Kemiskinan di Indonesia id. doc

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan dalam perekonomian suatu
negara maupun di daerah. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional mengurangi
tingkat kemiskinan menjadi salah satu sasaran pembangunan. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan
lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada
gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia.
Kemiskinan dapat juga dipandang sebagai kondisi anggota masyarakat yang
tidak atau belum turut serta dalam proses perubahan, karena tidak mempunyai
kemampuan, baik kemampuan dalam kepemilikan faktor produksi maupun
kualitas faktor produksi yang memadai, sehingga tidak mendapatkan manfaat dari
hasil proses pembangunan. Ketidakikutsertaan dalam proses pembangunan ini
dapat disebabkan karena secara alamiah mereka tidak atau belum mampu
mendayagunakan faktor produksi yang mereka miliki. Pembangunan yang
direncanakan oleh pemerintah terkadang tidak sesuai dengan kemampuan
masyarakat yang bersangkutan untuk berpatisipasi, hal tersebut berakibat manfaat
pembangunan juga tidak dapat menjangkau mereka (Arsyad,2010).
Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan
bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus

dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk 2008). Oleh karena itu, maka
penulis tertarik untuk menulis makalah ini dengan judul “Kemiskinan di
Indonesia”.
1.2. Rumusan Masalah
1

1.
2.

Bagaimana perkembangan angka kemiskinan di Indonesia ?
Bagaimana upaya pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan di

Indonesia ?
1.3. Tujuan
1. Untuk menganalisis perkembangan angka kemiskinan di Indonesia.
2. Untuk menganalisis upaya pemerintah untuk mengurangi angka
kemiskinan di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk
memenuhi

standar hisup rata-rata masyarakat disuatu daerah. Kondisi
2

ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan.
Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan berdampak berkurangnya
kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata standar kesehatan
masyarakat dan standar pendidikan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah
kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Sama halnya dengan BAPPENAS (2004) yang mendefinisikan
kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki
dan


perempuan,

tidak

mampu

memenuhi

hak-hak

dasarnya

untuk

mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan
dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,
sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman
tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan
sosial dan politik.

Kondisi masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui berdasarkan
kemampuan pendapatan dalam memenuhi standar hidup (Nugroho, 1995). Pada
prinsipnya, standar hidup disuatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya
kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan
maupun pendidikan. Tempat tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan
salah satu dari standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat disuatu
daerah. Berdasarkan kondisi ini, suatu masyarakat disebut miskin apabila

3

memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan sehingga tidak
banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya (Suryawati, 2004).
Definisi mengenai kemiskinan dibentuk berdasarkan identifikasi dan
pengukuran terhadap sekelompok masyarakat/golongan yang selanjutnya disebut
miskin (Nugroho, 1995). Pada umumnya, setiap negara termasuk Indonesia
memiliki sendiri definisi seseorang atau suatu masyarakat dikategorikan miskin.
Hal ini dikarenakan kondisi yang disebut miskin relatif untuk setiap negara
misalnya kondisi perekonomian, standar kesejahteraan dan kondisi sosial.
2.2. Bentuk dan Jenis Keminskinan
Konsep kemiskinan saat ini dipandang tidak hanya sekedar kondisi

ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok, akan
tetapi juga kondisi ketidakberdayaan sebagai akibat rendahnya kualitas kesehatan
dan pendidikan, rendahnya perlakuan hukum, kerentanan terhadap tindak
kejahatan (kriminal), resiko mendapatkan perlakuan negatif secara politik dan
terutama ketidakberdayaan dalam meningkatkan kualitas kesejahteraannya
sendiri.
Berdasarkan

kondisi

kemiskinan

yang

dipandang

sebagai

bentuk


permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun keempat
bentuk kemiskinan tersebut adalah (Suryawati , 2004) :
1)
Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi dimana pendapatan seseorang atau
sekelompok orang berada dibawah garis kemiskinan sehingga kurang mencukupi
untuk memnuhi kebutuhan standar untuk pangan, sandang, kesehatan, perumahan
dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Garis
kemiskinan diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau konsumsi rata-rata untuk
kebutuhan pokok berkaitan dengan pemenuhan standar kesejahteraan.
2)
Kemiskinan Relatif

4

Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang terjadi karena
adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau keseluruh
lapisan masyarakat sehingga menyebabkan adanya ketimpangan pendapatan atau
ketimpangan standar kesejahteraan. Daerah-daerah yang belum terjangkau oleh
program-program pembangunan seperti ini umumnya dikenal dengan istilah

daerah tertinggal. Atau dapat juga dikatakan bahwa kemiskinan relatif tersebut
adalah orang-orang atau keluarga yang pendapatannya lebih kecil dari pendapatan
rata-rata mayarakat yang berada disekitarnya.
3)
Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat
adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal
dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf
hidup dengan tata cara modern. Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap malas,
pemboros atau tidak pernah hemat, kurang kreatif dan relatif pula tergantung pada
pihak lain.
4)

Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan karena

rendahnya akses tehadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada auatu
tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung adanya
pembebasan kemiskinan.
Setelah diketahui bentuk kemiskinan, dikenal pula jenis kemiskinan

berdasarkan sifatnya. Adapun jenis kemiskinan berdasarkan sifatnya adalah :
1)
Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terbentuk sebagai akibat
adanya kelangkaan sumber daya alam dan minimnya atau ketiadaan pra sarana
umum (jalan raya, listrik dan air bersih) dan keadaan tanah yang kurang subur.
Daerah-daerah dengan karakterisktik tersebut pada umumnya adalah daerah yang

5

belum terjangkau oleh kebijakan pembangunan sehingga menjadi daerah
tertinggal.
2)
Kemiskinan Buatan
Kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh sistem
medernisasi atau pembangunan yang menyebabkan masyarakat tidak memiliki
banyak kesempatan untuk menguasai sumber daya, sarana dan fasilitas ekonomi
secara merata. Kemiskinan seperti ini adalah dampak negatif dari pelaksanaan
konsep pembangunan (developmentalism) yang umumnya dijalankan di negaranegara sedang berkembang. Sasaran untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi
tinggi mengakibatkan tidak meratanya pembagian hasil-hasil pembangunan

dimana

sektor

industri

misalnya

lebih

menikmati

tingkat

keuntungan

dibandingkan mereka yang bekerja di sektor pertanian.
2.3. Indikator-Indikator Mengenai Kemiskinan
Pengukuran mengenai kemiskinan dapat dilakukan dari berbagai macam
sudut pandang, namun secara umum hanya didasarkan pada ukuran atas rata-rata

pendapatan dan rata-rata pengeluaran masyarakat dalam suatu daerah tertentu.
Perluasan pengukuran dapat juga dilakukan dengan menyertakan pandangan
mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan serta dimensi sosial
politik sebagai referansi untuk menerangkan terjadinya kemiskinan. Adapun
secara keseluruhan mengenai indikator-indikator kemiskinan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
2.3.1. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Ekonomi
Dimensi ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber
daya yang dapat digunakan atau dimanfaakan untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan seseorang baik secara finansial maupun jenis kekayaan lainnya yang
dapat digunakan untuk menigkatkan kesejahteraan masyarakat (Suryawati, 2004).
Aspek pendapatan yang dapat dijadikan sebagai indikator kemiskian adalah

6

pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita menyatakan besarnya rata-rata
pendapatan masyarakat di suatu daerah selama kurun waktu satu tahun. Besarnya
pendapatan per kapita (income per capita) dihitung dari besarnya output dibagi
dengan jumlah penduduk di suatu daerah untuk kurun waktu satu tahun (Todaro,
1997). Bank dunia menyatakan bahwa kemiskinan absolut adalah orang-orang

yang memiliki pendapatan dibawah USD $1 per hari dan kemiskinan menengah
untuk yang berpendapatan dibawah USD $2 per hari.
Sedangkan untuk aspek konsumsi yang digunakan sebagai indikator
kemiskinan adalah garis kemiskinan. Garis kemiskian merupakan salah satu
indikator kemiskian yang menyatakan rata-rata pengeluaran makanan dan nonmakanan per kapita pada kelompok referensi (reference population) yang telah
ditetapkan (BPS, 2004). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk
kelas marjinal, yaitu mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit diatas
garis kemiskinan. Pada prinsipnya indikator ini mengukur kemampuan
pendapatan dalam memenuhi kebutuhan untuk konsumsi yang meliputi sandang,
pengan, perumahan, dan lain sebagainya.
2.3.2. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Peran Pemerintah
Pemerintah ssebagai regulator sekaligus dinamisator dalam suatu
perekonomian merupakan salah satu pihak yang memiliki peran sentral dalam
upaya untuk menanggulangi permasalahan kemiskinan. Di Indonesia pelaksanaan
penanggulangan

permasalahan

kemiskinan

dibiayai

melalui

Anggaran

Pembangunan dan Belanja Nasional (APBN) melalui pos pengeluaran untuk
Program Pembangunan. Prinsip yang digunakan untuk program ini bahwa
penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui upaya untuk meningkatkan
pembangunan dibidang sumber daya manusia dan pemenuhan sarana maupun

7

prasarana fisik. Kedua bentuk pelaksanaan dalam APBN ini disebut juga investasi
pemerintah untuk sumber daya manusia dan investasi pemerintah dibidang fisik.
Investasi pemerintah dibidang sumber daya manusia ditujukan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang direalisasikan dibidang
pendidikan, agama, kebudayaan, kesejahteraan, pengembangan kualitas tenaga
kerja, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan lain sebagainya.
Sedangkan investasi dibidang fisik adalah pengeluaran yang secara umum
ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat yang direalisasikan kedalam bentuk
pembangunan fisik. Investasi dibidang

ini direalisasikan dibidang industri,

pertanian dan kehutanan, sumber daya air dan irigasi, perdagangan, transportasi,
pertambangan dan energi, pariwisata, lingkungan hidup dan tata ruang, keamanan
dan lain sebagainya.
2.3.3. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Kesehatan
Dari berbagai data kemiskinan menyebutkan adanya keterkaitan antara
kemiskinan
pendapatan

dan kualitas kesehatan masyarakat. Rendahnya kemampuan
dalam

mencukupi//memnuhi

kebutuhan

pokok

menyebabkan

keterbatasan kemampuan untuk menjangkau atau memperoleh standar kesehatan
yang ideal/layak baik dalam bentuk gizi maupun pelayanan kesehatan yang
memadai. Dampak dari kondisi seperti ini adalah tingginya resiko terhadap
kondisi kekurangan gizi dan kerentanan atau resiko terserang penyakit menular.
Kelompok masyarakat yang disebut miskin juga memiliki keterbatasan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan/pengobatan yang memadai sehingga akan
menyebakan resiko kematian yang tinggi.
2.4. Kondisi Kemiskinan di Indonesia
Sebagai sebuah negara berkembang masalah kemiskinan adalah masalah
yang sangat penting dan pokok dalam upaya pembangunannya. Masyarakat
miskin yang sering menderita kekurangan gizi, tingkat kesehatan yang buruk,
8

tingkat buta huruf yang tinggi, lingkungan yang buruk dan ketiadaan akses
infrastruktur maupun pelayanan publik yang memadai. Daerah kantong-kantong
kemiskinan tersebut menyebar diseluruh wilayah Indonesia dari dusun-dusun di
daratan tinggi, masyarakat tepian hutan, desa-desa kecil yang miskin, masyarakat
nelayan ataupun daerah-daerah kumuh di perkontaan.
Perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia pada periode tahun 2000
hingga 2013 ditunjukkan pada tabel 2.1. Pada periode tersebut perkembangan
tingkat kemiskinan di Indonesia relatif berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Tabel. 2.1.
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2000-2013

Jumlah
Tahun

Penduduk
Miskin (Juta

Persentase
Penduduk

Miskin
Orang)
2000
38.74
19.14
2001
37.87
18.41
2002
18.20
38.39
2003
37.34
17.42
2004
36.15
16.66
2005
35.10
15.97
2006
39.30
17.75
2007
37.17
16.58
2008
34.96
15.42
2009
32.53
14.15
2010
31.02
13.33
2011
29.89
12.36
2012
28.59
11.66
2013
28.55
11.47
34.69
Rata-rata
15.61
Sumber : Badan Pusat Statistik
Pada periode 2000-2005 terlihat adanya tren penurunan, meskipun jumlah
penduduk miskin pada tahun 2002 mengalami sedikit kenaikan jika dibandingkan
dengan tahun 2001. Secara absolut jumlah penurunan penduduk miskin pada
periode 2000-2005 sebesar 3.64 juta jiwa, yaitu 38.74 juta jiwa pada tahun 2000
menjadi 35.10 juta jiwa pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan
9

persentase penduduk miskin sebesar 3.17 persen yakni dari 19.14 persen pada
tahun 2000 menjadi 15.97 persen pada tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006
terjadi kenaikan baik secara absolut maupun relatif yaitu masing-masing sebesar
39.30 juta jiwa dan 17.75 persen dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2005.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diindikasikan menjadi salah satu
faktor penyebab naiknya angka kemiskinan pada tahun 2006 tersebut.
Penurunan tingkat kemiskinan kembali terjadi pada periode 2006-2013.
Pada periode 2006-2013 jumlah penduduk miskin turun sebanyak 10.75 juta jiwa
yaitu dari 39.30 juta jiwa pada tahun 2006 menjadi sebesar 28.55 juta jiwa pada
tahun 2013. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin
sebesar 6.28 persen yakni dari 17.75 persen pada tahun 2006 menjadi 11.47 pada
tahun 2013.
Keberhasilan pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan di Indonesia
selama beberapa tahun terakhir belum sepenuhnya berhasil. Ini terlihat dari
tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi, yaitu diatas hard core atau diatas 10
persen. Selain itu, berdasarkan data BPS sebagian besar penduduk miskin di
Indonesia banyak terakumulasi diwilayah pedesaan dan wilayah Indonesia bagian
timur. Walaupun terjadi penurunan angka kemiskinan secara kuantitatif namun
secara kualitatif kemiskinan di Indonesia justru semakin memprihatinkan.
Dibanyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan yang
tetap adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan
yang negatif dengan kemiskinan. Wongdesmiwati (2009) menyebutkan bahwa
penurunan kemiskinan di Indonesia dapat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB) riil dan faktor pendukung lainnya. Pertumbuhan
ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya
pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan, walaupun
10

begitu pertumbuhan ekonomi yang baguspun menjadi tidak akan berarti bagi
masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan penurunan yang tajam dalam
pendistribusian atau pemerataannya. Berikut ini dijelaskan jumlah Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2000 dan 2013 serta pertumbuhannya
yakni :
Tabel 2.2.
Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar
Rupiah) Tahun 2000 dan 2013

Lapangan Usaha

Pertumbuhan

2000

2013

Pertanian, Peternakan
Pertambangan dan

216,831.50

339,560.80

(%)
56.60

Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan dan Hotel
Pengangkutan dan

167,692.20
385,597.90
8,393.80
76,573.40
224,452.20

195,853.20
707,481.70
21,254.80
182,117.90
501,040.60

16.79
83.48
153.22
137.83
123.23

Komunikasi
Persewaan dan Jasa

65,012.10

291,404.00

348.23

Perusahaan
115,463.00
272,141.60
135.70
Jasa-jasa
129,753.80
258,198.40
98.99
Produk Domestik Bruto
1,389,769.90 2,769,053.00
99.25
Sumber : Badan Pusat Statistik
Tabel diatas menjelaskan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada
tahun 2000 dan 2013. Selama periode tersebut terjadi peningkatan PDB riil
Indonesia. Peningkatan tertingggi terjadi

pada sektor pengangkutan dan

komunikasi yakni sebesar 348.23 persen, sedangkan sektor usaha yang mengalami
peningkatan paling rendah adalah sektor pertambangan dan penggalian yakni
hanya sebesar 16.79 persen. Namun secara keseluruhan, PDB Indonesia
mengalami peningkatan sebesar 99.25 persen. Peningkatan ini diiringi pula
dengan turunnya angka kemiskinan selama periode tersebut.
2.5. Program Penanggulangan Kemiskinan

11

Penduduk miskin memiliki karakteristik sosial dan fisik tertentu yang
membuat mereka perlu mendapat perhatian agar mereka dapat keluar dari
kemiskinan.

Perhatian

penanggulangan

tersebut

kemiskinan

yang

dituangkan
dijabarkan

kedalam
dalam

kebijakan
berbagai

untuk
program

penanggulangan kemiskinan. Pembangunan nasional dan daerah pun diarahkan
untuk mengeluarkan mereka yang miskin keluar dari kemiskinan atau dengan kata
lain kemiskinan mempengaruhi arah perencanaan pembangunan, baik nasional
maupun regional.
Beberapa upaya memutus mata rantai kemiskinan telah dilakukan oleh
pemerintah pusat daerah, diantaranya dengan pemberian Beras Miskin (Raskin),
Bantuan Langsung Tunai (BLT), Pelayanan Kesehatan Keluarga Miskin
(Askeskin), Bantuan Operasinal Sekolah (BOS) dan pemberian akses yang luas
terhadap sumber-sumber pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
(Landiyanto, 2006 dalam Sugiyanto, 2008).
Program-program penanggulangan kemiskinan di Indonesia dibagi kedalam
4 klaster, yaitu :
1)
Klaster-1 merupakan program perlindungan sosial berbasis keluarga berupa
2)

bantuan siswa miskin, JAMKESMAS, raskin, PKH, BLT, dan lain-lain.
Klaster-2 merupakan program-program pemberdayaan masyarakat, seperti
PNPM mandiri yang bertujuan memberikan perlindungan dan pemenuhan
hak atas berpartisipasi, kesempatan kerja dan berusaha, tanah, sumber daya

3)

alam, dll.
Klaster-3 merupakan program pemberdayaan UMKM, seperti KUR dan

4)

UMKM.
Klaster-4 termasuk program rumah yang sangat murah, program kendaraan
angkutan umum murah, program air bersih untuk rakyat, program listrik

12

murah dan hemat, serta program peningkatan kehidupan nelayan dan
program peningkatan kehidupan masyarakat miskin perkotaan.
Berikut ini dipaparkan beberapa program penanggulangan kemiskinan yang
diterapkan oleh pemerintah Indonesia yakni :
a.
Beras Miskin (Raskin)
Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) sudah dimulai
sejak 1998. Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan RASKIN
yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama
rumah tangga miskin. Raskin merupakan subsudi pangan yang diperuntukkan bagi
keluarga miskin. Program ini bertujuan untuk menurangi beban pengeluaran
Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan
pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi

energi dan

protein. Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan/membuka akses pangan
keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat dengan
jumlah sasaran yang telah ditentukan. Efektivitas raskin sangat tergantung pada
ketepatan jumlah sasaran penerima manfaat dan ketepatan jumlah beras yang
diterima.
b.
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
Jamkesmas merupakan sebuah program jaminan kesehatan untuk penduduk
Indonesia dibidang kesehatan. Program ini diselenggarakan secara nasional
dengan tujuan untuk meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap
seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang optimal secara efektif. Jamkesmas diselenggarakan berdasarkan
konsep asuransi sosial dan iurannya dibayarkan oleh pemerintah.
c.
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)
Meski dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) diharapkan dapat
meningkatkan keikutsertaan peserta didik, namun masih tetap saja ada siswa yang
putus sekolah dan tidak melanjutkan pendidikan mereka kejenjang yang lebih
13

tinggi. Salah satu penyebabnya adalah orang tua tidak mampu memenuhi
kebutuhan pendidikan seperti baju seragam, buku tulis dan buku cetak, sepatu,
biaya transportasi dan biaya operasional lainnya yang tidak ditanggung oleh dana
BOS.
BSM adalah bantuan yang diberikan kepada siswa kurang mampu untuk
dapat melakukan kegiatan belajar di sekolah. Bantuan ini bertujuan untuk
mengurangi jumlah siswa putus sekolah akibat permasalahan biaya pendidikan,
serta memberi peluang bagi siswa untuk mengikuti pendidikan ditingkat yang
lebih tinggi. Program ini bersifat bantuan diberikan kepada siswa miskin dan tidak
berdasarkan prestasi.
d.

Program Keluarga Harapan (PKH)
PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai

kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan persyaratan tertentu. Rumah
tangga yang mendapat program ini adalah RTSM yang memiliki ibu hamil atau
anak balita atau anak usia sekolah. Bantuan diberikan selama 6 tahun berturutturut. Tujuan jangka pendek dari program ini adalah mengurangi beban RTSM,
sedangkan untuk jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai
kemiskinan antar generasi. Dengan adanya program ini generasi berikutnya
diharapkan dapat keluar dari perangkap kemiskinan.
Berdasarkan penjelasan diatas, berbagai upaya untuk menanggulangi
masalah kemiskinan sudah lama dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui
berbagai program. Namun program pengentasan kemiskinan yang dilakukan
pemerintah selama ini dinilai kurang menekankan aspek pemberdayaan, lebih
bersifat sinterklas sehingga dampaknya justru membuat masyarakat menjadi
manja, tidak bekerja keras bahkan menurut Gumilar (2007 :12) pemberian
bantuan keuangan langsung justru berdampak melanggengkan kemiskinan. Perlu
14

disadari bahwa kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi, melainkan merupakan
masalah yang kompleks, bersifat multidimensi sehingga penanggulangannya
memerlukan pendekatan dari berbagai aspek, baik aspek ekonomi,politik maupun
sosial budaya.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, angka
kemiskinan di Indonesia telah mengalami penurunan selama periode tahun 2000
hingga 2013. Namun, keberhasilan pemerintah dalam mengurangi angka
kemiskinan di Indonesia selama beberapa tahun terakhir belum sepenuhnya
berhasil. Ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi, yaitu diatas
hard core atau diatas 10 persen. Selain itu, berdasarkan data BPS sebagian besar
penduduk miskin di Indonesia banyak terakumulasi diwilayah pedesaan dan
wilayah Indonesia bagian timur. Walaupun terjadi penurunan angka kemiskinan
secara kuantitatif namun secara kualitatif kemiskinan di Indonesia justru semakin
memprihatinkan.
Selain itu, berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
untuk mengurangi angka kemiskian dalam berbagai bentuk program dinilai tidak
efektif dan efisien. Hal ini karena program pengentasan kemiskinan yang
dilakukan pemerintah selama ini dinilai kurang menekankan aspek pemberdayaan,
lebih bersifat sinterklas sehingga dampaknya justru membuat masyarakat menjadi
manja, tidak bekerja keras dan bahkan akan melanggengkan kemiskinan itu
sendiri.
3.2. SARAN

15

Berdasarkan uraian diatas, maka disarankan kepada pemerintah agar
menerapkan program pengentasan kemiskinan yang lebih menekankan aspek
pemberdayaan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kemandirian pada diri
masyarakat dan mengubah mind set atau pola pikir dan sudut pandang mereka
terhadap kemiskinan. Karena kemiskinan yang terjadi di Indonesia bersifat
struktural sehingga untuk memutus mata rantai kemiskinan tersebut harus dari
dalam masyarakat itu sendiri. Program ini dapat dilakukan dengan memberikan
bimbingan terhadap unit-unit usaha, baik secara moril (skill) maupun materil.

DAFTAR PUSTAKA
BPS dan Kemensos RI.2012.Analisis Data Kemiskinan Berdasarkan Data
PPLS 2011.Jakarta.
Hermawati, Istiana.2012.Dampak Program Pengentasan Kemiskinan di
Kabupaten Jayapura. Jakarta : Jurnal Penelitian.
Khabhibi, Achmad.2013.Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kemiskinan. Surakarta : Skripsi.
Kasriyati.2010.Kemiskinan dan Penyebabnya di Indonesia. Jurnal Penelitian.

16

Cholili, Fatkhul Mufid.2014.Analisis Pengaruh Pengangguran, Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), Dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Terdahap Jumlah Penduduk Miskin. Surakarta: Jurnal
Ilmiah.
Prastyo, Adit Agus.2010.Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kemiskinan. Semarang : Skripsi Universitas Diponegoro.
www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 03 April 2016

17