Perilaku Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja (Studi Kasus Terhadap Remaja Pengguna Narkoba di Lingkungan Keluarga Miskin di Kelurahan Mandailing Tebing Tinggi)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Perkembangan globalisasi yang cepat, seiring dengan peningkatan kemajuan teknologi telah memberikan nilai tambah yaitu misalnya kemudahan meakses ke berbagai jenis informasi dan pengetahuan, penggunaan prasarana dan sarana yang selanjutnya dapat berdampak pada perubahan perilaku masyarakat.

  Ketika terjadi perubahan dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk ikut terbawa arus adalah para remaja. Dalam perspektif psikologi perkembangan, masa remaja memang masa yang berbahaya, karena pada masa ini seseorang mengalami masa transisi atau peralihan dari masa kehidupan anak-anak menuju dewasa yang sering ditandai dengan krisis kepribadian. Perubahan- perubahan fisik dan psikis yang sangat cepat menyebabkan kegelisahan- kegelisahan internal, misalnya perubahan peranan, timbul rasa tertekan, dorongan untuk mendapatkan kebebasan, kegoncangan emosional, rasa ingin tahu yang menonjol, adanya fantasi yang berlebihan, ikatan kelompok yang kuat dan krisis identitas (Kartono, 2004 : 12).

  Apapun bentuk ekspresi kejiwaan remaja yang diperlukan adalah tempat penyaluran yang sehat. Kebutuhan efektifitas sosial, melakukan sosialisasi kelompok untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya. Mereka ingin dianggap kehadirannya dalam wujud apresiatif dan butuh penghargaan. Apabila hal ini tidak terwujud maka penyaluran potensi dirinya itu terlepas dalam bentuk perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang yang dilakukan anak-anak muda remaja pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya.

  Kemiskinan adalahan salah satu faktor yang mempengaruhi pergolakan sosial tersebut. Kemiskinan membawa dampak bagi masyarakat, karena menigkatnya harga – harga barang sehingga masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari. Misalnya menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Tebing Tinggi, penduduk miskin di Kota Tebing Tinggi berjumlah 14.375 ribu jiwa dari jumlah penduduk 50.989 jiwa pada tahun 2010. Salah satu akibat dari Kemiskinan di Tebing Tinggi membentuk dan tercipta suatu lingkungan pemukiman tempat tinggal masyarakat miskin dan tercipta suatu kehidupan yang kurang nyaman. Sementara itu data Pemko Tebing Tinggi tahun 2010, mencatat ada beberapa kelurahan yang terdapat lingkungan keluarga miskin. Seperti Kelurahan Mandailing, Kelurahan Asahan, Kelurahan Sei Padang dan Kelurahan Rambutan.

  (http///www.badanPusatStatistikTebingtinggi.com) Daerah pemukiman miskin ini kerap memenuhi persyaratan sebagai tempat tinggal yang layak huni dengan kondisi wilayah yang relatif padat dan kurang nyaman. Dan boleh jadi ketidaknyamanan inilah yang membuat jiwa remaja bergejolak untuk mencari kesenangan tersendiri, berbuat semau sendiri demi keuntungan sendiri dan kepentingan pribadi. Dalam kondisi batin yang resah itu mereka mencoba menghibur diri dengan jalan berkeliaran ke mana-mana, yang lama-kelamaan membuat mereka mulai liar tidak terkendali, sering dikuasai kecenderungan dan keinginan yang aneh-aneh, yang pada akhirnya berperilaku menyimpang dari pola-pola umum yang ada. Perilaku menyimpang yang mereka lakukan diwujudkan dengan melakukan tindak kejahatan.

  Menurut Allison Davis (dalam Santrok, 2000) kemiskinan berpengaruh terhadap pengalaman-pengalaman hidup remaja, dan pengalaman tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian mereka. Lebih lanjut diuraikan bahwa ada peningkatan tindak kejahatan di daerah-daerah yang masyarakatnya berpenghasilan rendah. Di sana, ketertarikan anak-anak muda untuk membuat geng sangat kuat, khususnya bagi anak-anak dan remaja yang pisah dari keluarga, sekolah, pekerjaan, dan komunitas. Sekali mereka menjadi anggota geng, sulit bagi mereka untuk keluar.

  Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1. Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan keterampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilanremaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan (Kartono, 2003 : 85).

  Misalnya lagi kenakalan remaja mulai menjerumus pada perilaku seks bebas dan konsumsi narkoba. Akibat seks bebas dan penggunaan narkoba di kalangan remaja ini, mereka sangat rentan tertular virus HIV/AIDS. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat per Juli 2006 terdapat 259 kasus HIV/AIDS di Kota Pontianak, dari total HIV/AIDS sebanyak 474 pengidap berada pada kelompok remaja, dan mayoritas tertular melalui jarum suntik yang tidak steril dengan pemakaian secara bergantian di kalangan pecandu narkoba. informasi ini menyebutkan tiga jalur utama yang paling besar menyumbang angka penularan HIV/AIDS di Kota Pontianak yaitu, Heteroseksual sebanyak 42,3%, Homoseksual 11%, dan IDU’s (pengguna narkoba jarum suktik) sebesar 18,5%, saat ini sekitar 40 juta orang di dunia hidup dengan HIV/AIDS, dan lebih dari 5 juta infeksi baru pada tahun 2006, separuh dari jumlah tersebut adalah dari kalangan remaja. Di Indonesia terdapat 12 hingga 19 juta orang rentan terinfeksi HIV dan diperkirakan 200 ribu kasus infeksi HIV (Harian Umum Pelita, Perilaku Menyimpang Remaja untuk Pelarian Sesaat, 2006.

  akses 10 April 2012, pukul 20.00 wib) Beberapa sumber memberikan persentase yang sangat memprihatinkan bahwa “Tercatat, 19 persen dari jumlah remaja di Indonesia atau sekitar 14 ribu remaja, diindikasikan menjadi pengguna narkoba, Keadaan Darurat atau Siaga, Remaja Jakarta 45% Pemakai Narkoba, hingga tahun 2010 sekitar 30,32 persen terjadi seks diluar nikah di Indonesia, dari jumlah itu, 15 persen dilakukan kaum remaja. Sedangkan 46,19 persen HIV positif di rata-rata usia 15 sampai 29 tahun. Dan ada 2,3 juta setiap tahun kasus aborsi yang dilakukan penduduk Indonesia, 20 persennya adalah remaja. Jika seks bebas terus dilakukan oleh remaja, maka beberapa tahun kedepan penduduk Indonesia hanya diisi oleh nenek dan kakek, sebab remajanya meninggal dunia karena aborsi. Survei The Global Youth

  Tobacco Survey 2006 lalu, di Indonesia tercatat 64,2 persen anak sekolah terkena asap rokok selama mereka di rumah. Penelitian itu juga menyimpulkan 37,3 persen pelajar merokok, dan 3 dari 10 pelajar pertama kali merokok berumur 10 tahun”.

  akses

  5 Maret 2012, pukul 16.00 wib) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Polwiltabes kota Semarang, menyatakan tingginya jumlah kenakalan remaja (dalam bentuk perilaku-perilaku patologis) pertanda tingginya kecenderungan kenakalan remaja. Dampak dari perkembangan zaman yang semakin modern menjadikan segalanya semakin cepat. Perkembangan teknologi yang serba cepat, menuntut remaja segera mampu menguasai dan mengikuti perubahan jika tidak mau tertinggal dengan remaja lainnya. Tuntutan tersebut adalah tugas berat yang harus diemban remaja dewasa ini. Remaja yang memiliki kemampuan dapat terhindar dari kebimbangan, kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik (konflik internal maupun eksternal), sementara remaja yang tidak memiliki keahlian tidak dapat ikut berkompetisi dengan remaja lainnya dan tersisihkan dari pergaulan akses tanggal 5 maret 2012, pukul 16.10 wib)

  Hasil survei Lembaga dan Pembinaan Masalah Narkotika dan Generasi Muda Indonesia diketahui dari 100 kasus tawuran pelajar, sebanyak 67% adalah pengguna narkoba. Arief (www.narkoba_mania.com, 2000) mengungkapkan bahwa salah satu penyebab terjadinya kasus-kasus pemakaian obat-obat terlarang pada remaja adalah faktor kesepian. Turner dan Feldman dalam uraian Luthfi juga mengungkapkan bahwa salah satu tujuan remaja melakukan tindakan-tindakan tersebut adalah untuk mengatasi rasa kesepian yang dialami. Remaja yang terlibat pada perilaku-perilaku tersebut tidak mampu mengatasi rasa kesepian yang dialami secara tepat, sehingga remaja mencari penyelesaian dengan tindakan salah yang justru dapat berdampak negatif baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain. http://eprints.undip.ac.id/10442/1/skripsi__marika_pdf.pdf

  Ketua Harian Badan Narkoba D.I. Yogyakarta (Suara Merdeka, 2008), bahwa penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza) di Indonesia terus mengalami peningkatan. Data dari Badan Narkotika Nasional, menunjukkan bahwa pengguna narkoba di Indonesia mencapai 3,2 juta jiwa atau sekitar 1,5 persen dari penduduk Indonesia, dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dari jumlah itu, menurut Raharjo, tercatat sekitar 8.000 orang di antaranya menggunakan narkoba dengan alat bantu yang berupa alat suntik. Akibatnya, 60 persen di antara pengguna yang menggunakan alat bantu suntik terjangkit HIV/AIDS. Tingginya penyalahgunaan narkoba tersebut, di dunia rata- rata 15 ribu jiwa setiap tahun melayang karena narkoba

  Menurut data Kepolisian Reskrim Tebing Tinggi tahun 2010 terdapat 40 kasus perkara yang di lakukan remaja seperti penggunaan narkoba. Pada tahun 2011 meningkat menjadi 50 kasus perkara. Jumlah penggunaan narkoba pada remaja setiap tahunya mengalami peningkatan, bahkan setiap minggunya 3 remaja yang tertangkap menggunakan narkoba (Kepolisian Polres Tebing Tinggi).

  Dari data perilaku dan permasalahan remaja yang telah diuraikan diatas, maka menurut penulis kondisi ini penting dan menarik untuk diteliti. Terlebih di daerah yang ingin diteliti penulis yaitu kelurahan Mandailing Tebing Tinggi. Penduduk di Kelurahan Mandailing berjumlah 2.087 jiwa dan terdapat 830 kepala keluarga yang miskin. Masyarakat di kelurahan Mandailing ini memiliki keanekaragaman agama dan suku bangsa. Agama yang dianut masyarakat setempat ialah agama islam, kristen protestan dan Budha tetapi mayoritas penduduknya beragama islam, sedangkan suku bangsa terdiri dari suku Mandailing, Jawa, Melayu, Minang, Tionghoa dan lain-lain sebagainya.

  Pada umumnya masyarakat di Kelurahan Mandailing ini bekerja sebagai buruh, pengrajin, pedagang, penjahit, tukang batu dan tukang kayu. Warga yang bekerja di instansi Pemerintah maupun swata dapat dihitung jumlahnya, artinya sedikit sekali warga yang bekerja diperkantoran.

  Di setiap Rumah tangga baik itu suami maupun istri sama – sama bekerja di luar guna memenuhi kebutuhan pokok sehari – hari . Suami – istri yang bekerja dalam suatu keluarga cenderung memberikan dampak langsung terhadap perkembangan perilaku anak, khususnya anak pada masa remaja. Hal ini terjadi dikarenakan orang tua kurang memberikan perhatian atau kasih sayang secara intensif. Kontrol terhadap anak menjadi berkurang karena hampir semua waktu yang ada di gunakan untuk bekerja.

  Kurangnya kontrol perhatian orang tua terhadap anak remaja membuat remaja – remaja di Kelurahan Mandailing mengabaikan pendidikannya dan selalu bertindak tidak sesuai dengan norma yang ada di masyarakat setempat. Sedikit sekali remaja di kelurahan ini yang mencapai pendidikan di bangku perkuliahan. Pada umumnya remaja hanya menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas atau tidak lulus Sekolah Menengah Atas.

  Remaja di daerah ini banyak menghabiskan waktunya dengan nongkrong

  • – nongkrong( duduk – duduk) di setiap gang atau di warung-warung. Kegiatan semacam ini diakibatkan karena tidak adanya kegiatan produktifitas yang dapat mereka lakukan. Remaja menggunakan narkoba karena kurang adanya anggota keluarga yang memperdulikan mereka, orang tua cenderung berlaku kurang adil dan keluarga cenderung berlaku kasar. Beberapa perilaku menyimpang yang dilakukan remaja di kelurahan ini salah satu nya menggunakan narkoba serta memperjual belikan barang tersebut.

  Menurut Reakrim Kepolisian Tebing Tinggi pada pahun 2010 sampai 2011 ada sekitar 40 kasus perkara penggunaan Narkoba pada remaja di Kelurahan Mandailing Tebing Tinggi. Remaja di daerah ini mudah sekali mendapatkan narkoba, karena daerah Kelurahan Mandailing tersebut merupakan daerah pengedar Narkoba. Dan kondisi ini menjadikan alasan bagi remaja untuk menggunakan narkoba yang salah satu tujuan untuk memberi ketenangan diri mereka.

  Oleh karena itu, penulis ingin meneliti Apakah Penyebab Perilaku Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di lingkungan Keluarga Miskin ( Study Kasus Pada Remaja Pengguna Narkoba di Lingkungan Keluarga Miskin di Kelurahan Mandailing Tebing Tinggi).

  1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti mencoba menarik suatu permasalahan yang lebih mengarah pada fokus penelitian yang dilakukan. Adapun yang menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah :

  1. Apakah penyebab remaja menggunakan narkoba di lingkungan keluarga miskin di Kampung Mandailing Tebing Tinggi?

  2. Bagaimanakah akibat penggunaan Narkoba pada remaja di lingkungan keluarga miskin di Kampung Mandailing Tebing Tinggi?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui penyebab remaja menggunakan Narkoba di lingkungan keluarga miskin.

  2. Untuk mengetahui akibat dari penggunaan Narkoba pada remaja di lingkungan keluarga miskin.

1.4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

  a. Manfaat Teoritis : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya perilaku penggunaan narkoba pada remaja di lingkungan keluarga miskin dan kontribusi bagi pengembangan ilmu sosial khususnya sosiologi keluarga. b. Manfaat Praktis : Bagi penulis, penelitian ini dapat mengasah dalam penulisan karya ilmiah dan melalui penelitian ini juga penulis dapat menambah pengetahuan tentang penyebab perilaku penggunaan narkoba pada remaja di lingkungan keluarga miskin. Penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan bagi pembaca dan Para orang tua untuk lebih memperhatikan lagi perkembangan dan perilaku para remaja.

1.5 Defenisi Konsep 1.

  Perilaku Penyimpangan Remaja sering disebut dengan “juvenile delinquency” atau yang biasa diartikan sebagai “kejahatan remaja” dan dirumuskan sebagai suatu kelainan tingkah laku, perbuatan ataupun tindakan remaja yang bersifat asosial, bertentangan dengan agama, dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat 2. Penyimpangan menurut Robert M.Z. Lawang sebagai semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem social dan menimbulkan usaha dari pihak yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang.

  3. Keluarga Miskin menurut Biro Pusat Statistik (BPS) tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu kurang dari 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada di lapisan bawah), dan konsumsi non makanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk susunan umur, jenis kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis penduduk.

  

  4. Remaja Menurut Stanly Hall usia remaja berada pada rentang usia 12 sampai 23 tahun. Berdasarkan batas-batas yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek. Remaja adalah maa yang penuh dengan permasalahan, bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan

  5. Narkoba adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bunga tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan perubahan kesadaran, hilangnya rasa, sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulakan ketergantungan serta kecanduan.