Model Pemrograman Kuadratik Dalam Pembagian Daerah Pemilihan Umum .

(1)

MODEL PEMROGRAMAN KUADRATIK DALAM PEMBAGIAN

DAERAH PEMILIHAN UMUM

SKRIPSI

HERYANTO SEMBIRING

050803054

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

MODEL PEMROGRAMAN KUADRATIK DALAM PEMBAGIAN

DAERAH PEMILIHAN UMUM

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

HERYANTO SEMBIRING

050803054

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PERSETUJUAN

Judul : MODEL PEMROGRAMAN KUADRATIK DALAM

PEMBAGIAN DAERAH PEMILIHAN UMUM

Kategori : SKRIPSI

Nama : HERYANTO SEMBIRING

Nomor Induk Mahasiswa : 050803054

Program Studi : SARJANA (S-1) MATEMATIKA

Diluluskan di Medan, Oktober 2009

Komisi Pembimbing:

Pembimbing II Pembimbing I

Drs. Liling Perangin - angin, M.Si Prof. Dr. Herman Mawengkang NIP. 19470714 198403 1 001 NIP. 19461128 197403 1 001

Diketahui/Disetujui oleh:

Departemen Matematika FMIPA USU

Dr. Saib Suwilo, M.Sc NIP. 19640109 198803 1 004


(4)

PERNYATAAN

MODEL PEMROGRAMAN KUADRATIK DALAM PEMBAGIAN DAERAH PEMILIHAN UMUM

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan langsung yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2009

Heryanto Sembiring 050803054


(5)

PENGHARGAAN

Rasa syukur dan terimakasih penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:

- Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Liling Perangin - angin, M.Si , selaku Dosen Pembimbing II yang telah mendidik dan memberikan arahan dalam penyususnan skripsi ini.

- Bapak Drs. H. Haludin Panjaitan dan Ibu Dra. Elly Rosmaini, M.Si selaku dosen pembanding yang senantiasa memberikan saran dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.

- Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku ketua Departemen Matematika FMIPA USU.

- Bapak Prof. Dr. Eddy Marlyanto M.Sc selaku Dekan FMIPA USU.

- Pegawai Badan Pusat Statistik Sumatera Utara.

- Orang tua tercinta N. Sembiring dan R. Nainggolan, yang senantiasa mendukung penulis dalam doa dan selalu memberikan dorongan baik secara moril dan material hingga terselesainya skripsi ini.

- Semua pihak keluarga yang mendukung

- Teman-teman math ’05 dan ‘07 USU dan

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan dan kesilapan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dengan harapan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Hormat saya, Penulis


(6)

ABSTRAK

Permasalahan pembagian wilayah untuk kepentingan politik adalah suatu isu kritis dalam pemilihan umum, yang dapat dinyatakan sebagai berikut: bagaimana membagi suatu provinsi kedalam daerah-daerah yang dapat diterima untuk pemilihan parlemen dan pemilihan presiden. Dalam tulisan ini, masalah pembagian wilayah untuk kepentingan politik dalam pemilihan parlemen dimodelkan sebagai suatu masalah partisi graph berbobot ganda dan diformulasikan kedalam model pemrograman kuadratik. Dengan menggunakan perangkat lunak LINDO, dapat dengan mudah menemukan solusi optimal.


(7)

ABSTRACT

Political Districting Problem is one of the critical issues in political elections, it can be expressed as: how to partition a state into reasonable districts for parliament election and presidential election. In this paper, the political districting problem for parliament election is modelled as a doubly weighted graph partition problem and it is into quadratic programming model. Using LINDO software, we can find the optimal solution.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 2 1.4 Kontribusi Penelitian 2 1.5 Tinjauan Pustaka 3 1.6 Metode Penelitian 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Konvek 6 2.2 Fungsi Konvek 6 2.3 Syarat Perlu Orde Pertama 8 2.3.1 Titik Minimum Relatif dan Global 8

2.3.2 Arah Layak 8

2.4 Graph 11

2.5 Metode Dijkstra 13

2.6 Matriks 2.6.1 Matriks secara Umum 16

2.6.2 Matriks Identitas 17


(9)

2.7 Harga Eigen 19 2.8 Bentuk Kuadratik 20 2.9 Bentuk Umum Pemrograman kuadratik 21 2.10 Masalah Pembagian Graph Berbobot Ganda 20

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Model Pemrograman kuadratik Dalam Pembagian Daerah

Pemilihan Umum 24

3.2 Proses Penggambaran Batas – batas Daerah Pemilihan 25

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan 35

4.2 Saran 35

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

LAMPIRAN A. Peta Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Kabupaten LAMPIRAN B. Hasil Pemrograman LINDO


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

GAMBAR 2.1. Himpunan Konvek 6

GAMBAR 2.2. Fungsi Konvek 7

GAMBAR 2.3. Fungsi Konkaf 7

GAMBAR 2.4. Konstruksi untuk bukti 9

GAMBAR 2.5. Graph dengan tujuh sisi dan lima titik 11

GAMBAR 2.6. Graph tak berbobot 11

GAMBAR 2.7. Graph berbobot 12

GAMBAR 2.8. Graph berarah 13

GAMBAR 2.9. Graph berbobot dan berarah 13

GAMBAR 2.10. Graph tempat wisata scenic valley 14

GAMBAR 2.11. Contoh denah kabupaten serta graph yang diekstrak dari denah tersebut 20


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 1. Jumlah penduduk di lima kabupaten di provinsi Sumatera

Utara tahun 2007 24 TABEL 2. Harga peubah yang diperoleh dari hasil LINDO 30


(12)

LAMPIRAN

LAMPIRAN A. Peta kabupaten di provinsi Sumatera Utara LAMPIRAN B. Hasil pemrograman LINDO


(13)

ABSTRAK

Permasalahan pembagian wilayah untuk kepentingan politik adalah suatu isu kritis dalam pemilihan umum, yang dapat dinyatakan sebagai berikut: bagaimana membagi suatu provinsi kedalam daerah-daerah yang dapat diterima untuk pemilihan parlemen dan pemilihan presiden. Dalam tulisan ini, masalah pembagian wilayah untuk kepentingan politik dalam pemilihan parlemen dimodelkan sebagai suatu masalah partisi graph berbobot ganda dan diformulasikan kedalam model pemrograman kuadratik. Dengan menggunakan perangkat lunak LINDO, dapat dengan mudah menemukan solusi optimal.


(14)

ABSTRACT

Political Districting Problem is one of the critical issues in political elections, it can be expressed as: how to partition a state into reasonable districts for parliament election and presidential election. In this paper, the political districting problem for parliament election is modelled as a doubly weighted graph partition problem and it is into quadratic programming model. Using LINDO software, we can find the optimal solution.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah - daerah pemilihan sangat berperan penting didalam suatu pemilihan umum, khususnya ketika suatu aturan pemungutan suara diberlakukan, karena hal ini turut serta didalam penentuan dari suara ke tempat duduk didalam parlemen. Sebagai contoh, menurut aturan perundang-undangan Amerika Serikat, banyaknya tempat duduk dari masing-masing provinsi untuk Dewan Perwakilan (biasanya sama dengan banyaknya daerah-daerah pemilihan di masing-masing provinsi) bergantung terhadap ukuran relatif dari populasi provinsi dibandingkan terhadap provinsi lain. Setelah banyaknya tempat duduk ditetapkan di setiap provinsi, tugas dari penggambaran daerah-daerah pemilihan yang baru secara umum ditunjukkan oleh setiap badan pembuat undang - undang provinsi.

Hal ini tentu saja memberikan suatu kesempatan kepada partai - partai politik akan penggambaran garis - garis daerah untuk memaksimumkan keuntungan mereka dan memenangkan pemilihan. Fenomena ini dikenal dengan istilah “gerrymandering” atau pemberian kesempatan dengan curang kepada suatu partai politik yang mengarah terhadap suatu bentuk daerah pemilihan yang kurang sesuai dengan beberapa standar, menyebabkan keluhan dan kemarahan dari partai-partai politik yang lain. Dengan demikian dalam proses pembagian wilayah ulang, sangat penting sekali dalam merancang suatu metode yang adil dan sederhana, sehingga membuat daearah-daerah pemilihan lebih adil, teratur, dan tidak membingungkan. Permasalahan pembagian wilayah sudah banyak di tinjau oleh para ahli. Terdapat beberapa pendekatan secara matematik dan numerik untuk permasalahan ini didalam literatur-literatur maupun jurnal-jurnal seperti jurnal – jurnal dengan metode heuristic dengan teknik enumerasi oleh Garfinkel dan Nemhauser dan masih banyak lagi.


(16)

1.2 Perumusan Permasalahan

Perumusan permasalahan dari penelitian ini adalah memodelkan permasalahan pembagian wilayah secara politik dengan kendala-kendala yang terdapat didalamnya untuk menghasilkan solusi optimal yang mana permasalahan tersebut untuk memperoleh daerah pembagian yang lebih dapat diterima dan kemudian diselesaikan dengan menggunakan perangkat lunak LINDO atau LINGO.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelesaikan permasalahan pembagian wilayah dengan menggunakan metode pemograman kuadratik untuk menghasilkan solusi yang lebih baik.

1.4 Kontribusi Penelitian

Adapun kontribusi dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan para pembaca pada umumnya dan khususnya untuk membantu pemerintah, partai-partai politik maupun pihak-pihak yang terkait menyangkut permasalahan pembagian wilayah untuk kepentingan politik agar mencegah terjadinya “gerrymandering“ atau pemberian kesempatan secara curang terhadap suatu partai politik, keadilan, sehingga hasil pembagian wilayah dapat mengurangi keluhan-keluhan dan kemarahan-kemarahan dari orang-orang yang memiliki hak dalam memilih.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sebagai sumber pendukung teori dalam penulisan ini, maka penulis menggunakan beberapa sumber antara lain :


(17)

Zhenping li, Rui-Sheng Wang dan Yong Wang, journal 2007 sebagai

rujukan utama dalam penulisan ini. Sebenarnya terdapat beberapa pendekatan-pendekatan secara matematik dan numerik untuk permasalahan ini. Dalam tulisan tersebut permasalahan pembagian wilayah pemilihan umum dirumuskan sebagai berikut:

Minimumkan pjxikxjkDij Dengan kendala:

xik = ; k = 1,2, ... ,q (1) = 1 ; i = 1,2, ... ,n (2) 0 ≤ xik ≤1 ; i = 1,2, ... ,n dan k = 1,2, ... ,q (3) yang mana

1. xik ∈ [0, 1] menyatakan persentasi dari populasi kabupaten ke – i untuk dikelompokkan kedalam daerah pemilihan ke – k.

2. = (p1 + p2 + ... + pn) . menyatakan rata – rata populasi dari masing – masing daerah pemilihan umum.

3. Dij menyatakan panjang dari lintasan terpendek antara titik vi ke vj

Adapun kesatuan secara geografi disini berarti bahwa setiap unit pada suatu daerah pemilihan terhubung satu sama lain melalui unit-unit yang juga terdapat dalam daerah pemilihan tersebut. Kesatuan secara geografi adalah salah satu kendala yang membuat permasalahan daerah pemilihan umum untuk parlemen menjadi agak rumit. Dalam jurnal ini disebutkan bahwa kesetaraan populasi sendiri kadang-kadang mengarahkan pada masalah kesatuan dan keteraturan geografi yang mengakibatkan

. 4. q menyatakan banyaknya daerah pemilihan yang ditetapkan.

Statistical Physics approach to Political districting problem, journal 2005, dari sudut pandang matematika, masalah pembagian wilayah untuk daerah pemilu merupakan merupakan masalah pembagian wilayah yang mana n unit dikelompokkan kedalam k daerah sehingga beberapa fungsi harga dioptimisasikan dengan kendala-kendala berdasarkan topologi.


(18)

daerah pemilihan dengan bentuk yang tidak alami dan juga disebutkan bahwa ada banyak cara untuk mendefinisikan keteraturan secara geografi, akan tetapi belum ada definisi secara umum yang dapat diterima.

Drawing political districts by heuristics combine with weighted voronoi regions. Jurnal ini bertujuan untuk memperoleh daerah-daerah yang teratur dan

seimbang dalam pembagiannya dan hasilnya telah diuji didalam kehidupan nyata dan telah dibandingkan dengan heuristic-heuristic yang lain seperti pada permasalahan pembagian wilayah di negara Italia pada tahun 1996.

1.6 Metode Penelitian

Tulisan ini bersifat literatur dan melakukan pengumpulan data riset. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang diperlukan dalam permasalahan yang menyangkut :

- Data lima kabupaten di Sumatera Utara tahun 2005.

- Data jarak antar kabupaten di Sumatera Utara yang berdekatan.

Adapun tulisan ini disusun dengan langkah – langkah sebagai berikut:

Langkah pertama: Mengonsepsikan suatu graph H dari suatu daerah atau provinsi yang diberikan, yang mana setiap titik dari H mewakili suatu

daerah yang lebih kecil dari H atau dapat disebut sebagai suatu kabupaten dan satu sisi yang menghubungkan titik u dan

v yang mengindikasikan bahwa titik u dan v adalah titik yang berdekatan pada graph H.

Langkah kedua: Menjadikan H suatu graph berbobot bernilai ganda G(V,E,P(v),D(e)), yang mana setiap titik mewakili kabupaten dan bobot dari suatu titik menyatakan ukuran populasi di kabupaten tersebut dan masing-masing sisi lintasan antara titik u dan v di graph H


(19)

Langkah ketiga : Merumuskan permasalahan yang dinyatakan oleh langkah

ketiga kedalam model pemrograman kuadratik dengan data - data yang diperoleh dari hasil pengimpulan data riset.

Langkah keempat : Menyelesaikan permasalahan oleh langkah keempat dengan menggunakan perangkat lunak LINDO ataupu LINGO.

Langkah kelima : Mengambil kesimpulan.


(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Himpunan Konvek

Definisi 2.1.1. Suatu himpunan C di Rn dikatakan konvek jika untuk setiap x, y ∈ C dan setiap bilangan real α, 0 < α < 1, titik αx + (1 - α)y ∈ C atau garis penghubung antara dua titik sebarang di himpunan tersebut masih terletak di dalam himpunan tersebut.

Berikut adalah contoh suatu himpunan konvek:

x2 •x1

GAMBAR 2.1 Himpunan Konvek

2.2 Fungsi Konvek

Definisi 2.2.1. Suatu fungsi ƒ dikatakan konvek jika untuk setiap x1, x2 ƒ(αx + (1 - α)y) ≤αƒ(x) + (1- α)ƒ(y)

∈ C dan untuk setiap α, 0 ≤α≤ 1 maka


(21)

Definisi 2.2.2. Suatu fungsi g dikatakan konkaf jika fungsi ƒ = - g adalah konvek.

Berikut adalah contoh fungsi konvek:

f f(x)

f(x2 f(x

) 1

)

0 x1 x2

Berikut adalah contoh fungsi konkaf:

x

GAMBAR 2.2. Fungsi Konvek

g g(x)

g(x2 g(x

) 1

) g(x)

0 x1 x2 x

GAMBAR 2.3. Fungsi konkaf

Teorema 2.2.2. Anggap ƒ adalah suatu fungsi kontinu dan dapat diturunkan sekali. Jika ƒ adalah suatu fungsi konvek yang terdefinisi pada suatu himpunan konvek C maka ƒ(y) ≥ƒ(x) + ∇ƒ(x)(y – x) untuk semua x, y C.


(22)

Bukti. Fungsi ƒ adalah fungsi konvek. Untuk semua α, 0 ≤ α ≤ 1, ƒ(αx + (1 - α)y) ≤αƒ(x) + (1- α)ƒ( y) atau ƒ(αx + (1 - α)y) ≤αƒ(x) - αƒ( y) +ƒ( y)

ƒ(αx + (1 - α)y) ≤α[ƒ(x) - ƒ( y)] +ƒ( y) ƒ(αx + y - αy) ≤α[ƒ(x) - ƒ( y)] +ƒ( y) ƒ(y + α(x - y)) ≤α[ƒ(x) - ƒ( y)] +ƒ( y) untuk 0 < α≤ 1, ≤ƒ(x) - ƒ( y) dan jika α→ 0 akan diperoleh ƒ(y) ≥ƒ(x) + ∇ƒ(x)(y – x) untuk semua x, y ∈ C. ฀

2.3 Syarat Perlu Orde Pertama

2.3.1 Definisi Titik Minimum Relatif dan Titik Minimum Global

Definisi 2.3.1.1. Suatu titik x* dinamakan sebagai titik minimum relatif dari fungsi ƒ di C jika terdapat ε > 0 sehingga ƒ(x) ≥ƒ(x*) untuk semua x ∈ C dalam jarak ε dari x*.

Definisi 2.3.1.2. Suatu titik x* dinamakan sebagai titik minimum global dari fungsi ƒ di C jika ƒ(x) ≥ƒ(x*) untuk semua x ∈ C.

2.3.2 Arah layak

Untuk menurunkan syarat perlu orde pertama oleh titik minimum relatif, ide dasarnya adalah memperhatikan pergerakan titik tersebut dengan diberikan beberapa arah dan sepanjang arah yang diberikan fungsi tujuan dapat dipandang sebagai fungsi dari satu variabel. Dengan diberikan diberikan x C dan diberi d sebagai arah layak di x dan jika terdapat suatu > 0 sehingga x + αd ∈ C untuk semua 0 ≤α≤ .

Teorema 2.3.2.1 (Syarat perlu orde pertama). Anggap C adalah himpunan konvek dan fungsi ƒ∈ C1 terdefinisi di C. Jika x* adalah titik minimum relatif dari ƒ di C, maka untuk sebarang d Rn adalah arah layak di x* berlaku ∇ƒ(x*)d 0.


(23)

Bukti. Untuk sebarang α, 0 ≤α≤ , titik x(α) = x* + αd ∈ C juga definisikan fungsi g(α) = ƒ(x(α)), maka fungsi g memiliki minimum relatif di α = 0.

Dari kalkulus biasa

g(α) – g(0) = g’(0)α + o(α) (4)

Jika g’(0) < 0 maka untuk harga α yang cukup kecil α > 0, sisi kanan dari (4) adalah negatif sehingga g(α) – g(0) < 0. Hal ini kontradiksi dengan minimal dari g(0). Dengan demikian g’(0) = ∇ƒ(x*

)d ≥ 0. ฀

g g’(0) g(x)

x 0 α

GAMBAR 2.4. Konstruksi untuk bukti

Teorema 2.3.2.2. Anggap fungsi ƒ adalah fungsi kontinu dan dapat diturunkan dua kali. Jika fungsi ƒ adalah konvek didalam daerah definisi himpunan konvek dan berisi satu titik interior jika dan hanya jika Hessian matriks H dari ƒ adalah semidefinit positif diseluruh C

Bukti. Dari teorema Taylor, ƒ(y) = ƒ(x) + ∇ƒ(x)(y – x) + (y – x)TH(x + α(y – x))(y – x) untuk beberapa α, 0 ≤ α ≤ 1. Jelasnya, jika Hessian semidefinit positif, didapat


(24)

ƒ(y) ≥ƒ(x) + ∇ƒ(x)(y – x) (5) dari teorema 2.2.2 yang mengakibatkan fungsi ƒ adalah konvek. Sekarang anggap Hessian tidak semidefinit positif di beberapa titik x C. Anggap y ∈ C sehingga (y – x)TH(x)(y – x) < 0 yang mana y dapat dipilih sehingga untuk semua α, 0 ≤α≤ 1, (y – x)TH(x + α(y – x))(y – x) < 0. Dalam hal ini menurut teorema Taylor, (5) tidak terpenuhi dan mengakibatkan fungsi ƒ tidak konvek. ฀

Dari teorema 2.3.1 diperoleh ƒ(y) ≥ ƒ(x) + ∇ƒ(x)(y – x). Anggap terdapat

suatu titik x sehingga untuk semua y ∈ C berlaku ∇ƒ(x)(y – x∗) ≥ 0 maka ƒ(y) ≥ ƒ(x∗) + ∇ƒ(x)(y – x∗) ≥ ƒ (x∗) dalam hal ini fungsi ƒ memiliki minimum

global. ∇ƒ(x)(y – x∗) ≥ 0 oleh teorema syarat perlu titik minimum relatif dapat bahwa y – x = d.

Jika suatu fungsi ƒ yang kontinu dan dapat diturunkan dua kali maka terdapat suatu α, 0 ≤α≤ 1 sehingga ƒ(y) = ƒ(x) + ∇ƒ(x)(y – x) + (y – x)TH(αx + (1 - α)y)(y – x) disebut sebagai teorema Taylor orde dua.

Jika fungsi ƒ adalah fungsi yang kontinu dan dapat diturunkan dua kali maka matriks Hessi dari ƒ di x adalah matriks n x n dan dinotasikan dengan ∇2ƒ(x) atau H(x) sebagai

H(x) =

Karena = sehingga terlihat bahwa matriks Hessi adalah simetri dan


(25)

2.4 Graph

Definisi 2.4.1. Suatu graph G adalah suatu himpunan terbatas, takkosong dari himpunan vertices atau titik V beserta dengan sehimpunan edge atau sisi E. Suatu graph G dinotasikan dengan G = (V,E).

Berikut adalah contoh gambar graph G.

• v1 e1 •v2

e2 e3 •v5 e4 e5 e6 •v3 v4• e7

GAMBAR 2.5. Graph dengan tujuh sisi dan lima titik

Dari gambar graph G diatas terdapat lima titik dan tujuh sisi yaitu V = {v1, v2, v3, v4, v5}dan E = {e1, e2, e3, e4, e5, e6, e7

1• •2

}

Definisi 2.4.2. Suatu graph G ditinjau berdasarkan bobotnya terdiri atas dua yaitu:

1. Graph berbobot yaitu graph yang memiliki nilai di sisinya dan 2. Graph tak berbobot yaitu graph yang tidak memiliki nilai di sisinya.

Berikut adalah graph tak berbobot

•6 3• •5


(26)

Berikut adalah graph berbobot:

1• 50 •2 45

35

65 5• 30 40 40 •3 4• 50

GAMBAR 2.7. Graph Berbobot

Definisi 2.4.3. Suatu graph G dibagi atas dua berdasarkan arahnya yaitu 1. Graph berarah yaitu graph yang memiliki arah pada sisi-sisinya dan

2. Graph tak berarah yaitu graph yang tak memiliki arah pada sisi-sisinya.

Dari gambar 2.6 dan 2.7 diatas merupakan graph tak berarah sebab tidak didapati arah pada sisi-sisinya.

Berikut adalah contoh graph berarah

1• •2

5 • •3 4•

GAMBAR 2.8. Graph Berarah

Definisi 2.4.4. Suatu graph G dibagi atas dua berdasarkan bobot dan arahnya yaitu:


(27)

1. Graph berbobot dan berarah yaitu graph yang memiliki arah dan bobot pada sisi-sisinya dan

2. Graph berbobot dan tak berarah yaitu graph yang memiliki bobot pada sisinya dan tidak memiliki arah pada sisi-sisinya.

Dari gambar 2.7 diatas merupakan graph berbobot dan tak berarah sebab terdapat bobot pada sisinya tetapi tidak memiliki arah pada sisinya.

Berikut adalah contoh graph berbobot dan berarah:

1• 56 •2

80 67 78 67

5 • 54 23 48 •3 4•

GAMBAR 2.9. Graph Berbobot dan Berarah

2.5 Metode Dijkstra

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mencari jarak lintasan terpendek suatu graph G adalah metode Dijkstra. Untuk mendapatkan jarak terpendek dengan menggunakan metode Dijkstra pada suatu graph terhubung dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Masukan: Berikan suatu graph G terhubung

Keluaran: L(z), panjang jarak terpendek dari a ke z Langkah 1: Atur L(a) = 0 dan semua titik v ≠ a, L(v) = α

Atur T = V yang mana T adalah himpunan titik yang mempunyai label temporer dan V adalah himpunan titik graph G.


(28)

Langkah 2: Anggap u adalah suatu titik di T yang mana L(u) adalah minimum dan dalam hal ini merupakan label permanen dari u.

Langkah 3: Jika u = z berhenti.

Langkah 4: Untuk setiap sisi e = (u,v) insiden dengan u, jika v ∈ T, ubah L(v) ke minimum {L(v),L(u) + w(u,v))}

Langkah 5 : Ubah T ke T – {u} dan kembali ke langkah 2.

Contoh 2.5.1

Perhatikan gambar graph dibawah ini. Gambar graph W dibawah merupakan gambar Scenic Valley yang merupakan daerah tempat wisata yang memiliki jaringan penerbangan udara. Masing-masing titik diatas menyatakan kota. Apabila angka yang terdapat diantara dua titik sebarang merupakan jarak antar dua kota (dalam satuan kilometer) maka tentukanlah jarak terpendek dari kota 1 ke kota 10 dengan menggunakan metode Dijkstra!

1•

80 50 90

70 •4

2• 90 3• 30

•5 80 110 70 120 70 60

6• 90 7• 80 8• 80 60 110

9 • 110 100 10 •


(29)

Solusi.

Anggap 1, 2, 3, 4, 5, 8, 7, 6, 9, 10 diganti menjadi a, b, c, d, e, f, g, h, i, j. Sesuai dengan langkah-langkah metode Dijkstra diatas maka jarak terpendek dari graph W diatas dapat dicari sebagai berikut:

L(v) 0 α α α α α α α α α

T a b c d e f g h i j

Iterasi 1

u = a maka L(a) = 0 dan T = T – {a}. Adapun titik yang berdekatan dengan a adalah b, c dan d; b, c, d ∈ T sehingga

L(b) = Min { L(b) , L(a) + wab } = Min {α , 80}= 80 L(c) = Min { L(c) , L(a) + wac } = Min {α , 50}= 50 L(d) = Min { L(d) , L(a) + wad

L(v)

} = Min {α , 70}= 90 Dan minimumnya adalah 50 = L(c)

0 80 50 90 α α α α α α

T b c D e f g h I j

Iterasi 2

u = c maka L(c) = 50 dan T = T – {c}. Adapun titik yang berdekatan dengan c adalah b, d, g, f; b, d, g, f ∈ T sehingga

L(b) = Min { L(b) , L(c) + wcb} = Min {80 , 140}= 80 L(d) = Min { L(d) , L(c) + wcd} = Min {90, 120}= 90 L(g) = Min { L(g) , L(c) + wgc} = Min {α , 120}= 70 L(f) = Min { L(f) , L(c) + wcf

L(v)

} = Min {α , 170}=120 minimumnya adalah 70 = L(d)

0 70 50 70 α 170 120 α α α


(30)

Iterasi 3

u = d maka L(d) = 170 dan T = T – {d}. Adapun titik yang berdekatan dengan d adalah f, e; f, e ∈ T sehingga

L(f) = Min { L(f) , L(d) + wdf} = Min {170 , 40}= 140 L(e) = Min { L(e) , L(d) + wde

L(v)

} = Min {α , 100}= 100 minimumnya 100 = L(e)

0 70 100 140 120 α α α

T b e f g h i j

Iterasi 4

u = e maka L(e) = 100 dan T = T – {e}. Adapun titik yang berdekatan dengan e adalah f; f ∈ T sehingga

L(f) = Min { L(f) , L(e) + wef

L(v)

} = Min {140 , 160}=140

0 70 140 120 α α α

T b f g h i j

Iterasi 5

u = f maka L(f) = 140 dan T = T – {f}. Adapun titik yang berdekatan dengan f adalah g, j; g, j ∈ T sehingga

L(g) = Min { L(g) , L(f) + wfg} = Min {120 , 220}= 120 L(j) = Min { L(j) , L(f) + wjf

L(v)

} = Min {α , 250}= 250 minimumnya 120 = L(g)

0 70 250 α α 250

T b g h i j

Iterasi 6

u = g maka L(g) = 250 dan T = T – {g}. Adapun titik yang berdekatan dengan g adalah b, h, i, j; b, h, i, j ∈ T sehingga

L(b) = Min { L(b) , L(g) + wbg} = Min {70, 230}= 70 L(h) = Min { L(h) , L(g) + w } = Min {α , 210}= 210


(31)

L(i) = Min { L(i) , L(g) + wgi} = Min {α, 180}= 180 L(j) = Min { L(j) , L(g) + wgj

L(v)

} = Min {250 , 230}= 230 minimumnya 70 = L (b)

0 70 210 180 230

T b h i j

Iterasi 7

u = b maka L(b) = 70 dan T = T – {b}. Adapun titik yang berdekatan dengan b adalah h; h ∈ T sehingga

L(h) = Min { L(h) , L(g) + wgh

L(v)

} = Min {α , 210}= 210

0 210 180 230

T h i j

Iterasi 8

u = h maka L(h) = 210 dan T = T – {h}. Adapun titik yang berdekatan dengan h adalah i; i ∈ T sehingga

L(i) = Min { L(i) , L(h) + whi

L(v)

} = Min {α , 290}= 290

00 180 230

T i j

Iterasi 9

u = i maka L(i) = 180 dan T = T – {i}. Adapun titik yang berdekatan dengan i adalah j; j ∈ T sehingga

L(j) = Min { L(j) , L(i) + wij

L(v)

} = Min {230 , 390}= 230

0 230


(32)

Iterasi 10 u = j berhenti

sehingga jarak terpendek dari 1 ke 10 adalah 230 Km.

2.6 Matriks

2.6.1 Matriks secara umum

Definisi 2.6.1 (Definisi umum dari matriks). Suatu matriks adalah himpunan dari elemen-elemen yang disusun berdasarkan baris dan kolom dalam bentuk bujur sangkar atau persegi panjang yang diberi kurung siku atau kurung biasa. Suatu matriks A dapat dinotasikan sebagai berikut:

a11 a12 . . . a1n a21 a22 . . . a2n

. . . . . . A = (aij) = . . . . . . .

. . . .

a

. . m1 am2 . . . a

yang mana a

mn

ij menyatakan elemen pada baris ke-i dan kolom ke-j. Dan matriks diatas adalah matriks dengan m baris dan n kolom.

2.6.2 Mariks Identitas

Definisi 2.6.2.1. Suatu matriks Identitas adalah suatu matriks bujur sangkar yang angka-angka pada diagonal utamanya adalah satu sedangkan angka-angka selebihnya adalah nol. Suatu matriks identitas dinotasikan sebagai berikut:


(33)

In =

2.6.3 Mariks Simetri

Definisi 2.6.3.1. Suatu matriks persegi A dikatakan simetri jika

A = AT .

Contoh 2.6.3.1.1

Jika diketahui matriks A

A = dan AT =

Terlihat bahwa matriks A memiliki angka-angka yang sama pada baris dan kolomya, sehingga matriks A adalah matriks simetri.

2.6.4 Mariks Adjency

Definisi 2.6.4.1. Matriks adjency A = (aij

1 jika v

) dari suatu graph G dengan p titik adalah suatu matriks simetrik ukuran p x p yang mana

i dan vj berdekatan dan ai,j =


(34)

Contoh 2.6.4.1

Dari gambar 2.7 sebelumnya maka matriks adjency dari graph tersebut adalah

Jelas dari matriks diatas bahwa matriks tersebut adalah matriks simetri karena matriks tersebut sama dengan transposnya.

2.7 Harga Eigen .

Definisi 2.7.1. Jika A adalah matriks berukuran n x n, maka suatu vektor tak nol x di Rn dinamakan vektor eigen dari A jika Ax adalah perkalian skalar dari x yaitu Ax = λx untuk beberapa skalar λ. Skalar λ dinamakan harga eigen dari A dan x dikatakan vektor eigen terhadap λ. Untuk memperoleh harga eigen dari matriks A berukuran n x n adalah dengan cara sebagai berikut: Ax = λIx atau ekuivalen dengan I – A)x = 0. dengan mencari determinan dari (λI – A)x = 0 atau det (λI – A) = 0 akan memberikan solusi bagi λ. (λI – A) = 0 dinamakan persamaan karakteristik sedangkan det (λI – A) dinamakan polinomial karakteristik.

Contoh 2.7.1

Tentukan harga eigen dari matriks


(35)

Solusi.

Karena

λI – A = λ - polinomial karakteristik dari A adalah

det (λI – A) = det = λ2 - 3λ + 2 dan persamaan karakteristik dari A adalah

λ2

- 3λ + 2 = 0.

Serta solusi dari persamaan ini adalah λ = 1 dan λ = 2 yang merupakan harga eigen dari A.

2.8 Bentuk Kuadratik

Definisi 2.8.1. Suatu bentuk kuadratik dalam x1, x2, ..., xn adalah suatu pernyataan yang dapat ditulis sebagai

[x1 x2 ... xn] A

yang mana A adalah matriks simetri n x n.


(36)

ditulis dalam bentuk perkalian keluar adalah

xTAx = a11 + a22 + ... + ann + .

Berikut adalah contoh bentuk kuadratik dalam x dan y :

2x2 + 6xy – 7y2 = [x y]

Definisi 2.8.2. Suatu bentuk kuadratik xTAx adalah semidefinit positif jika xTAx 0 untuk semua harga x.

Teorema 2.8.3. Jika A adalah matriks simetri maka matriks A adalah semidefinit positif jika harga eigen dari A adalah nonnegatif.

Bukti. Asumsikan bahwa matriks A adalah semidefinit postif. Anggap λ adalah harga eigen yang berkenaan terhadap vektor eigen x, maka 0 xTAx = xx = λxTx = λ|| x ||2. Karena || x ||2 > 0 maka λ positif. ฀

2.9 Bentuk Umum Pemrograman Kuadratik

Definisi 2.9.1. Bentuk umum pemrograman kuadratik dapat dituliskan sebagai berikut:

Minimumkan xTAx + xTc Dengan kendala x = bi, i ∈ E

x ≤ bi

yang mana E dan I adalah himpunan-himpunan indeks untuk kendala-kendala persamaan dan kendala-kendala pertidaksamaan. Matriks A adalah matriks semidefinit positif. Jika A adalah matriks semidefinit positif, maka fungsi ƒ adalah


(37)

2.10 Masalah Pembagian Graph Berbobot Ganda

Masalah pembagian wilayah dapat dirumuskan sebagai suatu partisi graph berbobot ganda dan dapat dikonversi kedalam model pemrograman kuadratik, yang mana n kabupaten dari suatu provinsi dibagi kedalam q daerah pemilihan sehingga topologi dari masing-masing daerah pemilihan secara geografi adalah teratur dan setiap daerah memiliki ukuran populasi yang sama. Perhatikan gambar berikut:

• • • • • • • •

• •

• •

GAMBAR 2.11. Gambar yang disebelah kiri diatas merupakan denah gambar peta suatu provinsi dengan enam kabupaten dan tanda • merupakan ibukota dari masing-masing kabupaten; dan gambar yang disebelah kanan merupakan suatu graph T yang diekstrak dari gambar disampingnya dengan cara menghubungkan garis pada titik-titik yang berdekatan.

Anggap n adalah total kabupaten dalam suatu provinsi, q adalah total daerah untuk dibagi dan pi adalah ukuran populasi kabupaten ke-i. Untuk menyelesaikan masalah pembagian wilayah pertama konsepsikan suatu graph adjacent dari H yang mana setiap titik menyatakan suatu kabupaten. Terdapat suatu sisi antara kabupaten vi dan vj

1 jika v

berdekatan dalam peta. Matriks adjacent dari H adalah A yang mana,

i dan vj berdekatan dan ai,j =

0 untuk yang lain.

Matriks H ini digunakan daripada jarak sebenarnya ialah dikarenakan kepadatan dari tiap-tiap kabupaten adalah berbeda satu sama lain. Hal ini ditujukan karena hubungan kedekatan dapat menyatakan keteraturan yang lebih baik.


(38)

Dengan menggunakan algoritma Dijkstra, dapat ditemukan lintasan terpendek dari sebarang titik. Anggap D menyatakan matriks lintasan terpendek, Dij adalah panjang lintasan terpendek dari titik vi ke vj.

Kemudian konsepsikan graph berbobot ganda G(V,E,P(v),D(e)). Dalam graph ini masing-masing titik di V menyatakan suatu kabupaten dari provinsi dan bobot dari P(vi) = pi dari suatu titik vi mewakili ukuran populasi dari kabupaten. Untuk sebarang pasangan titik vi dan vj terdapat suatu edge (vi,vj)∈ E. Bobot Dij dari edge vi,vj adalah panjang dari lintasan terpendek antara vi dan vj dalam graph H. Jika tidak ada lintasan antara titik vi dan vj yakni graph H adalah tak terhubung dan bobot dari vi dan vj adalah tak hingga. Dengan perkataan lain, jika graph H itu terhubung maka graph G adalah graph berbobot ganda lengkap. Graph berbobot ganda dapat dinyatakan sebagai lintasan terpendek matriks D.

Dengan fakta-fakta diatas dapat dirumuskan masalah pembagian wilayah kedalam masalah partisi graph berbobot ganda: diberikan graph berbobot ganda dengan n titik dan bilangan bulat q, tentukan pembagian dari titik tersebut ke dalam q bagian sehingga bobot jumlah dari semua titik di masing-masing bagian adalah sekecil mungkin. Bobot yang sama jumlah dari semua titik dimasing-masing bagian berkenaan dengan jumlah populasi yang sama di masing-masing daerah pemilihan sedangkan jumlah bobot sisi minimum berkenaan dengan keteraturan dari masing-masing daerah pemilihan.


(39)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Model Pemrograman Kuadratik Dalam Pembagian Daerah Pemilihan Umum

Masalah pemrograman kuadratik dalam pembagian daerah pemilihan umum dapat dinyatakan dengan diberikan suatu provinsi dengan n kabupaten dan ukuran populasinya, bagaimana cara untuk membagi suatu provinsi kedalam k wilayah menurut beberapa kendala yang diberikan.

Anggap diberikan: 1. xik

2.

∈[0,1] menyatakan persentasi dari populasi kabupaten ke-i untuk dikelompokkan kedalam daerah pemilihan ke-k.

= (p1 + p2 + ... + pn) . menyatakan rata-rata populasi dari masing-masing daerah pemilihan umum.

3. Dij menyatakan panjang dari lintasan terpendek antara titik vi ke vj 4. q menyatakan banyaknya daerah pemilihan yang ditetapkan

.

sehingga permasalahan ini dapat dirumuskan ke dalam bentuk model pemrograman kuadratik sebagai berikut:

Minimumkan f = pjxikxjkD Dengan kendala

ij

xik = ; k = 1, 2, ... , q (6) = 1 ; i = 1, 2, ... , n (7) 0 ≤ xik ≤1 ; i = 1, 2, ... , n dan k = 1, 2, ... , q (8) yang mana fungsi objektif menjamin bahwa bentuk dari daerah pemilihan kontinu dan rapi secara geografi. Kendala satu menjamin bahwa setiap daerah pemilihan memiliki ukuran populasi yang sama. Kendala kedua mengindikasikan total persentasi masing - masing kabupaten terisi di seluruh daerah pemilihan yang sama dengan satu, yang berarti bahwa semua orang dalam provinsi tersebut ikut ambil bagian didalam


(40)

pemilihan umum parlemen dari provinsi. Kendala ketiga mengindikasikan batas-batas dari peubah.

Adapun banyak peubah yang muncul dari model tersebut adalah sebanyak daerah pemilihan yang berbanding lurus terhadap banyaknya kabupaten yang ada dan banyaknya kendala yang ada dari model tersebut adalah sebanyak dua kali dari penjumlahan daerah pemilihan terhadap banyaknya kabupaten.

3.2 Proses Penggambaran Batas-batas Pembagian Daerah

Dalam proses penggambaran batas-batas diasumsikan bahwa kepadatan dari suatu kabupaten adalah suatu konstan. Jadi suatu kabupaten dapat dibagi berdasarkan area. Diberikan suatu daerah atau daerah pemilihan kongres, dapat ditemukan kabupaten - kabupaten yang akan digambarkan garis batasnya. Untuk suatu kabupaten yang sebagian milik dari suatu daerah kongres tertentu, harga dari peubah yang bersangkutan adalah kurang dari 1, cukup untuk memotong sekian persen luas tertentu dari kabupaten. Sebagai contoh, jika peubah x51 = 0,72 maka 72 persen dari luas kabupaten ke 5 dimasukkan ke dalam daerah pemilihan ke-1. Untuk mempertahankan suatu keteraturan daerah pembagian maka kabupaten yang dipotong selalu dari sisi yang berdekatan ke daerah pemilihan yang sebagian terisi didalamnya.


(41)

Contoh Soal

Diberikan data lima kabupaten di provinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 dari sumber Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut:

TABEL 1. Jumlah penduduk di lima kabupaten tahun 2007 di provinsi Sumatera Utara

Adapun graph dari lima kabupaten tersebut yang diekstrak dari peta (dari lampiran.... ) sebagai berikut

1Langkat •

109 67

92 • 3 Deli Serdang 2 Karo• 30

92 •4 Serdang Bedagai 88 62

•5 Simalungun

GAMBAR 4.1. Graph G yang merupakan graph kabupaten di provinsi Sumatera Utara dengan jaraknya (dalam Km) yang diekstrak dari peta

NO KABUPATEN JUMLAH

PENDUDUK

1 Langkat 102.7414

2 Karo 351.368

3 Deli Serdang 1.686.366

4 Serdang Bedagai 618.586

5 Simalungun 846.329


(42)

Jika lima kabupaten tersebut akan dibagi kedalam tiga daerah pemilihan umum maka tentukan daerah pembagiannya!

Solusi.

Dari data-data diatas diperoleh k = 3

i = 5 j = 5

= x ; i = 1, 2, 3, 4, 5.

= x ( )

= x (102.7414 +351.368+ 1.686.366 + 618.586+ 846.329)

= x 4.530.063 = 1.510.021.

Dengan menggunakan metode Dijkstra dapat dicari jarak terpendek antar kabupaten sebanyak dengan n =5 dan r =2 (prinsip kombinasi terjadi dikarenakan bahwa jarak dari kabupaten ke - i terhadap kabupaten ke - j sama dengan jarak

terpendek dari kabupaten ke – j ke kabupaten ke – i, dengan

=

=

10.

Adapun dari graph G diatas didapat jarak terpendek antar dua kabupaten yang berdekatan sebagai berikut:

Jarak terpendek dari Langkat ke Karo dan sebaliknya adalah 109 Km Jarak terpendek dari Langkat ke Deli Serdang dan sebaliknya adalah 67 Km Jarak terpendek dari Deli Serdang ke Karo dan sebaliknya adalah 92 Km

Jarak terpendek dari Deli Serdang ke Serdang Bedagai dan sebaliknya adalah 30 Km Jarak terpendek dari Deli Serdang ke Simalungun dan sebaliknya adalah 92 Km Jarak terpendek dari Karo ke Simalungun dan sebaliknya adalah 88 Km


(43)

Adapun jarak terpendek dari Langkat ke Simalungun dapat dicari dengan menggunakan metode Dijkstra. Anggap dari graph G diatas angka – angka 1, 2, 3, 4, dan 5 diganti menjadi a, b, c, d, e. Dengan menggunakan metode Dijkstra maka

V a b c d e

L(u) α α α α α

T a b c d e

Iterasi 1

u = a maka L(a) = 0 dan T = T – {a}. Adapun titik yang berdekatan dengan a adalah b dan c; b, c ∈ T sehingga

L(b) = Min { L(b) , L(a) + wab } = Min {α ,109 }=109

Minimumnya 67 = L(c) L(c) = Min { L(c) , L(a) + wac

V

} = Min {α , 67}= 67

a b c d e

L(u) 0 109 67 α α

T b c d e

Iterasi 2

u = c maka L(c) = 0 dan T = T – {c}. Adapun titik yang berdekatan dengan c adalah e, d ∈ T diperoleh

L(e) = Min { L(c) , L(c) + wce } = Min {α , 159}=159

Minimumnya 97 = L(d) L(d) = Min { L(d) , L(c) + wcd

V

} = Min {α , 107}= 97

a b c d e

L(u) 0 74 0 97 159


(44)

Iterasi 3

u = d maka L(d) = 0 dan T = T – {d}. Adapun titik yang berdekatan dengan d adalah e ∈ T sehingga

L(e) = Min { L(e) , L(d) + wde

V

} = Min {159 , 159}= 159 dan minimumnya 159 = L(e)

a b c d E

L(u) 0 74 0 97 159

T b E

Iterasi u = e berhenti, sehingga jarak terpendek dari ake e atau Langkat ke Simalungun adalah 159 Km.

Adapun jarak terpendek dari 1 ke 4 atau dari langkat ke Serdang Bedagai dengan menggunakan metode Dijkstra sebagai berikut:

V a b c d e

L(u) α α α α α

T a b c d e

Iterasi 1

u = a maka L(a) = 0 dan T = T – {a}. Adapun titik yang berdekatan dengan a adalah b dan c, b,c ∈ T sehingga

L(b) = Min { L(b) , L(a) + wab } = Min {α ,109 }=109

Minimumnya 67 = L(c) L(c) = Min { L(c) , L(a) + wac

V

} = Min {α , 67}= 67

a b c d e

L(u) 0 109 67 α α


(45)

Iterasi 2

u = c maka L(c) = 0 dan T = T – {c}. Adapun titik yang berdekatan dengan c adalah e, d ∈ T diperoleh

L(e) = Min { L(c) , L(c) + wce } = Min {α , 159}=159

Minimumnya 97 = L(d) L(d) = Min { L(d) , L(c) + wcd

V

} = Min {α , 107}= 97

a b c d e

L(u) 0 74 0 97 159

T b d e

Iterasi 3

u = d berhenti, sehingga jarak terpendek dari Langkat ke Serdang Bedagai adalah 97 Km.

Adapun jarak terpendek dari Karo ke Serdang Bedagai dengan menggunakan metode Dijkstra sebagai berikut:

V a b c D e

L(u) α α α α α

T a b c D e

Iterasi 1

u = b maka L(b) = 0 dan T = T – {b}. Adapun titik yang berdekatan dengan b adalah c, a, e dan c, a, e ∈ T sehingga

L(c) = Min { L(c) , L(b) + wbc } = Min {α , 92 }=92

L(a) = Min { L(a) , L(b) + wab} = Min {α , 109}=109 Minimumnya 88 = L(e) L(e) = Min { L(e) , L(b) + web

V

} = Min {α , 88}=88

a b c D e

L(u) 109 0 92 α 88


(46)

Iterasi 2

u = e maka L(e) = 88 dan T = T – {e}. Adapun titik yang berdekatan dengan e adalah d, c ∈ T diperoleh

L(c) = Min { L(c) , L(e) + wce} = Min {92 , 148}=92

Minimumnya 92 = L(c) L(d) = Min { L(d) , L(e) + wed

V

} = Min {α , 150}= 150

a b c D E

L(u) 109 0 92 150 88

T a D e

Iterasi 3

u = c maka L(c) = 92 dan T = T – {c}. Adapun titik yang berdekatan dengan c adalah d ∈ T diperoleh

L(d) = Min { L(d) , L(c) + wcd

V

} = Min {150 , 122}=122

a b c D e

L(u) 109 α 148 122 88

T a c 0

Iterasi 3

u = d berhenti, sehingga jarak terpendek dari b ke d atau dari Karo ke Serdang Bedagai adalah 122 Km.

Dari data-data dan hasil-hasil diatas maka permasalahan dalam model pemrograman kuadratik adalah

Minimumkan f = Dengan kendala

= 1.510.021 ; k = 1, 2, 3. = 1 ; i = 1, 2, 3, 4, 5.


(47)

Bentuk diatas dapat dijabarkan menjadi

Minimumkan

3,9349E+13x11x21 + 3,9349E+13x12x22 + 3,9349E+13x13x23 + 1,16084E+14x11x31 + 1,16084E+14x12x32 +1,16084E+14x13x33 + 6,16478E+13x11x41 + 6,16478E+13x12x42 + 6,16478E+13x13x43 + 1,38255E+14x11x51 + 1,38255E+14x12x52 + 1,38255E+14x13x 53 + 3,9349E+13x21x11 +3,9349E+13x22x12 + 3,9349E+13x23x13 + 5,45132E+13x21x31 + 5,45132E+13x22x32 + 5,45132E+13x23x33 + 2,65169E+13x21x41 + 2,65169E+13x22x42 + 2,65169E+13x23x43 + 2,61688E+13x21x51 + 2,61688E+13x22x52 +2,61688E+13x23x53 + 1,16084E+14x31x11 +1,16084E+14x32x12 + 1,16084E+14x33x13 + 5,45132E+13x31x21 + 5,45132E+13x32x22 +5,45132E+13x33x23 + 3,12949E+13x31 x41+ 3,12949E+13x32x42 + 3,12949E+13x33x43 + 1,31304E+14x31x51 1,31304E+14x32x52 +1,31304E+14x33x53 + 6,16478E+13x41x11 + 6,16478E+13x42x12 +6,16478E+13x43x13 + 2,65169E+13x41x21 + 2,65169E+13x42x22 + 2,65169E+13x43x23 + 3,12949E+13x41x31 3,12949E+13x42x32 +3,12949E+13 x43x33 + 2,37242E+13x41x51 + 2,37242E+13x42x52 +2,37242E+13x43x53+ 1,38255E+14x51x11 + 1,38255E+14x52x12 +1,38255E+14x53x13 + 2,61688E+13x51x21 +2,61688E+13x52x22+2,61688E+13x53x23 + 1,31304E+14x51x31 +1,31304E+14x52x32 + 1,31304E+14x53x33 + 3,24587E+13x51x41 +3,24587E+13 x52x42 +3,24587E+13x53x43+

Dengan kendala

1.027.414x11 + 351.368x21 +1.686.366x31 + 618586x41 + 846329x51 = 1.510.021 1.027.414x12 + 351.368x22 +1.686.366x32 + 618586x42 + 846329x52 = 1.510.021

1.027.414x13+ 351.368 x23+1.686.366x33 +618586x43 + 846329x53 = 1.510.021 x11 + x12 + x13 = 1

x21 + x22 + x23 = 1 x31 + x32 + x33 = 1 x41 + x42 + x4 3 = 1


(48)

x51 + x52 + x53 = 1 xik

Adapun banyak peubah yang digunakan dalam model diatas adalah sebanyak 15 peubah yaitu x

≥ 0, untuk i = 1,2,...5 dan k = 1,2,3

Dengan menggunakan perangkat Lunak LINDO, penyelesaian permasalahan diatas sampai pada iterasi kedelapan (lihat lampiran....dan memberikan hasil seperti pada tabel berikut:

TABEL 2. Harga peubah yang diperoleh dari perangkat Lunak LINDO

11, x12, x13, x21, x22, x23, x31, x32, x33, x41, x42, x43, x51, x52, dan x53 atau banyak kabupaten n berbanding lurus terhadap daerah pemilihan q

PEUBAH

dan 16 kendala yang ada atau sebanyak dua kali dari banyak kabupaten n dan banyak daerah pemilihan q.

NILAI PEUBAH (Dalam persen) NILAI PEUBAH (Dalam desimal)

x11 35 0.35

x12 0 0

x13 64 0,64

x21 0 0

x22 100 1

x23 0 0

x31 31 0,31

x32 68 0,68

x33 0 0

x41 100 1

x42 0 0

x43 0 0

x51 0 0

x52 0 0


(49)

Dari tabel diatas didapati harga – harga untuk masing – masing peubah. Misalkan peubah x11 = 35 % artinya bahwa 35% dari populasi penduduk di kabupaten pertama atau Langkat dikelompokkan kedalam daerah pemilihan umum pertama.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa daerah – daerah yang dikelompokkan kedalam daerah pemlihan umum pertama adalah kabupaten Langkat sebanyak 35%, kabupaten Deli Serdang 31%, dan kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 100% dari banyaknya populasi masing – masing kabupaten tersebut.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa daerah – daerah yang dikelompokkan kedalam daerah pemlihan umum kedua adalah kabupaten Karo sebanyak 100% dan kabupaten Deli Serdang 68% dari banyaknya populasi masing – masing kabupaten tersebut.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa daerah – daerah yang dikelompokkan kedalam daerah pemlihan umum pertama adalah kabupaten Langkat sebanyak 64% dan kabupaten Simalungun 100% dari banyaknya populasi masing – masing kabupaten tersebut.


(50)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dalam tulisan ini diteliti masalah pembagian wilayah untuk kepentingan politik. Pertama, masalah ini diubah kedalam bentuk masalah pembagian graph berbobot ganda kemudian diformulasikan dalam model pemrograman kuadratik. Dengan menggunakan perangkat lunak LINDO, dapat dicari solusi optimal. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dengan diberikan populasi dan jarak lima kabupaten di provinsi Sumatera Utara kemudian dari data – data tersebut diolah yaitu mencari jarak terpendek antar kabupaten, rata – rata populasi di masing – masing daerah pemilihan umum dan mensubstitusikan angka – angka tersebut kedalam model pemrograman kuadratik. Dengan menggunakan perangkat lunak LINDO didapati hasil untuk permasalahan tersebut pada iterasi kedelapan seperti yang ditampilkan pada tabel 2 serta penjelasan dari tabel tersebut. Metode ini deterministik dan memiliki nilai optimal yang global.

4.2 Saran

Dalam proses penyelesaian permasalahan pembagian wilayah dengan menggunakan model pemrograman kuadratik yang apabila terdapat sejumlah besar data yang akan diolah baik jumlah kabupaten suatu provinsi maupun dalam pencarian jarak terpendek antar kabupaten ada baiknya menggunakan perangkat lunak LINGO untuk permasalahan yang menyangkut peubah yang lebih besar dari 500 peubah sebab perangkat lunak LINDO tidak mampu menyelesaikan permasalahan optimisasi yang lebih besar dari 500 peubah, dan ada baiknya menggunakan perangkat lunak MATLAB untuk mencari jarak terpendek antar kabupaten yang bertujuan untuk lebih menghemat waktu. Adapun jarak antar kabupaten yang berdekatan dihitung dari jarak


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anton, H. 1984. Linear Algebra and Its Application. John Wiley and Sons, Inc: New York

C. Chou dan S Li. 1984. Taming The Gerrymander – Statistical Physics Approach to Political Districting Problem. Physics A, 369(2005), 799 - 808

Foulds, L, R. 1973.Combinatorial Optimization for undergraduate. Springer, Inc: New York

Luenberger, G, David. 1973. Introduction to Linear and Nonlinear Programming Springer, Inc: New York

Ricca Andrea, Isabella Lari dan Bruno S. 1996. Drawing Political Districs by Voronoi Regions and local Search. Journal

Sarkar, S. 2003. A Textbook for Discrete Mathematic.S Chand and Company: New Delhi

Zhenping Li, Wong Rui – Sheng dan Wang Yong. 2007. A Quadratic Programming Model for Political Districting Problem. Journal pp 427 - 435


(52)

(53)

LP OPTIMUM FOUND AT STEP 7

OBJECTIVE FUNCTION VALUE

1) 0.0000000E+00

VARIABLE VALUE REDUCED COST E 0.000000 181.820328

AD 0.000000 13.000000 BE 0.000000 13.000000 CF 0.000000 13.000000 AG 0.000000 13.000000 BH 0.000000 13.000000 CI 0.000000 13.000000 AJ 0.000000 13.000000 BK 0.000000 13.000000 CL 0.000000 13.000000 AM 0.000000 13.000000 BN 0.000000 13.000000 CO 0.000000 13.000000 DA 0.000000 13.000000 EB 0.000000 13.000000 FC 0.000000 13.000000 DG 0.000000 12.000000 EH 0.000000 12.000000 FI 0.000000 12.000000 DJ 0.000000 14.000000 EK 0.000000 14.000000 FL 0.000000 14.000000 DM 0.000000 14.000000 EN 0.000000 14.000000 FO 0.000000 14.000000 GA 0.000000 13.000000


(54)

HB 0.000000 13.000000 IC 0.000000 26.000000 GD 0.000000 12.000000 HE 0.000000 12.000000 IF 0.000000 26.000000 GJ 0.000000 14.000000 HK 0.000000 14.000000 IL 0.000000 14.000000 GM 0.000000 14.000000 HN 0.000000 14.000000 IO 0.000000 14.000000 JA 0.000000 13.000000 KB 0.000000 13.000000 JD 0.000000 14.000000 KE 0.000000 14.000000 JG 0.000000 14.000000 KH 0.000000 14.000000 LI 0.000000 14.000000 JM 0.000000 14.000000 KN 0.000000 14.000000 LO 0.000000 14.000000 MA 0.000000 13.000000 NB 0.000000 13.000000 OC 0.000000 13.000000 MD 0.000000 14.000000 NE 0.000000 14.000000 OF 0.000000 14.000000 MG 0.000000 14.000000 NH 0.000000 14.000000 OI 0.000000 14.000000 MJ 0.000000 14.000000 NK 0.000000 14.000000


(55)

A 1.000000 0.000000 D 1.000000 0.000000 G 0.000000 0.000000 J 0.000000 0.000000 M 0.392242 0.000000 B 0.000000 0.000000 H 1.000000 0.000000 K 0.000000 0.000000 N 0.601199 0.000000 C 0.000000 0.000000 F 0.000000 0.000000 I 0.000000 0.000000 L 1.000000 0.000000 O 0.006559 0.000000

ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 0.000000 0.000000

3) 0.000000 0.000000 4) 0.000000 0.000000 5) 0.000000 0.000000 6) 0.000000 0.000000 7) 0.000000 0.000000 8) 0.000000 0.000000 9) 0.000000 0.000000 10) 1.000000 0.000000 11) 0.000000 0.000000 12) 0.000000 0.000000 13) 1.000000 0.000000 14) 0.000000 0.000000 15) 0.000000 0.000000 16) 0.000000 0.000000 17) 1.000000 0.000000


(56)

18) 0.000000 0.000000 19) 0.000000 0.000000 20) 0.000000 0.000000 21) 1.000000 0.000000 22) 0.392242 0.000000 23) 0.601199 0.000000 24) 0.006559 0.000000

NO. ITERATIONS= 7

RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:

OBJ COEFFICIENT RANGES

VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE

E 181.820328 INFINITY 181.820328 AD 13.000000 INFINITY 13.000000 BE 13.000000 INFINITY 13.000000 CF 13.000000 INFINITY 13.000000 AG 13.000000 INFINITY 13.000000 BH 13.000000 INFINITY 13.000000 CI 13.000000 INFINITY 13.000000 AJ 13.000000 INFINITY 13.000000 BK 13.000000 INFINITY 13.000000 CL 13.000000 INFINITY 13.000000 AM 13.000000 INFINITY 13.000000 BN 13.000000 INFINITY 13.000000 CO 13.000000 INFINITY 13.000000 DA 13.000000 INFINITY 13.000000 EB 13.000000 INFINITY 13.000000 FC 13.000000 INFINITY 13.000000


(57)

EH 12.000000 INFINITY 12.000000 FI 12.000000 INFINITY 12.000000 DJ 14.000000 INFINITY 14.000000 EK 14.000000 INFINITY 14.000000 FL 14.000000 INFINITY 14.000000 DM 14.000000 INFINITY 14.000000 EN 14.000000 INFINITY 14.000000 FO 14.000000 INFINITY 14.000000 GA 13.000000 INFINITY 13.000000 HB 13.000000 INFINITY 13.000000 IC 26.000000 INFINITY 26.000000 GD 12.000000 INFINITY 12.000000 HE 12.000000 INFINITY 12.000000 IF 26.000000 INFINITY 26.000000 GJ 14.000000 INFINITY 14.000000 HK 14.000000 INFINITY 14.000000 IL 14.000000 INFINITY 14.000000 GM 14.000000 INFINITY 14.000000 HN 14.000000 INFINITY 14.000000 IO 14.000000 INFINITY 14.000000 JA 13.000000 INFINITY 13.000000 KB 13.000000 INFINITY 13.000000 JD 14.000000 INFINITY 14.000000 KE 14.000000 INFINITY 14.000000 JG 14.000000 INFINITY 14.000000 KH 14.000000 INFINITY 14.000000 LI 14.000000 INFINITY 14.000000 JM 14.000000 INFINITY 14.000000 KN 14.000000 INFINITY 14.000000 LO 14.000000 INFINITY 14.000000 MA 13.000000 INFINITY 13.000000 NB 13.000000 INFINITY 13.000000 OC 13.000000 INFINITY 13.000000


(58)

MD 14.000000 INFINITY 14.000000 NE 14.000000 INFINITY 14.000000 OF 14.000000 INFINITY 14.000000 MG 14.000000 INFINITY 14.000000 NH 14.000000 INFINITY 14.000000 OI 14.000000 INFINITY 14.000000 MJ 14.000000 INFINITY 14.000000 NK 14.000000 INFINITY 14.000000 OL 14.000000 INFINITY 14.000000 A 0.000000 0.000000 INFINITY D 0.000000 0.000000 INFINITY G 0.000000 INFINITY 0.000000 J 0.000000 INFINITY 0.000000 M 0.000000 0.000000 0.000000 B 0.000000 INFINITY 0.000000 H 0.000000 0.000000 INFINITY K 0.000000 INFINITY 0.000000 N 0.000000 0.000000 0.000000 C 0.000000 INFINITY 0.000000 F 0.000000 INFINITY 0.000000 I 0.000000 INFINITY 0.000000 L 0.000000 0.000000 INFINITY O 0.000000 0.000000 0.000000

RIGHTHAND SIDE RANGES

ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE

2 958138.312500 0.000000 0.000000 3 958138.312500 0.000000 0.000000 4 958138.312500 0.000000 0.000000 5 1.000000 0.000000 0.000000 6 1.000000 0.000000 0.000000


(59)

8 1.000000 0.000000 0.000000 9 1.000000 0.000000 0.000000 10 0.000000 1.000000 INFINITY 11 0.000000 0.000000 INFINITY 12 0.000000 0.000000 INFINITY 13 0.000000 1.000000 INFINITY 14 0.000000 0.000000 INFINITY 15 0.000000 0.000000 INFINITY 16 0.000000 0.000000 INFINITY 17 0.000000 1.000000 INFINITY 18 0.000000 0.000000 INFINITY 19 0.000000 0.000000 INFINITY 20 0.000000 0.000000 INFINITY 21 0.000000 1.000000 INFINITY 22 0.000000 0.392242 INFINITY 23 0.000000 0.601199 INFINITY 24 0.000000 0.006559 INFINITY


(1)

HB 0.000000 13.000000 IC 0.000000 26.000000 GD 0.000000 12.000000 HE 0.000000 12.000000 IF 0.000000 26.000000 GJ 0.000000 14.000000 HK 0.000000 14.000000 IL 0.000000 14.000000 GM 0.000000 14.000000 HN 0.000000 14.000000 IO 0.000000 14.000000 JA 0.000000 13.000000 KB 0.000000 13.000000 JD 0.000000 14.000000 KE 0.000000 14.000000 JG 0.000000 14.000000 KH 0.000000 14.000000 LI 0.000000 14.000000 JM 0.000000 14.000000 KN 0.000000 14.000000 LO 0.000000 14.000000 MA 0.000000 13.000000 NB 0.000000 13.000000 OC 0.000000 13.000000 MD 0.000000 14.000000 NE 0.000000 14.000000 OF 0.000000 14.000000 MG 0.000000 14.000000 NH 0.000000 14.000000 OI 0.000000 14.000000 MJ 0.000000 14.000000 NK 0.000000 14.000000 OL 0.000000 14.000000


(2)

A 1.000000 0.000000 D 1.000000 0.000000 G 0.000000 0.000000 J 0.000000 0.000000 M 0.392242 0.000000 B 0.000000 0.000000 H 1.000000 0.000000 K 0.000000 0.000000 N 0.601199 0.000000 C 0.000000 0.000000 F 0.000000 0.000000 I 0.000000 0.000000 L 1.000000 0.000000 O 0.006559 0.000000

ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 0.000000 0.000000

3) 0.000000 0.000000 4) 0.000000 0.000000 5) 0.000000 0.000000 6) 0.000000 0.000000 7) 0.000000 0.000000 8) 0.000000 0.000000 9) 0.000000 0.000000 10) 1.000000 0.000000 11) 0.000000 0.000000 12) 0.000000 0.000000 13) 1.000000 0.000000 14) 0.000000 0.000000 15) 0.000000 0.000000 16) 0.000000 0.000000 17) 1.000000 0.000000


(3)

18) 0.000000 0.000000 19) 0.000000 0.000000 20) 0.000000 0.000000 21) 1.000000 0.000000 22) 0.392242 0.000000 23) 0.601199 0.000000 24) 0.006559 0.000000

NO. ITERATIONS= 7

RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:

OBJ COEFFICIENT RANGES

VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE

E 181.820328 INFINITY 181.820328 AD 13.000000 INFINITY 13.000000 BE 13.000000 INFINITY 13.000000 CF 13.000000 INFINITY 13.000000 AG 13.000000 INFINITY 13.000000 BH 13.000000 INFINITY 13.000000 CI 13.000000 INFINITY 13.000000 AJ 13.000000 INFINITY 13.000000 BK 13.000000 INFINITY 13.000000 CL 13.000000 INFINITY 13.000000 AM 13.000000 INFINITY 13.000000 BN 13.000000 INFINITY 13.000000 CO 13.000000 INFINITY 13.000000 DA 13.000000 INFINITY 13.000000 EB 13.000000 INFINITY 13.000000 FC 13.000000 INFINITY 13.000000 DG 12.000000 INFINITY 12.000000


(4)

EH 12.000000 INFINITY 12.000000 FI 12.000000 INFINITY 12.000000 DJ 14.000000 INFINITY 14.000000 EK 14.000000 INFINITY 14.000000 FL 14.000000 INFINITY 14.000000 DM 14.000000 INFINITY 14.000000 EN 14.000000 INFINITY 14.000000 FO 14.000000 INFINITY 14.000000 GA 13.000000 INFINITY 13.000000 HB 13.000000 INFINITY 13.000000 IC 26.000000 INFINITY 26.000000 GD 12.000000 INFINITY 12.000000 HE 12.000000 INFINITY 12.000000 IF 26.000000 INFINITY 26.000000 GJ 14.000000 INFINITY 14.000000 HK 14.000000 INFINITY 14.000000 IL 14.000000 INFINITY 14.000000 GM 14.000000 INFINITY 14.000000 HN 14.000000 INFINITY 14.000000 IO 14.000000 INFINITY 14.000000 JA 13.000000 INFINITY 13.000000 KB 13.000000 INFINITY 13.000000 JD 14.000000 INFINITY 14.000000 KE 14.000000 INFINITY 14.000000 JG 14.000000 INFINITY 14.000000 KH 14.000000 INFINITY 14.000000 LI 14.000000 INFINITY 14.000000 JM 14.000000 INFINITY 14.000000 KN 14.000000 INFINITY 14.000000 LO 14.000000 INFINITY 14.000000 MA 13.000000 INFINITY 13.000000 NB 13.000000 INFINITY 13.000000 OC 13.000000 INFINITY 13.000000


(5)

MD 14.000000 INFINITY 14.000000 NE 14.000000 INFINITY 14.000000 OF 14.000000 INFINITY 14.000000 MG 14.000000 INFINITY 14.000000 NH 14.000000 INFINITY 14.000000 OI 14.000000 INFINITY 14.000000 MJ 14.000000 INFINITY 14.000000 NK 14.000000 INFINITY 14.000000 OL 14.000000 INFINITY 14.000000 A 0.000000 0.000000 INFINITY D 0.000000 0.000000 INFINITY G 0.000000 INFINITY 0.000000 J 0.000000 INFINITY 0.000000 M 0.000000 0.000000 0.000000 B 0.000000 INFINITY 0.000000 H 0.000000 0.000000 INFINITY K 0.000000 INFINITY 0.000000 N 0.000000 0.000000 0.000000 C 0.000000 INFINITY 0.000000 F 0.000000 INFINITY 0.000000 I 0.000000 INFINITY 0.000000 L 0.000000 0.000000 INFINITY O 0.000000 0.000000 0.000000

RIGHTHAND SIDE RANGES

ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE

2 958138.312500 0.000000 0.000000 3 958138.312500 0.000000 0.000000 4 958138.312500 0.000000 0.000000 5 1.000000 0.000000 0.000000 6 1.000000 0.000000 0.000000 7 1.000000 0.000000 0.000000


(6)

8 1.000000 0.000000 0.000000 9 1.000000 0.000000 0.000000 10 0.000000 1.000000 INFINITY 11 0.000000 0.000000 INFINITY 12 0.000000 0.000000 INFINITY 13 0.000000 1.000000 INFINITY 14 0.000000 0.000000 INFINITY 15 0.000000 0.000000 INFINITY 16 0.000000 0.000000 INFINITY 17 0.000000 1.000000 INFINITY 18 0.000000 0.000000 INFINITY 19 0.000000 0.000000 INFINITY 20 0.000000 0.000000 INFINITY 21 0.000000 1.000000 INFINITY 22 0.000000 0.392242 INFINITY 23 0.000000 0.601199 INFINITY 24 0.000000 0.006559 INFINITY