Komunikasi hubungan antar pribadi dalam

Tahap-Tahap Perkembangan Hubungan
Pembahasan mengacu pada Teori Perkembangan Hubungan dari DeVito (2001). Tahap-tahap ini
diidentifikasi berdasarkan perilaku dan cara berkomunikasi yang terjadi. Suatu hubungan intim seperti
halnya hubungan lain dibangun melalui serangkaian tahapan. Mayoritas hubungan meliputi enam tahap
utama, yaitu Tahap Kontak, Tahap Keterlibatan, Tahap Keintiman, Tahap Penurunan dan Tahap Perbaikan
atau Pemutusan.
Namun tahap-tahap ini bersifat standar dan tidak semua pasangan mengalami hal sama. Setiap tahap
memiliki fase awal dan akhir, menjelaskan sifat suatu hubungan dan bukan menilai atau memprediksi
bagaimana seharusnya suatu hubungan.
Pada Tahap Kontak, dua individu mulai berkenalan. Saat pertemuan pertama terdapat beberapa informasi
atau kesadaran akan kontak (perceptual contact). Dari sini diketahui gambaran fisik seperti jenis kelamin,
usia rata-rata, berat, dan lain-lain. Setelah persepsi ini, timbul kontak interaksional (interactional contact)
yang bersifat 'tampak luar' (superficial) dan relatif tidak pribadi. Saat ini terjadi pertukaran informasi dasar
yang mengawali keterlibatan selanjutnya. Menurut penelitian dalam lima menit pertama dari interaksi awal,
seseorang memutuskan apakah ingin melanjutkan hubungan atau tidak (Zunin dan Zunin, 1972). Pada tahap
kontak, penampilan fisik sangat penting karena lebih siap dilihat. Juga perilaku verbal dan non-verbal,
kualitas seperti keramahan, kehangatan, keterbukaan dan dinamisme sangat menentukan.
Berger (1979) membagi hubungan perkenalan menjadi tiga bagian. Pertama adalah tahap pasif di mana
kedua orang yang bertemu untuk pertama kali saling mengutamakan perhatian kepada komunikasi yang
berlangsung tanpa menanyakan apa-apa. Semua situasi dan kondisi terjadi secara alami tanpa dimanipulasi.
Berikutnya yaitu tahap aktif ketika dua pihak yang bertemu saling mengajukan pertanyaan, memperhatikan

dan mendengarkan lawan bicara, pihak komunikan mulai memanipulasi situasi hubungan antarpribadi.
Ketiga adalah tahap interaktif yaitu tahap memanipulasi komunikan agar komunikator memperoleh
informasi melalui perilaku komunikan.
Pada pasangan Ant dan Yyn pertemuan pertama terjadi dalam acara Kelompok Karyawan Muda Katolik
(KKMK) tahun 1995 di Yogyakarta. Baik Ant maupun Yyn tidak tertarik satu sama lain. Satu setengah tahun
kemudian keduanya bertemu kembali pada acara tahun baru 1997 dan tertarik untuk melanjutkan
hubungan. Pasangan kedua, Har dan Von berkenalan secara tidak sengaja. Har adalah teman dari kakak lakilaki Von. Mereka berasal dari Kediri, Jawa Timur. Bagi pasangan ketiga, Rob dan Tin, pertemuan pertama
sangat bermakna karena mereka saling menyukai satu sama lain. Keduanya bertemu saat mengikuti misa di
Kapel Kanisius, Jakarta Pusat.
Tahap Keterlibatan (involvement). Pada tahap ini muncul rasa saling ketergantungan, ingin melanjutkan
hubungan dan berusaha mempelajari orang lain. Pertama, timbul semacam keinginan menguji apakah
penilaian awal atau pendapat pribadi saat pertemuan pertama bisa terbukti dan beralasan. Seseorang yang
tertarik melanjutkan hubungan antarpribadi mulai membuka diri sendiri dan ingin tahu informasi tentang
mitra bicaranya (Tolhuizen, 1989).
Sepanjang proses hubungan, terutama selama Tahap Keterlibatan dan Keintiman awal, seseorang sering
menguji pasangannya untuk mengetahui perasaan pasangan tentang hubungan. Beberapa strategi yang
digunakan (Baxter dan Wilmot, 1984; Bell dan Buerkel-Rothfuss, 1990) yaitu: 1) Langsung (directness), yaitu
dengan cara langsung menanyakan pasangan bagaimana perasaannya atau menyatakan perasaan sendiri
dengan asumsi pasangan juga akan membuka diri; 2) Ketahanan (endurance), yaitu berperilaku negatif
terhadap pasangan dengan asumsi jika pasangan mampu bertahan maka ia serius pada hubungan; 3) Saran

tidak langsung (indirect suggestion), yaitu mengajak pasangan untuk berhubungan lebih akrab melalui katakata atau sikap tertentu; 4) Penampilan publik (public presentation), yaitu tampil berdua dengan pasangan
di hadapan publik; 5) Perpisahan (separation), yaitu berpisah secara fisik guna melihat respon pasangan; 6)
Pihak ketiga (third party), yaitu menanyakan pihak ketiga seperti teman atau keluarga, tentang perasaan dan
intensi pasangan; dan 7) Segitiga (triangle), yaitu mengatur dan mengatakan bahwa ada orang lain tertarik
dengan diri sendiri untuk melihat reaksi pasangan. Pada Tahap Keterlibatan pada pasangan Ant dan Yyn,

pihak laki-laki berinisiatif menelepon dan berkunjung ke rumah pihak perempuan. Selain informasi yang
diperoleh langsung, Ant juga bertanya kepada pihak ketiga yakni teman-teman Yyn. Mereka merasa ragu
untuk melanjutkan hubungan antarpribadi karena perbedaan usia di mana pihak perempuan lebih tua
enam tahun dari pihak laki-laki.
Pasangan Har dan Von memasuki Tahap Keterlibatan dengan inisiatif pihak laki-laki. Meski tempat tinggal
mereka berbeda kota, Har menemui Von setiap bulan. Informasi mengenai perasaan pasangan diperoleh
dengan cara bertanya langsung dan dari pihak ketiga.
Pada pasangan ketiga, saat pertama kali berjumpa, Rob menanyakan nama dan alamat Tin. Lalu mereka
saling tertarik dan sepakat melanjutkan pertemuan berikutnya. Uniknya, Rob dan Tin sedang memiliki
hubungan khusus dengan orang lain ketika mereka memasuki tahap keterlibatan. Menurut penuturan Tin,
saat berkenalan masing-masing telah memiliki pacar dan saling tidak mengetahui hal tersebut. Setelah
beberapa bulan mereka saling membuka diri sehingga informasi tersebut diketahui. Akhirnya mereka
sepakat memutuskan hubungan dengan pacar sebelumnya dan meneruskan hubungan.
Tahapan Keintiman. Pada tahap ini seseorang berkomitmen berhubungan lebih dalam dengan orang lain,

mengukuhkan hubungan agar ia menjadi teman terdekat, kekasih atau pasangan. Keduanya saling berbagi
jaringan sosial, bergaul dengan beragam anggota kebudayaan yang berbeda (Gao dan Gudykunst, 1995).
Tidak mengherankan jika kepuasan hubungan juga meningkat sejalan pergerakan ke arah tahap ini (Siavelis
dan Lamke, 1992). Tahap Keintiman terbagi dalam dua fase, yaitu, pertama, komitmen antarpribadi di mana
dua orang saling sepakat dalam suatu cara khusus, dan kedua, ikatan sosial di mana komitmenditunjukkan
kepada publik, misalnya kepada keluarga dan kawan-kawan.
Pada tahap hubungan dekat dan intim, terdapat peningkatan hubungan. Dua orang menganggap diri
mereka sebagai unit khusus dan saling mendapat keuntungan lebih besar dari hubungan bersifat intim.
Karena saling mengetahui lebih baik (seperti nilai-nilai, pendapat, sikap) maka ketidakpastian tentang orang
lain menjadi berkurang secara signifikan, dan prediksi mengenai perilaku orang tersebut lebih akurat. Pada
tahap ini, masing-masing pihak, pria dan wanita yang awalnya memiliki hubungan khusus sebagai pacar,
mulai mengikatkan diri dalam hubungan perkawinan.
Pada Tahap Keintiman, peneliti menelaah tahap ini dalam dua tahap, yaitu Tahap Keintiman Sebelum
Perkawinan dan Setelah Perkawinan terjadi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada Tahap Keintiman
Sebelum Perkawinan, ketika seseorang jatuh cinta ia akan melebih-lebihkan kebaikan dan meminimalkan
kekurangan pasangannya. Saling berbagi emosi dan pengalaman, berbicara perlahan dengan tingkah laku
santun dan penuh kesopanan. Komunikasi yang berlangsung bersifat sangat pribadi. Tipe komunikasi ini
mencakup rahasia yang disimpan dari orang lain dan pesan yang memiliki makna dalam hubungan khusus
(Knapp, Ellis dan Williams, 1980). Saat orang luar mencoba menggunakan istilah yang bersifat pribadi,
ekspresinya tampak tidak tepat dan sering mengganggu privasi, muncul keterbukaan diri yang signifikan,

terdapat konfirmasi dan diskonfirmasi di antara pasangan cinta dibandingkan dengan bukan pasangan atau
pasangan yang akan putus cinta, antara lain kesadaran mengenai apa yang tepat untuk pasangannya,
imbalan, hukuman, dan tindakan untuk memperoleh hal yang diinginkan. Sentuhan yang terjadi lebih sering
dan intim (Guerrero, 1977). Tanda ikatan (tie signs) yaitu gesture non-verbal yang menunjukkan
kebersamaan lebih banyak dilakukan.
Sternberg (1986, 1988) mendefinisikan cinta sebagai kombinasi keintiman, gairah dan komitmen. Keintiman
(intimacy) adalah aspek emosional cinta yang meliputi perilaku saling berbagi, berkomunikasi dan
mendukung; yang merupakan rasa selalu ingin berdekatan dan berhubungan. Gairah (passion) adalah aspek
motivasional yang terdiri atas ketertarikan fisik dan bersifat romantis. Komitmen merupakan aspek kognitif
dan berisi keputusan yang berkaitan dengan perhatian terhadap pasangan. Cinta seutuhnya merupakan
gabungan tiga komponen, yakni keintiman, gairah dan komitmen secara seimbang. Skala yang dibuat
Hendrick dan Hendrick (1990) berdasarkan hasil penelitian Lee (1976) mengarah pada pembahasan tentang
enam jenis cinta. Skala ini dirancang untuk mengidentifikasi gaya-gaya yang merefleksikan keyakinan
tentang cinta, mengacu pada enam jenis cinta yaitu: 1) Eros (keindahan dan seksualitas), mengutamakan

kecantikan dan ketertarikan fisik; 2) Ludus (hiburan dan kesenangan), cinta sebagai suatu permainan,
kesenangan. Cinta bukan hal yang harus ditangani secara serius; Strorge (penuh damai dan perlahan), tidak
secara khusus mencari kekasih tetapi lebih mengukuhkan hubungan persahabatan dengan seseorang yang
dikenal dan kepada siapa mereka berbagi ketertarikan dan aktivitas; 4) Pragma (praktis dan tradisional),
menginginkan compatibility dan hubungan yang bisa memuaskan kebutuhan dan keinginan yang penting,

lebih memperhatikan kualifikasi sosial daripada kualitas pribadi dari pasangan potensialnya; 5) Mania
(kegembiraan dan depresi), mencintai dengan sangat kuat dan pada saat yang sama sangat takut kehilangan
cinta, sangat pencemburu, obsesif terhadap pasangan, kurang memiliki citra diri, dan harga diri diperoleh
dari cinta yang diberikan; 6) Agape (penuh kebaikan dan tidak mengutamakan diri sendiri), cinta penuh
kasih sayang, cenderung spiritual tanpa memperhatikan imbalan atau keuntungan pribadi, tanpa
mengharap bahwa cinta akan dibalas.
Peneliti menemukan bahwa perilaku pasangan informan mengarah pada hubungan romantis, seperti saling
bertemu dan menceritakan pengalaman masing-masing (Ant dan Yyn), saling berkirim surat (Har dan Von),
pergi nonton dan makan berdua (Rob dan Tin). Para informan juga menyatakan perasaan kepada
pasangannya. Sebelum mengukuhkan hubungan antarpribadi dalam bentuk perkawinan, para informan
mengalami masa pacaran yakni keterlibatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam
hubungan yang mengarah pada keintiman sebelum memasuki jenjang perkawinan. Lama waktu yang
dibutuhkan dalam tahap keintiman sebelum perkawinan bervariasi. Pasangan Ant dan Yyn
memerlukanwaktu sekitar dua tahun, informan Har dan Von hanya membutuhkan delapan bulan sementara
pasangan Rob dan Tin melewatinya dalam periode kurang lebih dua tahun.
Para informan memiliki alasan beragam ketika ditanya mengapa mau berkomitmen dalam perkawinan
dengan pasangannya. Bagi Ant dan Yyn, alasan utama adalah usia yang dianggap layak untuk membentuk
keluarga. Pada pasangan Har dan Von, usia yang dianggap layak untuk segera berkeluarga juga menjadi
alasan pertama memasuki suatu perkawinan. Sementara bagi pasangan Rob dan Tin, gagasan untuk
berkomitmen dalam perkawinan dicetuskan oleh orang tua pihak perempuan.

Pada Tahap Keintiman Setelah perkawinan, ketika keintiman menjadi hubungan seumur hidup, menurut
Zimmer (1986), seseorang berhadapan dengan tiga jenis kekhawatiran (anxiety), yaitu: 1) Kekhawatiran
keamanan (security anxiety), dalam perkawinan terkadang muncul rasa khawatir bahwa pasangan
meninggalkan hubungan demi orang lain; 2) Khawatir akan pemenuhan (fulfillment anxiety), ada pula suami
atau istri yang merasa khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan pasangannya; 3) Khawatir
pada kegembiraan (excitement anxiety), ada pasangan yang khawatir bahwa kegiatan sehari-hari yang
dilakukan dalam perkawinan mengakibatkan suamiistri terjebak dalam rutinitas yang membosankan serta
kehilangan kebebasan untuk bertindak.
Peneliti mengamati bahwa ada kekhawatiran yang bervariasi pada tiap pasangan informan. Pada pasangan
Ant dan Yyn terjadi kekhawatiran akan pemenuhan kebutuhan berkaitan dengan anak. Suami-istri ini telah
menikah selama lima tahun namun belum dikaruniai anak. Sementara bagi pasangan Har dan Von, pihak
suami yakni Har merasa khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan istrinya karena tidak
mengetahui apa yang menjadi keinginan Von. Bagi pasangan Rob dan Tin yang melewati tigapuluh tahun
hidup bersama dalam perkawinan, muncul setidaknya dua kali kekhawatiran akan rasa aman. Tin mengaku
pernah merasa cemburu karena suaminya mengantar teman perempuan pulang. Di sisi lain, Rob mengakui
khawatir kehilangan istrinya terutama setelah anak-anak mereka beranjak dewasa.
Tahap Penurunan (deterioration) ditandai dengan munculnya ketidakpuasan intra pribadi—seseorang
mulai mengalami ketidakpuasan interaksi sehari-hari dan memandang masa depan bersama pasangan
dengan negatif—dan penurunan antarpribadi—seseorang mundur dan terus menjauh. Waktu luang
bersama pasangan makin berkurang. Saat bersama saling berdiam diri, sedikit terbuka, sedikit kontak fisik

dan kurang kedekatan psikologis. Konflik sering terjadi dan sulit diselesaikan. Deteriorasi hubungan adalah
melemahnya ikatan kebersamaan antar dua orang. Penurunan hubungan timbul ketika seseorang
menyadari pasangannya tidak lagi memiliki fisik dan kepribadian yang menarik, saat tidak lagi dirasakan

adanya kedekatan, atau jika perbedaan menjadi lebih penting daripada kesamaan yang ada. Putus
hubungan akan lebih menarik bagi orang yang pergi (Blumstein dan Schwartz, 1983).
Sangat sulit menentukan penyebab khusus bagi tiap penurunan hubungan. Semua penyebab juga bisa
menjadi akibat (efek) dari penurunan hubungan. Ketika tidak ada lagi faktor-faktor penting yang mendukung
pengukuhan hubungan maka hubungan mungkin melemah (DeVito, 2001).
Harapan yang tidak dipenuhi oleh orang yang tepat sering menjadi penyebab kesulitan hubungan (Lederer,
1984). Masalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan finansial kadang juga mempersulit hubungan
(Blumsteim dan Schwartz, 1983).
Pada pasangan Ant-Yyn ketidakpuasan muncul setelah menemui kenyataan bahwa si pasangan bukanlah
tipe ideal seperti yang diharapkan. Lain halnya dengan pasangan Har dan Von. Perbedaan sifat dalam
kehidupan seharihari menimbulkan ketidakpuasan terutama bagi pihak istri. Namun keduanya menyadari
bahwa perbedaan sifat tersebut bisa diterima dengan menyesuaikan
diri. Selain ketidakpuasan, Tahap Penurunan hubungan mulai timbul dengan adanya konflik dalam
perkawinan. Kadang konflik disebabkan hal-hal yang sifatnya tidak terlalu penting. Sementara pada
pasangan Rob dan Tin yang telah menikah selama tigapuluh tahun, ketidakpuasan terhadap pasangan
timbul karena perbedaan sifat, masalah pekerjaan dan anak.

Tahap Penurunan memiliki dua pilihan. Pertama pasangan suami istri melangkah ke Tahap Perbaikan. Pilihan
kedua adalah Tahap Pemutusan hubungan suami-istri.
Tahap Perbaikan (repair) hubungan bersifat optional dan dalam bagan digambarkan melalui lingkaran
terpecah. Beberapa pasangan mungkin berhenti sejenak selama tahap deterioration dan mencoba
memperbaiki hubungan. Sementara ada pula pasangan yang tanpa berhenti namun langsung memutuskan
hubungan. Ada dua fase perbaikan, yaitu: 1) Perbaikan intra pribadi. Seseorang menganalisa kesalahan dan
mempertimbangkan cara memecahkan kesulitan hubungan. Mungkin terjadi perubahan perilaku atau
harapan terhadap pasangan. Juga dipertimbangkan imbalan dari hubungan yang sedang berlangsung dan
imbalan yang diperoleh jika hubungan berakhir; 2) Perbaikan antarpribadi. Fase ini adalah saat
membicarakan keputusan memperbaiki hubungan dengan pasangan, mencakup negosiasi kesepakatan dan
perilaku baru. Saran memperbaiki hubungan dapat diperoleh dari teman, keluarga atau konseling dengan
profesional.
Dalam Tahap Perbaikan, suami-istri Ant dan Yyn menyadari dan mau menerima sifat yang ada pada
pasangan. Mereka mengatakan bahwa setelah bertengkar atau mengalami konflik, dibutuhkan waktu
sekitar satu jam untuk diam dan saling introspeksi diri. Keduanya sepakat agar suatu masalah selesai tanpa
campur tangan pihak ketiga.
Sementara itu pasangan Har dan Von yang melewati masa limabelas tahun perkawinan tidak menutupi
bahwa konflik juga muncul dalam hubungan perkawinan mereka. Har berpendapat bahwa cara terbaik
menyelesaikan pertentangan adalah menyadari sikap pemarah yang ia miliki dan meminta maaf kepada
istrinya.

Pada pasangan Rob dan Tin, ketika terjadi pertengkaran pihak istri cenderung memilih sikap diam dan
mengalah karena tidak mau memperkeruh keadaan. Mereka berjanji menyelesaikan konflik dengan
introspeksi diri dan masalah harus diselesaikan paling lambat sebelum tidur di malam hari.
Akhir dari hubungan antarpribadi adalah pemutusan ikatan antarindividu. Suami dan istri yang merasa tidak
dapat mempertahankan perkawinan bisa memutuskan untuk berpisah. Tahap Pemutusan ini terdiri dari dua
fase yaitu: 1) Perpisahan antarpribadi (interpersonal separation) di mana pasangan tinggal terpisah satu
sama lain; dan 2) Perpisahan sosial atau publik (social or public separation) yakni perceraian.
Penurunan atau pemutusan hubungan berakibat negatif dan positif. Dari sisi negatif, misalnya ada pihak
yang kehilangan hal-hal menyenangkan yang dinikmati sebagai hasil hubungan, sedangkan dari sisi
positifnya, hubungan yang tidak memuaskan telah hilang.

Tidak semua hubungan harus dipertahankan. Tidak semua pemutusan hubungan merupakan hal buruk.
Putus hubungan akan memudahkan orang mengembangkan pergaulan baru dan mengalami jenis hubungan
berbeda dengan beragam orang.
Peneliti menemukan keunikan pada tiga pasang informan yang diteliti, yakni mereka mengaku tidak pernah
berpikir untuk memutuskan hubungan dengan pasangan bahkan ketika mereka menghadapi masalah dalam
perkawinan.
Pasangan Ant dan Yyn telah menikah selama lima tahun dan belum memiliki anak. Ant mengungkapkan
bahwa ia tidak pernah berpikir untuk kawin lagi sebagai jalan keluar memperoleh anak. Ia telah berjanji
kepada Tuhan sewaktu menikah di Gereja untuk setia dan menerima keadaan istri apa adanya. Prinsip hidup

yang diyakininya adalah kawin hanya sekali seumur hidup. Di sisi lain Yyn berpendapat bahwa Ant adalah
suami yang terbaik baginya.
Tahap Pemutusan juga tidak terjadi pada pasangan informan kedua. Har dan Von dengan usia perkawinan
limabelas tahun, lebih banyak melewatkan waktu dengan pasangan atau dengan anak-anak. Har merasa
bahagia dengan kehidupan perkawinan yang dijalani selama limabelas tahun ini sehingga tidak pernah
berpikir untuk bercerai. Ia yakin bahwa konflik seberat apapun bisa diselesaikan bersama istri.
Ketidaksesuaian pendapat (pertengkaran) dalam perkawinan adalah hal positif karena suami-istri bisasaling
mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai pasangannya.
Alasan utama bagi pasangan Rob dan Tin yang telah menjalani masa tigapuluh tahun perkawinan untuk
menghindari perceraian adalah kehadiran anak-anak. Rob mengakui bahwa ia telah berjanji kepada Tuhan
saat pertama kali menikah untuk bertanggung jawab terhadap anak-anak. Mereka memegang prinsip
agama Katolik tentang perkawinan yakni ‘suami dan istri bersama-sama dalam susah dan senang’.
Pergerakan Antartahap
Tahap-Tahap Hubungan Antarpribadi dapat dilihat pada bagan di bawah ini. Dalam bagan tersebut
digambarkan Tahap-Tahap Hubungan Antarpribadi terdiri dari tiga arah: 1) Arah keluar, di mana tiap tahap
menawarkan kesempatan untuk keluar dari hubungan; 2) Arah vertikal atau pergerakan antartahap
menjelaskan fakta bahwa seseorang dapat bergerak ke tahap lain, yaitu lebih intens (misal dari keterlibatan
menuju keintiman) atau kurang intens (contoh dari keintiman ke arah penurunan). Juga dapat berpindah
kembali ke tahap sebelumnya (Masheter dan Harris, 1996); dan 3) Arah refleksi diri, arah yang melompat
kembali ke awal tahap (tingkat) yang sama, menandakan bahwa setiap hubungan bisa menjadi stabil tiap

saat.
Tahap-Tahap Perkembangan Hubungan Antarpribadi
Pergerakan melalui beragam tahap biasanya merupakan proses perlahan (gradual), tidak dapat melompat
dari Tahap Kontak ke Tahap Keterlibatan lalu ke Tahap Keintiman.
Pada tiga pasang informan ditemukan Tahap-Tahap Perkembangan Hubungan. Pasangan dengan usia
perkawinan lima, limabelas dan tigapuluh tahun sama-sama melewati Tahap Kontak, Keterlibatan,
Keintiman, Penurunan dan Perbaikan. Pengulangan ada pada Tahap Penurunan, Perbaikan dan Keintiman.
Namun semua informan belum pernah memasuki Tahap Pemutusan. Para informan telah mengalami konflik
dan pernah merasa kecewa atau tidak puas dengan pasangannya dalam suatu hal sehingga mengalami
Tahap Penurunan Hubungan. Topik yang menjadi sumber konflik antara lain pengasuhan anak, perbedaan
sifat, sikap dan perilaku antarpasangan sehari-hari. Selanjutnya antara suami-istri menyadari apa yang
menjadi penyebab masalah dan memperbaiki diri dengan berusaha tidak mengulangi hal tersebut di masa
depan. Hal-hal ini termasuk Tahap Perbaikan.
Setelah melalui Tahap Perbaikan, tiga pasang informan yang diteliti memiliki kesamaan untuk kembali
berada di Tahap Keintiman. Sikap suami istri yang berada pada Tahap Keintiman ditunjukkan dengan
kedekatan fisik, misalnya bersentuhan, memberi kado kepada pasangan, mencium pipi dan pergi berdua.
Juga ditandai dengan kedekatan secara psikologis antara lain merasa rindu dan kesepian ketika tidak
bertemu pasangan beberapa hari.
Tiga pasang informan sepakat tidak berniat atau tidak pernah memikirkan untuk putus hubungan
perkawinan dengan pasangannya. Jadi Tahap Pemutusan hubungan tidak terjadi pada suami-istri yang
diteliti. Hal ini cenderung disebabkan prinsip agama Katolik yang mereka sadari, sehingga membentuk pola

pikir bahwa perkawinan hanya sekali seumur hidup dan tidak bisa dipisahkan manusia. Informan Har
berpendapat “perkawinan Katolik adalah perkawinan monogami”; Ant mengatakan "akan
menjagaperkawinan ini seumur hidupnya."; dan Rob menyatakan "perkawinan Katolik tidak boleh
diceraikan manusia". Sementara Tin, istri Rob, berprinsip "suami dan istri bersama-sama dalam susah dan
senang."
Pada pasangan informan dengan latar belakang budaya berbeda (Ant dan Yyn: budaya Jawa dan Cina),
terdapat konflik pada awal masa perkawinan sehingga ada ketidakpuasan terhadap pasangan. Sumber
konflik cenderung disebabkan oleh perbedaan kebiasaan yang dilakukan sehari-hari namun dianggap
informan sebagai perilaku khas suku tertentu. Perbedaan antara pihak laki-laki dan perempuan yang terlibat
perkawinan dapat diterima dan tidak dipermasalahkan oleh pasangannya. Perbedaan tersebut adalah usia
dan tingkat pendidikan.
Dukungan lingkungan kedua pihak yang menjalin hubungan antarpribadi turut mempengaruhi awal
perkembangan hubungan terutama pada Tahap Kontak, Keterlibatan dan Keintiman. Lingkungan yang
dimaksud adalah orang tua, teman-teman dan saudara. Hubungan pasangan informan dengan keluarga
besar (orang tua, mertua, saudara dan saudara ipar) umumnya baik dan tidak mempengaruhi kelangsungan
perkawinan.
Usia perkawinan atau lama hubungan antarpribadi yang terjalin, tidak berpengaruh pada perkembangan
hubungan. Ada hal-hal yang mempengaruhi berlangsungnya tahap-tahap perkembangan hubungan seperti
ketertarikan baik fisik maupun non fisik, dukungan keluarga dan teman-teman, situasi saat terjalinnya
hubungan, sifat yang dimiliki seseorang, dan lain-lain.
Suatu hubungan perkawinan tak luput dari konflik yang terjadi antara suami dan istri. Namun bagaimana
menyikapi dan mengatasi konflik sangat berperan bagi perkembangan hubungan selanjutnya. Jika pasangan
bisa menghadapi konflik dengan terbuka, mau memperbaiki kesalahan dan mencari jalan keluar secara
bersama maka konflik yang terjadi tidak akan berlanjut.
Penelitian ini tidak menitikberatkan pada topik konflik dalam perkawinan, namun peneliti menemukan
bahwa konflik bisa menjadi hal yang positif bila pasangan mampu mengatasinya dengan tepat. Ada
informan berpendapat bahwa melalui konflik, seseorang mendapat informasi tentang hal-hal yang disukai
dan tidak disukai pasangannya, maka informasi tersebut bisa bermanfaat untuk menghindari terulangnya
konflik dan menjaga hubungan perkawinan.
Pihak-pihak yang berminat mengamati hubungan perkawinan dapat menggunakan metode atau
pendekatan lain dan banyak hal yang menarik untuk dianalisis. Misalnya bagaimana analisis dari sudut
pandang teori self disclosure, peran latar belakang budaya dalam perkawinan, atau pasangan informan yang
diteliti beragama non-Katolik.
DAFTAR PUSTAKA
Berger, Charles & Chaffee, Steven. 1975. Handbook of Communication
Science, Newbury,CA: Sage Publication Inc.
DeVito, Joseph A. 2001. The Interpersonal Communication Book. New York:
Addison Wesley Longman Inc., 9th edition.
Gudykunst, W.B. & Stella Ting Toomey. 1988.Culture and Interpersonal
Communication. New Burry Park, Beverly Hills, CA : Sage Publications.

Jurnal
VOLUME 1, NOMOR 2, DESEMBER: 131-142
ILMU KOMUNIKASI
Miller, Gerald M. dan Steinberg, Mark. 1975. Between People: A New Analysis
of Interpersonal Comunication, USA : Science Research Associates Inc.
Moleong, Lexy. J.1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV
Remadja Karya.
Osborne, Cecil G. 1988. The Art of Understanding Your Mate. Michigan :
Zondervan Publishing House Grand Rapids,
Schmiedeler, Edgar, O.S.B.,Ph.D.1946.Marriage and the Family, A Text for a
Course on Marriage and the Family for use in Catholic Schools, 6th ed.
New York: McGraw-Hill Book Company Inc.
Swihart, Judson J. Ph.D. 1993. How Do You Say, "I Love You". Illinois:
InterVarsity Press.
Tek, Dr. & Ny. Chong Kwong dan Tn. & Ny. Chua Wee Hian. 1999.
Kekasihku: Setelah Pernikahan. Terjemahan. Bandung: Lembaga
Literatur Baptis.
Tukan, Johan Suban. 1999. Membina Para Pembina Kursus Persiapan
Perkawinan. Jakarta: Yayasan Putra-Putri Maria.
Wahlroos, Sven. Komunikasi Keluarga. 1988. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia