BAB 1 PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang - Perbedaan Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar

BAB 1 PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

  Keberhasilan pembangunan termasuk pembangunan kesehatan telah meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat antara lain meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari tahun ketahun. Menurut World Helalth Organization (WHO, 1996) setiap tahunnya sekitar 25 juta perempuan di seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause, jumlah perempuan usia 50 tahun keatas akan meningkat dari 500 juta pada saat ini menjadi lebih dari 1 milyar pada tahun 2030 dan sebagian besar tinggal di negara berkembang. Sementara di Asia pada tahun 2025 jumlah perempuan yang menopause akan melonjak dari 107 juta jiwa akan menjadi 373 juta jiwa (Yuniwati 2011). Depkes RI (2005), memperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 262,6 juta jiwa dengan jumlah perempuan yang hidup dalam usia menopause sekitar 30,3 juta jiwa dengan usia rata-rata menopause 49 tahun. Peningkatan jumlah usia tua perempuan tentunya akan menimbulkan masalah, apalagi ditambah dengan timbulnya gejala-gejala fisik maupun psikis pada masa menopause.

  Dalam siklus kehidupan perempuan akan mengalami menopause yang merupakan proses alami yang dialami setiap perempuan, tetapi masa menopause merupakan yang paling banyak dibicarakan, dipermasalahkan dan membingungkan bagi sebagian perempuan. Mengalami menopause berarti memasuki masa tua, masa

  1 non produktif, masa tidak berguna lagi bagi masyarakat, hal ini lama kelamaan menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat (Suryani dkk, 2010). Perempuan ada juga yang ketakutan menghadapi masa menopause karena mereka berpendapat bahwa hal ini adalah suatu kelainan yang akan membuat mereka menjadi tidak menarik lagi, kesepian, tidak berdaya dan tidak berguna (Hutapea, 2005).

  Aprilia dan Puspitasari (2007) menyebutkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa 75% perempuan yang mengalami menopause akan merasakan menopause sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak merasakan menopause itu sebagai suatu masalah.

  Sebelum terjadinya menopause biasanya didahului dengan pra menopause sebagai permulaan transisi yang dimulai 2-5 tahun sebelum menopause. Pada masa pra menopause terjadi ketidakteraturan siklus haid. Masa ini dimulai sekitar usia 40 tahun. Pada masa pra menopause ditandai menurunnya kadar hormonal estrogen yang sering menimbulkan gejala yang sangat mengganggu aktifitas kehidupan para perempuan bahkan mengancam kehidupan rumah tangga. Gejala menjadi sangat serius apabila tidak ditangani karena dapat menimbulkan perubahan yang menyebabkan kecemasan pada perempuan. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain hot flushes (rasa panas dari dada hingga wajah), night sweat (berkeringat di malam hari), penurunan daya ingat, depresi, raca cemas (stres), mudah capek dan

  insomnia (susah tidur) (Proverawati dan Sulistyawati, 2010).

  Perempuan yang dalam keadaan defisensi estrogen yang menyebabkan menurunnya fungsi estrogen seperti ovarium, uterus dan endometrium. Kekuatan serta kelenturan vagina, jaringan vulva menurun dan akhirnya akan mengalami atrofi (mengerut) selain itu akan terjadi pengurangan jaringan tulang yang menjurus ke osteoporosis, peningkatan kadar kolestrol beresiko terjadinya penyakit jantung, gangguan psikis, kelelahan dan depresi (Piter dan Lubis, 2010).

  Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian pertama pada perempuan. Data-data mengenai penyakit jantung koroner menyatakan bahwa satu diantara 8 atau 9 perempuan berusia 45-60 tahun akan menderita penyakit jantung koroner dan satu diantara 3 perempuan berusia lebih dari 60 tahun menderita penyakit jantung koroner. Sementara American Society for Reproduktive Medicine menyebutkan bahwa pada perempuan diatas 50 tahun terdapat 13-18% yang mengalami osteoporosis, sedangkan osteopenia sekitar 37-50%. Keduanya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya fraktur sebesar 15-20%. Patah tulang pangkal paha akibat osteoporosis diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya menjadi 6,26 juta sampai tahun 2050. Begitu juga dengan gejala dan tanda psikologis pra menopause adalah ingatan menurun, kecemasan, mudah tersinggung (emosi), stres dan depresi. Jika hal ini terjadi secara terus menerus akan menyebabkan semakin meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada perempuan (Proverawati dan Sulistyawati, 2010).

  Menurut Baziad (2003) keluhan pada perempuan usia antara 45 dan 54 tahun sebelum dan sesudah menopause antara lain gejolak panas (hot flushes) 70%, gangguan tidur 50%, depresi 70%, mudah tersinggung, merasa takut, gelisah, dan lekas marah 90%, sakit kepala 70%, cepat lelah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, kurang tenaga 65%, berat badan bertambah 60% dan nyeri tulang dan otot 50%. Avis (1999) menyatakan cara perempuan memandang menopause bergantung pada nilai menjadi muda dan menarik yang diyakininya, sikapnya terhadap peran perempuan dan situasinya sendiri. Perempuan tanpa anak (tidak menikah) mungkin memandang menopause sebagai tertutupnya kesempatan untuk menjadi ibu, perempuan yang telah menikah dan memiliki anak serta membesarkannya mungkin memandang menopause sebagai kesempatan akan kebebasan seksual dan kegembiraan (Papalia, 2009).

  Pada masa pra menopause menurut Proverawati dan Sulistyawati (2010) faktor yang berpengaruh terhadap gejala pra menopause antara lain : faktor psikis, sosial ekonomi, budaya dan lingkungan, faktor lain yaitu perempuan yang belum menikah, perempuan karier yang sudah atau belum berumah tangga dan mentruasi pertama. Kasdu 2002, latar belakang perempuan sangat berpengaruh terhadap kondisi perempuan dalam menjalani masa menopause, misalnya apakah perempuan tersebut sudah menikah atau tidak, apakah perempuan tersebut mempunyai suami, anak, cucu, atau keluarga yang membahagiakannya, serta pekerjaan yang mengisi aktivitas sehari-hari.

  Stein dalam Rausa (2006) menyatakan bahwa daya tarik dari sebuah institusi pernikahan antara lain adalah : keamanan, status dan posisi sosial, memenuhi keinginan untuk memiliki anak, memiliki sebuah saluran yang resmi untuk melakukan hubungan seksual dan juga cinta. Sebaliknya bila dilihat dari sisi lajang maka keuntungan yang diperoleh antara lain kebebasan, kesenangan, waktu untuk membangun sebuah persahabatan, independensi dalam bidang ekonomi dan rasa kecukupan akan diri sendiri. Sedangkan daya tolak dari pernikahan adalah rasa ketidakbahagiaan, kebosanan, komunikasi yang kurang dan rasa yang terjebak dalam sebuah pernikahan.Untuk wanita lajang sumber dari rasa keintiman didapatkan dari jalur pertemanan, yang dapat menyediakan kasih sayang, komitmen dan kontinuitas hubungan (Susanto dan Haryono, 2010).

  Menurut Lewis dan Borders (1995) meskipun meningkatnya perempuan lajang, namun hanya sedikit literatur teoritis ataupun empiris tentang keberadaan mereka, teori tradisional perkembangan orang dewasa (Rossi,1980) terutama didasarkan pada studi laki-laki, sehingga terjadi defisit pandangan terhadap perempuan dan berkontribusi terhadap banyak mitos dan kesalah pahaman tentang perempuan lajang. Menurut teori ini, perempuan lajang tidak bisa menyelesaikan masalah pernikahan, anak- anak dan karir.

  Beberapa negara di Asia Timur dan Asia Tenggara mulai meningkatnya perempuan yang tidak menikah terutama di kota-kota besar (Robinson dan Bessell, 2002). Sementara di Indonesia, khususnya Jakarta yang merupakan wilayah dengan angka perempuan lajang terbanyak, dimana terdapat peningkatan presentase perempuan lajang dari 8,7% pada tahun 1990 menjadi 14,3% pada tahun 2000 (Jones, 2002).

  Studi tentang kepuasan hidup perempuan usia madya professional yang belum menikah oleh Lewis dan Borders pada tahun (1995) juga menunjukkan sebagian besar mereka memiliki internal locus of control, penyesalan menganai keadaan hidup dalam peringkat rendah sampai sedang. Secara umum mendapat peringkat tinggi pada kedua indeks kepuasan hidup, meskipun ada variasi dalam peringkat. Mereka menganggap mampu secara finansial untuk mengurus diri sendiri secara memadai, keadaan kesehatan yang baik dan jika dilihat dari dukungan sosial lebih banyak dukungan dari teman dibandingkan dari anggota keluarga.

  Study of Women’s Health Across the Nation di Amerika Serikat mendapatkan

  hasil bahwa status menopause secara signifikan berhubungan dengan tekanan psikologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 28,9% mengalami stres diawal pre menopause, 20,9% di tahap pre menopause dan 22% di tahap post menopause. Perbandingan dengan perempuan pre menopause awal dengan perempuan pre menopause, perempuan pre menopause awal berada pada resiko yang lebih besar tekanannya (Bromberger dkk, 2001).

  Sementara faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada perempuan pre menopause yang dilakukan penelitian oleh Aprilia dan Puspitasari di Surabaya tahun 2007 menyimpulkan bahwa semakin baik faktor pengetahuan, sikap, dukungan keluarga, kondisi ekonomi dan gaya hidup dapat dikelola, maka semakin rendah tingkat kecemasan perempuan pra menopause yang merupakan pencetus terjadinya stres. Hal tersebut menunjukkan bahwa stres termasuk salah satu gejala yang sulit dihindari oleh perempuan pada masa pra menopause.

  Stres menurut Fielmedman merupakan proses menilai sebagai suatu yang mengancam, menantang ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan tingkah laku, karena penyebab stres tidak hanya disebabkan oleh pengaruh lingkungan (eksternal) tetapi dalam kondisi ini pribadi individu juga menentukan (Indriana dkk, 2010). Menurut Hardjana 1994, dalam Aditha (2009) stres merupakan hal yang rumit, komplek dan melekat pada kehidupan. Karena itu stres dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda, dalam bentuk tertentu yaitu dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang tidak sama, pernah atau mengalaminya dan tidak seorangpun bisa menghindarinya. Sementara Hurlock (1980) perubahan tatanan hidup seseorang, ketegangan sering dialami oleh perempuan, salah satunya adalah saat menjelang menopause. Stres dapat diakibatkan karena kebanyakan wanita mengalami perubahan jasmani, ekonomi yang mengakibatkan wanita tidak siap untuk memasuki masa menopause. Rini (2002) dalam Mumtahinnah, mengatakan stres bisa berdampak pada interaksi interpersonal, orang yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam keadaan stres. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya lebih banyak menarik diri dari lingkungan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah dan mudah emosi.

  Cohen menyatakan bahwa jika terlalu lama mengalami stres kronis bisa berefek buruk bagi kesehatan dan stres bisa memicu seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan tidak sehat seperti terganggunya aktifitas tidur, malas berolahraga, lebih sering mengkomsumsi makanan dan merokok. Stres juga bisa mengganggu sistem kekebalan tubuh, jantung dan metabolisme yang membuat lebih rentan terhadap berbagai kondisi dan penyakit. Beberapa masalah kesehatan yang timbul akibat stres antara lain : depresi, obesitas, demensia (kemorosotan daya ingat), insomnia , penyakit jantung, mengurangi kesuburan dan stroke (Anggreini, 2012).

  Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 23 kecamatan dan salah satunya adalah Kecamatan Ingin Jaya yang terdiri dari 50 desa, dengan jumlah perempuan umur 40- 49 tahun yang menikah dan tidak menikah 750 jiwa. Studi pendahuluan dari 8 desa rata-rata perempuan yang tidak menikah sebanyak 18 %. Jenis pekerjaan perempuan umur 40-49 tahun pada umumnya adalah petani dan Pegawai Negeri Sipil, dengan tingkat pendidikan yang berbeda.

  Data perempuan pra menopause yang menikah dan tidak menikah yang mengalami stres, kecemasan, ketakutan serta gejala-gejala lainnya secara tertulis tidak ada, namun wawancara dengan bidan-bidan yang tinggal di wilayah Kecamatan Ingin Jaya baik di Bidan Praktek Mandiri (BPM), bidan senior maupun bidan desa mengatakan bahwa perempuan berumur 40-49 tahun ada yang berkonsultasi berkunjung kepelayanan maupun diluar pelayanan (tempat umum misalnya tempat pesta, pengajian) mengenai haid tidak teratur, susah tidur, cepat marah, cemas dan cepat lelah.

  Dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara terhadap 10 orang perempuan umur 40-49 tahun yang sudah menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar didapatkan informasi bahwa gejala yang dialami yaitu sebanyak 6 orang (60 %) perempuan merasa gelisah, cepat marah, cepat lelah, daya ingat menurun, cepat tersinggung dan 4 orang (40%) yang mengalami kecemasan dan ketakutan, sehingga berdampak pada kehidupan sehari-hari. Dampak pada perempuan tersebut yaitu : 6 orang (60%) mudah marah dengan orang-orang disekitarnya, 5 orang (50 %) menghindari pertemuan-pertemuan di lingkungannya dan 5 orang (50 %) menunda-nunda serta banyak melakukan kesalahan dalam pekerjaan yang biasa dilakukan, untuk itu sangat penting mengetahui perbedaan tingkat stres pada perempuan yang sudah menikah dan tidak menikah ketika mengalami pra menopause sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat untuk setiap kelompok. Hal tersebut juga terjadi dikalangan perempuan di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar.

  1.2.Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang di atas, tingkat stres pada pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah belum bisa dipastikan sehingga perlu dilakukan penelitian : Apakah terdapat perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh ?

  1.3. Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

  1.4. Hipotesis

  Ada perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

  1.5. Manfaat Penelitian 1.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat, kususnya perempuan pra menopause yang mengalami masalah dalam menghadapi pra menopause.

  2. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar dalam menentukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan masa pra menopause.

Dokumen yang terkait

Perbedaan Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar

1 69 92

PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Perbedaan Tingkat Depresi pada M ahasiswi S1 yang Sudah Menikah dan Belum Menikah di Unversitas Sebelas Maret Surakarta

0 1 46

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. - Potensi Masyarakat Dalam Mengelola Koperasi Pertambangan Emas di Desa Keude Krueng Sabee, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya

0 0 16

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pernikahan Dini pada Remaja Aceh di Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 11

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Fasilitas Kerja Terhadap Sikap Kerja dan Kelelahan pada Pekerja Bagian Penggorengan Industri Rumah Tangga Keripik Singkong di Kabupaten Aceh Besar

0 2 8

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan dan Status Hukum Pemberian Orang Tua Kepada Anak Perempuan Melalui Hareuta Peunulang di Kabupaten Aceh Besar

0 0 32

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Ketidakstabilan Emosi dan Aktifitas Seksual Perempuan Bekerja yang Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Keluarga dan Pemberdayaan Masyarakat dengan Praktek Kadarzi di Kecamatan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menopause - Perbedaan Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar

0 0 19