Politik Sengketa Hukum dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Jembrana 2010.

TESIS

POLITIK SENGKETA HUKUM
DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
DAN WAKIL KEPALA DAERAH KABUPATEN
JEMBRANA 2010

I DEWA KADE WIARSA RAKA SANDI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

TESIS

POLITIK SENGKETA HUKUM
DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
DAN WAKIL KEPALA DAERAH KABUPATEN
JEMBRANA 2010


I DEWA KADE WIARSA RAKA SANDI
NIM 0990261037

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

i

TESIS

POLITIK SENGKETA HUKUM
DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
DAN WAKIL KEPALA DAERAH KABUPATEN
JEMBRANA 2010

Tesis ini untuk memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Kajian Budaya
Program Pascasarjana Universitas Udayana

I DEWA KADE WIARSA RAKA SANDI
NIM 0990261037

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

ii

Tesis ini telah diuji oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Kajian Budaya,
Universitas Udayana
Pada tanggal 30 September 2016


Panitia Penguji Tesis, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Program Studi
Pascasarjana Universitas Udayana:
Nomor

: 4653/UN.14.4/HK/2016

Tanggal

: 20 September 2016

Ketua

: Dr. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si.

Anggota

:
1. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S.
2. Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S.
3. Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si.

4. Dr. I Gede Mudana, M.Si.

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis haturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas segala tuntunan dan asung kerta wara nugrahaNya sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini dengan judul Politik
Sengketa Hukum dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Jembrana 2010. Penelitian tesis ini merupakan salah satu
persyaratan dan sekaligus sebagai pertanggungjawaban penulis dalam bidang
akademik pada Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya.
Selama proses penelitian dan penulisan tesis ini, penulis mendapatkan
bimbingan dan dukungan moril yang luar biasa dari berbagai pihak yang
berkompeten, yang tidak henti-hentinya memberikan masukan, kritik, dan saran
sehingga pada akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan
ini penulis menyampaikan penghormatan, penghargaan, dan ucapan terima kasih
yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak sebagai berikut.
Dr. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si., selaku Pembimbing Pertama.
Penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan arahannya serta

kesabarannya selama membimbing penulis mulai dari awal sampai akhir. Penulis
menyadari tanpa bimbingan dan arahan yang Ibu berikan kiranya penulisan tesis
ini akan banyak mengalami kendala. Namun demikian, berkat ketekunan dan
spirit yang Ibu berikan, penulisan tesis ini pada akhirnya dapat penulis selesaikan.
Prof. Dr. I Nyoman Sirta, S.H., M.S., selaku Pembimbing Kedua. Terima
kasih penulis haturkan kepada Bapak atas segala bimbingan, arahan, dan
pengertiannya selama penulis mengerjakan penelitian tesis ini. Kebesaran jiwa
vi

Bapak untuk berkenan sebagai Pembimbing Kedua, merupakan inspirasi dan
semangat baru bagi penulis untuk lebih banyak belajar dan sekaligus sesegera
mungkin menyelesaikan kewajiban penulis dalam menyelesaikan studi di Program
Studi Magister (S2) Kajian Budaya.
Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister
(S2) Kajian Budaya Universitas Udayana terima kasih atas motivasi dan
dukungan moral Bapak kepada penulis. Motivasi dan dukugan moral yang Bapak
berikan selaku Ketua Program Studi dan sebagai pengajar di Program Studi
Kajian Budaya merupakan kekuatan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Dr. I Gede Mudana, M.Si., selaku pengajar dan sekaligus partner diskusi
penulis tentang teori-teori dan tema-tema aktual kajian budaya. Terima kasih

penulis ucapkan atas segala masukan, kritik, dan sarannya sehingga penulis
mendapat wawasan baru tentang berbagai perspektif dan pendekatan dalam
penulisan tesis ini. Terima kasih atas waktu dan juga perkenaannya mendampingi
penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Magister (S2) Kajian
Budaya.
Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H., terima kasih atas motivasi,
gagasan, dan saran-saranya dalam pemilihan jenjang dan bidang studi bagi
penulis. Juga terima kasih atas diskusinya dalam bidang Hukum Kepemiluan
dalam kaitannya dengan pendidikan yang penulis ikuti di Fakultas Hukum
Universitas Udayana sebelumnya, maupun dalam penulisan tesis ini.
Terima kasih kepada para dosen yang telah mendidik penulis selama
mengikuti studi dan menuntut ilmu pada Program Studi Magister (S2) Kajian

vii

Budaya. Semoga ilmu pengetahuan yang diberikan akan dapat penulis
implementasikan dan kembangkan dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Almarhum Ayahanda penulis I Dewa Ketut Gandra yang telah berpulang
pada tanggal 27 Oktober 2015. Terima kasih Ajik atas segala perjuangan dan
pengorbanan yang diberikan dalam membesarkan dan mendidik penulis. Terima

kasih atas motivasi, semangat, dan suri tauladan yang diberikan sehingga penulis
dapat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Pesan dan cita-cita Ajik agar
anak-anaknya melanjutkan studi dan memajukan pendidikan akan selalu dikenang
dan sedapat mungkin dilaksanakan.
Ibunda penulis I Dewa Ayu Putu Tranggana, saudara kandung penulis I
Dewa Putu Gandita Rai Anom, STP., I Dewa Gede Adi Putra, S.H., dan I Dewa
Ayu Komang Budiasih, serta istri dan anak penulis Desak Agung Oka Suardewi,
S.E., dan I Dewa Gede Mayuresa Iswara. Terima kasih atas segala doa, dukungan,
serta kesabarannya selama penulis mengikuti pendidikan di tengah-tengah
kesibukan dalam menjalankan tugas di KPU Provinsi Bali. Semoga penulisan
tesis ini, dalam rangka pemenuhan persyaratan pendidikan yang penulis ikuti di
Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya Universitas Udayana akan
bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
Para informan penelitian I Gusti Putu Artha, S.P., M.Si, I Putu Wahyu
Dhiantara, S.E., Ida Bagus Ketut Dharma Santika Putra, Wahyu Eko Widianto, Ni
Made Sri Sutharmi, I Putu Dwita, S.Pt., I Wayan Wasa, Ida Bagus Mantra, I Made
Adi Utawa, I Gede Artana, I Dewa Komang Mastra, I Nengah Nurlaba, S.H., I
Putu Agus Swastika, S.T., M.Kom., I Gusti Agung Putu Gempa Yuliana. Terima

viii


kasih atas kesediaannya sebagai informan dan membantu penulis dalam
mengerjakan penelitian tesis ini.
Sahabat diskusi penulis dan sekaligus teman seangkatan dalam
perkuliahan di Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya, Mas Slamat Trisila.
Terima kasih atas dukungan moral dan masukan-masukannya, termasuk koreksi
dan kritiknya terkait penulisan tesis ini. Terima kasih juga kepada semua rekanrekan seangkatan semuanya.
Keluarga besar KPU Republik Indonesia, KPU Provinsi Bali dan KPU
Kabupaten/Kota se-Bali, termasuk KPU Kabupaten Jembrana yang merupakan
kabupaten tempat di mana penelitian ini dilakukan. Terima kasih atas motivasi
dan dukungan moralnya selama penulis mengikuti pendidikan di Program Studi
Magister (S2) Kajian Budaya.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Alumni GMNI (DPP PA GMNI) dan
Dewan Pengurus Daerah Persatuan Alumni GMNI Provinsi Bali (DPD PA GMNI
Provinsi Bali), dan Dewan Pimpinan Cabang GMNI Denpasar (DPC GMNI
Denpasar) terima kasih atas dorongan moral dan saran-saran masukannya.
Para staf administrasi dan perpustakaan pada Program Studi Magister (S2)
Kajian Budaya Universitas Udayana. Bapak Putu, Ibu Iluh, Ibu Tjok, Ibu Dayu,
Ibu Arie, dan Ibu Agung. Terima kasih atas perhatian dan kerja kerasnya dalam
menjalankan tugas masing-masing di kampus selama penulis mengikuti

perkuliahan.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna.
Penulis mohon maaf jika di sana-sini masih terdapat kekurangan atau kesalahan

ix

ABSTRAK
Pemilukada di Bali baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota secara
umum berlangsung tertib dan tepat waktu sesuai tahapan yang telah ditentukan.
Namun Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 merupakan perkecualian karena
sempat terkatung-katung dan bahkan dicabut tahapannya. Penundaan tersebut
berakibat pada terjadinya sengketa hukum di sejumlah lembaga peradilan. Politik
sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 merupakan
persoalan yang kompleks dan dinamis sehingga perlu diungkap untuk mengetahui
dan memahami berbagai persoalan yang melatarbelakanginya. Penelitian
mengenai politik sengketa hukum tersebut sangat penting dilakukan agar ke depan
dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan menuju terwujudnya Pemilukada
yang lebih demokratis, transparan, dan akuntabel. Dalam penelitian ini,
permasalahan yang diteliti adalah proses politik sengketa hukum, faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya politik sengketa hukum, serta pergulatan makna

politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. Penelitian
ini dirancang sebagai penelitian kualitatif. Pemilihan metode penelitian dilakukan
dengan alasan kesesuaian antara metode yang dipilih dengan konteks dan rumusan
masalah yang diteliti. Penelitian ini menggunakan teori relasi kuasa/ pengetahuan,
teori transpolitika, dan teori semiotika hukum.
Dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 terdapat empat jenis politik
sengketa hukum, yaitu sengketa e-voting di MK, sengketa tahapan di PN Negara,
sengketa tahapan di PTUN Denpasar, serta sengketa hasil di MK. Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya sengketa adalah: pertama, arena pasar bebas dan
kecenderungan demokratisasi, kedua, reformasi dan amandemen UUD 1945,
ketiga, peraturan perundang-undangan, keempat, kepemiluan dalam kasus evoting, kelima, anggaran Pemilukada, keenam, penyelenggara Pemilukada,
ketujuh, birokrasi, adat, dan agama, kedelapan, kondisi masyarakat, kesembilan,
praktik politik uang dalam Pemilukada, dan kesepuluh, penegakan hukum dalam
Pemilukada. Pergulatan makna yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi
sejumlah pergulatan makna,, yaitu: pertama, pergulatan makna hukum positif,
kedua, pergulatan makna hukum progresif, ketiga, pergulatan makna demokrasi,
keempat, pergulatan makna ekonomi, dan kelima, pergulatan makna sosial
budaya: refleksi postmodernisme makepung politik.
Sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 merupakan
pengalaman penting yang dapat dijadikan pelajaran oleh segenap pemangku

kepentingan (stake holder) dalam Pemilukada, sehingga dapat dilakukan upayaupaya pencegahan dan penyempurnaan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi secara lebih komprehensif dan mendalam. Berbagai upaya tersebut
diharapkan mampu meningkatkan kualitas Pemilukada dan memperkokoh
perkembangan demokrasi lokal di Indonesia pada masa yang akan datang.
Kata kunci: Politik, sengketa hukum, Pemilukada, dan pergulatan makna.

xi

ABSTRACT
General election in Bali both at the provincial and regency/city levels in
general run well and on time according to predetermined stages. However
Jembrana election 2010 was an exception because it was in limbo and the stages
were even revoked. The delay resulted in the occurrence of a number of legal
disputes in the courts. Political legal disputes of election in Jembrana Regency
2010 is a dynamic and complex issues that need to be revealed to know and
understand the problems that lie behind them. Research on the politics of legal
disputes is very important to do that in the future the corrective measures towards
the realization of a more democratic, transparent and accountable general election
could be done. In this study, the problems addressed the political process of legal
dispute, the factors that caused the legal dispute politically, as well as the struggle
of the political significance of legal disputes in Jembrana Regency Election 2010.
The study was designed as a qualitative research. The choice of method of
research was conducted on the grounds of conformity between the methods
chosen by the context and the formulation of the problem being investigated. This
study uses the power relation theory / knowledge, transpolitical theory, and the
theory of legal semiotics
Legal disputes in the implementation of the General Election of Jembrana
Regency 2010 consists of four types of disputes, i.e. disputes of e-voting in the
Constitutional Court, the dispute in District Court phases, the dispute in
Administrative Court of Denpasar (PTUN) stages, as well as the dispute in the
Constitutional Court. Factors that cause disputes are first, the arena of the free
market and the trend of democratization, second, reformation and the amendment
of 1945 constitution, third, legislation, fourth, electoral case of e-voting, fifth, the
budget of the general election, sixth, the organizers of election, seventh,
bureaucracy, customs, and religion, eighth, the condition of Jembrana society,
ninth, money politics in the general election, and tenth, the law enforcement in the
general election. The struggle of meaning found in the study includes a number of
struggle of meaning first, the struggle of positive legal meaning, secondly, the
struggle of progressive legal significance, third, the struggle of democratic
significance, fourth, struggles of economic significance, and fifth, the struggles of
socio cultural significance of: postmodernism reflecting political makepung.
Legal disputes in the general election of Jembrana Regency 2010 is a
valuable experience that needs to be learned and can be used as a lesson by all
stakeholders in the general election, in order to take preventive measures and
improvement through planning, implementation, and evaluation more
comprehensively and in-depth. Various efforts are expected to improve the quality
of election and strengthen the development of local democracy in Indonesia in the
future.
Keywords: Election, legal disputes, e-voting, and struggle of meaning.

xii

RINGKASAN

Sistem ketatanegaraan Indonesia didasarkan pada paham kedaulatan rakyat
dan negara hukum. Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 “Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal 1 ayat (3)
“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Menurut Atmadja (2012: 87), inti teori
kedaulatan rakyat adalah domain kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.
Kehendak rakyat merupakan satu-satunya sumber kekuasaan bagi setiap
pemerintah. Adagiumnya “solus populi supremalex” suara rakyat adalah hukum
yang tertinggi atau “volk vovuli vo dei”, “suara rakyat adalah suara Tuhan”.
Salah satu wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat adalah Pemilukada.
Sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat, penyelenggaraan Pemilukada
seharusnya mampu melindungi hak-hak konstitusional rakyat dalam memilih
pemimpin yang dikehendaki rakyat. Namun demikian, dalam praktiknya, sejak
pertama kali diselenggarakan tahun 2005, Pemilukada di Indonesia belum
sepenuhnya sesuai dengan cita-cita dan konsep awalnya. Hampir pada setiap
Pemilukada terjadi pelanggaran, konflik politik dan sengketa hukum yang
mengancam kedaulatan rakyat itu sendiri. Hal itu tidak terlepas dari berbagai
kepentingan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat.
Di Kabupaten Jembrana penyelenggaraan Pemilukada 2010 sempat
terhambat dan bahkan tahapannya dicabut oleh KPU Kabupaten Jembrana. Hal
tersebut berakibat pada terjadinya sengketa hukum di sejumlah lembaga peradilan.
Fenomena politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010
merupakan persoalan kompleks dan multidimensi. Fenomena tersebut terjadi pada
hampir setiap Pemilukada di Indonesia, sehingga hal itu penting diteliti agar ke
depan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan menuju terwujudnya Pemilukada
yang lebih demokratis, transparan, dan akuntabel.

Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui dan menginterpretasi proses politik sengketa hukum, faktorfaktor penyebab terjadinya politik sengketa hukum, serta pergulatan makna politik
sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. Secara teoritis,
xiii

penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan bidang kajian budaya
(cultural studies), khususnya kajian terhadap budaya hukum dalam Pemilukada.
Secara praktis, diharapkan bermanfaat bagi segenap stake holder dan masyarakat
dalam mencegah dan menghadapi sengketa hukum dalam penyelenggaraan
Pemilukada ke depan.
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kualitatif. Menurut Moleong
dalam Mantra (2008: 29), pendekatan kualitatif digunakan di lapangan dengan
alasan, yaitu: pertama, lebih mudah menyesuaikan di lapangan apabila
berhadapan dengan kenyataan ganda, kedua, pendekatan ini menyajikan secara
langsung hakikat peneliti dengan responden, dan ketiga, lebih peka dan lebih
dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh dan terhadap polapola nilai yang dihadapi.
Dalam penelitian ini teori digunakan secara eklektik untuk membedah dan
menganalisis masalah penelitian, yaitu teori relasi kuasa/ pengetahuan, teori
transpolitika, dan teori semiotika hukum. Barker (2009: 83) mengemukakan
bahwa Foucault adalah anti esensialis terpenting dan pemikir pascastrukturalis
dalam cultural studies. Foucault (2009: 85) mengemukakan kekuasaan
terdistribusi di semua relasi sosial dan tidak dapat direduksi menjadi bentukbentuk dan determinasi-determinasi ekonomis terpusat atau menjadi karakter legal
atau yuridis, namun kekuasaan membentuk kapiler terisolasi yang terjalin dalam
jaringan seluruh tatanan sosial. Foucault menetapkan adanya hubungan timbal
balik yang saling membentuk antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga
pengetahuan menjadi tidak dapat dipisahkan dari rezim kekuasaan. Menurut
Marwan (2010: 55), Foucault memandang kekuasaan tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan politik dan hukum. Kekuasaan juga menjadi landasan bagi
terbentuknya hukum umat manusia, karena hukum memang berangkat dari
kekuasaan dan bagian dari produk politik.
Piliang (2005: 4) mengemukakan bahwa istilah transpolitika digunakan
untuk menjelaskan entitas politik yang telah terkontaminasi oleh berbagai entitas
lainnya yang bukan merupakan jagat, alam, prinsip, hakikat, atau dunia politik
itu, sehingga menciptakan semacam garis lintas politik: politik berbaur dengan
xiv

hukum, politik yang bersekutu dengan ekonomi, politik yang berselingkuh dengan
seksual, politik yang bersimbiosis dengan komoditi. Haryatmoko (Piliang, 2005:
xxviii) menyatakan dengan analisis transpolitika, ditengarai dewasa ini telah
terjadi perubahan mendasar dalam dunia politik, di mana momen-momen
kebenaran telah digantikan oleh citraan-citraan, sehingga politik akhirnya
terperangkap di dalam permainan bebas citra dan teks. Menurut Eco (2009: 7),
semiotika berurusan dengan segala sesuatu yang bisa dipandang sebagai tanda.
Semiotika secara prinsipil adalah disiplin yang mengkaji segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk berbohong. Jika sesuatu tidak bisa dipakai untuk
mengekspresikan kebohongan, maka dia juga tidak bisa dipakai untuk
mengekspresikan kebenaran. Menurut Susanto (2005: 73), aplikasi pendekatan
semiotik terhadap hukum terkait erat dengan produksi linguistik. Produksi
linguistik adalah proses untuk menciptakan istilah linguistik baru (signifier) dan
arti yang diberikan ekspresi atau arti (signified).
Politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010
termanifestasi ke dalam empat jenis sengketa hukum, yaitu sengketa e-voting di
MK, sengketa tahapan di PN Negara, sengketa tahapan di PTUN Denpasar, dan
sengketa hasil di MK. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya politik
sengketa hukum adalah terjadinya arena pasar bebas dan kecenderungan
demokratisasi lokal, yang telah dirasuki dan dijiwai ideologi liberalisme dan
kapitalisme. Hal tersebut mendorong perubahan politik dan semakin kompleksnya
relasi-relasi kekuasaan yang berkembang dalam Pemilukada yang pada akhirnya
mendorong terjadinya sengketa hukum. Di samping itu, reformasi dan
amandemen UUD 1945 yang melahirkan sistem Pemilukada langsung juga
membuka ruang dan saluran bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk
mengajukan perkara ke lembaga-lembaga peradilan. Hal tersebut dimanfaatkan
secara luas sehingga jenis dan jumlah sengketa hukum dalam Pemilukada pun
meningkat tajam jika dibandingkan dengan era sebelumnya.
Adanya kelemahan dan celah hukum dalam peraturan perundangundangan menjadi sumber terjadinya sengketa hukum. Di samping itu,
perkembangan kepemiluan seperti e-voting, juga merupakan faktor penyebab
xv

sengketa hukum. Keberhasilan e-voting dalam pemilihan Kepala Dusun (Kadus)
menginspirasi Bupati Jembrana, I Gede Winasa, untuk menerapkan sistem
tersebut dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. Untuk itu dilakukan
judicial review Undang-undang No. 32 Tahun 2004 terhadap UUD 1945 di MK
untuk mendapatkan landasan hukum. Penyebab lainnya adalah masalah anggaran.
Terjadi keterlambatan pencairan anggaran oleh Bupati Jembrana yang berdampak
pada penundaan tahapan dan sengketa hukum di PN Negara dan PTUN Denpasar.
Penyelenggara Pilkada merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
sengketa hukum. Penyelenggara merupakan ujung tombak dan sekaligus sebagai
penanggung jawab keseluruhan tahapan Pemilukada mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan penyelesaian. Kewenangan yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan kepada penyelenggara dalam pelaksanaannya, tidak jarang
mengalami kendala baik karena faktor internal penyelenggara itu sendiri maupun
karena faktor eksternal yang berdampak pada penyelenggara.
Dalam persidangan PHPU di MK muncul kecurigaan praktik pelibatan
unsur birokasi, lembaga adat dan agama. Praktik itu tidak terlepas dari kondisi
masyarakat Kabupaten Jembrana. Kondisi ekonomi, sosial budaya, serta perilaku
politik masyarakat dalam Pemilukada sangat penting dan berpengaruh terhadap
terjadinya sengketa hukum. Sikap elit dan masyarakat beragam, ada yang
menerima dan ada juga yang menolak praktik-praktik pelanggaran hukum yang
terjadi, namun dinamika tersebut tidak mengakibatkan gejolak dan konflik
horizontal dalam masyarakat.
Praktik money politics merupakan faktor yang paling signifikan memicu
konflik dan politik sengketa hukum. Meskipun praktik tersebut dilarang, akan
tetapi di lapangan masih marak terjadi. Dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana
2010, praktik money politics dilakukan semua pasangan calon, sebagaimana
termuat

dalam

Putusan

MK

No.

3/PHPU.D-IX/2011.

Segala

aktivitas

penyelenggaraan negara termasuk Pemilukada harus berdasarkan hukum. Upaya
penegakan hukum berlangsung sangat dinamis. Terjadinya sengketa hukum baik
di luar maupun di dalam lembaga peradilan mencerminkan bagaimana pihak-

xvi

pihak yang berkepentingan menggunakan wacana kekuasaan dan jalur hukum
untuk mencapai maksud, tujuan, dan kepentingan masing-masing.
Secara hukum positif, sengketa hukum yang terjadi telah diperiksa, diadili,
dan diputus sesuai dengan hukum positif atau ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan dinyatakan telah selesai. Namun dalam perspektif
hukum progresif, sengketa hukum yang terjadi tidak semata-mata mengandung
makna tunggal tetapi kompleks dan dinamis. Pergulatan makna yang terjadi
diantaranya makna relasi kuasa/pengetahuan,

transpolitika Pemilukada, serta

semiotika hukum sebagai “kebohongan” para pihak karena tujuan bersengketa
bukan mencari keadilan hukum, melainkan kemenangan dan kekuasaan dalam
Pemilukada. Pada titik ini, sengketa hukum bermakna sebagai kontestasi politik
dan persaingan elit dalam perebutan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Jembrana.
Makna lainnya adalah makna ekonomi. Dalam penelitian ini makna ekonomi yang
ditemukan terdiri dari makna kapitalisme, makna komodifikasi, dan makna pasar
demokrasi dan demokrasi pasar. Tingginya biaya Pemilukada, menyebabkan
peranan modal dalam Pemilukada sangat penting dan menentukan. Fenomena
tersebut telah menjadikan Pemilukada sebagai arena industri politik dan arena
pasar demokrasi yang sangat transaksional.
Pergulatan makna sosial budaya refleksi postmodernisme

makepung

politik ditemukan dalam penelitian ini. Di balik proses sengketa hukum, relasirelasi kuasa pengetahuan bekerja dalam hubungan-hubungan kompleks dan
dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya masyarakat. Sengketa hukum dimaknai
sebagai budaya postmodern yang ditandai hadirnya teknologi informasi dalam
konteks budaya lokal setempat. Terjadi permainan makna kebenaran di mana
masing-masing pihak melakukan observasi, menganalisis, dan menginterpretasi
objek perkara dalam perspektif masing-masing sehingga tidak ada kebenaran
tunggal di dalamnya. Hal ini mengakibatkan sengketa hukum menjadi sangat
berliku dan unik jika dibandingkan dengan sengketa hukum dalam Pemilukada di
lima kabupaten/kota lainnya di Bali pada tahun 2010.
Politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010
berlangsung sangat dinamis, kompleks, dan penuh kontroversi. Jenis dan proses
xvii

sengketa hukum yang terjadi, yaitu sengketa e-voting di MK, sengketa tahapan di
PN Negara, sengketa tahapan di PTUN Denpasar, dan sengketa hasil di MK.
Faktor-faktor penyebab terjadinya politik sengketa hukum yaitu arena pasar bebas
dan kecenderungan demokratisasi, reformasi dan amandemen UUD 1945,
peraturan perundang-undangan, kepemiluan dalam kasus Kabupaten Jembrana,
anggaran Pemilukada, penyelenggara Pemilukada, birokrasi, adat, dan agama,
kondisi masyarakat, praktik politik uang dalam Pemilukada, dan penegakan
hukum dalam Pemilukada.
Pergulatan makna politik sengketa hukum terdiri dari pergulatan makna
hukum positif, hukum progresif, makna demokrasi, makna ekonomi, dan makna
sosial budaya: refleksi postmodernisme makepung politik. Pergulatan makna yang
terkandung dalam politik sengketa hukum tersebut sangat beragam, tidak tunggal
melainkan dapat diihat dari berbagai perspektif dan kepentingan, bersifat
multidimensional karena berbagai entitas saling beririsan, dan bertautan di
dalamnya.

Saran
Politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010
merupakan pengalaman berharga yang dapat diambil hikmahnya serta dijadikan
pelajaran penting dalam mengahadapi penyelenggaraan Pemilukada ke depan.
Politik sengketa hukum yang terjadi bersifat kompleks, dinamis, dan berdampak
luas terhadap penyelenggaraan Pemilukada. Jika hal tersebut tidak dicegah atau
dikelola dengan baik, akan menghambat tahapan Pemilukada.
Hukum Pemilukada dewasa ini, belum mampu mengatasi berbagai
pelanggaran dan kecurangan yang terjadi. Karena itu perlu dilakukan pendidikan
politik, penegakan budaya hukum, dan penguatan kearifan lokal masyarakat
setempat, secara lebih progresif dan berkelanjutan. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut dan evaluasi secara lebih komprehensif terhadap pola penanganan
sengketa hukum Pemilukada, untuk memastikan kualitas Pemilukada dan
perkembangan demokrasi lokal di Indonesia akan semakin maju dari waktu ke
waktu.
xviii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM…………………………………………

i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER………………….

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………

iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………

iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN……………………………...

v

UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………...

vi

ABSTRAK…………………………………………………………………

xi

ABSTRACT……………………………………………………………….

xii

RINGKASAN……………………………………………………………..

xiii

DAFTAR ISI………………………………………………………………

xix

GLOSARIUM……………………………………………………………..

xxiv

DAFTAR SINGKATAN………………………………………………….

xxix

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...

1

1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………….

1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………...

9

1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………….

9

1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………………..

9

1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………………………..

9

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………...

10

1.4.1 Manfaat Teoritis……………………………………………………...

10

1.4.2 Manfaat Praktis………………………………………………………

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

12

MODEL PENELITIAN……………………………………….
2.1 Kajian Pustaka………………………………………………………….

12

2.2 Konsep………………………………………………………………….

22

2.2.1 Politik…………..…………………………………………………..

23

xix

2.2.2 Sengketa Hukum……………………………..……………………...

24

2.2.3 Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah………..

27

2.2.4 Kabupaten Jembrana…………………………………………………

29

2.3 Landasan Teori…………………………………………………………

31

2.3.1 Teori Relasi Kuasa/Pengetahuan…………………………………….

31

2.3.2 Teori Transpolitika…………………………………………………...

36

2.3.3 Teori Semiotika Hukum……………………………………………...

40

2.4 Model Penelitian……………………………………………………….

44

BAB III METODE PENELITIAN………………………………………

47

3.1 Rancanan Penelitian……………………………………………………

47

3.2 Lokasi Penelitian……………………………………………………….

48

3.3 Jenis dan Sumber Data…………………………………………………

49

3.3.1 Jenis Data…………………………………………………………….

49

3.3.2 Sumber Data………………………………………………………….

50

3.4 Penetuan Informan……………………………………………………..

51

3.5 Instrumen Penelitian……………………………………………………

52

3.6 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………..

53

3.6.1 Observasi……………………………………………………………..

53

3.6.2 Wawancara…………………………………………………………...

54

3.6.3 Studi Dokumen……………………………………………………….

56

3.6.4 Studi Kepustakaan……………………………………………………

56

3.7 Teknik Analisis Data………………………………………………..…

57

3.8 Penyajian Hasil Analisis Data………………..………………………..

58

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN…………...

59

4.1 Kabupaten Jembrana…………………………………………………...

59

4.1.1 Lokasi Geografis……………………………………………………..

59

4.1.2 Sejarah………………………………………………………………..

62

4.1.3 Kondisi Demografi…………………………………………………...

63

4.1.4. Agama dan Kepercayaan…………………………………………….

67

xx

4.1.5 Perekonomian………………………………………………………...

67

4.1.6 Politik dan Pemerintahan…………………………………………….

77

4.1.6.1 Kondisi Sosial Politik………..………………………………..…...

77

4.1.6.2 Kondisi Pemerintahan Umum.……………………………………..

80

4.1.6.3 Administrasi Pemerintahan..……………………………………….

81

4.1.6.4 Organisasi Daerah………………………………………………….

82

4.2 Sejarah Sistem Pengisian Jabatan Kepala Daerah……………………...

83

4.2.1 Periode UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)………...

85

4.2.2 Periode UUD RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950).......

88

4.2.3 Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)........................

89

4.2.4 Periode Kembali ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 18 Agustus 2000)........

90

4.2.5 Periode UUD NRI 1945 Pasca Amandemen (18 Agustus 2000 -

92

sekarang)..............................................................................................
4.2.5.1 Undang-undang No. 32 Tahun 2004……………………………….

93

4.2.5.2 Undang-undang No. 22 Tahun 2014……………………………….

96

4.2.5.3 Perppu No. 1 Tahun 2014………………………………………….

98

4.3 Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010..................................................

99

4.3.1 Anggaran.............................................……………………………….

99

4.3.2 Regulasi Pencalonan…..……………………………………………..

100

4.3.3 Persyaratan Dukungan Bakal Pasangan Calon.....................................

101

4.3.4 Perolehan Suara Partai Politik dalam Pemilu 2009…………………..

102

4.3.5 Pendaftaran Bakal Pasangan Calon……………….………………….

105

Penetapan Pasangan Calon dan Pengundian Nomor Urut…………

111

4.3.7 Jumlah DPT…………………..…........................................................

113

4.3.8 Perolehan Suara Masing-Masing Pasangan Calon…………………..

116

4.3.9 Penetapan Pasangan Calon Terpilih…………………………………

117

4.3.6

BAB V PROSES POLITIK SENGKETA HUKUM DALAM
PEMILUKADA KABUPATEN JEMBRANA 2010…………..

119

5.1 Sengketa E-Voting di Mahkamah Konstitusi…………………………..

119

5.2 Sengketa di Pengadilan Negeri Negara………………………………...

145

xxi

5.3 Sengketa di PTUN Denpasar………………………………..…………

167

5.4 Sengketa Hasil di MK……………………….…………………………

182

BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB POLITIK SENGKETA
HUKUM DALAM PEMILUKADA KABUPATEN
JEMBRANA 2010…………………………………………….

211

6.1 Arena Pasar Bebas dan Kecenderungan Demokrasi…………………...

212

6.2 Reformasi dan Amandemen UUD 1945……………………………….

222

6.3 Peraturan Perundang-undangan………………………………………...

233

6.4 Kepemiluan dalam Kasus E-Voting…………………………..………….

250

6.5 Anggaran Pemilukada dan Ketergantungan KPU………………..…….

260

6.6 Penyelenggara Pemilukada…………………………………………….

274

6.7 Birokrasi, Adat, dan Agama……………………………………………

283

6.8 Kondisi Elit dan Masyarakat……………………….…………………..

303

6.9 Praktik Politik Uang dalam Pemilukada……………………………….

312

6.10 Penegakan Hukum Pemilukada……………………………………….

323

BAB VII PERGULATAN MAKNA POLITIK SENGKETA HUKUM
DALAM PEMILUKADA KABUPATEN JEMBRANA
2010…………………………………………………………….

332

7.1 Pergulatan Makna Hukum Positif……………………………………..

332

7.2 Pergulatan Makna Hukum Progresif………………………………….

355

7.3 Pergulatan Makna Demokrasi………….……………………………..

377

7.4 Pergulatan Makna Ekonomi…………………………………...............

405

7.5 Pergulatan Makna Sosial Budaya: Refleksi Postmodernisme
Makepung Politik...................................................................................

413

BAB VIII PENUTUP……………………………………………..............

424

8.1 Simpulan……………………………………………………………….

424

8.2 Saran……………………………………………………………………

425

xxii

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..
Lampiran I Panduan Wawancara
Lampiran II Daftar Informan
Lampiran III Surat-surat yang Mendukung Penelitian

xxiii

427

GLOSARIUM

amar putusan

: suatu pernyataan yang diucapkan hakim di persidangan
dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu
perkara atau sengketa antara para pihak. Merupakan
pernyataan hukum, penetapan suatu hak, lenyap atau
timbulnya keadaan hukum dan isi putusan yang berupa
pembebanan suatu prestasi tertentu.

tergugat

: pihak yang digugat di pengadilan
menimbulkan kerugian pada penggugat.

penggugat

: pihak yang mengajukan perkara ke badan peradilan
karena karena merasa dirugikan atau hak-haknya
dilanggar, akan tetapi pihak yang melanggar haknya tidak
mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta
penggugat.

eksepsi

: tangkisan atau bantahan yang ditujukan kepada hal-hal
yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan
yang mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima.

e-voting

: penggunaan hak pilih dalam Pemilu menggunakan
bantuan teknologi (secara elektronik). Pemilihan
elektronik memfokuskan sistem pencatatan, pemberian
suara atau pemilihan suara dalam Pemilu melibatkan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

globalisasi

: koneksi global ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang
semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru
dunia. Globalisasi merupakan kekuatan tak terbendung,
mengubah segala aspek kontemporer dari masyarakat,
politik, dan ekonomi, serta mempengaruhi hampir semua
aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek budaya dan
aspek kehidupan berdemokrasi.

gugatan

: pengajuan permintaan pemeriksaan suatu perkara yang
mengandung sengketa atau konflik ke pengadilan.

hukum

: kaidah atau norma. Merupakan himpunan petunjuk hidup,
perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam
suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan. Pelanggaran petunjuk
hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah atau penguasa masyarakat.
xxiv

karena

telah

hukum positif

: paradigma hukum positif (positivisme hukum)
memandang undang-undang sebagai sesuatu yang
memuat hukum secara lengkap. Hukum adalah undangundang dan tugas hakim menerapkan ketentuan undangundang secara mekanis dan linier sehingga penyelesaian
permasalahan masyarakat sesuai bunyi undang-undang.

hukum
progresif

: suatu istilah yang dicetuskan oleh Satjipto Rahardjo
melalui tradisi berpikirnya yang kritis melahirkan suatu
gagasan “hukum untuk manusia, dan bukan sebaliknya”.
Hukum progresif mengambil sikap melampaui paham
positivisme hukum, karena positivisme hukum adalah
aliran pemikiran yang membahas konsep hukum secara
eksklusif dan hanya melulu berpegang pada peraturan
perundang-undangan.

kampanye

: kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan
menawarkan visi, misi, dan program pasangan calon.

putusan sela

: putusan yang diadakan sebelum hakim memutuskan
perkara yaitu memungkinkan atau mempermudah
kelanjutan pemeriksaan perkara, diucapkan di depan
sidang terbuka untuk umum serta ditanda tangani oleh
majelis hakim dan panitera yang turut bersidang.

kapitalisme

: suatu ideologi dan sekaligus sistem dimanis dengan
mekanisme yang selalu didorong oleh laba. Merupakan
suatu paham di mana modal sebagai tiang penyangga
utama dalam mencapai suatu tujuan.

komodifikasi

: proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme, di mana
objek, kualitas, dan tanda berubah menjadi komiditas.
Komoditas adalah sesuatu yang tersedia untuk dijual di
pasar.

relasi
: kekuasaan terdistribusi di semua relasi sosial dan tidak
kuasa/pengetadapat direduksi menjadi bentuk-bentuk dan determinasihuan
determinasi ekonomis terpusat atau menajadi karakter
legal atau yuridis, namun membentuk kapiler terisolasi
yang terjalin dalam jaringan seluruh tatanan sosial.
Terdapat hubungan timbal balik yang saling membentuk
antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga pengetahuan
menjadi tidak dapat dipisahkan dari rezim kekuasaan.
liberalisme

: suatu ideologi yang didasarkan pada pemahaman bahwa
xxv

kebebasan adalah nilai politik yang utama. Liberalisme
mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan
oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham
liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari
pemerintah dan agama. Dalam Pemilukada, liberalisme
itu semacam tarung bebas melalui mekanisme pasar atau
survei.
mahkamah
konstitusi

: mahkamah konstitusi (MK) merupakan salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
UUD NRI 1945

rapat
permusyawara
tan hakim

: rapat permusyawaratan hakim (RPH) merupakan rapat
tertutup untuk membahas atau memusyawarahkan atau
memutus suatu perkara.

makepung

: tradisi balap kerbau atau bullrace suatu balapan yang
terdiri dari dua sampai tiga pasang kerbau jantan yang
masing-masing menarik satu pedati kecil. Tradisi ini
merupakan ciri khas masyarakat di Kabupaten Jembrana,
Bali.

panwaslu

: lembaga penyelenggara pemilihan umum di tingkat
kabupaten/kota yang diberi tugas dan wewenang dalam
mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum.

mediasi

: cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan pada pihak dibantu oleh
mediator.

money politics

: perbuatan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau
materi lainnya untuk memengaruhi pemilih yang
dilakukan pasangan calon dan/atau tim kampanye dalam
Pemilu.

para pihak

: pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara. Dalam
perkara perselisihan hasil pemilihan yaitu pemohon,
termohon, dan pihak terkait, sedangkan dalam perkara
perdata penggugat dan tergugat.

komisi
pemilihan
umum

: lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai penyelenggara pemilihan umum, yang diberi
tugas dan wewenang dalam menyelenggarakan pemilihan.

permohonan

: permintaan yang diajukan secara tertulis kepada MK
xxvi

mengenai pengujian undang-undang terhadap UU NRI
1945 atau perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
globalisasi

: penyempitan dunia secara intensif dan peningkatan
kesadaran atas dunia yaitu semakin meningkatnya
koneksi-koneksi global. Dunia menjadi tanpa batas ruang
dan waktu.

pemilukada

: pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil
kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

pemohon

: pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati yang menjadi
peserta dalam Pemilukada yang merasa dirugikan.

pengadilan
negeri

: suatu pengadilan yang memeriksa dan memutuskan
perkara pidana dan perdata. Berkedudukan di ibu kota
daerah kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kabupaten/kota.

pengadilan
tata usaha
negara

:

lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.

pertimbangan
hukum

:

suatu tahapan dimana majelis hakim mempertimbangkan
fakta yang terungkap selama persidangan berlangsung,
mulai dari gugatan, jawaban, eksepsi dari tergugat yang
dihungkan dengan alat bukti yang memenuhi syarat
formil dan syarat materil, yang mencapai batas minimal
pembuktian.

pihak terkait

: pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati yang
memperoleh suara terbanyak berdasarkan hasil
rekapitulasi perhitungan suara yang ditetapkan Termohon
dan mempunyai kepentingan langsung terhadap
Permohonan yang diajukan Pemohon.

posita

: dalil-dalil atau alasan gugatan yang menguraikan kejadian
atau peristiwa dan tentang dasar hukumnya. Merupakan
esensi gugatan kenapa penggugat mengajukan gugatan
ke pengadilan.

postmodern

: berasal dari dua kata post dan modern. Post berarti setelah
atau sesudah. Modern berarti dogma-dogma tentang
kemodernan seperti rasionalitas, fungsional, kapital,
xxvii

objektif, dan sebagainya. Mendefinisikan postmodern
sangat sulit. Menurut Lyotard, didefinisikan sebagai
ketidakpercayaan terhadap meta narasi, yaitu gagasan
reduksionalistik dan teleologis sejarah kemanusiaan
sebagaimana dalam narasi pencerahan dan marksisme.
saksi

: orang yang mengetahui terjadinya suatu peristiwa, baik
dengan melihat, mendengar, atau mengalaminya sendiri
secara langsung, dan bukan opini dari orang tersebut.

semiotika

: istilah yang berasal dari kata Yunani, “semion”/”tanda”,
karena itu semiotika sering disebut sebagai “studi of
signs” (suatu pengkajian tanda-tanda). Sebuah tanda
adalah segala sesuatu yang dapat dipakai pengganti
sesuatu yang lain secara signifikan, sesuatu yang lain
tidak perlu benar-benar eksis atau berada di suatu tempat
agar tanda dapat menggantikannya.

sengketa

: suatu perbedaan pendapat, perbantahan, perselisihan, atau
perkara di pengadilan. Sebuah konflik, yakni situasi di
mana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaanperbedaan kepentingan, menjadi sengketa bilamana pihak
yang merasa dirugikan menyatakan rasa tidak puas atau
keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang
dianggap sebagai penyebab kerugian maupun kepada
pihak lain.

termohon

: pihak KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota
yang diajukan ke lembaga peradilan karena dianggap
merugikan pemohon.

transpolitika

: suatu istilah untuk menjelaskan entitas politik yang telah
terkontaminasi oleh berbagai entitas lainnya yang bukan
merupakan jagat atau dunia politik itu sendiri seperti
ekonomi, hukum, agama, media, citra, seksual, hiburan,
budaya populer, mistik, judi, sehingga menciptakan
semacam garis lintas politik. Transpolitika atau
perselingkuhan politik tersebut dimungkinkan karena
longgarnya atau lenturnya batas-batas yang selama ini
memisahkan berbagai segmentasi dunia kehidupan.

xxviii

DAFTAR SINGKATAN

APBD

: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Bawaslu

: Badan Pengawas Pemilu

BPS

: Badan Pusat Statistik

DKPP

: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

DPRD

: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

IPTEK

: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

KPU

: Komisi Pemilihan Umum

LKPJ

: Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban

LPE

: Laju Pertumbuhan Ekonomi

MK

: Mahkamah Konstitusi

PAD

: Pendapatan Asli Daerah

Panwaslu

: Panitia Pengawas Pemilu

PDRB

: Pendapatan Domestik Regional Bruto

Pemilu

: Pemilihan Umum

Pemilukada

: Pemililihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Perppu

: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

PHPU

: Perselisihan Hasil Pemilihan Umum

PN

: Pengadilan Negeri

PP

: Peraturan Pemerintah

PPK

: Panitia Pemilihan Kecamatan

PTUN

: Pengadilan Tata Usaha Negara

RPH

: Rapat Permusyawaratan Hakim

TI

: Teknologi Informasi
xxix

TIK

: Teknologi Informasi dan Komuniksi

TPS

: Tempat Pemungutan Suara

UMKM

: Usaha Mikro Kecil dan Menengah

UUD NRI

: Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

UUD

: Undang-undang Dasar

xxx

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem ketatanegaraan Indonesia didasarkan pada paham kedaulatan rakyat
dan negara hukum. Hal tersebut tercermin dalam pembukaan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang selanjutnya disebut UUD NRI
1945, serta Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, dan
Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara
hukum”. Hal tersebut menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah penganut
paham kedaulatan rakyat dan sekaligus merupakan negara hukum.
Menurut Atmadja (2012: 87), inti dari teori kedaulatan rakyat adalah
domain kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Hal ini berarti bahwa
kehendak rakyat merupakan satu-satunya sumber kekuasaan bagi setiap
pemerintah. Dalam kaitan ini muncul adagium “solus populi supremalex” suara
rakyat adalah hukum yang tertinggi atau “volk vovuli vo dei”, “suara rakyat adalah
suara Tuhan”. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat tetap harus dijamin karena
rakyatlah yang sesungguhnya pemilik negara dengan segala kewenangannya
untuk menjalankan kekuasaan negara, baik untuk legislatif, eksekutif, maupun
yudikatif.
Sementara itu,

Bagijo

(2014:

1) menyatakan bahwa konstelasi

ketatanegaraan Republik Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar
1

2

setelah bergulirnya reformasi politik 1998. Tumbangnya kekuasaan Soeharto
setelah berkuasa lebih dari 30 tahun menandai dimulainya babak baru dalam
sistem negara Republik Indonesia. Dinamika ketatanegaraan Indonesia semakin
berkembang seiring adanya reformasi yang dibarengi dengan dilakukannya
amandemen terhadap Undang-undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) yang
merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Amandemen
terhadap UUD 1945 dilakukan sebagai akibat dari adanya sejumlah kelemahan
pada UUD 1945, tuntutan reformasi, serta keinginan untuk memperkuat
keberadaan Indonesia sebagai negara hukum. Menurut Sumadi (2013: 1), dalam
konteks penguatan sistem hukum amandemen diharapkan mampu membawa
rakyat Indonesia mencapai tujuan bernegara yang dicita-citakan sehingga
perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan
saksama oleh bangsa Indonesia.
Perubahan dalam konstitusi tersebut melahirkan demokrasi yang
berkembang dan semakin dinamis. Kedaulatan rakyat diutamakan

dengan

melakukan Pemilihan Umum ( Pemilu) secara langsung baik pada tingkat nasional
maupun daerah. Sistem Pemilu secara langsung berarti bahwa setiap warga negara
yang telah berhak, dapat secara langsung menggunakan hak pilihnya dalam
Pemilu. Hal ini membuka ruang bagi masyarakat untuk menentukan arah
pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Pemimpin yang dilahirkan melalui
proses Pemilu secara langsung, diharapkan menciptakan kebijakan-kebijakan
yang pro rakyat, dalam arti mampu menyerap aspirasi serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya.

3

Berdasarkan Pasal 18 Ayat (5) UUD NRI 1945, daerah memiliki
kekuasaan mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan untuk
menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Otonomi daerah
melahirkan sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilk