Makalah Pancasila Dinamika Demokrasi B

Makalah Pendidikan Pancasila

DINAMIKA DEMOKRASI BERDASARKAN
PANCASILA DAN UUD 1945, BAIK SEBELUM
MAUPUN SESUDAH DIAMANDEMEN
Makalah ini diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Tengah Semester 1

Disusun Oleh:
Azka Mufida
EA-B
142160046
Anggota Kelompok 2

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Akuntansi
UPN “Veteran” Yogyakarta
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1


LATAR BELAKANG
Dalam pemerintahan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan
Pancasila sangatlah penting. Karena di dalamnya terdapat aturan-aturan, bentuk
negara, lambang, lagu kebangsaan, tugas dan wewenang lembaga negara,dan lainlain. Undang-undang dibuat harus sesuai dengan keperluan dan harus peka
zaman, artinya aturan yang dibuat oleh anggota legislatif sebelum disahkan
menjadi Undang-Undang sebelumnya harus disosialisasikan dahulu dengan
rakyat, apakah tidak melanggar norma- norma adat atau melanggar hak-hak asasi
manusia. Oleh karena itu Undang-Undang Dasar tahun 1945 diamandemen
sebanyak 4 kali, yaitu pada tanggal 19 Oktober 1999 yang merupakan
amandemen pertama, tanggal 18 Agustus 2000 yang merupakan amandemen
kedua, tanggal 10 November 2001 yang merupakan amandemen ketiga dan
tanggal 10 Agustus 2002 yang merupakan amandemen yang terakhir atau
amandemen keempat. Hal ini dilakukan agar isi dari Undang-Undang Dasar
tersebut bisa sesuai dengan perkembangan zaman dan memperbaikinya, sehingga
dapat menjadi dasar hukum yang baik dan tegas. Dan dalam proses tersebut ada
perbedaan antara sebelum amandemen dengan yang setelah amandemen.
Beberapa dari perbedaan tersebutakan penulis sampaikan dalam makalah ini.
Diantaranya adalah, demokrasi politik sosial masyarakat, pemilihan umum
lembaga negara di Indonesia, serta tugas dan wewenang lembaga negara di
Indonesia baik sebelum maupun sesudah amandemen.


1.2

RUMUSAN MASALAH
1.

Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia?

2.

Apa perbedaan sistem pemilu pada sistem pemerintahan di Indonesia
sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945?

3.

Bagaimana kedudukan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif sebelum
amandemen UUD 1945?

4.


Bagaimana perubahan kewenangan lembaga-lembaga legislatif, eksekutif,
dan yudikatif sesudah amandemen UUD 1945 dan perbandingannya dengan
UUD 1945 sebelum amandemen?

1.3

TUJUAN
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UPN “Veteran” Yogyakarta, yang kemudian penulisan
makalah ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan serta dapat dan bisa
memeberikan manfaat baik untuk perguruan tinggi maupun bagi dunia ilmu
pengetahuan pada umumnya. Walaupun tulisan ini tidak dapat menguraikan
secara lengkap dan detail, namun setidaknya apa yang akan Penulis sampaikan di
sini dapat memberikan gambaran tentang perbandingan demokrasi politik sosial
masyarakat, pemilihan umum di Indonesia, dan tugas serta wewenang lembaga
negara Indonesia baik sebelum maupun setelah amandemen UUD 1945.

1.4

HIPOTESA

a.

Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila,
yaitu demokrasi yang bersumber pada pandangan hidup atau filsafat hidup
bangsa indonesia. Sumber hukum Indonesa yang utama adalah Pancasila dan
UUD 1945. Karena perkembangan zaman yang begitu pesat dan untuk
menyesuaiakan diri dengan perkembangan tersebut maka pemerintah
indonesia melakukan amandemen pada UUD 1945.

b.

Dengan diadakannya amandemen terhadap UUD 1945 tentunya akan
menimbulkan perbedaan pada sistem pemerintah di Indonesia. Baik di bidang
demokrasi politik sosial masyarakat, sistem pemilihan umum di Indonesia,
dan tugas wewenang para lembaga negara.

1.5

TINJAUAN PUSTAKA
 Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya
memiliki kesetaraan hak dalam pengambilan keputusan yang dapat
mengubah kehidupan. Demokrasi mengandung pengertian secara tidak
langsung bahwa rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.

 UUD 1945
UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis, konstitusi pemerintahan negara
Republik Indonesia saat ini dan disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus
1945.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1

PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Secara operasional demokrasi pancasila senantiasa dijiwai dan berpedomankan
pada nilai-nilai Pancasila.
Berikut ini merupakan perkembangan demokrasi di Indonesia:
Perkembangan Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin
kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan

dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal
kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan
Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk
menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh
KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang
absolut pemerintah mengeluarkan :
 Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah
menjadi lembaga legislatif.
 Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan
Partai Politik.
 Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan
sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer.
Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar.
Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang
secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan
maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai
politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia
untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.

Perkembangan Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai 1959 menggunakan
UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini
adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen
demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia.
Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi
dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini
diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepad pihak
pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya.
Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang
parlementer, dimana presiden sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala
eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat
tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik
demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
 Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap
pengelolaan konflik
 Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
 Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
 Persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan
Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik
yang berjalan

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 :
 Bubarkan konstituante
 Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
 Pembentukan MPRS dan DPAS
Perkembangan Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong
diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan
berporoskan nasakom dengan ciri:

 Dominasi Presiden
 Terbatasnya peran partai politik
 Berkembangnya pengaruh PKI
Sejak

berakhirnya

pemillihan


umum

1955,

presiden

Soekarno

sudah

menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu
terjadi karena partai politik sangat orientasi pada kepentingan ideologinya sendiri
dan

dan

kurang

memperhatikan


kepentingan

politik

nasional

secara

menyeluruh.disamping itu Soekarno melontarkan gagasan bahwa demokrasi
parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang dijiwai oleh
Pancasila.
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
 Mengaburnya

sistem

kepartaian,

pemimpin


partai

banyak

yang

dipenjarakan
 Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan
presiden membentuk DPRGR
 Jaminan HAM lemah
 Terjadi sentralisasi kekuasaan
 Terbatasnya peranan pers
 Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Setelah terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI, menjadi
tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.
Perkembangan Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru ditandai oleh Presiden Soeharto yang menggantikan Ir.
Soekarno sebagai Presiden kedua Indonesia. Pada masa orde baru ini menerapkan
Demokrasi Pancasila untuk menegaskan bahwasanya model demokrasi inilah
yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang
melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan
Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.Namun
demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
 Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
 Rekrutmen politik yang tertutup

 Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
 Pengakuan HAM yang terbatas
 Tumbuhnya KKN yang merajalela
 Sebab jatuhnya Orde Baru:
 Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
 Terjadinya krisis politik
 TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
 Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto
untuk turun jadi Presiden.
Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan relatif otonom,
dan sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan kekuasaan
danproses formulasi kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari (1) kemenangan
mutlak dari kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik
yangkuat kepada negara; (2) dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam
birokratisasai, depolitisasai, dan institusionalisasi; (3) dipakai pendekatan
keamanan; (4) intervensi negara terhadap perekonomian dan pasar yang
memberikan keleluasaan kepda negara untuk mengakumulasikan modal dan
kekuatan ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya pembangunan, baik dari
eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas dan pajak
domestik, mauppun yang berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6) sukses
negara orde baru dalam menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok
rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul karena
sebab struktural.
Perkembangan Demokrasi Pada Masa Reformasi (1998 Sampai Dengan
Sekarang)
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya
Presiden Soeharto, maka Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan
yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap
hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya.
Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian
Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan
kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.

Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden
Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara
lain:
 Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok
reformasi
 Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang
Referandum
 Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang
bebas dari KKN
 Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan
Presiden dan Wakil Presiden RI
 Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
 Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah
dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi
Pancasila, namun berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi
perlementer tahun 1950 1959. Perbedaan demkrasi reformasi dengan demokrasi
sebelumnya adalah:
 Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang
sebelumnya.
 Ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada
tingkat desa.
 Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara
terbuka.
 Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan
menyatakan pendapat.

2.2

PERBEDAAN PELAKSANAAN PEMILU SEBELUM DAN SESUDAH
AMANDEMEN UUD 1945
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk
memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan
presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR,
disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan
ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali
pada pemilu 2004.
Berikut perkembangan pemilu di Indonesia:
Pemilu Tahun 1955
Setelah 10 tahun Indonesia merdeka pada tahun 1945, barulah pada tahun 1955
Indonesia berhasil melaksanakan pemilu untuk pertama kalinya. Pemilu yang
dilaksankan pada tahun 1955 diikuti oleh 30 partai politik dan dilangsungkan
dalam dua periode yakni periode pertama pada tanggal 29 September 1955 untuk
memilih anggota DPR dan periode kedua dilaksnakan pada tanggal 15 Desember
1955 untuk memilih anggota Konstituante. Dalam pemilu pertama itu, terdapat 5
besar partai politik yang memenangkan pemilu yakni secara berurutan PNI,
Masyumi, NU, PKI dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Pemilu pertama ini
berlangsung dengan sukses.
Pemilu Tahun 1971
Pemilu kedua dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1971 dan sekaligus pemilu
pertama di era pemerintahan orde baru. Pada pemilu ini diikuti oleh 10 partai

peserta pemilu dan hasil pemilu menunjukkan 5 besar partai politik hasil pilihan
rakyat yaitu Golongan Karya (Golkar), NU, Parmusi, PNI dan Partai Syarikat
Islam Indonesia. Partai Golkar memenangkan pemilu karena para staf dan
pegawai dilingkungan pemerintahan dipaksa untuk memilih Golkar, sehingga
Golkar maju sebagai pemenang pada pemilu kedua ini.
Pemilu Tahun 1977
Pemilu ketiga diselenggarakan pada tanggal 2 Mei 1977, terjadi perpanjangan
waktu satu tahun (seharusnya jatuh pada tahun 1976) karena partai-partai politik
melakukan fusi (pengelompokan) pada tahun 1976. Dan akibatnya pada pemilupemilu berikutnya di masa orde baru hanya ada 3 partai peserta pemilu. Partaipartai yang melakukan itu:
1.

PNI, Murba, IPKI, Parkindo, dan Partai Katholik bergabung menjadi
Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

2.

NU, Partai Muslim Indonesia, Partai Syarikat Indonesia, dan Perti
bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

3.

Golkar.
Dan yang menjadi pemenangnya Golkar.

Pemilu Tahun 1982
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah 1982 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982 untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II
Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1982-1987.
Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.

PPP

2.

Golkar

3.

PPDI

Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
Pemilu Tahun 1987
Pada pemilu ini ditandai dengan merosotnya suara PPP (kehilangan 33 kursi),
sedangkan Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi

Pemilu Tahun 1992
Pada pemilu ini perolehan suara Golkar menurun, yaitu dari 299 kursi menjadi
282 kursi, sedangkan PPP naik 1 kursi (menjadi 62 kursi) dan PDI meningkat
menjadi 56 kursi.
Pemilu Tahun 1997
Pemilu ketujuhh pada tahun 1997 ini, kembali dimenangkan oleh Golkar.
Kursinya bertambah menjadi 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya. Suara PPP
juga mengalami peningkatan 27 kursi, dan PDI yang mengalami konflik internal
perolehan suaranya merosot.
Dengan kemenangan Golkar yang selalu mencolok itu menguntungkan
pemerintah. Golkar menguasai suara di MPR dan DPR dan itulah yang
memungkinkan Soeharto menjadi presiden Republik Indonesia selama enam
periode pemilihan.
Pemilu Tahun 1999
Pemilu 1999 adalah pemilu pertama pasca kekuasaan presiden Soeharto.
Pemilu ini diadakan di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie. Pemilu ini
terselenggara di bawah sistem politik Demokrasi Liberal. Artinya, jumlah partai
peserta tidak lagi dibatasi seperti pemilu-pemilu lalu yang hanya terdiri dari
Golkar, PPP, dan PDI.
Sebelum
mengajukan

menyelenggarakan
tiga

rancangan

Pemilu,

pemerintahan

undang-undang

selaku

B.J.

Habibie

dasar

hukum

dilangsungkannya pemilu 1999, yaitu RUU tentang Partai Politik, RUU tentang
Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Ketiga RUU ini diolah oleh Tim Tujuh yang diketuai Profesor Ryaas Rasyid
dariInstitut Ilmu Pemerintahan. Setelah disetujui DPR, barulah pemilu layak
dijalankan. Pemilu 1999 diadakan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun
1999 tentang Pemilihan Umum. Sesuai pasal 1 ayat (7) pemilu 1999 dilaksanakan
dengan menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar dengan
varian Roget.
Dalam pemilihan anggota DPR, daerah pemilihannya (selanjutnya disingkat
Dapil) adalah Dati I (provinsi), pemilihan anggota DPRD I dapilnya Dati I

(provinsi) yang merupakan satu daerah pemilihan, sementara pemilihan anggota
DPRD II dapilnya Dati II yang merupakan satu daerah pemilihan. Jumlah kursi
anggota DPR untuk tiap daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan jumlah
penduduk Dati I dengan memperhatikan bahwa Dati II minimal harus mendapat 1
kursi yang penetapannya dilakukan oleh KPU.
Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 juga menggariskan bahwa jumlah
kursi DPRD I minimal 45 dan maksimal 100 kursi. Jumlah kursi tersebut
ditentukan oleh besaran penduduk. Provinsi dengan jumlah penduduk hingga
3.000.000 jiwa mendapat 45 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.001 –
7.000.000 mendapat 55 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.001 –
7.000.000 mendapat 65 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.001 –
9.000.000 mendapat 75 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.001 –
12.000.000 mendapat 85 kursi. Sementara itu, provinsi dengan jumlah penduduk
di atas 12.000.000 mendapat 100 kursi.
Undang-undang juga mengamanatkan bahwa untuk Dati II (kabupaten/kota)
minimal mendapat 1 kursi untuk anggota DPRD I lewat penetapan KPU. Dati II
berpenduduk hingga 100.000 mendapat 20 kursi. Dati II berpenduduk 100.001 –
200.000 mendapat 25 kursi. Dati II berpenduduk 200.001 – 300.000 mendapat 30
kursi. Dati II berpenduduk 300.001 – 400.000 mendapat 35 kursi. Dati II
berpenduduk 400.001 – 500.000 mendapat 40 kursi. Sementara itu, untuk Dati II
berpenduduk di atas 500.000 mendapat 45 kursi. Setiap kecamatan minimal harus
diwakili oleh 1 kursi di DPRD II. KPU adalah pihak yang memutuskan penetapan
perolehan jumlah kursi.
Jumlah partai yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM adalah 141
partai, sementara yang lolos verifikasi untuk ikut Pemilu 1999 adalah 48 partai.
Pemilu 1999 diadakan tanggal 7 Juni 1999. Namun, tidak seperti pemilu-pemilu
sebelumnya, Pemilu 1999 mengalami hambatan dalam proses perhitungan suara.
Terdapat 27 partai politik yang tidak bersedia menandatangani berkas hasil
pemilu 1999 yaitu: Partai Keadilan, PNU, PBI, PDI, Masyumi, PNI Supeni,
Krisna, Partai KAMI, PKD, PAY, Partai MKGR, PIB, Partai SUNI, PNBI, PUDI,
PBN, PKM, PND, PADI, PRD, PPI, PID, Murba, SPSI, PUMI, PSP, dan PARI.
Karena penolakan 27 partai politik ini, KPU menyerahkan keputusan
kepada Presiden. Presiden menyerahkan kembali penyelesaian persoalan kepada
Panitia Pengawas Pemilu (selanjutnya disingkat Panwaslu. Rekomendasi

Panwaslu adalah, hasil Pemilu 1999 sudah sah, ditambah kenyataan partai-partai
yang menolak menandatangani hasil tidak menyertakan point-point spesifik
keberatan mereka. Sebab itu, Presiden lalu memutuskan bahwa hasil Pemilu 1999
sah dan masyarakat mengetahui hasilnya tanggal 26 Juli 1999.
Masalah selanjutnya adalah pembagian kursi. Sistem Pemilu yang
digunakan adalah Proporsional dengan varian Party-List. Masalah yang muncul
adalah pembagian kursi sisa. Partai-partai beraliran Islam melakukan stembusaccord (penggabungan sisa suara) menurut hitungan Panitia Pemilihan Indonesia
(PPI) hanya beroleh 40 dari 120 kursi. Di sisi lain, 8 partai beraliran Islam yang
melakukan stembus-accord tersebut mengklaim mampu memperoleh 53 dari 120
kursi sisa.
Perbedaan pendapat ini lalu diserahkan PPI kepada KPU. KPU, di depan
seluruh partai politik peserta pemilu 1999 menyarank

an voting. Voting ini

terdiri atas dua opsi. Pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan
memperhatikan suara stembus-accord. Kedua, pembagian tanpa stembus-accord.
Hasilnya, 12 suara mendukung opsi pertama, dan 43 suara mendukung opsi
kedua. Lebih dari 8 partai melakukan walk-out. Keputusannya, pembagian kursi
dilakukan tanpa stembus-accord. Penyelesaian sengketa hasil pemilu dan
perhitungan suara ini masih dilakukan oleh badan-badan penyelenggara pemilu
karena Mahkamah Konstitusi belum lagi terbentuk.
Total jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi 9.700.658 atau
meliputi 9,17% suara sah. Hasil ini diperoleh dengan menerapkan sistem
pemilihan Proporsional dengan Varian Roget. Dalam sistem ini, sebuah partai
memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan,
termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest remainder (sisa kursi diberikan
kepada partai-partai yang punya sisa suara terbesar).
Perbedaan antara Pemilu 1999 dengan Pemilu 1997 adalah bahwa pada
Pemilu 1999 penetapan calon terpilih didasarkan pada rangking perolehan suara
suatu partai di daerah pemilihan. Jika sejak Pemilu 1971 calon nomor urut
pertama dalam daftar partai otomatis terpilih bila partai itu mendapat kursi, maka
pada Pemilu 1999 calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau
terbanyak dari daerah di mana seseorang dicalonkan. Contohnya, Caleg A meski
berada di urutan terbawah daftar caleg, jika dari daerahnya ia dan partainya
mendapatkan suara terbesar, maka dia-lah yang terpilih. Untuk penetapan caleg

terpilih berdasarkan perolehan suara di Daerah Tingkat II (kabupaten/kota),
Pemilu 1999 ini sama dengan metode yang digunakan pada Pemilu 1971.
Dari total 500 anggota DPR yang dipilih, sebanyak 460 orang berjenis
kelamin laki-laki dan hanya 40 orang yang berjenis kelamin perempuan. Sebab
itu, persentase anggota DPR yang berjenis kelamin perempuan hanya meliputi 8%
dari total.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintah dan rakyat
Indonesia. Di pemilu 2004 ini, untuk pertama kali rakyat Indonesia memilih
presidennya secara langsung. Pemilu 2004 sekaligus membuktikan upaya serius
mewujudkan sistem pemerintahan Presidensil yang dianut oleh pemerintah
Indonesia.
Pemilu 2004 menggunakan sistem pemilu yang berbeda-beda, bergantung
untuk memilih siapa. Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia memilih presiden,
anggota parlemen (DPR, DPRD I, dan DPRD II), serta DPD (Dewan Perwakilan
Daerah). Untuk ketiga maksud pemilihan tersebut, terdapat tiga sistem pemilihan
yang berbeda.
Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon
Terbuka. Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti jatah kursi di
tiap daerah pemilihan. Jadi, suara yang diperoleh partai-partai politik di tiap
daerah selaras dengan kursi yang mereka peroleh di parlemen.
Untuk memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional
dengan varian Proporsional Daftar (terbuka). Untuk memilih anggota DPD,
digunakan sistem pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote (SNTV).
Sementara

untuk

memilih

presiden,

digunakan

sistem

pemilihan

Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round System (Sistem Dua Putaran).
Pemilu Tahun 2009
Pemilu kesepuluh dilaksanakan pada tanggal 4 April 2009 untuk memilih anggota
legislatif (DPR-RI, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten dan kota) yang
diikuti 38 parpol nasional dan enam parpol lokal (khusus NAD). Dari hasil pemilu
didapatkan 5 besar parpol yang mendapatkan suara terbanyak yakni Demokrat,
Golkar, PDIP, PKS dan PKB.

Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden dilaksanakan pada tanggal 8
Juli 2009 yang diikuti tiga pasang calon presiden/ wakil presiden. Adapun tiga
pasang calon presiden dan wakil presiden yaitu:
1.

Megawati Soekarnoputri/Prabowo Subianto

2.

Susilo Bambang Yudhoyono/Boediono

3.

M. Jusuf Kalla/Wiranto

Hasilnya pasangan nomor dua yang keluar sebagai pemenang. Dan SBY maju
sebagai presiden untuk kedua kalinya.
Pemilu Tahun 2014
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014
(disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk masa bakti 2014-2019.
Pemilihan umum ini akhirnya dimenangi oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
dengan memperoleh suara sebesar 53,15%, mengalahkan pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa yang memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan
keputusan KPU RI pada 22 Juli 2014. Presiden dan Wakil Presiden terpilih
dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014, menggantikan Susilo Bambang
Yudhoyono.
2.3

PERKEMBANGAN UUD DI INDONESIA
Sebelum Amandemen
1.

Masa awal kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Sejak disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, UUD 1945 belom
dilaksanakan sepenuhnya. Ada beberapa hambatan,seperti masuknya Sekutu
yang diboncengi oleh Belanda,pemberontakan PKI Madiun, PRRI Permesta
dan DI/TII. Hal itu membuat pemerintah dan masyarakat Indonesia
memusatkan perhatian untuk mempertahankan NKRI.
Pada awalnya berdiri republic ini,banyak lembaga Negara yang belum
terbentuk,sehingga dikeluarkanlah aturan peralihan pasal IV yang berbunyi:
sebelum MPR-DPR dan DPA dibentuk menurut UUD, segala kekuasaan
dijalankan presiden dibantu Komite Nasional. Untuk memperkuat kedudukan

KNIP, maka dikeluarkan maklumat wakil presiden nomor X tanggal 16
Oktober 1945.
Pada tanggal 3 November 1945,dikeluarkan maklumat wakil presiden
tentang partai politik. Selanjutnya atas usul KNIP,dikeluarkan maklumat
pemerintah tanggal 14 November 1945 yang isinya merubah cabinet
presidensial menjadi parlementer.
Maklumat-maklumat tersebut dikeluarkan untuk menunjukkan kepada
dunia internasional terutama Belanda, bahwa Indonesia merupakan Negara
merdeka yang demokratis. Indikator Negara demokratis menurut Sekutu
adalah adanya multipartai dan sistem parlementer. Maka,sejak 14 November
1945, kekuasaan legislative dipegang oleh perdana menteri,dan menterimenteri bertanggung jawab kepada KNIP,bukan lagi presiden.
2.

Masa UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
Sejak diberlakukan UUDS 1950, Indonesia menjadi Negara federal.
Tetapi, semangat dan kesetiaan pada NKRI mengakibatkan Negara-negara
bagian ini meleburkan diri dan bersatu dengan Negara RI kembali. Maka,17
Agustus 1945, Negara RIS sudah sepenuhnya menjadi Negara RI dengan
UUDS 1950.
Dalam rangka memenuhi tugas yang diamanatkan oleh UUDS 1950,
maka diadakan pemilu untuk memilih anggota konstituante. Pemilu
dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Konstituante dilantik oleh presiden RI tanggal 10 November 1956
dengan amanat presiden “Susunlah konstituante yang benar-benar Res
Publica”. Konstituante bersidang di Bandung dengan catatan bahwa sampai
bulan Februari 1959 telah menghasilkan butir-butir materi yang akan disusun
menjadi materi Undang-Undang Dasar Negara.
Badan konstituante mulai menyusun UUD, tetapi gagal mencapai kata
sepakat untuk membuat UUD baru. Maka keluarlah dekrit presiden 1959,
yang isinya:
1) Menetapkan pembubaran konstituante
2) Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali mulai saat tanggal dekrit dan
tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3) Pembentukan MPRS dan DPAS

3.

Masa Orde Lama

Sejak dekrit presiden 5 Juli 1959, Indonesia sudah berlaku UUD 1945
kembali. Masa itu disebut masa orde lama yang disinyalir banyak
penyimpangan yang terjadi. Sistem pemerintahan yang tidak sesuai dengan
UUD 1945.
Sebagai hasil pemilu 1955, lahirlah empat partai besar yaitu
Masyumi,NU,PNI dan PKI. Besarnya pengaruh PKI mengakibatkan ideology
NASAKOM dikukuhkan dan disamakan dengan pancasila. Pada masa ini
juga dikenalkan demokrasi terpimpin sehingga menuju kepemimpinan yang
otoriter.
Selain

itu,masih

banyak

penyimpangan

lain

seperti

presiden

mengeluarkan produk hukum yang setingkat Undang-Undang tanpa
persetujuan DPR. Presiden membuarkan DPR pemilu karena tidak
menyetujui

RAPBN

dan

presiden

membentuk

DPR

gotong

royong,pemimpin lembaga tertinggi Negara dan lembaga tinggi Negara
dijadikan

menteri

Negara.

Masa

ORLA

berakhir

dengan

adanya

pemberontakan G 30 S/PKI.
Rakyat menuntut perbaikan kemudian lahirlah tritura,yaitu bubarkan
PKI, bersihkan cabinet dari unsure cabinet,dan turunkan harga. Dalam
keadaan kacau itu Presiden Soekarno mengerluarkan surat perintah 11 Maret
kepada letjen Soeharto,sehingga Soeharto mengeluarkan surat keputusan
presiden no. 1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966 yang isinya pembubaran PKI di
seluruh wilayah Indonesia yang berlaku sejak surat tersebut dikeluarkan.
4.

Masa Orde Baru
Setelah orde lama runtuh,terbentuklah pemerintahan baru yang disebut
Orde Baru. Tekad orba adalah melaksanakan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Untuk mewujudkan tekad tersebut,maka sidang MPRS tahun
1966 mengeluarkan ketetapan MPRS no. XX/MPRS/1966 yang merupakan
koreksi pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila selama 1959-1965. Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 Vberisi tentang memorandum DPR-GR
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia yang dikeluarkan pada
5 Juli 1966.
Pemerintahan Soeharto berusaha untuk melaksanakan UUD 1945 dan
pancasila

dengan

murni

dan

konsekuen

dalam

kehidupan

berbangsa,bermasyarakat dan bernegara. Pada tahun 1971 diadakan pemilu

yang didasarkan pada UU no.15 tahun 1969 tentang pemilu Anggota-anggota
Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.
Pemerintahan yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 menghasilkan
lembaga-lembaga Negara dan lembaga pemerintahan yang tidak sementara
lagi. MPR menetapkan GBHN,memilih presiden dan wakil presiden dan
member mandate kepada presiden terpilih untuk melaksanakan GBHN.
Pada

masa ini selain kekuasaan eksekutif,kekuasaan legislative dan

yudikatif juga dibawah presiden. Pembangunan di segala bidang dengan
prioritas pembangunan ekonomi ini telah menghasilkan ketidakmerataan
penghasilan. Segelintir orang Indonesia menguasai sebagian GNP sehingga
jaurang antara kaya dan miskin makin dalam. Sementara di pihak lain,
pemerintah dan penguasa menjalin kerjasama untuk mendapat keuntungan
pribadi dan keluarga pejabat. Krisis moneter 1997 membawa krisis lain
seperti krisis kepercayaan dan politik. Rakyat yang diwakili oleh mahasiswa
meminta agar Soeharto turun dan gaung reformasi bergema dimana-mana
untuk perbaikan kehidupan Negara Indonesia. Setelah demonstrasi dimanamana,ultimatum MPR dan pengunduran diri empat belas menterimenterinya,Soeharto menyatakan berhenti menjadi presiden pada 21 Mei
1998.
Saat itu suasana sangat mencekam. Demonstrasi terjadi dimana-mana.
Pembakaran dan penjarahan took menjadi pemandangan yang biasa. Anakanak sampai remaja sudah ikut demo di jalan. Lampu rambu lalu lintas
dilempari batu. Para polisi dan aparat sudah tidak dihargai dan digubris oleh
para pendemo. Saat itu terjadi krisis kepemimpinan. Mobil dan motor banyak
yang dibakar.
Sesudah Amandemen
Jenis Perubahan UUD 1945
Setelah melalui pembicaraan sesuai dengan pasal 92 Peraturan Tata Tertib
MPR,telah mengambil putusan perubahan UUD 1945 dengan perincian:
1) Perubahan pertama Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945
hasil sidang umum MPR tahun 1999 (tanggal 14 sampai 21 Oktober 1999)

2) Perubahan kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 hasil sidang tahunan MPR tahun 2000 (tanggalk 7 sampai 18 Agustus
2000)
3) Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 hasil sidang tahunan MPR tahun 2001 (Tanggal 1 sampai 9 November
2001)
4) Perubahan keempat Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945
hasil sidang tahunan MPR tahun 2002 (tanggal 1 sampai 11 Agustus 2002)
Setelah disahkannya perubahan keempat UUD 1945,agenda reformasi
konstitusi Indonesia telah dianggap tuntas. Perubahan dilakukan secara
odendum,setelah dilakukan empat kali perubahan dalam satu rangkaian kegiatan
UUD 1945 memiliki susunan:
1) Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 I yang
ditetapkan pada rapat panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18
Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan dekrit presiden tanggal 5 Juli
1959 serta dikukuhkan secara aklamasi tanggal 22 Juli 1959 oleh DPR
2) Perubahan pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945
3) Perubahan kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945
4) Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945
5) Perubahan keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945
Untuk

mempermudah

pemahaman

secara

sistematis,

holistikdan

komprehensif, UUD 1945 disusun dalam satu naskah yang berisi pasal-pasal dari
naskah asli yang tidak berubah dan pasal-pasal dari empat naskah hasil
perubahan.
Perlu dicatat bahwa walaupun UUD 1945 disusun dalam satu naskah, hal itu
sama sekali tidak mengubah sistematika Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yakni secara penomoran terdiri atas 16 bab dan 37 pasal.
Perubahan bab dan pasal ditandai dengan huruf dibelakang angka bab atau pasal.

Ditinjau dari aspek sistematika, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sebelum diubah terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1) Pembukaan
2) Batang tubuh
3) Penjelasan
Setelah diubah,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdiri atas
dua bagian,yaitu:
1) Pembukaan
2) Pasal-pasal (sebagai ganti istilah batang tubuh)
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
yang dilakukan mencakup 21 bab,73 pasal,dan 170 ayat,3 pasal aturan
peralihan,dan 2 pasal aturan tambahan.
Ditinjau dari bab,pasal,dan ayat Undang-Undang D

asar

Negara

Republik Indonesia tahun 1945 sebelum diubah terdiri atas 16 bab,37 pasal,49
ayat, dan 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan. Setelah diubah,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 terdiri dari 21
bab,73 pasal,dan 170 ayat,3 pasal aturan peralihan,dan 2 pasal aturan tambahan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebelum
dan Sesudah Perubahan
No.

Aturan

Aturan

49

peralihan
4 pasal

tambahan
2 ayat

170

3 pasal

2 pasal

Masa

Bab

Pasal

Ayat

1.
2.

Sebelum Perubahan
Sesudah perubahan

16

37

21

73

2.4

TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA NEGARA INDONESIA SEBELUM
DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945
A. SEBELUM AMANDEMEN
Kelembagaan Negara Berdasarkan UUD 1945
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden dan Wakil Presiden

3. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)
1.

MPR
Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945 ada didalam
pasal 3 dan pasal 6 UUD 1945 serta pasal 3 Ketetapan MPR No. 1/MPR/
1983, dan dinyatakan sebagai berikut:
a. menetapkan Undang Undang Dasar
b. menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
c. memilih (dan mengangkat) presiden dan wakil Presiden.
d. merupakan lembaga tertinggi negara dan sebagai pemegang dan
pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. MPR diberi kekuasaan tak
terbatas (Super Power). Karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari
seluruh rakyat Indonesia”
Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:
a. Presiden, sebagai presiden seumur hidup.
b. Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali
berturut turut.
c. Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
d. Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
e. Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
f. Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah
Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang
paling banyak menduduki kursi di MPR.

2.

PRESIDEN/WAPRES
a. Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris
MPR,

meskipun

kedudukannya

tidak

“neben”

akan

tetapi

“untergeordnet”.
b. Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi
(consentration of power and responsiblity upon the president).

c. Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power),
juga memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan
kekuasaan yudikatif (judicative power).
d. Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
e. Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat
sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam
masa jabatannya.
3.

DPA
a. memberi masukan atau pertimbangan kepada presiden.
b. DPA dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 45 sebelum diamendemen.
Ayat 2 pasal ini menyatakan bahwa DPA berkewajiban memberi
jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada
pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 16 disebutkan bahwa DPA
berbentuk Council of State yang wajib memberi pertimbangan kepada
pemerintah.

4.

DPR
a. Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
b. Memberikan persetujuan atas PERPU.
c. Memberikan persetujuan atas Anggaran.
d. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta
pertanggungjawaban presiden.

5.

BPK
a. memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang
bebas dan mandiri.
b. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan
diresmikan oleh Presiden.
c. Hasil pemeriksaan keuangan kemudian disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat

6.

MA
a. Lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan
Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang
kekuasaan lainnya.
b. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.

B. SESUDAH AMANDEMEN
1.

MPR
Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3)
UUD Tahun 1945 adalah:
a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
c. memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut Undang-Undang Dasar;
d. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden
apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa
jabatannya;
e. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti
secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua pasangan calon
Presiden dan calon Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan calon
Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

2.

DPR
DPR adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan
membentuk UU. DPR mempunyai fungsi legislasi anggaran, dan
pengawasan. Diantara tugas dan wewenang DPR adalah ;

a. Membentuk UU yang dibahas dengan presiden untuk mendapat
persetujuan bersama.
b. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah
pengganti UU.
c. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang
berkaitan dengan bidang tertentu dan menginstruksikannya dalam
pembahasan.
d. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan
pertimbangan DPD
e. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta
kebijakan pemerintah.
f. Membahas

dan

menindaklanjuti

hasil

pemeriksaan

atas

pertanggungjawaban keuanagan negara yang disampaikan oleh BPK.
g. Memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang,
membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
h. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi
rakyat.
i. Dalam

menjalankan

fungsinya,

anggota

DPR

memiliki

hak

interpelasi, yakni hak meminta keterangan kepada pemerintah
mengenai kebijakan pemerintah yang berdampak kepada kehidupan
bermasyarakat da bernegara. Dan DPR juga memilik hak angket,
yakni melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang
diduga bertentangan dengan peraturan perundang undangan. Dan
menyatakan

pendapat

memilikimhak

diluar

mengajukan

institusi,
RUU,

anggota

mengajukan

DPR

juga

pertanyaan,

menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta
hak protokoler.
3. DPD (Dewan Perwakilan Daerah)
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan lembaga yang baru dalam
sistem ketatanegaraan RI. Sebelumnya lembaga ini tidak ada. Setelah
UUD 1945 mengalami amandemen lembaga ini tercantum, yakni dalam
Bab VII pasal 22C dan pasal 22D.

Anggota DPD ada dalam setiap provinsi, dipilih langsung oleh rakyat
melalui Pemilu (lihat kembali Bab Pemilu). Anggota DPD ini bukan
berasal dari partai politik, melainkan dari organisasi-organisasi
kemasyarakatan.
Menurut pasal 22 D UUD 1945, DPD memiliki tugas dan wewenang
sebagai berikut:
a. Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan
dengan otonomidaerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam atau sumber ekonomi lainnya, juga yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat daerah.
b. Memberi pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang
APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama.
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan mengenai hal-hal di
atas tadi, serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR
untuk ditindaklanjuti. DPD ini bersidang sedikitnya sekali dalam
setahun.
4.

Presiden
Masa jabatan Presiden (juga Wakil Presiden) adalah lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama dalam satu
masa jabatan saja (pasal 7 UUD 1945 hasil amendemen).
Kedudukan presiden meliputi dua macam, yakni:
a. Presiden sebagai Kepala Negara
Sebagai kepala negara, Presiden mempunyai wewenang dan
kekuasaan sebagai berikut.
1. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara (pasal 10 UUD 1945).
2. Menyatakan perang, membuat perjanjian dan perdamaian dengan
negara lain dengan persetujuan DPR (pasal 11 UUD 1945).
3. Menyatakan negara dalam keadaan bahaya (pasal 12 UUD 1945).
4. Mengangkat duta dan konsul.
5. Memberi grasi, amnesti, dan rehabilitasi.

6. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.
b. Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.
Sebagai kepala pemerintahan Presiden mempunyai wewenang dan
kekuasaan sebagai berikut.
1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
2. Mengajukan RUU (Rancangan Undang-Undang) kepada DPR.
3. Menetapkan PP (Peraturan Pemerintah) untuk menjalankan
undang-undang.
4. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
5.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Sesuai dengan fungsinya sebagai badan pemeriksa keuangan, BPK pada
pokoknya lebih dekat menjalankan fungsi parlemen, karena itu hubungan
kerja BPK dan parlemen sangatlah erat. Bahkan BPK bisa dikatakan
mitra kerja yang erat bagi DPR, terutama dalam mengawasi kinerja
pemerintahan yang berkenaan dengan soal keuangan, dan kekayaan
negara. BPK adalah lembaga negara yanag mempunyai wewenang
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut
UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. BPK
mempunyai tugas dan wewenang yang sangat strategis, karena
menyangkut aspek yang berkaitan dengan sumber dan penggunaan
anggaran serata keuangan negara yaitu :
a. Memeriksa tanggung jawab keuangan negara dan memberitahukan
hasil pemeriksaan kepada DPR, DPRD, dan DPD.
b. Memeriksa semua pelaksanaan APBN.
c. Memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara.
Dari tugas dan wewenang tersebut, BPK mempunyai tiga fungsi pokok,
yakni :
1. Fungsi Operatif: yaitu melakukan pemeriksaan, pengawasan, dan
penelitian atas penguasaan dan pengurusan keuanga negara.
2. Fungsi Yudikatif: yaitu melakukan tuntutan perbendeharaan dan
tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri yang perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, serta menimbulkan
kerugian bagi negara.

3. Fungsi Rekomendatif: yaitu memberikan pertimbangan kepada
pemerintah tentang pengurusan keuangan negara.
6.

Mahkamah Agung
Perubahan ketentuan yang mengatur tentang tugas dan wewenang
Mahkamah Agung dalam Undang-Undang Dasar dilakukan atas
pertimbangan untuk memberikan jaminan konstitusional yang lebih kuat
terhadap kewenangan dan kinerja MA. Sesuai dengan ketentuan Pasal
24A ayat (1), MA mempunyai tugas dan wewenang:
a. mengadili pada tingkat kasasi;
b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang
c. wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

7.

Mahkamah Konstitusi
Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the
guardian of the constitution). Perubahan UUD 1945 juga melahirkan
sebuah lembaga negara baru di bidang kekuasaan kehakiman, yaitu
Mahkamah Konstitusi dengan wewenang sebagai berikut:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
c. memutus pembubaran partai politik;
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Lembaga ini merupakan bagian kekuasaan kehakiman yang mempunyai
peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara
hukum sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagaimana yang
ditentukan dalam UUD 1945. Pembentukan Mahkamah Konstitusi
adalah sejalan dengan dianutnya paham negara hukum dalam UUD
1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham konstitusional.Artinya,
tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundang-undangan
lainnya yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.

8.

Komisi Yudisial (KY)

Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan
dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau
pengaruh kekuasaan lainnnya. Dibentuknya komisi yudisial dalam
struktur kehakiman di Indonesia, adalah agar warga masyarakat diluar
lembaga struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses
pengangkatan , penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian
hakim. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan
kehormatan , keluhuran martabat, serta prilaku hakim dalam rangka
mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha
esa.

Dalam

menjalankan

tugasnya

komisi

yudisial

melakukan

pengawasan terhadap :
1.

Hakim Agung dan Mahkamah Agung.

2.

Hakim pada badan peradilan disemua lingkungan peradilan yang
berada dibawah mahkamah agung, seperti peradilan umum,agama,
militer, dan badan peradilan lainnya.

3.

Hakim Mahkamah Konstitusi.

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan atau
amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan sebanyak empat kali dari tahun
1999 hingga tahun 2002 tersebut dapat mempengaruhi kehidupan bertata Negara
di Indonesia. Contohnya dalam system pelaksanaan pemilu, kedudukan dan
kewenangan lembaga tinggi Negara, dan masih banyak lagi.
Perubahan pada amandemen pertama adalah mengurangi kekuatan presiden
yang berkuasa. Pada amandemen kedua dijelaskan mengenai memperbesar
otonomi daerah. Amandemen ketiga tentang pembentukan lembaga-lembaga baru
dan pada amandemen keempat membahas tentang anggaran pendidikan yang
diperbanyak sebanyak 20 persen.
3.2. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
penulis masih perlu belajar lagi dalam membuat makalah. Dengan demikian,
penulis berharap kepada pembaca dapat memberikan saran dan kritik terhadap
makalah ini. Penulis juga meminta maaf jika terdapat kata-kata yang kurang
berkenan dalam penulisan makalah ini. Selain itu, penulis berharap makalah ini
dapat menjadi referensi bagi pembaca sekalian.

DAFTAR PUSTAKA

 Drs. H. R. Warsito, M.Pd. 2012. Pendidikan Pancasila Era Reformasi.
Penerbit Ombak: Yogyakarta.
 Drs. M. Taopan. 1989. Demokrasi Pancasila: Analisa Konsepsional
Aplikatif. Penerbit Sinar Grafika.
 Muhammad Junaidi, SH.I, MH. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

LAMPIRAN