Sistem Multi Partai dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia Pasca Reformasi

(1)

SISTEM MULTI PARTAI DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF DI INDONESIA PASCA REFORMASI

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

DIAJUKAN OLEH : DANIEL SITORUS

090200207

HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Medan


(2)

SISTEM MULTI PARTAI DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF DI INDONESIA PASCA REFORMASI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Diajukan Oleh DANIEL SITORUS

090200207

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Tata Negara

ARMANSYAH,S.H.,M.H NIP.195810071986011002

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

ARMANSYAH,S.H.,M.H Dr.MIRZA NASUTION,S.H.,M.Hum NIP.195810071986011002 NIP.197212261998021001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Abstrak

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II Tinjauan Terhadap Sistem Kepartaian A. Sejarah Munculnya Partai Politik ... 20

B. Klasifikasi Sistem Kepartaian ... 25

C. Sistem Kepartaian di Indonesia ... 34

BAB III Pemilihan Umum di Indonesia A. Pemilihan Umum ... 44

B. Sejarah Pemilihan Umum di Indonesia ... 51

C. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia ... 64


(4)

BAB IV Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia dengan Multi Partai Pasca Reformasi

A. Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia dengan Multi Partai pada pemilu 1999 ... 76 B. Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia dengan Multi

Partai pada pemilu 2004 ... 82 C. Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia dengan Multi

Partai pada pemilu 2009 ... 89

BAB V Kesimpulan Dan Saran

A. Kesimpulan ... 96 B. Saran ... 97


(5)

KATA PENGANTAR

Segala Puji,Hormat, sembah dan Syukur bagi Dia penolongku, Allah Bapa di sorga, Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus, dan Roh penghiburku Roh Kudus, ketigaNya yang Esa, karena berkat Penyertaan dan Kasih setiaNya yang tak berkesudahan, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban penulis yang harus diselesaikan untuk memperoleh gelar sarjana dari program Stara-1 Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul dari skripsi ini adalah : “Sistem Multi Partai dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia Pasca Reformasi”

Secara Khusus, skripsi ini penulis persembahkan kepada gereja kecilku, keluarga tercinta, Kedua orang tua yang sangat tercinta, Ayahanda Joller Sitorus dan Ibunda Tiarma Lavita Tampubolon serta kedua adikku tercinta, Febriyanti Dwi Lestari Sitorus dan Ganda Glen Michael Sitorus yang telah mendukungkungku dalam doa,nasehat,dan motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.

Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik dalam dukungan doa, moril dan materiil terutama kepada :


(6)

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,DTM&H,MSc(CTM),Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof.Dr Runtung Sitepu,S.H.,M.Hum, selaku Dekan Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Dr. Jusmadi Sikumbang,S.H.,M.S selaku Dosen pembimbing Akademis Penulis

4. Bapak Armansyah,S.H.,M.H selaku Ketua Departemen Hukum Tata Negara Sekaligus Dosen Pembimbing 1 penulis, dan Bapak Yusrin Nazief,S.H.,M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Tata Negara

5. Bapak Dr. Mirza Nasution,S.H.,M.Hum Selaku Dosen Pembimbing 2 penulis

6. Seluruh Dosen dan Staff Pegawai di Fakultas Hukum terutama Departemen Hukum Tata Negara yang telah mengajar dan membimbing penulis selama masa perkuliahan

7. Kepada seluruh keluarga besar Op.Juara Nabolon III Sitorus dan Keluarga besar St.O Tampubolon atas dukungan yang diberikan

8. Kepada Opung Gendut yang telah menjaga penulis selama penulis tinggal di kota medan

9. Kepada sepupu-sepupu yang tinggal serumah sejak awal perkuliahan hingga selesainya, kak Titin,Kibi,Vanya,Dicky,Eva,dan Lois. Terima kasih.


(7)

10.Kepada teman teman seperjuangan, Junitin Nainggolan,SH , Harry Marpaung , Mario Borneo, Aminullah Manalu , Arif Prasetyo, Yudha Bastian,SH, dan yang lainnya

11.Kepada teman-teman Hukum Tata Negara, Avry Khairunnisa Harahap,SH (disuruh harus pake gelar), Anggi Rambe dan Taufik Nuariansyah. Makasih.

12.Kepada semua teman-teman FH USU Grup A 2009 yang tidak dapat di sebutkan satu persatu

13.Kepada semua abang-abang dan adik-adik di Fakultas Hukum USU, terima kasih atas dukungannya

14.Kepada teman-teman seperjuangan pada waktu klinis hukum perdata,pidana dan Tata usaha Negara.

15.Kepada semua teman-teman yang selalu memberikan semangat dan dukungan lewat twitter, path, bbm dan semuanya. Terima kasih.

16.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatau yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritikan maupun saran yang positif dan membangun demi kesempurnaan demi skripsi ini.

“Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan” Amsal 1 Ayat 5


(8)

Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang memerlukannya.

Medan, Juli 2013 Penulis


(9)

ABSTRAK *) Daniel Sitorus **) Armansyah,S.H.,M.H ***) Dr. Mirza Nasution,S.H.,M.Hum

Di dalam era demokrasi pasca reformasi di Indonesia kini, setiap warga negara telah diberikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pendapat yang mana hal tersebut merupakan suatu hak asasi manusia yang dijamin di dalam undang-undang dasar 1945. Dengan demikian maka keberadaan partai politik merupakan hal yang lumrah muncul dalam negara demokratis dan merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Setiap pemerintahan yang demokratis, maka akan melaksanakan pemilihan umum oleh karena pemilihan umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat. Pemilihan umum dilaksanakn dengan partai politik sebagai pesertanya. Banyaknya partai politik sdi Indonesia merupakan hal yang lumrah mengingat keanekaragaman budaya di Indonesia, oleh karena itu dibentuklah aturan-aturan untuk menyederhanakan jumlah partai politik melalui pemilihan umum itu sendiri. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya bentuk sistem kepartaian yang ada di Indonesia, serta pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia dan pelaksanaan pemilihan umum legislatif di Indonesia yang dilaksanakan setelah masa reformasi yang mana akan dikemukakan di dalam skripsi ini.

Dalam menyusun skripsi ini digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan penelitian terhadap Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik, dan Undang-undang mengenai pemilihan umum, serta sumber-sumber lainnya yang berkaitan.

Partai politik merupakan suatu wadah bagi sekelompok warga negara untuk menyalurkan aspirasi politiknya sekaligus sebagai suatu kendaraan atau alat bantu orang atau warga negara untuk mendapatkan kekuasaan dan ikut serta di dalam pemerintahan serta memperjuangkan kepentingan anggotanya, bangsa, dan negara. Pemilihan umum merupakan suatu bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat yang mana melalui pemilu setiap orang berhak untuk memilih dan dipilih. Sistem multi partai yang ada di Indonesia merupakan suatu tuntutan kebebasan di Indonesia akibat dikekangnya pertumbuhan partai politik pada masa orde baru, selain itu sejalan pula dengan masyarakat Indonesia yang plural.

(Kata kunci: Multi Partai,Pemilihan Umum,Pasca Reformasi) *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I


(10)

ABSTRAK *) Daniel Sitorus **) Armansyah,S.H.,M.H ***) Dr. Mirza Nasution,S.H.,M.Hum

Di dalam era demokrasi pasca reformasi di Indonesia kini, setiap warga negara telah diberikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pendapat yang mana hal tersebut merupakan suatu hak asasi manusia yang dijamin di dalam undang-undang dasar 1945. Dengan demikian maka keberadaan partai politik merupakan hal yang lumrah muncul dalam negara demokratis dan merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Setiap pemerintahan yang demokratis, maka akan melaksanakan pemilihan umum oleh karena pemilihan umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat. Pemilihan umum dilaksanakn dengan partai politik sebagai pesertanya. Banyaknya partai politik sdi Indonesia merupakan hal yang lumrah mengingat keanekaragaman budaya di Indonesia, oleh karena itu dibentuklah aturan-aturan untuk menyederhanakan jumlah partai politik melalui pemilihan umum itu sendiri. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya bentuk sistem kepartaian yang ada di Indonesia, serta pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia dan pelaksanaan pemilihan umum legislatif di Indonesia yang dilaksanakan setelah masa reformasi yang mana akan dikemukakan di dalam skripsi ini.

Dalam menyusun skripsi ini digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan penelitian terhadap Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik, dan Undang-undang mengenai pemilihan umum, serta sumber-sumber lainnya yang berkaitan.

Partai politik merupakan suatu wadah bagi sekelompok warga negara untuk menyalurkan aspirasi politiknya sekaligus sebagai suatu kendaraan atau alat bantu orang atau warga negara untuk mendapatkan kekuasaan dan ikut serta di dalam pemerintahan serta memperjuangkan kepentingan anggotanya, bangsa, dan negara. Pemilihan umum merupakan suatu bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat yang mana melalui pemilu setiap orang berhak untuk memilih dan dipilih. Sistem multi partai yang ada di Indonesia merupakan suatu tuntutan kebebasan di Indonesia akibat dikekangnya pertumbuhan partai politik pada masa orde baru, selain itu sejalan pula dengan masyarakat Indonesia yang plural.

(Kata kunci: Multi Partai,Pemilihan Umum,Pasca Reformasi) *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam era demokrasi pasca reformasi di Indonesia kini, setiap warga negara di berikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat yang mana hal ini merupakan salah satu Hak Asasi Manusia yang dijamin di dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana yang tercantum di dalam pasal 28 E ayat 3 yaitu “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Hal ini merupakan salah satu bagian untuk mewujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang lebih demokratis serta menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, aspirasi, keterbukaan, keadilan, tanggung jawab, dan perlakuan yang tidak diskriminatif.

Partai Politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara.1 Partai politik juga merupakan sarana untuk mengakomodir partisipasi politik tiap-tiap rakyat Indonesia dalam mengembangkan kehidupan berdemokrasi dengan tujuan untuk menjunjung tinggi suatu kebebasan yang bertanggung jawab sehingga melalui Partai Politik juga nantinya masyarakat dapat ikut serta berperan aktif dalam penyelenggaraan negara.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang perubahan atas Undang – Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai politik sendiri pada pasal 1 mendefinisikan bahwa Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan       

1


(12)

di bentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partai politik itu pada pokoknya memiliki kedudukan dan peranan yang sentral dan penting dalam setiap sistem demokrasi.2

Dalam demokrasi di Indonesia, Partai Politik merupakan pilar utama dalam pelaksanaan demokrasi oleh karena kendali roda pemerintahan berada di tangan presiden dan wakil presiden yang mana presiden dan wakil presiden sendiri berasal dan dicalonkan oleh Partai Politik sebagaimana yang tertera dalam pasal 6 A ayat 2 undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi “pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta – peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”

Setiap pemerintahan yang demokratis, akan melaksanakan pemilihan umum oleh karena pemilihan umum merupakan salah satu sarana kedaulatan rakyat yang mana melalui pemilihan umum rakyat dapat memilih wakilnya yang akan duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat maupun dalam Dewan Perwakilan Rakyat daerah, hingga memilih Presiden dan Wakil Presidennya. Pemilihan umum pada hakikatnya merupakan sistem penjaringan pejabat publik yang       

2

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/83-sistem-multipartai-di-indonesia.html diakses pada tanggal 28 Februari 2013 Pukul 21.32 WIB


(13)

banyak digunakan oleh negara – negara di dunia dengan sistem pemerintahan demokrasi.3

Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah melaksanakan pemilihan umum dalam waktu-waktu tertentu.4 Pemilihan umum pada hakikatnya merupakan pengakuan dan perwujudan daripada hak – hak politik rakyat dan sekaligus merupakan pendelegasian hak – hak tersebut oleh rakyat kepada wakil – wakilnya untuk menjalankan pemerintahan.5 M. Rusli Karim berpendapat bahwa

Pemilihan umum merupakan salah satu sarana utama untuk menegakkan tatanan demokrasi (kedaulatan rakyat), yang berfungsi sebagai alat menyehatkan dan menyempurnakan demokrasi, bukan sebagai tujuan demokrasi.

Pemilihan umum mempunyai pengaruh yang besar terhadap suatu sistem politik suatu negara oleh karena melalui pemilihan umum itu maka masyarakat mendapatkan kesempatan untuk ikut serta berpartisipasi dengan memunculkan calon pemimpin dan melakukan penyaringan terhadap calon – calon tersebut. Oleh karenanya, pemimpin yang kemudian muncul adalah pemimpin yang di kehendaki oleh rakyat tersebut.

Sejalan dengan terjadinya reformasi di Indonesia, partai – partai politik muncul sebagai bentuk dari ekspresi kebebasan sekaligus sebagai bentuk dari kehendak rakyat untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan politik akibat pengekangan politik yang di lakukan oleh pemerintahan pada masa orde baru. Oleh karena itu, pasca reformasi muncullah berbagai partai politik dengan       

3 

Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia pasca Amandemen UUD 1945, Kencana Prenada Media, Jakarta,2010, Halaman 329

4 Ibid

.Halaman 331

5 Ibid


(14)

berbagai aliran ideologi untuk ikut serta dalam pemilihan umum sehingga dapat berpartisipasi dalam pengelolaan negara sehingga oleh karena itu terbentuklah suatu sistem kepartaian yang plural di Indonesia.

Sekalipun reformasi mengakibatkan munculnya banyak partai politik sehingga dikatakan bahwa negara Indonesia menganut sistem multi partai, namun sesungguhnya, Indonesia tidak memiliki peraturan yang jelas mengenai sistem kepartaian yang mana yang di anut oleh Indonesia. Pengaturan tersebut hanya muncul secara tersirat pada pasal 6A ayat 2 Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta – peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum” Frasa “...diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik” mengisyaratkan bahwa Negara Republik Indonesia menganut sistem kepartaian yang multi partai. Hal ini juga sejalan dengan semangat reformasi yang mana setiap warga negara kini di berikan kebebasan untuk mendirikan partai politik untuk ikut serta dalam pemilihan umum di Indonesia tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan.

Sistem kepartaian sangat erat hubungannya dengan sistem pemerintahan. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan presidensial dikatakan tidak cocok untuk di kolaborasikan dengan sistem multi partai oleh karena keberadaan sistem multi partai dikatakan akan mengakibatkan ketidak stabilan dalam pelaksanaan pemerintahan, disebabkan oleh karena banyaknya kepentingan sehingga dapat berakibat melemahnya kekuatan eksekutif.


(15)

Mainwaring menyebutkan tiga alasan utama mengapa relasi antara sistem multi partai dengan sistem pemerintahan presidensial menjadi problematik. Pertama, presidensialisme multi partai cenderung menghasilkan imobilitas dan jalan buntu (deadlock) eksekutif / legislatif yang itu kemudian membuat destabilitas demokrasi. Kedua, multi partai menghasilkan polarisasi ideologi daripada bipartai dan ketiga, dalam presidensialisme multi partai kesulitan membangun kolaisi inter partai.6

Indonesia mulai mencoba untuk mengurangi keberadaan partai politik untuk ikut serta di dalam pemilihan umum dengan tujuan untuk menguatkan sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia. Penyederhanaan partai politik itu sendiri dilakukan dengan cara mempersulit pendirian partai politik serta melakukan eleminasi terhadap partai politik melalui pemilihan umum itu sendiri.

Seperti kita ketahui, bahwa pasca reformasi muncul banyak sekali partai politik sebagai peserta pemilihan umum, namun upaya untuk melakukan penyederhanaan terhadap partai politik tersebut juga di lakukan melalui pemilihan umum. Oleh karena itu, maka kita mengenal adanya istilah electoral threshold dan Parliamentary Threshold. Hal – hal ini di buat dengan tujuan agar Partai Politik akan terelminasi dengan sendirinya sehingga akhirnya jumlah partai politik akan lebih sederhana atau sedikit.

Upaya untuk melakukan penyederhanaan terhadap Partai politik itu sendiri melalui Pemilihan umum dengan cara menerapkan ambang batas ternyata masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, utamanya terhadap penerapan       

6 

Sigit Pamungkas, Partai Politik; Teori dan Praktik di Indonesia,Institute for Democracy and Welfarism,Jakarta,2011. Halaman 56


(16)

parliamentary threshold. Banyak kalangan menyatakan bahwa dengan penerapan ambang batas parlemen tersebut akan membuang banyak suara rakyat sehingga akan ada kesan bahwa ada suara rakyat yang tidak terwakili atau terbuang sia – sia namun sebagian kalangan beranggapan bahwa penerapan ambang batas tersebut dapat meminimalisir jumlah partai politik yang akan berdiri oleh karena partai – partai politik akan berpikir dua kali untuk ikut serta pemilihan umum oleh karena tingginya ambang batas dan memilih bergabung dengan Partai politik yang sudah ada sehingga pemilihan umum akan diikuti oleh lebih sedikit partai.

Namun, yang muncul menjadi persoalan adalah bahwa negara Indonesia yang memiliki keragaman budaya justru lebih mendorong pilihan untuk berdirinya banyak partai oleh karena pluralitas budaya dan politik mendorong masyarakat untuk mendirikan partai politik dengan berbagai macam ideologi.

Melihat kenyataan di atas, maka penulis mencoba untuk menulis skripsi ini untuk dapat mengetahui sejauh mana penerapan muti partai di Indonesia setelah reformasi dalam pelaksanaannya pada pemilihan umum. Efektifkah atau tidak, apakah memang multi partai itu telah sesuai di negara Indonesia dan apakah memang dengan banyaknya partai politik maka aspirasi politik rakyat lebih tersalurkan atau tidak. Oleh karena itu, penulis mencoba menulis skripsi ini dengan Judul “Sistem Multi Partai dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia Pasca Reformasi”


(17)

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan uraian yang telah disampaikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dari skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah bentuk sistem kepartaian yang ada di Indonesia?

2. Bagaimanakah Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia ? 3. Bagaimanakah pelaksanaan pemilihan umum legislatif di

Indonesia dengan sistem multi partai pasca reformasi ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dan manfaat penulisan dari skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana sistem kepartaian yang ada dan berkembang di Indonesia

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia 3. Untuk mengetahui pelaksanaan pemilihan umum legislatif yang

dilaksanakan di Indonesia dengan sistem multi partai pasca reformasi D. Keaslian Penulisan

Dengan ini saya menyatakan bahwa, Skripsi ini merupakan hasil karya tulis saya sendiri dan bukan merupakan hasil karya tulis orang lain atau plagiat. Dan saya siap mempertanggung jawabkan apabila skripsi ini merupakan hasil plagiat


(18)

E. Tinjauan Kepustakaan

Demokrasi merupakan suatu bentuk sistem pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Menurut Maurice Duverger , demokrasi adalah termasuk cara pemerintahan, dimana golongan yang diperintah adalah sama dan tidak terpisah – pisah, yaitu suatu sistem pemerintahan negara dimana dalam pokoknya semua orang ( rakyat) adalah berhak sama untuk memerintah dan juga untuk diperintah.7

Negara Indonesia merupakan negara yang demokratis. Syarat – syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah rule of law

ialah : 8

1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain menjamin hak – hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak – hak yang di jamin.

2. Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial tribunals)

3. Pemilihan umum yang bebas

4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat

5. Kebebasan untuk berserikat / berorganisasi dan beroposisi 6. Pendidikan kewarganegaraan (civil education)

Dari syarat – syarat yang di kemukakan di atas maka dapat dilihat bahwa ada hubungan yang sangat dekat antara poin nomor 3, dan 5 yaitu antara pemilihan umum dengan bebas dan kebebasan untuk berserikat, berorganisasi, dan beroposisi.

       7 

Faisal Akbar Nasution,Pemerintah daerah dan sumber – sumber pendapatan asli daerah,Sofmedia,Jakarta,2009 Halaman 5

8 


(19)

Sementara itu, menurut M. Carter dan John Herz, suatu negara dapat disebut demokrasi apabila :9

1. Yang menerintah dalam negara tersebut adalah rakyat

2. Bentuk pemerintahan yang diselenggarakan adalah kekuasaannya terbatas.

Dalam jalannya suatu negara yang demokratis, maka sekelompok orang yang memimpin pemerintahan tersebut diangkat mewakili keinginan rakyat yang dipilih berdasarkan suara rakyat dan bertugas untuk mewujudkan keinginan rakyat yang diwakilinya serta akhirnya bertanggung jawab kepada rakyat yang telah memilih atau mengangkatnya.10 Sehingga dalam hal ini, Rakyat lah yang kemudian pemegang kedaulatan atas negara tersebut.

Kedaulatan merupakan ciri, pertanda atau atribut hukum dari negara. Sebagai atribut hukum dari negara, kedaulatan mempunyai sejarah yang sangat panjang, dalam arti bahwa kedaulatan lebih tua secara konseptual daripada konsep negara sendiri. 11 Sementara itu, pendapat lain mengartikan kedaulatan sebagai kekuasaan yang tertinggi, yaitu kekuasaan yang tidak berasal dan tidak dibawah kekuasaan lain.12

Apabila dijabarkan, maka ada empat teori kedaulatan yang ada yakni teori kedaulatan Tuhan, teori kedaulatan Rakyat, teori kedaulatan Negara, dan Teori       

9 

Nomensen Sinamo, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, Bumi Intitama Sejahtera, Jakarta, 2010 Halaman 85

10 

Faisal Akbar Nasution,Op.Cit Halaman 5

11 

Dedi Mulyadi, Kebijakan Legislasi Tentang Sanksi pidana pemilu legislatif di Indonesia dalam perspektif Demokrasi, Gramata Publishing, Jakarta, 2012 Halaman 211

12 


(20)

kedaulatan Hukum. Dalam konsep demokrasi, maka teori kedaulatan yang digunakan adalah teori kedaulatan rakyat yang mana dalam teori ini rakyatlah yang memiliki kekuasaan atas negara tersebut. Menurut teori ini, negara memperoleh kekuasaan dari rakyatnya dan bukan dari Tuhan atau dari Raja. 13 lahirnya teori kedaulatan rakyat ini sendiri sesungguhnya tidak terlepas dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh raja terhadap rakyat-rakyatnya yang menyebabkan rakyatnya mengalami kesengsaraan. Teori kedaulatan rakyat ide dasarnya adalah bahwa rakyatlah yang harus menjadi sumber kekuasaan tertinggi dalam suatu negara, yang lain tidak.14

Partai politik merupakan salah satu pilar penting dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan yang demokratis. Partai politik dapat menjadi sarana rakyat untuk ikut serta mengelola suatu negara melalui pemerintahan. Dilihat dari defenisinya, Undang – undang nomor 2 tahun 2011 tentang perubahan atas undang – undang nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik mendefenisikan partai politik adalah suatu organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita – cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota , masyarakat , bangsa dan negara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

       13 Ibid.

Halaman 145

14 


(21)

Apabila kita lihat dari defenisi menurut Undang – undang tadi, maka dapat lah kita ketahui bahwa suatu partai politik tersebut di bentuk untuk mengakomodir kepentingan politik dari anggota partai politik tersebut serta masyarakat, dan memiliki tanggung jawab untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Defenisi partai politik sendiri sangat beragam dan banyak sarjana yang berbeda – beda dalam mendefenisikannya. Namun, dari berbagai defenisi yang ada, partai politik setidaknya dapat di defenisikan, yaitu sebuah organisasi untuk memperjuangkan nilai atau ideologi tertentu melalui penguasaan struktur kekuasaan dan kekuasaan itu di peroleh melalui keikut sertaannya di dalam pemilihan umum.15

Dari defenisi diatas setidaknya ada empat hal yang dapat di jelaskan. Pertama, partai politik merupakan sebuah organisasi, kedua partai politik merupakan suatu instrumen perjuangan nilai atau ideologi, ketiga perjuangan partai adalah melalui penguasaan struktur kekuasaan, dan terakhir instrumen untuk meraih kekuasaan adalah melalui pemilu, bukan yang lain.16

Secara umum, partai politik perhatian utamanya adalah pada pemilu, mereka sepenuh waktu berkomitmen pada aktivitas politik, memobilisasi massa dalam jumlah yang sangat besar, memiliki waktu hidup yang sangat lama serta mereka menyediakan diri sebagai simbol politik.17 Oleh karena itu, maka dapat

       15 

Sigit Pamungkas,Op.Cit Halaman 5

16 Ibid 17 Ibid.Hlm.6


(22)

kita ketahui bahwa memang tiap – tiap partai politik memiliki tujuan untuk menduduki suatu jabatan publik karena tiap – tiap partai politik akan ikut serta berjuang mati - matian melalui tahapan – tahapan pemilihan umum untuk dapat merebut kursi jabatan publik tersebut agar dapat masuk ke dalam pemerintahan dan ikut serta dalam pengambilan keputusan.

Oleh karena Partai politik lah yang bisa menjadi jalan bagi orang – orang untuk ikut serta masuk ke dalam pemerintahan, maka tidak heran orang beramai – ramai masuk ke dalam partai politik termasuk juga di Indonesia. Namun, oleh karena kepentingan politik yang sangat plural dan bermacam – macam maka tidak mengherankan bahwa kemudian muncul lah banyak partai karena keanekaragaman budaya politik serta kepentingan politik masyarakat Indonesia.

Seiring dengan semangat refornasi, dimana masyarakat di berikan suatu kebebasan untuk berserikat dan berkumpul maka banyak kalangan membentuk partai politik untuk menyalurkan hasrat dan aspirasi politiknya. Menurut asasnya, partai – partai di Indonesia ini terdapat partai – partai berdasarkan agama, berdasarkan kebangsaan, sosialisme, dan sebagainya.18 Sehingga dengan itu muncul lah suatu sistem kepartaian di Indonesia yang multi-partai oleh karena banyaknya partai politik di Indonesia.

Sistem kepartaian , menurut Duverger adalah relasi diantara karakteristik tertentu partai politik diantaranya jumlah, ukuran respektif, sekutu , lokasi

       18 


(23)

geografis, distribusi politik, dan sebagainya.19 Sistem kepartaian sendiri menurut

duverger di klasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sistem partai tunggal , sistem dwi-partai dan sistem multi partai.

Seperti telah disinggung sebelumnya, banyaknya partai politik di Indonesia telah menunjukkan kehidupan kepartaian di Indonesia adalah kepartaian yang multi partai dimana banyaknya partai politik yang ada di dalam kehidupan bersama partai politik di Indonesia. Ditinjau dari segi perundang – undangan, tidak terdapat pernyataan tegas yang menegaskan mengenai sistem kepartaian di Indonesia, namun hanya tersirat dalam Pasal 6 A ayat 2 Undang – Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang di dalamnya terdapat frasa yang menyatakan bahwa presiden dan calon presiden di usung oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Berbicara mengenai kepartaian, maka sangat erat kaitannya dengan Pemilihan umum. Seperti yang telah di bahas sebelumnya bahwa tujuan dari berdirinya partai politik tersebut adalah untuk ikut serta dalam pemilihan umum agar melalui pemilihan umum itu mereka memiliki kesempatan untuk bisa masuk ke dalam pemerintaham dan mendapatkan suatu kekuasaan.

Pemilihan umum merupakan suatu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dimana melalui pemilihan umum rakyat akan memilih wakil – wakilnya hingga presiden dan wakil presidennya. Melalui pemilihan umum maka orang – orang

       19 


(24)

yang telah terpilih dan masuk ke dalam pemerintahan telah terlegetimasi mewakili suara rakyat dan bertindak atas nama rakyat.

Parulian Donald menyatakan bahwa ada dua manfaat yang sekaligus sebagai tujuan atau sasaran langsung yang hendak di capai dengan pelaksanaan lembaga politik pemilu, yaitu pembentukan atau pemupukan kekuasaan yang absah (otoritas) dan mencapai tingkat keterwakilan politik (political representativeness).20

Pemilihan umum, sangat besar artinya bagi para partai politik, karena bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar sesungguhnya para pendukungnya dan jika menang, maka sebagai media untuk menjalankan programnya.21 Maka jika kita lihat maka erat kaitannya antara pemilihan umum itu sendiri dengan partai politik, karena partai politik akan berusaha keras untuk mewujudkan program – programnya dengan cara memenangkan pemilihan umum sehingga dapat masuk ke dalam pemerintahan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan.

Sistem pemilihan umum merupakan salah satu instrumen yang sangat penting di dalam suatu negara demokrasi. Secara sederhana, sistem pemilu berarti instrumen untuk menerjemahkan perolehan suara di dalam pemilu ke dalam kursi – kursi yang dimenangkan oleh partai atau calon.22 Sistem pemilihan umum sendiri , terdapat macam – macam jensinya namun pada umumnya sistem       

20 

Titik Triwulan Tutik,Op.Cit Halaman.332

21 Ibid.Hlm.334 22

Kacung Marijan,  Sistem Politik Indonesia Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde


(25)

pemilihan umum tersebut berkisar pada dua prinsip yang pokok yaitu sistem distrik dan sistem proporsional. Sistem pemilihan distrik adalah sistem pemilihan dimana setiap daerah pemilihan memiliki satu perwakilan. Dalam sistem distrik wilayah negara di bagi kedalam distrik- distrik pemilihan yang memiliki jumlah yang sama dengan jumlah anggota dewan perwakilan rakyat yang dikehendaki. Sebagai contoh, apabila terdapat 400 anggota Dewan Perwakilan Rakyat maka wilayah negara tersebut akan di bagi atas 400 Distrik Pemilihan. Sementara itu, sistem pemilihan proporsional adalah sistem di mana presentasi kursi di badan perwakilan rakyat yanh dibagi pada tiap – tiap partai politik, disesuaikan dengan presentasi jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik itu.23 Secara umum, mekanisme sistem pemilihan proporsional diterapkan dengan cara kerja sebagai berikut :24

1. Menentukan alokasi jumlah kursi pada suatu daerah pemilihan (provinsi)

2. Menentukan besarnya kuota untuk menentukan berapa suara yang dibutuhkan parpol agar mendapat satu kursi di parlemen. Besarnya kuota ini bergantung pada jumlah penduduk dan jumlah kursi yang diperebutkan Terdapat 2 metode utama dalam sistem proporsional ini sendiri yaitu Hare Sistem (Single Tranferable Vote) dan List System (list proporsional representative). Dalam hare system pemilih di berikan kesempatan untuk memilih pilihan pertama, kedua dan seterusnya dari distrik yang bersangkutan.25 Dalam sistem ini jumlah suara seorang calon yang memenuhi syarat untuk mendapatkan kursi akan di prioritaskan dan kemudian apabila ada suara lebih akan dipindahkan       

23 

Titik Triwulan Tutik,Op.Cit Halaman. 339

24 Ibid


(26)

kepada calon berikutnya. Sementara itu, List System atau sistem daftar adalah suatu sistem yang mana pemilih diminta untuk memilih satu diantara nama – nama daftar calon wakil rakyat yang akan dipilih melalui pemilu.

Dalam pemerapannya, sistem daftar ini terdiri atas dua bentuk yaitu sistem daftar terutup dan sistem daftar terbuka. Sistem daftar tertutup yaitu sistem dimana pemilih hanya memilih partai politik saja tanpa bisa memilih calon anggota legislatifnya sementara itu sistem daftar terbuka pemilih tidak hanya bisa memilih partai politi saja namun juga calonnya.

Untuk menghasilkan hasil yang berkualitas maka pemilihan umum harus diselenggarakan sesuai dengan asasnya. Di Indonesia sendiri, Pemilihan Umum harus dilaksanakan dengan Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Langsung maksudnya adalah pemilihan umum dilaksanakan dengan rakyat secara langsung memilih pemimpinnya, Umum yaitu pemilihan umum dilaksanakan secara umum kepada setiap orang tanpa membedakan suku, agama , ras atau golongan, Bebas maksudnya adalah pemilihan umum dilaksanakan secara bebas artinya rakyat bebas memilih siapa yang akan dipilih tanpa ada tekanan dan paksaan, Rahasia maksudnya adalah pemilihan umum dilakukan dengan rahasia artinya bahwa pemilih dalam memberikan hak suaranya tidak diketahui oleh pihak lain, Jujur maksudnya adalah bahwa pemilihan umum dilaksanakan dengan jujur bahwa dalam penyeleggaraannya, penyelenggara pemilu dan setiap orang terkait dengan penyelenggaraan pemilihan umum harus berlaku jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Adil maksudnya adalah dalam


(27)

penyelenggaraan pemilu semua yang terkait dengan pemilu baik itu pemilih ataupun peserta harus diperlakukan dengan sama oleh penyelenggara pemilu.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian normatif yang mana penelitian dilakukan terhadap kepustakaan atau meneliti terhadap bahan pustaka yang ada.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan Skripsi ini adalah :

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan manfaat penulisan D. Keaslian Penulisan

E. Tinjauan Kepustakaan F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan

Bab II. Tinjauan Terhadap Sistem Kepartaian

A. Sejarah Munculnya Partai Politik B. Klasifikasi Sistem Kepartaian C. Sistem Kepartaian di Indonesia


(28)

Bab III. Pemilihan Umum di Indonesia

A. Pemilihan Umum

B. Sejarah Pemilihan Umum di Indonesia C. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia

D. Pengaturan Mengenai Pemilihan Umum di Indonesia

Bab IV. Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia dengan Multi Partai Pasca Reformasi

A. Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif dengan Multi Partai pada tahun 1999

B. Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif dengan Multi Partai pada tahun 2004

C. Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif dengan Multi Partai pada tahun 2009

Bab V. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan B. Saran


(29)

BAB II

TINJAUAN TERHADAP SISTEM KEPARTAIAN

A. Sejarah Munculnya Partai Politik

Partai Politik sebagai sarana bagi warga negara dalam rangka untuk ikut serta dalam pengelolaan negara merupakan suatu organisasi yang baru di dalam kehidupan manusia di bandingkan dengan organisasi negara, akan tetapi sejarah kelahiran partai politik cukup panjang. Namun, dapat kita lihat bahwa sejak dahulu, Partai politik telah di gunakan untuk memeprtahankan pengelompokan yang sudah mapan (seperti untuk gereja) atau untuk menghancurkan statusquo seperti yang dilakukan di Bolsheviks pada tahun 1917 tatkala menumbangkan kekaisaran Tsar. 26

Pada umumnya perkembangan partai politik sejalan dengan perkembangan demokrasi, yakni dalam hal perluasan hak pilih dari rakyat dan perluasan hak-hak parlemen. 27 Partai politik pada pertama kali lahir di negara – negara Eropa barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. 28

       26 

Ichsanul Amal,Teori – Teori Mutakhir Partai Politik,Tiara Wacana,Yogyakarta,2012 Halaman 19

27 Ibid.

Halaman 2

28 


(30)

Kegiatan politik di akhir dekade 18-an di negara – negara barat pada umumnya di pusatkan dalam kelompok – kelompok politik yang ada di dalam parlemen. Baru pada akhir abad ke sembilan belas lah Partai Politik lahir yang kemudian menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah. Partai politik ini sendiri lahir oleh karena meluasnya hak pilih, sehingga pada masa itu kegiatan politik yang semula hanya berasa dalam lingkaran parlemen, juga akhirnya berkembang di luar parlemen dan kelompok – kelompok politik diluar parlemen melakukan pengumpulan pendukungnya menjelang pemilihan umum. oleh karenanya kelompok politik yang berada di dalam parlemen merasa perlu untuk mengembangkan suatu organisasi massa sehingga lahirlah partai politik.

Secara Umum, terdapat tiga pendekatan untuk memahami asal usul partai politik, pendekatan itu adalah pendekatan institusional, pendekatan historis dan pendekatan modernisasi. 29

Teori Institusional memandang bahwa lahirnya partai politik dari dua arah yaitu partai politik yang tumbuh dari dalam parlemen dan partai politik yang tumbuh dari luar parlemen. Partai yang tumbuh di dalam parlemen mekanisme pertumbuhannya sangatlah sederhana yaitu dengan pembentukan kelompok – kelompok parlemen kemudian diikuti munculnya komite – komite pemilihan, dan akhirnya berkembang menjadi suatu hubungan permanen antara kedua elemen tersebut. 30 Sementara itu, Partai Politik yang berasal dari luar parlemen sesungguhnya lahir sebagai simbol perlawanan ataupun sebuah gerakan perlawanan ideologis terhadap golongan – golongan yang berkuasa. Partai politik       

29 

Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman 10

30 


(31)

ini ingin berusaha untuk ikut serta dalam kekuasaan untuk memperjuangkan kepentingan – kepentingan dari kelompok – kelompok yang tidak terakomodir ataupun yang tersingkirkan.

Sementara itu, Teori Historis dalam pandangannya memberi tekanan pada krisis – krisis sistemis yang berkaitan dengan proses pembangunan bangsa diantaranya krisis yang berkaitan dengan integrasi nasional, legitimasi bangsa dan tuntutan partisipasi yang lebih besar. 31Dalam teori ini, krisis – krisis ini lah yang kemudian melatar belakangi lahirnya partai politik dan krisis – krisis itu akan menentukan karakter partai. Salah satu krisis yanga ada dalam teori ini yaitu krisis legitimasi adalah salah satu faktor yang memunculkan perkembangan partai politik di benua eropa pada generasi pertama. Di eropa pada saat itu sedang terjadi krisis legitimasi terhadap parlemen yang ada pada saat itu. Pada saat itu, pandangan terhadap institusi – institusi perwakilan yang ada sangat negatif, partai politik yang lahir dari dalam parlemen terbentuk ketika legitimasi institusi perwakilan yang ada tersebut sedang diragukan.

Teori selanjutnya adalah teori modernisasasi pembangunan politik. Menurut teori ini, partai politik merupakan sebagai produk dari adanya modernisasi di bidang sosial dan ekonomi karena ada sebuah formulasi yang mebgatakan bahwa partai – partai massa adalah produk dari modernisasi sosial.

32

Dalam masyarakat modern, Partai politik muncul hanya dengan maksud memobilisasi massa saja tetapi tidak memiliki maksud untuk mengadakan suatu revolusi. Beberapa ahli mengelompokan munculnya partai politik dengan dampak       

31 

Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman. 11

32 Ibid.


(32)

– dampak industrialisasi. 33 Industrialisasi menimbulkan adanya biaya – biaya yang substansial terhadap kelompok sosial tradisonal sehingga mendorong kelompok sosial tradisional ini untuk membentuk partai politik seperti partai – partai yang berbasis agraria, sehingga dapat mempertahankan diri terhadap munculnya ancaman – ancaman dari kelompok industrialisasi.

Sementara itu, Maurice Duverger dalam buku Teori – teori Mutakhir partai politik yang ditulis oleh Ichsanul Amal mengklasifikasikan asal mula partai politi tersebut ke dalam dua bagian yaitu Partai Politik yang tumbuh dalam lingkar parlemen dan partai politik yang tumbuh di luar parlemen. Partai yang tumbuh di lingkungan parlemen diawali dengan pembentukan kelompok - kelompok parlemen , kemudian diikuti munculnya komite – komite pemilihan, dan akhirnya kedua elemen tersebut berkembang menjadi memiliki suatu hubungan yang permanen.

Di negara – negara tertentu, asal mula kelompok – kelompok parlemen itu berasal dari kelompok-kelompok kedaerahan yang kemudian berkembang membentuk suatu kelompok ideologis. Sebagai contoh di Perancis pada tahun 1789, Partai – partai yang berdiri di dalam majelis konstituante perancis merupakan perkembangan dari kelompok-kelompok kedaerahan. Diawali dengan maksud untuk mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan dari daerahnya masing – masing hingga akhirnya kelompk daerah melakukan suatu perkumpulan yang tidak hanya membahas mengenai daerahnya saja namun hingga

       33 Ibid.


(33)

membicarakan persoalan kebijakan nasional hingga akhirnya kelompok lokal ini menjadi suatu kelompok ideologis.

Selain daripada itu, ada pula kelompok – kelompok ideologis yang lahir bukan dari kelompok-kelompok lokal namun lahir dari pertemuan para wakil-wakil yang memiliki suatu ide yang sama dan tidak lagi sekedar mengumpulkan ide oleh karena kesamaan daerah asalnya.

Sementara itu, kemunculan komite-komite pemilihan lokal sangat erat kaitannya dengan meluasnya hak pilih rakyat. Hak pilih rakyat yang meluas itulah yang kemudian menyebabkan perlunya membawa pemilih-pemilih baru ke dalam partai. Faktor lain yang menyebabkan munculnya komite – komite pemilihan adalah perkembangan egalitarianisme dan keinginan untuk menyingkirkan kaum elite tradisional. 34 Oleh karena, apabila tidak ada komite pemilihan yang mampu menyelamatkan kepentingan dari pemilih baru ketika terjadi perluasan hak pilih secara tiba – tiba maka yang menang adalah kaum elite tradisional yang mana kaum elite tradisional merupakan satu-satunya calon yang dikenal.

Jika sel – sel induk, kelompok – kelompok parlementer dan komite – komite pemilihan sudah terbentuk, maka yang diperlukan supaya berubah menjadi partai politik sebenarnya tinggallah koordinasi permanen dan hubungan-hubungan reguler yang mempersatukan mereka. 35

Sementara itu, Partai yang muncul di luar parlemen umumnya muncul dari kelompok – kelompok ataupun asosiasi – asosiasi yang berada di luar parlemen seperti kelompok serikat buruh, masyarakat-masyarakat filsafat dan yang lainnya.       

34 Ibid.

Halaman 6

35 Ibid.


(34)

Sebagai contoh ialah kelahiran Partai Buruh Inggris pada tahun 1899 sebagai hasil dari kongres serikat buruh di Inggris pada saat itu. Selain itu ada pula partai – partai yang muncul dengan latar belakang agraris yang muncul akibat pengaruh daripada koperasi-koperasi pertanian dan asosiasi-asosiasi pertanian adapula partai yang muncul yang berasal dari pengaruh gereja dan sekte – sekte keagamaan seperti munculnya Partai Katolik Konservatif,Partai Kristen Historis,dan Partai Kristen Demokrat.

B. Klasifikasi Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian pada awalnya ditemukan dalam karya Duverger, yaitu untuk menggambarkan bentuk dan corak dari kehidupan bersama partai politik di beberapa negara. 36 Duverger membayangkan sistem kepartaian adalah relasi diantara karakteristik tertentu partai politik diantaranya jumlah, ukuran respektif, sekutu, lokasi geografis, distribusi politik, dan sebagainya. 37

Sistem kepartaian sangat berkaitan erat dengan stabilitas dan instabilitas suatu pemerintahan. Pada umumnya, sistem dwi partai dipandang sebagai sistem kepartaian yang paling ideal bagi seluruh sistem pemerintahan. Rokkan berpendapat seperti yang dikutib Lane bahwa apakah sebuah negara berada dalam situasi politik yang stabil atau senantiasa bergejolak dapat diketahui dengan melihat sistem kepartaiannya, konfigurasi dan warisan sejarahnya. 38

       36 

Sigit Pamungkas,Op.Cit Halaman. 42

37 Ibid.

Halaman 43


(35)

Sementara itu, Sigit Pamungkas dalam bukunya partai politik teori dan praktik di Indonesia, setidaknya ada empat pendekatan dalam memahami sistem kepartaian di sebuah negara. Empat pendekatan itu adalah :

1. Pendekatan berbasis numerik Partai

2. Pendekatan berbasis ukuran dan kekuatan relatif partai 3. Pendekatan berbasis pola formasi pemerintahan 4. Pendekatan berbasis jumlah dan jarak ideologi partai

Sebagai penjabarannya, pendekatan pertama yang dikenal adalah pendekatan berbasis numerik partai maksudnya adalah metode pendekatan ini menggolongkan sistem kepartaian sesuai dengan jumlah keberadaan partai politik di dalam suatu negara. Pendekatan ini membagi sistem kepartaian menjadi tiga yaitu sistem partai tunggal yang mana hanya ada satu kekuatan partai dalam suatu parlemen, kemudian sistem dwi partai yang mana ada dua kekuatan partai dalam suatu parlemen dan sistem multi partai yang mana terdapat lebih dari dua kekuatan partai dalam suatu parlemen.

Pendekatan yang kedua ialah pendekatan berbasis ukuran dan kekuatan relatif partai dimana pendekatan ini pertama kali di lakukan oleh Jean Blondel pada tahun 1968 yang mana pada intinya pendekatan ini dilakukan dengan menghitung ukuran dan kekuatan relatif yang bersumber dari perolehan suara suatu partai politik. Pendekatan ini dilakukan dengan memperhatikan bagian rata-rata suara yang dimenangkan oleh dua partai terbesar dan kemudian


(36)

mepertimbangkan perbandingan bagian partai pertama pada partai kedua dan ketiga. 39

Pendekatan yang berbasis ukuran dan kekuatan relatif partai ini kemudian menggolongkan sistem kepartaian menjadi empat sistem, yaitu :

1. Sistem Dua Partai, yang mana dalam sistem ini adalah ketika hasil dari pemilihan umum menunjukkan suara dari dua partai politik dalam suatu negara lebih besar 89% jumlah suara sah. Sebagai contoh : Amerika Serikat

2. Sistem Dua setengah Partai, yang mana di dalam sistem ini adalah ketika hasil dari pemilihan umum menunjukkan suara dari dua partai politik dalam suatu negara berkisar dari 75% hingga 80 % namun terjadi perbedaan sekitar 10,5 % jumlah suara antara suara partai pertama dengan suara partai kedua. Sebagai contoh : Kanada

3. Sistem Multipartai-predominan, yang mana di dalam sistem ini terdapat satu partai politik besar didalam suatu negara yang memiliki suara diatas 40 % atau bahkan lebih sebagai hasil dari pemilihan umum. Sebagai Contoh : Swedia

4. Sistem Multi Partai tanpa partai predominan, yang mana dalam sistem ini tidak ada satupun partai politik dalam negara tersebut yang mampu memperoleh suara hingga angka 40% pada pemilihan umum. Sebagai Contoh : Belanda

       39 Ibid.


(37)

Sementara itu, Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan yang berbasis pola formasi pemerintahan yang mana termasuk pendekatan ini yaitu pola klasifikasi yang dikembangkan oleh Dahl dan Rokkan. Dahl, pada tahun 1966 mengklasifikasikan sistem kepartaian berdasarkan tingkat kompetisi antar partai politik sehingga muncullah metode dengan pola oposisi partai di arena elektoral dan legislatif yang mana dengan pola seperti itu maka ditemukan empat tipe kepartaian yakni sistem kepartaian yang kompetitif ketat, sistem kepartaian yang kooperatif dalam sistem kompetitif, sistem kepartaian yang bergabung dalam sistem kompetitif dan sistem kepartaian bergabung sepenuhnya.

Sementara itu, cara klasifikasi sarjana lain yang masuk dalam pendekatan berbasis pola formasi pemerintahan adalah klasifikasi yang dilakukan oleh Rokkan. Rokkan pada tahun 1970 menggunakan pola pemerintah dan oposisi untuk mengklasifikasikan sistem kepartaian.40 Dengan cara yang dikemukakan Rokkan ini, maka akan tercipta setidaknya tiga tipe kepartaian yakni dengan pola 1 vs 1+1 , pola 1 vs 3-4, dan sistem multi partai dengan pola 1 vs 1 vs 1 + 2-3. Untuk menjelaskan tipe kepartaian yang dikemukakan oleh Rokkan, maka dilakukan penjelasan oleh Peter Mair, yang mana menurut penjelasan Peter Mair menyatakan bahwa pola 1 vs 1+1 adalah suatu pola dengan sistem yang di dominasi dengan kompetisi diantara dua partai politik utama dengan partai ketiga yang juga ikut terlibat di dalamnya. 41

       40 Ibid.

Halaman 47


(38)

Kemudian, masih menurut Peter Mair, pola 1 vs 3-4 adalah suatu pola dimana terdapat satu partai politik besar yang beroposisi dengan gabungan beberapa partai-partai politik kecil. Untuk pola 1 vs 1 vs 1 + 2-3 PETER MAIR, menjelaskan bahwa pola ini merupakan suatu sistem dimana dalam sistem ini kompetisi antar partai politi di dominasi oleh tiga atau bahkan lebih partai politik besar yang maan perolehan suaranya relatif sama.

Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan yang berbasis jumlah dan jarak ideologi partai yang mana pendekatan ini di konsepkan oleh Sartori pada tahun 1976 sehingga dengan pendekatan ini akan ditemukan tujuh sistem kepartaian sebagaimana yang tercantum dalam buku partai politik teori dan praktik di Indonesia yaitu sistem partai tunggal, sistem partai hegemonik, sistem partai predominan, sistem dua partai, sistem pluralisme terbatas, sistem pluralisme ekstrim, dan sistem atomik.

Sementara itu pendapat lain dari Maurice Duverger pada tahun 1954 mengemukakan ada tiga klasifikasi sistem kepartaian yakni sistem partai tungal, sistem dua partai , dan sistem multi partai.

1. Sistem Partai Tunggal

Sistem Partai Tunggal merupakan sistem kepartaian yang ada di dalam suatu negara yang mana dalam negara tersebut hanya terdapat satu partai politik yang dominan. Sebagian pengamat berpendapat bahwa istilah sistem partai tunggal


(39)

merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri sebab suatu sistem selalu mengandung lebih dari satu bagian. 42

Pada umumnya sistem kepartaian yang seperti ini dianut oleh negara – negara yang baru saja merdeka,oleh karena sebagai sebuah negara baru, negara tersebut belum mampu untuk mencipatakan sebuah demokrasi dengan memunculkan beberapa partai politik. beberapa negara-negara yang menganut sistem kepartaian seperti ini yaitu Afrika,China,Kuba,dan Uni Soviet pada masa jayanya.

Pola sistem kepartaian ini disebutkan adalah suatu sistem kepartaian yang tidak kompetitif oleh karena dalam sistem ini setiap golongan maupun setiap orang mau ataupun tidak mau harus menerima setiap pimpinan partai politik sehingga apabila tidak dapat menerima pimpinan partai politik tersebut dianggap sebagai suatu tindakan penghianatan.

Negara yang paling berhasil menganut sistem ini adalah Uni soviet pada masa kejayaannya. Partai Komunis Uni soviet berhasil menyingkirkan partai-partai politik lain dan bekerja secara tidak kompetitif. Di negara Uni Soviet ini tidak diperkenankan adanya partai politik lain untuk tumbuh dan berkembang selain dari pada Partai Komunis Uni Soviet dan setiap munculnya oposisi maka akan diaggap sebagai suatu penghianatan. Partai tunggal dan organisasi yang bernaung di bawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan perpaduan dari kepentingan partai dengan kepentingan rakyat secara menyeuluruh.43

       42 

Miriam Budiarjo, Op.Cit Halaman 415

43 Ibid.


(40)

2. Sistem Dua Partai

Sistem Dua Partai dapat diartikan yakni ada dua kekuatan partai politik yang dominan di dalam suatu negara. Miriam Budiarjo, dalam buku dasar-dasar ilmu politik memberikan pengertian bahwa sistem dua partai adalah adanya dua partai diantara beberapa partai, yang berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam suatu pemilihan umum secara bergiliran, sehingga dengan demikian mempunyai suatu kedudukan yang dominan.

Dalam sistem ini, partai terbagi menjadi dua yakni partai berkuasa dan partai posisi. pembagian partai ini didasarkan pada hasil pemilihan umum yang mana partai yang menang akan menjadi partai penguasa dan partai yang kalah dalam pemilihan umum akan menjadi partai oposisi. Dalam sistem ini partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama tapi yang setia (loyal opposition) terhadap kebijaksanaan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peranan ini sewaktu-waktu dapat bertukar tangan.44

Sistem Dua Partai sendiri dikatakan sebagai suatu sistem kepartaian yang ideal dan dapat menjaga kekondusifan stabilitas politik dalam suatu negara oleh karena hanya ada dua partai yang dominan dalam suatu pemerintahan sehingga dengan demikian jelas terbagi mana partai ya pro terhadap pemerintahan dan yang menjadi oposisi terhadap pemerintahan. Namun, terdapat kritik dari sarjana Ilmu Politik, Robert Dahl. Dahl berpendapat bahwa dalam masyarakat sistem dua partai apabila terjadi perbadaan pandangan maka akan yang akan terjadi adalah

       44 Ibid.


(41)

mempertajam perbedaan oleh karena tidak ada kelompok ditengah-tengah yang dapat merdekannya.

Negara-negara yang menganut sistem dua partai umumnya merupakan negara-negara anglo saxon seperti Inggris dan Amerika. Inggris merupakan salah satu negara yang disebut ideal dalam melaksanakan sistem dua partai. Sistem dua partai ini dapat berjalan dengan baik apabila memenuhi tiga syarat yaitu, komposisi masyarakat bersifat homogen, adanya konsesus kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial dan politik, dan adanya kontinuitas sejarah. 45

Sistem dua partai ini pada umumnya disertai dengan sistem pemiliihan yang bersistem distrik yang mana dalam pemilihan yang bersifat distrik tersebut satu wakil untuk mewakili satu daerah sehingga dengan demikian pertumbuhan partai politik kecil akan terhambat, sehingga yang kemudian muncul hanyalah partai-partai dominan.

3. Sistem Multi Partai

Sistem multi partai adalah suatu sistem kepartaian yang mana di dalam suatu negara ada terdapat banyak partai politik. Miriam Budiarjo, mengemukakan bahwa keanekaragaman budaya politik yang ada di dalam suatu masyarakat akan mendorong pilihan ke arah sistem multi partai.

Apabila didalam suatu negara terdapat beragam suku,agama, maupun ras akan mendorong masyarakat untuk membentuk suatu kelompok sendiri yang kemudian kelompok-kelompok yang plural ini mendorong pilihan kepada sistem Multi

       45 Ibid.


(42)

Partai oleh karena adanya pluralitas budaya dan pluralitas politik tersebut. Negara- negara yang menganut sistem multi partai ini diantaranya adalah Indonesia,Malaysia , dan Belanda.

Sistem Multi partai ini apabila dihubungkan dengan sistem pemerintahan maka sistem pemerintahan yang cocok dengan sistem multi partai ini adalah sistem pemerintahan parlementer karena sistem pemerintahan ini memusatkan kekuasaannya pada legislatif. Sistem multi partai ini yang kemudian dapat memunculkan koalisi antar partai politik karena, hasil dari pemilihan umum dengan sistem multi partai ini cenderung jarang menempatkan satu partai politik yang akan menjadi partai politik yang dominan sehingga memerlukan koalisi untuk membentuk suatu pemerintahan yang kuat di parlemen.

Sistem multi partai ini juga dinilai tidak cocok di terapkan di nagara yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Hal ini karena stabilitas yang dikehendaki dalam sistem presidensial hanya dapat terwujud jika tidak terlalu banyak partai yang merebutkan kekuasaan.46

Apabila dikaitkan dengan sistem pemilihan maka sistem multi partai ini diperkuat dengan sistem pemilihan perwakilan berimbang yang mana dengan sistem pemilihan ini maka partai-partai kecil dapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperolehnya di suatu daerah pemilihan dapat di tarik ke daerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memenangkan satu kursi.47

       46 

Janedjri M Gaffar

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11963&coid=3&caid=21&gid=3 diakses pada tanggal 16 April 2013 Pukul 19.57

47 


(43)

C. Sistem Kepartaian di Indonesia

Berbicara mengenai sistem kepartaian di Indonesia maka kita tidak menemukan peraturan perundang-undanganpun yang mengatur mengenai sistem kepartaian di Indonesia. Undang-undang dasar 1945 sendiri tidak menentukan sistem kepartaian apa yang dianut, karena sistem kepartaian memang bukanlah hal yang prinsipil dalam bernegara dan dapat berubah-ubah sesuai dengan dinamika masyarakat.48

Sekalipun tidak tercantum secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan manapun di Indonesia, namun UUD 1945 secara tersirat menunjukkan adanya suatu sistem kepartaian yang multi partai yaitu di dalam pasal 6A ayat 2 yang menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Frasa “gabungan partai politik” menunjukkan adanya lebih dari satu partai yang mengikuti suatu pemilihan umum tersebut.

Dalam sejarah Indonesia, sistem kepartaian yang ada di indonesia sendiri sejak pelaksanaan pemilihan umum yang pertama hingga pemilihan umum 2009 adalah sistem kepartaian yang multi partai. Namun, pada masa kepemimpinan soeharto sistem multi partai yang berlaku ialah sistem multi partai terbatas yang mana pendirian partai politik dibatasi hanya 3 saja yaitu Golkar,PPP, dam PDI.

Pada awalnya, kemunculan partai – partai politik di Indonesia bermula dari Maklumat Pemerintah yang ditandatangani oleh wakil presiden pada tanggal       

48

Janedjri M.Gaffar

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11963&coid=3&caid=21&gid=3 diakses pada


(44)

3 november 1945 yang mana maklumat itu memberikan kebebasan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik untuk menyongsong pemilihan umum. Isi dari maklumat itu adalah : 49

1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin kejadian yang teratur segala aliran paham ada dalam masyarakat

2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun, sebelumnya dilangsungkan pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat pada bulan januari 1964.

Sekalipun maklumat keluar pada 3 november 1945, namun Pemilihan umum itu sendiri baru terselenggara pada tahun 1955 dan dilakukan dengan dua tahap yakni untuk memilih anggota DPR dan anggota dewan konstituante dan pemilihan umum pada tahun 1955 yang juga pemilihan umum nasional pertama yang dilakukan di Indonesia.

Pemilihan umum pertama di Indonesia tersebut diikuti oleh sangat banyak partai sehingga hal ini menunjukkn bahwa sejak tahun 1955 Indonesia telah menganut sistem kepartaian yang multi partai yakni Polarisme terpolarisasi yaitu masing-masing partai politik memiliki yang berbeda tajam antara satu sama lain dan hal tersebut tercermin dari perolehan empat besar suara hasil pemilihan umum tahun 1955. Sehingga, Herbet feith menyimpulkan bahwa ada lima aliran ideologi yang berpengaruh di Indonesia yakni komunisme, nasionalisme, radikal, tradisionalisme jawa, islam, dan sosialisme demokrasi.50

       49 

Maklumat Pemerintah 3 November 1945 

50 

http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/sistem-kepartaian-di-indonesia.html diakses pada tanggal 16 April 2013 Pukul 23.56 WIB


(45)

Perkembangan partai politik itu sendiri pada awal kemerdekaan di era pemerintahan demokrasi liberal diwarnai dengan perdebatan antara soekarno dan hatta mengenai format sistem kepartaian yang ideal. Soekarno berpendapat bahwa demokrasi tidak perlu diterjemahkan sebagai kesempatan rakyat untuk membentuk partai sehingga soekarno mengajukan PNI sebagai satu-satunya partai politik.51 Sementara Hatta menginginkan rakyat diberikan kebebasan untuk membentuk partai politik karena keterlibatan rakyat adalah suatu yang tak terelakkan dalam pendirian partai politik. Namun pada akhirnya, dengan keluarnya maklumat wakil presiden pada tanggal 3 November 1945 akhirnya maka Indonesia masuk ke era multi-partai yang mana dalam kurun waktu 1945 hingga 1950 lahirlah partai-partai politik dengan garis ideologi yang bermacam-macam.

Multi Partai pada masa demokrasi liberal di era pemerintahan soekarno pada awal kemerdekaan terbukti mampu menjatuhkan pemerintah, sehingga tercatat bahwa sampai pada tahun 1947 telah terjadi tiga kali perubahan kabinet yakni kabinet syahrir I, kabinet syahrir II, dan kabinet syahrir III.

Era perkembangan partai politik selanjutnya yang juga masih dalam pemerintahan soekarno yakni pada masa pemerintahan demokrasi terpimpin. Pada masa ini, peta politik Indonesia pada demokrasi terpimpin berubah secara drastis,

       51 


(46)

yaitu dengan semakin berkurangnya peranan partai-partai politik, kecuali yang dekat dengan Soekarno.52

Pada masa demokrasi terpimpin ini juga presiden Sokarno mengubur partai-partai politik dengan dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959 yang berisi : 53

1. Pembubaran Konstituante

2. Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS

3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dekrit presiden ini sendiri menandai berakhirnya pemerintahan oleh parti-partai, berakhirnya sistem parlementarian berayun ke presidensialisme dan berakhirnya liberalisme politik otoritarianisme.54 Pasca dikeluarkannya dekrit presiden ini, Soekarno kemudian membubarkan DPR hasil pemilihan umum tahun 1955. Soekarno juga kemudian mengeluarkan peraturan mengenai penyederhanaan partai yakni Penpres Nomor 7 tahun 1959, dan peraturan mengenai pengakuan,pengawasan, dan pembubaran partai politik yakni Penpres Nomor 13 tahun 1960. Soekarno kemudian hanya mengakui adanya sepuluh partai politik yakni PNI,NU,PKI,Partai Katolik,Partai Indonesia,Partai Murba,PSII,IPKI,Parkindo,dan Perti.

Disamping itu,pada tahun 1960 pemerintah juga membentuk suatu wadah untuk memobilisasi semua kekuatan politik di bawah pengawasan pemerintah,       

52 Ibid.

Halaman 151

53 

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 

54 


(47)

yang di dasarkan pada ideologi Nasionalis,Agama,Komunis yang disebut Front Nasional. Front Nasional diisi oleh semua partai, dan juga oleh kelompok-kelompok yang sebelumnya belum mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan seperti golongan fungsional dan abri. 55

Yang diharapkan dari pembentukan Front Nasional ini sebenarnya adalah untuk melemahkan kedudukan partai-partai politik.56 Namun pada masa ini PKI berhasil berkembang sangat pesat hingga akhirnya meletusnya perisstiwa Gerakan 30 September PKI yang menjadi akhir dari sistem pemerintahan demokrasi terpimpin oleh soekarno dan kemudian memberikan mandat kepada soeharto untuk melakukan pembenahan terhadap situasi politik yang carut marut dan kemudian akhirnya Soeharto diangkat menjadi presiden sehingga masuklah sistem kepartaian ke era orde baru atau era kepemimpinan soeharto.

Sementara itu, perkembangan partai politik pada rezim soeharto sangat dibatasi sehingga terbentuklah suatu sistem multi partai yang terbatas. Era Partai politik di masa orde baru ini diawali dengan pembubaran PKI dan Partindo sehingga hanya tinggal delapan partai politik era soekarno yang hidup. Perlahan – perlahan peran partai politik mulai dibatasi di dalam kehidupan politik dan kemudain dikendalikan oleh negara.57 Sejarah juga mencatat bahwa pada awal pemerintahan soeharto selain membubarkan PKI dan Partindo selain itu pemerintah orde baru juga melakukan larangan terhadap bangkitnya kembali

       55 

Miriam Budiarjo,Op.Cit .Halaman 441

56 Ibid 57 


(48)

masyumi serta penolakan terhadap berdirinya Partai Demokrasi Islam Indonesia pada tahun 1967.

Pemilihan Umum tahun 1971 dimenangi oleh Golkar. Kemenangan Golkar membuat golkar menjadi partai yang berkuasa dalam parlemen sehingga memudahkan Golkar dalam memuluskan kepentingan politik orde baru termasuk dalam hal kepartaian. Upaya yang dilakukan pemerintah orde baru dalam menata sistem kepartaian di Indonesia dimulai dengan mengeluarkan kebijakan penggabungan partai-partai atau fusi dalam rangka penyederhanaan partai politik.

Di hadapan partai politik, Presiden Soeharto mengemukakan sarannya agar partai mengelompokkan diri menjadi tiga kelompok yakni Golongan Nasional,Golongan Spiritual,dan Golongan karya.58 Upaya penyederhanaan partai politik itu sendiri dimulai dari pembentukan koalisi di dalam parlemen yakni kelompok Golongan Spiritual yang disebut kelompok persatuan pembangunan yang berisi partai-partai politik islam yakni NU,Parmusi,PSII,serta perti dan kelompok Golongan Nasional yang disebut kelompok demokrasi pembangunan yang berisi, PNI,IPKI,Murba,Parkindo,dan Partai Katolik.

Setelah terbentuknya penggolongan-penggolongan di dalam parlemen kemudian Orde Baru memaksakan untuk melakukan fusi partai politik demi terciptanya suatu sistem kepartaian yang sederhana yakni partai-partai dalam kelompok persatuan pembangunan bergabung menjadi satu Partai persatuan pembangunan, dan partai-partai dalam kelompok demokrasi pembangunan       

58 


(49)

menjadi satu partai yakni Partai Demokrasi Indonesia. Sehingga terciptalah suatu sistem kepartaian yang sederhana yakni dua partai satu golkar. Golkar pada saat itu tidak ingin disebutkan sebagai partai politik namun organisasi kekaryaan, meskipun hakekat Golkar adalah partai politik. 59 Selain itu, Orde Baru juga menetapkan bahwa pancasila merupakan satu-satunya asas partai politik.

Upaya yang dilakukan orde baru pada masa itu tergolong sukses menciptakan suatu sistem multi partai sederhana dengan pemilihan umum yang diikuti oleh tiga peserta saja. Namun, penyeleggaraan pemerintahan oleh orde baru dan kekuasaan golkar selama bertahun-tahun ternyata semakin mengekang kebebasan setiap orang sehingga tidak diperkenankan munculnya partai-partai baru sebagai peserta pemilu, karena soeharto berpandangan bahwa partai politik sebagai sumber kekacauan dari sistem politik yang dibangun. 60 Namun, oleh karena pengekangan-pengekangan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru sehingga muncullah gelombang-gelombang protes hingga berujung pada jatuhnya pemerintahan soeharto pada 21 mei 1998 yang disebut sebagai era reformasi.

Perkembangan kepartaian pasca jatuhnya Soeharto yang dsiebut dengan era reformasi cukup besar. Hal ini diakibatkan karena pada masa orde baru partai-partai politik tidak diperkenankan berdiri, sehingga dapat dikatakan bahwa pendirian partai-partai politik ini sebagai suatu ekspresi kebebasan.

Desakan- desakan juga muncul dimasa pemerintahan awal reformasi yang menginginkan agar kehidupan politik Indonesia lebih demokratis sehingga oleh       

59 

Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman 154

60 


(50)

karena itu BJ Habibie mengeluarkan Undang-undang nomor 2 tahun 1999, sehingga oleh karenanya partai-partai politik baru mulai muncul dan tercatat pemilihan umum tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai dari 141 Partai Politik yang mendaftarkan diri di Departemen Kehakiman.

Sistem kepartaian yang multi partai dalam era reformasi kali ini memunculkan banyak sekali partai politik dengan beragam ideologi yang mencapai ratusan partai politik. Pada masa ini BOUCHIER mengatakan bahwa ada kemiripan antara masa awal reformasi ini dengan november 1945, masa ketika partai politik tumbuh subur.61 Kemiripan itu adalah sehubungan dengan hal-hal yaitu, euphoria berhasil keluar dari suatu kurun panjang represi politik, banyaknya kepentingan politik yang sodok menyodok berebut posisi, dan tidak adanya otoritas politik yang punya kemauan mencegah hal itu. 62

Pada masa era reformasi ini terbentuk suatu sistem kepartaian yang pluarlisme terbatas. Ciri utamanya adalah terdapat partai politik dengan perolehan suara yang cukup seimbang lebih dari lima partai, arus interaksi partai multilateral, dan di dalam kekuasaan terjadi fregmentasi.63 Sistem kepartaian yang seperti ini membuat situasi politik menjadi rumit karena terjadi koalisi-koalisi partai politik yang bergantung kepada kepentingan partai-partai politik saja.

Dengan munculnya banyak sekali partai politik, upaya untuk kembali menyederhanakan partai politik pun muncul. Hal ini disebabkan oleh munculnya

       61 

Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman 156

62 Ibid.

Halaman 157

63 Ibid.


(51)

keanehan dalam sistem presidensial yakni mengenal istilah koalisi dan komposisi kabinet yang berbentuk kabinet warna warni yang berisi unsur-unsur partai yang ada DPR. Penyederhanaan sendiri dimulai dengan menerapkan electoral threshold

(ET) pada pemilihan umum 2004 dan Parliemantary Threshold (PT) pada pemilihan umum 2009. Pemberlakuan electoral threshold dan Parliemantary Threshold diharapkan akan menjadi cara alamiah untuk mengurangi partai politik.

Ketentuan ET pada tahun 2004 menetapkan ada tujuh partai politik yang lolos dan sepuluh partai politik yang tidak lolos. Kesepuluh partai politik yang tidak lolos ET ini tidak diperkenankan ikut pemilihan umum berikutnya kecuali harus memenuhi ketentuan di dalam undang-undang, namun demikian kesepuluh partai politik ini tetap boleh menempatkan wakilnya duduk di legislatif. Sementara itu ketentuan PT pada tahun 2009 menetapkan sembilan partai politik lolos dan sekitar tiga puluh sembilan partai politik yang tidak lolos. Partai politik yang tidak lolos ambang batas PT tidak diperkenankan untuk mendudukkan wakilnya di legislatif sekalipun wakilnya tersebut memenuhi jumlah suara.

Namun usaha menyederhanakan jumlah partai dengan cara ini ternyata tidak berjalan maksimal, kerena ternyata hasrat untuk mendirikan partai politik tetaplah besar. Untuk menyiasati ini, akhirnya dikeluarkanlah suatu peraturan perundang-undangan yang pada intinya untuk mempersulit berdirinya partai politik dengan mengharuskan partai politik yang ingin mengikuti pemilu selain mengikuti verifikasi di Departemen Hukum dan Ham juga melakukan verifikasi di KPU dengan standard yang telah di tetapkan.


(52)

Menyongsong pemilihan umum 2014 hasrat untuk meminimalkan jumlah partai juga besar. Melalui Undang-undang nomor 8 tahun 2012 persyaratan semakin diperketat salah satunya dengan mensyaratkan partai politik harus lulus verifikasi di seratus persen provinsi yang ada di Indonesia yang mencakup kepengurusan, keanggotaan,dan keterwakilan perempuan. Disisi lain, untuk mensiasati kesulitan verifikasi itu, partai-partai di DPR juga mencantumkan suatu peraturan dalam pasal 8, yang mana dikatakan bahwa partai yang sudah lolos ambang batas pada pemilu yang lalu diperbolehkan untuk ikut menjadi peserta pemilu berikutnya, walaupun kemudian pasal ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 52/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa semua partai politik wajib mengikuti verifikasi.

Dengan peraturan demikian, keberadaan partai politikpun semakin sederhana atau sedikit. Berdasarkan hasil verifikasi KPU akhirnya hanya sepuluh partai politik ditetapkan oleh KPU menjadi peserta pemilu melalui rapat pleno terbuka yakni sembilan partai yang memiliki kursi di DPR dan satu partai baru yaitu NasDem. Namun hasil ini kemudian berubah karena adanya putusan Bawaslu dan PTTUN yang kemudian meloloskan PKPI dan PBB sehingga jumlah partai politik yang akan mengikuti pemilu 2014 bertambah menjadi dua belas.


(53)

BAB III

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

A. Pemilihan Umum

Pemilihan Umum merupakan suatu sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam mengisi jabatan-jabatan di lembaga-lembaga baik itu eksekutif maupun legislatif. Tiap-tiap negara yang mengklaim dirinya sebagai negara yang demokratis akan menyelenggarakan pemilu sebagai lambang dari suatu demokrasi. Hal ini sejalan pula dengan pandangan Moh. Mahfud MD tentang sistem politik yang demokratis yang mana menyatakan bahwa sistem politik yang demokratis adalah sistem yang menunjukkan dimana kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik, dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan berpolitik.64

A.S.S Tambunan mendefienisikan bahwa pemilu merupakan sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat pada hakikatnya merupakan pengakuan dan perwujudan daripada hak-hak politik rakyat dan sekaligus merupakan pendelegasian hak-hak tersebut oleh rakyat kepada wakil-wakilnya untuk menjalankan pemerintahan.65 Sementara itu, HM. Laica Marzuki berpendapat bahwa Pemilu merupakan mekanisme penentuan pendapat rakyat melalui sistem

       64 

Dedi Mulyadi, Op.Cit Halaman. 1

65 


(54)

langsung,umum,bebas,rahasia,jujur,dan adil.66 Oleh sebab itu, dapatlah disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemilihan umum merupakan suatu proses pendelegasian kekuasaan secara sah oleh rakyat kepada orang-orang yang kemudian akan mengisi jabatan-jabatan politik di pemerintahan yang akan mewakilinya, sehingga orang-orang tersebut dapat bertindak atas nama rakyat karena mendapatkan suatu mandat yang sah dari rakyat.

Pemilihan umum itu sendiri bertujuan untuk melakukan pengisian jabatan-jabatan tertentu yang pemilihannya dilakukan oleh rakyat, selain itu memungkinkan terjadinya pergantian pejabat di dalam pemerintahan, memunculkan pemimpin-pemimpin baru dan juga membuka kesempatan bagi siapa saja untuk ikut serta melakukan pengelolaan terhadap negara. Arbi Sanit, menyimpulkan bahwa pada dasarnya pemilu memiliki empat fungsi utama yaitu, pembentukan legitimasi penguasa dan pemerintah, pembentukan perwakilan politik rakyat, sirkulasi elit penguasa, dan pendidikan politik. 67

Selain itu, fungsi pokok pemilu menurut Aurel Croissant ada tiga yaitu : 68 1. Fungsi keterwakilan dalam arti kelompok-kelompok masyarakat

memiliki perwakilan ditinjau dari aspek geografis, fungsional,dan deskriptif

2. Fungsi Integrasi, dalam arti terciptanya penerimaan partai terhadap partai lain dan masyarakat terhadap partai

3. Fungsi Mayoritas, yang cukup besar untuk mejamin stabilitas pemerintah dan kemampuannya untuk memerintah

Berdasarkan pendapat dari Aurel Croissant ini dapat dikatakan bahwa pemilu tersebut memiliki tujuan sebagai sarana untuk mewakili       

66 

Dedi Mulyadi, Op.Cit.Halaman. 229

67 

Titik Triwulan Tutik, Op.Cit.Hlm. 333

68


(55)

kelompok-kelompok masyarakat serta menjadi sarana integrasi antara partai politik yang satu dengan yang lainnya dan juga dengan masyarakat serta menciptakan suatu pemerintahan yang satbil.

Pemilihan umum penting dilakukan baik bagi warga negara dan juga partai politik. Bagi warga negara pemilihan umum merupakan suatu haknya untuk mewujudkan kedaulatannya serta memungkinkan tiap warga negara tersebut untuk masuk kedalam badan perwakilan. Bagi partai politik maka pemilihan umum ini penting untuk menunjukkan sebagaimana besarnya dukungan terhadap partai politik tersebut dan menjadi sarana untuk menjalankan program-program partai politik tersebut. Selain penting dilakukan untuk warga negara dan partai politik, ternyata pemilu juga penting dilakukan kepada pejabat penyelenggara negara. Melalui pemilu, pejabat penyelenggara negara atau wakil rakyat dapat mengukur legitimasi atau tingkat dukungan dan kepercayaan masyarakat kepadanya.69

Pemilihan umum dilakukan secara berkala dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan tiap-tiap negara. Pemilihan umum yang dilakukan secara berkala tersebut dilakukan untuk memungkinkan terjadinya suatu pergantian atau peralihan kekuasaan secara sah walaupun tidak selamanya hasil dari pemilihan umum tersebut menyebabkan peralihan kekuasaan.

       69 Ibid.


(56)

Pentingnya pemilihan umum dilakukan secara berkala juga dikarenakan oleh beberapa sebab, diantaranya : 70

1. Pendapat atau aspirasi rakyat mengenai berbagai aspek kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat dinamis, berkembang dari waktu ke waktu, dalam jangka waktu tertentu, bisa jadi bahwa sebagian besar sudah berubah pendapatnya mengenai suatu kebijakan

2. Di samping pendapat rakyat berubah dari waktu ke waktu, kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat juga dapat berubah, baik karena dinamika dunia internasional atau karena faktor dalam negeri sendiri 3. Perubahan-perubahan aspirasi dan pendapat rakyat juga dimungkinkan

terjadi karena pertambahan jumlah penduduk dewasa. Mereka itu karena terutama para pemilih baru atau pemilih pemula belum tentu mempunyai sikap yang sama dengan orang tua mereka

4. Pemilihan umum perlu diadakan secara teratur untuk menjamin terjadinya proses pergantian kepemimpinan negara juga secara teratur.

Untuk mencapai tujuan-tujuan dari pemilu itu, maka pemilu harus diadakan dengan jujur dan adil, karena hanya pemilihan yang dilakukan secara jujurlah yang kemudian menghasilkan suatu hasil yang benar-benar berasal dari kehendak rakyat yang sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Secara konsepsual, terdapat dua mekanisme yang dapat dilakukan untuk menciptakan pemilu yang bebas dan adil, yaitu :71

1. Menciptakan seperangkat metode untuk mentransfer suara pemilih ke dalam suatu lembaga perwakilan rakyat secara adil.

2. Menjalankan pemilu sesuai dengan aturan main dan prinsip-prinsip demokrasi.

       70 Ibid.

Halaman. 233

71 


(57)

Sementara itu, Ciri-ciri suatu pemilu yang benar-benar bebas, menurut RANNEY adalah :72

1. Diselenggarakan secara reguler 2. Pilihan yang benar-benar berarti 3. Kebebasan menempatkan calon

4. Kebebasan mengetahui dan mendiskusikan pilihan-pilihan 5. Hak pilih orang dewasa yang universal

6. Perlakuan yang sama dalam pemberian suara 7. Pendaftaran pemilih yang bebas

8. Penghitungan dan pelaporan hasil yang tepat.

Selain terdapat mekanisme dan ciri-ciri, maka tiap-tiap negara juga memimiliki sistem pemilihan umumnya masing-masing. Sistem pemilu merupakan suatu cara bagaimana mentransfer suara rakyat ke dalam kursi-kursi yang ada dalam suatu badan perwakilan. Secara umum, sistem pemilu ini terbagi menjadi dua macam, yaitu Sistem Pemilu Mekanis dan Sistem Pemilu Organis.

Sistem pemilu mekanis merupakan sistem pemilu yang mencerminkan pandangan yang bersifat mekanis yang melihat rakyat sebagai massa individu-individu yang sama. Sistem ini berpandangan bahwa individu-individu sebagai pengendali hak pilih aktif dan memandang rakyat sebagai suatu massa individu-individu yang masing-masing mengeluarkan satu suara (suara dirinya sendiri) di dalam setiap pemilihan.73

Aliran-aliran yang menganut sistem pemilihan mekanis ini adalah aliran liberalisme,sosialisme,dan komunisme. Perbedaan diantara aliran-aliran ini adalah

       72 Ibid.

73 Ibid.


(58)

bahwa dalam aliran liberalisme, individu dipandang sebagai suatu kesatuan yang otonom dan masyarakat dipandang sebagai suatu kompleks hubungan-hubungan antara individu dengan individu yang bersifat kontraktual, dan sosialisme terkhusus komunisme mengecilkan peran individu dan lebih mengutamakan totalitas kolektif suatu masyarakat.

Secara substansial, sistem pemilihan mekanis memiliki ciri-ciri antara lain : 74

1. Partai-partai yang mengorganisir pemilihan-pemilihan dan memimpin pemilih berdasarkan sistem Bi Partai atau multi Partai (liberalisme,sosialisme) atau uni partai (komunisme)

2. Badan Perwakilan Rakyat bersifat badan perwakilan kepentingan umum rakyat seluruhnya

3. Badan Perwakilan yang dihasilkan disebut parlemen

4. Wakil-wakil yang duduk di badan perwakilan rakyat langsung dipilih. Sistem pemilihan umum mekanis ini sendiri kemudian terbagi lagi menjadi dua jenis yaitu sistem pemilihan distrik dan sistem pemilihan proporsional. Sistem pemilihan distrik merupakan suatu sistem pemilihan yang membagi wilayah negara kedalam distrik-distrik di dalam pelaksanaan pemilihan umum yang mana jumlah distrik tersebut sama dengan jumlah kursi parlemen yang akan diisi. Sistem pemilihan distrik ini disebut pula sebagai sistem pemilihan mayoritas karena untuk menentukan siapa-siapa yang dipilih sebagai wakil rakyat dari suatu distrik ditentukan oleh siapa yang memperoleh suara terbanyak (mayoritas) dan tidak perlu mayoritas mutlak. 75

       74 Ibid.

75 Ibid.


(59)

Sementara itu, Sistem pemilihan mekanis proporsional merupakan sistem dimana presentasi kursi di badan perwakilan rakyat yang di bagi pada tiap-tiap partai politik, disesuaikan dengan presentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik itu. 76 secara umum mekanisme sistem pemilihan proporsional ini dilaksanakan dengan dua cara kerja yaitu menentukan alokasi jumlah kursi pada satu daerah pemilihan atau provinsi serta menentukan besarnya kuota untuk menentukan berapa suara yang dibutuhkan partai politik agar mendapat satu kursi di parlemen yang mana besarnya kuota bergantung pada jumlah penduduk dan jumlah kursi yang diperbutkan. 77

Selain sistem mekanis yang kemudian terbagi menjadi dua yakni sistem mekanis distrik dan sistem mekanis proporsional, ada pula sistem pemilihan yang lain yaitu sistem pemilihan organis. Dalam sistem pemilihan organis, rakyat ditempatkan sebagai individu yang hidup secara bersama-sama di dalam suatu persekutuan hidup, yang kemudian persekutuan-persekutuan ini yang memiliki dan mengendalikan hak pilih. Dengan perkataan lain, persekutuan-persekutuan itulah yang mempunyai hak pilih untuk mengutus wakil-wakilnya kepada badan perwakilan rakyat. 78

Pemilihan organis secara substansial memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 79 1. Organis, partai-partai politik itu tidak perlu dikembangkan, karena

pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh tiap-tiap persekutuan hidup dilingkungan masing-masing

       76 Ibid.

Halaman 339

77 Ibid. 78 

Jimly Asshiddiqie,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Rajawali Pers,Jakarta,2013.Halaman.423

79 


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang telah dibahas, dapat ditarik kesimpulan mengenai sistem multi partai di dalam pelaksanaan pemilihan umum pasca reformasi di Indonesia, yaitu :

1. Bahwa partai politik merupakan suatu wadah bagi sekelompok warga negara untuk menyalurkan aspirasi politiknya sekaligus sebagai suatu kendaraan atau alat bantu orang atau warga negara untuk mendapatkan kekuasaan dan ikut serta di dalam pemerintaha serta memperjuangkan kepentingan anggotanya, bangsa, dan negara.

2. Bahwa pemilihan umum merupakan suatu bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat yang mana melalui pemilihan umum setiap orang berhak untuk memilih dan berhak untuk dipilih. Melalui pemilu setiap orang berhak untuk ikut masuk kedalam pemerintahan.

3. Bahwa sistem multi partai yang ada di Indonesia pasca reformasi merupakan suatu tuntutan kebebasan akibat pada masa orde baru pertumbuhan partai politik dikekang sehingga pemerintah pada awal orde reformasi menerima tuntutan masyarakat agar mereka diberikan kebebasan untuk berpolitik. Selain itu, kemunculan banyaknya partai politik juga sejalan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang plural.


(2)

Namun, banyaknya pertumbuhan partai politik diindikasikan menyebabkan pemerintahan menjadi tidak stabil sehingga pemerintah ingin mengurangi jumlah partai politik dengan memberlakukan sistem

Threshold yaitu electoral threshold dan Parliementary Threshold

agar jumlah partai politik dapat berkurang secara alamiah.

B. Saran

Saran yang dapat saya berikan dalam skripsi ini adalah :

1. Bahwa sebagai bangsa yang majemuk, sesungguhnya Indonesia tidak perlu mempersulit pendirian partai politik. Syarat pendirian partai politik tidak perlu diperketat sedemikian rupa sehingga membuat banyak sekali partai politik yang gugur, karena partai politik adalah wadah rakyat untuk menyalurkan aspirasi politiknya.

2. Bahwa untuk menguatkan sistem presidensial maka sebaiknya Indonesia menaikkan standar Parliementary Threshold menjadi 25 % Sehingga kemudian di dalam parlemen hanya akan ada empat fraksi besar, sehingga fraksi-fraksi di parlemen kemudian lebih sederhana. 3. Bahwa dengan menaikkan standar Parliementary Threshold maka

kemudian perlu dibuat suatu peraturan perundang-undang yang memungkinkan partai politik untuk dapat melakukan Stembus Accord, karena pengalaman pemilu di Indonesia dengan multi partai sulit bagi satu partai politik mendapatkan suara sebanyak 25 % sehingga perlu diterapkan Stembus Accord, maka dengan itu tidak ada suara rakyat


(3)

yang gugur dan semua kelompok dapat terakomodasi dan terwakilkan dengan baik, dan kemudian di DPR maksimal hanya tercipta empat fraksi dan bahkan kemudian dapat tercipta hanya dua fraksi saja. Pembentukan Undang-undang mengenai hal ini pula dapat menjamin terjadinya koalisi yang jelas tidaklah koalisi yang rapuh seperti sekarang ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku-Buku

Amal, Ichsanul. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik,Yogyakarta: Tiara Wacana, 2012.

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Gaffar, Janedjri M. Politik Hukum Pemilu, Jakarta: Konstitusi Press, 2012

Indra, Mexsasai. Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Refika Aditama,2011.

Lubis, M. Solly. Hukum Tata Negara, Bandung : Mandar Maju,2008

Lubis, M. Solly. Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, Bandung: Mandar Maju,2009

Marijan, Kacung. Sistem Politik Indonesia;Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde-Baru, Jakarta: Kencana,2011.


(5)

Mulyadi, Dedi. Kebijakan Legislasi ; Tentang Sanksi Pidana Pemili Legislatif di Indonesia Dalam Perspektif Demokrasi, Jakarta: Gramata Publishing,2012

Nasution, Faisal Akbar. Pemerintah Daerah dan Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah, Jakarta : Sofmedia,2009

Pamungkas, Sigit. Partai Politik;Teori dan Praktik di Indonesia, Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism, 2011

Samidjo. Ilmu Negara, Bandung: Armico,1986

Sinamo, Nomensen. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera,2010

Tutik, Titik Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Kencana Prenade Media,2010

II. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011

Undag-Undang Nomor 10 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012


(6)

III. Sumber Internet

www.ditjenpp.kemenkumham.go.id

www.rumahpemilu.org

www.kpu.go.id

www.unisosdem.org