Hubungan Internasional Konflik Cina Je

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jepang dan China merupakan dua negara yang letaknya berdekatan secara
geografis, yakni kedua-duanya berada di kawasan Asia Timur. Posisi kedua
negara tersebut dipisahkan oleh Laut China, Laut Kuning dan Laut Jepang Timur.
Keduanya pula merupakan negara dengan andil besar di Asia. Meski secara
geografis yang berdekatan, tak menjadikan keduanya memiliki kedekatan secara
emosional, justru kebalikannya. Baik dari Jepang ataupun China, memiliki
runtutan catatan sejarah di masa lampau yang menjelaskan masih adanya
persaingan dan perseteruan.
Penjelasan adanya perseteruan Jepang dan China tersebut yakni dari
berlangsungnya perang dari kedua negara tersebut pada akhir abad ke-19 yakni
pada tahun 1894 hingga 1895 yang mana kemenangan perang berada di pihak
Jepang dengan menyisakan duka pada China1. Setelah adanya peristiwa perang
pada akhir abad ke-19 tersebut kian terputus dan meruncinglah hubungan antara
Jepang dengan China bahkan hingga saat ini.
Dari Jepang maupun dari China memiliki ambisi untuk berlomba-lomba
menjadikan negaranya maju dan dapat menguasai seluruh daratan Asia. Di masa
kuno yakni pada masa Dinasti Ming, Jepang begitu mengagumi China yang
dianggapnya sebagai negara dengan berbudaya tinggi. Jepang banyak mengambil

sari budaya sehingga dapat diistilahkan bahwa China merupakan seorang guru
bagi Jepang dalam memahami ilmu pengetahuan dan juga kebudayaan.
Dampaknya yakni China sering melakukan kerjasama yakni hubungan
perdagangan dengan Jepang.
Perang antara Jepang dengan China rupanya tak berakhir pada akhir abad
ke-19 tahun, namun masih berlanjut pada Perang China-Jepang kedua yang
berlangsung selama delapan tahun yakni dari tahun 1937 hingga 1945. Tidak jauh

1

Jepang-China awalnya memiliki hubungan persahabatan yang erat, hingga hubungan tersebut
berubah menjadi perang setelah Jepang berhasil membangun negaranya yang kuat. Perang JepangChina berawal dari Jepang yang ingin menguasai Manchuria dan kawasan Asia lainnya (Agung,
2012:129).

berbeda dengan tujuan pada Perang I, Perang II itu pula dikarenakan kehausan
Jepang yang tak hanya bisa menguasai Manchuria semata2.
Pembantaian Nanking telah menjadi sebuah simbol perperangan dari
keduanya, sebuah contoh paradigma akan kebrutalan Jepang terhadap Cina.
Perdebatan atas jumlah korban yang terbunuh masih menjadi satu elemen
kontroversial3.

Sejarah hubungan Jepang dan Cina yang menciptakan opini publik
khususnya di Cina akan terus mempengaruhi kebijakan Cina terhadap Jepang
begitu pula sebaliknya. Sejak tragedi pada saat perang dunia kedua hingga tahun
1972 tercipta sebuah Deklarasi normalisasi hubungan bilateral Jepang & Cina,
serta diiringi oleh Cina yang mulai menyaingi kekuatan ekonomi Jepang.
Seiring berlalunya dari masa ke masa rupanya masih menyisakan kepiluan
berupa sikap fluktuatif baik dari pihak China maupun dari Jepang. Dari Jepang
misalnya telah menetapkan China sebagai sebuah ancaman utama, hal tersebut
dikarenakan oleh tiga hal yakni Nasionalisme yang ada di China berlebihan yang
dapat menyebabkan adanya sikap agresif, China yang kian mengembangkan
persenjataan dan kian menyaingi Jepang. Yang terakhir yakni kemajuan ekonomi
maupun industri di China.
Tahun 1972 merupakan momentum dimana Jepang dan China melakukan
hubungan bilateral, karena pada tahun tersebut normalisasi hubungan bilateral
kembali dijalin dari keduanya4. Namun adanya normalisasi belum pula dapat
meredam akan adanya persengkataan dan sikap fluktuatif terutama pada masalah
persengketaan mengenai Kepulauan Senkaku yang terjadi hingga 41 tahun.
Lamanya persengketaan tersebut dikarenakan karena kurang baiknya hubungan
bilateral Jepang – China. Namun sikap fluktuatif masih lekat dalam benak dan
ideologi masing-masing.

2

Perang China-Jepang II berlangsung pada 1937-1945 M, dimana perang tersebut secara serentak
dilakukan oleh seluruh rakyat China untuk mengambil kembali daerah mereka yang telah dirampas
Jepang (Agung, 2012:18).
3
Pembantaian Manchuria Nanking mengakibatkan banyaknya orang China yang tewas, tiap
tahunnya orang China melakukan sebuah Ceremony untuk menghormati mereka yang tewas dalam
pembantaian tersebut. Hasil pembantaian tersebut melahirkan sebuah sikap anti-Jepang bagi orang
China (Berayu, 2014:1-2).
4
Hubungan diplomatik Jepang dan China mulai dibuka setelah kedua negara menandatangani
Komunike Shanghai pada tahun 1972 dengan sikap China yang memutuskan untuk mencabut
tuntutannya atas ganti rugi perang dari Jepang (Handayani, 2012:24-25).

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yakni antara lain :
1. Bagaimana hubungan Jepang-China sebelum tahun 1972?
2. Bagaimana konflik kepentingan terhadap kepulauan Senkaku / Daioyu
tahun 1972-2013?

3. Bagaimana dampak hubungan internasional dari adanya sengketa
kepulauan Senkaku / Daioyu bagi Jepang dan China?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam makalah ini yakni antara lain :
1. Untuk mendeskripsikan hubungan Jepang-China sebelum tahun 1972.
2. Untuk mendeskripsikan konflik kepentingan terhadap kepulauan
Senkaku / Daioyu tahun 1972-2013.
3. Untuk mendeskripsikan dampak hubungan internasional dari adanya
sengketa kepulauan Senkaku / Daioyu bagi Jepang dan China.

BAB II
PEMBAHASAN
1. HUBUNGAN JEPANG – CHINA SEBELUM TAHUN 1972.
Hubungan antara Jepang dengan China pada masa sebelum tahun 1972
yang notabennya sebagai momentum membaiknya hubungan Jepang dan China
yakni kurang baik atau harmonis. Kondisi tersebut dikarenakan melekat eratnya
sikap fluktuatif diantara kedua belah pihak seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Kondisi tersebut bermula dari majunya Jepang sebagai negara yang mempelopori
pembangunan dalam hal memperkuat negaranya. Jepang percaya dengan
memperkuat negaranya maka negara-negara di sekitarnya akan takluk dibawah

kepemimpinannya.
Atas dasar itulah Jepang menginginkan adanya ambisi untuk menguasai
yakni Manchuria (China sebelum revolusi) yang berada tak jauh dari Jepang.
Dengan keikutsertaan Jepang pada Perang Dunia I dan berbuah sebuah kekalahan,
tak lantas membuat Jepang menyerah dan tetap kukuh terutama saat
dibombardirkannya Perang Dunia II yang ditandai dengan dibomnya pangkalan
udara Amerika Serikat di Pearl Harbour dan juga China oleh Jepang.
Momentum lainnya yang berbekas adanya ketidakharmonisan hubungan
antara Jepang dan China yakni perbedaan ideologi sebagai kekuatan utama yang
menyokong negara mereka. China yang condong nasionalis dengan latar induk
yakni Uni Soviet sedangkan Jepang yang pasca Perang Dunia II lebih condong
liberalis dengan latar Amerika Serikat karena telah mendapat banyak bantuan dari
Amerika Serikat. Keduanya bersitegang terutama pada saat peristiwa penumpasan
komunisme oleh Amerika Serikat dengan bantuan Jepang di kawasan Asia Pasifik
yang ditujukan kepada China. China pun meminta bantuan kepada Uni Soviet
(Agung, 2012:50).
2. KONFLIK KEPENTINGAN TERHADAP KEPULAUAN SENKAKU /
DAIOYU TAHUN 1972-2013.
Konflik Kepulaulun Seenkukl Antauau iinuJeepuun. Duaum
hlbln.un intaeanusionua untauau iinuJeepuun., konflik m enjudi suauh

sutal hua yun. m en.isi pueajuaunun puunjun. hlbln.un kedlu

ne.uau Di duaum hua ini, konflik iinuJeepuun. difoklskun puudu
hlbln.un intaeanusionua kedlu ne.uau utaus Kepulaulun Seenkukl,
pulaul yun. dipueaebltakun kedlu ne.uau. Negara Jepang dan China telah
lama memperebutkan Kepulauan Senkaku atau bangsa China lebih mengenalnya
sebagai Kepulauan Diaoyutai. Lebih dari 30 tahun lamanya mereka tetap pada
pendiriannya masing-masing yang mengklaim kepemilikan dari kepulauan
tersebut.
Kepulauan Senkaku ini terletak tidak jauh dari wilayah Jepang maupun
China. Kepulauan ini tidak berpenghuni tepatnya terletak di Perairan Laut China
Timur 120 mil dari wilyah Taiwan dan dari wilayah Jepang terletak di 240 mil
barat daya pulau Ryukyu.

Sumber : globalsecurity.org dalam China dan Jepang dalam Sengketa
Kepulauan Senkaku 1970-2006 (Izato Millati 2009: 31)
Di kepulauan ini terdapat beberapa pulau kecil yang diantaranya memiliki
nama masing-masing dari kedua negara yakni Jepang dan China. Pulau yang
paling besar bernama Uotsuri/Diaoyu, kemudian adapula pulau-pulau kecil
disektiarnya yang bernama Kobisho/ Huangwei Yu dan Akao-sho/Chiwei Yu.

Bila dilihat dari letak geografi maupun keadaannya yang tidak berpenghuni pulau
ini tidak memiliki kistimewaan, namun tidak bagi negara Jepang dan China.
Dibalik itu semua kepulauan Diaoyutai ternyata memiliki potensi yang sangat
besar. Area disekitar Kepulauan Diaoyutai adalah area yang kaya akan hasil laut
terutama ikan, dan selain itu kepulauan Diaoyutai juga memiliki sumber daya
alam yang berharga.

Konflik diantara kedua negara ini tercetus setelah ada penelitian yang
dilakukan pihak UNCAFE (UN Economic Commission for Asia and the Far East)
yang merilis informasi bahwa di Kepulauan Senkaku ini terdapat potensi Sumber
Daya Alam yang sangat besar yakni kandungan minyak dan gas alamnya yang
besar, bahkan SDA di kepulauan ini jika dieksplor akan menjadi potensi minyak
dan gas alam terbesar di dunia Maria Fedorova (Millati, 2009:47). Ini menjadikan
semakin memanas diantara kedua negara yang bersengkata untuk tetap
mengeklaim kepemilikan dari Kepulauan Senkaku.
Sebelum tahun 1970-an Kepulauan Senkaku ini termasuk dalam
kekuasaan dari pihak Amerika Serikat pada saat berlangsungnya perang dunia ke
II. Namun kenyeataannya saat berlangsungnya perang dunia ke II Kepulauan
Senkaku tidak menjadi perebutan diantara pihak Jepang dan China. Dan sengketa
terjadi hanya setelah tahun 1968-1970, tahun dimana telah ditemukan dan

dipastikannya kandungan SDA potensial disekitar Kepulauan Senkaku. Akun
taetaupui ketaiku dipulbaikusikunnyu m en.enui slm bea duyu uaum
yun. dim iaiki oaeh Kepulaulun Seenkukl bualauh iinu dun eepuun.
dun pulau Tuiwun beaaom buJaom bu lntalk m en.kauim Kepulaulun
Seenkukl sebu.ui m iaik m usin.Jm usin. ne.uau Seeauin SeDA yun.
m eaim puuh di Kepulaulun Seenkukl, niaui staautae.is Kepulaulun
Seenkukl puln pueaal dipueataim bun.kun Letauk .eo.aufs Kepulaulun
Seenkukl dipuaediksikun dupuuta m em beaikun kelntaln.un bu.i iinu
dun eepuun. buik di bidun. ekonom i m ulpuln pueatauhunun
Dalam perjalanan sejarahnya Jepang dan China pun pernah melakukan
beberapa perjanjian demi memperebutkan Kepulauan Senkaku. Beberapa
perjanjian diantaranya adalah:
1. Perjanjian Shimonoseki 1895
Perjanjian ini merupakan perjanjian perdamaian yang telah disetujui oleh
kedua belah pihak yakni Jepang dan China, semua ini dalam upaya untuk
menyelesaikan sengketa yang telah terjadi. Selain itu perlu diketahui bahwa
saat perjanjan ini berlangsung kedua negara berada pada situasi peperangan.
Didalam perjanjian Shimonoseki terdapat beberapa poin yang penting,
tepatnya pada pasal 2, disebutkan bahwa China menyerahkan kepada Jepang


Pulau Formosa (Taiwan) dan pulau-pulau lainnya yang berada disekitar Pulau
Formosa, Kepulauan Senkaku juga termasuk didalamnya (Millati, 2009).
Selain itu China juga menyerahkan gudang senjata dan aset-aset Negara yang
lain (Treaty of Shimonoseki, 2008).
2. War Time Declaration (Deklarasi Kairo)
Deklarasi Kaito ini memuat tentang hak sekutu yang sedang melakukan
peperangan demi untuk memberikan sanksi kepada Jepang dan untuk
mengendalikan agresi Jepang (Declaration of the Cairo Conference, 2008).
Perjanjian ini juga disetujui oleh beberapa tokoh penting dari negara lain yakni
China Chiang Kai Shek, presiden AS Franklin Roosvelt kemudian adapula
perdana menteri Inggirs yaiti Winston Churchill. Namun disini Jepang
ternyata harus tunduk dengan keputusan yang ada, seperti yang dilansir di
International Law and The Island Dispute bahwa Jepang mau tidak mau harus
menerima segala ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh para kepala
Negara seperti, Presiden Amerika Serikat, China dan Perdana Menteri Inggris,
pada 26 Juli 1945 di Postdam.
3. San Francisco Peace Treaty 1951
Tidak cukup pada perjanjian-perjanjian sebelumnya ternyata kedua
negeara ini masih bersengketa dan kembali diadakan perjanjian San Fransisco
Peace Treaty 1951. Inti dari perjanjian ini adalah Jepang harus melepaskan

semua haknya terhadap Formosa atau Taiwan kemudian termasuk juga Pulau
Pescadores (International Law and The Island Dispute, 2008). Namun
menariknya disini Jepang melakukan pembantahan atas perjanjian San
Fransisco yang tidak menyebutkan secara rinci tentang Kepulauan Senkaku.
Bahwa sampai dengan tahun 1985 pihak Jepang tidak mau mengakui
Kepulauan Senkaku.
Kedlu ne.uau taeaseblta sum uJsum u in.in m enjudikun
Seenkukl sebu.ui busis m iaitaea dem i m em bun.ln pueatauhunun
ukun uncum un yun. dutaun. jl.u duai kedlu ne.uau taeaseblta Hua
ini jeaus m em blktaikun buhwu setaiupu ne.uau beakepuentain.un
lntalk m eaindln.i kedulautaun ne.uaunyu dun m enju.u keum unun
ne.uaunyu (self preservation dan territorial integrity)

Bila dilakukan pendekatan maka pihak China memiliki alasan khusus
tentang klaim kepemilikan dari Kepulauan Senkaku. China mengatakan bahwa
Kepulauan Senkaku sudah ada di dalam wilayah China sejak Dinasti Ming pada
tahun 1403, karena wilayah Kepulauan Senkaku telah masuk ke dalam peta
pemerintah Ming (Park Choon-ho, 1983). China lebih mendasari argumennya dari
sejarah-sejarah di masa lalu. China menganggap bahwa pihak mereka mempunyai
beberapa arsip-arsip sejarah dizaman Kerajaan China, yang mana arsip-arsip

tersebut menyatakan bahwa sejak tahun 1373 China telahmenduduki dan juga
menggunakan serta memanfaatkan Kepulauan Senkaku. Kedua, China
menyatakan bahwa pada abad keenambelas disaat Dinasti Ming menguasai
daratan China, Kepulauan Senkaku telah dimasukkan kedalam wilayah China
sebagai salah satu daerah pertahanan pantai China (Millati, 2009).
Muncul beberapa krisis terkait dengan sengketa kepemilikan kepulauan
Senkaku/Diaoyu. Krisis ini berhasil diredam karena muncul perjanjian “SinoJapanese Treaty of Peace and Friendship. Krisis bisa diredakan setelah SinoJapanese Treaty of Peace and Friendship disepakati pada tahun 1978, di mana
kedua negara bersepakat untuk menyisihkan isu Daioyu dan menyelesaikannya
kelak (Balqis. 2014:53).
Setelah itu konflik Jepang dan Cina mulai memanas lagi. Sehingga pada
pertemuan tahun 1997, Jepang mengajukan pembahasan tentang kepemilikan
Kepulauan Senkaku/Diaoyu sesuai dengan kesepakatan Sino-Japanese treaty of
Peace and Friendship.
Awal dari upaya penyelesaian sengketa ini mula-mula diajukan oleh
Jepang pada tahun 1997 ketika Cina dan Jepang pertama kali bertemu membahas
perjanjian perikanan antara Cina dan Jepang di Laut Cina Timur sejak hubungan
kedua negara kembali memanas (Rahmanto.2014:72). Dalam pembahasan
pertemuan yang dihadiri oleh tiga negara (Jepang, Cina dan Korea Selatan), Cina
menolak penyelesaian konflik yang diajukan oleh Jepang, karena menurut Cina
saat ittu bukanlah forum yang tepat untuk menyelesaikan sengketa karena pada
dasarnya ketiga negara datang untuk membahas batas zona memancing tiap
negara.

Tahun 1998, ketika diadakan pertemuan untuk membahas (Zona Ekonomi
Eklusif) ZEE muncul gagasan untuk menyelesaikan sengketa. Saat itu juga belum
menghasilkan kesepakatan terkait kepemilikan kepulauan Senkaku/Diaoyu. “Cina
bersikeras bahwa ia menggunakan asas natural prolongation dalam menentukan
batas kedaulatan terluar negaranya. Namun berbeda dengan Cina, Jepang memilih
untuk membagi wilayah tersebut menjadi dua bagian sesuai garis equidistance.
Karena perbedaan inilah maka upaya penyelesaian sengketa melalui delimitasi
ZEE tidak bisa dilanjutkan (Rahmanto.2014:73).
Jepang mengusulkan pembagian wilayah berdasar garis tengah di zona
ekonomi seklusifnya (berjarak 200 mil dari garis dasar/baseline), sedangkan Cina
mengacu pada kelanjutan alamiah dari lantas kontinennya (berjarak di luar 200
mil) (Awani Irewati (2012) dalam Sunarto Efendi (2014).
Belum tercapainya kesepakatan terkait kepemilikan kepulauan
Senkaku/Daioyu membuat Cina dan Jepang bertemu untuk membicarakan
kebijakan terkait kepulauan Senkaku pada tahun 2004. Pertemuan ini berlangsung
selama 4 tahun hingga tahun 2008. Pertemuan menghasilkan dua poin kebijakan
terkait kepulauan Senkaku/Diaoyu.
1. Join Development yang tidak lain adalah tahap awal dari normalisasi
hubungan kedua negara yang akan dilakukan di utara Laut Cina Timur.
2. Partisipasi dari Jepang untuk turut serta dalam pengembangan ladang gas
dan minyak Chunxiao berdasar pada hukum Cina.
Reinhard Driftie( 2009: 2) dalam Rahmanto (2014: 73).
Penyelesaian konflik kepemilikan kepulauan Senkaku/Daioyu sejak tahun
2013 terhambat. Hal ini dikarenakan kenaikan perekonomian Cina. Peningkatan
perekonomian Cina juga dibarengi dengan kenaikan kekuatan militer Cina.
Sehingga Jepang merasa harus sensitif dengan isu sengketa kepulauan
Senkaku/Daioyu.
3. DAMPAK SENGKETA KEPULAUAN SENKAKU / DAIOYU BAGI JEPANG
DAN CHINA.
3.1 Dampak politik

Hubungan China dan Jepang mulai membaik setelah tahun 1972.
Normalisasi hubungan diplomatik Jepang dan China terjadi setelah kedua negara
menandatangani perjanjian Sanghai di tahun 1972. Berbeda dengan negara lain,
setelah normalisasi Cina mencabut tuntutan ganti rugi perang atas dasar
kesepakatan bersama Jepang dan Cina5.
Hubungan China dan Jepang terkait pulau Senkaku/Diaoyu adalah sebuah
hal yang rumit. China menginginkan Senkaku, begitu pula dengan Jepang.
Sengketa kepulauan ini menjadi bahasan dalam hubungan bilateral kedua negara.
Dalam beberapa kasus sengketa kadang terjadi pemutusan hubungan kerjasama.
Begitu pula yang terjadi antara China dan Jepang terkait sengketa kepulauan
Senkaku/Diaoyu. pada tahun 2012 melakukan pembatalan peringatan 40 tahun
hubungan diplomatik. Kedua negara melakukan pembatalan peringatan 40 tahun
hubungan diplomatik kedua negara, yang semestinya dilaksanakan pada tanggal
27 September 2012 (Roza, 2012:7).
3.2 Dampak ekonomi
Dasarnya perekonomian Jepang ke China dan sebaliknya adalah saling
menguntungkan. Hal ini terkait dengan kebijakan (Official Development
Assistance) ODA sejak tahun 1979 yang di keluarkan Jepang kepada Cina.
Normalisasi hubungan Jepang dan China juga membawa efek positif bagi
perdagangan kedua negara. Sebagai partner dagang penting China, Jepang
mengekspor sumber yang terpenting untuk teknologi maju dan barang-barang
modal seperti besi, baja, alat-alat mesin, serta mesin-mesin untuk alat transportasi
pertambangan, dan pupuk kimia dari Jepang yang sangat penting bagi pertanian
China. Sementara itu, Jepang mengimpor tekstil, bahan makanan, bahan-bahan
mentah, dan minyak bumi (Handayani, 2011:24).
Namun perlu disadari bahwa konflik antara China dan Jepang terkait
kepemilikan pulau Senkaku/Daioyu terjadi sejak tahun 1969. Sengketa Kepulauan
Senkaku ini sesungguhnya sudah terjadi sejak lama khususnya pada tahun 1969
setelah Economic Comission for Asia and Far East (ECAFE) melakukan survei

5

Togo Kazuhiko (2005) dalam Agnita Handayani, 2011:124-125.

dan menemukan potensi cadangan minyak dan gas yang cukup besar di sekitar
perairan Kepulauan Senkaku (Rahmanto, 2014:68).
Dilihat dari segi ekonomi, terdapat banyak cadangan minyak di kepulauan
Senkaku/Diaoyu maka pemilik dari kepulauan ini akan sangat diuntungkan. Hal
ini terkait dengan munculnya China dan Jepang sebagai negara industri yang
adidaya/kuasa di Asia terlebih di Asia Timur. China merupakan negara
pengonsumsi minyak bumi terbesar nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat.
Sedangkan Jepang sendiri tidak memiliki/sedikit sumber daya alam berupa
minyak bumi.
Salah satu penggerak dari modal industri adalah minyak bumi. Sehingga
siapapun pemilik dari pulau Senkaku/Daioyu mendapat keuntungan besar dari
produksi minyak bumi. Kepulauan Senkaku/Daioyu juga memiliki sektor
perikanan yang besar. Banyak nelayan yang tidak jarang mencari ikan di sekitar
wilayah sengketa. Potensi perikanan juga menjadi salah satu faktor sosio-ekonomi
yang menjadikan kepulaun Senkaku/Diayou disengketakan.
3.3 Dampak Miiliter/Geohistori
Kepulauan Senkaku/Daioyu merupakan sebuah kepulauan yang terletak
170 km dari Taiwan, 330 km dari China, 170 km dari Ishigaki (Jepang) dan 410
km dari Okinawa (Jepang) di Laut China Timur, tepatnya berada pada garis
koordinat 15°74′53″ Lintang Utara dan 124°03′21″ Bujur Timur, kepulauan ini
hanya memiliki luas 7 km2.
Pulau ini apabila dimiliki oleh China akan dijadikan basis pertahanan
terhadap Jepang khususnya karena keberadaan pangkalan militer milik Amerika
Serikat di pulau Okinawa. China akan menggunakan basis di kepulauan Senkaku
sebagai pertahanan terhadap Jepang dan Amerika.
“Bentuk ancaman yang paling serius dalam perspektif China adalah
aliansi pertahanan yang dibangun Jepang dengan Amerika Serikat.
Bangunan aliansi antara Jepang dan Amerika Serikat sudah dimulai
sejak tahun 1951 yang bertujuan untuk membendung gerakan antiSoviet di kawasan Asia pasifik selama berlangsungnya perang
dingin. Aliansi tersebut pasca berakhirnya perang dingin masih
berjalan secara intensif.” (Purwanto, 2010).
Sedangkan bagi Jepang, pulau Senkaku akan menjadi salah satu basis
pertahanan di barat. Kemajuan ekonomi China juga menjadi pertimbangan Jepang

untuk mewaspadai Cina sebagai pengganggu dominansinya di Asia Timur.
Kemajuan ekonomi Cina mengakibatkan naiknya anggaran militer Cina dan
proyek modernisasi angkatan laut milik (People’s Liberations Army) PLA China
yang kemudian menjadi faktor pentingnya kepulauan Senkaku bagi Jepang.
“Pada tahun 2000 anggaran pertahanan yang dialokasikan oleh
pemerintah China adalah 14,6 milliar juta, tahun 2001, 17 milliar
dollar lebih besar di bandingkan Korea Selatan dan Taiwan.
Kenaikan anggaran pertahanan China pada tahun 2001 dikarenakan
konflik yang terjadi di Kosovo dan situasi dunia saat itu. Tahun
2002 anggaran yang dialokasikan sejumlah 20 milliar dollar dan di
tahun 2003 naik menjadi 22 milliar dollar. Di tahun 2004 anggaran
pertahan China terus meningkat sebesar 2,6 milliar dollar menjadi
24,6 milliar dollar, meskipun pada tahun 2004 China mengalami
defisit sebesar 38,7 milliar dollar akibat dari pengeluaran
persenjataan yang melebihi anggaran yang telah ditentukan. Tahun
2005 anggaran pertahanan China naik sebesar 12 persen atau sekitar
29,9 milliar dollar dan setahun kemudian 2006 naik sebesar 15
persen senilai 35 milliar dollar. Tahun 2007 meningkat menjadi 45
milliar dollar dan maret 2008 pemerintah China secara resmi
mengumumkan kenaikan anggaran pertahanannya menjadi 57,22
milliar” (China’s Defense Budget diakses melalui
http//:www.globalsecurity.org).
Kenaikan anggaran ini membuat Jepang harus berpikir masak-masak
apabila mengalami konflik militer dengan China. Senkaku juga menjadi salah
satu keuntungan bagi China jika sampai mampu memilikinya. Jika China mampu
untuk menguasai kepulauan Senkaku, China akan mampu mendekat terhadap
Taiwan. Hubungan China dan Taiwan tidak terlalu baik karena Taiwan
melepaskan diri dari China, sehingga China ingin mendapatkan kembali Taiwan.
3.4 Dampak Sosial
Sengketa Kepulauan Senkaku/Diaoyu tidak bisa lepas dari peristiwa yang
terjadi sebelumnya. Mulai dari klaim temuan dari ECAFE (UNCAFE) tentang
adanya minyak bumi di wilayah yang kemudian disengketakan. Kemudian diawali
dengan maraknya klaim terhadap kepemilikan kepulauan Senkaku/Diaoyu baik
oleh Jepang maupun China. Proses klaim ini kemudian menjadi protes baik di
wilayah China maupun Jepang. Hal ini terkait dengan proses delimitasi Jepang
terhadap kepulauan Senkaku (Zhonqi dalam Rahmanto, 2014:68).
Akibatnya banyak terjadi peristiwa percobaan masuknya penduduk China
ke kepulauan Senkaku yang dianggap ilegal oleh pemerintah Jepang. Banyak

terjadi peristiwa penangkapan nelayan di sekitar wilayah kepulauan Senkaku oleh
pihak militer Jepang. Baik Jepang dan China menempatkan kapal patroli di sekitar
wilayah kepulauan Senkaku. Ini menjadi sebuah dilema bagi nelayan yang ingin
menangkap ikan di sekitar pulau Senkaku yang kaya akan sumber daya alam
perikananannya.
Protes keras terjadi ketika adanya klaim terhadap kepulauan
Senkaku/Daioyu. Banyak warga China yang kemudian menentang adanya barangbarang produksi dari Jepang. Skala aksi demonstrasi kali ini merupakan yag
terbesar sejak kedua negara menormalisir hubunga diplomatiknya pada tahun
1972. Aksi unjuk rasa yang meluas telah memaksa beberapa perusahaan milik
Jepang di Cina seperti Panasonic dan Canon untuk menghentikan operasi mereka,
karena aksi-aksi tersebut diikuti pula dengan pengrusakan pada jaringan produksi
dan juga serangan taeahudupu kepuentain.un lsuhu eepuun. duaum puaotaes
untaiJeepuun. (Rozu, 2012:7).

BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Kepulauan Senkaku adalah 5 pulau berkarang yang tidak berpenghuni,
namun di sekitar pulau tersebut banyak terkandung cadangan minyak bumi dan
gas alam. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Kepulauan Senkaku
dan di sekitar Kepulauan Senkaku terungkap oleh beberapa peneliti dari berbagai
institusi. Terungkapnya kekayaan alam tersebut menimbulkan sengketa antara
Negara Jepang dan Negara China. Baik pihak Jepang maupun China sama-sama
mengklaim berdasarkan bukti-bukti dengan berbagai pendekatan. Tetapi tidak ada
satu pun pihak yang mengalah, dan masing-masing merasa benar dan berhak atas
Kepulauan Senkaku.
Di satu sisi, China mengklaim kembali Kepulauan Senkaku yang telah
lama dibeli dan dikelola pihak swasta Jepang karena diketahuinya sumber daya
alam yang berada di kepulauan tersebut. Di sisi lainnya, pihak swasta Jepang
meminta negaranya untuk membeli kepulauan tersebut dari kepemilikan pribadi
menjadi kepemilikan negara.
Hal ini disetujui oleh pihak pemerintahan Jepang, dan kepulauan tersebut
resmi menjadi milik Negara Jepang. Namun hal ini kembali mengalami kebuntuan
setelah China menginginkan kejelasan perbatasan wilayah perairan dengan
Senkaku. Sehingga kesepakatan bersama (joint agreement) dalam mengelola
Kepulauan Senkaku menjadi batal. Jepang telah melakukan berbagai strategi dari
dulu hingga saat ini agar kepemilikan atas Kepulauan Senkaku dapat jatuh
ketangannya namun strategi yang dilakukan Jepang selalu mendapat aksi protes
dari China.
Sengketa tetap berlanjut, salah satu cara menyelesaikannya adalah
menyerahkan permasalah tersebut kepada Mahkamah Internasional untuk

diselesaikan. Harapannya Mahkamah Internasional dapat memutuskan secara
bijak dan adil mengenai kepemilikan Kepulauan Senkaku.

2. KRITIK DAN SARAN
Dari keseluruhan penulisan makalah yang dibuat penulis ini, tentunya
memiliki banyak kekurangan maupun kesalahan yang dibuat penulis sendiri baik
secara langsung maupun tidak langsung. Itulah mengapa penulis mengharapkan
kepada semua pembaca untuk memberi kritik maupun saran yang membangunnya
agar nantinya lebih baik untuk makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Agung S, Leo. 2012. Sejarah Asia Timur 1. Yogyakarta: Ombak.
___________.2012. Sejarah Asia Timur 2. Yogyakarta: Ombak.
Balqis, Ratu Humairoh. 2014. Perubahan Sikap Cina Terhadap Jepang di Era Hu
Jintao Terkait Konflik Perebutan Kepulauan Diaoyu. Skripsi tidak
diterbitkan. Yogyakarta: UGM.
Blackwell synery, 2005. International Law and The Island Dispute. The New
Zealand PostGraduate Law E-Journal Issue, (Online),
(http://www.google.com/www..i2/ ) diakses 31 Januari 2016.
China’s Defense Budget diakses melalui (http//:www.globalsecurity.org).
Declaration of the Cairo Conference, 1943. (Online), (Http://www.google.com/
www.taiwandocuments.org/cairo.htm/
Diaoyu Islands Dispute. (Online), (http://www.google.com/www.ICE Case
Studies.com /Diaoyu Islands Dispute /(Juni 1997), diakses pada 29 Januari 2016.
Efendi, Sunarto .2014. Prediksi Penyelesaian Sengketa Antara China-Jepang
dalam Perebutan Pulau Daioyu/Senkaku.
Handayani, Agnita. 2011. Kebijakan Luar Negeri Jepang Terhadap Cina: Studi
Kasus Distribusi Official Development Assistance (ODA) Jepang ke Cina
Periode 1992-2004. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Heflin William B. 2000. DiayouSenkaku Island Dispute: Japan and China Ocean
Apart. Asian-Pacific Law and Policy Journal, (Online),
(http://www.google.com/www.hawaii.edu/aplpi/ l/) diakses pada 29
Januari 2016.
Johantika, Alfarah. 2014. Dampak Negatif Sengketa Kepulauan Senkaku
Terhadap Hubungan Jepang dan Cina: Studi Kasus 2010-2014. Skripsi
tidak diterbitkan. Yogyakarta: UGM.
Millati, Izzato. 2009. China dan Jepang dalam Sengketa Kepulauan Senkaku
1970-2006. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Rahmanto, Anugerah Hendri. 2014. Sengketa Kepulauan Senkaku antara Cina
dan Jepang (1998-2013). Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3,
No. 1.

Roza, Rizki. 2012. Sengketa Kepemilikan Pulau Senkaku/Diaoyu dan Stabilitas
Kawasan. Info Singkat Hubungan Internasional Vol. IV. No.
18/II/P3DI/September/2012. ISSN: 2088-2351.
Park Choon-ho, 1983. East Asia and the Law of the Sea. Seoul: National
University Press, (Online), (http://www.google.com/www. blackwell
synery.i2/) diakses pada 30 Januari 2016.
Purwanto, Adi Joko.2010. PENINGKATAN ANGGARAN MILITER CINA DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP KEAMANAN DI ASIA TIMUR.
SPEKTRUM. Volume 7, No. 1, Juni 2010.
Treaty of Shimonoseki, (Online), (http://www.google.com/
www.taiwandocuments.org/shimonoseki01.htm), diakses pada 31 Januari
2016.