang, menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan penentuan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut, maka Bank Indonesia harus menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah yang cukup dan dengan kualitas memadai.47

Pengawasan dini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea materai dan mencabut atau menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian yang sama nilainya. Dalam hal ini, Bank Indonesia memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama.

3. Fungsi Mengatur dan Mengawasi Bank

Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan terhadap bank baik dengan cara pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan tidak langsung adalah dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank.

48

a. Bank Indonesia mewajibkan setiap bank untuk memenuhi beberapa kegiatan yakni kewajiban untuk memberikan dan menyampaikan segala

46

Thomas Suyatno, Op. cit., hlm. 19.

47

Malayu S. P. Hasibuan, Loc. cit.

48


(35)

keterangan dan penjelasan mengenai usahanya dan kewajiban bank untuk menyampaikan laporan keuangan dan laporan lainnya yang berkaitan dengan operasional bank.

b. Laporan keterangan dan penjelasan tersebut disampaikan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

c. Kewajiban penyampaian laporan ini dapat dikenakan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank bila mereka mendapat fasilitas tertentu dari bank atau diduga mempunyai peran dalam kegiatan operasional bank.

Pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Pada dasarnya, pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilaksanakan secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali untuk setiap bank. Di samping itu, pemeriksaan dapat dilakukan setiap waktu jika dipandang perlu, untuk meyakinkan pengawasan hasil tidak langsung dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan dari praktek perbankan yang sehat.49

Krisis ekonomi pada 1997 menyebabkan banyak pihak mempertanyakan mengenai sejauh mana Bank Indonesia telah melaksanakan tiga fungsi utamanya secara maksimal. Jawaban atas pertanyaan tersebut berkaitan dengan aspek-aspek

C. Kewenangan Bank Indonesia dalam Perbankan di Indonesia

49


(36)

internal Bank Indonesia yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan ketiga fungsi Bank Indonesia.

Aspek-aspek internal tersebut terdiri dari kemampuan Bank Indonesia sebagai lembaga kepekaan Bank Indonesia terhadap permasalahan lingkungan, serta daya antisipatif Bank Indonesia dalam menghadapi situasi yang akan dating dan penelaahan tterhadap aspek-aspek internal ini harus diletakkan pada kedudukan Bank Indonesia yang sesuai dengan Undang-undang No. 13 Tahun 1968 merupakan bagian pemerintah.50

Keberadaan bank sentral yang independen di Indonesia merupakan prasyarat bagi pengendalian moneter yang efektif dan efisien. Pencantuman status independen dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2004 diperlukan untuk memberikan dasar hukum yang kuat, menjamin kepastian hukum dalam konsistensi status kelembagaan Bank Indonesia. Sebagai lembaga independen, Bank Indonesia memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya, dan untuk menjamin independen tersebut, kedudukan Bank Indonesia berada di luar pemerintah Republik Indonesia.51

Sesuai dengan status independen, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia wajib menolak dan atau mengakibatkan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.52

50

Didik J. Rachbini, Op. cit., hlm 113.

51

Malayu S. P. Hasibuan, Op. cit., hlm 31

52


(37)

1. Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengendalian Moneter

Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan susunan operasional, yaitu uang primer (base money) dan selanjutnya untuk mengamati perkembangan indicator-indikator yang memberikan tekanan pada harga dan nilai tukar rupiah. Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu :

a) Menggunakan Operasi Pasar Terbuka

Operasi pasar terbuka dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. Operasi pasar terbuka dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu melaui penjualan Sertifikat Bank Indonesia dan intervensi rupiah.53

Fasilitas ini disediakan bagi bank-bank dalam rangka memperlancar pengaturan likuiditas sehari-hari, khususnya bank yang menghadapi maturity mismatch antara penanam dan pendanaannya. Fasilitas diskonto dilakukan dengan cara penjualan surat berharga repo atau penjamin suratberharga. Surat berharga Penjualan Sertifikat Bank Indonesia dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.

b) Penentuan Tingkat Diskonto

53


(38)

yang dewasa ini dapat digunakan adalah Sertifikat Bank Indonesia dan atau Surat Berharga Pasar Uang yang dikeluarkan bank lain.54

Pengaturan kredit merupakan pengawasan terhadap praktek perkreditan yang dijalankan oleh perbankan dan membatasi pemberian kredit untuk kestabilan dan mencegah terjadinya inflasi.

c) Pengaturan Kredit atau Pembiayaan

55

Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya dalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Umum (GWM) sebesar 5 % (lima persen) dari dana pihak ketiga yang diterima baik yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter, maka cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya.

d) Penetapan Cadangan Wajib Minimum bagi Perbankan

56

Kebijakan persuasi moral ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong perbankan agar senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian bank

e) Persuasi Moral (Moral Suasion)

Kebijakan ini dilakukan oleh Bank Indonesia dengan meminta atau menghimbau bank-bank untuk selalu mempertimbangkan kondisi makro ekonomi maupun kondisi mikro masing-masing bank dalam menyusun rencana ekspansi kredit dan realistis.

54

Ibid, hlm. 127.

55

Ibid, hlm. 128.

56


(39)

dalam memberikan kredit, namun dengan tetap memberikan kebebasan bagi perbankan untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan mekanisme pasar.57

Alur mekanisme transmisi kebijakan moneter berawal dari operasi kebijakan moneter yang diarahkan untuk mempengaruhi suku bunga jangka pendek sebagai target operasional, dimana perubahan suku bunga jangka pendek mempengaruhi berbagai variabel seperti suku bunga jangka panjang, harga aset, variabel ekspektasi, dan nilai tukar.58

Kebijakan pengendalian moneter dimaksudkan untuk memberikan kepercayaan kepada perbankan dan sektor swasta untuk mengatur dirinya sendiri dalam memaksimalkan dan mengefisienkan sumber-sumber pendanaan masyarakat pada sektor-sektor yang memerlukan bantuan kredit perbankan.59

Demikian pula dalam mengelola cadangan devisa negara yang dikuasainya, Bank Indonesia berwenang menyelenggarakan berbagai jenis transaksi devisa (menjual, membeli, dan/ atau menempatkan devisa, emas, dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman) serta dapat menerima pinjaman luar negeri. Tiga asas utama yang menjadi pegangan Bank Indonesia dalam mengelola cadangan devisa adalah likuiditas (liquidity), keamanan (security), dan pendapatan yang optimal (profitability).60

57

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan : Kebijakan Moneter dan Perbankan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 64.

58

Juli Irmayanto, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2004, hlm. 38.

59

Bank Indonesia Cabang Banjarmasin, Perlindungan Hukum Nasabah Terhadap Produk Perbankan Dewasa Ini, disampaikan pada Dialog Hukum Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Konferensi Wilayah XI Kalimantan di Banjarmasin. Senat Universitas Lambung Mangkurat.

60


(40)

Untuk mencapai kestabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, Bank Indonesia menyusun rencana devisa dengan memperlancar usaha-usaha pembangunan ekonomi nasional serta memperhatikan posisi likuiditas dan solvabilitas internasional. Rencana devisa yang disusun digunakan untuk menyusun rencana sistem moneter.61

Sub-sub sistem itu adalah, pertama, instrumen pembayaran yang dapat berupa alat pembayaran tunai maupun elektronik. Kedua, lembaga-lembaga peserta kliring yang terdiri dari bank dan lembaga non bank yang biasa mengeluarkan alat pembayaran yang berlaku dalam sistem pembayaran. Yang

Berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia dalam pengendalian moneter, maka terdapat kewajiban menyelenggarakan survei, makro maupun mikro secara berkala maupun sewaktu-waktu untuk memperoleh data ataupun informasi ekonomi dan keuangan secara tepat waktu dan akurat.

Kegiatan atau survei itu dapat dilakukan Bank Indonesia itu sendiri maupun pihak lain yang ditunjuk dan setiap badan wajib memberikan keterangan atau data yang diperlukan dengan catatan akan dijamin kerahasiaannya, kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam undang-undang.

2. Kewenangan Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran tidak hanya terbatas pada persoalan-persoalan teknis berkaitan dengan kegiatan kliring antar bank. Tetapi sebenarnya sistem pembayaran setidaknya terdiri dari lima sub sistem yang berada di dalamnya.

61


(41)

dimaksud dengan lembaga non bank adalah perusahaan-perusahaan penerbit kartu kredit. Sebagai anggota dan peserta kliring, maka bank dan lembaga keuangan non bank berada dalam pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia yang berkaitan dengan upaya menjaga kelancaran sistem pembayaran. Ketiga adalah prosedur pembayaran, dari sisi Bank Indonesia sebagai pengatur sistem pembayaran, prosedur yang dikehendaki adalah yang mampu meminimalkan risiko dan mengupayakan proses pembayaran sesingkat mungkin. Bank Indonesia bertanggung jawab menjaga agar proses perputaran uang dalam sistem pembayaran berjalan dengan cepat, sehingga setiap orang yang membutuhkan uangnya dapat segera menerima uangnya tanpa harus menunggu terlalu lama. Makin cepat uang diterima oleh pihak yang berhak, dengan sendirinya risiko yang harus dihadapi oleh pihak-pihak yang bersangkutan termasuk Bank Indonesia juga makin kecil.62

Sub sistem keempat dalam sistem pembayaran adalah infrastruktur yang tersedia. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur sistem pembayaran sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi sistem pembayaran oleh Bank Indonesia maupun lembaga-lembaga peserta kliring. Kelancaran sistem pembayaran juga ditentukan oleh teknologi yang memadai, sangat penting dalam memberikan jaminan kepastian sebagai bentuk perlindungan kepentingan masyarakat luas, sehingga masyarakat selalu merasa aman saat memasukkan dananya ke dalam sistem perbankan.63

62

Didik J. Rachbini, Op. cit., hlm. 149-150.

63


(42)

Sistem pembayaran merupakan urat nadi sistem perekonomian suatu negara, yang efektivitas pengelolaannya akan menentukan kelancaran roda perekonomian. Sistem pembayaran yang teratur dan terjaga kelancarannya, merupakan kondisi tak terpisahkan dari setiap pelaksanaan kebijakan moneter dan segala upaya mewujudkan sistem perbankan yang sehat berdasar prinsip kehati-hatian.64

Bank Indonesia menangkap setiap masalah sistem pembayaran nasional yang sedang dan akan berkembang, Bank Indonesia selau menyerap dan mempelajari masukan-masukan dan informasi dari seluruh anggota kliring. Selain hubungan-hubungan non formal dengan peserta kliring dalam sistem pembayaran nasional, Bank Indonesia juga aktif melakukan hubungan dengan pihak-pihak luar negeri. Hubungan itu dilakukan melalui forum pertemuan bank-bank sentral negara lain. Melalui forum internasional itu, Bank Indonesia mendapat informasi mengenai perkembangan yang terjadi pada sistem pembayaran di masing-masing negara peserta. Informasi-informasi tersebut dibandingkan dengan kondisi sistem pembayaran nasional dan dipelajari kemungkinan penerapannya.

65

Wewenang Bank Indonesia dalam kelancaran sistem pembayaran adalah :66

a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dari izin atas penyelenggaraan jasa sistem perbankan.

b. Menetapkan penggunaan alat pembayaran.

64 Ibid.

65

Ibid., hlm. 156-157.

66

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 172.


(43)

c. Mengatur sistem kliring antar bank, baik dalam mata uang rupiah maupun asing.

d. Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.

e. Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yanng sah. f. Mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan

memusnahkan uang dari peredaran, termasuk memberikan penggantian dengan nilai yang sama.

3. Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengawasan Bank

a) Kewenangan dalam Menetapkan Regulasi

Dalam membina bank, Bank Indonesia memberikan petunjuk-petunjuk secara umum ataupun secara individual dalam menyelenggarakan manajemen yang baik.67

Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian, yang akan memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, yang antara lain memuat :68

1) perizinan bank;

2) kelembagaan bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan; 3) kegiatan usaha bank pada umumnya;

4) kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah; 5) merger, konsolidasi, dan akuisisi bank;

67

O. P. Simorangkir, Op. cit., hlm. 31.

68

Penjelasan Pasal 25 ayat (2) Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.


(44)

6) sistem informasi antar bank; 7) tata cara pengawasan bank;

8) sistem pelaporan bank kepada Bank Indonesia; 9) penyehatan perbankan;

10)pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hukum bank; 11)lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan.

Kewenangan Bank Indonesia dalam menetapkan regulasi terhadap bank merupakan wujud pelaksanaan kewenangnan Bank Indonesia untuk dapat melakukan dalam hal mengatur dan pengawasan bank. Hal ini menjadi urgen karena bank sebagai lembaga kepercayaan dalam menghimpun dana masyarakat memiliki karakteristik khusus dibanding jenis usaha lainnya. Dan bank dalam kesatuannya dengan sistem perbankan memiliki peran sentral dan strategis dalam menggeraktumbuhkan perekonomian suatu negara.69

Tujuan inti dari penetapan regulasi terhadap bank adalah melindungi kepentingan masyarakat penyimpan (deposan dan kreditor) yang mempercayakan dananya pada bank untuk memperoleh pembayaran kembali manfaatnya dari bank sesuai dengan sifat, jenis dan cara pembayaran yang telah dijanjikannya.70

Sejalan dengan harapan-harapan tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral yang mempunyai peran pula dalam menentukan dan memberikan arah perkembangan perbankan serta dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indonesia mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap seluruh kelembagaan dan kegiatan perbankan

69

Pernadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm. 1.

70


(45)

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Adapun pembinaan dan pengawasan tersebut ditempuh melalui upaya-upaya tertentu baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan, dan pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan perbaikan.71

Untuk mengakomodasi perkembangan di sektor perbankan termasuk derasnya pengaruh lingkungan perbankan internasioanal yang banyak dipengaruhi oleh Bank for Internasional Senttlement (BIS),72 Bank Indonesia dari waktu ke waktu senantiasa melakukan penyesuaian terhadap peraturan agar dapat menerapkan prinsip-prinsip perbankan yang sehat sesuai dengan praktik-praktik internasional yang lazim (internasional best practises).73

Dalam hal pemberian dan pencabutan izin atas suatu bank, Bank Indonesia berwenang memberikan dan mencabut izin usaha bank, memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, dan memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

b) Kewenangan dalam Memberikan dan Mencabut Izin atas Kelembagaan dan Kegiatan Usaha Tertentu dari Bank

74

71

Muhammad Djumhana, Op. cit., hlm. 104.

72

Bank for International Senttlement adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1930 di Basel, Swiss, bertujuan menjalin hubungan kerja sama antara bank sentral di seluruh dunia dalam mengembangkan aktivitas keuangan pemerintah, melayani transaksi pembayaran, dan bertindak sebagai penjamin IMF yang memberikan pinjaman kepada negara berkembang.

73

Dahlan Siamat, Op. cit., hlm. 193.

74


(46)

Pengaturan tersebut merupakan strategi pembuka (entry strategy), dalam pengaturan bank guna melakukan seleksi terhadap integritas dari calon pemilik dan pengurus, kecukupan modal guna mendukung perkembangan risiko bank, profesinalisme manajemen untuk mengelola bank secara sehat dan bertanggung jawab, serta feasibilitas dan prospek usaha yang layak, sehingga dapat merealisasikan kontribusi positif bagi sistem perbankan yang sehat.75

Pengaturan terhadap pemilik merupakan aspek pokok, karena motivasi dan arah perkembangan bank ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham sehingga penilaian terhadap integritas, reputasi, dan komitmen pemegang saham terutama pemegang saham mayoritas atau pemegang saham yang memiliki kontrol suara merupakan syarat yang sangat penting bagi terwujudnya usaha bank yang sehat. Oleh karena itu, aspek pengaturan perizinan ini cukup mencakup syarat perizinan bagi perubahan pemegang saham, terutama pemegang saham yang memegang kontrol terhadap bank, serta perubahan pemegang saham dalam rangka akuisisi, merger, dan konsolidasi.76

Pada dasarnya pengaturan aspek ini mencakup pemberian arah dan pedoman bagi bank tentang :77

1) Kegiatan yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh bank.

2) Manajemen bank berdasarkan prinsip-prinsip manajemen yang sehat. 3) Prinsip-prinsip manajemen risiko yang hati-hati dan dapat diandalkan.

4) Kewajiban untuk menyelenggarakan administrasi, dokumentasi dan akuntansi yang lengkap, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, baik untuk

75

Pernadi Gandapradja, Op. cit., hlm 9.

76 Ibid.

77


(47)

kepentingan manajemen bank maupun untuk informasi yang diperlukan untuk pengawasan bank.

5) Penetapan sanksi terhadap penyimpangan dan pelanggaran terhadap ketetapan-ketetapan.

6) Hal-hal lain yang dinilai penting dan mengandung risiko yang dapat merugikan masyarakat dan atau kepentingan sistem perbankan yang sehat. c) Kewenangan dalam Pengawasan Bank

Dalam Bank Indonesia terdapat beberapa satuan kerja di bidang pengawasan dan pengaturan bank Unit Kerja Pengaturan dan Pengembangan Perbankan (UPPB). Di unit ini disusun peraturan mengenai permodalan, batas maksimum pemberian kredit (BMPK), rasio kecukupan modal (CAR), nisbah antara pinjaman dan simpanan (LDR) dan sebagainya. Pengawasan itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu pengawasan langsung yang ditangani oleh Urusan Pemeriksaan Bank (UPmB), dan pengawasan tidak langsung dilakukan oleh Urusan Pengawasan Bank (UPwB).78

78

Didik J. Rachbani, Op. cit., hlm. 125.

Bank Indonesia tidak gegabah dalam memberikan bantuan kepada bank-bank yang bermasalah. Hanya bank-bank-bank-bank yang dinilai viable saja mendapatkan pertolongan. Bank-bank yang tidak sehat atau rusak, apalagi jika biaya untuk ”memperbaiki” lebih besar ketimbang probabilitas untuk meraih keuntungan, tidak dapat dikategorikan ”patut” ditolong.


(48)

Untuk melihat bahwa bank-bank itu dinyatakan sehat, maka Bank Indonesia menetapkan pengkualifikasian terhadap bank dalam melihat tingkat kesehatan bank.

Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas beberapa aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional.79

Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMEL yang terdiri dari :80

1) Permodalan (Capital)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a) kecukupan pemenuhan kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)

terhadap ketentuan yang berlaku; b) komposisi permodalan;

c) trend ke depan/ proyeksi KPPM;

d) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank;

79

Bab I bagian Umum Surat Edaran No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum.

80

Bab II bagian Faktor Penilaian Surat Edaran No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.


(49)

e) kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuangan (laba ditahan);

f) rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha; g) akses kepada sumber permodalan; dan

h) kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank. 2) Kualitas Aset (Asset Quality)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva

produktif;

b) debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit; c) perkembangan aktiva produktif bermasalah/ non performing asset

dibandingkan dengan aktiva produktif;

d) tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);

e) kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;

f) sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif; g) dokumentasi aktiva produktif; dan

h) kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. 3) Managemen (Management)

Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :


(50)

b) penerapan sistem manajemen risiko; dan

c) kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.

4) Rentabilitas (Earnings)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :

a) return on asset (ROA);

b) return on equity (ROE);

c) net interest margin (NIM);

d) Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO); e) Perkembangan laba operasional;

f) komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan; g) penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan h) prospek laba operasional.

5) Likuiditas (Liquidity)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a) aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang

dari 1 bulan;

b) I-month maturity mismatch ratio; c) Loan to Deposit Ratio (LDR);

d) Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;


(51)

f) kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management); g) kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal,

atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan h) stabilitas dana pihak ketiga (DPK).

6) Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a) modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover flulktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;

b) modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan den gan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan

c) kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.

Tahap pertama tingkat kesehatan bank tersebut dilakukan dengan mengkuantifikasi komponen dari masing-masing faktor. Hasil kuantifikasi dari komponen-komponen tersebut dinilai lebih lanjut dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materil berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan masing-masing faktor.81

Bank wajib memelihara kesehatan bank tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku dan wajib menyampaikan semua informasi yang dibutuhkan oleh

81

Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 26.


(52)

Bank Indonesia dan wajib pula menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.82

Selain menggunakan CAMELS untuk menilai tingkat kesehatan bank, juga ditentukan oleh hal-hal yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. Predikat tingkat kesehatan bank atau cukup sehat atau kurang sehat, akan diturunkan menjadi tidak sehat apabila terdapat :83

1) perselisihan internal yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan dalam bank yang bersangkutan;

2) campur tangan dari pihak-pihak luar bank dalam kepengurusan (manajemen) bank termasuk di dalamnya kerja sama yang tidak wajar yang mengakibatkan salah satu atau beberapa kantornya berdiri sendiri;

3) ”window dressing” dalam pembukuan dan/ atau laporan bank yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap keadaan keuangan bank, sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap bank;

4) praktek ”bank dalam bank” atau melakukan usaha bank diluar pembukuan bank;

5) kesulitan keuangan yang mengakibatkan penghentian sementara atau pengunduran diri dari keikutsertaan dalam kliring; atau

6) praktek perbankan lain yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank dan/ atau menurunkan kesehatan bank.

82

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 55.

83


(53)

Apabila menurut penilaian, Bank Indonesia menilai suatu bank mengalami kesulitan dan membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :84

1) Pemegang saham menambah modal;

2) Pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau Direksi bank;

3) Bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;

4) Bank melakukan merger atau konsolodasi dengan bank lain;

5) Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban; 6) Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada

pihak lain;

7) Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.

Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat.85

Lembaga ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia atas keterangan dan data makro yang diperlukan.

84

Kasmir, Op. cit., hlm. 56.

85

Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbanakan di Indonesia, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1995, hlm. 126.


(54)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN SYARIAH

A. Latar Belakang Berdirinya Bank Syariah

Lahirnya bank berdasarkan syariah di Indonesia telah menambah semarak khasanah hukum dan mempertegas visi tentang kehidupan perbankan di Indonesia. Betapa tidak, karena sebagian besar bangsa Indonesia beragama Islam, sehingga kehadiran bank berdasarkan syariah yang notabene dilandasi unsur-unsur syariat Islam tersebut benar-benar seperti “gayung bersambut”.86

Apalagi karena sistem perbankan konvensional yang mengandalkan pada simpanan atau kredit berdasarkan pada “bunga”, dimana hal tersebut oleh kelompok terentu dalam Islam dipersamakan dengan bunga uang yang dilarang dalam hukum Islam. Atau setidak-tidaknya ada keraguan terhadap halal atau haramnya bunga bank. Dengan demikian, lembaga alternatif berupa bank tanpa bunga yang memang benar-benar berdasarkan hukum syariah tentu disambut dengan hangat oleh masyarakat.87

Lagi pula, dibanyak negeri lain, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ternyata bank-bank yang berdasarkan syariat sudah lama berdiri dan sangat berkembang serta sangat bagus prospeknya.88 Di luar negeri bahkan banyak bank syariat yang umurnya sudah lama. Misalnya sebagai berikut :89

86

Munir Fuady. Op. cit., hlm. 167.

87 Ibid.

88 Ibid.

89


(55)

1. Bahrain Islamic Bank (berdiri tahun 1978) 2. Islamic Bank Bangladesh (1986)

3. Kuwait Finance House (1987) 4. Bank Islam Malaysia Berhad (1987) 5. Qatar Islamic Bank (1407)

6. Faysal Islamic Bank Sudan ( 1407) 7. Islamic Bank for Western Sudan (1987) 8. Sudanese Islamic Bank (1405)

9. Belt Ettanwil Saudi (B.E.S.T.) (1986) 10. Al Baraka Turkis Finance House (1989) 11. Kuwait Turkis Evkaf Finance House (1989) 12. Bank Al Taqwa (1989)

13. Nasser Social Bank (1971) 14. Dubai Islamic Bank (1975) 15. Kuwait Finance House (1977)

16. Faisal Islamic Bank, Mesir dan Sudan (1977) 17. Jordan Islamic Bank (1978)

18. The Islamic Internasional Bank for Investment and Development, Mesir (1980)

19. The International Islamic Bank of Dacca Bangladesh (1982) 20. Massraf Faysal Al-Islami Bahrain (1982)

21. The Islamic Investment Company, Nassau (1977)


(56)

23. The Sharia Investment Service, Genewa (1980)

24. The Bahrain Islamic Investment Bank, Manama (1980) 25. The Dar Al-Maal Al-Islam Ltd., Genewa (1981)

26. Bank Muamalat Indonesia (1992) 27. Dan lain-lain

Melihat maraknya perkembangan kehidupan bank-bank yang berdasarkan syariah di luar negeri, maka tidak heran lagi bahwa kehadiran bank-bank tersebut di Indonesia sangat menjanjikan. Hanya saja, tentunya perkembangannya di Indonesia juga akan berhadapan dengan sistem hukum di Indonesia yang bukan hukum Islam, khususnya hukum perbankan yang mendasari atas sistem perbankan konvensional dengan memakai prinsip “bunga bank”. Diperlukan terobosan-terobosan yurudis untuk memperlancar beroperasinya bank-bank berdasarkan syariah ini.90

Industri perbankan yang pertama yang menggunakan sistem syariah di Indonesia adalah PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk yang didirikan pada tanggal 1 Nopember 1991 dan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan Mei 1992. Pendirian bank dimaksud, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), pemerintah Indonesia, serta dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.91

Pada saat itu, Undang Perbankan yang berlaku masih Undang-undang No. 14 Tahun 1967 yang mendefenisikan pendapatan bank sebagai pendapatan bunga. Defenisi ini menghambat pendirian Bank Syariah di Indonesia

90 Ibid.

91


(57)

karena tidak memberi tempat bagi bank yang mengharamkan bunga. Selanjutnya, pada tanggal 25 Maret 1992, Undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan diganti dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, memberi landasan hukum bagi berdirinya bank bagi hasil (istilah bank syariah belum digunakan). Beberapa minggu kemudian dengan keyakinan penuh para pendiri Bank Muamalat, sehingga beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992.

Apabila merenungkan perjalanan sejarah perbankan di Indonesia, sulit membayangkan Indonesia dapat menjadi ketua Islamic Financial Services Boards

tanpa ada momentum bersejarah pada tanggal 1 Mei 1992, yaitu tujuh belas tahun yang lalu (2009-1992 = 17). Demikian pula, tidak pernah terpikirkan keberadaan Dewan Syariah Nasional atau Direktorat Perbankan Syariah pada Bank Indonesia yang tujuh belas tahun yang lalu. Namun demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menjadi master-mind di balik tonggak sejarah itu dengan menggelar

workshop tentang bunga bank, sehingga menjadi momentum awal dari ide pendirian bank syariah di Indonesia pada tahun 1990. Workshop dimaksud, mempunyai keputusan di antaranya merekomendasikan pendirian bank syariah untuk melayani sebagian warga masyarakat yang meyakini bahwa bunga bank identik dengan riba dan oleh karenanya haram.92

Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syariah di Indonesia. Hal dimaksud berarti secara yuridis empiris telah diakui keberadaannya oleh warga masyarakat Islam di Indonesia. Sebelum tahun

92


(58)

1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan nonbank yang telah menerapkan konsep bagi hasil (mudharabah) dalam kegiatan operasionalnya. Hal ini menunjukkan kebutuhan warga masyarakat tentang kehadiran institusi-institusi keaungan yang dapat memberikan jasa keungan yang sesuai dengan ajaran Islam bagi pemeluknya.93

Untuk mengayomi kebutuhan warga masyarakat Islam dimaksud, pihak pemerintah mengusahakan berdirinya suatu sistem perbankan yang sesuai syariah dalam suatu peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, secara implisit membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar opersional bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank..94

Prinsip bagi hasil (mudharabah) dalam peraturan perundang-undangan tersebut menjadi dasar hukum secara yuridis normatif dalam pengoperasian perbankan syariah di Indonesia yang menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia.95 Selanjutnya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Pada tahun 1999 dikeluarkan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang memberikan kewenangan kepada bank Indonesia untuk dapat menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah.96

93

Ibid., hlm. 12.

94 Ibid.

95 Ibid.

96


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Bank Indonesia dalam melaksanakan pengawasan pada bank syariah harus memperhatikan beberapa objek yang menjadi tinjauan dalam pengawasan bank syariah dimana dalam pelaksanaan operasional perbankan tidak bertentangan dengan prinsip syariah, yakni tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi (maisir), ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar), haram, dan zalim. Adapun objek tinjauan yang harus diperhatikan Bank Indonesia dalam melaksanakan pengawasan pada bank syariah adalah laporan keuangan bank syariah, System Operating Procedures (SOP), Sumber Daya Insani (SDI) Syariah, Dewan Pengawas Syariah (DPS), dan struktur produk syariah, yang kelima unsur ini harus diawasi dan diperiksa dengan teliti dan cermat demi terwujudnya sistem dan tatanan perbankan syariah yang sehat dan istiqomah dalam penerapan prinsip syariah.

2. Kewenangan Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugas pengawasan terhadap bank syariah meliputi pengawasan tidak langsung (off-site supervision) atas dasar laporan bank dan pengawasan langsung (on-site supervision) dalam bentuk pemeriksaan di kantor bank yang bersangkutan terkait dengan pelaksanaan prinsip syariah dan dalam menjalankan usaha atau memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.

3. Peranan Bank Indonesia dalam mengatur tingkat kesehatan bank syariah yaitu mewajibkan bank memelihara tingkat kesehatannya yang meliputi kecukupan modal, kualitas aset,


(2)

likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas manajemen yang menggambarkan kapabilitas dalam aspek keuangan, kepatuhan terhadap Prinsip Syariah dan prinsip manajemen Islami, serta aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha Bank Syariah dan UUS sesuai dengan sistem penilaian atau kriteria tingkat kesehatan dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat dan berguna untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap prinsip syariah, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.

4. Akibat hukum yang diberikan Bank Indonesia terhadap bank syariah yang melanggar prinsip syariah bisa sampai kepada pencabutan izin usaha bank dimana kepatuhan syariah (syariah compliance) merupakan pilar penting dalam praktek operasioanal perbankan syariah yang menjadi pembeda utama dengan perbankan konvensional, dan untuk menjamin teraplikasinya prinsip syariah diperlukan pengawasan syariah yang diperankan oleh Dewan Pengawsa Syariah (DPS) yang dibentuk di bank syariah dan bank umum konvensional yang memiliki UUS.


(3)

B. Saran

1. Setiap praktek operasional dan produk-produk perbankan syariah harus benar-benar dijalankan berdasarkan prinsip syariah sehingga tidak ada satu pun kegiatan usaha yang mengandung riba, maisir, gharar, haram dan zalim. Dengan demikian akan terjamin kehalalannya.

2. Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang dibentuk di bank syariah dan bank umum konvensional yang memiliki UUS yang berperan dalam pengawasan syariah diharapkan terdiri dari orang-orang yang memahami dan menguasai ilmu ekonomi, keuangan, dan perbankan serta berpengalaman luas di bidang hukum Islam karena DPS memiliki peran penting dalam syariah compliance yang berakibat pelanggaran prinsip syariah atau tidak. 3. Bagi Bank Indonesia dan Dewan Pengawas Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama

Indonesia perlu menciptakan sistem pengawasan syariah dalam satu atap dalam upaya menyamakan persepsi agar tidak terjadi perbedaan kepentingan antara kedua lembaga ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin., Hukum Perbankan Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.

Chapra, M. Umer dan Tariqullah Khan., Regulasi dan Pengawasan Bank Syariah, Jakarta ; 2008. Dewi, Gemala., Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia,

Jakarta : Kencana, 2006.

Dewi, Gemala, Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2007.

Djumhana, Muhammad., Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

Fuady, Munir., Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Gandapradja, Pernadi., Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Hamid, M. Arifin., Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) di Indonesia, Bogor : Ghalia Indonesia, 2007.

Hasibuan, Malayu S. P., Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta : Bumi Aksara, 2001.

Hay, Marhaynis Abdul., Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Pradnya Paramita, 1977. Hermansyah., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana, 2008.

Irmayanto, Juli, dkk., Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2004.

Iswardono., Uang dan Bank, Yogyakarta : BPFE, 1991.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Muhammad, Abdul Kadir dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Rachbini, Didik J., dkk, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, Jakarta : PT. Mardi Mulyo, 2000.

Rindjin, Ketut., Pengantar Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.


(5)

Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan : Kebijakan Moneter dan Perbankan, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005.

Simorangkir, O. P., Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000.

Sitompul, Zulkarnain., Problematika Perbankan, Bandung : BooksTerrace, 2005.

Suhardi, Gunarto., Usaha Perbankan dalam Persfektif Hukum, Yogyakarta : Kanisius, 2003. Suyatno, Thomas., dkk., Kelembagaan Perbankan, Jakarta ; PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991. Usman, Rachmadi., Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama : 2003

Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 1995.

Wirdyaningsih, dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2005.

Peraturan Perundang-undangan :

Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah.

PBI No. 11/10/Pbi/2009 tentang Unit Usaha Syariah.

PBI No. 11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah.

Website/ internet :

tanggal 6 Februari 2010.


(6)

tanggal 6 Februari 2010.

Republika Online, Selasa, tanggal 30 Januari 2007, yang diakses pada tanggal 7 Februari 2010.