TUGAS MATA KULIAH IMUNOLOGI METODE PENGA

TUGAS MATA KULIAH
IMUNOLOGI

METODE PENGAMATAN MAKROFAG
PADA TELEOSTEI

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

Okky Hermawan
(091715143006)

S2-BIOTEKNOLOGI PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017

I.


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1882, adalah Elie Mectchnikoff, seorang ilmuwan yang kemudian
dianugrahi nobel penghargaan pada tahun 1908 karena atas kontribusinya terhadap ilmu
pengetahuan, khususnya terhadap sistem kekebalan seluler. Sejak saat itu, telah muncul
makrofag, sebagai salah satu jenis sel penting bagi vertebrata. Makrofag memiliki manfaat
yang khusus pada vertebrata. Sebagai sel yang hampir berada pada semua jaringan, makrofag
membantu menjaga keadaan ikan selalu dalam homeostatik lingkungan. Makrofag merupakan
salah satu sel yang terganggu apabila ada patogen atau partikel asing masuk ke dalam sel.
Makrofag mengatur respon imun yang tepat (Hodgkinson et.al., 2015).
Hingga saat ini belum ada metode yang baku untuk memvisualisasikan dengan tepat dan
jelas untuk mengamati makrofag pada teleostei. Penelitian ini dikelompokkan pada spesies
dari lima famili teleosti, yaitu characidae, Sil-uridae, poecciliidar, anabandidae dan
cichlidae. Characidae termasuk dalam ordo characiformes, sil-uridae termasuk dalam ordo
Siluriformes dan poecciliidar termasuk dalam ordo Cyprin-odontiformes. Anabandidae dan
cichlidae termasuk dalam ordo perciformes. Masing-masing ordo sudah ada berkisar 15-150
juta tahun yang lalu, sehingga spesies yang digunakan dalam penelitian ini dianggap tidak
berkaitan dengan istilah revolusioner (Leknes, 2015).
1.2


Tujuan
Tujuan dari menelaah jurnal ini adalah untuk menyelidiki, membandingkan, mengetahui

cara dan metode untuk mengamati makrofag pada teleostei.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Makrofag
Makrofag adalah sel yang berasal dari sumsum tulang yang berperan dalam sistem

pertahanan inang maupun proses fisiologis seperti pemeliharaan jaringan. Makrofag berada
pada jaringan, terutama pada jaringan di organ yang berfungsi sebagai penyaringan darah atau
cairan getah bening. Organ-organ tersebut antara lain seperti hati, limpa, paru-paru dan
kelenjar getah bening. Karakter makrofag yaitu, dapat mengenali, menginternalisasi dan
menghancurkan endogen berbahaya dari partikel asing. Makrofag telah terbukti dapat
mengikat patogen baik secara langsung, atau mereka dapat mengenalinya sebagai partikel
asing setelah makrofag melapisi partikel asing tersebut dengan antibodi atau komplemennya
(Elomaa et al., 1998).

Senada dengan Elomaa et. al. (1998), Leknes (2015) menjeleaskan bahwa, pada
vertebrata, makrofag banyak terdapat di jaringan getah bening, di bawah lapisan sel epitel dan
jaringan yang rusak. Sel makrofag dapat memecah fragmen sel fagositosis, menelan partikel
bakteri dan partikel asing yang masuk ke dalam tubuh. Makrofag mengandung vesikula yang
dilapisi clathrin. Vesikula tersebut berfungsi sebagai reseptor endositosis dari makromolekul
asing.
Ketika jaringan mengalami kerusakan, akan muncul respon peradangan untuk
menanggapi kerusakan molekul pada jaringan tersebut. Respon penyembuhan dari kerusakan
tersebut apabila dilaksanakan dengan sangat cepat, maka penyembuhan dapat diselesaikan
dengan baik dan jaringan akan kembali normal. Namun sebaliknya, apabila respon
penyembuhan yang diakibatkan oleh kerusakan tadi tidak berjalan dengan cepat, maka
dampak yang terjadi dapat menyebabkan perkembangan patologis fibrosis, merusak fungsi
jaringan, gagal organ dan pada akhirnya akan mengalami kematian. Meskipun banyak jenis

sel yang terlibat dalam perbaikan jaringan, makrofag memiliki peranan penting, yaitu sebagai
pemeliharaan dan penyembuhan kerusakan jaringan (Wynn and Vanella, 2016).
Teleostei memiliki beberapa organ limfoid. Organ limfoid berfungsi untuk tempat hidup
sel fagositik. Organ limfoid pada teleostei antara lain timus, ginjal dan limpa. Timus pada
teleostei berbentuk kapsul yang mengelilingi jaringan kulit pada limfoid. Pada dasarnya timus
dapat dianggap sebagai agregasi dari makrofag yang dibungkus oleh proliferasi sel T. Ginjal

pada teleostei adalah organ haematopoesis. Fungsi ginjal hampir sama dengan sumsum tulang
pada vertebrata. Sel utama penyusun yang ditemukan pada ginjal adalah makrofag, dan yang
menggabungkan sel-sel tersebut adalah melano makrofag (MMCs) dan sel-sel limfoid. Sistem
yang ada pada ginjal berfungsi untuk menyaring darah dan melakukan endositosis. Limpa
adalah organ limfoid terbesar di teleostei. Pada limpa terdiri dari sistem ellipsoids limpa,
MMCs dan jaringan limfoid. Sel yang terdapat di sepanjang dinding limpa secara aktif terlibat
di fagositosis makrofag pada antigen (Uribe et, al., 2011).
2.2 Ferritin
Seorang ilmuwan dari Perancis yang bernama Laufberger menemukan ferritin pada
tahun 1937. Ferritin yang ia temukan berasal dari isolasi protein dari horse spleen yang
mengandung 23 % zat besi. Ferritin terdapat pada sebagian jaringan sebagai protein sitosilik
(berhadapan dengan sitoplasma) dan nuclear (berhadapan dengan nukleus). Ferritin berperan
penting dalam penyimpanan zat besi intraselular. Ferritin terdiri dari 24- sub unit protein yang
tersusun oleh dua tipe sub unit, disebut H dan L. Sub unit H mengacu pada isolasi isoform
ferritin dari organ jantung, sedangkan sub unit L mengacu pada isolasi ferritin dari organ hati
(Wang et. al., 2010).
Leknes (2002) menjelaskan pada penelitiannya yaitu injeksi ferritin pada penelitiannya
dengan

metode


injeksi

ferritin

yang dikombinasikan

dengan

ferrosianida

secara

intraperitoneal pada sel endokardial pada ikan Xiphophorus maculatus yang bertujuan untuk

mengamati sel makrofag insang dan usus pada tingkat mikroskopis. Metode ini dapat berguna
untuk mendemonstrasikan aktivitas dan agresi sel makrofag tersebut.

III.


KERANGKA KONSEPTUAL

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan pustaka dan metodologi penelitiannya,
maka kerangka konspetual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Vertebrata
Makrofag
Belum ada metode baku
untuk pengamatan makrofag
Penyuntikan dengan ferritin
Proses endositosis dalam sel
endotelial
Ferritin terangkut ke dalam
endosom
Sel akan dipenuhi endosom
yang dikemas ferritin
Pengamatan makrofag akan
lebih jelas
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian

IV.


KERANGKA OPERASIONAL

Hewan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan buenos aires tetra
(hyphessobrycon anistsi), ikan bronze corydoras (corydoras aeneus), ikan platyfish
(xiphoporus maculatus), ikan pearl gurami (trichogaster leerii) dan ikan firemouth cichlid
(thorichthys meeki). Hewan uji rata-rata berumur 1-3 tahun, dengan berat 2-3 gram dan
disimpan dalam akuarium dengan suhu air 21- 25 oC.
Mula-mula, tiga ekor ikan dari tiap spesies disuntikkan secara intraperitoneal (area di
sekitar perut) dengan larutan feritin 10 % sebanyak 0,02 – 0,03 ml menggunakan alat suntik
tuberkulin 0,5 ml. Setelah 8-24 jam pemberian larutan feritin tersebut, maka selanjutnya
hewan uji dimatikan dengan pemberian klorobutanol dengan dosis 0,5 %. Organ-organ seperti
insang, usus, pankreas, ginjal dan limpa diambil dan disimpan dalam larutan formaldehide 4
% pada suhu 4 oC selama seminggu.
Setelah dibersihkan dengan larutan buffer, jaringan diobati dengan etanol, kemudian
diberi xylene dan kemudian dtanam pada lilin parafin. Ambil bagian yang terkena parafin
sebanyak 4 µm kemudian diinkubasi dalam larutan ferrosianida. Cara pembuatan larutan
ferrosianida, 2 gram kalias ferroheksasianida dilarutkan dalam larutan asam hidroklorida 0,75
mol/ liter sebanyak 100 ml. Bagian dari sampel tersebut kemudian diberi larutan neutral red
sebanyak 1 % kemudian diikuti larutan eosin 1 %. Cairan dari dalam bagian sampel tersebut

dihilangkan menggunakan etanol kemudian letakkan sampel di bawah penutup slip di
mounting medium (Leknes, 2002 ; Leknes, 2010; Leknes 2015).
Organ dari dua spesies kontrol yang tidak disuntikkan dari masing-masing spesies juga
diambil. Organ-organ tersebut antara lain insang, usus, pankreas, ginjal dan limpa disiapkan
sama dengan metode sebelumnya. Bagian yang terkena parafin sebanyak 4 µm diolesi
Mayer’s Haemalum, Mallory atau Heidenhain’s Azan untuk histologi atau dengan
ferroheksasianida dengan pH rendah diikuti oleh larutan neutral red dan eosin.

Hewan Uji

Kontrol

Disuntik larutan Ferritin

Pengambilan, pembersihan
dan pemprosesan organ
Penyematan pada parafin
Larutan histologi Mayer’s
Haemalum, Mallory atau
Heidenhain’s Azan


Inkubasi dengan ferrosianida

Pengamatan di mikroskop

Kesimpulan
Gambar 2. Kerangka Operasional

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada spesies yang disuntikkan dengan ferritin secara intraperiotoneal dan dibiarkan
selama 8-24 jam, beberapa sel berukuran besar yang ada di dalam limpa, usus, pankreas,
ginjal dan insang banyak mengandung vesikula. Di dalam vesikula tersebut terdapat
presipitasi Prussian Blue (Gambar 3a – 1e), pada jaringan yang diberi ferroheksaksiida untuk
pemecahan asam. Vesikula ini berbetuk bulat, lebarnya bervariasi, berwarna biru dan
merupakan sel yang paling sering ditemukan di limpa dan ginjal (Gambar 3a dan 1d). Jenis
sel ini tidak terlihat pada bagian yang terkena cairan histologis, seperti Mallory, Haenalum
Heidenhain’s Azer atau Mayer’s Haemalum.


Gambar 3. (a) Makrofag tunggal besar (panah), neutrofil dan eritrosit pada limpa dari ikan buenos aires tetra
(hyphessobrycon anistsi). Presipitasi Prussian Blue menghasilkan lebar bervariasi pada butiran granula di dalam
makrofag. (b) Makrofag (panah) diisi oleh granul Prussian Blue pada submukosa usus dari ikan pearl gourami
(Trichogaster leeri). Terdapat banyak sel granula eosinofilik pada jaringan ini granula yang berwarna merahoranye yang disebabkan oleh pewarna azocarmine dan oranye dari Mallory. Makrofag (panah) diisi oleh granul
Prussian Blue pada pankreas (c), ginjal (d) dan insang (e) di ikan platyfish (Xiphophorus maculatus). Sisi kiri
pada gambar (d) menunjukkan bagian melano macrophage pusat yang mengandung makrofag yang penuh
dengan melanin gelap dan pigmen lipofuscin berwarna abu-abu, namun kekurangan presipitasi Prussian Blue.
Jaringan (a) dan (b) diberi perlakuan Mallory, pada (c) - (e) diberi perlakuan larutan neutral red yang diikuti
eosin. Skala: 20 µm (Leknes, 2011).

Sel granul eosinofilik dan neutrofil di berbagai jaringan tidak mengandung presipitasi
Prussian Blue (Gambar 3b). Granul dalam eosinofil dan neutrofil masing-masing berwarna
merah-kekuningan dan magenta dan berukuran lebih besar. Dalam segi jumlah, jumlahnya
lebih banyak eosinofil daripada neutrofil (Gambar 3b).
Pada saat ini, metode yang paling mudah dilaksanakan untuk mengambarkan tentang
makrofag pada mamalia adalah dengan menggunakan antibodi yang diberikan pada protein
makrofag khusus yaitu membran marker seperti protein CD. Namun, antiodi semacam itu
tidak banyak, masih belum banyak dikembangkan dan belum disesuaikan untuk teleostei.
Jadi, saat ini histokimia hanya ada untuk beberapa teleostei, seperti ikan rainbow trout

(oncorhynchus mykiss).
Sebelumnya telah ditunjukkan bahwa, ketika ikan swordtail (xiphophorus hellerii) dan
ikan firemouth cichlid (thorichthys meeki) disuntikkan ferritin secara intraperional, terjadi
proses endositosis partikel ferritin ke dalam selubung berlapis clathrin dan vesikula (dengan
diameter + 100 nm) di dalam sel endotelial. Partikel ferritin yang memiliki diameter sekitar
12 nm kemudian diangkut ke dalam endosom. Dua puluh empat jam setelah diinjeksi, sel-sel
ini akan dipenuhi oleh endosom dalam ukuran yang besar dan dikemas dengan ketat oleh
partikel ferritin. Partikel ferritin akan terlihat jelas apabila pengamatan menggunakan
mikroskop elektron. Namun, saat menggunakan mikroskop optik, endosom dari ikan
swordtail dan ikan firemouth yang mengandung ferritin teridentifikasi dan terlihat berwarna
coklat kekuningan setelah diberi perlakuan acidic ferroheksasianida.

Gambar 4. Perubahan jaringan ikan Xiphophorus maculatus 15 menit (a), 30 menit (b), 90 menit (c) dan 6 jam
(d) setelah disuntik dengan ferritin (Leknes, 2002)

Pada penelitian Leknes (2002) sebelumnya, dijelaskan bahwa pada sel endokardia
jantung terlihat presipitasi Prussian Blue dengan diameter 1- 2 µm, 15 menit setelah injeksi
ferritin dan diobati dengan larutan ferrosianida (Gambar 2a). Perubahan jaringan pada ikan
xiphophorus maculatus dalam kurun waktu 15 menit (a), 30 menit (b), 90 menit (c) dan 6 jam
(d) setelah disuntik dengan ferritin menunjukkan perubahan yang sangat cepat. Jumlah dan
ukuran granula meningkat dengan cepat dalam kurun waktu injeksi ferritin hingga hewan uji
tersebut dimatikan. Dengan demikian, 28 jam setelah injeksi sel-sel tersebut hampir terisi
penuh oleh ferritin yang ditandai dengan presipitasi Prussian Blue.
Pada umumnya, makrofag akan sulit diamati apabila diwarnai dengan pewarna
histologis tradisional. Hal ini dikarenakan granula-granula mereka sangat bervariasi, baik
dalam segi ukuran maupun segi konsentrasi. Sebaliknya, pada eosinofil, neutrofil dan sel
batang

akan mudah dikenali apabila diberi larutan histologis standart seperti Mayer’s

Haemalum, Mallory atau Keidenhais’s Azan. Makrofag pada teleostei mungkin mengandung
beberapa bahan yang tercemar, seperti lipofucsin dan hemosiderin. Dalam pengamatan
menggunakan mikroskop, keduanya akan terlihat berwarna kuning- coklat. Jadi, dalam
beberapa kasus, makrofag yang mengandung bahan semacam itu dapat diamati menggunakan
mikroskop optik namun sebagian besar makrofag justru tidak dapat teramati. Namun, apabila

makrofag tersebut sebelumnya telah disuntik ferritin, maka kemungkinan akan lebih jelas
terlihat jika diamati menggunakan mikroskop saat Prussian Blue telah diendapkan dalam
granul setelah diberi perlakuan asam ferrohexacyanide. Hal ini dikarenakan makrofag akan
terisi oleh ferritin yang berupa granul yang berwarna kuning-coklat.
Pada mikroskop elektron,sebelumnya telah ditunjukkan bahwa sel monosit dan sel
makrofag mengandung endosom besar yang terisi dengan partikel ferritin 24 jam setelah
diinjeksi. Makrofag pada teleostei mengandung vesikula berlapis clathrin. Proses penyerapan
ferritin ke dalam makrofag dapat terjadi menggunakan lubang dan vesikula dengan cara yang
sama seperti pada sel endotel pada ikan swordtail dan ikan firemouth cichild. Namun, apabila
metode ferritin- ferroheksanida seperti yang dijelaskan di atas sudah sesuai dengan standart
prosedur pewarnaan histologis, khususnya teknik Mallory, lokalisasi dan frekuensi eosinofil,
neutrofil, sel batang dan makrofag dapat divisualisasikan secara jelas dan rinci pada bagian
yang sama (Gambar 3b).

VI.

KESIMPULAN

Dengan demikian metode ferritin dan ferroheksasianida saat ini memungkinkan untuk
menunjukkan makrofag dengan jelas dan tepat dalam jumlah besar pada jaringan
menggunakan mikroskop optik.

DAFTAR PUSTAKA
Elomaa, O., M. Sankala, T. Pikkaraient, U. Bergmann, A. Tuuttila, A. R. Ahokas, H. Sariola
and K. Tryggvason. 1998. Structure of The Human Macrophage MARCO Receptor and
Characterization of Its Bacteria-Binding Region. The Journal of Biological Chemistry,
(VIII), 273, Page : 4530- 4538.
Hodgkinson, J. W., L. Grayfer and M. Belosevic. 2015. Biology of Bony Fish Macrophages.
Biology, 4, Page : 881- 906.
Leknes, I. L. 2002. Uptake of Foreign Ferritin in Platy Xilophoporus maculatus (Poeciliidae :
Teleostei). Disease of Aquatic Organism, 51, Page: 233- 237.
Leknes, I. L. 2010. Histochemical Study On the Intestine Goblet Cells in Cichlid and Poecilid
Species (Teleostei). Tissue and Cell, 42, Page : 61- 64.
Leknes I. L. 2015. An Improved Method to Demonstrate Macrophages in Teleostei. Tissue
and Cell, 47, Page : 254- 256.
Uribe, C., H. Folch, R. Enriquez and G. Moran. 2011. Innate and Adaptive Immunity In
Teleostei Fish : A Review. Veterinarni Medicina, 56, Page : 486- 503.
Wang, W., M. A. Knovich, L. G. Coffman, F. M. Torti and S. V. Torti. 2010. Biochimica et
Biophysica Acta, 1800, Page : 760- 769.
Wynn, T. A. and K. M. Vanella. 2016. Macrophages in Tissue Repair, Regeneration and
Fibrosis. Immunity, 44, Page : 450 – 462.