Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Komisi Pemberantasan Korupsi

Direktorat Penelitian dan Pengembangan

Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Fakta Korupsi dalam Layanan Publik

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. C-1 Jakarta Selatan-Indonesia Telp. (021) 255 783 00 Fax. (021) 528 924 48 www.kpk.go.id

April 2008 Pengukuran tingkat integritas dilakukan untuk mengubah perspektif layanan dari orientasi

pada lembaga penyedia layanan publik atau petugas penyedia layanan publik (supply) ke perspektif kustomer (demand).

Kata Pengantar

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa survei “Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2007, Tentang fakta Korupsi dalam Pelayanan Publik” telah berhasil diselesaikan dengan baik oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Deputi Bidang Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi.

Survei dilakukan terhadap 30 instansi pusat yang memberikan layanan kepada publik (masyarakat, perusahaan maupun layanan antar lembaga). Responden dalam survei ini adalah pengguna layanan langsung (bukan calo atau biro jasa) dari layanan yang disediakan oleh instansi tersebut. Survei dilaksanakan dalam waktu 3 bulan pada Agustus - Oktober 2007. Seluruh data yang diperoleh dalam laporan survei ini adalah data primer yang bersumber dari hasil wawancara secara langsung dengan responden dilapangan.

Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan maupun kontribusi dalam penyusunan hasil studi ini. Kami menyadari bahwa hasil survei ini masih jauh dari sempurna oleh karenanya saran dan kritik sangat diharapkan, guna perbaikan survei lanjutan dengan topik yang sama dimasa mendatang.

Jakarta, April 2008

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

engantar ata P

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

iii

Pendahuluan

Latar Belakang

Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, terutama yang dilakukan oleh aparatur pemerintah sudah mulai dilakukan secara sistematis baik oleh perorangan maupun berkelompok (berjamaah), serta semakin meluas dan semakin canggih dalam proses pelaksanaannya. Korupsi ini semakin memprihatinkan bila terjadi dalam aspek pelayanan yang berkaitan dengan sektor publik, mengingat tugas dan kewajiban utama dari aparat pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada publik/masyarakat.

Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara. Untuk mencabut akar permasalahan sumber terjadinya korupsi di sektor publik, perlu didefinisikan sifat dari korupsi dan dilakukan pengukuran secara komprehensif dan berkesinambungan. Untuk dapat mendefinisikan sifat korupsi, dimulai dengan melakukan pengukuran secara obyektif dan komprehensif dalam mengidentifikasi jenis korupsi, tingkat korupsi dan perkembangan korupsi dan menganalisa bagaimana korupsi bisa terjadi dan bagaimana kondisi korupsi saat ini.

Untuk dapat mencegah secara efektif terjadinya korupsi, hendaknya dihindari pengukuran korupsi yang semata-mata bertujuan untuk mendeteksi pelaku korupsi dan menghukumnya. Penting untuk mulai menempatkan strategi pencegahan korupsi dengan tujuan untuk mengeliminasi faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi sejak dini. Dalam menetapkan strategi pencegahan korupsi, perlu diidentifikasi dan dianalisa faktor-faktor yang menjadi akar penyebab yang berkontribusi menimbulkan korupsi pada lembaga publik dan layanan publiknya.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka penting untuk menilai tingkat integritas lembaga publik yang secara sistematis dapat menggambarkan sifat- sifat korupsi di lembaga publik tersebut. Pengukuran tingkat integritas dilakukan untuk mengubah perspektif layanan dari orientasi pada lembaga penyedia layanan publik atau petugas penyedia layanan publik (supply) ke perspektif kustomer (demand). Diukur pula tingkat korupsi yang dialami dan dipersepsikan oleh kustomer langsung pengguna layanan publik dan faktor-faktor penyebab timbulnya korupsi.

Melalui diseminasi secara aktif hasil penilaian survei integritas kepada publik dan media, diharapkan akan mendorong lembaga publik secara volunter melakukan upaya- upaya pencegahan korupsi, terutama di unit layanan publiknya. Upaya tersebut bila dilakukan secara komprehensif pada akhirnya akan menaikkan integritas lembaga publik yang bersangkutan. Hal ini merupakan peluang untuk menciptakan dan menyebarkan konsensus akan pentingnya pemberantasan korupsi terutama pada lembaga pelayanan publik.

Latar Belakang

2 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Rumusan Permasalahan

Produk akhir kinerja instansi publik pada dasarnya berupa pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak. Oleh karena itu, secara ideal berbagai bentuk penilaian instansi publik seharusnya dilihat dari perspektif penerima layanan (masyarakat). Namun demikian, selama ini yang lebih menonjol penilaian terhadap instansi publik dilakukan oleh penyedia layanan sendiri, baik secara internal organisasional melalui berbagai bentuk pengawasan manajerial, maupun secara eksternal sesuai dengan hierarki kewenangan yang ada. Model penilaian seperti ini cenderung mendorong terjadinya self services serta berbagai ekses birokratisasi termasuk korupsi dan berbagai bentuk gratifikasi di dalamnya. Padahal, seharusnya berbagai bentuk layanan dari instansi tersebut bersifat public services yang mengutamakan hak-hak penerima layanan. Dalam konteks ini, survei integritas menjadi salah satu instrumen penting di dalam menilai pelayanan publik dilihat dari penilaian penerima layanan (masyarakat)

Tujuan

1. Menetapkan tingkat integritas sektor publik melalui kegiatan survei.

2. Memberikan peringkat integritas sektor pelayanan publik pada lembaga publik di Indonesia.

3. Memberikan informasi tingkat pelaksanaan unsur-unsur integritas di sektor pelayanan publik .

4. Memberikan informasi mengenai kinerja sektor publik di Indonesia.

ermasalahan &

umusan P ujuan R T

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Integritas Sektor Publik Indonesia Fakta Korupsi dalam Layanan Publik

6 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Integritas Sektor P

ublik Indonesia

akta K

orupsi Dalam Layanan P

ublik

Skor Integritas Publik

Skor Integritas Publik merupakan skor yang didapat berdasarkan nilai rata-rata dari dua unsur yakni nilai Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) dan nilai Potensi Integritas (Potential Integrity) dengan bobot yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil kompilasi pendapat dari

21 pakar, diperoleh angka 0,705 untuk Bobot Pengalaman Integritas dan 0,295 untuk Bobot Potensi Integritas.

Untuk skala 1-10, skor rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2007 adalah 5,53. Skor rata-rata tersebut dianggap masih cukup rendah. Sebagai acuan, rata-rata nilai integritas di Korea untuk tahun 2006 adalah 8,77. Rincian Skor integritas sektor publik per instansi dan per unit layanan adalah sebagai berikut :

Nilai 5,53 tersebut diperoleh dari hasil survei yang dilakukan di 30 instansi publik dengan sampel 65 unit layanan. Skor integritas dari suatu instansi, merupakan hasil dari kompilasi skor integritas dari setiap unit layanan yang disurvei di instansi tersebut. Rincian peringkat Unit

Departemen/instansi Badan Kepegawaian Negara

Departemen Dalam Negeri

PT. PERTANI

Departemen Perdagangan TASPEN

Departemen Koperasi UKM Badan Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Pendidikan Nasional

PT. ASKES Jasa Raharja Badan Kordinasi Penanaman Modal Departemen Sosial

Departemen Perindustrian TELKOM

Departemen Keuangan PERTAMINA

Bank Rakyat Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

PT.JAMSOSTEK

Departemen Kelautan dan Perikanan

Mahkamah Agung

Departemen Kesehatan

PT. Perusahaan Listrik Negara

Departemen Agama Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kepolisian Republik Indonesia

PT. Pelabuhan Indonesia II Departemen Perhubungan

Badan Pertanahan Nasional Departemen Hukum dan HAM

Unit layanan di Departemen/Instansi Bersangkutan Pengangkatan PNS

Kenaikan Pangkat Mutasi Pensiun Pengurusan DAU, DAK dan Dana Perimbangan Daerah Persetujuan Eselon I dan II Pengurusan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kota Program PPMK Pengurusan Program Sarana Prasarana Daerah Distribusi dan Produksi pupuk, beras, benih padi dan palawija, pestisida dan bahan kimia, alat mesin pertanian Jasa perdangangan hasil bumi Pelayanan Perdagangan Dalam Negeri Pendaftaran keagenan/Distributor Pelayanan Perdagangan Luar Negeri : Layanan Perizinan Ekspor Tabungan Pensiun Penjamin Modal Pengawasan Trapetik ,Napza ,Tradisional Izin/Akre ditasi TK, SD, SLTP, SLTA, Umum dan Khusus, PTS /Sertifikasi Guru Izin Pendidikan Luar Sekolah Pengurusan Penggunaan Askes Klaim Kecelakaan Izin PMA /PMDN Panti Rehabilitasi Sosial /Panti Asuhan dan Jompo/Penyantunan Veteran dan Cacat Pemberdayaan Masyarakat (KUBE) SIUP dan TDP Metrologi/Tera Pemasangan Baru Pemutusan Penyambungan Kembali Pajak Cukai/Bea masuk Distribusi dan Jaringan dan Jaringan Pelayanan Domestik /Distribusi dan Pemasaran BBM Distribusi dan Pemasaran Non BBM Peminjaman Modal Pelayanan ASKESKIN Pelayanan Rawat Inap Pelayanan Rawat Jalan Jaminan Hari Tua dan Tabungan Perumahan Asuransi Kecelakaan Kerja Asuransi Kesehatan Tenaga Kerja Bongkar Muat ,Cold Storage,dll Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Izin Pelayanan usaha Penangkapan/ Izin Kapal Perikanan Banding Peninjauan Kembali PK (Putusan Pengandilan) Penetapan hukum Tetap Kasasi Izin Pendirian Rumah Sakit,Izin praktek Dokter/ Izin Penempatan Dokter Industri farmasi/Izin Pendirian Apotik/Rumah Obat, Izin Penyarluran alat Kesehatan dan Obat/Izin Edar Alat Kesehatan dan Obat. Izin Penyambungan Dan Pemasangan Listrik Pelayanan Gangguan Penambahan Daya Pelayanan Haji Administrasi Pernikahan Pengurusan PJTKI Pelayanan TKI di Terminal 3 Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Khusus, Narkoba dan Lakalantas Retribusi STNK dan BPKB/SIM/STNK/BPKB Jasa Kepelabuhan Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan Izin Usaha Angkutan Darat/Laut (Pelayaran), Udara (Penerbangan) Izin Trayek Angkutan Darat Antar Provinsi Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan Angkatan Umum Darat (KIR) Setifikat Tanah/Penggabungan Sertifikat Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama Kali Kenotariatan Keimigrasian/Paspor Lembaga Pemasyarakatan

Skor Integritas

Skor Integritas Unit Layanan

Peringkat Unit Layanan

Peringkat

Layanan berurut dari 65 unit layanan yang disurvei adalah sebagai berikut : • Data menunjukkan bahwa dalam satu instansi, terdapat unit layanan yang berada pada

peringkat yang baik dan unit layanan yang berada di peringkat buruk (misalnya, Unit Layanan di Departemen Tenaga Kerja). Di samping itu ada instansi yang seluruh unit layanannya berada di peringkat baik (misalnya, Unit Layanan di Badan Kepegawaian Negara). Namun yang lebih memprihatinkan adalah apabila seluruh unit layanan yang menjadi sampel di suatu instansi berada pada peringkat yang buruk (misalnya Unit Layanan di Departemen Hukum dan HAM).

• Dari tabel terlihat bahwa Unit Pelayanan TKI di Terminal III (Skor Integritas: 3,46) oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Unit Pelayanan Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan Angkutan Umum Darat (KIR) (Skor Integritas: 3,99) oleh Departemen Perhubungan adalah Unit Layanan yang memiliki skor integritas paling rendah dengan nilai dibawah 4,00. Unit-Unit Layanan yang nilai skor integritasnya dibawah nilai rata-rata jumlahnya ternyata masih sangat banyak yaitu 26 Unit Layanan dari 65 unit layanan yang disurvei.

• Di samping nilai skor integritas yang rendah oleh sebagian unit layanan, sekitar 30,7% dari unit layanan yang disurvei mampu mencapai nilai 6 (diatas nilai rata-rata 5,53). Namun demikian, nilai integritas tersebut belum cukup menunjukkan bahwa pelayanan publik di unit layanan tersebut telah berjalan dengan baik.

Beberapa catatan yang bisa dijadikan bahan pertimbangan mengapa skor integritas di unit layanan-unit layanan tertentu lebih tinggi, terutama untuk skor integritas yang nilainya lebih dari 6,00 adalah sebagai berikut:

1. Pengguna layanan pada Unit Layanan yang dinilai adalah sama-sama aparat pemerintah (PNS), dimana komunikasi lebih mudah, rutin dan telah dengan baik terjalin, sehingga pengguna lebih biasa mendapatkan pelayanan sesuai dengan prosedur;

2. Pengguna layanan yang berasal dari PNS memiliki “toleransi” dalam menjawab pertanyaan yang bertujuan menilai integritas suatu unit layanan dengan petugas yang berasal dari sesama PNS;

3. Pengguna layanan terbiasa mendapatkan pelayanan yang periodik (misal tiap tahun) dari unit layanan yang dinilai sehingga proses pelayanan berjalan sesuai dengan prosedur yang sama setiap tahunnya;

4. Pengguna layanan adalah sebuah lembaga/organisasi/unit kerja sehingga pelayanan yang diberikan oleh unit layanan akan sesuai dengan prosedur;

ublik

5. Pengguna layanan yang merupakan lembaga/organisasi/unit kerja memiliki orang-orang yang bertugas secara tetap/rutin berhubungan dengan unit layanan, sehingga network/ jaringan yang terjalin menjadi solid/kuat, akibatnya penerima layanan merasa tidak menemui kesulitan dalam pengurusan layanannya.

Dengan keterangan tersebut, ada kemungkinan bahwa apabila unit layanan melayani orang

ublik Indonesia

yang belum terbiasa mendapatkan pelayanan di sana, bukan mendapatkan layanan secara periodik, atau bukan melayani sesama organisasi/lembaga pemerintah, dimungkinkan terdapat “perbedaan” dalam perlakuan pemberian layanan. Berdasarkan uraian mengenai skor integritas tersebut, tabel berikut menjelaskan mengenai

orupsi Dalam Layanan P

kondisi unit layanan di masing-masing instansi. Beberapa instansi diharapkan memberikan perhatian lebih kepada unit layanannya karena keseluruhan unit layanan yang dijadikan sam-

akta K Integritas Sektor P F

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Jumlah

Skor Integritas Total

Departemen/

Nama Departemen/Instansi

Instansi

Skor Intergritas Departemen/ 19 Badan Kepegawaian Negara, Departemen Dalam Instansi di atas rata-rata

Negeri, PT. PERTANI, Depatemen Perdagangan, TASPEN, Departemen Koperasi & UKM, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Pedidikan Nasional, PT. ASKES, JASA RAHARJA, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Departemen Sosial, Departemen Perindustrian, PT. TELKOM, Departemen Keuangan, PERTAMINA, Bank Rakyat Indonesia, RSCM, PT. JAMSOSTEK.

Skor Intergritas Departemen/ 11 Depatemen Kelautan dan Perikanan, Mahkamah Instansi di bawah rata-rata

Agung, Departemen Kesehatan, PT. PLN, Departemen Agama, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, POLRI, PT. Pelabuhan Indonesia II, Departemen Perhubungan, Badan Pertanahan Nasional, Departemen Hukum dan HAM

Skor Intergritas Unit Layanan 17 Badan Kepegawaian Negara, Departemen Dalam Sampel yang berada di

Negeri, PT. PERTANI, Depatemen Perdagangan, Departemen/Instansi

TASPEN, Departemen Koperasi & UKM, Badan bersangkutan seluruhnya

Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen di atas rata-rata

Pendidikan Nasional , PT. ASKES, JASA RAHARJA, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Departemen Sosial, Departemen Perindustrian, PT TELKOM, Bank Rakyat Indonesia, RSCM, PT. JAMSOSTEK.

Skor Intergritas Unit Layanan 5 Departemen Keuangan, PERTAMINA, Departemen Sampel yang berada di

Kelautan dan Perikanan, Mahkamah Agung, Departemen/Instansi

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersangkutan sebagian di atas rata-

rata sebagian di bawah rata-rata Skor Intergritas Unit Layanan

8 Departemen Kesehatan, PT. PLN, Departemen Agama,

ublik

Sampel yang berada di POLRI, PT. Pelabuhan Indonesia II, Departemen/Instansi

Departemen Perhubungan, Badan Pertanahan bersangkutan seluruhnya di bawah

Nasional, Departemen Hukum dan HAM. rata-rata

ublik Indonesia

Nilai integritas yang diperoleh di tiap departemen, merupakan akumulasi dari nilai Potensi integritas dan pengalaman integritas dari tiap-tiap unit layanan yang dijadikan sampel. Nilai rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 sebesar 5,53 tersebut diperoleh dengan memperhitungkan nilai rata-rata pengalaman integritas yang berjumlah 5,34 dan nilai rata-

orupsi Dalam Layanan P

rata potensi integritas yang berjumlah 6,00. Terlihat bahwa nilai rata-rata potensi integritas lebih tinggi dari pengalaman integritas. Kondisi ini sedikit berbeda dengan yang dihasilkan oleh survei sejenis di Korea (sejak tahun 2002 hingga 2006,

akta K Integritas Sektor P F

8 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Integritas Sektor P

ublik Indonesia

akta K

orupsi Dalam Layanan P

ublik

nilai rata-rata potensi integritas di Korea lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata pengalaman integritasnya). Hal ini dapat diartikan bahwa :

1. Meskipun nilai rata-rata potensi integritas Indonesia masih rendah yakni hanya 6,00 namun setidaknya menunjukkan bahwa secara umum telah tersedia sistem dan lingkungan yang berpotensi mendukung terselenggaranya transparansi dan profesionalitas petugas dalam melayani masyarakat. Namun demikian, tersedianya sistem ini belum cukup untuk membendung terjadinya suap dalam pemberian layanan (ditunjukkan dengan lebih rendahnya nilai Pengalaman Integritas dibandingkan dengan Nilai Potensi Integritas);

2. Masyarakat menilai bahwa meskipun sistem dan fasilitas telah telah tersedia namun tetap tidak memadai untuk mendukung terselenggaranya pelayanan yang diharapkan oleh pengguna;

3. Perlu adanya mekanisme yang benar-benar mendorong agar sistem yang sudah tersedia dapat bekerja sesuai peruntukannya, sehingga fasilitas dan atau standar baku operasional yang sudah disusun tidak menjadi hiasan belaka.

Instansi dengan nilai potensi integritas tertinggi adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan nilai 7,34. Sayangnya nilai potensi yang telah relatif baik ini tidak diikuti oleh nilai pengalaman integritas yang hanya berada di peringkat ke enam dengan nilai 5,89. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun responden menilai Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah memiliki sistem administrasi, lingkungan kerja dan berbagai perangkat yang berpotensi mendukung terciptanya integritas dalam layanan, namun ternyata seluruh kelengkapan tersebut diangap penggunanya kurang mampu menghasilkan pelayanan yang adil, transparan dan terukur (accountable). Untuk nilai pengalaman integritas dan potensi integritas di tiap- tiap instansi yang disurvey dapat terlihat dalam tabel berikut :

Dalam tabel tersebut juga terlihat bahwa Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memiliki skor integritas yang sama dengan Departemen Koperasi dan UKM. Nilai potensi integritas BPOM cukup baik 6,81 dan berada di peringkat dua namun karena karena nilai pengalaman integritasnya yang rendah membuat secara keseluruhan integritas pelayanan

BPOM hanya berada di peringkat tujuh.

Departemen/Lembaga

Badan Kepegawaian Negara Departemen Dalam Negeri PT. PERTANI Departemen Perdagangan TASPEN Departemen Koperasi & UKM Badan Pegawasan Obat dan Makanan Departemen Pendidikan Nasional PT. ASKES Jasa Raharja Badan Koordinasi Penanaman Modal Departemen Sosial Departemen Perindustrian TELKOM Departemen Keuangan PERTAMINA Bank Rakyat Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo PT. JAMSOSTEK Departemen Kelautan dan Perikanan Mahkamah Agung Departemen Kesehatan PT. Perusahaan Listrik Negara Departemen Agama Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kepolisian Republik Indonesia PT. Pelabuhan Indonesia Departemen Perhubungan Badan Pertanahan Nasional Departemen Hukum dan HAM

Skor Experienced

Integrity Departemen

5,89 6,14 6,02 5,99 6,02 5,91 5,79 5,82 5,80 5,82 5,73 5,65 5,52 5,49 5,60 5,44 5,40 5,55 5,52 5,28

5,30 4,85 4,95 4,92 4,40 4,80 4,50 4,18 3,88 3,92

Rank Potensial Integrity Departemen

Skor Integritas

Departemen

6,31 6,25 6,17 6,17 6,12 6,09 6,09 6,02 5,97 5,94 5,87 5,86 5,84 5,75 5,73 5,69 5,63 5,62 5,62 5,41 5,28 5,25 5,16 5,15 4,85 4,81 4,76 4,24 4,16 4,15

Rank Departemen

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Rank untuk Experienced Integrity

Skor Potensial Integrity Departemen

7,34 6,49 6,52 6,59 6,37 6,52 6,81 6,49 6,37 6,22 6,20 6,35 6,59 6,38 6,05 6,29 6,19 5,80 5,84 5,72 5,24 6,21 5,64 5,71 5,93 4,84 5,39 4,38 4,84 4,70

10 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Integritas Sektor P

ublik Indonesia

akta K

orupsi Dalam Layanan P

ublik

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terlihat ketika membandingkan nilai pengalaman integritas dan potensi integritas di tiap unit layanan. Seperti yang terlihat dalam tabel pada halaman berikut.

Layanan-layanan seperti layanan pensiun dan layanan perijinan ekspor mempunyai nilai potensi yang lebih baik dibandingk an dengan nilai pengalamannya. Hal yang berbeda dialami oleh unit layanan di Mahkamah Agung (MA), 3 dari 4 unit layanan di Mahkamah Agung memiliki nilai potensi integritas yang lebih kecil dari nilai pengalaman. Secara substantif hal ini menjelaskan bahwa buruknya potensi integritas pada 3 unit layanan di MA tersebut dapat disebabkan karena lemahnya dukungan sistem dan lingkungan kerja yang tidak mendukung tercegahnya perilaku koruptif. Sebagaimana diketahui, sistem administrasi, lingkungan kerja, perilaku petugas dan adanya upaya pencegahan korupsi

merupakan indikator-indikator yang menentukan nilai dari potensi integritas.

Unit Layanan di Departemen/Instansi bersangkutan Pensiun

Pelayanan Perdagangan Luar Negeri : Layanan Perizinan Ekspor Kenaikan Pangkat Persetujuan Eselon I dan II Metrologi/Tera Distribusi dan Produksi pupuk, beras, benih padi dan palawija, pestisida dan bahan kimia, alat mesin pertanian Pengurus DAU, DAK dan Dana Perimbangan Daerah Pengurusan PJTKI Mutasi Izin Pendidikan Luar Sekolah Pengurusan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kota Program PPMK Pengangkatan PNS Pengurusan Program Sarana Prasarana Daerah Penyambungan Kembali Tabungan Pensiun Jasa Perdagangan Hasil Bumi Penjamin Modal Pengawasan Trapetik, Napza, Tradisional Pelayanan Perdagangan Dalam Negeri : Pendaftaran Keagenan/ Distributor Pemutusan Pengurusan Penggunaan Askes Pajak Distribusi dan Pemasaran Non BBM Klaim Kecelakaan Pemberdayaan Masyarakat (KUBE) Izin PMA/PMDN Izin/Akreditas TK, SD, SLTP, SLTA Umum dan Khusus, PTS/ Sertifikat Guru Panti Rehabilitasi Sosial/Panti Asuhan dan Jompo/Penyantunan Veteran dan Cacat Pelayanan Rawat Jalan Asuransi Kecelakaan Kerja Penetapan Hukum Tetap Peminjaman Modal Jaminan Hari Tua dan Tabungan Perumahan Pelayanan ASKESKIN SIUP dan TDP Pemasangan Baru Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Izin Pelayanan Usaha Penangkapan/Izin Kapal Perikanan Asuransi Kesehatan Tenaga Kerja Pelayanan Rawat Inap Cukai/Bea Masuk Pelayanan Haji Pelayanan Gangguan Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/Distribusi dan Pemasaran BBM Izin Pendirian Rumah Sakit, Izin Praktek Dokter/Izin Penempatan Dokter Penambahan Daya Kasasi Peninjauan Kembali PK (Putusan Pengadilan) Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Khusus, Narkoba dan Lakalantas Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik/Rumah Obat, Izin Penyaluran Alat Kesehatan dan Obat/Izin Edar Alat Kesehatan dan Obat Banding Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi Bongkar Muat, Cold Storage, dll Jasa Kepelabuhan Administrasi Pernikahan Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan Retribusi STNK dan BPKB/SIM/STNK/BPKB Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik Lembaga Pemasyarakatan Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama Kali Izin Usaha Angkutan Darat/Laut (Pelayaran)/Udara (Penerbangan) Keimigrasi/Paspor Kenotariatan Sertifikat Tanah/Penggabungan Sertifikat Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan Angkutan Umum Darat (KIR) Pelayanan TKI di Terminal 3

Departemen/Instansi Badan Kepegawaian Negara

Departemen Perdagangan Badan Kepegawaian Negara Departemen Dalam Negeri Departemen Perindustrian PT. PERTANI

Departemen Dalam Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan Kepegawaian Negara Departemen Pendidikan Nasional Departemen Dalam Negeri

Badan Kepegawaian Negara Departemen Dalam Negeri TELKOM TASPEN PT. PERTANI Departemen Koperasi & UKM Badan Pegawasan Obat dan Makanan Departemen Perdagangan

TELKOM PT. ASKES Departemen Keuangan PERTAMINA Jasa Raharja Departemen Sosial Badan Koordinasi Penanaman Modal Departemen Pendidikan Nasional

Departemen Sosial Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

PT. JAMSOSTEK Mahkamah Agung Bank Rakyat Indonesia PT. JAMSOSTEK Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Departemen Perindustrian TELKOM Departemen Kelautan dan Perikanan

PT. JAMSOSTEK Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Departemen Keuangan Departemen Agama PT. Perusahaan Listrik Negara PERTAMINA

Departemen Kesehatan PT. Perusahaan Listrik Negara

Mahkamah Agung Mahkamah Agung Kepolisian Republik Indonesia

Departemen Kesehatan

Mahkamah Agung Departemen Perhubungan Departemen Kelautan dan Perikanan PT. Pelabuhan Indonesia II Departemen Agama PT. Pelabuhan Indonesia II Kepolisian Republik Indonesia PT. Perusahaan Listrik Negara Departemen Hukum dan HAM Badan Pertanahan Nasional Departemen Perhubungan Departemen Hukum dan HAM Departemen Hukum dan HAM Badan Pertanahan Nasional Departemen Perhubungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Skor Experience Integrity

Skor Potential Integrity

Skor Integritas Unit

Peringkat Integritas Unit

(* Tabel diatas merupakan penjabaran dari Layanan berurut dari 65 unit layanan yang terdapat pada halaman 7)

Pengalaman Integritas (Experienced Integrity)

I. Pengalaman Integritas (Experienced Integrity)

Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) merupakan salah satu unsur penyusun skor integritas publik. Experienced Integrity disusun dari indikator Pengalaman Korupsi (Experienced Corruption) dengan bobot 0,748 dan Cara Pandang terhadap Korupsi (Perceived Corruption) dengan bobot 0,252.

Nilai rata-rata experienced integrity dari 65 unit layanan dan 30 instansi yang disurvei adalah 5,34. Nilai rata-rata tersebut masih sangat rendah, terutama bila dibandingkan dengan negara- negara lain yang juga melakukan survei integritas sektor publik di negaranya, misalnya Korea yang nilainya sudah hampir mendekati sempurna yakni 9,14.

Sebagai gambaran, akan ditunjukkan 5 instansi dan 5 unit layanan yang memiliki skor experienced integrity terbaik dan terburuk dalam pelayanan publik tahun 2007. Nilai yang cukup tinggi dengan skor experienced integrity di atas 6,00 (rata-rata 5.34) hanya dapat dicapai oleh 3 instansi, dan nilai yang buruk dengan skor experienced integrity di bawah 4,00 masih diduduki oleh 2 instansi.

Experienced Integrity berdasarkan Departemen/Instansi

(5 tertinggi dan 5 terendah)

DEPDAGRI (dengan 4 unit layanan sampel), PT. PERTANI (dengan 2 unit layanan sampel) dan PT. TASPEN (dengan 1 unit layanan sampel) adalah instansi dengan skor experienced integrity di atas 6,00. Sedangkan Badan Pertanahan Nasional (dengan 2 unit layanan sampel) dan Departemen Hukum dan HAM (dengan 3 unit layanan sampel) merupakan instansi dengan nilai skor experienced integrity terendah yaitu di bawah 4,00.

engalaman Integritas P (Experienced Integrity)

12 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Dalam rangka memperdalam analisa, 5 unit layanan dengan skor experienced integrity tertinggi dan terendah akan ditunjukkan dalam gambar berikut.

Experienced Integrity berdasarkan Unit Layanan

(5 tertinggi dan 5 terendah)

Angkutan

Gambar ini menjelaskan bahwa terdapat 2 unit layanan DEPKUMHAM (dari 3 unit layanan sampel) yang berada pada peringkat experienced integrity lima terendah. Kondisi ini harus mendapat perhatian serius dari DEPKUMHAM dan segera diupayakan untuk dilakukan perbaikan-perbaikan.

Kondisi sebaliknya terjadi di seluruh unit layanan sampel DEPDAGRI (4 unit layanan) yang mendapatkan skor experience integrity tertinggi. Kondisi ini seharusnya tidak membuat DEPDAGRI menjadi cepat berpuas diri, akan lebih baik jika DEPDAGRI melakukan evaluasi terhadap penilaian ini untuk kemudian mengidentifikasi aspek mana yang menyebabkan penilaian menjadi lebih tinggi, dan adakah hal lain yang jika dibiarkan akan mengurangi penilaian skor experience integrity ini di masa yang akan datang. Evaluasi tersebut tentunya juga menilai apakah memang pelayanan yang diberikan sudah cukup baik, ataukah pengguna layanan memiliki “hubungan yang baik dan menguntungkan” dengan unit-unit layanan yang diberikan oleh DEPDAGRI sehingga berpengaruh terhadap penilaian mereka terhadap layanan yang diberikan oleh DEPDAGRI.

Bagian selanjutnya akan membahas 2 indikator experienced integrity yang terdiri dari cara pandang masyarakat terhadap korupsi dan pengalaman masyarakat terhadap korupsi dengan lebih detail.

engalaman Integritas P (Experienced Integrity)

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

I. 1. Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik

Yang dimaksud dalam cara pandang disini adalah bagaimana masyarakat memandang korupsi di lembaga pelayanan publik, termasuk tingkat toleransinya dan menilai pemahaman masyarakat mengenai apakah imbalan yang mereka berikan diluar tarif resmi kepada petugas layanan mereka anggap suap atau bukan.

Masyarakat Indonesia ternyata memiliki toleransi yang cukup tinggi dalam memandang korupsi di lembaga pelayanan publik. Penilaian dilakukan berdasarkan bagaimana masyarakat memandang pemberian imbalan dalam pengurusan layanan, maksud pemberian imbalan, dan mengenai tingkat keseriusan korupsi di unit layanan yang mereka datangi.

Sebanyak 45 persen masyarakat pengguna layanan publik memandang bahwa pemberian imbalan atau lainnya pada suatu instansi merupakan hal yang wajar dalam proses pengurusan pelayanan. Artinya, pemberian imbalan dalam pengurusan layanan dianggap oleh 45 persen pengguna layanan sebagai hal yang biasa dilakukan dan bisa diterima apabila yang bersangkutan sedang mengurus layanan. Pendapat tersebut tentunya dipengaruhi oleh kondisi dan pengalaman selama bertahun-tahun yang terjadi dalam pelayanan publik di Indonesia. Secara lebih spesifik, tingginya toleransi masyarakat dalam memandang korupsi di pelayanan publik berbeda terhadap setiap unit layanan. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa unit layanan tertentu memang sudah sangat terbiasa dan wajar menerima imbalan dari pengguna layanan publik. Lihat gambar berikut.

Apakah pemberian imbalan atau lainnya pada unit layanan merupakan hal yang wajar dalam proses pengurusan layanan ?

Bongkar Muat, Cold Storage, dll

Tidak

(Dept. Kelautan & Perikanan)

Ya

Izin usaha angkutan darat/pelayaran/

penerbangan (Dept. Perhubungan)

Jasa Kepelabuhan (PT. Pelindo II)

Pemberdayaan Masyarakat/Kube

(Dept. Sosial)

Izin pengembangan usaha perikanan/ Pelayanan usaha penangkapan /Kapal

Jasa gudang/ Usaha penumpukan

(PT. Pelindo II)

Pemasangan baru telpon (TELKOM)

Dist. & Jaringan layanan domestik/Dist. &

Pemasaran BBM (Pertamina)

Peminjaman modal (BRI)

engalaman Integritas P (Experienced Integrity)

14 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Ternyata unit layanan Bongkar muat, cold storage, dll yang berada di Departemen Kelautan merupakan unit layanan di mana masyarakat pengguna layanannya merasa sangat wajar memberikan imbalan dalam proses pengurusan layanan. Bahkan di unit layanan ini seluruh responden (100 persen) selalu memberi imbalan atau lainnya di luar biaya resmi yang harus mereka bayarkan. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga dirasakan oleh pengguna layanan di Izin usaha angkutan darat / pelayaran / penerbangan (Dephub), Jasa Kepelabuhanan (dari PT. Pelindo II), dan Pemberdayaan Masyarakat/Kube (Depsos) di mana hampir seluruh (lebih dari 90 persen) masyarakat pengguna layanannya menganggap memberikan imbalan adalah suatu yang wajar mereka lakukan jika mengurus layanan di unit-unit layanan tersebut. Lima jenis layanan lain dalam gambar merupakan layanan-layanan di mana lebih dari 75 persen masyarakat pengguna layanannya merasa biasa memberikan imbalan atau lainnya pada saat melakukan pengurusan layanan di unit-unit layanan tersebut. Pada unit-unit layanan sampel yang lain (56 unit layanan) jawaban dari masyarakat yang menyatakan bahwa pemberian imbalan dalam proses pengurusan layanan adalah wajar berkisar antara

3 s/d71 persen. Di luar jawaban wajar dari pengguna layanan, mayoritas pengguna layanan (97%) di

Unit layanan perdagangan dalam negeri merasa bahwa pemberian imbalan merupakan hal yang tidak wajar. Artinya, masyarakat pengguna layanan di unit ini sudah memberikan sinyal yang nyata bahwa unit layanan yang mereka manfaatkan harus transparan dalam mengenakan tarif.

Bila unit layanan yang dimaksud telah terbiasa dalam sistem pemberian imbalan ini, maka keberatan pengguna layanan dalam memberikan imbalan terhadap proses pengurusan layanan sejatinya dapat langsung ditindaklanjuti dengan melakukan berbagai perubahan dan segera melakukan survei kepuasan pelanggan untuk mengevaluasi sejauh mana kelemahan unit layanan tersebut. Namun bila unit layanan ini tidak juga mencanangkan perubahan, akan sangat jelas bahwa tidak ada komitmen dari pimpinan unit layanan tersebut untuk berubah dan membenahi diri, dan sudah selayaknya bagi KPK untuk mencermati fenomena tersebut.

Apakah pemberian imbalan atau lainnya pada instansi merupakan hal yang wajar dalam proses pengurusan layanan ?

Tidak Dept. Kelautan dan Perikanan 91 9 Ya

PT. Pelindo II

Departemen Sosial 82 18

BRI

Departemen Perhubungan 71 29

engalaman Integritas P (Experienced Integrity)

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Bila dilihat berdasarkan instansi, terlihat bahwa masyarakat pengguna layanan memandang sangat wajar pemberian imbalan dalam proses pengurusan layanan terutama untuk unit-unit layanan yang berada di Departemen Kelautan dan Perikanan, PT. Pelindo II, Departemen Sosial, BRI dan Departemen Perhubungan. Kondisi ini hanya menggambarkan bahwa lebih dari 70 persen masyarakat pengguna layanan di instansi-instansi tersebut merasa wajar memberikan imbalan dalam proses pengurusan layanan di luar biaya resmi yang mereka bayarkan. Untuk 25 instansi sampel yang lain, persentase masyarakat pengguna layanan yang menganggap bahwa pemberian imbalan pada suatu instansi merupakan hal wajar dalam pengurusan layanan berada pada tingkat 13-70 persen.

Sebagian besar (66%) pengguna layanan menganggap berbagai bentuk imbalan yang diberikan dalam proses pengurusan layanan sebagai tanda terimakasih atas pelayanan yang diberikan. Sisanya menganggap sebagai tambahan upah kerja, pelicin proses pelayanan atau sebagai kompensasi kekurangan persyaratan administratif. Kondisi semacam ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah sangat terbiasa memberikan imbalan sebagai kompensasi dari layanan yang mereka terima. Artinya, mereka kurang memahami bahwa layanan yang mereka terima tersebut merupakan hak yang memang seharusnya mereka terima. Sementara pihak pemberi layanan pun tidak memahami bahwa mereka memang memiliki kewajiban dan tugas untuk memberi layanan. Kekurangpahaman masyarakat terhadap tugas dan kewajiban pemberi layanan membuat mereka merasa berhutang budi sehinga mereka membalas layanan yang telah mereka terima dengan memberikan imbalan kepada pemberi layanan tersebut. Kebiasaan ini terjadi, kemungkinan disebabkan oleh paradigma lama di mana birokrat biasa dihormati masyarakat, sehingga cara pandang masyarakat mengenai peran birokrat yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat susah untuk diubah. Akan sangat memudahkan jika di dalam lingkungan birokrasi sendiri ditumbuhkan paradigma baru bahwa mereka adalah pengabdi dan pengayom masyarakat, dan tidak menganggap bahwa masyarakat yang datang untuk meminta layanan adalah beban yang mengganggu atau dijadikan sebagai “sumber mata pencaharian” baru.

Berdasarkan data dari tiap unit layanan, 26 unit layanan menyatakan bahwa lebih dari

70 persen masyarakat pengguna layanannya memandang bahwa memberikan imbalan sebagai wujud ucapan terimakasih. Namun ternyata masyarakat ada yang memandang bahwa memberikan imbalan kepada petugas layanan merupakan tambahan upah kerja. Namun yang lebih memprihatinkan adalah masyarakat pengguna layanan di unit layanan tertentu memandang bahwa imbalan diberikan secara sengaja kepada petugas layanan adalah sebagai pelicin dari proses layanan.

Bentuk imbalan yang diberikan sebagai “Pelicin Proses Pelayanan”

Lembaga Pemasyarakatan (Dept. Hukum & HAM)

58 42 Tidak

Peninjauan Kembali PK (MA)

Ya

Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI)

Tindak pidana umum, khusus, narkoba, lakalantas (POLRI)

KIR (Dept. Perhubungan)

Izin usaha angkutan darat/pelayanan/penerbangan (Dept. Perhubungan) 53 47

engalaman Integritas P (Experienced Integrity)

16 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Data menunjukkan bahwa unit layanan dimana lebih dari 50 persen penggunanya berpendapat bahwa pemberian imbalan ditujukan sebagai pelicin proses pelayanan, umumnya adalah unit layanan di bidang penegak hukum. Empat besar dari 6 unit layanan yang oleh sebagian besar penggunanya harus diberi imbalan lebih supaya proses pelayanan lancar adalah Lembaga Pemasyarakatan (DepkumHam); Peninjauan Kembali PK (MA); Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI); dan Layanan Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba dan Lakalantas (POLRI). Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan mengingat harusnya lembaga penegak hukum adalah yang memimpin di depan upaya-upaya penindakan dan pencegahan korupsi.

Untuk memperkuat data mengenai besarnya toleransi masyarakat terhadap korupsi di pelayanan publik Indonesia, masyarakat pengguna layanan diminta berpendapat mengenai tingkat keseriusan korupsi dalam pelayanan publik yang mereka terima. Ternyata memang terbukti bahwa 77 persen pengguna layanan publik menganggap bahwa tingkat korupsi di pelayanan publik belum serius dan hanya 27 persen yang menganggap tingkat korupsi di layanan publik mencapai tahap serius.

Pandangan masyarakat terhadap serius tidaknya korupsi di pelayanan publik secara lebih detail berbeda untuk setiap unit layanan. Dari 65 unit layanan yang disurvei, 80 persen (52) unit layanan publik oleh masyarakat penggunanya dinilai tidak memiliki tingkat korupsi yang serius. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, dengan rata-rata integritas yang rendah yakni 5,53, ternyata mayoritas masyarakat pengguna layanan tidak menganggap serius korupsi yang terjadi di tempat mereka mendapatkan layanan.

Bagaimana Tingkat Korupsi pada Unit Layanan ini ?

Tidak Serius TKI di Terminal III (Dept. Tenaga kerja & Transmigrasi) 93 7 Serius

Lembaga Pemasyarakatan (Dept. Hukum & HAM) 82 18

Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI)

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama kali (BPN) 72 28

Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dept. Perhubungan) 72 28

Hanya 20 persen (13) unit layanan yang mereka anggap memiliki tingkat korupsi yang serius. Dari 13 unit layanan tersebut, 5 unit layanan dinilai masyarakat penggunanya berada pada tingkat korupsi yang paling serius, karena lebih dari 70 persen masyarakat penggunanya menilai bahwa unit layanan yang bersangkutan memiliki tingkat korupsi yang serius. Lima unit layanan tersebut adalah Layanan TKI di Terminal III oleh Depnakertrans (93%), Lembaga Pemasyarakatan oleh Depkumham (82%), Retribusi STNK/BPKB/ SIM oleh POLRI (79%), Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran pertama kali oleh BPN (72%), serta Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi oleh Dephub (72%).

engalaman Integritas P (Experienced Integrity)

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

I. 2. Pengalaman Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik

Pengalaman korupsi yang langsung dirasakan masyarakat dalam mengurus layanan bisa ditunjukkan dalam bentuk biaya-biaya lebih yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna layanan di luar biaya resmi yang ditetapkan. Dari 3611 masyarakat yang mengurus layanan, 33 persen pernah mengeluarkan biaya/imbalan tambahan di luar biaya yang berlaku. Bila diperhatikan, unit layanan yang paling sering memungut biaya lebih menurut penilaian pengguna layanan adalah Unit Layanan Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham); Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP); TKI di Terminal III (Depnakertrans); serta Sertifikasi Tanah/ Penggabungan Sertifikat (BPN).

Empat belas unit layanan berikut adalah unit layanan yang lebih dari 60 persen pengguna layanannya merasakan secara langsung harus mengeluarkan biaya/ imbalan tambahan di luar biaya resmi yang harus dikeluarkan.

Selama menerima pelayanan di Unit Layanan ini, selain mengeluarkan biaya resmi, apakah Anda mengeluarkan biaya/imbalan tambahan ?

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)

Bongkar Muat, Cold Storage (DKP)

TKI di Terminal III (Depnakertrans)

87 13 Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub)

Sertifikat Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN)

Tidak Pernah

83 17 Pernah

Izin KIR (Dephub)

Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)

76 24 Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama (BPN)

Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo II)

67 33 Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/Distribusi dan

Banding (MA)

66 34 Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI)

Pemasaran BBM (Pertamina)

62 38 Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)

Pelayanan Gangguan (PLN)

Lembaga Pemasyarakatan di bawah tanggung jawab Departemen Hukum dan HAM merupakan unit layanan di mana hampir seluruh pengguna layanannya harus mengeluarkan biaya/ imbalan tambahan pada saat menerima layanan. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat pengguna layanan dari Lembaga Pemasyarakatan adalah para narapidana yang dalam jangka waktu yang relatif panjang ‘diharuskan menikmati’ layanan yang diberikan oleh Unit Layanan ini. Pengeluaran biaya/imbalan tambahan yang ‘harus’ mereka rasakan tentu saja sangat memberatkan dan membebani pengguna layanan ini. Pengeluaran biaya/imbalan tambahan juga hampir dirasakan oleh seluruh pengguna layanan bongkar muat dan cold storage dari Departemen

engalaman Integritas

Kelautan dan Perikanan, TKI di Terminal III dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi,

P (Experienced Integrity)

serta Sertifikasi Tanah dan Penggabungan Sertifikat dari BPN.

18 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Selama menerima layanan dari instansi ini, Selain mengeluarkan biaya resmi apakah Anda mengeluarkan biaya/imbalan tambahan ?

Tidak Pernah

80 20 Pernah

Departemen Perhubungan

Badan Pertanahan Nasional

PELINDO II

Departemen Hukum dan HAM 69 31

Perusahaan Listrik Negara

Bila diperhatikan, Departemen Perhubungan, Badan Pertanahan Nasional, PELINDO

II, Departemen Hukum dan HAM dan PLN memiliki unit layanan-unit layanan sampel yang pengguna layanannya paling sering harus mengeluarkan biaya/ imbalan tambahan di luar biaya resmi yang wajib mereka bayarkan dalam memperoleh layanan. Fakta ini diharapkan menjadikan instansi-instansi yang bersangkutan tergerak untuk segera mengkoreksi dan memperbaiki kualitas layanan yang mereka berikan kepada masyarakat.

Dari masyarakat yang pernah mengeluarkan biaya di luar biaya resmi yang ditentukan, umumnya berdasarkan pengalaman bentuk imbalan yang diberikan kepada petugas layanan adalah dalam bentuk uang tunai atau cek. Dari 1327 orang yang mengaku mengeluarkan biaya di luar biaya resmi, 87,9% menyatakan bahwa mereka memberikan imbalan kepada petugas layanan dalam bentuk uang tunai/cek, dan hanya sebagian kecil yang berbentuk barang/souvenir (5,0 persen atau 62 orang), entertaint (3,5 persen atau 46 orang) atau fasilitas dan berbagai kemudahan tertentu lainnya (3,9 persen atau

52 orang). Menurut pengalaman Anda, imbalan dalam bentuk apakah yang

diberikan kepada petugas layanan pada instansi ini ?

Fasilitas dan kemudahan lain

76.9 5 4.1 5.8 Entertaintment

Departemen Perhubungan

76.7 2.53.2 3.8 Uang tunai/ cek

Barang/ souvenir

PELINDO II

Departemen Hukum dan HAM

Badan Pertanahan Nasional

POLRI

Perusahaan Listrik Negara

Mahkamah Agung

Departemen Agama 45.9 3.3.8

Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi

engalaman Integritas

P (Experienced Integrity)

Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Berdasarkan data menurut instansi, terlihat bahwa Departemen Perhubungan merupakan instansi yang pengguna layanannya paling banyak mengeluarkan biaya/ imbalan tambahan di luar biaya resmi baik dari sisi jenis dan jumlah.

Dari seluruh pengguna layanan di Departemen Perhubungan, 77 persen reponden mengaku memberikan imbalan atau tambahan biaya dalam bentuk uang tunai/cek, 5 persen dalam bentuk barang/souvenir, 4 persen dalam bentuk entertaint dan 6 persen dalam bentuk fasilitas dan kemudahan lainnya. Selain pengguna layanan di Departemen Perhubungan, pengguna layanan di instansi lain yang juga mengalami memberikan biaya/imbalan tambahan di luar biaya resmi dalam bentuk uang tunai/cek, barang/ souvenir, entertaintment serta fasilitas dan kemudahan lain adalah PELINDO II, Departemen Hukum dan HAM, POLRI dan Mahkamah Agung. Pengguna layanan di unit layanan PLN umumnya mengeluarkan biaya tambahan atau imbalan dalam bentuk uang tunai/cek, barang/souvenir dan entertaintment. Sedangkan di Departemen Agama dalam bentuk uang tunai/cek, barang/souvenir dan entertaintment, di Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi dalam bentuk uang tunai/cek dan entertaintment. Sedangkan pengguna layanan di unit-unit layanan pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) 79 persen berdasarkan pengalaman mengeluarkan biaya tambahan/imbalan hanya dalam bentuk uang tunai/ cek.

Menurut pengalaman Anda, apakah anda memberikan imbalan dalam bentuk uang tunai/cek kepada petugas layanan pada

unit layanan ini ? (jawaban ‘Ya’)

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)

Bongkar Muat, Cold Storage (DKP)

TKI di Terminal III (Depnakertrans)

Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN)

Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub)

Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)

Kenotariatan (Depkumham)

Izin KIR (Dephub)

Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo II)

Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama (BPN)

Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dephub)

Banding (MA)

Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/

Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina)

Pelayanan Gangguan (PLN)

Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)

Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI)

Penambahan Daya (PLN)

Peninjauan Kembali PK (MA)

Administrasi Pernikahan (Depag)

Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik (Rumah Obat) /

Penyaluran Alat Kesehatan dan Obat (Depkes)

engalaman Integritas P (Experienced Integrity)

20 Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

Biaya/imbalan yang paling sering diberikan oleh pengguna layanan adalah dalam bentuk uang tunai/ cek. Bila dilihat distribusinya berdasarkan unit layanan terlihat bahwa pengguna layanan di unit layanan Lembaga Pemasyarakatan dari Depkumham; Bongkar muat, cold storage dari DKP; TKI di Terminal III dari Depnakertrans; Sertifikasi tanah, penggabungan sertifikat dari BPN; Izin usaha angkutan darat/Pelayaran/Penerbangan dari Dephub; Jasa kepelabuhanan dari PELINDO II; serta Kenotariatan dari Depkumham merupakan unit- unit layanan yang lebih dari 80 persen pengguna layanannya mengaku pernah mengeluarkan biaya/imbalan tambahan dalam bentuk uang tunai/cek di luar biaya resmi yang harus mereka bayarkan. Empat belas unit layanan lain merupakan unit layanan yang 50 persen ke atas pengguna layananannya mengaku pernah mengeluarkan uang tunai/cek sebagai biaya/imbalan tambahan di luar biaya resmi. Bila diperhatikan terlihat bahwa seluruh unit-unit layanan sampel yang berada di PLN, Departemen Perhubungan dan PELINDO II merupakan unit layanan yang terdaftar sebagai unit layanan di mana pengguna layananannya pernah mengeluarkan uang tunai/cek sebagai biaya/imbalan tambahan di luar biaya resmi yang mereka bayarkan.

Menurut pengalaman Anda, apakah Anda memberikan imbalan dalam bentuk uang tunai/cek kepada layanan pada instansi ini ? (Jawaban ‘Ya’)

Badan Pertanahan Nasional

Departemen Perhubungan

PELINDO II

Departemen Hukum dan HAM

Perusahaan Listrik Negara

Mahkamah Agung

Bila dianalisa berdasarkan instansi, pemberian imbalan/biaya tambahan dalam bentuk uang tunai/cek paling banyak dirasakan oleh pengguna layanan di Badan Pertanahan Nasional (BPN), disusul kemudian oleh Departemen Perhubungan dan PELINDO II. Di unit-unit layanan sampel pada tiga instansi tersebut, lebih dari 70 persen pengguna layanannya mengaku pernah mengeluarkan uang tunai/cek sebagai biaya tambahan diluar biaya resmi yang mereka keluarkan.

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS OVEREDUCATION TERHADAP PENGHASILAN TENAGA KERJA DI INDONESIA BERDASARKAN SURVEI ANGKATAN KERJA NASIONAL 2007

6 234 19

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

ANALISIS PROSES PENYUSUNAN PLAN OF ACTION (POA) PADA TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN JEMBER TAHUN 2007

6 120 23

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5