ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENDERITA TB PARU DENGAN KETIDAKEFEKTIFANBERSIHAN JALAN NAFAS DI RSUD dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO

  ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENDERITA TB PARU DENGAN KETIDAKEFEKTIFANBERSIHAN JALAN NAFAS DI RSUD dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO LUKLUK FADILAH 1312010016

SUBJECT:

Asuhan Keperawatan, Tuberculosis Paru, Ketidakefektifan

  Bersihan Jalan Nafas. DESCRIPTION

  Tuberculosis paru merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis masuk dalam saluran pernafasan dan menyerang paru-paru sehingga pada bagian alveolus terdapat bintil-bintil atau peradangan pada dinding alveolus akan mengecil. Tujuan studi kasus ini menerapkan asuhan keperawatan pada penderita TB paru.

  Desain penelitian ini adalah studi kasus rancangan studi kasus mencakup pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi dengan asuhan keperawatan pada pasien penderita TB paru di RSUD dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO. Studi kasus ini dilaksanakan pada tanggal 24-26 Juli 2016, partisipan yang diambil 1 orang.

  Dari hasil pengkajian pada klien didapatkan data klien mengeluh sesak nafas, irama nafas tidak teratur, nafas pendek RR: 28x/menit, vokal fremitus sebelah kiri lebih berat, pengembangan paru asimetris, perkusi; pekak pada paru kanan, auskultasi; ronkhi pada paru kanan, whezing pada paru kiri. Oksigen nasal kanul 5 liter/menit. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas nafas.

  Tanda dan gejala responden yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Intervensi yang dilakukan yaitu memberikan posisi semi fowler; observasi TTV; pantau dalam pemberian oksigen; memberikan HE pada klien tentang penularan dan pengobatan TB paru, pada hari ketiga intervensi dimodifikasi. Implementasi dilakukan selama 3 hari. Perkembangan klien hari pertama buruk, hari kedua membaik, dan hari ketiga memburuk. Hasil evaluasi tindakan keperawatan masalah belum teratasi. Hal ini disebabkan karena kondisi klien akibat komplikasi lanjutan yang semakin memburuk.

  

ABSTRACT

Pulmonary Tuberculosis is a disease caused by mycobacterium

tuberculosis that get into the respiratory tract and the lungs so that there was rash

in alveoli or inflammation, the alveolar walls then will shrink. The purpose of this

case study was to apply the nursing care in patients with pulmonary tuberculosis.

  The research design was a case study. The number of respondent taken

was one client who was diagnosed with pulmonary tuberculosis and experienced

ineffectiveness airway clearance. Data collection methods used were interviews,

observation and documentation using the format of medical-surgical nursing

care. Assessment using the four main sources name by clients, nurses, client’s

family and medical status. Then enforced nursing diagnosis, intervention,

implementation and evaluation.

  Assessment on the client obtained data client complained of shortness of

breath, irregular breathing rhythm, shortness of breath, RR: 28x / min, vocals

fremitus on left side was more severe, asymmetrical lung development, percussion

assesment result: deaf in the right lung, auscultation assesment result: ronchi on

the right lung,whezing on the left lung, nasal cannula 5 liters of oxigen / min.

Based on the assessment results obtained, nursing diagnosis: innefectiveness

airways clearance.

  Based on the signs and symptoms of respondents, experienced the nurses

diagnosis is ineffectiveness airways clearance. Interventions that includion

provided was semi-Fowler position; vital signs observation; monitor the oxygen

administration; HE provided to the client about the transmission and treatment of

pulmonary tuberculosis, on the third day of intervention was modified

Implementation was done for 3 days. Development of client was bad at first day,

at second day it was improved, and at the third day deteriorated. The results of

the evaluation of nursing actions, the problems have not resolved yet. Because the

client's condition due to showed that further complication is getting worse.

  

Keywords: Nursing Care, Pulmonary Tuberculosis, Ineffective Airway

Contributor :

  1. Dwiharini Puspitaningsih, M.Kep

  2. Vonny N.M, S.Kep, Ns. M.Kep

  Date :

  5 September 2016

  Type material : Laporan Penelitan Identifier : - Right :

  Open Document

  Summarry : LATAR BELAKANG

  Tuberculosis Paru (TB paru) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat bintil-bintil atau peradangan pada dinding alveolus akan mengecil (Alsagaff dan Mukti, 2006 dalam Nugroho, 2014). TB paru masih menjadi masalah kesehatan di Dunia. Sebagian besar kasus TB paru ini 95% didapatkan angka kematian, 75% menyerang di usia produktif (20-49 tahun), 98% terjadi di Negara berkembang, Sedangkan di Indonesia TB paru menjadi urutan ke-3 di dunia setelah India dan China. Penyebab utama meningkatnya masalah TB paru yaitu: kemiskinan (krisis ekonomi), kepadatan penduduk yang terjadi pada Negara berkembang (Djojodibroto, 2012 dalam santi, 2013).

  Menurut laporan Global Tuberculosis Kontrol tahun 2011 angka prevalensi semua tipe TB paru adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru TBC dengan BTA positif sebesar 189 per 100.000 penduduk atau sekitar 450.000 kasus. Kematian akibat TB di luar HIV sebesar 27 per 100.000 penduduk atau 182 orang per hari. Menurut laporan WHO tahun 2013, Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun menjadi 185 per 100.000 penduduk di tahun 2012 (WHO, 2013). Di Indonesia jumlah prevalensi yang didiagnosis TB Paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4%. Sedangkan untuk prevalensi Tuberculosis paru di jawa timur yang di diagnosis TB paru sebesar 0,2%, yang mengalami batuk lebih dari 2 minggu sebesar 5,0%, yang mengalami batuk darah sebesar 2,4% Tuberculosis termasuk dalam penyakit menular yang paling banyak di Indonesia (RISKESDAS, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan pada tanggal 27 April 2016 di RSUD dr.WAHIDIN SUDIRO HUSODO Mojokerto didapatkan data dengan jumlah 21 pasien yang menderita Tuberculosis Paru di bulan April-Juni 2016. Tuberculosis paru disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis masuk dalam saluran pernafasan. TB paru di tandai dengan gejala: batuk berturut-turut sampai 2 minggu lebih, demam, flu, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, batuk darah atau dahak, sesak nafas dan nyeri dada (Muttaqin, 2008 dalam Wahyu, 2013). Masyarakat yang didiagnosa Tuberculosis Paru akan muncul masalah keperawatan salah satunya yaitu ketidakefektifan jalan nafas (Francis, 2008 dalam Fadlurrohman, 2015). Hal ini yang dapat memunculkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret. Pada penderita TB paru apabila penanganannya kurang baik, maka akan terjadi komplikasi seperti Hemoptitis (pendarahan dari saluran nafas bawah), kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat), Pneumotorak, penyebaran infeksi ke organ lain (Rahim, 2008).

  Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa cara untuk menanggulangi sesak nafas dan mengeluarkan sekret. Metode yang paling sederhana dan efektif untuk mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi yang paling efektif bagi pasien dengan penyakit kardiopulmonary adalah diberikannya posisi semi fowler

  o dengan derajat kemiringan 30-45 (Majampoh, 2013 dalam Prayitno, 2015).

  Batuk efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan menjaga paru

  • – paru agar tetap bersih, disamping dengan memberikan tindakan nebulizer dan postural drainage. Batuk efektif dapat di berikan pada pasien dengan cara diberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran dahak dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan bagian tindakan keperawatan untuk pasien dengan gangguan penapasan akut dan kronis. Batuk efektif yang baik dan benar dapat mempercepat pengeluaran dahak pada pasien dengan gangguan saluran pernafasan. Diharapkan perawat dapat melatih pasien dengan batuk efektif sehingga pasien dapat mengerti pentingnya batuk efektif untuk mengeluarkan dahak (Nugroho & Kristiani, 2011).

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat di lakukan Asuhan Keperawatan penyakit TBC dengan gangguan ketidakefektifan bersihan jalan nafas melalui intervensi posisi semi fowler dan batuk efektif.

  METEDOLOGI

  Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Kriteria yang diambil pada partisipan adalah pasien yang didiagnosa TB paru, jumlah partisipan 1 orang, pasien yang kooperatif, perawatan dirumah sakit. Pengumpulan data menggunakan dokumentasi, wawancara dan observasi. Analisa data dilakukan dengan cara pengumpulan data, mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1.

  Pengkajian Pada tanggal 21-07-2016 klien masuk rumah sakit karena sesak nafas dan nyeri dada sebelah kiri. Saat pengkajian tanda dan gejala yang dialami klien yaitu sesak nafas, malaise, nyeri dada sebelah kiri, irama nafas tidak teratur, hasil perkusi terdapat bunyi pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri, hasil auskultasi terdapat ronchi pada paru kanan dan whezing pada paru kiri, nafsu makan menurun, lidah kotor dan terdapat banyak sariawan, badan makin kurus. TD: 110/80mmHg, S: 37,8

  C, N: 84x/menit, RR: 28x/menit. Pada klien TB Paru gejala utama berupa panas badan, menggigil, keringat malam, malaise (nafsu makan menurun), batuk, sekret, nyeri dada, ronchi (Nugroho, 2014). Berdasarkan fakta yang ada saat pengkajian, sebagian sudah sesuai dengan teori yaitu panas badan, malaise, nafsu makan menurun, nyeri dada sebelah kiri, ronchi.

  Hasil pembacaan foto rontgen dada klien menunjukkan batas kanan kiri jantung tertutup perselubungan, tampak infiltrat dikedua paru dengan gambaran reticulogranuler pattern. Sinus phrenicocostalis kanan kiri tertutup perselubungan. Pada pemeriksaan radiology yang menunjang diagnosis TB Paru yaitu: bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segmen apikal lobus bawah, bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular), adanya kavitas tunggal atau ganda, kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru, adanya klasifikasi, bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian, bayangan milie (Nuearif & Kusuma,

  2015). Berdasarkan fakta dari hasil foto rontgen dada klien tidak semua sama persis dengan teori, namun terdapat kesamaan antara hasil foto rontgen dada dengan teroi yaitu bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atausegmen apikal lobus bawah, kelaianan bilateral terutama dilapangan atas paru.

  Keluarga klien mengatakan riwayat klien bahwa klien bekerja sebagai pencetak batu bata mulai proses pembuatan sampai pembakaran selama kurang lebih 20 tahun ini, selama proses pembakaran klien tidak pernah menggunakan masker atau penutup hidung. Hasil penelitian Yuanika (2015) menjelaskan bahwa ada huungan masa kerja dan kebiasaan menggunakan APD dengan fungsi paru pembuat batu bata (prevalensi 0,002 dan 0,004). Batu bata adalah salah satu unsur bangunan dalam pembuatan konstruksi bangunan yang terbuat dari tanah liat ditambah air sehingga melalui tahap pengerjaan, seperti menggali tanah, mengola bahan mentah, mencetak, mengeringkan, membakar pada temperatur tinggi hingga matang dan berubah warna. Pada proses pembakaran batu bata debu yang dihasilkan cukup tinggi, karena proses pembakaran tersebut menggunakan abu sekam padi yang apabila dibakar dapat menghasilkan debu yang cukup banyak dan apabila dihirup terus menerus akan berbahaya bagi pernafasan manusia. Sistem pernafasan manusia apabila sering terpapar debu akan mengakibatkan penyakit seperti asma, bronchitis, tuberculosis paru, pneumonia, peradangan lainnya, asfiksi, dan sebagainya. Dalam kondisi tertentu, debu hasil pembakaran batu bata merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. (Yuanita, 2015). Berdasarkan fakta yang ada sudah sesuai dengan teori yaitu riwayat klien bekerja sebagai pembuat batu bata merah mulai dari proses pembuatan dan pembakaran klien tidak menggunakan masker atau penutup hidung untuk menghalangi debu masuk.

  Pada pemeriksaan fisik dada, bentuk dada pigeon chest, pernafasan sebelah kiri lebih berat, pengembangan dada tidak simetris sebelah kiri tertinggal, auskultasi pada paru terdapat suara tambahan ronci pada paru kanan dan whezing pada paru kiri. Perkusi terdapat suara pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri. Pada pemeriksaan fisik pada pernafasan didapatkan batuk (produktif/non produktif), nafas pendek, riwayat tuberculosis, peningkatan jumlah pernafasan, gerakan pernafasan asimetri, perkusi: dullnes (penurunan fremitus pleura terisi cairan), suara napas ronkhi, sputum hijau/purulen, kekuningan, pink (Puspitaningsih, 2015). Berdasarkan fakta yang ada saat pengkajian sebagian sesuai dengan teori yaitu nafas pendek, peningkatan jumlah pernafasan RR:28x/menit, gerakan pernafasan asimetri ditandai dengan dada sebelah kiri tertinggal, perkusi dullnes (penurunan fremitus pleura terisi cairan) terdapat bunyi pekak pada paru kanan, suara napas ronkhi pada paru kanan.

  Pada pengkajian abdomen didapatkan nyeri tekan diperut sebelah kanan atas (liver) hasil lab dara menunjukkan peningkatan bilirubin SGOT/AST: 33 U/L, SGPT/ALT: 34 U/L. Gangguan fungsi hati merupakan sebuah efek samping akibat penggunaan OAT yang tersering dikeluhkan oleh pasien. Hal ini, sering disebut Antituberculosis drug

  induced hepatotoxicity . Ketiga OAT yaitu isoniazid, rifampicin, dan

  pirazinamid merupakan tiga obat yang dapat menyebabkan hepato- toksitas, karena ketiganya dimetabolisme di hati. Tetapi, kedua OAT yaitu etambutol dan streptomisin tidak menyebabkan hepatotoksik. Evaluasi fungsi hati dapat dilakukan beberapa pemeriksaan kontrol sebagai mencegah efek samping dari OAT di Indonesia adalah SGOT, SGPT dan bilirubin. (Livinia, Evata, Fandy. 2016). Berdasarkan fakta yang ada saat pengkajian tidak sesuai dengan teori. Perbedaanya yaitu klien mengalami nyeri tekan saat belum menjalani pengobatan OAT sedangkan di teori peningkatan bilirubin terjadi karena adanya dampak dari pengobatan TB paru.

  Pada pengkajian nutrisi didapatkan hasil sebelum masuk rumah sakit klien makan sehari 3x nasi, lauk, sayur porsi habis. Selama di RS klien sulit makan, nafsu makan menurun, klien makan sehari ± 2-3 sendok makan dan minum air putih 3-4 sendok saja porsi tidak habis, turgor kulit memanjang kembali <2 detik, kulit kering. Pada nutrisi klien dengan TB paru mengalami kehilangan nasfu makan, ketidaksanggupan mencerna, kehilangan BB, turgor kulit buruk, kering (Nugroho, 2014). Berdasarkan fakta yang ada saat pengkajian sudah sesuai dengan teori yaitu nafsu makan klien menurun, turgor kulit buruk, kulit kering.

  Didapatkan hasil pemeriksaan fisik pada Tn. M adalah keadaan umum lemah, pernafasan klien dangkal dengan RR 28x/menit, mukosa bibir lembab, lidah kotor dan banyak sariawan dibagian ujung, kanan kiri dan tengah, klien terpasang terapi O2 nasal kanul 5 liter per menit . menunjukkan klien mengalami sesak nafas. Diagnosa keperawatan

  Diagnosa keperawatan yang pertama pada partisipan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret. Pada klien TB Paru biasanya mengalami masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas karena adanya kuman Mycobacterium yang masuk lewat jalan nafas dan menempel pada paru menetap dijaringan paru sehingga terjadi proses peradangan, tumbuh dan berkembang disitoplasma makrofag menyebar ke organ lain (paru lain, salurapencernaan, tulang) melalui media (bronchogen perecontinuitum, hematogen, limfogen), pertahanan primer tidak adekuat mengalami tuberkel sehingga terjadi kerusakan membran alveolar yang menyebabkan pembentukan sputum berlebihan sehingga terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas (Nurarif & Kusuma, 2015).

  Diagnosa kedua adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi kurang. Pada Kien TB Paru mengalami ketidakseimbangan nutrisi karena adanya radang tahunan dibronkus yang berkembang menghancurkan jarinan ikat sekitar bagian tengah nekrosis dan membentuk jaringan keju yang menyebabkan sekret keluar saat batuk dapat terjadinya batuk produktif (batuk terus-menerus) dapat mengalami batuk berat sehingga terjadi distensi abdomen mentyebabkan mual muntah menyebabkan intake nutrisi kurang sehingga muncul diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

  Diagnosa yang ketiga yaitu hipertermi berhubungan dengan proses perdangan. Hal ini timbul karena adanya kuman Mycobacterium yang masuk kejalan nafas dan menempel pada paru kemudian menetap dijaringan paru terjadi proses peradangan terjadi pengeluaran zat pitogen yang mempengaruhi hipotalamus untuk mempengaruhi sel point sehingga menyebabkan terjadi hipertermi.

  Diagnosa yang keempat yaitu gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi. Hal ini timbul karena adanyakerusakan membran alveolar saat terjadinya pembentukan tuberkel dan terjadi penurunan permukaan efek paru ke alveolus sehingga alveolus mengalami konsolidasi & eksudasi dan terjadi gangguan pertukaran gas.

3. Intervensi

  Intervensi yang akan dilakukan pada partisipan yaitu: intervensi yang pertama berikan posisi semi fowler. Intervensi kedua observasi tanda-tanda vital. Intervensi ketiga pantau dalam pemberian terapi O2 nasal kanul. Intervensi keempat memberikan HE pada keluarga klien tentang penularan TB paru dan pengobatan TB paru.

  Tujuan intervensi pada klien yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi dengan kriteria hasil sesak nafas berkurang, keadaan umum baik, pemeriksaan auskultasi suara ronkhi / whezing berkurang, irama nafas teratur, tanda-tanda vital dalam batas normal. keperawatan pada klien Tuberculosis Paru dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu kaji fungsi pernafasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu nafas), berikan posisi semi fowler (tidur bersandar) tinggi dan miring pada sisi yang sakit, bantu pasien untu batuk efektif, anjurkan klien untuk minum air hangat, bersihkan dari sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan pengisapan (suction), kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (OAT).

  Berdasarkan fakta yang ada saat melakukan intervensi tidak semua yang ada diteori dilakukan kepada kliean seperti mengajarkan batuk efektif, menganjurkan klien minum air hangat, melakukan suction/penghisapan, karena sela klien dirawat di RS klien tidak batuk sehingga sekret tidak dapat keluar. Riwayat sebelumyan sebelum dirawat di RS klien dirawat di Puskesmas tawangsari-trowulan 1 minggu. Selama di Puskesmas klien diberi terapi obat anti batuk untuk menghentikan batuknya karena selama di Puskesmas klien batuk terus-menerus.

  4. Implementasi Implementasi / pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dn ditujukan pada nuersing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2008).

  Hasil pengkajian bahwa responden yang baru didiagnosa TBC mengalami masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Maka rencana keperawatan yang dilakukan berikan posisi semi fowler, observasi tanda- tanda vital, pantau dalam pemberian terapi O2 nasal kanul. Pada hari kedua intervensi dimodifikasi menganjurkan keluarga klien menyuapi klien sedikit demi sedikit karena klien tidak mau makan. Pada hari ketiga intervensi dimodifikasi menganjurkan keluarga klien mengompres badan klien dibagian dahi, ketiak kanan dan kiri karena badan klien panas. Penatalaksanaan posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan dengan kemiringan 45 yaitu menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen ke diafragma. Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya proses perbaikan kondisi pasien lebih cepat ( Prayitno, 2015).

  Berdasarkan fakta yang ada implementasi yang dilakukan terhadap klien sudah sesuai dengan teori sebagian dan kriteria hasil yang didapatkan setelah dilakukan implementasi tidak sesuai dengan teori. Perkembangan klien menurun. Pada hari pertama implementasi klien masih sesak nafas dan keadaan klien masih lemah, pada implementasi hari kedua pekembangan klien membaik, klien mengatakan sesak nafas berkurang, namun tidak mau makan, makan hanya 1 sendok, klien mengeluh nyeri perut bagian kanan atas (hepar), klien terpasang syringe pump tanggal 27- 07-2016 pukul 07.00 keluarga klien mengatakan sempat ngedrop dimalam hari selama 5 jam tidak sadar, kemudian dipagi hari sadar dan langsung sesak nafas, tidak mau makan sama sekali, perkembangan klien menurun, badan panas dengan suhu 38,8

  C, syringe pump dilepas tanggal 29-07- 2016 pukul 08.00 dan rencana dipasang setelah visite dokter, namun pada saat visite dokter klien koma, gcs 111, klien tidak sadar.

  5. Evaluasi Pada evaluasi ini dilakukan selam 3 hari pada klien yang didiagnosa tuberculosis paru dengan masalaha ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

  Hasil penelitian Majampoh (2013) tentang pengaruh Posisi Semi Fowler terhadap kestabilan pola nafas pada klien TB paru di Irina C5 RSUP Prof Dr R.D. Kandou Manado menjelaskan bahwa ada pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola nafas (pvalue=0,000). Sejalan dengan penelitian Safitry,dkk (2011) dan Singal,dkk (2013). Penumpukan sekret dapat menyebabkan sesorang sulit bernafas karena menghambat aliran udara masuk atau keluar dari paru-paru, karena itu klien yang sesak nafas cenderung melakukan pernafasan pada volume paru-paru yang tinggi dan kerja keras dari paru. Oleh karena itu penting untuk latihan pernafasan. Posisi semi fowler merupakan posisi istirahat yang dapat mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada dengan derajat kemiringan 30-45 dalam penelitian Majampoh (2013) didapatkan bahwa ada 80 orang (20%) responden yang mengalami perubahan frekuensi pernafasan, hal ini juga terjadi pada klien dimana pada hari ketiga justru tambah sesak nafas. Kondisi tersebut bisa dipengaruhi oleh keadaan fisik + derajak soak klien. Komplikasi lanjutan yang terjadi pada klien yang memperburuk kondisi klien.

  SIMPULAN

  Dari data hasi pengkajian tanda dan gejala demam TB paru tandan dan gejala klien berbeda dengan teori. Tidak semua yg berada diteori yang dialami klien.

  REKOMENDASI

  Harus selalu meningkatkan mutu pelayanan pada semua klien dan juga dalam melakukan tindakan keperawatan terutama dalam melakukan tindakan pada klien penderita TB paru dengan mengupayakan intervensi yang lebih intensif dan meningkatkan program-program standar praktek keperawatan yang sudah berjalan.

  Institusi kesehatan harus lebih mengoptimalkan program standar praktek keperawatan dan meningkatkan mutu dari keperawatan dimana tenaga keperawatan tidak hanya memberikan pelayanan pada klien sakit tetapi juga sebagai tenaga pendidik, agar klien dapat memperoleh pelayanan kesehatan dengan baik. Hasil studi kasus ini dapat dijadikan data dasar untuk studi kasus lebih lanjut tentang klien TB paru.

  Alamat Correspondensi : : Lulukfadilah458@gmail.com

  • : 085646339976

  Email

  No. Hp

DAFTAR PUSTAKA

  Alsagaff, Hood dan Mukti, Abdul dalam Aryanti Tri Nugroho. 2006. Dasar-dasar

  Ilmu Penyakit Paru . Surabaya : Airlangga University Press.

  Djojodibroto, dkk. 2013. Respiologi. Jakarta: EGC WHO.

  “WHO Report 2013-Global Tuberculosis Contro”l. www.who.int/tb/data. diunduh tanggal 31 Oktober 2013.

RISET KESEHATAN DASAR, 2013

  Muttaqin, Arif, 2008 dalam Wahyu. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Salemba Medika. Muttaqin, Arif, 2008 dalam Wahyu. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Salemba Medika. Rahim, 2008. Kuman TB Paru paling tinggi di RS. Jakarta : Salemba Medika Majampoh, dkk. 2013 dalam Fauzan Adi Prayitno, 2015. Pengaruh Pemberian

  Posisi Semi Fowler Terhadap Kestabilan Pola Napas Pada Pasien TB Paru di Irina C5 RSUD Dr. D. Kandou manado. Jurnal Keperawatan

  . Volume 3. No. 1. Di akses tanggal 18 februari 2015.

Dokumen yang terkait

ASUHAN KEPERAWATAN BIMBINGAN SPIRITUAL PADA KLIEN GANGGUAN JIWAHARGA DIRI RENDAH DI RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG-MALANG

0 1 6

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN PREEKLAMSIA DI RSUD PROF. DR SOEKANDAR KABUPATEN MOJOSARI

0 0 7

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PENDERITA ASMA BRONKIAL DI RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR MOJOSARI

0 1 7

CURETTAGE ATAS INDIKASI KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU DENGAN TINDAKAN LAPAROTOMI DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2018 Lismawati

0 0 10

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA YANG MENGALAMI PENINGKATAN ASAM URAT DENGAN MASALAH GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI DI PANTI WERDHA MOJOPAHIT MOJOKERTO Novi Winda Agustin 1312010022 SUBJECT : Peningkatan asam urat, nyeri, kompres hangat DESCRIPTION :

0 0 8

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ANGGOTA KELUARGA GASTRITIS DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS BANGSAL MOJOKERTO NITA PURWANTI NIM. 1312010020 SUBJECT : Asuhan Keperawatan, Keluarga, Gastritis DESCRIPTION

0 0 9

ASUHAN KEPERAWATAN TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK PENINGKATAN HARGA DIRI RENDAH PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DI RUANG KAKAK TUA RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG-MALANG

0 1 8

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DENGAN MENARIK DIRI DI RS JIWA Dr.RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG MALANG Maulida Rahmantika

0 0 9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN MASALAH KESEIMBANGAN CAIRAN DI RSUD JOMBANG

0 8 9

HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN SIKAP EMPATI PERAWAT MEDIKAL BEDAH RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2017 Lilis Novitarum

0 0 9