Deteksi Mycobacterium Tuberculosis Dari Cairan Efusi Pleura Dengan Teknik Polymerase Chain Reaction dan Ziehl-Nielsen Pada Penderita Tuberkulosis Paru.

(1)

ABSTRAK

DETEKSI Mycobacterium tuberculosis DARI CAIRAN EFUSI PLEURA DENGAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION DAN ZIEHL-NIELSEN PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU

Iryanthy Makangiras,2005; Pembimbing I : Diana K.J.,dr.,M.Kes

Pembimbing II : J.Teguh.W.,dr.Sp.P Pembimbing III : Teresa Liliana W.,S.Si

Efusi pleura yang merupakan manifestasi gangguan pada pleura adalah salah satu penyakit infeksi yang semakin sering terjadi. Tuberkulosis masih merupakan penyebab efusi pleura paling banyak di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia. Dewasa ini sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi tuberkulosis, setiap tahun terdapat sekitar 8 juta penderita baru tuberkulosis di seluruh dunia dan hampir 3 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Oleh karena itu, diagnosis tuberkulosis yang akurat sangatlah penting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi adanya kuman Mycobacterium

tuberculosis dalam cairan pleura dengan teknik pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan Ziehl-Nielsen dalam menegakkan diagnosis efusi pleura

tuberkulosis.

Penelitian Laboratory experimental ini merupakan uji diagnostik untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR (Polymerase Chain

Reaction) dan pemeriksaan Ziehl-Nielsen pada penderita efusi pleura

tuberkulosis.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan 9 dari 11 sampel adalah positif menggunakan teknik PCR dan seluruh sampel adalah negatif dengan

Ziehl-Nielsen.

Dari hasil penelitian tampak bahwa teknik PCR lebih sensitif dalam mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dari cairan efusi pleura sehingga dapat memberikan diagnosis tuberkulosis yang lebih akurat dibandingkan dengan pemeriksaan Ziehl-Nielsen. Teknik PCR juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang dalam diagnosis efusi pleura.


(2)

ABSTRACT

MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS DETECTION FROM PLEURAL FLUID WITH PCR TECHNIQUE AND ZIEHL-NIELSEN OF PULMONARY

TUBERCULOSIS PATIENTS

Iryanthy Makangiras, 2005; 1st Tutor : Diana K.J.,dr.M.Kes 2nd Tutor : J.Teguh.W.,dr.Sp.P

3rd Tutor : Teresa Liliana W.,S.Si

Pleural effusion representing manifestation of disorder at pleura is one of infection disease which progressively often happened. Pleural effusion which is caused by tuberculosis is still be major cause in many country in the world, including Indonesian. Nowadays, about one-third world community was infected by tuberculosis, every year there are about 8 million new patient tuberculosis in all over the world and almost three million people die every year cause by these sickness. Because of that, an accurate diagnosis of tuberculosis is very important. The aims of this research was to detection M. tuberculosis from the pleural effusion of pulmonary tuberculosis patient with PCR (Polymerase Chain Reaction) technique and Ziehl-Nielsen examination in upholding diagnosis of pleural effusion of tuberculosis.

This Laboratory experimental research representing diagnostic test to detect Mycobacterium tuberculosis with PCR (Polymerase Chain Reaction) technique and Ziehl-Nielsen of pulmonary tuberculosis patients.

The result of this research showed that 9 0f 11 samples were positive using PCR technique and all samples were negative using Ziehl-Nielsen.

According to the result of this research, showed that PCR technique is more sensitive in detect Mycobacterium tuberculosis from pleural effusion fluid, with that result, could give tuberculosis diagnosis which is more accurate if compare with Ziehl-Nielsen. PCR technique also could use to be supporting examination in diagnosis of pleural effusion of tuberculosis.

Key words : Mycobacterium tuberculosis, PCR, Ziehl-Nielsen, Pleural effusion.


(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 3

1.3 Maksud dan Tujuan... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

1.4.1 Kegunaan Akademis ... 4

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 4

1.5 Metodologi Penelitian ... 4

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pleura dan Paru-Paru ... 6

2.2 Efusi Pleura ... 9

2.2.1 Patofisiologi Efusi Pleura ... 9

2.2.2 Etiologi Efusi Pleura ... 10

2.2.3 Gejala Efusi Pleura ... 13

2.3 Efusi Pleura Akibat Tuberkulosis ... 13

2.4 Karakteristik Mycobacterium tuberculosis ... 15

2.4.1 Patogenisitas Mikobakteria ... 17

2.4.2 Gambaran Histopatologi ... 18


(4)

ix

2.5 Gambaran Klinis Mycobacterium tuberculosis... 20

2.5.1 Gejala ... 20

2.5.2 Hasil Laboratorium ... 20

2.6 Deteksi Mycobacterium tuberculosis... 22

2.6.1 Deteksi dengan teknik Polymerase Chain Reaction ... 22

2.6.2 Pemeriksaan Bakteriologik ... 24

2.6.3 Pemeriksaan Radiologik ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Subjek Penelitian ... 27

3.2 Metode Penelitian ... 27

3.2.1 Pemeriksaan BTA Metode Ziehl-Nielsen ... 28

3.2.2 Teknik PCR... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil & Pembahasan Penelitian ... 32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA... 35

LAMPIRAN... 37

RIWAYAT HIDUP ... 40


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan antara Transudat dan Eksudat ... 12

Tabel 3.1. Protokol Waktu dan Suhu yang Digunakan pada Teknik PCR ... 30

Tabel 4.1 Data Epidemiologi Subjek Penelitian ... 32

Tabel 4.2 Hasil PCR dengan Gambaran Radiologis ... 32

Tabel 4.3 Hasil PCR dengan hasil pemeriksaan secara mikroskopik (Ziehl-Nielsen) ... 33


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan Teknik PCR ... 37 Lampiran 2 Data Keseluruhan Hasil Penelitian Deteksi

Mycobacterium tuberculosis ... 39


(7)

Lampiran 1

Hasil deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR dapat dilihat pada gambar 1.,2.,3., berikut ini.

Gambar 1. Hasil Elektroforesis Sampel no 1 (+), 2 (+), 3 (+)

Gambar 2. Hasil Elektoforesis Sampel no 4 (+), 5 (+), 6 (+), 7 (-), 8 (+)


(8)

38

Gambar 3. Hasil Elektroforesis Sampel no 9 (+), 10 (-), 11 (-), 12 (+)


(9)

Lampiran 2

Tabel data keseluruhan hasil penelitian deteksi Mycobacterium tuberculosis

No. Sampel JK Umur Diagnosis Keluhan Utama

PCR ZN Foto thoraks 1. I L 65 th Efusi Pleura

dextra + CH + TBC

Sesak nafas ⊕ Θ Efusi Pleura

2. II L 70 th Pleural Effusion (ka.) + DC, Pleuritis TBC

Sesak nafas ⊕ Θ Efusi Pleura (tampak bayangan opak yg mengobliterasi sinus & diafragma ka., kranialisasi ⊕, cor sulit dikalkulasi -tampak membesar- Hili kasar & corakan paru ber⊕; Kesan : pembesaran jantung dg tanda

bendungan paru & effusi pleura kanan.

3. III L 28 th Efusi Pleura TB ki.

Sesak ⊕ Θ Efusi pleura 4. IV L 65 th KP + efusi

pleura TB kiri.

Panas badan beberapa hari, sesak + muntah

⊕ Θ Efusi pleura dengan infiltrat TB

5. V L 28 th Pleural Effusion TB ka.

Panas badan ⊕ Θ Efusi pleura 6. VI L 40 th Efusi Pleura TB

ka.

Sesak, nyeri

dada ka. ⊕ Θ

Efusi pleura 7. VII P 36 th Pleural effusion

TB kiri

Nyeri dada

kiri Θ Θ

Efusi pleura (Cor tampak tidak membesar, bayangan opak yg mengobliterasi sinus & diafragma ki., hemothorax kiri. 8. VIII L 17 th Pleura Effusi TB

ka.

1 th batuk ; 1

bln sesak ⊕ Θ

Efusi pleura 9. IX L 54 th Pleura Effusion

TB (bilateral)

1 bln batuk

sesak ⊕ Θ

Efusi pleura dengan infiltrat TB 10. X P 42 th Effusi Pleura TB

ki.

Check up – effusi pleura (ada cairan di pleura)

Θ Θ Efusi pleura

11. XII L 37 th Pleura Effusion dextra yg

capsulated & bersekat, pneumonia ka. bawah


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Iryanthy Makangiras

Nomor Pokok Mahasiswa : 0210170

Tempat dan tanggal lahir : Bogor, 18 Oktober 1983 Alamat : Jl. Sukakarya III/17, Bandung Riwayat Pendidikan : SD Regina Pacis, Bogor, 1996

SMP Regina Pacis, Bogor, 1999 SMA Regina Pacis, Bogor, 2002

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKM (2002 sd

sekarang)


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisasi kesehatan dunia, WHO, baru-baru ini membunyikan tanda bahaya untuk mewaspadai serangan berbagai penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini, wabah penyakit infeksi yang diperkirakan telah berhasil diberantas ternyata semakin sering terjadi (anonymous, 2003). Akibat dari penyakit infeksi salah satunya adalah efusi pleura yang merupakan manifestasi gangguan pada pleura. Setiap tahun kurang lebih satu juta penderita mengalami efusi pleura. Tuberkulosis masih merupakan penyebab efusi pleura paling banyak di berbagai negara di dunia (Ni Nyoman Priantini, 2005). Tuberkulosis merupakan penyakit yang kronik akan tetapi pleuritis tuberkulosis biasanya dikeluhkan sebagai penyakit yang akut.

Dewasa ini sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi tuberkulosis, setiap tahun terdapat sekitar 8 juta penderita baru tuberkulosis di seluruh dunia dan hampir 3 juta orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Paling sedikit satu orang akan terinfeksi tuberkulosis setiap detik, dan setiap 10 detik akan ada satu orang yang meninggal akibat tuberkulosis di dunia. Tuberkulosis membunuh hampir satu juta wanita setiap tahun, angka ini lebih tinggi dari kematian wanita akibat proses kehamilan dan persalinan, dan Tuberkulosis membunuh 100.000 anak setiap tahunnya. Sampai saat ini tidak ada satu negara pun di dunia ini yang telah bebas tuberkulosis. Data WHO menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah penyumbang kasus tuberkulosis terbesar ke tiga di dunia. Di Indonesia jumlah penderita tuberkulosis menular adalah 262.000 orang setiap tahun dan jumlah seluruh penderita baru adalah 583.000 orang pertahunnya. Diperkirakan sekitar 140.000 orang Indonesia meninggal setiap tahunnya akibat tuberkulosis (Tjandra Yoga Aditama, 2000).

Pengobatan yang tepat, efektif dan sesuai pada pasien dengan tuberkulosis aktif merupakan langkah utama pengendalian tuberkulosis kesehatan masyarakat.


(12)

2

Bila timbul kembali tuberkulosis berarti cara pengendalian ini tidak dilakukan secara adekuat. Agar pengobatan yang diberikan tepat, diperlukan diagnosis penyakit tuberkulosis yang tepat pula. Salah satu masalah dalam diagnosis pasti tuberkulosis adalah dibutuhkan waktu yang lama untuk kultur/pembiakan secara konvensional (Hanifa dkk, 2001).

Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi pasti kuman tuberkulosis secara lebih cepat. Dasar pemeriksaannya adalah mendeteksi kuman tuberkulosis dan atau mendeteksi respon tubuh terhadap masuknya kuman tersebut. Untuk mendeteksi kuman, dapat dilakukan pendekatan secara molekuler khususnya untuk mendeteksi DNA, pendekatan serologis untuk mendeteksi antigen-antibodi terhadap kuman serta pendekatan komponen untuk mendeteksi struktur kuman itu sendiri. Sementara itu, deteksi respon tubuh terhadap masuknya kuman biasanya dilakukan secara serologik untuk mendeteksi respons humoral, dan kadang-kadang dapat pula dideteksi respons seluler yang terjadi.

Diagnosis konvensional efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis selama ini adalah dengan gejala klinik, radiologi dan laboratorium (rivalta, BTA/kultur sputum dan tes mantoux). Kelemahan diagnosis di atas adalah hasil rivalta dapat positif diduga karena penyebab selain infeksi tuberkulosis misalnya; haemoptu, pneumoni, tumor dan infark paru. Sedangkan untuk diagnosis tuberkulosis paru digunakan gold standard BTA sputum dan radiologi paru atau tanpa radiologi, sedang untuk tes mantoux karena di Indonesia merupakan daerah endemik tuberkulosis maka pada infeksi tuberkulosis hasil tes mantoux sering positif palsu (Hanifa dkk, 2001).

Salah satu teknik yang paling populer adalah Polymerase Chain Reaction (PCR). Prinsip utama teknik ini adalah deteksi DNA kuman, setelah dilakukan amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga deteksi dapat dengan mudah dilakukan. Dalam pelaksanaannya tes ini memerlukan laboratorium dengan pengontrolan kualitas yang baik.

Amplifikasi DNA melalui reaksi PCR mempunyai berbagai kelebihan seperti cepat, mempunyai tingkat sensitivitas dan spesifikasi yang tinggi, tidak diperlukan


(13)

3

pengembangan inokulum, target dapat berupa DNA atau RNA. Kelebihan-kelebihan tersebut menjadikan penemuan dan aplikasi PCR menjadi suatu terobosan baru yang positif.

Pemeriksaan konvensional yaitu dengan mikroskop dan kultur untuk diagnosis tuberkulosis memiliki keterbatasan yaitu pemeriksaan mikroskopis memerlukan jumlah kuman yang banyak untuk pendeteksian (minimum 10.000 kuman/cc) dan cara kultur memerlukan waktu pertumbuhan yang lama (6-8 minggu). Identifikasi Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR dapat dilakukan lebih cepat, tidak memerlukan jumlah kuman yang banyak dengan angka sensitifitas yang lebih tinggi dari pemeriksaan mikroskopis dan kultur.

Selain sejumlah kelebihan yang dimiliki oleh metode PCR, terdapat beberapa kelemahan, yaitu sekuen DNA atau RNA mudah terkontaminasi harus sudah diketahui. Pada penggunaan PCR untuk deteksi mikroba, kuman sukar diukur secara kuantitatif, sukar membedakan antara kolonisasi dan invasi, dan kultur tidak dapat digunakan untuk karakterisasi lebih lanjut seperti ‘typing’.

Karena adanya kelemahan-kelemahan cara diagnostik mikroskopik (pewarnaan dan kultur) untuk menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis dan adanya serta makin sempurnanya PCR sebagai suatu cara diagnostik baru yang lebih cepat serta lebih sensitif (Hanifa dkk, 2001) maka dilakukan penelitian deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR dan Ziehl-Nielsen dari cairan efusi pleura untuk mendapatkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis yang lebih akurat dengan metode deteksi yang paling sensitif.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah deteksi Mycobacterium tuberculosis pada cairan efusi pleura dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) lebih sensitif dibandingkan dengan teknik Ziehl-Nielsen pada penderita Tuberkulosis Paru.


(14)

4

1.3 Maksud & Tujuan

Maksud : Dengan teknik pemeriksaan yang lebih baik, diharapkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis dapat ditegakkan dengan lebih akurat sehingga penanganan efusi pleura tuberkulosis dapat lebih optimal. Tujuan : Untuk menilai deteksi kuman Mycobacterium tuberculosis dari

cairan efusi pleura dengan menggunakan teknik PCR lebih sensitif bila dibandingkan dengan Ziehl-Nielsen secara mikroskopik dalam menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Akademis

Memberikan informasi mengenai akurasi dan sensitivitas deteksi

Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR dan Ziehl-Nielsen.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberi informasi kepada klinisi bahwa terdapat teknik deteksi

Mycobacterium tuberculosis yang lebih akurat sehingga dapat membuat

diagnosis yang akurat dan diharapkan pasien efusi pleura tuberkulosis mendapatkan penanganan yang lebih baik.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian Laboratory experimental ini merupakan suatu uji diagnostik untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR (Polymerase Chain


(15)

5

1.6 Lokasi dan Waktu

Lokasi : Laboratorium Penelitian & Pengembangan Ilmu Kedokteran Dasar Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha & Laboratorium Biotek Rumah Sakit Rajawali Bandung. Waktu : Maret – Desember 2005.


(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Deteksi kuman Mycobacterium tuberculosis dari cairan efusi pleura dengan menggunakan teknik PCR lebih sensitif bila dibandingkan dengan Ziehl-Nielsen secara mikroskopik pada 11 orang penderita efusi pleura tuberkulosis. Hal ini menunjukkan bahwa teknik pemeriksaan PCR dapat memberikan diagnosis efusi pleura tuberkulosis yang lebih akurat sehingga dapat digunakan sebagai sarana pemeriksaan penunjang.

5.2 Saran

Penulis menyarankan agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan : 1) Jumlah sampel yang lebih banyak.

2) Pengukuran konsentrasi masing-masing DNA hasil isolasi DNA.


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2003. http://www.infeksi.com/penyakit/penyakit_tuberculosis.html. Accessed on 26 Juni 2005.

Anonymous. 2004. Informasi Penyakit Tentang Efusi Pleura. http://www.medicastore.com/med/detail.pyk.phd. Accessed on 15 Desember 2005.

Bambang Kisworo. 2005. Efusi Pleura Keganasan. http://www.kalbefarma.com/files /cdk/files/15EfusiPleura99.pdf. Accessed on 15 Desember 2005.

Brooks G. F., Butel J. S., Ornston L. N. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC. Jakarta. hal 302 – 306.

Crofton J, Horne N, Miller F. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. Widya Medika. Jakarta. hal 93 – 95.

Gandasoebrata. 2001. Penuntun Laboratorium Klinik. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta. hal 149 – 150.

Ganong W. F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. EGC. Jakarta. hal 629 – 632, 637 – 645.

Hanifa U, Soemohardjo S, Achmad H, Widodo MA. 2001. Perbandingan

Pemeriksaan PCR, Kultur M.tuberculosis dan BTA Cairan Pleura Serta Pemeriksaan Radiologi Paru untuk Menegakkan Diagnose Efusi Pleura Tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Mataram. http://digilib.brawijaya.ac.id.

20 Mei 2005.

Hood Alsagaff, Abdul Mukty. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Airlangga University. Surabaya. hal 143 – 154.

Moore K. L & Agur A. M. L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Penerbit Hipokrates. Jakarta. hal 45 – 54.

Ni Nyoman Priantini, Eddy S, Suradi, Setiawan Usman. 2005. Pleural Effusion

Followed By Miliary Tuberculosis. Proceeding Book. Dalam : Simposium

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Kongres Nasional X PDPI dengan tema Peran Ilmu Kedokteran Respirasi Dalam Mewujudkan Indonesia Sehat 2010. hal 44 – 48.


(18)

36

Tabrani Rab. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Hipokrates. Jakarta. hal 574 – 579.

Teresa L Wargasetia. 1999. Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Aplikasinya.

Majalah Ilmiah Maranatha. Vol XVII/Th. Ke VI/ Desember. hal 45 – 52.

Teresa L Wargasetia. 2002. Diagnosis Penyakit Infeksi dengan Teknik “POLYMERASE CHAIN REACTION”. Majalah Ilmiah Maranatha. Vol XXI/Th.IX/April. hal 36 – 42.

Tierney L. M, McPhee S, Papadakis M. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran

Ilmu Penyakit Dalam. Buku Satu. Salemba Medika. Jakarta. hal 117, 119.

Tjandra Yoga Aditama . 2002. Tuberkulosis Diagnosis, Therapi & Masalahnya. Edisi IV.IDI. Jakarta. hal 24-25, 144.


(1)

3

pengembangan inokulum, target dapat berupa DNA atau RNA. Kelebihan-kelebihan tersebut menjadikan penemuan dan aplikasi PCR menjadi suatu terobosan baru yang positif.

Pemeriksaan konvensional yaitu dengan mikroskop dan kultur untuk diagnosis tuberkulosis memiliki keterbatasan yaitu pemeriksaan mikroskopis memerlukan jumlah kuman yang banyak untuk pendeteksian (minimum 10.000 kuman/cc) dan cara kultur memerlukan waktu pertumbuhan yang lama (6-8 minggu). Identifikasi Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR dapat dilakukan lebih cepat, tidak memerlukan jumlah kuman yang banyak dengan angka sensitifitas yang lebih tinggi dari pemeriksaan mikroskopis dan kultur.

Selain sejumlah kelebihan yang dimiliki oleh metode PCR, terdapat beberapa kelemahan, yaitu sekuen DNA atau RNA mudah terkontaminasi harus sudah diketahui. Pada penggunaan PCR untuk deteksi mikroba, kuman sukar diukur secara kuantitatif, sukar membedakan antara kolonisasi dan invasi, dan kultur tidak dapat digunakan untuk karakterisasi lebih lanjut seperti ‘typing’.

Karena adanya kelemahan-kelemahan cara diagnostik mikroskopik (pewarnaan dan kultur) untuk menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis dan adanya serta makin sempurnanya PCR sebagai suatu cara diagnostik baru yang lebih cepat serta lebih sensitif (Hanifa dkk, 2001) maka dilakukan penelitian deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR dan Ziehl-Nielsen dari cairan efusi pleura untuk mendapatkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis yang lebih akurat dengan metode deteksi yang paling sensitif.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah deteksi Mycobacterium tuberculosis pada cairan efusi pleura dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) lebih sensitif dibandingkan dengan teknik Ziehl-Nielsen pada penderita Tuberkulosis Paru.


(2)

4

1.3 Maksud & Tujuan

Maksud : Dengan teknik pemeriksaan yang lebih baik, diharapkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis dapat ditegakkan dengan lebih akurat sehingga penanganan efusi pleura tuberkulosis dapat lebih optimal. Tujuan : Untuk menilai deteksi kuman Mycobacterium tuberculosis dari

cairan efusi pleura dengan menggunakan teknik PCR lebih sensitif bila dibandingkan dengan Ziehl-Nielsen secara mikroskopik dalam menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Akademis

Memberikan informasi mengenai akurasi dan sensitivitas deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR dan Ziehl-Nielsen.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberi informasi kepada klinisi bahwa terdapat teknik deteksi Mycobacterium tuberculosis yang lebih akurat sehingga dapat membuat diagnosis yang akurat dan diharapkan pasien efusi pleura tuberkulosis mendapatkan penanganan yang lebih baik.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian Laboratory experimental ini merupakan suatu uji diagnostik untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dan Ziehl-Nielsen pada penderita efusi pleura tuberkulosis.


(3)

5

1.6 Lokasi dan Waktu

Lokasi : Laboratorium Penelitian & Pengembangan Ilmu Kedokteran Dasar Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha & Laboratorium Biotek Rumah Sakit Rajawali Bandung. Waktu : Maret – Desember 2005.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Deteksi kuman Mycobacterium tuberculosis dari cairan efusi pleura dengan menggunakan teknik PCR lebih sensitif bila dibandingkan dengan Ziehl-Nielsen secara mikroskopik pada 11 orang penderita efusi pleura tuberkulosis. Hal ini menunjukkan bahwa teknik pemeriksaan PCR dapat memberikan diagnosis efusi pleura tuberkulosis yang lebih akurat sehingga dapat digunakan sebagai sarana pemeriksaan penunjang.

5.2 Saran

Penulis menyarankan agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan : 1) Jumlah sampel yang lebih banyak.

2) Pengukuran konsentrasi masing-masing DNA hasil isolasi DNA.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2003. http://www.infeksi.com/penyakit/penyakit_tuberculosis.html. Accessed on 26 Juni 2005.

Anonymous. 2004. Informasi Penyakit Tentang Efusi Pleura. http://www.medicastore.com/med/detail.pyk.phd. Accessed on 15 Desember 2005.

Bambang Kisworo. 2005. Efusi Pleura Keganasan. http://www.kalbefarma.com/files /cdk/files/15EfusiPleura99.pdf. Accessed on 15 Desember 2005.

Brooks G. F., Butel J. S., Ornston L. N. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC. Jakarta. hal 302 – 306.

Crofton J, Horne N, Miller F. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. Widya Medika. Jakarta. hal 93 – 95.

Gandasoebrata. 2001. Penuntun Laboratorium Klinik. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta. hal 149 – 150.

Ganong W. F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. EGC. Jakarta. hal 629 – 632, 637 – 645.

Hanifa U, Soemohardjo S, Achmad H, Widodo MA. 2001. Perbandingan Pemeriksaan PCR, Kultur M.tuberculosis dan BTA Cairan Pleura Serta Pemeriksaan Radiologi Paru untuk Menegakkan Diagnose Efusi Pleura Tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Mataram. http://digilib.brawijaya.ac.id. 20 Mei 2005.

Hood Alsagaff, Abdul Mukty. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Airlangga University. Surabaya. hal 143 – 154.

Moore K. L & Agur A. M. L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Penerbit Hipokrates. Jakarta. hal 45 – 54.

Ni Nyoman Priantini, Eddy S, Suradi, Setiawan Usman. 2005. Pleural Effusion Followed By Miliary Tuberculosis. Proceeding Book. Dalam : Simposium Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Kongres Nasional X PDPI dengan tema Peran Ilmu Kedokteran Respirasi Dalam Mewujudkan Indonesia Sehat 2010. hal 44 – 48.

Snell. R.S. 1997. Anatomi Klinik. Edisi 3. Bagian 1. EGC. Jakarta. hal 90 – 93.


(6)

36

Tabrani Rab. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Hipokrates. Jakarta. hal 574 – 579.

Teresa L Wargasetia. 1999. Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Aplikasinya. Majalah Ilmiah Maranatha. Vol XVII/Th. Ke VI/ Desember. hal 45 – 52. Teresa L Wargasetia. 2002. Diagnosis Penyakit Infeksi dengan Teknik

“POLYMERASE CHAIN REACTION”. Majalah Ilmiah Maranatha. Vol XXI/Th.IX/April. hal 36 – 42.

Tierney L. M, McPhee S, Papadakis M. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Buku Satu. Salemba Medika. Jakarta. hal 117, 119. Tjandra Yoga Aditama . 2002. Tuberkulosis Diagnosis, Therapi & Masalahnya.