DOCRPIJM 6e50f181e6 BAB IIIBAB 3 Rencana Pembangunan Wilayah Kabupaten

BAB III RENCANA PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007; Struktur Ruang, adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan

  sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Berdasarkan makna struktur ruang pada UU PR No. 26 Tahun 2007 tersebut di atas, maka arahan pengembangan struktur ruang wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur, ditujukan untuk mencapai 3 (tiga) tujuan pembangunan, yaitu : Pertumbuhan Ekonomi Wilayah.

  • Pemerataan Pembangunan seluruh Masyarakat Kotawaringin Timur.
  • Pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
  • Untuk membangun konsep ruang yang strategis berdasarkan 3 (tiga) tujuan di atas, maka perlu memperhatikan 3 (tiga) aspek struktur ruang, yaitu:

  Rencana Satuan/Sistem Wilayah Pelayanan dan Pengembangan untuk lingkup

  • Kabupaten atau Rencana Bagian Wilayah Kota untuk lingkup perkotaan (ibukota kabupaten dan kecamatan). Rencana Struktur Wilayah, menjelaskan rencana sistem pusat permukiman dan
  • rencana sistem jaringan prasarana. Rencana Penggunaan Lahan dalam lingkup wilayah kabupaten, menjelaskan
  • peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

  Visi pembangunan daerah Kabupaten Kotawaringin Timur, mengandung arti terciptanya masyarakat yang memiliki kesadaran dan ketaatan yang tinggi pada hukum, memiliki SDM yang berkualitas yang mampu mengangkat harkat, martabat dan kesejahteraan, menerapkan norma-norma dan ajaran agama, selalu menjaga kondisi sosial yang kondusif, serta mengutamakan kebersamaan dan kesetaraan seluruh lapisan masyarakat dalam menikmati hasil pembangunan.

  Visi : “Terwujudnya Masyarakat Kotim Yang Mandiri, Berkompetisi, Adil dan

  Sejahtera dalam Suasana Agamis, Aman, Kebersamaan, dan Kesetaraan.”

  Misi Pembangunan :

  1. Menjadikan Kabupaten Kotawaringin Timur Sebagai Pusat Pembentukan dan Pengembangan SDM Berbasiskan Imtaq, Sains dan Teknologi, serta Kearifan Budaya Lokal.

  2. Menjadikan Perekonomian Kabupaten Kotawaringin Timur Yang Kuat dan Mandiri Bertumpu Pada Ekonomi Kerakyatan Yang Modern dan Berdaya Saing.

  3. Menjadikan Intregritas Wilayah Kotawaringin Timur Dalam Ekonomi Ruang dan Keterhubungan Fungsional.

  Hidup Dalam Kebersamaan.

  

3.1 Strategi/Skenario Pengembangan Wilayah Kabupaten Berdasarkan Penataan

Tata Ruang (RTRW)

  Skenario Pengembangan Kabupaten Kotawaringin Timur dapat diuraikan dalam beberapa aspek yang meliputi :

  • Arah Pengembangan Struktur Kabupaten Kotawaringin Timur Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007; Struktur Ruang, adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional. Berdasarkan makna struktur ruang pada UU PR No. 26 Tahun 2007 tersebut di atas, maka arahan pengembangan struktur ruang wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur, ditujukan untuk mencapai 3 (tiga) tujuan pembangunan, yaitu : 1. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah.

  2. Pemerataan Pembangunan seluruh Masyarakat Kotawaringin Timur.

  3. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Untuk membangun konsep ruang yang strategis berdasarkan 3 (tiga) tujuan di atas, maka perlu memperhatikan 3 (tiga) aspek struktur ruang, yaitu :

  1. Rencana Satuan/Sistem Wilayah Pelayanan dan Pengembangan untuk lingkup Kabupaten atau Rencana Bagian Wilayah Kota untuk lingkup perkotaan (ibukota kabupaten dan kecamatan).

  2. Rencana Struktur Wilayah, menjelaskan rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.

  3. Rencana Penggunaan Lahan dalam lingkup wilayah kabupaten, menjelaskan peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Secara umum, rencana pemanfaatan ruang terbagi menjadi 3 (tiga) komponen penyusun tata ruang wilayah, yaitu: Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Berikut penjabarannya.

  a. Kawasan Lindung Merupakan kawasan yang fungsi utamanya, adalah melindungi kelestarian fungsi sumber daya alam, sumber daya buatan, serta nilai budaya dan sejarah bangsa, seperti kawasan hutan lindung, hutan bakau dan sebagainya. lainnya yang dapat mengurangi/merusak fungsi lindungnya.

  Penetapan kawasan lindung di Kabupaten Kotawaringin Timur bertujuan untuk menjaga keseimbangan Daerah Aliran Sungai dan melestarikan keanekaragaman flora maupun fauna yang ada, sehingga diharapkan pada kawasan ini tidak ada pemanfaatan ruang yang intensif.

  Kawasan Lindung di Kabupaten Kotawaringin Timur, terdiri atas:

  1. Hutan lindung di Kabupaten Kotawaringin Timur diarahkan pada bagian utara, tepatnya di wilayah Kecamatan Antang Kalang. Hutan lindung ini bertujuan untuk melindungi Daerah Aliran Sungai (DAS) Mentaya, juga berfungsi sebagai cagar alam yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata terbatas.

  2. Kawasan perlindungan setempat, terdiri dari:

  a. Sempadan pantai, yaitu berupa hutan bakau dan sempadan pantai yang berhutan bakau/nipah seluas 130 meter perbedaan pasang dan surut tertinggi yang diarahkan berada di daerah pantai sebelah selatan Kabupaten Kotawaringin Timur.

  b. Sempadan sungai, terutama diarahkan di sepanjang aliran sungai selebar 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman.

  b. Kawasan Budidaya Kawasan Budidaya terbagi menjadi kawasan budidaya kehutanan dan non kehutanan.

  1. Kawasan Budidaya Kehutanan terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

  a) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang diarahkan di bagian utara Kabupaten Kotawaringin Timur, terutama di wilayah Kecamatan Antang Kalang dan Mentaya Hulu. Selain itu HPT juga diarahkan di Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Seranau, Cempaga Hulu, Cempaga dan Pulau Hanaut.

  b) Kawasan Hutan Produksi Tetap yang diarahkan di wilayah Kecamatan Antang Kalang, Mentaya Hulu, Cempaga Hulu, Cempaga, dan Teluk Sampit. kawasan transmigrasi, dan KPP.

  a) Kawasan Permukiman dan Penggunaan Lainnya (KPPL) terkait diarahkan pada wilayah-wilayah permukiman yang saat ini telah terbentuk dan diharapkan kegiatan yang berkembang terkait dengan arahan penggunaan lahan di sekitarnya.

  b) Kawasan perkotaan diarahkan pada pusat-pusat pengembangan wilayah dan ibukota pemerintahan (baik tingkat kabupaten, kecamatan, maupun kelurahan/desa).

  c) Kawasan Transmigrasi diarahkan di wilayah Kecamatan Parenggean, Antang Kalang, dan beberapa kecamatan lainnya.

  d) Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) terdiri dari:

   Rencana alokasi Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah di Kabupaten Kotawaringin Timur tersebar di berbagai kecamatan, yaitu di Kecamatan Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Pulau Hanaut, Mentawa Baru/Ketapang, Baamang, Kota Besi, Cempaga.

   Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering diarahkan di sepanjang bagian hilir Sungai Mentaya, yaitu di Kecamatan Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Pulau Hanaut, Mentawa Baru/Ketapang, Baamang, Seranau dan Kota Besi.

   Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebunan diarahkan pada wilayah bagian tengah Kabupaten Kotawaringin Timur, yaitu kawasan di Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kota Besi, Cempaga, Parenggean, Mentaya Hulu, dan Antang Kalang. Komoditi perkebunan pada kawasan ini adalah kelapa dan kelapa sawit.

   Kawasan pengembangan perikanan dapat dibedakan menjadi kawasan pengembangan budidaya tambak dan kawasan perikanan laut. Kawasan budidaya tambak diarahkan di wilayah bagian selatan Kabupaten Kotawaringin Timur, tepatnya di wilayah pantai dan sepanjang sungai pada wilayah Kecamatan Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan dan Pulau Hanaut. Budidaya tambak pada kawasan ini cocok untuk komoditi udang dan ikan Bandeng. Kawasan perikanan laut diarahkan pada daerah-daerah penangkapan yang sesuai dengan kriteria, yaitu di Kecamatan Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan dan Pulau Hanaut.

   Kawasan Peternakan untuk peternakan hewan besar harus tersedia/dekat dengan areal tumbuhan makanan ternak yang cukup, sedang untuk hewan kecil bisa menyebar di seluruh kawasan budidaya asal makanan tercukupi. Kawasan peternakan hewan besar diarahkan terletak dekat kawasan pertanian tanaman pangan, demikian pula dengan kawasan peternakan unggas.

   Kawasan Perindustrian di Kabupaten Kotawaringin Timur ditetapkan di Bagendang, yaitu terutama untuk kawasan industri CPO beserta fasilitas penunjangnya, seperti pelabuhan, pengolahan limbah, dan lain-lain. Dengan adanya kawasan industri Bagendang diharapkan hasil perkebunan di Kabupaten Kotawaringin Timur dapat diolah terlebih dahulu sebelum diekspor keluar, sehingga dapat memberikan nilai tambah (value added) yang menguntungkan bagi masyarakat maupun pemerintah setempat. Pembangunan kawasan industri ini perlu ditunjang dengan sistem transportasi yang baik dari daerah-daerah penghasil bahan baku maupun ke daerah pemasaran.

   Kawasan Pariwisata yang teridentifikasi di Kabupaten Kotawaringin Timur adalah wisata pantai di Ujung Pandaran dan wisata budaya berupa rumah adat betang Antang Kalang di Tumbang Gagu.

   Kawasan Pertambangan diarahkan di wilayah yang memiliki potensi pertambangan emas di Kecamatan Antang Kalang, Mentaya Hulu, Parenggean, potensi pertambangan batubara di Kecamatan Mentaya Hulu, Cempaga, dan Mentaya Hilir Selatan, serta potensi pertambangan besi di Kecamatan Antang Kalang dan Kota Besi.

  • Fungsi dan Peran Kota Ditinjau dari posisi strategis, kedudukan Kota Sampit akan mempunyai peranan yang cukup penting di wilayah Propinsi Kalimantan Tengah karena terkait dengan pengembangan sistem prasarana wilyah serta pengembangan beberapa kawasan andalan di bagian tengah Kalimantan Tengah, yaitu :

   Berada pada jalur poros regional lintas Trans-Kalimantan di bagian tengah Kalimantan Tengah yang menghubungkan daerah Utara dan Selatan Kalimantan Tengah serta Kota Palangkaraya (Ibu Kota Kalimantan Tengah) – Pangkalan Bun (Ibukota Kotawaringin Barat).

   Dalam RTRW Propinsi Kalimantan Tengah, Kota Sampit dinyatakan sebagai Kota Orde I, dengan arah pengembangan fungsi kota sebagai kota pelabuhan dan industri.

   Pelabuhan Sampit digolongkan sebagai Pelabuhan Orde I dalam rencana pengembangan transportasi laut di Kalimantan Tengah. Sistem pelabuhan Sampit, meliputi Pelabuhan Sampit, Pelabuhan Samuda dan Rencana Pelabuhan Curah Cair di Desa Bagendang, dengan fungsi pelayanan diarahkan untuk melayani kegiatan ekspor-impor perdagangan dalam negeri.

   Sistem Perkotaan, dalam kajian Kawasan Andalan Sampit Pangkalan Bun menetapkan Kota Sampit sebagai pusat pengembangan wilayah Kotawaringin Timur dalam pemanfaatan sumber daya alam.

  Didasarkan pada arahan kebijaksanaan tata ruang wilayah propinsi dan kedudukan/statusnya sebagai ibukota kabupaten, Kota Sampit memiliki peranan yang penting di wilayah Kotawaringin Timur. Kota Sampit mempunyai peran/fungsi utama, sebagai :

   Pusat Pemerintahan Kabupaten  Pusat perdagangan dan Jasa

   Pusat Permukiman Sebagai pusat pemerintahan kabupaten, Sampit akan menjadi pusat penyelenggara pemerintahan, pelaksana pembangunan dan pembinaan ke- masyarakatan. Sebagai pusat kegiatan pemerintahan, wilayah pelayanan adalah seluruh Kabupaten Kotawaringin Timur yang mencakup 15 kecamatan. Sebagai fungsi pusat perdagangan dan jasa, Kota Sampit pada dasarnya berkaitan erat dengan fungsi koleksi-distribusi yang dapat dilakukan di Kota Sampit dengan wilayah belakangnya. Kegiatan perdagangan dan jasa mempunyai peran dalam lingkup regional untuk melayani Kabupaten Kowaringin Timur, kegiatan ini didukung dengan adanya Pelabuhan Sampit sebagai inlet-outlet barang penumpang menuju Kalimantan Tengah.

  • Arahan Pengembangan Permukiman dan Kependudukan

  a. Arahan Pengembangan Permukiman

  Sistem permukiman diarahkan pada kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan budidaya non kehutanan, namun tidak menutup kemungkinan adanya lokasi-lokasi permukiman pada kawasan yang tidak ditetapkan sebagai kawasan budidaya non kehutanan. Kegiatan yang diarahkan pada kelompok-kelompok permukiman disesuaikan permukiman (perkotaan dan transmigrasi), dilakukan pembatasan pengembangan.

  Me-rekonstruksi hirarki dan fungsi beberapa pusat-pusat permukiman untuk mengakomodasi Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Kalimantan Tengah, khususnya dalam penetapan orde dan fungsi kota-kota di masing-masing kabupaten pemekaran dan mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun ekonomi masing-masing kabupaten pemekaran tersebut di masa yang akan datang. Arahan penetapan sistem permukiman dan perwilayahan pelayanan yang dimaksud, meliputi :

   Penetapan fungsi pusat-pusat Ibukota Kecamatan (IKK) sebagai pusat- pusat pelayanan administrasi pemerintahan untuk masing-masing daerah kecamatan di Kabupaten Kotawaringin Timur.

   Penetapan perwilayahan sosial-ekonomi secara merata dan efisien sesuai dengan karakteristik dan fungsi wilayah sehingga lebih memudahkan dalam pengembangan prasarana dan sarana yang sesuai dengan tipologi wilayahnya.

   Penetapan hirarki pusat pelayanan berdasarkan karakteristik dan fungsi kelompok permukiman yang sudah terbentuk secara natural, serta keterkaitan fungsional antar pusat tersebut.

  b. Arahan Pengembangan Kependudukan

  Berdasarkan data BPS pada Kotawaringin Timur dalam Angka Tahun 2011/2012, penduduk Kabupaten Kotawaringin Timur pada akhir tahun 2012, adalah sebesar 373.842 jiwa, yang terdiri dari 197.213 jiwa laki-laki dan 176.629 jiwa perempuan. Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk pada akhir tahun 200, penduduk Kabupaten Kotawaringin Timur mengalami pertumbuhan sebesar 2,98%.

  Di Kabupaten Kotawaringin Timur, migrasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan penduduk. Semakin tumbuhnya kemajuan sektor pertanian, terutama perkebunan kelapa sawit, industri CPO, dan perkebunan karet, serta mulai menggeliatnya sektor pertambangan, terutama pertambangan bijih besi dan batu bara; dengan daya serap yang tinggiterhadap tenaga kerja, merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi terjadinya migrasi.

  Sejak dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten pada tahun 2001, Kabupaten Kotawaringin Timur pada tahun 2007 secara administratif terdiri atas 13 Kecamatan dengan 139 desa dan 11 kelurahan. Selanjutnya, pada tahun 2008, dilakukan pemekaran

  Berdasarkan data BPS (Kotawaringin Timur dalam Angka untuk seri 5 tahun yang telah lewat) dilakukan proyeksi jumlah penduduk jangka menengah, yaitu tahun 2009 – 2015. Diperoleh hasil perhitungan proyeksi:

  1. Tahun 2009 : 338.579 jiwa

  2. Tahun 2010 : 347.506 jiwa

  3. Tahun 2011 : 356.379 jiwa

  4. Tahun 2012 : 365.450 jiwa

  5. Tahun 2013 : 374.376 jiwa

  6. Tahun 2014 : 383.458 jiwa

  7. Tahun 2015 : 392.653 jiwa Kondisi kependudukan di Kabupaten Kotawaringin Timur menunjukkan kecenderungan untuk meningkat, baik jumlah maupun kepadatan. Maka dari itu, perlu strategi untuk mengarahkan aspek kependudukan, khususnya dalam konteks pengembangan. Adapun strategi untuk memfokuskan arahan pengembangan kependudukan, diantara adalah:

  1. Pendataan kependudukan yang tepat untuk penetapan sasaran pengembangan kependudukan di masing-masing kecamatan pemekaran, hal ini berkaitan juga dengan strategi pelayanan dan perlindungan kesejahteraan kependudukan (social security).

  2. Pembatasan pertumbuhan penduduk melalui pengaturan penerimaan penduduk (migrasi), khususnya pembatasan penerimaan tenaga ‘un-skill’ yang memiliki potensi memberikan beban lapangan kerja kepada daerah.

  3. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia secara utuh (termasuk pemberdayaan kaum perempuan), sebagai potensi tenaga kerja yang handal, dan sebagai kekuatan sosial yang kokoh.

  4. Mengupayakan pengelompokan distribusi penduduk pada sentra-sentra produksi, sekaligus sebagai upaya pemerataan dan pemenuhan skala pelayanan fasilitas sosial ekonomi di masing-masing kecamatan. Dapat dilakukan melalui program resettlement (untuk tenaga kerja selektif).

  • Identifikasi Wilayah yang Perlu dikendalikan Identifikasi wilayah yang perlu dikendalikan, meliputi: 1. Pengelolaan dan konservasi kawasan lindung.

  2. Pengelolaan dan konservasi daerah tepian sungai. kecendungan tidak terkendali, sehingga terkesan kumuh dan mengurangi kapasitas kawasan resapan.

  4. Pengelolaan kawasan permukiman yang potensial dan masuk dalam kategori kumuh (slum).

  5. Pengendalian tata bangunan dan lingkungan, khususnya usaha sarang Burung Walet yang saat ini, semakin menunjukkan in-fungsional dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

  6. Kontrol terhadap usaha sarang burung walet, yang saat ini mulai meresahkan warga karena dampak yang ditimbulkan. Salah satunya, diindikasikan adanya keterkaitan wabah demam berdarah dengan penggenangan tempat mandi Burung Walet.

  • Identifikasi Wilayah yang didorong Pertumbuhannya Wilayah yang perlu didorong pertumbuhannya, meliputi:

  1. Beberapa ibukota kecamatan, dapat berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan yang melayani wilayah belakangnya, mengingat lokasi dan ketersediaan sarana dan prasarana. Disamping sebagai pusat pelayanan, pusat-pusat ini juga diharapkan akan mampu menjadi penggerak pengembangan potensi wilayah belakangnya. Beberapa Ibukota Kecamatan tersebut, meliputi:

  a. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan Ibukota Kecamatan Mentaya Hilir Selatan atau Samuda.

  b. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan Ibukota Kecamatan Teluk Sampit atau Ujung Pandaran untuk kegiatan Pariwisata dan Sentra Pengumpulan Hasil Pertanian.

  c. Mendorong pertumbuhan kawasan industri Bagendang yang saat ini mulai masuk dalam proses pembangunan pelabuhan curah cair.

  2. Ibukota kecamatan-kecamatan lainnya (yang tidak berfungsi sebagai pengembangan wilayah dan sub pengembangan wilayah) dapat berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan lokal, yaitu melayani wilayah belakangnya dalam lingkup administrasi kecamatan, dengan fungsi : a. Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan atau bank melayani satu kecamatan.

  b. Pusat pengolahan atau pengumpul barang-barang yang melayani satu kecamatan.

  c. Simpul transportasi beberapa desa.

  3. Pusat-pusat perdesaan yang mempunyai potensi sebagai pusat pertumbuhan, juga akan dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan, juga akan dikembangkan sebagai pusat pelayanan lokal, dengan fungsi: a. Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan atau bank untuk beberapa desa.

  b. Pusat pengolahan atau pengumpul barang-barang yang melayani beberapa desa.

  c. Simpul transportasi beberapa desa.

  d. Bersifat khusus karena mendorong perkembangan sektor-sektor strategis atau kegiatan khusus lainnya.

  4. Pengembangan prasarana transportasi dimaksudkan untuk memudahkan interaksi antar pusat-pusat dengan wilayah belakangnya dan pusat dengan wilayah yang lebih luas, sehingga akan mendorong perkembangan kegiatan perekonomian wilayah. Disamping pengembangan hubungan antar pusat dan hubungan pusat dengan wilayah yang lebih luas juga perlu pengembangan jalur transportasi dari setiap pusat ke wilayah belakangnya masing-masing.

3.2 Skenario Pengembangan Sektor Bidang Cipta Karya

  Deskripsi skenario pembangunan Infrastruktur Bidang PU Cipta Karya, pada dasarnya harus menggunakan substansi dokumen Masterplan/ Rencana Induk Sistem. Adapun dokumen yang telah distudikan dengan kapasitas setingkat

  masterplan, meliputi:

  1. Pendampingan penyusunan rencana kegiatan RPKPP

  2. Penyusunan Rencana tindak penanganan kawasan permukiman kumuh Kedua dokumen di atas, ruang lingkup wilayah studi; masih terfokus pada Kota Sampit. Artinya, belum mencakup kawasan atau wilayah Kabupaten secara luas.

  Dan ada 1 (satu) studi masih dalam tahap penyusunan, yaitu Pendampingan penyusunan kegiatan SPPIP Pernyataan menuju pelaksanaan, karena terkait dengan usulan yang akan disampaikan melalui dokumen RPIJM Kabupaten Kotawaringin Timur.

3.2.1 Upaya Penanganan Permasalahan Drainase di Kota Sampit

  Untuk mengatasi permasalahan sistem drainase di kota Sampit, khususnya mengatasi permasalahan banjir/genangan yang terjadi di hampir seluruh Kota Sampit, terutama pada saat musim hujan (puncaknya Oktober s/d Desember) menyusun program pengendalian banjir di Kota Sampit dengan membangun ring

  drain yang berfungsi sebagai drainase makro. Ring drain telah mulai dibangun pada tahun 2002 yang berfungsi untuk menahan

  limpasan air hujan dari daerah Barat Kota Sampit (daerah hutan), lokasi ring drain yang sedang dibangun melingkari di tepian kota Sampit dan memotong di jalan Jenderal Sudirman sekitar kilometer 5 arah Pangkalan Bun.

  Ring drain yang sedang di bangun dimulai dari kecamatan Mentawa

  Baru/Ketapang sampai dengan Kecamatan Baamang, dimana ring drain ini bermuara di Sungai Mentaya. Dengan dibangunnya ring drain tersebut diharapkan nantinya dapat meringankan beban saluran drainase primer dalam kota, sehingga saluran primer dalam kota hanya menerima limpasan air dari sekitar kota saja.

  Mengingat dana pembangunan untuk ring drain cukup besar, dan dana APBD Kabupaten Kotawaringin Timur serta APBD Propinsi Kalimatan Tengah sangat terbatas, maka Pemerintah Daerah mengajukan bantuan pendanaan APBN melalui Dirjen Sumber Daya Air – Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Pelaksanaan pembangunan ring drain yang telah dibangun, adalah sepanjang 25.500 meter dari total saluran sepanjang ± 40.700 meter dan 2 buah box culvet telah selesai dibangun.

  Diharapkan dengan selesai dibangunnya ring drain (drainase makro) tersebut, beban dari saluran primer yang ada di dalam Kota Sampit berkurang, sehingga permasalahan banjir/genangan bisa diminimalkan. Perlu diketahui bahwa penanganan genangan/banjir tidak hanya dengan mengatasi permasalahan drainase makro saja, melainkan harus juga dengan membenahi permasalahan drainase mikronya, sehingga akhirnya dapat mengatasi permasalahan banjir atau genangan secara keseluruhan. Namun drainase mikro (saluran primer, sekunder dan tersier) yang ada di kota Sampit saat ini sifatnya masih bersifat parsial (lokasi setempat-setempat), di samping kualitas dan kuantitasnya masih kurang. Selain itu juga saluran yang ada kurang terpelihara (banyaknya sedimen dan sampah) dan diperparah dengan kondisi topogafi yang relatif datar sehingga aliran ke sungai Mentaya menjadi tidak Untuk itu sangat diperlukan suatu penanganan drainase perkotaan untuk kota Sampit secara terpadu dan keseluruhan agar tidak parsial (setempat-setempat) dangan menyiapkan program pembangunan secara bertahap dan berkesinambungan dengan memperhatikan kemampuan APBD Kabupaten Kotawaringin Timur dan APBD Propinsi Kalimantan Tengah serta bantuan pendanaan dari APBN melalui Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, juga partisipasi dari swasta (pengembang perumahan) dan peran serta dari masyarakat.

3.2.2 Penyehatan Lingkungan Permukiman

a. Rancangan TPA Kota Sampit

  Rancangan TPA merupakan arahan yang akan dipergunakan dalam proses perhitungan dimensional, strategi operasional, penataan dan pengembangan TPA. Dalam rancangan tersebut, rencana beberapa kegiatan, meliputi:

  1. Infrastruktur Drainase Perkotaan

  2. Infrastruktur Tempat Pembuangan Akhir Sampah (antara Stasiun dan TPA Sampah)

  Perencanaan (Planning) TPA adalah fungsi dasar manajemen pengolahan TPA. Target dan program yang direncanakan dalam operasional TPA Kota Sampit ini akan memenuhi ketentuan dan kaidah:

  a. Minimalisasi biaya pelaksanaan dengan memperhatikan kelayakan teknis.

  b. Alternatif tapak TPA dengan konsep kemudahan pelaksanaan pembangunan. c. Prioritas fakor-faktor strategis pengolahan sampah dan TPA.

  d. Penetapan jangka waktu perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan.

  e. Mudah dan sesuai dengan kenyataan lapangan.

b. Manajemen Pemulung

  Proses daur ulang sampah di Indonesia banyak dilakukan oleh sektor informal, terutama oleh pemulung mulai dari rumah tangga ke TPA, tetapi metoda daur ulang yang dilakukan oleh pemulung terbatas pada pemisahan/pengelompokan. Berdasarkan cara kerja pemulung yang sebagian di TPS sampai ke TPA, maka dapat dikatakan bahwa sampah an-organik yang diserap oleh pemulung merupakan sampah yang belum dapat ditanggulangi oleh Pemerintah Kota.

  Hal ini disatu sisi menunjukan bahwa kegiatan pemulungan memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah dalam hal penanganan sampah. Namun sisi yang lain, bantuan kegiatan pemulungan terhadap penanggulangan masalah sampah menjadi tidak nyata terasa manfaatnya, karena mungkin Pemerintah Daerah menganggap bahwa kegiatan pemulungan merupakan hal yang sudah semestinya terjadi, dengan mengabaikan segi bantuannya terhadap penanganan kebersihan kota.

  Menurut prakiraan Agenda 21 Indonesia, potensi daur ulang sampah kering adalah 15 – 25 %, sedang potensi sampah basah yang dapat dikomposkan adalah 30 – 40 %, sehingga potensi daur ulang sampah diperkirakan sebesar 45 – 65 %, namun tingkat daur ulang di Indonesia, baik melalui usaha pemulungan maupun usaha daur ulang di rumah tangga dan pengomposan, jumlahnya diperkirakan hanya sebesar 8,1%.

  Sampah yang dipisahkan umumnya sudah tidak murmi lagi (kotor, basah dan sebagainya), karena sampah tersebut sudah tercampur dengan sampah lainnya dari berbagai sumber. Oleh karena itu kondisi sampah yang dihasilkan pemulung umumnya memiliki kualitas tidak begitu baik dibandingkan dengan yang dipisahkan di sumber sampah. Pemisahan sampah oleh pemulung ini relatif sedikit, diperkirakan kurang dari 2 % jumlah sampah yang terkumpul di TPS, sementara pemulung di TPA memiliki prosentase yang lebih besar, yaitu kira-kira 5 % dari sampah yang masuk di TPA.

  Walau proses pendaur-ulangan oleh pemulung di TPA memiliki tingkat kebersihan yang cukup tinggi, keberadaan pemulung seringkali menimbulkan masalah terhadap pengelolaan sampah di TPA karena kegiatan pemulung memang belum diatur. Keberadaannya dapat mengganggu opersional lahan TPA, sehingga diperlukan pengaturan gerak dan langkah pemulung atau manajemen pemulung sebagai berikut : sampah yang masuk ke TPA berdasarkan waktu truk pengangkut sampah di jembatan timbang, volume sampah yang dikelola pemulung, jumlah sampah yang dikumpulkan pemulung selama 1 (satu) jam dan total volume sampah yang dikumpulkan pemulung selama waktu kerja (12 jam).

  2. Pedataan resmi pemulung awal oleh pengelola TPA yang diprioritaskan untuk wilayah sekitar TPA Kota Sampit.

  3. Pengaturan pola tinggal dan pengumpulan sampah oleh pemulung dalam wilayah TPA (sampah harus dikumpulkan di gudang serba guna/daur ulang yang disediakan).

  4. Pembatasan waktu kerja operasional pemulung dalam wilayah TPA (pemulung tidak membuat rumah di lahan TPA).

  Prosentase pemulungan di TPA menurut penelitian (Prof. Enri Damanhuri) sebesar 5 % dari total sampah yang masuk ke TPA. Proses daur ulang sampah yang direncanakan diaplikasikan dalam lingkungan TPA Kota Sampit, adalah sampah plastik yang biasanya terdiri dari 7 jenis, yaitu :

  1. Polythyelene Terephthalate (PETE)

  2. High Densty Polythyelene (HDPE)

  3. Polyvinyl Chloride (PVC)

  4. Low Densty Polythyelene (LDPE)

  5. Polyprpylene (PP)

  6. Polystyrene (PS)

  7. Bahan-bahan plastik multilayer Untuk merancang sistem produksi yang dilakukan dalam mengolah dan mengelola daur ulang sampah plastik di TPA Kota Sampit, maka diperlukan perhitungan-perhitungan secara kuantitatif, dengan proses-proses produksi seperti diuraikan di bawah ini.

  1. Tahap Bale Breaking dan Sorting, yang berupa pemilahan awal (pre

  sorted) dipecah kemudian dipilih kembali, dimana botol misalnya secara manual dipisahkan berdasarkan warnanya.

  2. Tahap Pemilahan (Separating) Kegiatan pemilahan sampah adalah merupakan kegiatan memilih dan mengklasifikasikan sampah berdasarkan jenisnya, dimana proses pendaur-ulangan berbeda antara satu jenis sampah dengan jenis tempat-tempat berbeda.

  Hasil pemilhan tersebut ditempatkan dalam tempat-tempat berbeda agar mempermudah pada proses selanjutnya, yaitu :

  1. Sampah organik

  2. Sampah kertas (tidak termasuk koran)

  3. Plastik kresek termasuk plastik bening/transparan

  4. Sampah plastik keras (bekas ember dan sejenisnya)

  5. Logam (besi, baja, kawat, kaleng dan sebagainya)

  6. Gelas, kaca

  7. Karton / kardus

  8. Residu sampah atau non recyeleable weste (ranting, karet, kulit dan lain-lain yang tidak di daur ulang). Proses pemilahan dilakukan secara manual oleh tenaga manusia melalui meja pemilahan (pad) dan menggunakan ban berjalan (belt converyor).

  1. Tahap Pemrosesan (Processing) Penangan lebih lanjut terhadap sampah hasil pemilahan yang telah dilakukan sebelumnya, secara umum terbagi beberapa perlakuan, yaitu :

  a. Sampah yang didaur ulang menjadi produk jadi (kelompok 1 dan 2)

  b. Sampah yang diolah menjadi bahan baku atau barang setengah jadi (kelompok 3 dan 4) c. Sampah yang hanya dipacking untuk dijual ke industri daur ulang

  (kelompok 5,6,7)

  d. Sampah yang dibakar (kelompok 8)

  2. Tahap Pengepakan atau Pengemasan (Packaging)

  Tahapan ini adalah merupakan tahapan paling akhir dalam proses pengolahan sampah. Tahapan ini sebenarnya terbagi dalam dua jenis, yaitu : a. Pengemasan

  Pengemasan ini adalah kegiatan memasukkan hasil pengolahan daur ulang ke dalam plastik atau karung goni yang dilakukan untuk produk-produk palet plastik kertas dan plastik kresek.

  b. Pengepakan Kegiatan pengepakan dilakukan untuk jenis-jenis sampah yang tidak diproses, yaitu: logam dan gelas/beling/kaca. Untuk sampah sebelumnya dipotong-potong dan ditimbang dengan jumlah berat yang tidak ditentukan. Kemudian sampah gelas/beling/kaca dimasukan ke dalam karung goni dan ditumpukan dengan kayu dan setelah diikat dan ditimbang.

  Untuk mendukung pendaur-ulangan sampah diperlukan mesin pengolahan. Mesin-mesin yang digunakan adalah mesin yang mempunyai nilai teknologi tepat guna, sepeti : 1) Mesin pemilah sampah. 2) Mesin pencacah sampah organik. 3) Mecin pencuci dan pencacah plastik kresek. Secara umum kebutuhan lahan untuk proses pengolahan dan pengelolaan sampah secara daur ulang dapat disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia. Untuk kapasitas pengelolaan sebesar 20 m³/hari, maka lahan yang dibutuhkan sekitar 25 meter x 50 meter.

3.2.3 Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Program investasi Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Kota Sampit melibatkan stakeholder masyarakat, dunia usaha dan pemerintah (Pemerintah Kota/ Kabupaten/ Propinsi/ Pusat). Stakeholder ini diarahkan untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan dan pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Sampit. Program investasi antara lain diperlukan untuk:

  1. Menjaga kesinambungan pembangunan pada aspek investasi dan pembiayaan secara bertahap.

  2. Menemukan peluang kerjasama investasi dan pembiayaan berbagai stakeholder.

  3. Menjadikan rujukan bagi stakeholder menghitung kelayakan investasi dan perencanaan pembiayaan.

  4. Upaya percepatan dalam penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan prasarana dan sarana lingkungan.

  5. Alat mobilisasi dana investasi stakeholder sesuai dengan kapasitas dan perannya.

  6. Mengurangi konflik akibat beda kepentingan investasi dan pembiayaan berbagai pihak.

  Investasi/peran yang dimiliki dan harus dipahami dengan baik oleh masyarakat Kota Sampit adalah: 1. Sebagai penyelenggara pembangunan dan penataan kawasan.

  2. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pembangunan dan penataan kawasan harus dimulai dari awal pengambilan kebijakan dalam perencanaan dan perancangan kawasan hingga pada saat pengelolaan hasil penataan ulang dan pengembangan yang telah dilakukan, terutama yang menyangkut kepentingan masyarakat umum pada Kawasan Permukiman Kumuh.

  3. Sebagai penyelenggara hidupnya aktifitas dalam Kawasan Permukiman Kumuh.

  4. Sebagai pengguna dan pemelihara keberlanjutan berbagai fungsi, fasilitas, dan aktifitas di dalam Kawasan Permukiman Kumuh.

b. Investasi Dunia Usaha

  Investasi dunia usaha merupakan bagian yang sangat penting untuk dapat menghidupkan ekonomi Kawasan Permukiman Kumuh. Sebagai pemilik modal pelaku dunia usaha diharapkan bersedia menanamkan investasi di Kawasan Permukiman Kumuh . Pelaku dunia usaha diharapkan dapat memperhatikan kepentingan publik dan warga. Dengan modal kapital dan sistem manajemen yang sudah terstruktur pihak swasta mampu menjadi generator pembangkit aktifitas di dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh Kota Sampit.

c. Investasi Pemerintah Kota Sampit

  Meskipun tanggung jawab pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh Kota Sampit adalah tanggung jawab semua pihak, peran pemrakarsa tetap berada di “pundak” pemerintah minimal untuk menciptakan iklim yang mendorong terwujudnya usaha kemitraan, antara lain :

  1. Menetapkan prioritas pembangunan pada Kawasan Permukiman Kumuh yang realistis, sesuai dengan kebutuhan dan dapat diikuti oleh semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat. Untuk itu perlu adanya kesepakatan dan dialog di antara ketiga pelaku pembangunan ini. tercermin baik pada tujuan, arahan, maupun indikator-indikator kebijaksanaan (policy indicator).

  3. Mengembangkan beberapa pilihan pola/bentuk kemitraan untuk diterapkan di berbagai lapisan dan golongan masyarakat, sehingga peran serta masyarakat dalam kemitraan pembangunan dapat direalisasikan seluas- luasnya.

  4. Memantapkan mekanisme komunikasi yang lancar dan transparan.

  Transparasi erat kaitannya dengan tingkat partisipasi. Karena itu mekanisme kemitraan yang transparan harus dikembangkan dan dimantapkan sejak tahap awal pembangunan.

  5. Menyiapkan perencanaan dan pembangunan kemitraan yang mencakup rencana investasi pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan daerah.

  6. Menyiapkan kerangka peraturan dan arahan serta pedoman yang dapat menjadi acuan, terutama bagi masyarakat dan swasta juga menjamin kepastian usaha.

  7. Menciptakan sistem kepranataan pembangunan yang dapat mengakomodasi semua kepentingan, mendukung dan memudahkan proses pembangunan sesuai aturan yang ada.

  8. Menjadi unsur penengah dan penyeimbang yang diharapkan dapat memadukan kebutuhan dan kepentingan antara pihak swasta dan warga/publik.

  9. Menyelenggarakan pengawasan untuk menjamin terlaksananya aturan- aturan tata bangunan dan lingkungan yang telah dibuat pada kawasan sehingga pelaksanaan pembangunan dan penataan dalam kawasan diharapkan dapat berjalan sesuai dengan skenario yang telah dirancang dan direncanakan.

d. Pola Penggalangan Dana Investasi

  Pengembangan dan pembangunan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Kota Sampit membutuhkan sumber daya modal dan manusia yang sangat besar. Pelaksanaannya tidak dapat dilakukan oleh salah satu pelaku saja, yakni pemerintah, namun perlu mendapat dukungan dari kedua aktor lainnya (masyarakat dan swasta), mengingat skala pembangunan yang relatif Pengembangan dan pembangunan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Sampit akan berimplikasi pada produktifitas pertumbuhan wilayah yang berada di sekitarnya. Adanya implikasi tersebut sedikit banyak akan menimbulkan masalah pembangunan yang berskala makro, mengingat sumber dana pemerintah yang terbatas dalam penyediaan sarana dan prasarana.

  Upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul sejalan dengan penyusunan dan implementasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Permukiman Kumuh, adalah dengan mengupayakan terciptanya kemitraan yang tentunya melibatkan ketiga pelaku tersebut. Pengembangan kemitraan dalam pembangunan dan pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Sampit mencakup dua pola dasar, yaitu :

  1. Pertama, kerjasama kemitraan antara masyarakat, swasta dan pemerintah melalui pengembangan formula pembagian modal kerja yang menjadi tanggung jawab masing-masing pihak. Dalam rangka ini dikembangkan pola-pola kerjasama kemitraan yang mencakup pembagian keuntungan dan termasuk resikonya.

  2. Kedua, meningkatkan peran swasta dan masyarakat dalam pembangunan dengan memberikan lebih banyak peluang untuk berpartisipasi pada kegiatan yang semula merupakan tugas pemerintah. Atau dengan kata lain, pemerintah memberikan ijin pemanfaatan aset milik pemerintah (konsesi) misal melalui BUMN kepada pihak swasta dan masyarakat untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu guna melaksanakan peran dan tugas-tugas pelayanan umum.

  Pola-pola kemitraan yang dapat dikembangkan dalam investasi pembangunan dan pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh adalah : 1. Kemitraan pemerintah dan masyarakat.

  2. Kemitraan pemerintah dan swasta.

  3. Kemitraan masyarakat dan swasta melalui pengembangan sumber- sumber daerah. Tiga variabel utama yang harus mampu dipengaruhi dan diatasi dalam pembangunan dan pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh adalah: mempertimbangkan hubungan kerja, tugas, tanggung jawab dan perannya.

  2. Masyarakat (terutama masyarakat setempat dan penghuni baru): diupayakan agar mempertimbangkan perubahan, motivasi, aspirasi serta pengembangan sumber daya dan dana masyarakat.

  3. Sistem dan prosedur: diupayakan agar mempertimbangkan sistem komunikasi, imbalan dan penghargaan, sistem informasi dan pelaporan, anggaran dan pengambilan keputusan. Ketiga variabel tersebut di atas berkaitan satu dengan lainnya, perubahan pada salah satu variabel menyebabkan perubahan yang kemudian mempengaruhi struktur yang lebih luas. Untuk memaksimalkan keterlibatan ketiga aktor pembangunan dan pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh perlu dilakukan penyusunan kepranataan yang dapat dilakukan melalui:

  1. Pengembangan sistem dan prosedur kepranataan manajemen kawasan.

  2. Penyusunan mekanisme kerja dan struktur organisasi yang tepat a. Penerapan dan pemanfaatan teknologi.

  b. Penerapan sistem perencanaan tata ruang yang lebih dinamis dan bersifat partisipatory.

  c. Penyusunan strategi yang tepat untuk melakukan koordinasi dan integrasi berbagai kegiatan di tingkat lokal dan regional.

  3. Peningkatan partisipasi masyarakat

  a. Peningkatan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya dengan memberikan perhatian dan subsidi kepada masyarakat golongan berpendapatan rendah (berupa uang, konsultasi gratis, kemudahan ijin kredit dan koperasi).

  b. Pembinaan dan peningkatan kegiatan dan produksi lokal.

  c. Pendidikan dan informasi bagi masyarakat.